SKRIPSI
OLEH:
RIZKY MAYA SARI
NIM 121524081
SKRIPSI
OLEH:
RIZKY MAYA SARI
NIM 121524081
OLEH:
RIZKY MAYA SARI
NIM 121524081
Disetujui Oleh:
Pembimbing I, Panitia Penguji,
Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt Dra. Herawaty Ginting, M.Si., Apt.
NIP 195304031983032001 NIP195112231980032002
NIP 195112231980032002
Dra.
Dra. Aswita
Aswita Hafni
Hafni Lubis,
Lubis, M.Si.,
M.Si., Apt.
Apt.
Pembimbing II, NIP 195304031983032001
NIP 195304031983032001
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat mencapai gelar Sarjana
Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Isolasi
Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU Medan, yang telah
Poppy Anjelisa Zaitun Hasibuan M.si., Apt selaku pembimbing akedemik. Ibu
Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt dan Ibu Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt., yang
Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU Medan yang telah
mendidik selama perkuliahan. Bapak dan Ibu Kepala Laboratorium Penelitian dan
penelitian. Ibu Dra. Herawaty Ginting, M.Si., Apt., Bapak Suryadi Achmad,
M.Sc., Apt., Bapak Awaluddin Saragih, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang
telah memberikan kritik, saran dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
memberikan semangat, doa dan pengorbanan luar biasa dan tak sanggup penulis
iv
jabarkan baik moril maupun materi, juga kepada Abang-abang,kakak tercinta adek
tercinta, Uzir Farizal, Rahmad Zulmi, Sri Wahyuni, Asriani, Rizka Khaira.
jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis menerima kritik dan saran demi
kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan
Penulis
v
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI STEROID/TRITERPENOID PADA
SPONGE Xestospongia sp de Laubenfels DARI
PANTAI LHOK NGA ACEH BESAR
yarat untuk memperolehgelar Sarjana
bABSTRAK
Sponge merupakan salah satu hewan invertebrata laut yang hidup pada
terumbu karang yang mempunyai potensi bioaktif yang belum banyak
dimanfaatkan dalam berbagai keperluan, terutama untuk obat-obatan. Senyawa
metabolit sekunder yang terdapat dalam sponge adalah alkaloid,
steroid/triterpenoid dan sesquiterpenoid. Senyawa steroid/triterpenoid digunakan
dalam bidang pengobatan sebagai kardiotonik, prekursor vitamin D, kontrasepsi
oral dan antiinflamasi. Steroid/triterpenoid merupakan kelompok penting dari
produk alami yang memiliki profil farmakologi yang luas, diantaranya sebagai
pengatur hormon, antioksidan, anti-asma, bronkodilator dan menormalkan darah
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakterisasi simplisia, skrining
fitokimia dan isolasi senyawa steroid/triterpenoid dari sponge Xestospongia sp de
Laubenfels.
Ekstraksi dilakukan secara maserasi menggunakan pelarut adalah n-
heksana, ekstrak diuapkan dan di analisis dengan kromatografi lapis tipis (KLT)
dengan berbagai perbandingan pengembang, dilanjutkan isolasi menggunakan
kromatografi lapis tipis (KLT) preparatif. Terhadap isolat yang diperoleh
dilakukan uji kemurnian secara kromatografi lapis tipis 2 arah, selanjutnya di
karakterisasi secara spektrofotometri ultraviolet (UV) dan spektrofotometri
inframerah (IR).
Hasil karakterisasi simplisia Xestospongia adalah kadar air 6,00%, kadar
sari yang larut dalam air 4,47%, kadar sari yang larut dalam etanol 5,43%, kadar
abu total 10,13%, dan kadar abu tidak larut asam 7,07%. Hasil skrining fitokimia
kimia diperoleh senyawa alkaloid, steroid/triterpenoid, glikosida dan saponin.
Hasil isolasi diperoleh isolat harga Rf = 0,85 untuk fase (gerak 1) dan Rf 0,8 (fase
gerak 2). Hasil analisis isolat secara spektrofotometri UV memberikan absorbansi
maksimum pada panjang gelombang 203 nm dan hasil secara spektrofotometri IR
menunjukkan adanya gugus fungsi –OH, CH-alifatis, C=C, CH3, C=O. Isolat yang
diperoleh termasuk golongan senyawa steroid/triterpenoid.
vi
ISOLATION OF STEROIDAL/TERPENOIDAL COMPOUNDS FROM OF
SPONGE (Xeastospongia sp de Laubenfels) FROM LHOKNGA BEACH
ACEH BESAR
bABSTRACT
Sponge is one of ocean invertebrate which lives on coral reef and it has
Bioactive potential that has not been widely used in various occasion, especially
in drugs. Secondary metabolite compound that can be isolated from sponge is
Alkaloida from Xestospongia sp., Diterpenoida from Oceanapia sp.,
sesquiterpenoida from Dysidea herbaceae, isonitril and terpenoid from
Halicandria sp., and sesterterpenoid from Hyrtios erecta. Triterpenoid compound
can be used in various needs such as to treat diabetes, menstruation problem,
snakebite, skin problems, livers, malaria, infection, Analgesic and cancer. The
purpose of this research was to determine the simplex characterization,
phytochemical screening and isolating the steroidal/triterpenoidal compound of
Xestospongia sp leaves
Extraction accomplished by maceration of dried powdered plant material
with n-hexane, then the extract was fractionated preparative Thin Layer
Chromatography. The purity of isolates were confirmed by two-dimensional Thin
Layer Cromatography and the pure isolate was characterized with ultraviolet and
infrared spectrophotometric methods.
The result of simplex characterization gave water content 6.00%, water-
soluble extract 4.47%, ethanol-soluble extract 5.43%, total ash 10.13%, and acid-
insoluble ash 7.077%. The result of phytochemical screening of Xestospongia sp
leaves gave positive results for the presence of flavonoid, steroid/triterpenoid,
glycoside and saponin. Three pure isolates were obtained, with Rf = 0,8, the
measurement of uv spectrum gave maximum absorption at 203 nm. The result of
infrared spectrophotometric measurement indicated the presence of –OH, CH,
C=C, C-H3, C-O functional groups. The isolates were inferred as
steroid/triterpenoid compounds.
vii
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ..................................................................................................... i
ABSTRAK ............................................................................................... vi
2.1.1Habitat ........................................................................... 5
2.1.3Klasifikasi ...................................................................... 12
2.1.4Klasifikasi sponge.......................................................... 13
viii
2.2.1Alkaloid ......................................................................... 13
2.2.2Glikosida........................................................................ 14
2.2.3Saponin .......................................................................... 14
ix
3.5.4Larutan pereaksi Mayer .................................................. 23
3.6.7 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam ........ 27
x
3.7.6 Pemeriksaan antrakinon ............................................... 29
4.8 Hasil Uji Kemurnia Kromatografi Lapis Tipis Dua Arah ... 38
xi
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 40
5.1 Kesimpulan.............................................................................. 40
LAMPIRAN .............................................................................................. 44
xii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
xv
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI STEROID/TRITERPENOID PADA
SPONGE Xestospongia sp de Laubenfels DARI
PANTAI LHOK NGA ACEH BESAR
yarat untuk memperolehgelar Sarjana
bABSTRAK
Sponge merupakan salah satu hewan invertebrata laut yang hidup pada
terumbu karang yang mempunyai potensi bioaktif yang belum banyak
dimanfaatkan dalam berbagai keperluan, terutama untuk obat-obatan. Senyawa
metabolit sekunder yang terdapat dalam sponge adalah alkaloid,
steroid/triterpenoid dan sesquiterpenoid. Senyawa steroid/triterpenoid digunakan
dalam bidang pengobatan sebagai kardiotonik, prekursor vitamin D, kontrasepsi
oral dan antiinflamasi. Steroid/triterpenoid merupakan kelompok penting dari
produk alami yang memiliki profil farmakologi yang luas, diantaranya sebagai
pengatur hormon, antioksidan, anti-asma, bronkodilator dan menormalkan darah
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakterisasi simplisia, skrining
fitokimia dan isolasi senyawa steroid/triterpenoid dari sponge Xestospongia sp de
Laubenfels.
Ekstraksi dilakukan secara maserasi menggunakan pelarut adalah n-
heksana, ekstrak diuapkan dan di analisis dengan kromatografi lapis tipis (KLT)
dengan berbagai perbandingan pengembang, dilanjutkan isolasi menggunakan
kromatografi lapis tipis (KLT) preparatif. Terhadap isolat yang diperoleh
dilakukan uji kemurnian secara kromatografi lapis tipis 2 arah, selanjutnya di
karakterisasi secara spektrofotometri ultraviolet (UV) dan spektrofotometri
inframerah (IR).
Hasil karakterisasi simplisia Xestospongia adalah kadar air 6,00%, kadar
sari yang larut dalam air 4,47%, kadar sari yang larut dalam etanol 5,43%, kadar
abu total 10,13%, dan kadar abu tidak larut asam 7,07%. Hasil skrining fitokimia
kimia diperoleh senyawa alkaloid, steroid/triterpenoid, glikosida dan saponin.
Hasil isolasi diperoleh isolat harga Rf = 0,85 untuk fase (gerak 1) dan Rf 0,8 (fase
gerak 2). Hasil analisis isolat secara spektrofotometri UV memberikan absorbansi
maksimum pada panjang gelombang 203 nm dan hasil secara spektrofotometri IR
menunjukkan adanya gugus fungsi –OH, CH-alifatis, C=C, CH3, C=O. Isolat yang
diperoleh termasuk golongan senyawa steroid/triterpenoid.
vi
ISOLATION OF STEROIDAL/TERPENOIDAL COMPOUNDS FROM OF
SPONGE (Xeastospongia sp de Laubenfels) FROM LHOKNGA BEACH
ACEH BESAR
bABSTRACT
Sponge is one of ocean invertebrate which lives on coral reef and it has
Bioactive potential that has not been widely used in various occasion, especially
in drugs. Secondary metabolite compound that can be isolated from sponge is
Alkaloida from Xestospongia sp., Diterpenoida from Oceanapia sp.,
sesquiterpenoida from Dysidea herbaceae, isonitril and terpenoid from
Halicandria sp., and sesterterpenoid from Hyrtios erecta. Triterpenoid compound
can be used in various needs such as to treat diabetes, menstruation problem,
snakebite, skin problems, livers, malaria, infection, Analgesic and cancer. The
purpose of this research was to determine the simplex characterization,
phytochemical screening and isolating the steroidal/triterpenoidal compound of
Xestospongia sp leaves
Extraction accomplished by maceration of dried powdered plant material
with n-hexane, then the extract was fractionated preparative Thin Layer
Chromatography. The purity of isolates were confirmed by two-dimensional Thin
Layer Cromatography and the pure isolate was characterized with ultraviolet and
infrared spectrophotometric methods.
The result of simplex characterization gave water content 6.00%, water-
soluble extract 4.47%, ethanol-soluble extract 5.43%, total ash 10.13%, and acid-
insoluble ash 7.077%. The result of phytochemical screening of Xestospongia sp
leaves gave positive results for the presence of flavonoid, steroid/triterpenoid,
glycoside and saponin. Three pure isolates were obtained, with Rf = 0,8, the
measurement of uv spectrum gave maximum absorption at 203 nm. The result of
infrared spectrophotometric measurement indicated the presence of –OH, CH,
C=C, C-H3, C-O functional groups. The isolates were inferred as
steroid/triterpenoid compounds.
vii
BAB I
PENDAHULUAN
hayati laut yang besar. Salah satu sumber daya alam tersebut adalah terumbu
karang yang merupakan bagian dari ekosistem laut, dan merupakan sumber
Molusca, Crustaceae, Sponge, Alga dan biota lainnya (Amir dan Budiyanto,
1996).
Sponge merupakan salah satu hewan invertebrata laut yang hidup pada
sederhana dengan bentuk tubuh dan warna yang beraneka ragam (Handayani,
dkk., 2009). Penelusuran pustaka diketahui bahwa hewan laut ini mengandung
sekunder yang berhasil diisolasi dari sponge yaitu alkaloida dari Xestospongia sp.,
1
dan terpenoid dari Halicandria sp. dan seskuiterpenoid dari Hyrtios erecta (Crews
dari produk alami yang memiliki profil farmakologi yang luas, diantaranya
Laubenfels?
Laubenfels dapat diisolasi dan isolat yang diperoleh dapat diidentifikasi secara
2
1.3 Hipotesis
sebagai berikut:
Laubenfels) .
(Xestospongia sp de Laubenfels) .
3
1.5 Manfaat Penelitian
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Habitat
Habitat sponge terdapat pada daerah jernih dan menempel pada permukaan
substrat. Sponge Xestospongia sp merupakan salah satu jenis sponge yang banyak
pada pasir atau bebatuan menyebabkan hewan ini sulit untuk bergerak, untuk
mempertahankan diri dari serangan predator dan infeksi bakteri patogen, sponge
tubuhnya, zat ini umumnya yang dimanfaatkan sebagai bahan farmasi (Murniasih,
2003). Porifera yang sudah teridentifikasi ada 10.000 spesies, sebagian besar
hidup dilaut dan hanya 159 spesies hidup di air tawar, semuanya termasuk famili
Morfologi luar sponge laut sangat dipengaruhi oleh faktor fisik, kimiawi
Sebaliknya spesimen dari jenis yang sama pada lingkungan yang terlindung atau
pada perairan yang lebih dalam dan beruas terang, pertumbuhannya cenderung
tegak dan tinggi. Perairan yang lebih dalam sponge cenderung memiliki tubuh
yang lebih simetris dan lebih besar sebagai akibat lingkungan dari lingkungan
5
yang lebih stabil apabila dibandingkan dengan jenis yang sama yang hidup pada
perairan yang dangkal (Suparno, 2005). Sponge adalah biota multiseluler primitif
yang bersifat filter feeder menghisap air dan bahan-bahan lain di sekelilingnya
Hewan ini dapat hidup dengan baik pada arus air yang kuat, karena aliran
sponge terdiri dari detritus organik seperti bakteri, zooplankton dan phytoplankton
yang kecil-kecil yang mana secara efektif ditangkap oleh sel-sel berbulu
cambuknya. Sponge dapat menyaring partikel yang sangat kecil (diameter <
50μm) yang tidak tersaring oleh hewan-hewan laut lainnya (Amir dan Budiyanto,
1996).
beberapa sponge juga memiliki warna dalam tubuh yang berbeda dengan
pigmentasi luar tubuhnya. Sponge yang hidup di lingkungan yang gelap akan
berbeda warnanya dengan sponge sejenis yang hidup pada lingkungan yang cerah.
bervariasi dari sebesar kacang polong sampai 90 cm, bentuk tubuh sponge juga
6
Pada dasarnya dinding tubuh porifera terdiri atas tiga lapisan, (Suwignyo, dkk.,
2005) yaitu:
tubuh bagian dalam. Bagian sel pinacocyte dapat berkontraksi atau berkerut,
b) Mesohyl atau Mesoglea, terdiri dari zat semacam agar, mengandung bahan
tulang dan sel amebocyte yang mempunyai banyak fungsi, antara lain untuk
agak lonjong, ujung yang satu melekat pada mesohyl dan ujung yang lain
kelopak dari fibril. Getaran flagel pada lapisan choanocyte menghasilkan arus
alat penangkap makanan. Gambar organ sponge dapat dilihat pada Gambar 2.1
7
Berdasarkan sistem aliran air (bukan secara taksonomi), bentuk tubuh
1. Asconoid
atau jambangan kecil. Pori-pori atau lubang merupakan saluran pada sel porocyte
2. Syconoid
3. Leuconoid
leuconoid. Gambar tipe morfologi sponge dapat dilihat pada Gambar 2.2.
8
Spikula ibarat ‘rangka’ bagi tubuh sponge. Tulang yang berukuran kecil
dan tajam, dapat dilihat dengan mata telanjang dan mikroskop. Tubuh sponge
yang lunak dapat berdiri karena ditunjang oleh sejumlah besar spikula serta serat
organik yang berfungsi sebagai kerangka. Spikula kapur dari CaCO3 dan spikula
indikator untuk identifikasi. Gambar tipe spikula dapat dilihat pada gambar 2.3
Ukuran, bentuk dan susunan dari masing-masing spikula yang dikandung oleh
9
Budiyanto, 1996). Gambar megasklera dapat dilihat pada gambar 2.4 dan gambar
10
mempuyai tiga percabangan. Tetraxon berbentuk empat percabangan. Polyaxon
Gambar megasklera monoaxon dapat dilihat pada Gambar 2.6 dan Gambar
2.7.
11
Hewan avertebrata laut lainnya seperti pada karang, sponge juga tidak
memiliki ciri seksual sekunder yang dapat digunakan untuk menentukan jenis
seksualitasnya oleh karena itu, satu-satunya cara yang dapat dilakukan untuk
1) Hermaprodit, yaitu jenis sponge yang menghasilkan baik gamet jantan atau
betina selama hidupnya, tetapi menghasilkan telur dan sperma dalam waktu
yang berbeda.
2) Gonokhorik, yaitu jenis sponge yang memproduksi hanya gamet jantan atau
2.1.3 Klasifikasi
Filum Porifera yang dibagi dalam 3 kelas (Amir dan Budiyanto, 1996):
1. Kelas Hexactinellida
dimana masing-masing bidang terdapat dua jari-jari. Sponge dari kelas ini belum
banyak dikenal, karena sulit mendapatkan dan hanya terdapat di laut dalam (< 500
meter).
2. Kelas Calcarea
Spikula sponge ini tersusun dari kalsium karbonat dan tidak mengandung
spongin. Sebagian besar sponge dari kelas ini bentuknya kecil-kecil dan berwarna
putih keabu-abuan dan ada beberapa jenis berwana kuning, pink, atau hijau.
Elemen kerangka dari kelas Calcarea berbentuk spikula "triaxon" dan tidak ada
perbedaan antara Megasklera dan Mikrosklera. Beberapa jenis sponge ini yang
12
umum adalah Sycon gelatinosum (berbentuk silinder berwarna coklat muda),
3. Kelas Demospongiae
Hampir 75% jenis sponge yang dijumpai di laut adalah dari kelas
Demospongiae. Sponge dari kelas ini tidak memiliki spikula "triaxon" (spikula
kelas Hexactinellidae). Beberapa jenis sponge kelas ini ada yang tidak
saja.
Klasifikasi hewan sponge menurut ITS (2014) dan Walker (1932) adalah
sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Porifera
Kelas : Demospongiae
Ordo : Haploscleridae
Famili : Petrosidae
Genus : Xestospongia
2.2.1 Alkaloid
mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen,
13
biasanya sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloida mempunyai aktivitas
2.2.2 Glikosida
menjadi gula (glikon) dan senyawa lain (aglikon atau genin). Umumnya glikosida
mudah terhidrolisis oleh asam mineral atau enzim. Hidrolisis oleh asam
(Sirait, 2007).
menjadi:
a. Tipe O-glikosida, ikatan antara bagian glikon dengan aglikon melalui jembatan
b. Tipe C-glikosida, ikatan antara bagian glikon dengan aglikon melalui jembatan
c. Tipe S-glikosida, ikatan antara bagian glikon dengan aglikon melalui jembatan
d. Tipe N-glikosida, ikatan antara bagian dari glikon dengan aglikon melalui
2.2.3 Saponin
terhadap selaput lendir. Saponin mula-mula diberi nama demikian karena sifatnya
14
yang menyerupai sabun (bahasa Latin sapo berarti sabun). Saponin adalah
senyawa aktif permukaan yang kuat dan menimbulkan busa jika dikocok dalam
air dan pada konsentrasi yang rendah sering menyebabkan hemolisis sel darah
merah. Saponin sangat beracun dalam larutan yang sangat encer, untuk ikan dan
2.2.4 Steroid/triterpenoid
yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprena dan secara biosintesis
masuk jalur asam mevalonat yang diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik, yaitu
1987). Steroid pada umumnya berupa alkohol dengan gugus hidroksil pada C3
sehingga steroid sering juga disebut sterol (Robinson, 1995). Gambar struktur
15
2.3 Ekstraksi
atau hewan dengan menggunakan pelarut yang cocok (Handa, 2008). Beberapa
A. Cara dingin
1. Maserasi
2. Perkolasi
baru sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses
perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap
diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1–5 kali bahan Cara panas
3. Refluks
titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif
4. Digesti
temperatur lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum
16
5. Sokletasi
pelarut yang selalu baru sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut
6. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
7. Dekok
≥ 30
Dekoktasi adalah infus pada waktu yang lebih lama ( menit) dan
2.4 Kromatografi
diam (dapat berupa zat cair atau zat padat) dan fase gerak (dapat berupa gas atau
zat cair). Kromatografi serapan dikenal jika fase diam berupa zat, jika zat cair
17
- Kromatografi cair kinerja tinggi
menggunakan salah satu atau gabungan dari beberapa teknik tersebut dan dapat
pemisah terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga
berupa plat gelas, logam atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah
berupa larutan yang di totolkan baik berupa bercak ataupun pita. Plat atau lapisan
dimasukkan ke dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang
(Stahl, 1985). Fase gerak akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh
cara. Pengamatan dengan sinar ultraviolet adalah cara sederhana yang dilakukan
berfluorosensi jika disinari dengan sinar ultraviolet gelombang pendek (254 nm)
atau gelombang panjang (366 nm). Jika dengan cara itu senyawa tidak dapat
18
bercak tersebut tampak yaitu pertama tanpa pemanasan, kemudian bila perlu
cm. Pembatasan ketebalan lapisan dan ukuran plat sudah tentu mengurangi jumlah
bahan yang dapat dipisahkan dengan KLT preparatif. Penjerap yang paling umum
cuplikan dalam sedikit pelarut. Cuplikan ditotolkan berupa pita dengan jarak
sesempit mungkin karena pemisahan tergantung pada lebar pita. Penotolan dapat
dilakukan dengan pipet tetapi lebih baik dengan penotol otomatis. Pengembangan
plat KLT preparatif dilakukan dalam bejana kaca yang dapat menampung
beberapa plat. Bejana dijaga tetap jenuh dengan pelarut pengembang dengan
2.5 Spektrofotometri
Serapan cahaya oleh molekul dalam daerah spektrum ultraviolet tergantung pada
19
Suatu atom atau molekul menyerap sinar UV maka energi tersebut akan
lebih tinggi. Tipe eksitasi tergantung panjang gelombang cahaya yang diserap.
(Dachriyanus, 2004).
gelombang 4000–200 cm-1. Energi yang dihasilkan oleh radiasi ini akan
menyebabkan vibrasi atau getaran pada molekul. Pita absorpsi sinar infrared
sangat khas dan spesifik untuk setiap tipe ikatan kimia atau gugus fungsi
(Dachriyanus, 2004).
energi yang lebih tinggi ketika molekul-molekul ini menyerap radiasi infrared.
Hanya frekuensi (energi) tertentu dari radiasi infrared yang dapat diserap oleh
suatu molekul, agar molekul dapat menyerap radiasi infrared, maka molekul
tersebut harus mempunyai gambaran spesifik, yakni momen dipol molekul harus
20
BAB III
METODE PENELITIAN
kromatrografi lapis tipis preparatif. Terhadap isolat yang diperoleh dilakukan uji
kemurnian LKT satu arah dan KLT dua arah, dilanjutkan dengan karekterisasi
secara UV dan IR
seperangkat alat destilasi, seperangkat alat penetapan kadar air, oven listrik
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sponge dan air
suling dan bahan-bahan kimia yang digunakan kecuali dinyatakan lain berkualitas
pro analisis yaitu etil asetat, asam asetat anhidrida, asam sulfat pekat, kloroform,
toluen, timbal (II) asetat, amil alkohol, metanol, natrium hidroksida, asam klorida
anhidrida, α-naftol, amonia pekat, besi (III) klorida, iodium, raksa (II) klorida,
kalium iodida, bismut (III) nitrat dan asam nitrat pekat, n-heksana (destilasi),
etanol.
21
3.3 Pengumpulan dan Pengolahan Sponge
membandingkan dengan hewan serupa dari daerah lain. Sponge yang digunakan
halaman 45.
sponge dari kotoran-kotoran atau bahan asing lainnya, kemudian sponge yang
anginkan (terlindung dari sinar matahari langsung) lalu ditimbang (berat basah).
suhu 40-50oC. Simplisia yang telah kering disortasi kering yaitu memisahkan
22
3.4 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Fitokimia Fakultas Farmasi
Unversitas Sumatera Utara Medan.
sempurna. Lalu diambil lapisan jernih dan diencerkan dengan air secukupnya
23
3.5.6 Larutan pereaksi besi (III) klorida 1%
Sebanyak 1 g besi (III) klorida dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml
asam sulfat pekat. Larutan penyemprotnya dibuat dengan 20 bagian asam asetat
anhidrida dengan 1 bagian asam sulfat pekat dan 50 bagian kloroform. Larutan
Sebanyak 15,17 gram timbal (II) asetat dilarutkan dalam air suling bebas
24
3.5.13 Pereaksi asam nitrat 0,5 N
Sebanyak 3,4 ml asam nitrat pekat diencerkan dengan air suling hingga
dan mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari yang larut dalam air,
penetapan kadar sari yang larut dalam etanol, penetapan kadar abu total, dan
cara menaburkan serbuk simplisia di atas kaca objek yang telah ditetesi dengan
kloralhidrat dan ditutupi dengan cover glass (kaca penutup) kemudian dilihat di
(Depkes, 1995).
Cara kerja :
1. Penjenuhan toluen
25
Sebanyak 200 ml toluen dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu
menit dan volume air pada tabung penerima dibaca dengan 0,05 ml.
ke dalam labu yang berisi toluen tersebut, lalu dipanaskan hati-hati selama 15
menit. Setelah toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetesan
hingga 4 tetes perdetik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin
penerima dibiarkan dingin sampai suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah
sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air
dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa.
dikocok selama 6 jam pertama kemudian dibiarkan selama 18 jam lalu disaring.
Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan hingga kering dalam cawan penguap berdasar rata
yang telah ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar sari
larut dalam air dihitung dengan persen terhadap bahan yang telah kering (Depkes,
1995).
jam dengan 100 ml etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok selama 18
26
jam. Kemudian disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol 96%,
rata yang telah ditara dan sisanya dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot
tetap. Kadar sari larut dalam etanol dihitung dalam persen terhadap bahan yang
dimasukkan ke dalam cawan porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian
diratakan. Krus dipijar perlahan- lahan sampai arang habis, pemijaran dilakukan
pada suhu 500-600 oC selama 3 jam kemudian didinginkan dan ditimbang sampai
diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah kering
(Depkes, 1995).
Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25
ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam
kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam
27
heksana dilakukan dengan cara yang sama dengan skrining fsenyawa kimia
serbuk simplisia.
klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit,
a. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Mayer, akan
alkaloida.
akan terbentuk endapan berwarna coklat sampai hitam bila terdapat alkaloida.
Jika terbentuk busa setinggi 1 sampai 10 cm yang stabil tidak kurang dari 10
menit dan tidak hilang dengan penambahan asam klorida 2 N bila adanya saponin.
28
3.7.4 Pemeriksaan tanin
disaring, filtratnya diencerkan dengan air sampai tidak berwarna. Larutan diambil
sebanyak 2 ml dan ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1%. Jika
dengan air (7:3) dan 10 ml asam sulfat 2 N, direfluks selama 1 jam, didinginkan
dan disaring. Pada 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air dan 25 ml timbal asetat 0,4
isopropanol dan kloroform (2:3), dilakukan sebanyak 3 kali. Kumpulan sari air
diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 50oC. Sisanya dilarutkan dalam 2 ml
atas penangas air, pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi Molisch.
Tambahkan hati- hati 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung, terbentuknya
29
2 jam, disaring, filtrat diuapkan dalam cawan penguap dan pada sisanya
merah berubah menjadi ungu atau biru hijau bila adanya steroida/triterpenoida.
Cara kerja :
dalam bejana tertutup, dibiarkan di tempat sejuk, terlindungi cahaya selama 2 hari.
pada suhu 40-50oC sampai diperoleh ekstrak kental. Bagan pembuatan ekstrak n-
Ekstrak dianalisis secara KLT menggunakan fase diam silika gel GF 254
pereaksi Liebermann–Burchard.
Cara kerja :
chamber yang telah jenuh dengan uap fase gerak. Setelah pengembangan selesai
plat dikeluarkan dan dikeringkan, plat disemprot dengan penampak bercak dan
30
dipanaskan dalam oven pada suhu 110 0C selama 5 menit lalu diamati perubahan
warna yang terjadi. Bagan perolehan isolat dari ekstrak sponge dapat dilihat pada
Lampiran 7 halaman 51 dan hasil analisis ekstrak n-heksana secara KLT dapat
Burchard dan sebagai fase gerak digunakan n-heksana-etilasetat (70:30) dan fase
Cara kerja:
Ekstrak n-heksana ditotolkan seperti pita pada jarak 2 cm dari tepi bawah
plat KLT berukuran 20 x 10 cm yang telah diaktifkan, setelah kering plat KLT
dimasukkan ke dalam bejana yang telah jenuh dengan uap, fase gerak,
batas pengembangan plat dikeluarkan dari bejana lalu dikeringkan. Bagian tengah
plat ditutup dengan kaca yang bersih sedangkan pada sisi kanan dan kiri plat
yang sejajar dengan bercak berwarna ungu dikerok dan dikumpulkan, direndam
kemudian dilakukan uji kemurnian dengan KLT terhadap isolat yang diperoleh
31
3.11 Uji Kemurnian Terhadap Isolat
heksana-etilasetat (70:30).
Cara kerja:
Isolat ditotolkan pada plat lapis tipis, lalu dimasukan ke dalam chamber
yang telah jenuh dengan uap fase gerak. Setelah pengembangan selesai plat
Hasil uji KLT satu arah dapat dilihat pada Lampiran 10 halaman 54.
Cara kerja:
Isolat ditotolkan pada plat pra lapis silika gel GF254 ukuran 20x20 lalu
mencapai batas pengembangan, kemudian plat dikeluarkan dari dalam bejana dan
dikeringkan, setelah plat kering dikembangkan kembali dengan arah yang berbeda
pada suhu 110 oC selama 10 menit lalu ditandai bercak yang terbentuk (Gandjar
dan Rohman, 2012). Hasil uji KLT dua arah dapat dilihat pada lampiran 11
halaman 54.
32
3.12 Karakterisasi Isolat
Cara kerja:
Cara kerja:
alat mixture vibrator kemudian dicetak menjadi pelet pada tekanan 11,5 ton dan
33
BAB IV
Xeastospongia sp de Laubenfels.
sari larut air, kadar sari larut etanol, kadar abu total, kadar abu yang tidak larut
atau karang-karang mati, tubuh besar dan tumbuh tegak berbentuk seperti bunga,
terlihat adanya spikula megasklera monoaxon jenis Hastate oxea. Hasil dapat
34
Tabel 4.1 Hasil karakterisasi simplisia sponge
yaitu 6,00 % dengan tujuan untuk memberikan batasan minimal kandungan air
yang masih dapat ditolerir di dalam ekstrak karena tingginya kandungan air
menyebabkan ketidakstabilan sediaan obat, bakteri dan jamur cepat tumbuh dan
bahan aktif yang terkandung didalamnya dapat terurai. Kadar sari yang larut
dalam etanol dengan bobot persen 5,43 % penetapan kadar sari yang larut dalam
air dan etanol dilakukan untuk mengetahui banyaknya senyawa polar yang larut
Laubenfels hanya dilakukan pada simplisia saja karena keterbatasan ekstrak. Hasil
35
Tabel 4.2 Hasil skrining senyawa kimia simplisia Xeastospongia sp de
Laubenfels
mengandung alkaloid. Alkaloid dianggap positif jika terjadi endapan pada paling
sedikit dua atau tiga dari pereaksi yang ditambahkan (Depkes RI, 1995).
yang stabil dengan tinggi busa 3 cm dan tidak hilang dengan penambahan HCl 2
N,). Skrining glikosida menghasilkan adanya cincin ungu pada kedua batas cairan
36
cahaya sambil sering-sering diaduk, diserkai, diperas, ampas dicuci dengan n-
pada suhu 40-50oC sampai diperoleh ekstrak kental. Ekstrak yang diperoleh
Hasil analisis KLT menggunakan fase diam silika gel GF 254 dengan
paling baik.
Hasil kromatografi lapis tipis preparatif dari ekstrak sponge terdapat 3 pita
malam dalam metanol kemudian disaring lalu diuap dan diperoleh 3 isolat
diperoleh kristal amorf yang berwarna putih yang berupa isolat murni.
Terhadap isolat hasil isolasi KLT satu arah menggunakan fase diam silika
gel GF 254 menggunakan fase gerak n-heksana-etil asetat (70:30) diperoleh nilai
37
Rf 0,43 dengan penampak bercak Liebermann-Burchard. Hasil elusi menunjukkan
satu noda pada fase gerak yang digunakan diduga bahwa isolat yang diperoleh
telah murni.
menggunakan fase gerak 1 n-heksana-etil asetat (70:30) dengan nilai Rf 0,85 dan
gugus -OH alkohol, namun masih perlu dilakukan identifikasi untuk mengetahui
38
apakah gugus -OH ini berasal dari isolat atau berasal dari pelarut, karena pelarut
yang digunakan adalah metanol, Gugus -OH tersebut dikuatkan oleh serapan C=O
pada bilangan gelombang 1099,43 cm-1 dan puncak pada bilangan gelombang
1377,17 cm-1 menunjukkan adanya gugus metil (CH3). Bilangan gelombang 1635,
64 cm-1 adanya gugus C=C, dicocokkan dengan melihat CH-alifatis pada bilangan
gelombang 2949,30 cm-1 yang berada disebelah kanan dari bilangan gelombang
Gambar spektrum inframerah dari senyawa isolat dapat dilihat pada Gambar
39
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
sponge Xestospongia sp diperoleh kadar air 6,00%, kadar sari yang larut
dalam air 4,47%, kadar sari yang larut dalam etanol 5,43%, kadar abu total
10,13% dan kadar abu yang tidak larut dalam asam 7,07%.
C=C, –CH3 dan C=O. Isolat yang diperoleh merupakan isolat tunggal dan
5.2 Saran
40
DAFTAR PUSTAKA
Crews, P.,dan. Hunter, L. C. (1993). The Search for Antiparasitic Agents from
Marine Animals. Dalam: Marine Biotechnology. Volume I Pharmaceutical
and Bioactive Natural Products. Disunting Oleh: David H. Attaway dan
Oskar R. Zaborsky. New York: Plenum Press. Halaman 352-376.
Depkes RI. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Departemen Kesehatan
RI. Jakarta. Halaman 321-326.
Depkes RI. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI. Halaman. 1, 10-11.
Ditjen RI. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI. Halaman 33 – 34, 696.
Gritter, R.J., Bobbitt, J., dan Schwarting, A.E. (1991). Pengantar Kromatografi
Penerjemah: Kokasih Padmawinata. Edisi 2. Bandung: ITB. Halaman.
107-146.
Handa, S., Suman, P.S.K., Gennaro, L., dan Dev, D.R.. (2008). Extraction
Technologies For Medicinal And Aromatic Plants. Italy: International
Centre For Science and High Technology. Halaman 22.
Handayani, D., Esa A., Rustini. (2009) Isolasi Senyawa Kimia dan Uji Aktivitas
Antibakteri dari Fraksi Etil Asetat Spon Laut Petrosia nigrans. Jurnal
Sains dan Teknologi Farmasi. XIV(1) : 6–7.
41
Haris, A., Soedharma D., Zamani N,. Parwono., dan Racmania. (2012) Seksualitas
dan Perkembangan Gamet Sponge Laut Aaptos aaptus Schmidt. Jurnal
Natural Indonesia. XIV(3): 206.
Okwu, D.E., dan Ohenhen, O.N. (2010) Isolation and characterization of Steroidal
Gycosides from the leaves of Stachytarpheta Jamaicensis Linn
Vahl.Pelagia research library.1(2):6-14.
Sirait, M. (2007). Penuntun Fitokimia Dalam Farmasi. Bandung: ITB. Hal. 158.
Suwignyo, S., Widigdo, B., Wardiatno, Y., dan Krisanti, M. (2005). Avertebrata
Air. Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 34-36.
42
Tyler, V.E., Brady, L.R., dan Robbers, J.E. (1976). Pharmacognosy. Third
edition. Philadelphia: Lea dan Febriger. Halaman 76.
Walker Max (1932). Proceeding Of The United States National Mesem, United
States National Meseum. The Marine And Fresh-Water Sponges Of
Califonia xvii. Halaman 93.
43
Lampiran 1. Identifikasi Sampel
44
Lampiran 2. Gambar sponge Xeastospongia sp de Laubenfels segar
45
Lampiran 3. Gambar simplisia dan serbuk sponge Xestospongia sp de Laubenfela
46
Lampiran 4. Gambar makroskopik sponge
Keterangan :
47
Lampiran 5. Gambar mikroskopik serbuk simplisia
Keterangan : Pembesaran 10 X 10
48
Lampiran 6. Gambar bagan pembuatan ekstrak n–heksana sponge
Xeastospongia sp de Laubenfels
disortasi basah dari pengotor
dicuci dengan air mengalir
ditiriskan
dipotong/dikecilkan ukurannya
ditimbang berat basah
dimasukkan dalam lemari pengering
Simplisia
disortasi kering
detimbang berat kering
diserbukkan dengan blender
Serbuk simplisia
dimasukkan kedalam wadah tertutup
dituangkan cairan penyari n-heksana secukupnya
sampai semua simplisia terendam
ditutup mulut wadah maserasi dengan alumunium
foil
direndam selama 5 hari , sambil sering –sering
diaduk
diserkai /diperas
Maserat 1 Ampas
Maserat
49
Lampiran 7. Gambar bagan perolehan isolat
Ekstrak n-heksana
Pengembang terbaik
Di KLT preparatif dengan
fase gerak
n-heksana-etilasetat s
isolat
50
Lampiran 8. Gambar hasil analisis senyawa steroid/triterpenoid secara KLT
bp
tp
51
Lampiran 9. Gambar hasil isolasi senyawa steroid/triterpenoid secara KLT
preparatif
bp
tp
Keterangan: Fase diam silika gel GF254, fase gerak n-heksana-etilasetat (70:30),
penampak bercak Liebermann-Burchard, tp = titik penotolan, bp =
batas pengembangan.
52
Lampiran 10. Gambar hasil uji kemurnian KLT satu arah
bp
tp
Keterangan: Fase diam silika gel GF254, fase gerak = n-heksana-etilasetat (70:30)
53
Lampiran 11. Gambar hasil uji kemurnian KLT dua arah
A2
GBp 2
GBp 1
A1
tp
54
Lampiran 12. Perhitungan hasil penetapan kadar
1. Sampel 1
Berat sampel = 5,000 g
0,4
Kadar air = x100%
5,000
= 7,99 %
2. Sampel
Berat sampel = 4,99 g
0,4
Kadar air = � 100%
4,99
= 8,01 %
3. Sampel 3
Berat sampel = 5,000 g
0,1
Kadar air = x100%
5,000
= 2%
7,99%+8,01%+2%
Kadar air rata – rata =
3
=6%
55
Lampiran 12. (Lanjutan)
0,2920,008 100
Kadar sari larut dalam air = x x 100%
5,000 20
= 8,01 %
117 100
Kadar sari larut dalam air = x x 100%
5,012 20
= 4,67 %
0,02 100
Kadar sari larut dalam air = x x 100%
5,000 20
= 0,8 %
56
Lampiran 12. (Lanjutan)
8,01%+4,67%+0,8%
Kadar sari larut dalam air rata – rata =
3
= 4,473 %
57
Lampiran 12. (Lanjutan)
5,756%+4,806%+5,75%
Kadar sari larut dalam etanol rata-rata =
3
= 5,4374 %
1. Sampel I
Berat simplisia = 2,0010 g
Berat abu = 0,2180 g
0,2180
Kadar abu total = x 100%
2,0010
= 10%
2. Sampel II
Berat simplisia = 2,002 g
Berat abu = 0,200 g
0,200
Kadar abu total = x 100%
2,002
= 9,9%
3. Sampel III
Berat simplisia = 2,001 g
Berat abu = 0,2110g
0,2110
Kadar abu total = x 100%
2,001
= 10,5%
10%+9,9%+10,5%
Kadar abu total rata-rata =
3
= 10,13%
58
Lampiran 12. (Lanjutan)
1. Sampel I
Berat simplisia = 2,0010 g
Berat abu = 0,2011 g
0,2011
Kadar abu tidak larut asam = x 100%
2,0010
= 10,05 %
2. Sampel II
Berat simplisia = 2,0010 g
Berat abu = 0,1220 g
0,1220
Kadar abu tidak larut asam = � 100%
2,0010
= 6,096 %
3. Sampel III
Berat simplisia = 2,0111 g
Berat abu = 0,1023 g
0,1023
Kadar abu tidak larut asam = x 100%
2,0111
= 5,087 %
10,5%+6,096%+5,087
Kadar abu tidak larut asam rata-rata =
3
= 7.077%
59