Anda di halaman 1dari 102

PENETAPAN KADAR TEOFILIN DAN SALBUTAMOL

DALAM TABLET SECARA SPEKTROFOTOMETRI


DERIVATIF

SKRIPSI

OLEH:
DESI EKA PUTRI
NIM 141524008

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


PENETAPAN KADAR TEOFILIN DAN SALBUTAMOL
DALAM TABLET SECARA SPEKTROFOTOMETRI
DERIVATIF

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara

OLEH:
DESI EKA PUTRI
NIM 141524008

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


PENGESAHAN SKRIPSI

PENETAPAN KADAR TEOFILIN DAN SALBUTAMOL


DALAM TABLET SECARA SPEKTROFOTOMETRI
DERIVATIF

OLEH :
DESI EKA PUTRI
NIM 141524008

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi


Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada Tanggal: 01 Februari 2017

Disetujui Oleh:
Pembimbing I, Panitia Penguji

Prof. Dr.Muchlisyam, M.Si., Apt. Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt.
NIP 195006221980021001 NIP 195201041980031002

Pembimbing II, Prof. Dr.Muchlisyam, M.Si., Apt.


NIP 195006221980021001

Dra. Tuty Roida Pardede, M.Si., Apt. Dra. Masria L.Tambunan, M.Si., Apt.
NIP195401101980032001 NIP 195005081977022001

Dra. Tuty Roida Pardede, M.Si., Apt.


NIP195401101980032001

Medan, Februari 2017


Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
Dekan,

Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt.


NIP 195707231986012001

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala karunia dan rahmatNya,

sehingga penulis dapat menjalani masa perkuliahan dan penelitian hingga

akhirnya menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Penetapan Kadar

Teofilin dan Salbutamol dalam Tablet secara Spektrofotometri Derivatif”. Skripsi

ini diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi dari

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih

kepada Ibu Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan fasilitas selama masa

pendidikan dan penelitian.

Rasa hormat dan terima kasih yang setulus-tulusnya penulis sampaikan

kepada Bapak Prof. Dr. Muchlisyam, M.Si., Apt., dan Ibu Dra. Tuty Roida

Pardede, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan

bimbingan dan motivasi dengan penuh kesabaran dan keikhlasan selama

penelitian dan penulisan skripsi ini berlangsung, juga kepada Bapak Drs. Fathur

Rahman Harun, M.Si., Apt., dan Ibu Dra. Masria L.Tambunan, M.Si., Apt., selaku

penguji yang telah memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

Penulis menyampaikan rasa terima kasih serta penghargaan yang tulus

kepada kedua orang tua penulis yang tercinta, Ayahanda Mardansyah Nasution,

Ibunda Dra. Roslaini Lubis., abang Rizki Ardiansyah Nasution S.T., adik

Syahrijal Efendi Nasution, Meilani Dwi Putri Nasution, Ainul Padilah Nasution

serta seluruh keluarga besar saya yang selalu menyemangati, dan telah

iv
Universitas Sumatera Utara
memberikan dukungan terbesar, doa, serta materil selama perkuliahan hingga

penyelesaian skripsi ini.

Pada kesempatan ini juga penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih

kepada teman-teman seperjuangan di Laboratorium Penelitian, penulis juga

mengucapkan terima kasih kepada teman-teman terdekat khususnya Christine

Natalia Pasaribu, Rumiris Kristia V. Silaen, Tri Agustina Siregar, Eva Fahyana,

Zulaikha, dan Bahrul Amri serta teman-teman seangkatan Ekstensi 2014 yang

telah banyak memberikan saran, dukungan, dan doa selama penelitian dan

penyusunan skripsi ini berlangsung.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan,

oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis bersedia menerima kritik

dan saran yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini

dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Januari 2017


Penulis,

Desi Eka Putri


NIM 141524008

v
Universitas Sumatera Utara
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini ,

Nama : Desi Eka Putri

Nomor Induk Mahasiswa : 141524008

Program Studi : S1 Ekstensi Farmasi

Judul Skripsi : Penetapan Kadar Teofilin dan Salbutamol dalam


Tablet secara Spektrofotometri Derivatif

Dengan ini menyatakan:

1. Bahwa isi skripsi yang saya tulis tersebut di atas adalah tidak merupakan
ciplakan dari skripsi atau karya ilmiah orang lain.
2. Apabila terbukti di kemudian hari skripsi tersebut adalah ciplakan, maka
segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggungjawab saya.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada paksaan atau
tekanan dari pihak manapun.

Medan, Januari 2017


Penulis,

Desi Eka Putri


NIM 141524008

vi
Universitas Sumatera Utara
PENETAPAN KADAR TEOFILIN DAN SALBUTAMOL DALAM
TABLET SECARA SPEKTROFOTOMETRI DERIVATIF

ABSTRAK

Campuran teofilin dan salbutamol merupakan salah satu jenis kombinasi


dalam sediaan tablet. Pada sediaan tablet mengandung teofilin 130 mg dan
salbutamol 1 mg, teofilin dan salbutamol memiliki perbandingan kadar yang
cukup jauh sehingga dilakukan penetapan kadar secara spektrofotometri derivatif.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji validasi metode spektrofotometri
derivatif dalam menetapkan kadar campuran teofilin dan salbutamol dalam
sediaan tablet.
Metode penelitian yang dilakukan adalah pengambilan sampel secara
purposif terhadap campuran tablet teofilin dan salbutamol dalam tablet X dan
penetapan kadar secara spektrofotometri derivatif metode zero crossing dalam
pelarut NaOH 0,1 N.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa panjang gelombang analisis untuk
teofilin dan salbutamol pada derivat pertama masing – masing pada panjang
gelombang 270 nm dan 275 nm. Nilai kadar teofilin pada sampel (100,0 ± 0,56)%
dan kadar salbutamol pada sampel (99,7 ± 0,27)%. Pada persen perolehan kembali
untuk teofilin diperoleh = 99,05%, RSD = 1,0% dan untuk salbutamol diperoleh =
99,35%, RSD =1,0%.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan
bahwa metode spektrofotometri derivatif pada derivat pertama dapat digunakan
untuk penetapan kadar teofilin dan salbutamol. Penetapan kadar dengan metode
spektrofotometri derivatif memenuhi persyaratan akurasi dan presisi.

Kata Kunci : Teofilin, Salbutanol, Spektrofotometri Derivatif, Zero Crossing,


Derivat Pertama, Validasi.

vii
Universitas Sumatera Utara
DETERMINATION OF THEOPHYLLINE AND SALBUTAMOL
MIXTURE IN TABLETS BY DERIVATIVE SPECTROPHOTOMETRIC

ABSTRACT

The mixture of theophylline and salbutamol is one of combination in


tablet. In preparation containing theophyline 130 and salbutamol 1 mg,
theophyline and salbutamol has comparison levels are far enough apart that the
assay performed in derivative. The aim of this study was to test the validation of
derivative spectrophotometric method in determination the content theophylline
and salbutamol in tablets.
The method of this research was done by purposive sampling to
theophylline and salbutamol mixture of the sample X in tablets content using
derivativen spectrophotometric with zero crossing technique and determination in
NaOH 0,1N.
The research results were obtained the theophyline and salbutamol mixture
were determined by measuring the first derivative ratio amplitudes, at 270 nm and
275 nm. Value levels on the sample theophyline (100.02 ± 0.56)% and salbutamol
(99.75 ± 0.27)%. The results of validation test on the tablet, the percent recovery
for theophylline is 99.05%, relative standard deviation (RSD) = 1.0% and for
salbutamol, the percent recovery = 99.35%, RSD = 1.0%.
Based on the results of research, that derivative spectrophotometric
method can be used to determination of theophylline and salbutamol in the tablets
at the second derivate. Assay of the derivative spectrophotometric method meet
the requirements of accuracy and precision.

Keywords : Theophyline, Salbutamol, Derivative Spectrophotometric, Zero


Crossing, First Derivatives, Validation.

viii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Halaman

JUDUL ...................................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................... iii

KATA PENGANTAR ............................................................................. iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT.......................................... vi

ABSTRAK ................................................................................................ vii

ABSTRACT .............................................................................................. viii

DAFTAR ISI ............................................................................................. ix

DAFTAR TABEL ..................................................................................... xiii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xiv

DAFTAR GAMBAR DALAM LAMPIRAN .......................................... xv

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xvi

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1

1.2 Perumusan Masalah ................................................................ 3

1.3 Hipotesis .................................................................................. 3

1.4 Tujuan Penelitian .................................................................... 4

1.5 Manfaat Penelitian .................................................................. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 5

2.1 Uraian Bahan ........................................................................... 5

2.1.1 Salbutamol .................................................................... 5

2.1.1.1 Farmakologi................................................... 5

ix
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Teofilin ......................................................................... 7

2.2 Spektrofotometri..................................................................... 8

2.2.1 Hukum Lambert-Beer .................................................. 9

2.2.2 Kegunaan Spektrofotometri ......................................... 10

2.3 Spektrofotometri Derivtif ........................................................ 11

2.3.1 Komponen Spektrofotometer Derivatif ......................... 13

2.3.2 Kegunaan Spektrofotometri Derivatif ........................... 15

2.4 Validasi Metode Analisis ........................................................ 15

2.4.1 Akurasi .......................................................................... 15

2.4.2 Presisi ............................................................................ 16

2.4.3 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ............................... 16

2.4.4 Linearitas ....................................................................... 16

2.4.5 Rentang.......................................................................... 17

BAB III METODE PENELITIAN............................................................ 18

3.1 Jenis Penelitian ........................................................................ 18

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................. 18

3.3 Alat .......................................................................................... 18

3.4 Bahan ....................................................................................... 18

3.5 Pengambilan Sampel ............................................................... 19

3.6 Prosedur Penelitian .................................................................. 19

3.6.1 Pembuatan Pelarut ......................................................... 19

3.6.2 Pembuatan Larutan Induk Baku dan Standar ................ 19

3.6.2.1 Pembuatan Larutan Induk Baku Teofilin.......... 19

3.6.2.2 Pembuatan Larutan Induk Baku Salbutamol... . 19

x
Universitas Sumatera Utara
3.6.2.3 Pembuatan Larutan Standar Teofilin ............... 20

3.6.2.4 Pembuatan Larutan Standar Salbutamol .......... 20

3.6.3 Pembuatan Spektrum Serapan Maksimum ................... 20

3.6.3.1 Pembuatan Spektrum Serapan Maksimum


Teofilin.............................................................. 20

3.6.3.2 Pembuatan Spektrum Serapan Maksimum


Salbutamol ........................................................ 20

3.6.4 Pembuatan Spektrum Serapan Derivatif ....................... 21

3.6.4.1 Pembuatan Spektrum Serapan Derivatif


Teofilin.............................................................. 21

3.6.4.2 Pembuatan Spektrum Serapan Derivatif


Salbutamol ........................................................ 21

3.6.5 Penentuan Zero Crossing .............................................. 21

3.6.6 Penentuan Panjang Gelombang Analisis....................... 21

3.6.7 Pembuatan dan Penentuan Linearitas Spektrum


Kalibrasi ........................................................................ 22

3.6.7.1 Pembuatan dan Penentuan Linearitas


Spektrum Kalibrasi Teofilin ............................. 22

3.6.7.2 Pembuatan dan Penentuan Linearitas


Spektrum Kalibrasi Salbutamol ........................ 23

3.6.8 Penetapan Kadar Teofilin dan Salbutamol dalam


Tablet ............................................................................ 23

3.6.9 Analisis Data Penetapan Kadar Secara Statistik ........... 24

3.6.10 Uji Validasi ................................................................. 25

3.6.10.1 Uji Akurasi ................................................... 25

3.6.10.2 Uji Presisi ..................................................... 26

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 27

4.1 Hasil Penentuan Kurva Serapan Maksimum........................... 27

xi
Universitas Sumatera Utara
4.2 Hasil Penentuan Kurva Serapan .............................................. 28

4.3 Hasil Penentuan Panjang Gelombang Analisis ....................... 29

4.4 Hasil Penentuan Linearitas Kurva Kalibrasi ........................... 34

4.4.1 Kurva Kalibrasi ............................................................. 34

4.4.2 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ............................... 35

4.5 Hasil Penentuan Kadar Teofilin dan Salbutamol Dalam


Sediaan Tablet ........................................................................ 36

4.6 Hasil Uji Validasi .................................................................... 37

4.6.1 Hasil Uji Akurasi ........................................................... 37

4.6.2 Hasil Uji Presisi ............................................................. 38

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 39

5.1 Kesimpulan ............................................................................. 39

5.2 Saran ...................................................................................... 39

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 40

LAMPIRAN .............................................................................................. 42

xii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
4.1 Panjang Gelombang Analisis dan Absorbansi pada Derivat
Pertama........................................................................................... 33

4.2 Kadar Teofilin dan Salbutamol dalamTablet .............................. .. 37

4.3 Kadar Teofilin dan Salbutamol dalam Tablet Hasil Perolehan


Kembali Teofilin dan Salbutamol Dengan Penambahan Baku
Standar (standard addition method) pada Tablet............................ 38

xiii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman

2.1 Struktur Salbutamol .................................................................... 5

2.2 Spektrum Salbutamol .................................................................. 6

2.3 Struktur Teofilin.......................................................................... 7

2.4 Spektrum Teofilin ....................................................................... 8

2.5 Kurva Serapan Derivat Pertama Sampai Derivat Keempat ...... 12

2.6 Kurva Sederhana Aplikasi Zero Crossing .................................. 13

2.7 Diagram Spektrofotometer Ultraviolet-Visible ........................... 13

4.1 Kurva Serapan Maksimum Teofilin 6 µg/mL............................. 27

4.2 Kurva Serapan Maksimum Salbutamol 7 µg/mL ....................... 27

4.3 Kurva Tumpang Tindih Serapan Maksimum Teofilin dan


Salbutamol.................................................................................. 28

4.4 Kurva Tumpang Tindih Serapan Teofilin ................................... 29

4.5 Kurva Tumpang Tindih Serapan Salbutamol ............................. 29

4.6 Kurva Serapan Teofilin Konsentrasi 10 µg/mL .......................... 30

4.7 Kurva Serapan Salbutamol Konsentrasi 6 µg/mL ...................... 30

4.8 Kurva Serapan Teofilin dan Salbutamol Konsentrasi 10 µg/mL


dan 6 µg/Ml.................................................................................. 30

4.9 Kurva Tumpang Tindih Serapan Teofilin dan Salbutamol pada


Derivat Pertama........................................................................... 31

4.10 Kurva Tumpang Tindih Serapan Derivat Pertama Teofilin,


Salbutamol dan Campuran Teofilin dan Salbutamol.................. 31

4.11 Panjang Gelombang Analisis Teofilin λ = 270 nm .................... 32

4.12 Panjang Gelombang Analisis Salbutamol λ = 275 nm ............. 32

4.13 Kurva Kalibrasi Teofilin pada λ = 270 nm ................................. 35

4.14 Kurva Kalibrasi Salbutamol pada λ =275 nm ............................. 35

xiv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR DALAM LAMPIRAN

Gambar Halaman
1 Tablet X ...................................................................................... 42

2 Spektrofotometer UV-VIS (Shimadzu 1800) ............................. 43

3 Neraca analitik (Mettler Toledo) ................................................ 43

4 Sonikator (Branson 1510) ........................................................... 43

5 Kurva serapan teofilin ................................................................. 51

6 Kurva serapan salbutamol ........................................................... 52

7 Kurva serapan sampel X ............................................................... 59

8 Kurva serapan perolehan kembali 80% pada sampel X........... 70

9 Kurva serapan perolehan kembali 100% pada sampel X ........... 71

10 Kurva serapan perolehan kembali 120% pada sampel X ......... 72

xv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Sampel Tablet ........................................................................... 42

2 Komposisi Tablet...................................................................... 43

3 Gambar Alat ............................................................................. 44

4 Perhitungan Pembuatan NaOH 0,1N ........................................ 45

5 Bagan Alir Prosedur Penelitian ................................................ 46

6 Spektrum Serapan Teofilin Baku dan Salbutamol Baku ......... 51

7 Data Kalibrasi Teofilin BPFI, Persamaan Regresi dan


Koefisien Korelasi..................................................................... 53

8 Data Kalibrasi Salbutamol BPFI, Persamaan Regresi dan


Koefisien Korelasi...................................................................... 55

9 Perhitungan Batas Deteksi (Limit of Detection, LOD) dan


Batas Kuantitasi (Limit of Quantitation, LOQ) Teofilin............ 57

10 Perhitungan Batas Deteksi (Limit of Detection, LOD) dan


Batas Kuantitasi (Limit of Quantitation, LOQ) Salbutamol...... 58

11 Spektrum Serapan Derivat Pertama Sampel............................. 59

12 Hasil Analisis Kadar Teofilin dan Salbutamol dalam Sediaan


Tablet.......................................................................................... 61

13 Contoh Perhitungan Kadar Teofilin dan Salbutamol pada


Tablet X...................................................................................... 62

14 Perhitungan Statistik Teofilin pada Tablet X............................ 66

15 Perhitungan Statistik Salbutamol pada Tablet X....................... 68

16 Spektrum Serapan X pada Uji Perolehan Kembali................... 70

17 Data Hasil Persen Perolehan Kembali Teofilin pada Tablet


X dengan Metode Penambahan Baku........................................ 73

18 Data Hasil Persen Perolehan Kembali Salbutamol pada


Tablet X dengan Metode Penambahan Baku........................ .. 74

xvi
Universitas Sumatera Utara
19 Perhitungan Persentase Perolehan Kembali (%recovery)......... 75

20 Perhitungan Rata-Rata, Standar Deviasi Dan Relatif Standar


Deviasi Perolehan Kembali Teofilin pada Tablet X.................. 81

21 Perhitungan Rata-Rata, Standar Deviasi Dan Relatif Standar


Deviasi Perolehan Kembali Salbutamol pada Tablet X............ 82

22 Daftar Nilai Distribusi t ............................................................ 83

23 Sertifikat Teofilin ..................................................................... 84

24 Sertifikat Salbutamol ................................................................ 85

xvii
Universitas Sumatera Utara
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Teofilin dan salbutamol adalah kombinasi obat yang digunakan sebagai

obat asma. Kombinasi ini bertujuan untuk meningkatkan efek terapi dan

kemudahan dalam pemakaian. Teofilin sebagai bronkodilator yang berfungsi

sebagai relaksasi langsung otot polos bronki, sedangkan salbutamol bekerja

terhadap α dan β-adrenoseptor yang digunakan untuk bronkodilator, dekongestan

hidung (Tan dan Rahardja, 2007).

Penetapan kadar teofilin dan salbutamol, dalam bentuk tunggal dapat

ditetapkan dengan spektrofotometri ultraviolet dalam pelarut basa teofilin pada

panjang gelombang 275 nm (A11 = 650a) dan salbutamol 245 nm (A11 = 510a)

(Moffat, dkk., 2005). Pada sediaan tablet mengandung teofilin 130 mg dan

salbutamol 1 mg, teofilin dan salbutamol memiliki perbandingan kadar yang

cukup jauh sehingga dilakukan penetapan kadar secara spektrofotometri derivatif.

Teofilin dan salbutamol memiliki panjang gelombang yang berdekatan dan saling

tumpang tindih sehingga bisa dilakukan derivatisasi (Nurhidayati, 2007).

Menurut USP 30-NF 25 (2007) persyaratan kadar untuk tablet teofilin

yaitu tidak kurang dari 94,0% dan tidak lebih dari 106,0% dari jumlah yang

tertera pada etiket sedangkan menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995)

untuk sediaan tablet salbutamol yaitu tidak kurang dari 98,5% dan tidak lebih dari

101,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.

Metode zero crossing adalah prosedur yang paling umum untuk

menentukan campuran biner yang spektranya saling tumpang tindih. Metode zero

1
Universitas Sumatera Utara
crossing dapat digunakan pada derivatif pertama dan kedua dengan pemilihan

panjang gelombang untuk pengukuran (Nurhidayati, 2007). Selain metode zero

crossing juga metode lain yang biasa digunakan adalah ratio spectra yaitu

berdasarkan pada pembagian spektrum campuran menjadi spektrum standar setiap

analisis (El-Sayed dan El-Salem, 2005). Metode zero crossing memiliki kelebihan

yaitu lebih cepat, lebih mudah dan lebih sederhana dibandingkan dengan metode

ratio spectra.

Metode spektrofotometri derivatif adalah salah satu metode

spektrofotometri yang dapat digunakan untuk analisis campuran beberapa zat

secara langsung tanpa harus melakukan pemisahan terlebih dahulu walaupun

dengan panjang gelombang yang berdekatan (Nurhidayati, 2007).

Selain dalam bidang farmasi, spektrofotometri derivatif telah diaplikasikan

secara luas didalam analisis klinik dan metode ini juga sudah banyak digunakan

dalam analisis-analisis senyawa anorganik, senyawa organik, farmasi, senyawa

biologis, analisis makanan, dan analisis lingkungan (Ojeda dan Rojas, 2013).

Dalam penetapan kadar campuran beberapa zat dengan metode

spektrofotometri derivatif harus memenuhi persyaratan validasi dengan beberapa

parameter yaitu akurasi yang dinyatakan dalam persen perolehan kembali yang

ditentukan dengan menggunakan metode penambahan baku, presisi yang

digunakan dengan menggunakan parameter RSD dan batas deteksi dan batas

kuantitasi ditentukan dengan rumus Limit of Detection (LOD) dan Limit of

Quantitation (LOQ) (Harmita, 2004).

Berdasarkan hal tersebut, dalam penelitian ini akan dilakukan penetapan

2
Universitas Sumatera Utara
kadar campuran teofilin dan salbutamol pada sediaan tablet dengan metode

spektrofotometri derivatif dengan zero crossing.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat

dirumuskan sebagai berikut :

a. Apakah campuran teofilin dan salbutamol dalam sediaan tablet dapat

ditetapkan kadarnya dengan menggunakan spektrofotometri derivatif metode

zero crossing dan memenuhi syarat validasi metode?

b. Apakah kadar campuran teofilin dan salbutamol dalam sediaan tablet yang

ditetapkan kadarnya menggunakan spektrofotometri derivatif memenuhi

persyaratan tablet tunggal yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka hipotesis dari penelitian ini

sebagai berikut :

a. Campuran teofilin dan salbutamol dalam sediaan tablet dapat ditetapkan

kadarnya dengan menggunakan spektrofotometri derivatif metode zero

crossing dan memenuhi syarat validasi metode.

b. Campuran teofilin dan salbutamol dalam sediaan tablet yang ditetapkan

kadarnya menggunakan spektrofotometri derivatif memenuhi persyaratan

tablet tunggal yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia?

3
Universitas Sumatera Utara
1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Melakukan penetapan kadar campuran teofilin dan salbutamol dalam sediaan

tablet menggunakan spektrofotometri derivatif metode zero crossing dan

melakukan uji validasi terhadap metode yang digunakan.

b. Membandingkan hasil yang diperoleh pada penetapan kadar campuran

teofilin dan salbutamol dalam sediaan tablet menggunakan spektrofotometri

derivatif dengan persyaratan tablet tunggal yang ditetapkan dalam Farmakope

Indonesia.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan informasi bahwa

penggunaan metode spektrofotometri derivatif dengan cara penentuan zero

crossing dapat dilakukan untuk penetapan kadar campuran teofilin dan salbutamol

pada sediaan tablet.

4
Universitas Sumatera Utara
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Bahan

2.1.1 Salbutamol

Menurut Ditjen POM RI (1995), uraian mengenai salbutamol adalah

sebagai berikut:

Rumus Struktur :

Gambar 2.1 Struktur Salbutamol

Nama Kimia : α’- (tert-Butilamino)metil-4 hidroksi- m-xilena– α, α’ diol

Rumus Molekul : C13H21NO3

Berat Molekul : 239,31

Pemerian : Serbuk hablur, putih

Kelarutan : Mudah larut dalam air, sukar larut dalam etanol, dalam

kloroform dan dalam eter

2.1.1.1 Farmakologi

Derivat isoprenalin merupakan adrenergikum pertama pada tahun 1968

yang daya kerja biasanya memiliki daya kerja yang lebih kurang spesifik terhadap

reseptor beta-adrenergik. Selain berdaya bronchodilatasi yang baik salbutamol

juga sangat efektif untuk mencegah maupun meniadakan serangan asma. Obat ini

sudah lazim digunakan dalam bentuk dosis aerosol berhubung efeknya pesat

5
Universitas Sumatera Utara
dengan efek samping yang lebih ringan daripada penggunaan per oral (Tan dan

Rahardja, 2007).

Salbutamol termasuk dalam golongan obat agonis reseptor beta-2

adrenergik. Golongan ini merupakan obat terbaik untuk mengurangi serangan

asma secara tiba – tiba dan untuk mencegah serangan yang mungkin dipicu oleh

olahraga. Bronkodilator ini merangsang pelebaran saluran udara oleh reseptor

beta-adrenergik dan bekerja pada semua reseptor beta-adrenergik yang

menyebabkan efek samping berupa sakit kepala, pusing – pusing, mual dan

tremor tangan (Tan dan Rahardja, 2007).

Gambar 2.2 Spektrum Salbutamol (Moffat, dkk., 2005)

Dalam asam, salbutamol memiliki panjang gelombang maksimum sebesar

276 nm (A11 = 71a) dan dalam basa memiliki panjang gelombang maksimum

sebesar 245 (A11 = 510a), penetapan kadar salbutamol dapat juga dilakukan

dengan menggunakan GC (Gas Chromatography), HPLC (High Performance

Liquid Chromatography), IR (Infra Red) (Moffat, dkk., 2005).

6
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Teofilin

Menurut Ditjen POM RI (1995), uraian mengenai teofilin adalah sebagai

berikut:

Rumus struktur :

Gambar 2.3 Struktur Teofilin

Nama Kimia : 1,3-dimethyl-1H-purine-2,6-dione

Rumus Molekul : C7H8N4O2

Berat Molekul : 180,17

Pemerian : Serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa pahit, stabil di udara

Kelarutan : Sukar larut dalam air, tetapi lebih mudah larut dalam air

panas, mudah larut dalam larutan alkali hidroksida dan dalam

amonium hidroksida, agak sukar larut dalam etanol, dalam

kloroform dan dalam eter.

Teofilin merupakan derivat xantin yang menyebabkan relaksasi otot polos,

terutama otot polos bronkus, serta merangsang otot jantung, dan meningkatkan

diuresis. Senyawa teofilin digunakan sebagai bronkodilator yang diperlukan pada

serangan asma yang berlangsung lama. Selain itu, teofilin juga digunakan sebagai

profilaksis terhadap serangan asma (Setiawati dan Gan, 2007). Teofilin

mempunyai efek samping berupa mual dan muntah, baik pada penggunaan oral

7
Universitas Sumatera Utara
maupun parenteral. Pada overdose terjadi efek sentral (gelisah, sukar tidur, tremor

dan konvulsi) serta gangguan pernafasan, juga efek kardiovaskuler, seperti

tachycardia, aritmia dan hipotensi (Tan dan Rahardja, 2007).

Gambar 2.4 Spektrum Teofilin (Moffat, dkk., 2005)

Dalam asam, teofilin memiliki panjang gelombang maksimum sebesar 270

nm (A11 = 536a) dan dalam basa memiliki panjang gelombang maksimum sebesar

275 (A11 = 650a), penetapan kadar salbutamol dapat juga dilakukan dengan

menggunakan GC (Gas Chromatography), HPLC (High Performance Liquid

Chromatography), IR (Infra Red) (Moffat, dkk., 2005).

2.2 Spektofotometri

Spektrofotometer adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer.

Spektrofotometer merupakan penggabungan dari dua fungsi alat yang terdiri dari

spektrometer yang menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang

tertentu dan fotometer sebagai alat pengukur intensitas cahaya yang

ditransmisikan atau yang diabsorpsi (Khopkar, 1985).

Teknik analisis spektrofotometri berdasarkan interaksi radiasi

elektromagnet dengan komponen atom atau molekul yang menghasilkan

fenomena bermakna sebagai parameter analisis (Satiadarma, dkk., 2004).

8
Universitas Sumatera Utara
Jika suatu molekul sederhana dikenakan radiasi elektromagnetik maka

molekul tersebut akan menyerap radiasi elektromagnetik yang energinya sesuai.

Interaksi antar molekul dengan radiasi elektromagnetik ini akan meningkatkan

energi potensial elektron pada keadaan tereksitasi (Gandjar dan Rohman, 2012).

Bagian molekul yang bertanggung jawab terhadap penyerapan cahaya

disebut kromofor dan terdiri atas ikatan rangkap dua atau rangkap tiga, terutama

jika ikatan rangkap tersebut terkonjugasi. Semakin panjang ikatan rangkap dua

atau rangkap tiga terkonjugasi di dalam molekul, molekul tersebut akan lebih

mudah menyerap cahaya (Cairns, 2008).

Selain adanya gugus-gugus penyerap (kromofor), faktor-faktor yang

mempengaruhi penyerapan antara lain : pengaruh pelarut yang digunakan untuk

melarutkan sampel, pengaruh suhu, ion-ion anorganik dan pengaruh Ph (Gandjar

dan Rohman, 2012).

Penyerapan radiasi ultraviolet dan sinar tampak dibatasi oleh sejumlah

gugus fungsional (yang disebut dengan kromofor) yang mengandung elektron

valensi dengan tingkat energi eksitasi yang relatif rendah. Elektron yang terlibat

pada penyerapan radiasi ultraviolet dan visibel ada tiga, yaitu elektron sigma,

elektron phi, dan elektron bukan ikatan (non bonding electron) (Gandjar dan

Rohman, 2012).

2.2.1 Hukum Lambert-Beer

Dasar analisa kuantitatif senyawa obat dengan spektrofotometri ultraviolet

– visible adalah hukum Lambert – Beer yang menyatakn bahwa ada hubungan

antara absorbansi dengan konsentrasi senyawa obat. Hukum Lambert – Beer

diformulasikan sebgai berikut :

9
Universitas Sumatera Utara
A = abc

Keterangan: A = Absorbansi
a = Absorptivitas
b = Tebal kuvet (cm)
c = Konsentrasi

Absorptivitas (a) merupakan suatu konstanta yang tidak tergantung pada

konsentrasi, tebal kuvet dan intensitas radiasi yang mengenai larutan sampel.

Absorptivitas tergantung pada suhu, pelarut, struktur molekul dan panjang

gelombang radiasi (Gandjar dan Rohman, 2012).

Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2

sampai 0,6. Anjuran ini berdasarkan anggapan bahwa pada kisaran nilai

absorbansi tersebut kesalahan fotometrik yang terjadi adalah paling minimal

(Gandjar dan Rohman, 2012).

2.2.2 Kegunaan Spektofotometri

Metode spektrofotometri memiliki beberapa keuntungan antara lain

kepekaan yang tinggi, ketelitian yang baik, mudah dilakukan, cepat pengerjaannya

dan dapat digunakan untuk menentukan senyawa campuran (Munson, 1984).

Pada analisis kuantitatif dengan cara penetapan kadar, larutan standar obat

yang akan dianalisis disiapkan, serapan sampel dan standar dapat ditentukan

(Cairns, 2008), dimana konsentrasi zat dalam sampel dihitung dengan rumus

Ct At
sebagai berikut: Cs =
As

Keterangan: As = Absorbansi baku pembanding


At = Absorbansi zat dalam sampel
Cs = Konsentrasi baku pembanding
Ct = Konsentrasi zat dalam sampel

10
Universitas Sumatera Utara
2.3 Spektrofotometri Derivatif

Spektrofotometri derivatif merupakan metode manipulatif terhadap spektra

pada spektrofotometri ultraviolet dan visibel. Pada spektrofotometri derivatif plot

A lawan λ, ditansformasikan menjadi plot dA/d λ lawan λ untuk derivatif pertama

dan d2A/d λ2 lawan λ untuk derivatif kedua (Hayun, dkk., 2006).

Konsep derivatif telah diperkenalkan pertama kali pada tahun 1950,

dimana terlihat memberikan banyak keuntungan. Aplikasi utama spektrofotometri

derivatif ultraviolet – visibel adalah untuk identifikasi kualitatif dan analisis

senyawa dalam sampel. Metode spektrofotometri derivatif sangat cocok untuk

analisis pita absorpsi yang overlapping atau tumpang tindih (Owen, 1995).

Pada spektrofotometri konvensional, spektrum serapan merupakan plot

serapan (A) terhadap panjang gelombang (λ). Pada spektrofotometri derivatif, plot

serapan terhadap panjang gelombang

Dimana:

A = f (λ), order nol

dA / dλ = f ′ (λ), order pertama

d2A / dλ2 = f ″ (λ), order kedua

dan seterusnya ( Owen, 1995).

11
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5 Kurva serapan derivat pertama sampai derivat keempat (Owen,
1995).
Ada dua aplikasi spektrofotometri derivatif yang sering digunakan dalam

anlisa kuantitatif antara lain metode zero crossing dan metode peak to peak

(Talsky, 1994).

Panjang gelombang zero crossing adalah panjang gelombang dimana

senyawa tersebut mempunyai serapan nol dan menjadi panjang gelombang

analisis untuk zat lain dalam campurannya. Metode zero crossing memisahkan

campuran dari spektrum derivatifnya pada saat panjang gelombang komponen

pertama tidak ada sinyal. Pengukuran pada zero crossing tiap komponen dalam

campuran merupakan fungsi tunggal konsentrasi dari yang lainnya (Nurhidayati,

2007).

Panjang gelombang serapan maksimum pada suatu senyawa akan menjadi

panjang gelombang zero crossing pada spektrogram derivat pertama, panjang

gelombang tersebut tidak mempunyai serapan atau dA/ d λ = 0. Bila campuran zat

memiliki gelombang zero crossing lebih dari satu maka yang dipilih menjadi

12
Universitas Sumatera Utara
panjang gelombang analisis adalah panjang gelombang zero crossing yang

serapan pasangannya dan campurannya persis sama karena pada panjang

gelombang tersebut secara selektif mengukur senyawa pasangannya dan memiliki

serapan yang paling besar. Pada serapan yang paling besar, serapannya lebih

stabil sehingga kesalahan analisis dapat diperkecil (Nurhidayati, 2007). Kurva

sederhana aplikasi zero crossing dapat dilihat pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Kurva sederhana aplikasi zero crossing (Talsky, 1994).

2.3.1 Komponen Spektrofotometer Derivatif

Komponen-komponen pada spektrofotometer UV-Visibel biasa sama

dengan komponen pada spektrofotometer derivatif. Alat spektrofotometer harus

dilengkapi dengan peralatan sedemikian rupa untuk dapat menghasilkan spektrum

derivatif.

Gambar 2.7 Diagram spektrofotometer ultraviolet – visibel (Cairns, 2008).

13
Universitas Sumatera Utara
Menurut Day dan Underwood (1998) dan Satiadarma, dkk., (2004), unsur -

unsur terpenting suatu spektrofotometer adalah sebagai berikut:

1. Sumber-sumber lampu: lampu deuterium digunakan untuk daerah UV

pada panjang gelombang dari 190-350 nm, sementara lampu halogen

kuarsa atau lampu tungsten digunakan untuk daerah visibel pada panjang

gelombang antara 350- 900 nm.

2. Monokromotor: digunakan untuk memperoleh sumber sinar yang

monokromatis. Alatnya berupa prisma untuk mengarahkan sinar

monokromatis yang diinginkan dari hasil penguraian.

3. Kuvet (sel): digunakan sebagai wadah sampel untuk menaruh cairan ke

dalam berkas cahaya spektrofotometer. Kuvet itu haruslah meneruskan

energi radiasi dalam daerah spektrum yang diinginkan. Pada pengukuran

di daerah sinar tampak, kuvet dapat digunakan, tetapi untuk pengukuran

pada daerah ultraviolet kita harus menggunakan sel kuarsa karena gelas

tidak tembus cahaya pada daerah ini. Kuvet tampak dan ultraviolet yang

khas mempunyai ketebalan 1 cm, namun tersedia kuvet dengan ketebalan

yang sangat beraneka, mulai dari ketebalan kurang dari 1 mm sampai 10

cm bahkan lebih.

4. Detektor: digunakan sebagai alat yang menerima sinyal dalam bentuk

radiasi elektromagnetik, mengubah, dan meneruskannya dalam bentuk

sinyal listrik ke rangkaian sistem penguat elektronika. Respon tiap jenis

detektor terhadap bagian dari spektrum radiasi tidak sama, sehingga setiap

spektrofotometer menggunakan detektor yang paling cocok untuk daerah

pengukurannya.

14
Universitas Sumatera Utara
2.3.2 Kegunaan Spektrofotometri Derivatif

Spektrofotometri derivatif dapat digunakan untuk analisis kuantitatif zat

dalam campuran yang spektrumnya mungkin tersembunyi dalam suatu bentuk

spektrum besar yang saling tumpang tindih dengan mengabaikan proses

pemisahan zat yang bertingkat – tingkat (Nurhidayati, 2007).

Beberapa keuntungan dari spektrofotometri derivatif antara lain yaitu

spektrum derivatif memberikan gambaran struktur yang terinci dari spektrum

serapan dan gambaran ini makin jelas dari spektum derivatif pertama ke derivatif

keempat (Munson, 1984).

Selain itu dapat dilakukan analisis kuantitatif suatu komponen dalam

campuran dengan panjang gelombangnya saling berdekatan. Bila dibandingkan

dengan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT), metode spektrofotometri

derivatif relatif lebih sederhana, alat dan biaya operasionalnya lebih murah dan

waktu analisisnya lebih cepat (Nurhidayati, 2007).

2.4 Validasi Metode Analisis

Hasil validasi metode dapat digunakan untuk memutuskan kualitas,

reabilitas, dan konsistensi dari hasil analisis. Adapun karakteristik dalam validasi

metode yaitu akurasi, presisi, spesifisitas, batas deteksi, batas kuantitasi, linieritas,

rentang, dan kekuatan/ketahanan (Huber, 2007).

2.4.1 Akurasi

Akurasi (kecermatan) adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan

hasil analisis dengan kadar analit sebenarnya. Akurasi dinyatakan sebagai persen

perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan dan dapat ditentukan

15
Universitas Sumatera Utara
melalui dua cara yaitu metode simulasi (spiked placebo recovery) dan metode

penambahan bahan baku atau standard addition method (Ermer dan McB. Miller,

2005; Harmita, 2004).

2.4.2 Presisi

Presisi adalah ukuran keterulangan metode analisis, termasuk di antaranya

kemampuan instrumen dalam melakukan hasil analisis yang reprodusibel. Presisi

dinyatakan sebagai standar deviasi relatif atau koefisien variasi. Keterulangan

dilakukan dengan cara menganalisis sampel yang sama oleh analis yang sama

menggunakan instrumen yang sama dalam periode waktu yang singkat. Presisi

antara dikerjakan oleh analis yang berbeda, sedangkan reprodusibilitas dikerjakan

oleh analis yang berbeda dan di laboratorium yang berbeda. Syarat koefisien

variasi bernilai kurang dari 2% (Satiadarma, dkk., 2004).

2.4.3 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Batas deteksi adalah nilai parameter, yaitu konsentrasi analit terendah

yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan

dengan blanko. Batas deteksi merupakan batas uji yang secara spesifik

menyatakan apakah analit yang dianalisis berada di atas atau di bawah nilai

tertentu. Batas kuantitasi adalah jumlah analit terkecil dalam sampel yang masih

dapat diukur dalam kondisi percobaan yang sama dan memenuhi kriteria cermat

dan seksama (Harmita, 2004).

2.4.4 Linearitas

Linieritas menunjukkan kemampuan suatu metode analisis untuk

memperoleh hasil pengujian yang sesuai dengan kisaran konsentrasi analit

tertentu. Hal ini dapat dilakukan dengan cara membuat kurva kalibrasi dari

16
Universitas Sumatera Utara
beberapa set larutan baku yang telah diketahui konsentrasinya. Persamaan garis

yang digunakan pada kurva kalibrasi diperoleh dari persamaan y = ax + b.

Persaman ini akan menghasilkan koefisien korelasi (r). Koefisien korelasi inilah

yang digunakan untuk mengetahui linieritas suatu metode analisis. Kelinieran

suatu metode analisis adalah kemampuan untuk menunjukkan bahwa nilai hasil

uji langsung atau setelah diolah secara matematika, proporsional dengan

konsentrasi analit dalam sampel dalam batas rentang konsentrasi tertentu

(Satiadarma, dkk., 2004).

2.4.5 Rentang

Rentang adalah konsentrasi terendah dan tertinggi yang mana suatu

metode analitik menunjukkan akurasi, presisi dan linieritas yang cukup. Rentang

suatu prosedur dapat divalidasi lewat pembuktian bahwa prosedur analitik

tersebut mampu memberikan presisi, akurasi dan linieritas yang dapat diterima

ketika digunakan untuk menganalisis sampel (Ermer dan McB. Miller, 2005).

17
Universitas Sumatera Utara
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif dengan metode

spektrofotometri derivatif terhadap analisa campuran teofilin dan salbutamol yang

terkandung pada sediaan tablet.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai dengan Juli 2016 di

Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

3.3 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah spektrofotometer UV-

visibel, Personal Computer (PC) yang dilengkapi software UV probe 2.42 (UV-

1800 Shimadzu), neraca analitik (Mettler Toledo), kuvet, kertas saring, bola karet,

spatula, alat-alat gelas dan alat-alat lainnya yang diperlukan dalam penyiapan

sampel.

3.4 Bahan

Bahan yang digunakan adalah NaOH 0,1 N, Baku Teofilin, Baku

Salbutamol, Sampel Tablet.

18
Universitas Sumatera Utara
3.5 Pengambilan Sampel

Sampel yang digunakan yaitu tablet yang dijual dipasaran dengan merek X

yang mengandung teofilin 130 mg dan salbutamol 1 mg.

3.6 Prosedur Penelitian

3.6.1 Pembuatan Natrium Hidroksida 0,1 N (Ditjen POM RI, 1979)

Dilarutkan 4 gram NaOH dalam akuades bebas CO2 kemudian dicukupkan

sampai 1000 mL.

3.6.2 Pembuatan Larutan Induk Baku dan Larutan Standar

3.6.2.1 Pembuatan Larutan Induk Baku Teofilin

Ditimbang dengan seksama 50 mg baku teofilin kemudian dimasukkan ke

dalam labu tentukur 50 mL, dilarutkan dengan NaOH 0,1 N hingga larut,

dicukupkan volume dengan NaOH 0,1 N sampai garis tanda sehingga didapatkan

larutan dengan konsentrasi 1000 µg/mL (LIB I). Dari larutan LIB I dipipet 2,5

mL dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 mL dicukupkan dengan NaOH 0,1 N

sampai garis tanda sehingga didapatkan larutan dengan konsentrasi 100 µg/mL

(LIB II).

3.6.2.2 Pembuatan Larutan Induk Baku Salbutamol

Ditimbang dengan seksama 50 mg baku salbutamol kemudian dimasukkan

ke dalam labu tentukur 50 mL, dilarutkan dengan NaOH 0,1 N hingga larut,

dicukupkan volume dengan NaOH 0,1 N sampai garis tanda sehingga didapatkan

larutan dengan konsentrasi 1000 µg/mL (LIB I). Dari larutan LIB I dipipet 2,5

mL dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 mL dicukupkan dengan NaOH 0,1 N

19
Universitas Sumatera Utara
sampai garis tanda sehingga didapatkan larutan dengan konsentrasi 100 µg/mL

(LIB II).

3.6.2.3 Pembuatan Larutan Standar Teofilin

Dipipet LIB II teofilin (konsentrasi 100 µg/mL) sebanyak 0,2 mL; 0,4 mL;

0,6 mL; 0,8 mL; 1 mL. Masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 10

mL, lalu diencerkan dengan NaOH 0,1 N hingga garis tanda. Kemudian dikocok

sampai homogen sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 2 µg/mL; 4

µg/mL; 6 µg/mL; 8 µg/mL; 10 µg/mL.

3.6.2.4 Pembuatan Larutan Standar Salbutamol

Dipipet LIB II salbutamol (konsentrasi 100 µg/mL) sebanyak 0,5 mL; 0,6

mL; 0,7mL; 0,8 mL; 0,9 mL. Masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur

10 mL, lalu diencerkan dengan NaOH 0,1 N hingga garis tanda. Kemudian

dikocok sampai homogen sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 5

µg/mL; 6 µg/mL; 7 µg/mL; 8 µg/mL; 9 µg/mL.

3.6.3 Pembuatan Spektrum Serapan Maksimum

3.6.3.1 Pembuatan Spektrum Serapan Maksimum Teofilin

Dipipet sebanyak 0,6 mL LIB II teofilin (konsentrasi 100 µg/mL) lalu

dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 mL. Kemudian diencerkan dengan NaOH

0,1 N hingga garis tanda. Kemudian dikocok sampai homogen sehingga diperoleh

larutan dengan konsentrasi 6 µg/mL. Diukur serapannya pada panjang gelombang

200-400 nm.

3.6.3.2 Pembuatan Spektrum Serapan Maksimum Salbutamol

Dipipet sebanyak 0,7 mL LIB II salbutamol (konsentrasi 100 µg/mL) lalu

dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 mL. Kemudian diencerkan dengan NaOH

20
Universitas Sumatera Utara
0,1 N hingga garis tanda. Kemudian dikocok sampai homogen sehingga diperoleh

larutan dengan konsentrasi 7 µg/mL. Diukur serapannya pada panjang gelombang

200-400 nm.

3.6.4 Pembuatan Spektrum Serapan Derivatif

3.6.4.1 Pembuatan Spektrum Serapan Derivatif Teofilin

Dibuat spektrum serapan (tanpa diderivatkan) dari larutan standar teofilin

dengan konsentrasi 10 µg/mL pada panjang gelombang 200-400 nm. Kemudian

spektrum ditransformasikan menjadi spektrum serapan derivat pertama dengan Δλ

= 2 nm.

3.6.4.2 Pembuatan Spektrum Serapan Derivatif Salbutamol

Dibuat spektrum serapan (tanpa diderivatkan) dari larutan standar

salbutamol dengan konsentrasi 6 µg/mL pada panjang gelombang 200-400 nm.

Kemudian spektrum ditransformasikan menjadi spektrum serapan derivat pertama

dengan lambda Δλ = 2 nm.

3.6.5 Penentuan Zero Crossing.

Penentuan zero crossing diperoleh dengan menumpangtindihkan spektrum

serapan masing-masing derivat dalam berbagai konsentrasi larutan. Zero crossing

masing-masing zat ditunjukkan oleh panjang gelombang yang memiliki serapan

nol pada berbagai konsentrasi.

3.6.6 Penentuan Panjang Gelombang Analisis

Dibuat larutan teofilin dengan konsentrasi 10 µg/mL, larutan salbutamol

dengan konsentrasi 6 µg/mL, dan larutan campuran teofilin 10 µg/mL dan

salbutamol 6 µg/mL. Kemudian ketiga larutan itu diukur serapannya pada panjang

gelombang 200-400 nm. Selanjutnya ditransformasikan menjadi spektrum serapan

21
Universitas Sumatera Utara
derivat pertama dari masing-masing zat tunggal dan dari campuran teofilin dan

salbutamol. Spektrum serapan derivat pertama dari larutan zat tunggal dan

campuran keduanya ditumpangtindihkan. Yang dipilih menjadi panjang

gelombang analisis adalah yang pada panjang gelombang tertentu, serapan

tunggal salah satu senyawa nol sedangkan serapan tunggal senyawa pasangannya

dan campuran keduanya hampir sama atau persis sama karena pada panjang

gelombang tersebut dapat secara selektif mengukur serapan salah satu senyawa

tanpa diganggu oleh serapan senyawa pasangannya.

3.6.7 Pembuatan dan Penentuan Linearitas Kurva Kalibrasi

3.6.7.1 Pembuatan dan Penentuan Linearitas Kurva Kalibrasi Teofilin

Dibuat larutan standar teofilin dengan konsentrasi 2 µg/mL; 4 µg/mL; 6

µg/mL; 8 µg/mL; 10 µg/mL, kemudian diukur serapan derivat pertama (Δλ = 2

nm) pada panjang gelombang analisis yang telah ditentukan. Kemudian dilakukan

analisis hubungan antara konsentrasi dan nilai serapan sehingga diperoleh

persamaan regresi linear y = ax + b. Dan berdasarkan nilai serapan pada panjang

gelombang analisis, dilakukan pula perhitungan limit deteksi / limit of detection

(LOD) dan limit kuantitasi / limit of quantitation (LOQ). Menurut Sudjana (2005)

untuk menentukan batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ) dapat

digunakan rumus :

∑(𝑦−𝑦𝑖)2
SB = √ 𝑛−2

3XSB
LOD = slope

10XSB
LOQ = slope

22
Universitas Sumatera Utara
Keterangan :
SB = Simpangan Baku
LOD = Limit of Detection
LOQ = Limit of Quantitation

3.6.7.2 Pembuatan dan Penentuan Linearitas Kurva Kalibrasi Salbutamol

Dibuat larutan standar salbutamol dengan konsentrasi 5 µg/mL; 6 µg/mL; 7

µg/mL; 8 µg/mL; 9 µg/mL, kemudian diukur serapan derivat pertama (Δλ =

2 nm) pada panjang gelombang analisis yang telah ditentukan. Kemudian

dilakukan analisis hubungan antara konsentrasi dan nilai serapan sehingga

diperoleh persamaan regresi linear y = ax + b. Dan berdasarkan nilai serapan pada

panjang gelombang analisis, dilakukan pula perhitungan limit deteksi / limit of

detection (LOD) dan limit kuantitasi / limit of quantitation (LOQ). Perhitungan

untuk menentukan LOD dan LOQ seperti pada rumus sebelumnya.

3.6.8 Penentuan Kadar Teofiilin dan Salbutamol dalam Tablet

Dua puluh tablet yang mengandung teofilin 130 mg dan salbutamol 1 mg

ditimbang lalu digerus dalam lumpang sampai halus dan homogen. Kemudian

ditimbang seksama sejumlah serbuk setara dengan 50 mg teofilin, kemudian dari

berat sampel yang ditimbang setara 50 mg teofilin ini dihitung kesetaraan

salbutamol yang terkandung di dalamnya (penimbangan serbuk sebanyak 6 kali

pengulangan), dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL dan ditambahkan

NaOH 0,1 N sampai garis tanda. Larutan kemudian dihomogenkan dengan

pengaduk ultrasonik selama 10 menit. Larutan tersebut kemudian disaring, lebih

kurang 10 mL filtrat ini dibuang kemudian filtrat penyaringan selanjutnya

ditampung, dipipet sebanyak 0,1 mL ke dalam labu 10 mL, dan diencerkan

dengan NaOH 0,1 N hingga garis tanda. Diukur serapannya pada panjang

23
Universitas Sumatera Utara
gelombang 200-400 nm, kemudian spektrumnya diderivatkan pada derivat

pertama (Δλ = 2 nm); panjang gelombang 270 nm dan 275 nm.

3.6.9 Analisis Data Penetapan Kadar Secara Statistik

Data perhitungan kadar teofilin dan salbutamol dianalisis secara statistik

dengan menggunakan uji T. Menurut Sudjana (2005) rumus yang digunakan :

2
∑(𝑋𝑖−𝑋̅ )
SD = √ 𝑛−1

Untuk mencari t hitung digunakan rumus:


𝑋𝑖− 𝑋̅
thitung = |𝑆𝐷/ |
√𝑛

Data diterima jika –ttabel < 𝑡hitung < 𝑡tabe𝑙 pada interval kepercayaan 99% dengan
nilai α = 0,01.

Keterangan:

SD = Standar deviation / simpangan baku


Xi = Kadar dalam satu perlakuan
𝑋̅ = Kadar rata – rata dalam satu sampel (mg/100g)
n = Jumlah perlakuan
α = Tingkat kepercayaan

Menurut Sudjana (2005) untuk menghitung kadar teofilin dan salbutamol

sebenarnya dalam sampel statistik dapat digunakan rumus :

µ = 𝑥̅ ± (t(α/2, dk) x SD/√𝑛

Keterangan:

SD = Standar deviation / simpangan baku


𝑥̅ = Kadar rata–rata dalam satu sampel (mg/100g)
n = Jumlah perlakuan
t = Harga ttabel sesuai dengan derajat kepercayaan

24
Universitas Sumatera Utara
3.6.10 Uji Validasi

3.6.10.1 Uji Akurasi

Uji akurasi dilakukan dengan cara penambahan bahan baku yaitu dengan

membuat 3 konsentrasi analit sampel dengan rentang spesifik 80%, 100%, 120%.

Dimana pada masing-masing rentang spesifik digunakan 70% sampel dan 30%

baku yang akan ditambahkan (Harmita, 2004).

Dua puluh tablet yang mengandung teofilin 130 mg dan salbutamol 1 mg

ditimbang lalu digerus dalam lumpang sampai halus dan homogen. Pada masing-

masing rentang spesifik, ditimbang seksama sejumlah serbuk setara dengan 70%

analit teofilin dalam sampel yang setara dengan 50 mg, kemudian dari berat

serbuk yang ditimbang 70% teofilin ini dihitung kesetaraan salbutamol yang

terkandung di dalamnya, kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL.

Ditambahkan baku teofilin dan baku salbutamol masing-masing sebanyak 30%,

lalu ditambahkan pelarut NaOH 0,1 N sampai garis tanda. Larutan kemudian

dihomogenkan dengan pengaduk ultrasonik selama 10 menit. Larutan tersebut

kemudian disaring, lebih kurang 10 mL filtrat ini dibuang kemudian filtrat

penyaringan selanjutnya ditampung, dipipet sebanyak 0,1 mL ke dalam labu 10

mL, dan diencerkan dengan NaOH 0,1 N hingga garis tanda (Faktor Pengencer =

10/0,1 = 100 kali).

Kemudian campuran sampel dan baku diukur serapannya pada panjang

gelombang 200-400 nm, selanjutnya spektrum serapan ditransformasikan menjadi

spektrum serapan derivat pertama dengan Δλ = 2 nm pada panjang gelombang

analisis teofilin dan salbutamol masing masing 270 nm dan 275 nm. Menurut

25
Universitas Sumatera Utara
Harmita (2004), persen perolehan kembali dapat dihitung dengan menggunakan

rumus sebagai berikut:

𝐶𝑓 −𝐶𝐴
% perolehan kembali = x 100 %
𝐶𝐴∗

Keterangan:
CF = Konsentrasi sampel setelah penambahan bahan baku
CA = Konsentrasi sampel sebelum penambahan bahan baku
C*A= Jumlah baku yang ditambahkan

3.6.10.2 Uji Presisi

Presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau koefisien variasi.

Presisi merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji

individual ketika suatu metode dilakukan secara berulang untuk sampel yang

homogen. Nilai simpangan baku relatif yang memenuhi persyaratan menunjukkan

adanya keseksamaan metode yang dilakukan (Harmita, 2004).

Menurut Gandjar dan Rohman (2008), uji presisi (keseksamaan)

ditentukan dengan parameter RSD dengan rumus :


𝑆𝐷
RSD = x 100%
𝑋̅

Keterangan :

X = Kadar rata-rata sampel


SD = Standard Deviation
RSD = Relative Standar Deviation

26
Universitas Sumatera Utara
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penentuan Kurva Serapan Maksimum

Penentuan kurva serapan maksimum dilakukan pada panjang gelombang

200-400 nm. Hasil penentuan kurva serapan maksimum teofilin dan salbutamol

masing-masing dapat dilihat dari Gambar 4.1 dan 4.2. Kurva tumpang tindih

serapan maksimum teofilin dan salbutamol dapat dilihat pada Gambar 3.3.

0,44008

0,40000

0,20000
Abs.

0,00000

-0,10561
230,00 250,00 300,00 350,00 400,00
nm .

Gambar 4.1 Kurva serapan maksimum teofilin 6 µg/mL

Dari Gambar 4.1 diatas dapat dilihat serapan maksimum teofilin terdapat

pada panjang gelombag 270 nm.


0,44008

0,40000

0,20000
Abs.

0,00000

-0,10561
230,00 250,00 300,00 350,00 400,00
nm .

Gambar 4.2 Kurva serapan maksimum salbutamol 7 µg/mL

Dari Gambar 4.2 diatas dapat dilihat serapan maksimum salbutamol terdapat

pada panjang gelombang 244,5 nm dan 275 nm.

27
Universitas Sumatera Utara
0,44008

0,40000
Teofilin 6 µg/mL
Salbutamol 7 µg/mL

0,20000
Abs.

0,00000

-0,10561
230,00 250,00 300,00 350,00 400,00
nm .

Gambar 4.3 Kurva tumpang tindih serapan maksimum teofilin dan salbutamol.

Pada Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa komponen tunggal teofilin dan

salbutamol saling tumpang tindih sehingga dilakukan derivatisasi untuk

memperoleh zero crossing terhadap masing-masing komponen.

4.2 Penentuan Kurva Serapan

Hasil penentuan kurva serapan dibuat dengan membuat larutan teofilin

dengan konsentrasi 2 µg/mL; 4 µg/mL; 6 µg/mL; 8 µg/mL; 10 µg/mL dan larutan

salbutamol 5 µg/mL; 6 µg/mL; 7 µg/mL; 8 µg/mL; 9 µg/mL, kemudian dibuat

kurva serapan pada panjang gelombang 200-400 nm. Kurva serapan dari masing-

masing zat pada berbagai konsentrasi tersebut ditumpangtindihkan. Kurva serapan

tumpangtindih serapan teofilin dan salbutamol masing-masing dapat dilihat pada

Gambar 4.4 dan 4.5.

28
Universitas Sumatera Utara
1,36653

1,00000 2 µg/mL
4 µg/mL
6 µg/mL
Abs.

0,50000 8 µg/mL
10 µg/mL
0,00000

-0,38029
230,00 250,00 300,00 350,00 400,00
nm .

Gambar 4.4 Kurva tumpang tindih serapan teofilin

1,36653

5µg/mL
1,00000 6 µg/mL
7 µg/mL
8 µg/mL
Abs.

0,50000 9 µg/mL

0,00000

-0,38029
230,00 250,00 300,00 350,00 400,00
nm .

Gambar 4.5 Kurva tumpang tindih serapan salbutamol

4.3 Penentuan Panjang Gelombang Analisis

Hasil penentuan panjang gelombang analisis dilakukan dengan cara

membuat larutan teofilin dengan konsentrasi 10 µg/mL, salbutamol dengan

konsentrasi 6 µg/mL, dan larutan campuran teofilin dan salbutamol dengan

konsentrasi masing-masing 10 µg/mL dan 6 µg/mL. Kemudian dibuat spektrum

serapan derivat pertama dari masing-masing zat tunggal dan campuran zat.

Spektrum serapan derivat pertama dari larutan zat tunggal dan campuran

keduanya ditumpangtindihkan. Kurva serapan derivat pertama teofilin konsentrasi

10 µg/mL, salbutamol konsentrasi 6 µg/mL dan campuran keduanya dapat dilihat

masing-masing pada Gambar 4.6, 4.7 dan 4.8. Kurva tumpang tindih serapan

29
Universitas Sumatera Utara
derivat pertama teofilin dan salbutamol konsentrasi masing-masing 10 µg/mL dan

6 µg/mL dapat dilihat pada Gambar 4.9.

0,04504
0,04000

0,02000
Abs.

0,00000

-0,02000

-0,04000

-0,04938
220,00 250,00 300,00 350,00 400,00
nm .

Gambar 4.6 Kurva serapan teofilin konsentrasi 10 µg/mL

0,02208
0,02000

0,01000
Abs.

0,00000

-0,01000

-0,02052
220,00 250,00 300,00 350,00 400,00
nm .

Gambar 4.7 Kurva serapan salbutamol konsentrasi 6 µg/mL


0,04504
0,04000

0,02000
Abs.

0,00000

-0,02000

-0,04000

-0,04938
230,00 250,00 300,00 350,00 400,00
nm .

Gambar 4.8 Kurva serapan teofilin dan salbutamol konsentrasi masing-masing


10 µg/mLdan 6 µg/mL

30
Universitas Sumatera Utara
0,04504
0,04000
270 nm
233 nm Teofilin10 µg/mL
Abs. 0,02000
Salbutamol 6 µg/mL

0,00000

-0,02000

-0,04000 224,5 nm 275 nm


-0,04938
220,00 250,00
nmnmnm
300,00 350,00 400,00
nm .

Gambar 4.9 Kurva Tumpang tindih serapan teofilin dan salbutamol pada derivat
pertama

Dari Gambar 4.9 dapat dilihat hasil tumpang tindih serapan derivat pertama

teofilin dan salbutamol diperoleh zero crossing pada panjang gelombang 270 nm,

233 nm untuk teofilin dan 275 nm, 224,5 nm untuk salbutamol.

Untuk menentukan panjang gelombang analisis pada spektrum serapan pada

derivat dilakukan dengan mengamati panjang gelombang yang menunjukkan

serapan senyawa pasangannya nol dan serapan senyawa lain dan campurannya

memiliki nilai serapan sama atau hampir sama. Kurva tumpang tindih serapan

derivat pertama teofilin konsentrasi 10 µg/mL, salbutamol konsentrasi 6 µg/mL

dan campuran teofilin dan salbutamol konsentrasi masing-masing 10 µg/mL dan

6 µg/mL dapat dilihat pada Gambar 4.10. Spektrum panjang gelombang analisis

teofilin dan salbutamol dapat dilihat pada Gambar 4.11 dan 4.12.
0 ,0 4 5 0 4
0 ,0 4 0 0 0

Teofilin10 µg/mL
0 ,0 2 0 0 0
Salbutamol 6 µg/mL
Campuran Teofilin10 µg/mL
Abs.

0 ,0 0 0 0 0

Salbutamol 6 µg/mL
-0 ,0 2 0 0 0

-0 ,0 4 0 0 0

-0 ,0 4 9 3 8
2 3 0 ,0 0 2 5 0 ,0 0 3 0 0 ,0 0 3 5 0 ,0 0 4 0 0 ,0 0
nm .

Gambar 4.10 Kurva Tumpang tindih serapan derivat pertama teofilin, salbutamol
dan campuran teofilin dan salbutamol

31
Universitas Sumatera Utara
0,04504
0,04000

270 nm
Teofilin10 µg/mL
Salbutamol 6 µg/mL
0,02000
Campuran Teofilin10
µg/mL Salbutamol 6
Abs.

0,00000
µg/mL
-0,02000

-0,04000

-0,04938
230,00 250,00 300,00 350,00 400,00
nm .

Gambar 4.11 Panjang gelombang analisis teofilin λ = 270 nm


0,04504
0,04000
Teofilin10 µg/mL
Salbutamol 6 µg/mL
0,02000 275
Campuran Teofilin10
µg/mL Salbutamol 6
Abs.

0,00000
µg/mL

-0,02000

-0,04000

-0,04938
260,00 300,00 350,00 400,00
nm .

Gambar 4.12 Panjang gelombang analisis salbutamol λ = 275 nm

Panjang gelombang analisis ditentukan dengan cara menumpangtindihkan

spektrum serapan masing-masing derivat teofilin, salbutamol dan campuran

teofilin dan salbutamol. Selanjutnya ditentukan panjang gelombang dimana

absorbansi salah satu dari zat berada pada nilai nol sedangkan zat lain memiliki

nilai serapan yang sama atau hampir sama dengan campurannya. Pada serapan

derivat pertama, panjang gelombang analisis untuk teofilin dan salbutamol dapat

ditentukan, sehingga penetapan kadar campuran teofilin dan salbutamol pada

sediaan tablet bisa dilakukan derivat pertama.

Setelah spektrum serapan derivat pertama dari kedua zat dan campuran

ditumpangtindihkan, didapatkan panjang gelombang analisis untuk teofilin 270

32
Universitas Sumatera Utara
nm dan salbutamol 275 nm. Panjang gelombang analisis dan absorbansi pada

derivat pertama dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Panjang Gelombang Analisis dan Absorbansi pada Derivat Pertama
Panjang Absorbansi
Gelombang Teofilin 10 µg/mL Salbutamol Campuran
(nm) 6 µg/mL Teofilin dan
Salbutamol
244,50 0,0008 0,0000 -0,0720
233 0,0000 0,0093 -0,0169
270 0,0154 0,0000 0,0164
275 0,0000 0,0015 0,0017

Berdasarkan Tabel 4.1 diperoleh panjang gelombang analisis teofilin dan

salbutamol yang digunakan masing-masing 270 nm dan 275 nm. Penentuan

panjang gelombang analisis didasarkan pada nilai absorbansi ketiga larutan pada

panjang gelombang tersebut.

Menurut Hayun, dkk., (2006), ada beberapa ketentuan untuk dijadikan

panjang gelombang zero crossing yaitu:

a. Serapan senyawa pasangannya dan campurannya sama atau hampir

sama, karena pada panjang gelombang tersebut dapat secara selektif

mengukur senyawa pasangannya.

b. Memiliki serapan yang paling besar, karena pada serapan tersebut,

serapannya lebih stabil sehingga kesalahan analisisnya dapat

diperkecil.

Pada panjang gelombang analisis 270 nm, nilai absorbansi salbutamol

adalah nol, sedangkan nilai absorbansi untuk salbutamol dan larutan campuran

kedua zat tersebut memiliki nilai serapan hampir sama yaitu masing-masing

0,0154 dan 0,0164 sehingga panjang gelombang analisis untuk teofilin adalah

270. Panjang gelombang analisis 275 nm nilai absorbansi dari teofilin adalah nol

33
Universitas Sumatera Utara
sedangkan untuk salbutamol dan larutan campuran kedua zat tersebut memiliki

nilai serapan yang hampir sama yaitu 0,0015 dan 0,0017 sehingga anjang

gelombang analisis untuk salbutamol adalah 275. Dari semua titik zero crossing,

pada panjang gelombang 270 nm dan 275 nm yang menunjukkan nilai absorbansi

lebih besar daripada yang lainnya serta bernilai positif. Karena pada panjang

gelombang tersebut dapat secara selektif mengukur serapan senyawa pasangannya

dan memiliki serapan yang paling besar. Pada serapan yang paling besar, serapan

lebih stabil sehingga kesalahan analisis bisa diperkecil. Prinsip ini dibutuhkan

untuk memperkecil kesalahn analisis sampel (Nurhidayati, 2007).

4.4 Hasil Penentuan Linearitas Kurva Kalibrasi

4.4.1 Kurva Kalibrasi

Linearitas kurva kalibrasi menunjukkan hubungan yang linear antara

absorbansi dengan konsentrasi. Persamaan regresi teofilin, Y = 0,00161X +

0,00006 dengan korelasi r = 0,9998 dan salbutamol, Y = 0,00025X + 0,00004

dengan korelasi r = 0,9998. Nilai r > 0,995 menunjukkan adanya korelasi linier

antara X dan Y (Moffat,et al., 2005). Kurva kalibrasi teofilin dan salbutamol pada

masing-masing panjang gelombang 270 nm dan 275 nm dapat dilihat pada

Gambar 4.13 dan 4.14. Data kalibrasi, persamaan regresi dan koefisien korelasi

dapat dilihat pada Lampiran 7 halaman 54 dan Lampiran 8 halaman 56 .

34
Universitas Sumatera Utara
0,018

0,016

0,014

0,012

0,01

0,008

0,006

0,004

0,002

0
0 2 4 6 8 10 12

Gambar 4.13 Kurva kalibrasi teofilin pada panjang gelombang 270 nm

0,0025

0,002

0,0015

0,001

0,0005

0
0 2 4 6 8 10

Gambar 4.14 Kurva kalibrasi salbutamol pada panjang gelombang 275 nm

4.4.2 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Batas deteksi dan batas kuantitasi dihitung dari persamaan regresi yang

diperoleh dari kurva kalibrasi. Batas deteksi teofilin dan salbutamol adalah 3,1823

μg/mL dan 0,0711 μg/mL secara berturut-turut dan batas kuantitasi teofilin dan

salbutamol adalah 1,0577 μg/mL dan 0,2370 µg/mL secara berturut-turut.

35
Universitas Sumatera Utara
Perhitungan batas deteksi dan batas kuantitasi tersebut dapat dilihat pada

Lampiran 9 halaman 58 dan Lampiran 10 halaman 59 .

Hal tersebut menunjukkan bahwa penentuan kadar teofilin dengan

konsentrasi 10 μg/mL dan salbutamol dengan konsentrasi 6 μg/mL dapat dideteksi

dan diukur menggunakan metode spektrofotometri derivatif.

Batas deteksi adalah konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih

dapat dideteksi. Batas kuantitasi didefenisikan sebagai konsentrasi analit terendah

dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Gandjar

dan Rohman, 2008).

4.5 Hasil Penentuan Kadar Teofilin dan Salbutamol dalam Sediaan Tablet

Penentuan penetapan kadar teofilin dan salbutamol dalam tablet yang

beredar diapotik mengandung masing-masing teofilin 130 mg dan salbutamol 1

mg. Sedangkan pengukuran teofilin dan salbutamol baku pada keduasediaan

masing-masing teofilin 10 μg/mL dan salbutamol 6 μg/mL.

Sampel yang telah dipreparasi kemudian diukur pada panjang gelombang

200 – 400 nm. Selanjutnya spektrum hasil serapan ditransformasikan menjadi

spektrum serapan derivat pertama dengan Δλ = 2 nm. Berdasarkan spektrum

tersebut dapat ditentukan absorbansi teofilin dan salbutamol pada panjang

gelombang analisis yang telah diperoleh sebelumnya, yaitu panjang gelombang

270 nm dan 275 nm.

Data hasil perhitungan kadar teofilin dan salbutamol pada sediaan dagang X

setelah dilakukan analisa secara statistik dapat dilihat pada Tabel 4.2.

36
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.2 Kadar teofilin dan salbutamol dalam tablet

Sediaan Kadar Teofilin (%) Kadar Salbutamol (%)

Tablet X (100,02 ± 0,56)% (99,75 ± 0,27)%

Dari Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa kadar teofilin dan salbutamol pada tablet

X telah memenuhi persyaratan kadar. Persyaratan kadar untuk sediaan tablet

teofilin menurut USP 30-NF 25 (2007) persyaratan kadar untuk tablet teofilin

yaitu tidak kurang dari 97,0% dan tidak lebih dari 102,0% dari jumlah yang

tertera pada etiket dan persyaratan kadar untuk sediaan tabletsalbutamol menurut

Farmakope Indonesia Edisi IV (1995) yaitu tidak kurang dari 98,5% dan tidak

lebih dari 101% dari jumlah yang tertera pada etiket.

4.6 Hasil Uji Validasi

4.6.1 Hasil Uji Akurasi


Uji akurasi dengan parameter persen perolehan kembali dilakukan dengan

menggunakan tablet X. Metode penambahan baku dilakukan dengan

menambahkan sejumlah tertentu larutan baku ke dalam sampel yang telah diadisi.

Kemudian larutan diukur serapannya sesuai panjang gelombang analisis yang

digunakan. Spektrum serapan uji perolehan kembali teofilin dan salbutamol dalam

tablet X dapat dilihat pada Lampiran 16 halaman 72. Sedangkan data dan

perhitungan uji perolehan kembali teofilin dan salbutamol dalam tablet dapat

dilihat pada Lampiran 17 halaman 76 dan Lampiran 18 halaman 77.

37
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.3 Hasil perolehan kembali teofilin dan salbutamol dengan metode
penambahan baku standar (standard addition method) pada tablet X

Rentang Spesifik Perolehan Perolehan kembali


% kembali Salbutamol(%)
Teofilin (%)

98,99 98,91
80 99,49 99,34
98,97 99,34
99,22 98,43
100 98,78 100,34
100,42 100,34
101,2 98,26
120 101,02 98,26
101,02 101,01
Rata-rata (% recovery) 99,09 99,35
Standard Deviation (SD) 1,0 1,0
Relative Standard Deviation (RSD) (%) 1,0 1,0

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa rata-rata persen perolehan kembali yang

diperoleh yaitu 99,09 untuk teofilin dan 99,35 untuk salbutamol. Dimana rata-rata

persen perolehan kembali memenuhi syarat akurasi untuk validasi prosedur

analitik karena rata-rata berada diantara rentang 98-102% (Harmita, 2004).

4.6.2 Hasil Uji Presisi

Uji presisi dilakukan dengan perhitungan simpangan baku relatif.

Berdasarkan data perhitungan terhadap kadar teofilin dan salbutamol, diperoleh

simpangan baku relatif untuk teofilin dan salbutamol yaitu 1,0% dan 1,0%. Hasil

simpangan baku relatif untuk teofilin dan salbutamol memenuhi persyaratan yaitu

≤ 2% (Harmita, 2004). Perhitungan dan data simpangan baku relatif untuk teofilin

dan salbutamol dapat dilihat pada Lampiran 20 halaman 83 dan Lampiran 21

halaman 84.

38
Universitas Sumatera Utara
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

a. Campuran teofilin dan salbutamol dalam sediaan tablet dapat ditetapkan

kadarnya dengan menggunakan spektrofotometri derivatif dengan zero

crossing dan memenuhi syarat validasi metode

b. Kadar campuran teofilin dan salbutamol dalam sediaan tablet yang

ditetapkan kadarnya menggunakan spektrofotometri derivatif memenuhi

persyaratan kadar sediaan

5.2 Saran

Disarankan agar dilakukan penelitian lebih lanjut pada penetapan kadar

campuran teofilin dan salbutamol pada sediaan tablet dengan menggunakan

pelarut yang berbeda pada metode spektrofotometri derivatif dengan zero

crossing.

39
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA

Cairns, D. (2008). Essentials of Pharmaceutical Chemistry. Edisi III. London:


Pharmaceutical Press. Halaman 159 - 179.

Day, R.A., dan Underwood, A.L. (1998). Quantitative Analysis. Edition VI.
Penerjemah: Sopyan, I. (2002). Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi VI. Jakarta:
Penerbit Erlangga. Halaman 413.

Ditjen POM RI. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 412.

Ditjen POM RI. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 751.
El-Sayed, A.A.Y., dan El-Salem, N.A. (2005). Recent Development of Derivative
Spectrofotometry and Their Analytical Application. Analytical Science. The
Japan Society for Analytical Chemistry. 21: 595-596.
Ermer, J., dan McB. Miller, J.H. (2005). Method Validation in Pharmaceutical
Analysis: A Guide to Best Practice. Weinheim: Wiley-VCH. Halaman 63 -
99.
Gandjar, I.G., dan Rohman, A. (2012). Analisis Obat Secara Spektroskopi dan
Kromatografi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Halaman 60 - 97.

Gandjar, I.G., dan Rohman, A. (2008). Kimia Farmasi Analisis. Cetakan


Pertama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Halaman 240, 241, 242.

Harmita. (2004). Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara


Perhitungannya. Majalah Ilmu Kefarmasian I(3). Halaman 117–135.

Hayun, Harinto, dan Yenti. (2006). Penetapan Kadar Tripolidina Hidroklorida dan
Pseudoefedrin Hidriklorida dalam Tablet Anti Influenza Secara
Spektrofotometri Derivatif. Majalah Ilmu Kefarmasian. 3(1): 94-98.

Huber, L. (2007). Validation and Qualification in Analytical Laboratories. Edisi


II. New York: Informa Healthcare USA, Inc. Halaman 125-126.
Khopkar, S. M. (1985). Basic Concepts of Analytical Chemistry. Penerjemah:
Saptorahardjo, A. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta:
Universitas Indonesia. Halaman 215, 216.

Moffat, A.C., Osselton, M.D., dan Widdop, B. (2005). Clarke’s Analysis of Drug
and Poisons. Edition III. London: Pharmaceutical Press. Halaman 97-
102.

40
Universitas Sumatera Utara
Munson, J.W. (1984). Pharmaceutical Analysis: Modern Methods. Part B.
Penerjemah: Harjana. (1991). Analisis Farmasi: Metode Modern. Parwa B.
Surabaya: Airlangga University Press. Halaman 334 dan 385.
Nurhidayati, L. (2007). Spektrofotometri Derivatif dan Aplikasinya dalam Bidang
Farmasi. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia 5(2) : 93-99.

Ojeda, C.B., dan Rojas, F.S. (2013). Recent Aplication in Derivative


Ultraviolet/Visible Absorption Spectrophotometry: 2009-2011: Review.
Microchemical Journal. 106: 1-16.

Owen, A.J. (1995). Uses of Derivative Spectroscopy Aplication Note UV - Visible


Spectroscopy. HP Way: Agilent Technologies. Halaman 1-2.
Satiadarma, K., Mulja, H.M., Tjahjono, D.H., dan Kartasasmita, R.E. (2004). Asas
Pengembangan Prosedur Analisis. Edisi I. Surabaya: Airlangga University
Press. Halaman 46-47, 88-91, 97.

Setiawati, A., dan Gan, S. (2007). Penghambat Adrenergik. Dalam: Gunawan, S.


G., Setiabudy, R., dan Nefrialdi. (2007). Farmakologi dan Terapi Edisi V.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Halaman 85-104.

Sudjana.(2005). Metode Statistik. Edisi VI. Bandung: Penerbit Tarsito. Halaman


168.

Talsky, G. (1994). Derivative Spectrophotometry Low and Higher Order.


Germany: VCH Verlagsgesellschaft mbH. Halaman 33-36.

Tan, T.H., dan Rahardja, K. (2007). Obat-Obat Penting Kasiat, Penggunaan, dan
Efek-Efek Sampingnya. Edisi VI. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Halaman 646, 651.

USP 30-NF 25. (2007). The United States Pharmacopoeia 30 and The National
Formulary. Edition XXX: The United States Pharmacopoeial Convention.
Halaman 1586.

41
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1. Gambar Sampel X

a.

b.

c.

Gambar 1. Tablet X

Keterangan :
a = Tablet X dalam kemasan
b = Tablet X
c = Tablet X sudah digerus homogen

42
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Komposisi Tablet X

Daftar Spesifikasi Sampel

No. Reg : DKL9231102410A1

Expire Date : September 2017

Komposisi : Theophylline…………................... 130 mg

Salbutamol ……………….………. 1 mg

43
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3. Gambar Alat

Gambar 2. Spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu 1800)

Gambar 3. Neraca analitik (Mettler Toledo)

Gambar 4. Sonikator (Branson 1510)

44
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4. Perhitungan Pembuatan NaOH 0,1 N
𝑔𝑟𝑎𝑚 1000
N = X 𝑚𝐿 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛
𝐵𝐸

𝑔𝑟𝑎𝑚 1000
0,1 = X 1000
40

gram NaOH = 4 gram

45
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 5. Bagan Alir Prosedur Penelitian

Teofilin

ditimbang 50 mg
dimas
dimasukkan kedalam labu
tentukur 50 mL

dilarutkan dan dicukupkan


dengan NaOH 0,1 N

LIB Teofilin 1000 µg/mL

dipipet 2,5 mL
dimasukk dimasukkan ke dalam labu
tentukur 25 mL
dilarutkan dan dicukupkan
dengan NaOH 0,1 N

LIB Teofilin 100 µg/mL

dipipet dipipet dipipet dipipet dipipet


0,2 mL 0,4 mL 0,6 mL 0,8 mL 1 mL

dimasuk dimasuk dimasuk dimasuk dimasuk


kan ke kan ke kan ke kan ke kan ke
dalam dalam dalam dalam dalam
labu 10 labu 10 labu 10 labu 10 labu 10
mL mL mL mL mL

ditambah ditambah ditambah ditambah ditambah


kan NaOH kan NaOH kan NaOH kan NaOH kan NaOH
sampai sampai sampai sampai sampai
garis tanda garis tanda garis tanda garis tanda garis tanda

2 4 6 8 10
µg/mL µg/mL µg/mL µg/mL µg/mL

46
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 5. (Lanjutan)

Salbutamol

ditimbang 50 mg
dimasukk
dimasukkan kedalam labu
tentukur 50 mL

dilarutkan dan dicukupkan


dengan NaOH 0,1 N

LIB Salbutamol 1000 µg/mL

dipipet 2,5 mL
dimasukk dimasukkan ke dalam labu
tentukur 25 mL
dilarutkan dan dicukupkan
dengan NaOH 0,1 N

LIB Salbutamol 100 µg/mL

dipipet dipipet dipipet dipipet dipipet


0,5 mL 0,6 mL 0,7 mL 0,8 mL 0,9 mL

dimasuk dimasuk dimasuk dimasuk dimasuk


kan ke kan ke kan ke kan ke kan ke
dalam dalam dalam dalam dalam
labu 10 labu 10 labu 10 labu 10 labu 10
mL mL mL mL mL

ditambah ditambah ditambah ditambah ditambah


kan NaOH kan NaOH kan NaOH kan NaOH kan NaOH
sampai sampai sampai sampai sampai
garis tanda garis tanda garis tanda garis tanda garis tanda

5 6 7 8 9
µg/m µg/m µg/mL µg/mL µg/mL
L L L

47
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 5. (Lanjutan)

Larutan Standar Teofilin

(2; 4; 6; 8; 10) µg/mL

diukur serapan pada λ 200-400 nm

ditrasformasikan ke serapan derivat


pertama

ditentukan zero crosisng

ditentukan panjang gelombang analisis

λ 270 nm

dibuat kurva kalibrasi

Persamaan Regresi

Y = 0,00161 X + 0,00006

48
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 5. (Lanjutan)

Larutan Standar Salbutamol

(5; 6; 7; 8; 9) µg/mL

diukur serapan pada λ 200-400 nm

ditrasformasikan ke serapan derivat


pertama

ditentukan zero crosisng

ditentukan panjang gelombang analisis

λ 275 nm

dibuat kurva kalibrasi

Persamaan Regresi

Y = 0,00025 X + 0,00004

49
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 5. (Lanjutan)

20 Tablet

ditimbang

digerus dalam lumpang sampai halus dan


homongen

Serbuk

ditimbang setara 50 mg teofilin


dihitung kesetaraan salbutamol
yang terkandung didalamnya (penimbangan
dilakukan sebanyak 6 kali pengulangan)
dimasukkan kedalam labu tertukur 50 mL
dilarutkan dengan NaOH 0,1 N
dihomongenkan dengan sonikator
selama 15 menit
dicukupkan dengan NaOH sampai garis tanda
disaring, dibuang ± 10 mL fitral pertama
ditampung fitral selanjutnya
dipipet 0,1 mL
dimasukkan kedalam labu tertukar 10 mL
dicukupkan dengan NaOH 0,1 N
sampai garis tanda
diukur serapan pada derivat pertama, panjang
gelombang 270 nm dan 275 nm

Nilai Absorbansi

Kadar

50
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 6. Spektrum Serapan Teofilin Baku dan Salbutamol Baku

a. 0 ,9 1 1 8 8

Abs. 0 ,5 0 0 0 0

0 ,0 0 0 0 0

-0 ,3 0 0 2 6
2 0 0 ,0 0 2 5 0 ,0 0 3 0 0 ,0 0 3 5 0 ,0 0 4 0 0 ,0 0
nm .

b. 0 ,9 1 1 8 8

0 ,5 0 0 0 0
Abs.

0 ,0 0 0 0 0

-0 ,3 0 0 2 6
2 0 0 ,0 0 2 5 0 ,0 0 3 0 0 ,0 0 3 5 0 ,0 0 4 0 0 ,0 0
nm .

c. 0 ,9 1 1 8 8

0 ,5 0 0 0 0
Abs.

0 ,0 0 0 0 0

-0 ,3 0 0 2 6
2 0 0 ,0 0 2 5 0 ,0 0 3 0 0 ,0 0 3 5 0 ,0 0 4 0 0 ,0 0
nm .

d. 0 ,9 1 1 8 8

0 ,5 0 0 0 0
Abs.

0 ,0 0 0 0 0

-0 ,3 0 0 2 6
2 0 0 ,0 0 2 5 0 ,0 0 3 0 0 ,0 0 3 5 0 ,0 0 4 0 0 ,0 0
nm .

e. 1 ,3 4 2 3 0

1 ,0 0 0 0 0
Abs.

0 ,5 0 0 0 0

0 ,0 0 0 0 0

-0 ,1 1 3 7 5
2 0 0 ,0 0 2 5 0 ,0 0 3 0 0 ,0 0 3 5 0 ,0 0 4 0 0 ,0 0
nm .

Gambar 5. Kurva serapan teofilin


Keterangan:
a = Kurva serapan teofilin konsentrasi 2 µg/mL
b = Kurva serapan teofilin konsentrasi 4 µg/mL
c = Kurva serapan teofilin konsentrasi 6 µg/mL
d = Kurva serapan teofilin konsentrasi 8 µg/mL
e = Kurva serapan teofilin konsentrasi 10 µg/mL

51
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 6. (Lanjutan)

a. 1 ,3 4 2 3 0

1 ,0 0 0 0 0

Abs.
0 ,5 0 0 0 0

0 ,0 0 0 0 0

-0 ,1 1 3 7 5
2 0 0 ,0 0 2 5 0 ,0 0 3 0 0 ,0 0 3 5 0 ,0 0 4 0 0 ,0 0
nm .

b. 0 ,3 0 7 2 9

0 ,2 0 0 0 0
Abs.

0 ,1 0 0 0 0

0 ,0 0 0 0 0

-0 ,0 7 1 2 6
2 0 0 ,0 0 2 5 0 ,0 0 3 0 0 ,0 0 3 5 0 ,0 0 4 0 0 ,0 0
nm .

c. 0 ,5 1 5 6 7

0 ,4 0 0 0 0
Abs.

0 ,2 0 0 0 0

0 ,0 0 0 0 0

-0 ,0 4 3 9 3
2 0 0 ,0 0 2 5 0 ,0 0 3 0 0 ,0 0 3 5 0 ,0 0 4 0 0 ,0 0
nm .

d. 0 ,5 1 5 6 7

0 ,4 0 0 0 0
Abs.

0 ,2 0 0 0 0

0 ,0 0 0 0 0

-0 ,0 4 3 9 3
2 0 0 ,0 0 2 5 0 ,0 0 3 0 0 ,0 0 3 5 0 ,0 0 4 0 0 ,0 0
nm .

e. 0 ,5 1 5 6 7

0 ,4 0 0 0 0
Abs.

0 ,2 0 0 0 0

0 ,0 0 0 0 0

-0 ,0 4 3 9 3
2 0 0 ,0 0 2 5 0 ,0 0 3 0 0 ,0 0 3 5 0 ,0 0 4 0 0 ,0 0
nm .

Gambar 6. Kurva serapan salbutamol

Keterangan:
a = Kurva serapan salbutamol konsentrasi 5 µg/mL
b = Kurva serapan salbutamol konsentrasi 6 µg/mL
c = Kurva serapan salbutamol konsentrasi 7 µg/mL
d = Kurva serapan salbutamol konsentrasi 8 µg/mL
e = Kurva serapan salbutamol konsentrasi 9 µg/mL

52
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7. Data Kalibrasi Teofilin BPFI, Persamaan Regresi dan Koefisien
Korelasi

Kalibrasi Serapan Derivat Pertama Teofilin pada Panjang Gelombang 270 nm


No. Konsentrasi (μg/mL) (X) Absorbansi (Y)

1 0 0,00000
2 2 0,00346
3 4 0,00655
4 6 0,00985
5 8 0,01280
6 10 0,01600

Perhitungan Persamaan Garis Regresi


No. X Y X2 Y2 XY
1 0 0,00000 0 0,000000000 0,00000
2 2 0,00346 4 0,000011972 0,00692
3 4 0,00655 16 0,000042903 0,02620
4 6 0,00985 36 0,000097023 0,05910
5 8 0,0128 64 0,000163840 0,10240
6 10 0,016 100 0,000256000 0,16000
∑ X = ∑ Y = ∑ X2= ∑ Y2= ∑XY=
30 0,04866 220 0,000571737 0,35462

(∑ XY)−(∑ X)(∑ Y)/n (0,35742)−(30)(0,04896)/6 0,11262


a= = (220)−(30)2 /6
= = 0,00161
(∑x 2)−(∑x)2/n 70

y̅ = ax̅ + b

b = 𝑦̅ – a𝑥̅ = 0,00811 – 0,00161(5) = 0,00006

Maka persamaan garis regresinya adalah Y = 0,00161X + 0,00006

53
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7. (Lanjutan)

(∑ XY)−(∑ X)(∑ Y)/n


r=
√[∑x 2)−(∑x)2/n][∑Y 2)−(∑Y)2/n]

(0,35462)−(30)(0,04866)/6
=
√[(220)−(30)2/6][(0,000571737)−(0,04866) 2/6]

0,11132
= 0,11134

= 0,9998

54
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 8. Data Kalibrasi Salbutamol BPFI, Persamaan Regresi dan Koefisien
Korelasi

Kalibrasi Serapan Derivat Pertama Salbutamol pada Panjang Gelombang 270 nm


No. Konsentrasi (μg/mL) (X) Absorbansi (Y)

1 0 0,00000
2 5 0,00130
3 6 0,00155
4 7 0,00179
5 8 0,00205
6 9 0,00226

Perhitungan Persamaan Garis Regresi


No. X Y X2 Y2 XY
1 0 0 0 0 0
2 5 0,0013 25 0,000001690 0,0065
3 6 0,00155 36 0,000002403 0,0093
4 7 0,00179 49 0,000003204 0,01253
5 8 0,00205 64 0,000004203 0,01640
6 9 0,00226 81 0,000005108 0,02034
∑X = ∑Y= ∑ X2 = ∑ Y2 = ∑ XY =
35 0,00895 255 0,000016607 0,06507

(∑ XY)−(∑ X)(∑ Y)/n (0,06525)−(35)(0,00897)/6 0,01292


a= (∑x 2)−(∑x)2/n
= (255)−(35)2 /6
= 50,83
= 0,00025

y̅ = ax̅ + b

b = 𝑦̅ – a𝑥̅ = 0,00149 – 0,00025 (5,83) = 0,00004

Maka persamaan garis regresinya adalah Y = 0,00025X + 0,00004

55
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 8. (Lanjutan)

(∑ XY)−(∑ X)(∑ Y)/n


r=
√[∑x 2)−(∑x)2/n][∑Y 2)−(∑Y)2/n]

(0,06507)−(35)(0,00895)/6
=
√[(255)−(35)2/6][(0,000016607)−(0,00895) 2 /6]

0,01287
= 0,01288

= 0,9998

56
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 9. Perhitungan Batas Deteksi (Limit of Detection, LOD) dan Batas
Kuantitasi (Limit of Quantitation, LOQ) Teofilin

No. X Y Yi Y-Yi (10-5) (Y-Yi)2 (10-10)


1 0 0 0,00004 -40 2
2 2 0,00346 0,000054 34,06 11601
3 4 0,00655 0,0065 50 3
4 6 0,00985 0,00972 13 17
5 8 0,0128 0,01294 -14 20
6 10 0,016 0,01616 -16 26
∑(𝑌 − 𝑌𝑖)2 11667

∑(Y−Yi) 2 11667.10−10
SB =√ n−2
=√ = 1,7078 x 10-3
6−2

3 X SB 3 x 1,7078 x 10−3
LOD = = = 3,1823µg/mL
slope 0,00161

10 X SB 10 x1,7078 x 10−3
LOQ = = = 1,0577 µg/mL
slope 0,00161

57
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 10. Perhitungan Batas Deteksi (Limit of Detection, LOD) dan Batas
Kuantitasi (Limit of Quantitation, LOQ) Salbutamol

No. X Y Yi Y-Yi (10-5) (Y-Yi)2 (10-10)


1 0 0 0,00003 -3 90
2 5 0,00130 0,00128 2 40
3 6 0,00155 0,00153 2 40
4 7 0,00179 0,00178 1 10
5 8 0,00205 0,00203 2 40
6 9 0,00226 0,00228 -2 40
∑(𝑌 − 𝑌𝑖)2 260

∑(Y−Yi) 2 260 .10−10


SB =√ n−2
=√ = 5,9274 x 10-6
6−2

3 X SB 3 x 5,9274 x10−6
LOD = = = 0,0711µg/mL
slope 0,00025

10 X SB 10 x 5,9274 x10−6
LOQ = = = 0,23709µg/mL
slope 0,00025

58
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 11. Spektrum Serapan Derivat Pertama Sampel

a.

No. Wavelength nm. Absorbance Description


1 270.00 0.01598 teofilin
2 275.00 0.00150 salbutamol

b.

No. Wavelength nm. Absorbance Description


1 270.00 0.01620 teofilin
2 275.00 0.00152 salbutamol

c.

No. Wavelength nm. Absorbance Description


1 270.00 0.01598 teofilin
2 275.00 0.00152 salbutamol

Gambar 7. Kurva serapan sampel X

Keterangan:
a = Kurva serapan sampel X pada pengulangan I
b = Kurva serapan sampel X pada pengulangan II
c = Kurva serapan sampel X pada pengulangan III

59
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 11. (Lanjutan)

d.

No. Wavelength nm. Absorbance Description


1 270.00 0.01620 teofilin
2 275.00 0.00152 salbutamol

e.

No. Wavelength nm. Absorbance Description


1 270.00 0.01621 teofilin
2 275.00 0.00152 salbutamol

f.

No. Wavelength nm. Absorbce Description


1 270.00 0.01620 teofilin
2 275.00 0.00152 salbutamol

Gambar 7. (Lanjutan)
Keterangan:
d = Kurva serapan sampel X pada pengulangan IV
e = Kurva serapan sampel X pada pengulangan V
f = Kurva serapan sampel X pada pengulangan VI

60
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 12. Hasil Analisis Kadar Teofilin dan Salbutamol dalam Tablet

1. Kadar Teofilin dalam Sediaan Tablet (mengandung 130 mg teofilin dalam satu
tablet)
Nama Penimban Setara Absorban Konsentra Konsentrasi Kadar
sediaan gan (mg) si (270 si teori perolehan (%)
(gram) nm) (µg/mL) (µg/mL)
Tablet 0,0761 49,4959 0,01598 9,8991 9,8881 99,80
X 0,0769 50,0162 0,01620 10,0032 10,0248 100,13
0,0769 50,0162 0,01620 10,0032 10,0248 100.13
0,0770 50,0813 0,01620 10,0162 10,0248 100,08
0,0767 49,8861 0,01598 9,9772 9,8881 100,52
0,0775 50,4065 0,01621 10,0813 10.0310 99,50

2. Kadar Salbutamol dalam Sediaan Tablet (mengandung 1 mg salbutamol dalam


satu tablet)
Nama Penimban Setara Absorban Konsentra Konsentrasi Kadar
sediaan gan (gram) (mg) si (275 si teori perolehan (%)
nm) (µg/mL) (µg/mL)
Tablet 0,0761 0,3807 0,00150 5,8633 5,84 99,60
X 0,0769 0,3847 0,00152 5,9250 5,92 99,91
0,0769 0,3847 0,00151 5,9250 5,88 99,81
0,0770 0,3852 0,00152 5,9320 5,92 99,79
0,0767 0,3837 0,00151 5,9095 5,88 99,50
0,0775 0.3877 0,00152 5,9250 5,92 99,91

61
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 13. Contoh Perhitungan Kadar Teofilin dan Salbutamol dalam
Sediaan Tablet

Berat 20 tablet = 3,9975 g = 3997,5 mg

Ditimbang analit setara dengan 50 mg teofilin, maka jumlah analit yang ditimbang
adalah;

50 mg
X1 = 20 x 130 x 3997,5 mg = 76,875 mg = 0,0769 g

Kemudian dihitung kesetaraan salbutamol yang terkandung dalam 0,0769 g


serbuk

0,0769 g
X2 = 3,9975 g x 20 x 1 mg = 0,3845 mg

Dilarutkan analit dalam NaOH 0,1N dalam labu tentukur 50 mL sampai garis
tanda. Larutan kemudian dihomogenkan dengan pengaduk ultrasonik selama 15
menit. Larutan tersebut kemudian disaring, lebih kurang 10 mL filtrat pertama
dibuang. Filtrat selanjutnya ditampung (larutan A).

50 mg
Konsentrasi analit teofilin larutan A = 50 mL x 1000 µg = 1000 µg/mL

0,3845 mg
Konsentrasi analit salbutamol larutan A = x 1000 µg = 7,7 µg/mL
50 mL

Kemudian dari larutan A dipipet 0,1 mL dan dimasukkan kedalam labu tentukur
10 mL dan diencerkan dengan NaOH 0,1 N hingga garis tanda (Larutan B).

1000 µg/mLx0,1mL
Konsentrasi teofilin larutan B = = 10 µg/mL
10mL

7,7 µg/mLx0,1mL
Konsentrasi salbutamol larutan B = = 0,077 µg/mL
10 mL

Kosentrasi analisis untuk salbutamol 6 µg/mL, sedangkan konsentrasi dalam


larutan B adalah 0,077 µg/mL maka untuk mendapatkan konsentrasi analisis
dilakukan penambahan baku salbutamol untuk metode adisi. Penambahan baku
dilakukan dengan pembuatan LIB konsentrasi 6 µg/mL.

Konsentrasi yang dibutuhkan adisi = 6 µg/mL - 0,077 µg/mL = 5,92 µg/mL

62
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 13. (Lanjutan)

5,92 µg/mL x 10mL


Volume salbutamol dari LIB = = 7,69 mL
7,7 µg/mL

Maka volume analisis untuk salbutamol adalah

= Volume salbutamol larutan B + Volume salbutamol dari LIB

= 0,1 mL + 7,69 mL

= 7,7 mL

7,7 µg/mL x 7,7mL


Jadi konsentrasi salbutamol = = 5,9µg/mL
10mL

63
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 13. (Lanjutan)

Berat serbuk yang ditimbang 0,0770 g

0,0770 g
Kesetaraan teofilin = 3,9975 g x 20 x 130 mg = 50,0813 mg

50,0813 mg
Konsentrasi teofilin = x 1000 µg = 1001,626 µg/mL
50 mL

1001,626 µg/mL
Konsentrasi teoritis teofilin = x 0,1 mL = 10,01626 µg/mL
10 mL

0,0770 g
Kesetaraan salbutamol = 3,9975 g x 20 x 1 mg = 0,3852 mg

0,3852 mg
Konsentrasi salbutamol = x 1000 µg = 7,7040 µg/mL
50 mL

7,7040 µg/mL
Konsentrasi teoritis salbutamol = x 7,7 mL = 5,9320 µg/mL
10 mL

Absorbansi teofilin pada derivat pertama pada panjang gelombang 270 nm adalah

0,01620

Kadar teofilin dihitung dari persamaan regresi pada panjang gelombang analisis

teofilin

Y = 0,00161x + 0,00006

Konsentrasi teofilin : Y = 0,00161X+ 0,00006

0,001620 = 0,00161X + 0,00006

X = 10,0248 µg/mL

64
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 13. (Lanjutan)

10,0248 µg/mL
Kadar teofilin = x 99,92 % = 100,08 %
10,0813 µg/mL

Absorbansi salbutamol pada derivat pertama pada panjang gelombang 275 nm

adalah 0,00152

Kadar salbutamol dihitung dari persamaan regresi pada panjang gelombang

analisi salbutamol Y = 0,00025X - 0,00004

Konsentrasi salbutamol : Y = 0,00025X - 0,00004

0,00152 = 0,00025X - 0,00004

X = 5,92 µg/mL

5,92 µg/mL
Kadar teofilin = 5,9320µg/mL x 100 % = 99,79 %

65
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 14. Perhitungan Statistik Teofilin pada Tablet X

X (X- ̅
X) (X- ̅
X)2
No. Kadar (%)
1 99,8 -0,2266 0,0513
2 100,13 0,1033 0,0106
3 100,52 0,4933 0,2433
4 100,08 0,0533 0,0028
5 99,5 -0,5266 0,2773
6 100,13 0,1033 0,0106
∑X = 600,16 ̅)2 = 0,5963
∑ (X- X
𝑋 =100,0267

∑(𝑋− ̅̅̅̅
𝑋) 2 0,5963
SD = √ 𝑛−1
=√ 6−1
= 0,3453

Pada iterval kepercayaan 99% dengan nilai α = 0,01,dk = n-1 = 5 maka t(α/2,dk) =

4,0321

Data diterima jika t hitung < t tabel

x− x̅ 0,2266
thitung = |SD/ n| = | 0,3453/ 6| = 1,6077
√ √

x− x̅ 0,1033
thitung = |SD/ n| =|0,3453/ 6| = 0,7329
√ √

x− x̅ 0,4933
thitung = |SD/ n| = |0,3453/ 6| = 3,4993
√ √

x− x̅ 0,0533
thitung = |SD/ n| = |0,3453/ 6| = 0,3783
√ √

x− x̅ 0,5266
thitung = |SD/ n| = |0,3453/ 6| = 3,7357
√ √

x− x̅ 0,1033
thitung = |SD/ n| = |0,3453/ 6| = 0,7329
√ √

66
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 14. (Lanjutan)

Dari hasil perhitungan tersebut diperoleh bahwa semua t hitung , t tabel, maka

semua data tersebut diterima

Kadar teofilin dalam tablet:

µ = x̅ ± (t(α/2,dk) x SD/√n)

= 100,0267 ± (4,0321 x 0,3453/√6)

= (100,02 ± 0,56)%

67
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 15. Perhitungan Statistik Salbutamol pada Tablet X

X
No. Kadar (%) X- ̅
X (X- ̅
X)2
1 99,6 -0,1533 0,0235
2 99,91 0,1566 0,0245
3 99,79 0,0366 0,0013
4 99,5 -0,2533 0,0641
5 99,81 0,0566 0,0032
6 99,91 0,1566 0,0245
∑X = 598,52 ∑ (X- ̅
X)2 = 0,1413
̅̅̅̅̅̅
𝑋 = 99,7533

∑(𝑋− ̅̅̅̅
𝑋) 2 0,1413
SD = √ =√ = 0,1681
𝑛−1 6−1

Pada iterval kepercayaan 99% dengan nilai α = 0,01,dk = n-1 = 5 maka t(α/2,dk) =

4,0321

Data diterima jika t hitung < t tabel

x− x̅ 0,1533
thitung = | |=| | = 2,2342
SD/√n 0,1681/√6

x− x̅ 0,1566
thitung = |SD/ n| =|0,1681/ 6| = 2,2827
√ √

x− x̅ 0,0367
thitung = |SD/ n| = |0,1681/ 6| = 0,5342
√ √

x− x̅ 0,2533
thitung = |SD/ n| = |0,1681/ 6| = 3,6912
√ √

x− x̅ 0,0567
thitung = |SD/ n| = |0,1681/ 6| = 0,8256
√ √

x− x̅ 0,1566
thitung = |SD/ n| = |0,1681/ 6| = 2,2827
√ √

68
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 15. (Lanjutan)

Dari hasil perhitungan tersebut diperoleh bahwa semua t hitung , t tabel, maka

semua data tersebut diterima

Kadar salbutamol dalam tablet:

µ = x̅ ± (t(α/2,dk) x SD/√n)

= 99,75333 ± (4,0321 x0,16812/√6)

= (99,75 ± 0,27)%

69
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 16. Spektrum Serapan X pada Uji Perolehan Kembali

a.

No. Wavelength nm. Absorbance Description


1 270.00 0.01294 teofilin
2 275.00 0.00122 salbutamol

b.

No. Wavelength nm. Absorbance Description


1 270.00 0.01290 teofilin
2 275.00 0.00123 salbutamol

c.

No. Wavelength nm. Absorbance Description


1 270.00 0.01292 teofilin
2 275.00 0.00123 salbutamol

Gambar 8. Kurva serapan perolehan kembali 80% pada sampel X

Keterangan:
a = Kurva serapan perolehan kembali 80% pada sampel X pengulangan I
b = Kurva serapan perolehan kembali 80% pada sampel X pengulangan II
c = Kurva serapan perolehan kembali 80% pada sampel X pengulangan III

70
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 16. (lanjutan)
a.

No. Wavelength nm. Absorbance Description


1 270.00 0.01621 teofilin
2 275.00 0.00152 salbutamol

b.

No. Wavelength nm. Absorbance Description


1 270.00 0.01620 teofilin
2 275.00 0.00152 salbutamol

c.

No. Wavelength nm. Absorbance Description


1 270.00 0.01620 teofilin
2 275.00 0.00152 salbutamol

Gambar 9. Kurva serapan perolehan kembali 100% pada sampel X

Keterangan:
a = Kurva serapan perolehan kembali 100% pada sampel X pengulangan I
b = Kurva serapan perolehan kembali 100% pada sampel X pengulangan II
c = Kurva serapan perolehan kembali 100% pada sampel X pengulangan III

71
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 16. (lanjutan)

a.

No. Wavelength nm. Absorbance Description


1 270.00 0.01950 teofilin
2 275.00 0.00182 salbutamol

b.

a.

No. Wavelength nm. Absorbance Description


1 270.00 0.01949 teofilin
2 275.00 0.00180 salbutamol

c.

No. Wavelength nm. Absorbance Description


1 270.00 0.01950 teofilin
2 275.00 0.00182 salbutamol

Gambar 10. Kurva serapan perolehan kembali 120% pada sampel X

Keterangan:
a = Kurva serapan perolehan kembali 120% pada sampel X pengulangan I
b = Kurva serapan perolehan kembali 120% pada sampel X pengulangan II
c = Kurva serapan perolehan kembali 120% pada sampel X pengulangan III

72
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 17. Data Hasil Persen Perolehan Kembali Teofilin pada Tablet X dengan
Metode Penambahan Baku (Standard Addition Method)

N Kon Penimb Absorba Konsentrasi Baku Persen


0 sentr angan nsi Setelah Sebelum yang peroleh
asi (g) (270 nm) penambah penambah ditambah an
(%) an an kan (mg) lembali
baku(mg) baku(mg) (%)
1 0,0431 0,01294 40,0000 28,0707 11,9904 99,49
2 80 0,0432 0,01290 39,5757 28,1358 11,9904 98,99
3 0,0428 0,01292 39,9378 28,0707 11,9904 98,97
4 0,0537 0,01621 49,8136 34,9419 14,9880 99,22
5 100 0,0538 0,01621 49,8136 34,9419 14,9880 98,78
6 0,0539 0,01620 50,1242 35,0720 14,9880 100,42
7 0,0648 0,01949 60,3416 42,1384 17,9856 100,20
8 120 0,0649 0,01950 60,3726 42,2034 17,9856 100,02
9 0,0649 0,01950 60,3726 42,2034 17,9856 100,02

73
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 18. Data Hasil Persen Perolehan Kembali Salbutamol pada Tablet X
dengan Metode Penambahan Baku (Standard Addition Method)

N Kon Penimb Absorba Konsentrasi Baku Persen


0 sentr angan nsi Setelah Sebelum yang peroleh
asi (g) (270 nm) penambah penambah ditambah an
(%) an an kan (mg) lembali
baku(mg) baku(mg) (%)
1 0,0431 0,00122 0,3064 0,2148 0,0922 98,91
2 80 0,0432 0,00123 0,3090 0,2152 0,0922 99,34
3 0,0432 0,00123 0,3090 0,2152 0,0922 99,34
4 0,0537 0,00151 0,3818 0,2679 0,1152 98,43
5 100 0,0539 0,00152 0,3844 0,2688 0,1152 100,34
6 0,0539 0,00152 0,3844 0,2688 0,1152 100,34
7 0,0644 0,00180 0,4571 0,3212 0,1383 98,26
8 120 0,0644 0,00180 0,4571 0,3212 0,1383 98,26
9 0,0647 0,00152 0,4623 0,3226 0,1383 100,01

74
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 19. Contoh Perhitungan Persentase Perolehan Kembali (%recovery)

Mengandung teofilin 130 mg dan salbutamol 1 mg

Berat 20 tablet = 3,9975 g = 3997,5 mg

Berat kesetaraan penimbangan sampel pada penetapan kadar = 50 mg

Perolehan 80%

80
Teofilin 80% = 100 x 50 mg = 40 mg

70
Analit teofilin 70% = 100 x 40 mg = 28 mg

Penimbangan serbuk analit setara 28 mg teofilin

28 mg
Sampel yang ditimbang = 20 x 130 mg x 3,9975 g = 0,0430 g

30
Baku teofilin yang ditambahkan 30% = 100 x 40 mg = 12 mg

Jumlah analit salbutamol dalam serbuk yang ditimbang:

0,04305g
x 20 x 1 mg = 0,21538 mg
3,9975 g

Baku salbutamol 30% yang ditambahkan:

30 40 mg
(1 mg x 130 mg ) = 0,0923 mg
100

Perolehan 100%

100
Teofilin 100% = 100 x 50 mg = 50 mg

70
Analit teofilin 70% = 100 x 50 mg = 35 mg

Penimbangan serbuk analit setara 35 mg teofilin

35 mg
Sampel yang ditimbang = 20 x 130 mg x 3,9975 g = 0,0538 g

75
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 19. (Lanjutan)
30
Baku teofilin yang ditambahkan 30% = 100 x 50 mg = 15 mg

Jumlah analit salbutamol dalam serbuk yang ditimbang:

0,0538 g
x 20 x 1 mg = 0,2691 mg
3,9975 g

Baku salbutamol 30% yang ditambahkan:

30 50 mg
(1 mg x 130 mg ) = 0,11538 mg
100

Perolehn 120%

120
Teofilin 120% = 100 x 50 mg = 60 mg

70
Analit teofilin 70% = 100 x 60 mg = 42 mg

Penimbangan serbuk analit setara 42 mg teofilin

42 mg
Sampel yang ditimbang = 20 x 130 mg x 3,9975 g = 0,0645 g

30
Baku teofilin yang ditambahkan 30% = 100 x 60 mg = 18 mg

Jumlah analit salbutamol dalam serbuk yang ditimbang:

0,06457 g
x 20 x 1 mg = 0,32305 mg
3,9975 g

Baku salbutamol 30% yang ditambahkan:

30 60 mg
(1 mg x 130 mg ) = 0,13846 mg
100

76
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 19. (Lanjutan)

Contoh perhitungan % perolehan kembali pada perolehan 80%

Misalnya absorbansi analisis (Y)

Penimbangan sampel = 0,0431

Teofilin (270 nm) = 0,01294

A. Teofilin

Persamaan regresi pada panjang gelombang analisis teofilin (λ=270)

Y = 0,00161X + 0,00006

Konsentrasi teofilin :

Y = 0,00161X+ 0,00006

0,01294 = 0,00161X + 0,00006

0,01294 - 0,00006 = 0,00161X

X = 8,000 µg/mL

Jumlah awal setelah penambahan bahan baku (Cf):

konsentrasi teofilin (µg/mL)


= x volume (mL) x faktor pengencer
1000

8,000 µg/mL
= x 50 mL x 100
1000

= 40,0000 mg

Jumlah sampel sebelum penambahan bahan baku (CA):

Penimbangan Sampel
CA = X (B x C)
A

Keterangan:

A = Berat sampel yang akan ditimbang setara dengan 28 mg analit teofilin 70%
B = Analit teofilin 70%
C = Kadar rata-rata sampel

77
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 19. (Lanjutan)
0,0431
CA = X (28 mg x 100,2%)
0,0430

= 28,0707 mg

Jumlah baku yang ditambahkan (C*A) = D x E

Keterangan :

D = baku teofilin 30%


E = % kadar baku teofilin dari sertifikat analisis

(C*A) = 12 x 99,92%

= 11,9904 mg

Maka % perolehan kembali teofilin:

Cf− CA
% perolehan kembali = x 100%
C∗A

Keterangan :

Cf = Jumlah awal setelah penambahan bahan baku


CA = Jumlah sampel sebelum penambahan bahan baku
C*A = Jumlah baku yang ditambahan

40,0000 − 28,0707mg
% perolehan kembali = x 100%
11,9904 mg

= 99,49%

B. Salbutamol

Persamaan regresi pada panjang gelombang analisis salbutamol

Y = 0,00025 X + 0,00004

Konsentrasi salbutamol :

Y = 0,00025 X + 0,00004

0,00122 = 0,00025 X + 0,00004

78
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 19. (Lanjutan)

0,00122- 0,00004 = 0,00025 X

X = 4,72 µg/mL

Jumlah awal setelah penambahan bahan baku (Cf):

konsentrasi teofilin (µg/mL)


= x volume (mL) x faktor pengencer
1000

4,72 µg/mL
= x 50 mL x 1,2820
1000

= 0,3064 mg

Jumlah sampel sebelumpenambhan bahan baku (CA):

Penimbangan Sampel
CA = X (B x C)
A

Keterangan:

A = Berat sampel yang akan ditimbang setara dengan 28 mg analit teofilin 70%
B = Jumlah salbutamol dalam serbuk analit yang ditimbang
C = Kadar rata-rata sampel

0,0431 g
CA = X (0,2154 mg x 99,75%)
0,0430 g

= 0,2152 mg

Jumlah baku yang ditambahkan (C*A) = D x E

Keterangan :

D = Baku salbutamol 30%


E = % kadar baku salbutamol dari sertifikat analisis

(C*A) = 0,0922 x 99,87%

= 0,0922 mg

Maka % perolehan kembali salbutamol:

Cf− CA
% perolehan kembali = x 100 %
C∗A

79
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 19. (Lanjutan)

Keterangan :

Cf = Jumlah awal setelah penambahan bahan baku


CA = Jumlah sampel sebelum penambahan bahan baku
C*A = Jumlah baku yang ditambahan
0,3064 mg− 0,2148 mg
% perolehan kembali = x 100%
0,0922 mg

= 98,91%

80
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 20. Perhitungan Rata-Rata, Standar Deviasi dan Relatif Standar deviasi
Perolehan Kembali Teofilin pada Tablet X

No Kadar Perolehan Kembali [X] (%) Xi-X (Xi-X)2


1 98,99 0,9111 0,8301
2 99,49 0,4111 0,1690
3 98,97 0,9311 0,8669
4 99,22 0,6811 0,4639
5 98,78 1,1211 1,2568
6 100,42 -0,5188 0,2692
7 101,2 -1,2988 1,6871
8 101,02 -1,1188 1,2519
9 101,02 -1,1188 1,2519
∑x = 899,11 ∑(Xi-X)2 = 8,0470
̅̅̅̅̅̅
𝑋 = 99,9011

∑(X− ̅X)
̅̅̅ 2 8,0470
SD = √ =√ = 1,003
n−1 9−1

SD
RSD = ̅ x 100%
X

1,003
= 99,9011 x 100%

= 1,004%

81
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 21. Perhitungan Rata-Rata, Standar Deviasi dan Relatif Standar
Deviasi Perolehan Kembali Salbutamol pada Tablet X
No Kadar Perolehan Kembali [X] (%) Xi-X (Xi-X)2
1 98,91 0,4488 0,2015
2 99,34 0,0188 0,0003
3 99,34 0,0188 0,0003
4 98,43 0,9288 0,8628
5 100,34 -0,9811 0,9625
6 100,34 -0,9811 0,9625
7 98,26 1,0988 1,2075
8 98,26 1,0988 1,2075
9 101,01 -1,6511 2,7261
∑x = 894,23 ∑(Xi-X)2 = 8,1314
̅̅̅̅̅̅
𝑋 = 99,35889

∑(X− ̅X)
̅̅̅ 2 8,1314
SD = √ =√ = 1,0083
n−1 9−1

SD
RSD = ̅ x 100%
X

1,0083
= 99,3588 x 100%

= 1,014%

82
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 22.Daftar Niliai Distribusi t

83
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 23.Sertifikat Teofilin

84
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 24.Sertifikat Salbutamol

85
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai