Anda di halaman 1dari 92

1

Jurnal Ilmiah
Farmako Bahari
PIMPINAN UMUM/PENANGGUNG JAWAB
DEKAN FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS GARUT

WAKIL PIMPINAN UMUM/WAKIL PENANGGUNG JAWAB


KETUA PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS GARUT

MITRA BESTARI
Prof. Dr.H.Anas Subarnas, M.Sc., Apt.
Prof.Dr. Entun Santosa, M.Sc.
Prof.Dr.H.Muhammad Ali Ramdhani, MT.
Prof.Dr. Ieke Sartika, MS.

DEWAN EDITOR
Ketua : dr.Hj. Syifa Hamdani, MARS.
Sekretaris : Setiadi Ihsan, M.Si., Apt.
Anggota : Riska Prasetiawati, M.Si., Apt
Dr. Nizar AH,MM.,MT.,M.Si

EDITOR PELAKSANA
Ketua : Dr. Ria Mariani, M.Si., Apt
Sekretaris : Revi Yenti, M.Si., Apt
Anggota : Daden Wahyudin Darajat, M.Pd
Wiwin Winingsih, M.Si., Apt

Penerbit:
Jurusan Farmasi FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS GARUT

Alamat Penerbit
Jurusan Farmasi FMIPA UNIGA
Jl. Jati No. 42B Kecamatan Tarogong Kaler Kab. Garut 44151
Telp/Fax (0262) 540007
email : farmasiuniga@yahoo.com
website: www.fmipa.uniga.ac.id

2
Kata Pengantar

Puji Syukur ke Hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat-Nya sehingga Jurnal
Farmako Bahari ini dapat terbit.

Seiring dengan meningkatnya kemajuan dan ilmu pengetahuan serta sumber daya
manusia maka hasil-hasil penelitian maupun teori baru dalam bidang farmasi perlu
dipublikasikan. Berkaitan dengan hal ini, Program Studi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Garut berinisiatif untuk memberikan ruang dan peluang
bagi akademisi, peneliti, dan mahasiswa untuk menuangkan tulisannya dalam Jurnal
Farmako Bahari.

Jurnal Farmako Bahari diharapkan dapat terbit dua kali setahun dengan topik kajian
yang beragam sesuai dengan bidang kefarmasian.

Semoga Jurnal Farmako Bahari ini dapat menambah dan melengkapi diseminasi hasil
hasil penelitian di bidang farmasi.

Pimpinan Umum
Jurnal Farmako Bahari

Prof.Dr. Ny. Iwang S Soediro

3
Jurnal Ilmiah
Farmako Bahari
Juli 2014, Volume 5 Nomor 2

Hal

Kata Pengantar i
Daftar Isi ii

Novianti KAJIAN ETNOFARMAKOGNOSI DAN ETNOFARMAKOLOGI 1-19


PENGGUNAAN TUMBUHAN OBAT DI DESA CISANGKAL
KECAMATAN CIHURIP KABUPATEN GARUT TAHUN 2014

Retty Handayani FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIK MIKROEMULSI 20-42


EKSTRAK DAUN KEMANGI (Ocimum americanum L.)
SEBAGAI ANTIOKSIDAN

Ardi Rustamsyah ISOLASI FLAVONOID DARI EKSTRAK METANOL DAUN 43-59


SIMPUR (Dillenia suffruticosaGriff. ex Hook)

Deden Winda AKTIVITAS ANALGETIK EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG 60-68


Suwandi SIDAGURI (Sida rhombifolia L.) PADA MENCIT JANTAN
GALUR SWISS WEBSTER DENGAN METODE GELIAT
(SIEGMUND)

Farid Perdana TELAAH PENDAHULUAN FITOKIMIA DAUN PEPINO 69-78


(Solanum muricatum. L)

Ruchiyat ANALISIS KANDUNGAN LOGAM Fe DAN Mn ES BATU 79-88


YANG ADA DI KECAMATAN TAROGONG KABUPATEN
GARUT DENGAN METODE SPEKTROFOMETRI SERAPAN
ATOM

4
KAJIAN ETNOFARMAKOGNOSI DAN ETNOFARMAKOLOGI PENGGUNAAN
TUMBUHAN OBAT DI DESA CISANGKAL KECAMATAN CIHURIP
KABUPATEN GARUT TAHUN 2014

Novianti

Abstrak

Telah dilakukan kajian etnofarmakognosi dan etnofarmakologi penggunaan


tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat di Desa Cisangkal Kecamatan
Cihurip Kabupaten Garut. Penelitian dilakukan pada periode januari 2014
sampai dengan maret 2014. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 24 suku
tumbuhan dan 36 spesies tumbuhan yang digunakan sebagai pengobatan
di Desa Cisangkal Kecamatan Cihurip Kabupaten Garut, dengan suku
tumbuhan yang paling banyak digunakan adalah Zingiberaceae.
Berdasarkan golongan obatnya yang paling banyak adalah obat maag.
Penggunaan bagian tumbuhan yang paling banyak adalah daun. Tumbuhan
yang digunakan sebagai obat paling banyak diperoleh di pekarangan
rumah. Cara pengolahan tumbuhan paling banyak direbus. Terdapat 25
tumbuhan obat yang telah ditemukan penelitian farmakologinya yang
sesuai dengan penggunaan empiris yaitu daun salam, daun sirih, rimpang
koneng gede, daun jambu batu, daun jati belanda, daun ki rinyuh, daun ki
pecah beling, daun sirsak, daun babadotan, rimpang cikur, daun alpuket,
rimpang jahe, kulit buah manggis, daun sukun, daun kumis kucing, buah
jeruk nipis, rimpang koneng, daun katuk, daun singkong, biji jambe,
rimpang lempuyang, akar eurih, daun randu, daun ki urat dan buah
takokak.

Kata kunci: etnofarmakognosi, etnofarmakologi, Cisangkal

1. Pendahuluan

Sejak lama manusia menggunakan tumbuhan dan bahan alami lainnya untuk
mengurangi rasa sakit, menyembuhkan dan mencegah penyakit tertentu, selain
itu juga berkhasiat untuk mempercantik diri serta menjaga kondisi badan agar
tetap sehat dan bugar (1). Keanekaragaman hayati Indonesia adalah sangat
penting bagi keberlangsungan kehidupan bangsa. Hal ini bukan karena posisinya
sebagai salah satu negara terkaya di dunia dalam keanekaragaman hayati, tetapi
karena keterkaitannya yang erat dengan kekayaan keanekaragaman budaya
lokal dan pengetahuan tradisional yang dimiliki bangsa ini (2). Indonesia

5
merupakan salah satu negara dengan kekayaan hayati terbesar di dunia yang
memiliki lebih dari 30.000 spesies tanaman tingkat tinggi.

Jauh sebelum penjajahan Belanda, bangsa Indonesia telah mengenal


pengobatan secara tradisional, misalnya dengan tumbuhan, binatang, mineral,
doa dan pijat. Sayangnya, cara-cara ini tidak dicatat dengan baik karena teknik
pengobatannya diajarkan secara lisan. Dalam perkembangannya banyak teknik
kuno yang hilang atau terlupakan. Oleh karena itu, jenis-jenis tumbuhan obat
dan penggunaannya harus dilestarikan oleh penerusnya. Hal tersebut
disebabkan pengetahuan tentang cara penyembuhan terhadap penyakit yang
dilakukan oleh nenek moyang zaman dahulu sebenarnya sangat bermanfaat dan
aman bagi kesehatan (3).

Sumber pengobatan di dunia mencakup tiga sektor yang saling terkait, yaitu
pengobatan rumah tangga atau pengobatan sendiri, pengobatan medis, dan
pengobatan tradisional. Persentase terbesar masyarakat memilih pengobatan
sendiri untuk menanggulangi keluhannya. Pengobatan sendiri adalah upaya
pengobatan sakit menggunakan obat, obat tradisional atau cara tradisional
tanpa petunjuk ahlinya. Perilaku pengobatan sendiri menggunakan obat
tradisional merupakan salah satu perilaku kesehatan (4). Di Indonesia, sekalipun
pelayanan kesehatan modern telah berkembang, jumlah masyarakat yang
memanfaatkan pengobatan tradisional tetap tinggi. Menurut Survei Sosial
Ekonomi Nasional tahun 2001; 57,7% penduduk Indonesia melakukan
pengobatan sendiri tanpa bantuan medis; 31,7% diantaranya menggunakan
tumbuhan obat tradisonal dan 9,8% memilih cara pengobatan tradisional
lainnya (5).

Meningkatnya penggunaan obat tradisional salah satunya disebabkan harga


obat-obatan sintetis saat ini sudah semakin mahal, sehingga masyarakat mulai
mencari alternatif pengobatan yang murah, mudah didapatkan, tetapi tidak
kalah manjur dengan obat-obatan tersebut dengan efek samping yang
ditimbulkan sangat kecil atau seminimal mungkin.

Banyak masyarakat di Desa Cisangkal Kecamatan Cihurip Kabupaten Garut yang


menggunakan tumbuhan obat sebagai pertolongan pertama dalam pengobatan.
Masyarakat setempat menganggap suatu tanaman tertentu memiliki khasiat
sebagai obat dengan efek samping yang sangat kecil, dan tanaman tersebut pun
mudah di dapatkan di lingkungan sekitarnya, selain itu faktor sulitnya
mendapatkan transportasi umum, keadaan jalan dan jarak tempuh dari tempat
tinggal ke pusat kesehatan pun menjadi alasan untuk masyarakat menggunakan
tanaman obat. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian studi literatur terhadap
tanaman-tanaman yang sering digunakan sebagai obat oleh masyarakat Desa
Cisangkal Kecamatan Cihurip Kabupaten Garut.

6
Pada penelitian ini yang menjadi dasar penelitian adalah tumbuhan obat apa
saja yang digunakan oleh masyarakat Desa Cisangkal Kecamatan Cihurip
Kabupaten Garut, serta bagaimana cara penggunaan, khasiat dan kajian ilmiah
dari tumbuhan tersebut.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menginventarisasi, mendokumentasi dan


mendeterminasi tumbuhan obat yang digunakan oleh masyarakat Desa
Cisangkal Kecamatan Cihurip Kabupaten Garut dan bagaimana cara
penggunaannya serta khasiat yang diberikan oleh tumbuhan tersebut, sehingga
pengetahuan pengobatan tradisional menjadi tercatat dan dapat dilestarikan.

2. Metode Penelitian

Metode penelitian ini meliputi studi area, studi etnofarmakognosi dan


etnofarmakologi. Studi area meliputi observasi, yaitu melakukan survei atau
pengamatan mengenai lokasi Desa Cisangkal Kecamatan Cihurip yang akan
menjadi objek penelitian dan pengumpulan data. Studi etnofarmakognosi dan
etnofarmakologi meliputi wawancara terhadap beberapa masyarakat Desa
Cisangkal Kecamatan Cihurip yang memiliki pengetahuan tentang tumbuhan
obat dan terhadap tokoh masyarakat serta paraji di Desa Cisangkal Kecamatan
Cihurip. Pengambilan spesimen berdasarkan hasil wawancara, kemudian
dilakukan identifikasi terhadap tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat
Kecamatan Cihurip dalam upaya pengobatan. Setelah dilakukan
pengelompokkan jenis tumbuhan spesimen, maka dilakukan determinasi di SITH
Herbarium Bandungense. Selanjutnya dilakukan pembandingan antara
penggunaan empiris taumbuhan obat oleh masyarakat dengan kajian ilmiah
untuk membuktikan khasiat dari tumbuhan tersebut.

3. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Studi Area
Pengamatan lokasi Desa Cisangkal Kecamatan Cihurip berdasarkan letak
geografis, letak sumber mata air, sawah, kebun, hutan dan pengumpulan data
penduduk. Desa Cisangkal Kecamatan Cihurip merupakan salah satu desa yang
ada di Kecamatan Cihurip. Desa Cisangkal terletak di sebelah selatan Kecamatan
Cihurip dengan luas wilayah 571 Ha dengan batas-batas wilayah sebelah utara
berbatasan dengan Desa Jayamukti Kecamatan Cihurip, sebelah timur
berbatasan dengan Desa Purwajaya Kecamatan Pendeuy, sebelah barat
berbatasan dengan Desa Jayamukti Kecamatan Cihurip dan sebelah selatan

7
berbatasan dengan Desa Jatisari Kecamatan Cisompet. Sumber mata air yang
digunakan oleh masyarakat Desa Cisangkal berasal dari gunung yang disebut
ciliang. Terdapat 162 Ha sawah yang terletak di sebelah utara, kebun 159 Ha
yang terletak di sebelah barat, hutan terletak di sebelah timur dengan jumlah
penduduk sebanyak 3.118 jiwa.

Data Penduduk Desa Cisangkal Kecamatan Cihurip

Kepala
Pria Wanita Jumlah total
keluarga
Jumlah 953 1560 1558 3118

Studi Etnofarmakognosi dan Etnofarmakologi


Penelitian yang dilakukan meliputi penelitian kualitatif dan kuantitatif.
Penelitian kualitatif dilakukan dengan cara observasi, dengan wawancara
terbuka. Wawancara dilakukan terhadap beberapa narasumber yaitu terhadap
seorang tokoh masyarakat yang bernama Bapak Aen dan terhadap seorang
paraji ma Ihat dan dua orang narasumber yaitu Ibu Kulsum dan Ibu Yani.
Penelitian kuantitatif dilakukan dengan cara pengumpulan data tentang
tumbuhan obat. Pada saat melakukan penelitian kualitatif dan kuantitatif ini,
dilakukan pendekatan etnofarmakognosi seperti mengenali nama tumbuhan,
morfologi tumbuhan, waktu pemanenan atau pemetikan tumbuhan, cara
pencucian dan pengeringan tumbuhan, jenis alat rebusan, cara pembuatan dan
penggunaan ramuan, cara perebusan, cara penyimpanan ramuan obat, cara
meminum ramuan obat, bagian tumbuhan yang digunakan, dan
pembudidayaan tumbuhan obat yang digunakan sebagai pengobatan.
Pendekatan etnofarmakologi juga dilakukan seperti khasiat dan dosis
penggunaan atau takaran penggunaan. Sampel tumbuhan yang telah diambil
kemudian dideterminasi Herbarium Bandungense, SITH ITB.

Dari berbagai tumbuhan yang digunakan sebagai pengobatan di Desa Cisangkal,


tidak terlalu diperhatikan waktu pemanenan/pemetikannya. Tumbuhan dipanen
ketika tumbuhan tersebut terlihat sudah tua/matang. Cara pencucian dari
berbagai tumbuhan yang digunakan dengan cara direndam terlebih dahulu
untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang menempel pada bagian tumbuhan
kemudian dicuci dengan air mengalir. Sebagian besar tumbuhan yang digunakan
tidak dikeringkan terlebih dahulu karena langsung digunakan dalam keadaan
segar. Jenis alat perebusannya oleh ahli pengobatan direkomendasikan
menggunakan kendi, namun kebanyakan masyarakat menggunakan panci. Cara
perebusan berbagai tumbuhan dengan menggunakan api sedang. Ramuan yang
telah selesai dibuat lalu didinginkan dan langsung diminum, namun jika ingin
disimpan maka disimpan dalam wadah tertutup dan tidak lebih dari 12 jam.

8
Sebagian besar ramuan diminum setelah makan. Tidak ada pembudidayaan
tumbuhan obat.

Penggunaan Tumbuhan Obat di Desa Cisangkal


Dari hasil penelitian diketahui bahwa masyarakat Desa Cisangkal Kecamatan
Cihurip menggunakan beberapa jenis tumbuhan yang digunakan dalam
pengobatan yang dapat dilihat pada lampiran 5.

Suku Tumbuhan yang Digunakan


Dari hasil penelitian diketahui bahwa penduduk Desa Cisangkal Kecamatan
Cihurip Kabupaten Garut mengenal beberapa jenis suku tumbuhan yang
digunakan untuk menyembuhkan berbagai jenis penyakit

Suku Tumbuhan yang Digunakan

No Suku Jumlah spesies Persentase (%)


1 Zingiberaceae 5 13,89
2 Asteraceae 3 8,34
3 Piperaceae 3 8,34
4 Euphorbiaceae 2 5,56
5 Poaceae 2 5,56
6 Rutaceae 2 5,56
7 Myrtaceae 2 5,56
8 Lauraceae 1 2,77
9 Malvaceae 1 2,77
10 Cucurbitaceae 1 2,77
11 Arecaceae 1 2,77
12 Lamiaceae/Labiatae 1 2,77
13 Moraceae 1 2,77
14 Annonaceae 1 2,77
15 Clusiaceae (Guttiferae) 1 2,77
16 Acanthaceae 1 2,77
17 Menispermaceae 1 2,77
18 Verbenaceae 1 2,77
19 Liliaceae 1 2,77
20 Crassulaceae 1 2,77
21 Bombacaceae 1 2,77
22 Agavaceae 1 2,77
23 Plantaginaceae 1 2,77
24 Solanaceae 1 2,77
Jumlah 36 100

9
Dari hasil penelitian dan determinasi tersebut, diketahui terdapat 24 suku dan
36 spesies tumbuhan yang digunakan sebagai pengobatan di Desa Cisangkal
Kecamatan Cihurip Kabupaten Garut. Suku tanaman yang paling banyak
digunakan sebagai pengobatan adalah Zingiberaceae dengan persentase
13,89%; selanjutnya berturut-turut yaitu Asteraceae dan Piperaceae dengan
persentase 8,34%; (Myrtaceae, Euphorbiaceae, Poaceae, dan Rutaceae dengan
persentase 5,56%); (Annonaceae, Verbenaceae, Lauraceae, Moraceae,
Arecaceae, Acanthaceae, Malvaceae, Cucurbitaceae, Lamiaceae, Clusiaceae,
Menispermaceae, Liliaceae, Crassulaceae, Bombacaceae, Agavaceae,
Plantaginaceae, Solanaceae dengan persentase 2,77%). Hal itu mungkin
dikarenakan suku tumbuhan tersebut dapat tumbuh di daerah Desa Cisangkal,
mudah didapatkan dan sudah digunakan secara turun-temurun oleh masyarakat
Desa Cisangkal Kecamatan Cihurip Kabupaten Garut.
Macam-macam Golongan Obat
Dari hasil penelitian diketahui bahwa penduduk Desa Cisangkal Kecamatan
Cihurip Kabupaten Garut mengenal beberapa jenis golongan obat dan
tumbuhan-tumbuhan yang digunakan untuk menyembuhkan berbagai jenis
penyakit
Macam-macam Golongan Obat
No Golongan obat / khasiat Jumlah tumbuhan Persentase (%)
1 Obat maag 9 21,44
2 Obat ginjal 6 14,29
3 Obat hipertensi 3 7,15
4 Obat benjol 2 4,76
5 Obat memperlancar asi 2 4,76
6 Obat kolesterol 2 4,76
7 Obat demam 2 4,76
8 Obat pengerut rahim 2 4,76
9 Obat luka luar 2 4,76
10 Obat penambah stamina 2 4,76
11 Obat mata 1 2,38
12 Obat jantung 1 2,38
13 Obat batuk 1 2,38
14 Obat keputihan 1 2,38
15 Obat amandel 1 2,38
16 Obat pijat anak 1 2,38
17 Obat cacing 1 2,38
18 Obat kelenjar 1 2,38
19 Obat demam berdarah 1 2,38
20 Obat kulit 1 2,38
Jumlah 42 100

10
Dari hasil penelitian yang menjadi khasiat dari berbagai tanaman obat di Desa
Cisangkal Kecamatan Cihurip Kabupaten Garut terdapat 20 macam golongan
obat. Yang paling banyak adalah golongan obat maag dengan persentase
21,44%; selanjutnya berturut-turut yaitu obat ginjal dengan persentase 14,29%;
obat hipertensi dengan persentase 7,15%; (obat benjol, obat memperlancar asi,
obat kolesterol, obat demam, obat luka luar, obat penambah stamina dan obat
pengerut rahim dengan persentase 4,76%); (obat jantung, obat batuk, obat
keputihan,obat mata, obat kulit, obat amandel, obat pijat anak, obat cacing,
obat kelenjar, obat demam berdarah dengan persentase 2,38%). Golongan obat
yang paling banyak ditemukan adalah obat untuk mengatasi penyakit maag dan
ginjal. Umumnya obat maag ini dikonsumsi oleh para wanita sedangkan obat
ginjal oleh pria.

Bagian Tumbuhan yang Digunakan


Dari hasil penelitian diketahui bahwa penduduk Desa Cisangkal Kecamatan
Cihurip Kabupaten Garut mengenal beberapa jenis bagian tumbuhan yang
digunakan untuk menyembuhkan berbagai jenis penyakit

Bagian Tumbuhan yang Digunakan

Bagian tumbuhan yang


No Jumlah Persentase (%)
digunakan
1 Daun 24 58,57
2 Rimpang 6 14,63
3 Buah 3 7,32
4 Biji 2 4,88
5 Getah 1 2,49
6 Umbi 1 2,49
7 Batang 1 2,49
8 Akar 1 2,49
9 Kulit buah 1 2,49
Jumlah 41 100

Dari hasil penelitian di Desa Cisangkal Kecamatan Cihurip Kabupaten Garut


diketahui jenis bagian tumbuhan yang digunakan untuk menyembuhkan
berbagai jenis penyakit. Dimana bagian tumbuhan yang paling banyak
digunakan adalah daun dengan persentase 58,57%; selanjutnya berturut-turut
yaitu rimpang dengan persentase 14,63%; buah dengan persentase 7,32%;
(getah dan biji dengan persentase 4,88%); (umbi, batang, akar dan kulit buah
dengan persentase 2,49%). Daun merupakan bagian tumbuhan yang paling
banyak digunakan oleh karena mudah diambil dan mudah tumbuh lagi.
Sedangkan buah tidak bisa diambil setiap waktu karena tumbuhan tidak

11
sepanjang waktu berbuah, dan juga tidak semua tumbuhan berbuah, sedangkan
akar bisa mematikan tumbuhan apabila akarnya dicabut.

Cara Pengolahan Tumbuhan Obat


Dari hasil penelitian diketahui bahwa penduduk Desa Cisangkal Kecamatan
Cihurip Kabupaten Garut mengenal cara pengolahan tumbuhan obat yang
digunakan untuk menyembuhkan berbagai jenis penyakit

Cara Pengolahan Tumbuhan Obat

No Cara pengolahan Jumlah Persentase (%)


1 Direbus 19 52,78
2 Diremas/diparud/ditumbuk lalu 5 13,89
dimakan/diminum
3 Diremas/ditumbuk lalu ditempel 4 11,11
4 Dioleskan/dibalurkan 3 8,33
5 Dimakan langsung/dikunyah 2 5,56
6 Diteteskan 1 2,77
7 Dikukus 1 2,77
8 Disayur 1 2,77
Jumlah 36 100

Dari hasil penelitian di Desa Cisangkal Kecamatan Cihurip Kabupaten Garut


diketahui cara pengolahan tumbuhan obat yang digunakan untuk
menyembuhkan berbagai jenis penyakit. Dimana cara pengolahan yang paling
banyak adalah direbus dengan persentase 52,78%; selanjutnya berturut-turut
yaitu (diremas/diparud/ditumbuk lalu dimakan/diminum dengan persentase
13,89%); (diremas/ditumbuk lalu di tempel (penggunaan luar) dengan
persentase 11,11%; (dimakan langsung/dikunyah, dioleskan/dibalurkan, dan
diteteskan dengan persentase 5,56%); (dikukus, dan disayur dengan persentase
2,77%). Cara pengolahan tumbuhan obat dengan cara direbus paling banyak
digunakan oleh penduduk Desa Cisangkal Kecamatan Cihurip Kabupaten Garut
karena direbus bisa mengurangi rasa hambar dan pahit dibandingkan dimakan
langsung, serta dengan direbus lebih steril karena bisa membunuh kuman
ataupun bakteri yang patogen.

Distribusi Loksi Tumbuhan Obat


Dari hasil penelitian diketahui bahwa penduduk Desa Cisangkal Kecamatan
Cihurip Kabupaten Garut menemukan beberapa jenis tumbuhan yang digunakan
untuk menyembuhkan berbagai penyakit di berbagai tempat

12
Distribusi Lokasi Tumbuhan Obat

No Lokasi tumbuhan obat Jumlah Persentase (%)


1 Pekarangan rumah 15 41,67
2 Kebun Pinggir jalan/sawah 7 19,44
3 Hutan Sawah 7 19,44
4 Pinggir jalan/sawah 6 16,67
5 Sawah 1 2,78
Jumlah 36 100

Dari hasil penelitian di Desa Cisangkal Kecamatan Cihurip Kabupaten Garut


diketahui tumbuhan yang digunakan untuk menyembuhkan berbagai macam
penyakit. Dimana paling banyak ditemukan di pekarangan rumah dengan
persentase 41,67% ; kebun dan hutan dengan persentase 19,44% ; pinggir jalan
atau pinggir sawah 16,67% dan sawah 2,78%. Hal tersebut mungkin disebabkan
karena masyarakat Desa Cisangkal Kecamatan Cihurip Kabupaten Garut
memanfaatkan tumbuhan yang terdekat dahulu dan menanam tumbuhan yang
berguna bagi obat dipekarangan rumah sehingga apabila diperlukan mudah
untuk didapatkan, sedangkan di kebun digunakan untuk menanam tumbuhan
yang digunakan untuk tumbuhan yang dikonsumsi.

Determinasi
Hasil determinasi dari tumbuhan daun salam, daun sirih, koneng gede, daun
jambu batu, daun jati belanda, ki rinyuh, ki pecah beling, daun sirsak,
babadotan, cikur, daun alpuket, jahe, manggis, sukun, daun kumis kucing, buah
jeruk nipis, koneng, katuk, daun singkong, biji jambe, lempuyang, akar eurih,
daun randu, ki urat, takokak, bawang merah, kembang sepatu, waluh siem,
beras ketan hideung, brotowali, jombang pait, buntiris, daun suji, daun karuk, ki
sereuh dan ki beceta. Hasil determinasi dilampirkan pada Lampiran 6.

Studi Literatur Mengenai Efek farmakologi


Dari hasil determinasi tumbuhan-tumbuhan yang didapat tersebut dilakukan
studi literatur. Studi literatur dilakukan dengan membandingkan penggunaan
empiris masyarakat Desa Cisangkal Kecamatan Cihurip Kabupaten Garut dengan
data-data hasil penelitian yang telah diuji efek farmakologinya atau literatur
yang akurat

Dari 36 jenis tumbuhan obat yang digunakan, salah satu tumbuhan belum
tercatat dalam Medical Herb Index in Indonesia (MHI). Tumbuhan tersebut
adalah ki rinyuh. Tumbuhan lain yang telah tercatat diantaranya memiliki
kesamaan manfaat namun tumbuhan yang lain memiliki manfaat yang berbeda.
Misalnya ki pecah beling oleh masyarakat Desa Cisangkal digunakan sebagai
obat ginjal, demikian juga dalam MHI disebutkan kegunaannya sebagai obat

13
batu ginjal. Selanjutnya akar eurih oleh masyarakat Desa Cisangkal Kecamatan
Cihurip Kabupaten Garut digunakan sebagai obat hipertensi demikian juga
dalam MHI disebutkan kegunaannya sebagai obat tekanan darah tinggi.

Namun untuk beberapa tanaman misalnya daun kumis kucing oleh masyarakat
Desa Cisangkal Kecamatan Cihurip Kabupaten Garut digunakan sebagai obat
maag sedangkan dalam MHI kegunaannya sebagai diuretik dan radang selaput
lendir hidung. Demikian juga dengan daun jati belanda oleh masyarakat Desa
Cisangkal Kecamatan Cihurip Kabupaten Garut digunakan sebagai obat
kolesterol sedangkan dalam MHI disebutkan sebagai obat kolera.

Selain membandingkan dengan MHI, dilakukan pula studi literatur. Dalam studi
literatur dilakukan pengkajian mengenai penggunaan tumbuhan secara empiris
dengan hasil penelitian yang sudah dilakukan. Sebanyak 25 tumbuhan telah
ditemukan hasil penelitian farmakologinya yang sesuai dengan penggunaan
empiris sedangkan 11 tumbuhan lainnya belum ditemukan hasil penelitiannya.

Pembandingan Penggunaan Empiris dengan Studi Literatur

Nama Penggunaan Kandungan


No Nama latin Hasil penelitian
Tumbuhan empiris kimia
Campuran ekstrak daun
salam dan daun kumis
Syzygium kucing memberikan efek
1 Salam polyanthum Hipertensi Kuersitrin penurunan tekanan darah
(Weight) Walpers yang bermakna (= 0,05)
dibandingkan kelompok
kontrol hipertensi (18).
Ekstrak daun sirih (Piper
betle L.) berpengaruh
terhadap pertumbuhan
bakteri Staphylococcus
Alil
2 Sirih Piper betle L Keputihan aureus dan Escherichia coli
pirokatekol
yang ditunjukkan dengan
adanya daerah jernih (clear
zona) yang terbentuk pada
media uji (19).
Dekok temulawak memiliki
Curcuma
Koneng potensi sebagai pencegah
3 xanthorrhiza Roxb Maag Xantorizol
gede kerusakan mukosa lambung
(20).
Ekstrak etanol daun jambu
batu merah dapat
meningkatkan jumlah
eritrosit dan trombosi dan
Demam Flavonoid hematrosit pada dosis 100
4 Jambu Batu Psidium guajava
berdarah dan tannin mg/200 gram dengan
persentase peningkatan
sebesar 72,57% di
bandingkan dengan kontrol
negativ (21).
Ekstrrak etanol 70% dari 6
5 Jati Belanda Tectona grandis L.f. Kolesterol Tilirosida tumbuhan obat Indonesia
yang diteliti yaitu jati

14
belanda, kedaung, kumis
kucing, sambiloto, sidaguri,
dan tempuyung diketahui
memiliki aktivitas
antioksidan yang diukur
menggunakan metode
CUPRAC, DPPH dan FRAP
(22).
Krim dengan konsentrasi
ekstrak daun kirinyuh 10%
menunjukkan efek
Chromolaena Flavonoid,
penyembuhan luka yang
6 Ki rinyuh odorata (L.) R.M. Luka tannin,
lebih cepat dari pada
King & saponin
pembanding dengan
konsentrasi povidon iodine
10% (23).
Kombinasi ekstrak daun
alpukat dan daun keji beling
Kipecah Strobilantes crispus
7 Ginjal Verbaskosid sangat berpengaruh nyata
beling bi
untuk meluruhkan kalsium
batu ginjal (24).
Alkaloid,
tanin,
Ekstrak Annnona muricata
flavonoid,
L., aktif terhadap
8 Sirsak Annona muricata L Kelenjar glikosida,
Escherichia coli dan Bacillus
steroid/triter
pumilus (25).
penoid, dan
saponin
Nobiletin Ekstrak Ageratum conoides
(5,6,7,8,3,4 L., aktif pada bakteri uji
Ageratum
9 Babadotan Maag - staphylococcus aureus,
conyzoides L.
heksametok Bacillus subtilis dan Candida
siflavon) albicans (25).
Minyak atsiri dari rimpang
kencur menunjukkan
Etil-p- aktivitas antiinflamasi
Kaempferia
10 Cikur Benjol metoksisina sebesar 36,47% dengan
galangal L.,
mat menggunakan metode
analisis konduksi karagenan
(26).
Kombinasi ekstrak daun
alpukat dan daun keji beling
11 Alpukat Persea mericana Ginjal Kuersetin sangat berpengaruh nyata
untuk meluruhkan kalsium
batu ginjal (24).
Minyak
atsiri
zingiberena, Ekstrak etanol rimpang jahe
zingiberol, dengan dosis 0,2 gram/mL
12 Jahe Zingiber officinale Obat cacing bisabolena, dapat membunuh dan
kurkumin, memparalisis cacing dalam
ginggirol waktu 35 menit (27).
dan resin
pahit.
Ekstrak etanol kulit manggis
Garcinia dengan dosis 280 dan 560
13 Manggis Kolesterol -mangostin
mangostana L. mg dapat meningkatkan HDL
kolesterol (28).
flavonoida, Ekstrak etil asetat daun
Artocarpus altilis
14 Sukun Jantung saponin,ster sukun pada tikus jantan
(Park) Fosberg
oida/triterp galur Wistar menunjukkan

15
enoida dan bahwa pada dosis 25 mg/kg
tanin bb dapat menghambat
perkembangan radang
secara berbeda bermakna
terhadap kontrol (p<0,05)
(29).
Sediaan uji ekstrak etanol
daun kumis kucing dengan
dosis 500 mg/kg bb dapat
mengurangi jumlah dan
Kumis Orthoshipon
15 Maag Sinensetin keparahan tukak dengan
kucing aristatus
metoda ANOVA dan LSD
berbeda bermakna
disbanding dengan kontrol
positif pada p<0,05 (30).
Air perasan buah jeruk nipis
memiliki daya hambat
terhadap pertumbuhan
bakteri Staphylococcus
saponin, aureus dengan berbagai
Citrus aurantifolia flavonoid konsentrasi yaitu 25%, 50%,
16 Jeruk nipis (Christm & Panzer) Amandel dan minyak 75%, dan 100% dan terdapat
Swingle atsiri pengaruh lama kontak
terhadap pertumbuhan
bakteri dimana bakteri tidak
tumbuh seteleh kontak 5
menit pertama dan diikuti
menit-menit
Serbuk C. longa secara
oral adalah 100 mg/kg
berat badan per hari
selama 6 hari mampu
meningkatkan
kandungan mucin
pada cairan lambung
kelinci yang berguna
Curcuma longa
17 Koneng Maag Kurkumin untuk melindungi
L
lapisan mukosa
lambung terhadap
iritasi. Curcuma
memiliki aktivitas
protektif terhadap
perlukaan lambung
yang diinduksi
histamin (32).
Alkaloid, Daun katuk dapat
triterpen meningkatkan (P <
oid, 0,05) produksi air susu
Sauropus
Memperla saponin, induk dan PBB anak
18 Katuk androgynus (L.)
ncar asi tanin, selama 3 minggu,
Merrill
polifenol, tetapi perlakuan tidak
glikosida mempengaruhi
dan mortalitas anak dan

16
flavonoid. respon imun induk
(33).

Ekstrak daun Singkong


(Manihot esculenta)
memiliki efek
antiinflamasi yang
mirip dengan obat
kimia aspirin, namun
tidak mempercepat
proses penyembuhan
Flavonoid
luka.
, saponin,
Kandungan nutrisi
Manihot tannin
19 Singkong Maag yang terdapat pada
esculenta Crantz dan
daun Singkong
Triterpen
berperan pada
oid
perbaikan kualitas
jaringan ikat yang
mendukung epitel
di atasnya sehingga
luka tidak
meninggalkan defek
(34).

Ekstrak etanol biji


pinang pada dosis 125,
250, 500 mg/kg BB
menunjukkan adanya
Alkaloid, aktivitas analgetika
saponin, dengan masing-masing
monoterp persentase proteksi
en, sebesar 9,58%;
seskuiter 45,35%; 60,28%
pen, dibandingkan dengan
20 Jambe Areca catechu L Maag
flavonoid, kontrol negatif dengan
tannin, persentase efektivitas
polifenol, analgetika sebesar
kuinon, 18,07%; 85,57%;
triterpen 113,73% dibandingkan
oid terhadap aspirin.
Aktivitas analgetika
tertinggi dperlihatkan
ekstrak etanol dosis
500 mg/kg BB (35).
21 Lempuya Zingiber Maag Zerumbon Ekstrak Zingiber

17
ng zerumbet zerumbet Sm. memiliki
aktivitas antibakteri
tertinggi terhadap
bakteri uji Bacillus
substilis , Escherichia
coli, Staphylococcus
aureus, dan
Pseudomonas
aeruginosa (36).
Imperata cylindrica
dengan dosis 25 mg/kg
BB, 50 mg/kg BB dan
Akar Imperata Polifenol,
22 Hipertensi 100 mg/kg BB
eurih cylindrica flavonoid,
mempunyai aktivitas
antihipertensi yang
bermakna pada
Fraksi dari ekstrak
etanol daun kapuk
memiliki aktivitas
antibakteri terhadap
Staphylococcus
epidermilis ATCC
Flavoniod 12228 dan
, steroid, propionibacterium
Ceiba
23 Randu Obat mata saponin acnes isolate klinik,
pentandra
dan dimana fraksi etil
kuinon asetat memberikan
aktivitas terbesar
dengan konsentrasi
Hambat Tumbuh
Minimum (KHTM)
0,25% terhadap kedua
bakteri uji (38).
Formula suspensi ki
urat dengan zat
pensuspensi CMC
dengan konsentrasi 1%
24 Ki urat Plantago major Luka Baikalein mempunyai aktivitas
yang lebih baik sebagai
antiulser dibandingkan
zat pensuspensi CMC
1,5% (39).
Ekstrak etanol buah
takokak dosis 500
Flavonoid,
25 Takokak Solanum torvum Stamina polifenol. mg/kg BB mampu
memberikan aktivitas
immunomodulator

18
yang lebih baik
dibandingkan dosis
250 mg/kg BB yang
ditunjukkan dengan
penurunan nilai
leukosit ketika infeksi
terjadi. Ekstrak etanol
takokak dosis 500
mg/kg BB juga mampu
memberikan aktivitas
immunomodulator
yang lebih baik
dibandingkan dosis
250 mg/kg BB yang
ditunjukkan dengan
perubahan nilai
limfosit lebih rendah
dari nilai awal (40).

4. Kesimpulan

Dapat disimpulkan dari hasil penelitian diketahui terdapat 24 suku tumbuhan


dan 36 spesies tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat di Desa Cisangkal
Kecamatan Cihurip Kabupaten Garut, dengan suku tumbuhan paling banyak
digunakan adalah Zingiberaceae. Berdasarkan golongan obatnya yang paling
banyak adalah obat maag. Bagian tumbuhan yang paling banyak digunakan
adalah daun. Tumbuhan yang digunakan sebagai obat paling banyak diperoleh
di pekarangan rumah. Cara pengolahan tumbuhan paling banyak direbus.
Terdapat 25 (dua puluh lima) tumbuhan yang telah ditemukan penelitian
farmakologinya yang sesuai dengan penggunaan empiris yaitu daun salam, daun
sirih, rimpang koneng gede, daun jambu batu, daun jati belanda, daun ki rinyuh,
daun ki pecah beling, daun sirsak, daun babadotan, rimpang cikur, daun alpuket,
rimpang jahe, kulit buah manggis, daun sukun, daun kumis kucing, buah jeruk
nipis, rimpang koneng, daun katuk, daun singkong, biji jambe, rimpang
lempuyang, akar eurih, daun randu, daun ki urat dan buah takokak.

5. Daftar Pustaka
Permana, H., 2007, Tanaman Obat Tradisional, Titian Ilmu, Bandung, Hlm. 1.

Setyowati, F.M., 2010, Etnofarmakologi dan Pemakaian Tanaman Obat Suku


Dayak Tunjung di Kalimantan Timur, Media Litbang Kesehatan, Vol. XX (3),
Hlm. 104.

19
Hariana, A., 2004, Tumbuhan Obat dan Khasiatnya Seri 1, Penebar Swadaya,
Jakarta, Hlm. 5-6.

Setjen RI, 2009, Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

Sulistyawati, E., dan Santhyami, Etnobotani Tumbuhan Obat oleh Masyarakat


Adat Kampung Dukuh Garut Jawa Barat, Laporan Penelitian ITB, Hlm. 2.

Rahyuni, Eni, Y., Dkk., 2013, Kajian Etnobotani Tumbuhan Ritual Suku Tajio di
Desa Kasimbar Kabupaten Parigi Moutong, Online Jurnal Of Natural Science,
Vol II (2), Hlm. 47.

Moelyono, M.W., http :// Farmasi.unpad.ac.id / blog / etnofaramkognosi cikal


-bakal penemuan obat baru/,(25 Desember 2014 10:31).

Firman, M., 2013. Studi Etnofarmakognosi Etnofarmakologi Pemanfaatan


Bahan Alam sebagai Obat di Kampung Pulo desa Cangkuang Kecamatan Leles
Kabupaten Garut, Tugas Akhir Sarjana MIPA, Jurusan Farmasi, FMIPA,
Universitas Garut, Garut, Hlm. 5-6.

Heinrich, M., 2009, Farmakognosi dan Fitoterapi, EGC, Jakarta, Hlm. 53, 57.

Tjay, T.H., dan K. Rahardja, 2007, Obat Obat Penting, PT.Elex Media
Komputindo, Jakarta, Hlm. 3.

Sulanjani, I., Meiana, D., Dkk., 2013, Dasar-Dasar Farmakologi, Kementrian


Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Hlm. 13.

Dermawan, R., 2013, Peran BATTRA dalam Pengobatan Tradisional pada


Komunitas Dayak Agabag di Kecamatan Lumbis Kabupaten Nunukan, e-Jurnal
Sosiologi Konsentrasi, Vol. I (4), Hlm. 52.

Erpina SP, evrinasp.wordpress.com/2013/09/08/pengembangan-jamu-sebagai-


warisan-budaya/, Diakses tanggal 7 Januari 2014 19:25.

Dirjen POM, Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat
Herbal Terstandar dan Fitofarmaka, Departemen Kesehatan, Jakarta, Hlm. 2.

20
Ahmad, S., 2013. Inventarisasi dan Studi Literatur Atas Tumbuhan yang
Digunakan sebagai Obat Oleh Ahli Pengobatan di Kecamatan Taraju
Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2013, Tugas Akhir Sarjana MIPA, Jurusan
Farmasi, FMIPA, Universitas Garut, Garut, Hlm. 7,8,16.

Kusuma, R.F., dan M. Zaky., 2005. Tumbuhan Liar Berkhasiat Obat, PT.
Argomedika Pustaka, Jakarta, Hlm. 8-15.

Http://Kamus bahasa Indonesia.org/determinasi, Diakses tanggal 9 Januari 2014


09:52.

Agustini, K., Firdayani., Dkk., 1 Maret 2005, Pengaruh Pemberian Campuran


Ekstrak Daun Salam (Syzigium polyanthum Wight.) dan Daun Kumis Kucing
(Orthosiphon aristatus (Blume) Miq.) terhadap Tekanan Darah Tikus Putih
Jantan yang Dibuat Hipertensi, Artocarpus Vol. V, BPPT, Hlm. 32.

Anang, H., Hana, E., Dkk. 2007, Pengaruh Ekstrak Daun Sirih (Piper betle L.,)
terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dengan
Metode Difusi Disk, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga,
Surabaya, Hlm. 6.

Sudjari., Umi, K., Dkk., 2004, Pengaruh Pemberian Temulawak Pada Lambung
Tikus yang Mengalami Ulkus Peptikum Akibat Induksi Indometasin, Program
Studi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Hlm. 99.
Ami, T., Eli, H., Dkk., November 2010, Effects of Ethanolic Extracts From
Meniran Herbs (Phyllanthus niruri L.), Papaya Leaves (Carica papaya L.), and
Red Guava Leaves (Psidium guajava L.) Againts The Numbers of Trombocytes,
Erytrocytes, and Hematocrit Level On Female While Rats (Rattus novergicus)
by Using Heparin Induction Method, Fakultas Farmasi Universitas Padjajaran,
Bandung, Hlm. 92.

Rafi, M., Niken, W., Dkk., 2013, Aktivitas Antioksidan, Kadar Fenol dan
Flavonoid Total Dari Enam Tumbuhan Obat Indonesia, Institut Pertanian
Bogor, Bogor, Hlm. 33.

Refi, Y., Ria, A., Dkk., 2011, Formulasi Krim Ekstrak Etanol Daun Kirinyuh
(Euphatorium odoratum. L) Untuk Penyembuhan Luka, Majalah Kesehatan
Pharma Medika, Vol. III, Hlm. 230.

21
Rahmawati, H., Joni, T., Dkk., 2014, Uji Efek Kombinasi Ekstrak Daun Alpokat
(Persea americana) dan Daun Kejibeling (Strobilantes crispus BI) serta
Formulasi Eliksirnya Berfungsi sebagai Peluruh Kalsium Batu Ginjal, Jurnal
Farmasi Vol. VII, Hlm. 98.

Dewi, U., 2004, Studi Aktivitas Antimikroba Ekstrak Etanol Ageratum


conyzoides L., Annona muricata L., Annona squamosa L., Crinium asiaticum L.,,
dan Physalia angulata L., terhadap Bakteri dan Fungi, Tugas Akhir Sarjana
MIPA, Jurusan Farmasi, FMIPA, Universitas Garut, Garut, Hlm. 40.

Aliya, N., Fikri, N., Dkk., 2010, Essential Oils Content Analysis And Anti-
Inflamantory Activity Test from Extract of Kaempferia galanga Linn.Rhizome,
Fakultas Farmasi Universitas Padjajaran, Bandung, Hlm. 32.

Kusriani, R., Eli, H., Dkk., November 2010, Anthelmintic Effect of Kaempferia
pandurata, ROXB., Zingiber zerumbet (L.) J.E.SMITH, and Zingiber Offficinale,
ROXB. VAR. SUNTI, VAL. Against Ascaris suum Helmith, Fakultas Farmasi ITB,
Bandung, Hlm. 100.

Anas, S., Sindytia R., Dkk., November 2010, Antihyperlipidemic Activity of The
Ethanol Extraxt of Garcinia mangostana Linn. Fruit Hulls In White Male Rats,
Fakultas Farmasi Universitas Padjajaran, Bandung, Hlm. 19.

Robayani, N., 2008, Uji Efek Anti Inflamasi Ekstrak Etil Asetat Daun Sukun
(Artocarpus altilis (Park) Fosberg) pada Tikus Jantan Galur Wistar, Tugas Akhir
Sarjana MIPA, Jurusan Farmasi, FMIPA, Universitas Garut, Garut, Hlm. 39.

Nurlela, Y., 2005, Uji Aktivitas Antitukak Lambung Ekstrak Etanol Daun Kumis
Kucing (Orthoshipon aristatus (BL) Miq.) dengan Penginduksian Asetosal pada
Tikus Betina, Tugas Akhir Sarjana MIPA, Jurusan Farmasi, Universitas Garut,
Garut, Hlm. 29.

Abdul, R., Aziz, D., Dkk., 2013, Uji Daya Hambat Air Perasan Buah Jeruk Nipis
(Citrus aurantifolia s.) terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus
Secara In Vitro, Jurnal Kesehatan Andalas, Hlm. 5.

Simanjuntak, P., 2012, Studi Kimia dan Farmakologi Tanaman Kunyit


(Curcuma longa L) sebagai Tumbuhan Obat Serbaguna, Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia, Bogor, Hlm. 106.

22
Akbar, M., Sjofjan, O., Dkk., 2013, Produksi Air Susu Induk dan Tingkat
Mortalitas Anak Kelinci yang Diberi Pakan Tambahan Tepung Daun Katuk
(Sauropus Androgynus L. Merr), Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya,
Malang, Hlm. 233.

Vina, M., Nisa., Dkk., 2013, Efek Pemberian Ekstrak Daun Singkong (Manihot
esculenta) terhadap Proses Penyembuhan Luka Gingiva Tikus (Rattus
norvegicus), Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember, Jember, Hlm. 7.

Widyasari., 2007, Aktivitas Analgetika Ekstrak Etanol Biji Pinang (Areca


catechu Linn.) dengan Metode Geliat Pada Mencit, Tugas akhir Sarjana
Farmasi, Universitas Padjajaran Jatinangor, Bandung, Hlm. 43.

Yuniarty, D., 2001, Aktivitas Antibakteri Ekstrak dan Fraksi Ekstrak Rimpang
Lempuyang Gajah (Zingiber zerumbet), Tugas akhir Sarjana Farmasi,
Universitas Padjajaran Jatinangor, Bandung, Hlm. 60.

Farhatunnabilah, D., 2014, Aktivitas Antihipertensi Ekstrak Etanol Rimpang


Alang-alang (Imperata cylindrical L.,) pada Tikus Putih Jantan Galur Sprague
dawley, Tugas akhir Sarjana Farmasi, Universitas Padjajaran Jatinangor,
Bandung, Hlm. iii.
Ibrahim., 2013, Formulasi Facial Wash Antijerawat dengan Fraksi Teraktif dari
Ekstrak Etanol Daun Kapuk (Ceiba pentandra L.,) dan Aktivitas Antibakterinya
terhadap Staphylococcus epidermidis dan Propionibacterium acnes, Tugas
akhir Sarjana Farmasi, Universitas Padjajaran Jatinangor, Bandung, Hlm. 56.

Abdullah, Y., 2002, Aktivitas Antiulser Sediaan Suspensi Ki Urat (Plantago


major L.,) pada Tikus Putih, Tugas akhir Sarjana Farmasi, Universitas
Padjajaran Jatinangor, Bandung, Hlm. 61.

Rizkio, A., 2014, Uji Aktivitas Imunomodulator Ekstrak Etanol Buah Takokak
(Solanum torvum Swartz.) terhadap Sistem Imun secara In Vivo pada Tikus
Galur Wistar, Tugas akhir Sarjana Farmasi, Universitas Padjajaran Jatinangor,
Bandung, Hlm. ii.

23
FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIK MIKROEMULSI EKSTRAK DAUN
KEMANGI (Ocimum americanum L.) SEBAGAI ANTIOKSIDAN

Retty Handayani

Abstrak

Telah dilakukan penelitian mengenai formulasi sediaan mikroemulsi dari


ekstrak etanol daun kemangi (Ocimum americanum L.) dan uji aktivitas
antioksidan dari ekstrak etanol tersebut. Formulasi mikroemulsi terdiri dari
ekstrak etanol daun kemangi, parafin cair, propilenglikol,tween 80, metil
paraben, propil paraben dan etanol 96%. Perbedaan dari kedua formula
yaitu pada ekstrak etanol daun kemangi yaitu 0,1% dan 0,5%. Formula yang
paling stabil pada penyimpanan selama 28 hari yaitu formula 2 dilihat dari
hasil evaluasi pemeriksaan organoleptik, homogenitas, pH, viskositas, dan
freez-thaw. Hasil uji iritasi diketahui formula 1 dan 2 tidak menimbulkan
efek iritasi. Hasil uji aktivitas antioksidan sediaan dengan menggunakan
metode DPPH (2,2-difenil 1-pikrilhidrazin) diketahui aktivitas antioksidan
dengan nilai IC50 formula 1 dan 2 berturut-turut yaitu 287,04; 224,71.

kata kunci : ekstrak etanol daun kemangi, mikroemulsi, antioksidan

1. Pendahuluan

Antioksidan adalah senyawa atau zat yang dapat menghambat, menunda,


mencegah atau memperlambat reaksi oksidasi meskipun dalam kosentrasi yang
kecil. Senyawa antioksidan dapat ditemui dalam berbagai jenis bahan pangan
dan dari hasil sintetis reaksi kimia. Antioksidan banyak digunakan dalam dunia
kesehatan dan teknologi makanan. Dalam dunia kesehatan, Antioksidan sangat
bermanfaat bagi tubuh karena dapat menetralisir radikal bebas yang sangat
berbahaya. antioksidan alami adalah koumarin, hidroksi sinamat, tokoferol,
flavonoid, kathekin dan asam askorbat. Salah satu antioksidan alami adalah
pada daun kemangi.

Tumbuhan kemangi (Ocimum americanum L.) banyak digunakan sebagai obat


tradisional untuk berbagai macam penyakit seperti luka di kulit, malaria,
influenza, radang. Dr. Nuri Andarwulan Institut Pertanian Bogor (IPB)

24
menyatakan bahwa kemangi (Ocimum americanum L.) mengandung antioksidan
alami yang berkhasiat menjaga kesehatan badan. Senyawa antioksidan alami
tersebut berupa senyawa fenolik (tokoferol, flavonoid, asam fenolat), senyawa
nitrogen (alkaloid, turunan klorofil, asam amino dan amina), dan beta karoten.
Beta karoten yang terkandung dalam kemangi merupakan senyawa antioksidan
yang dapat mencegah kerusakan sel tubuh pada manusia. Secara umum
penggunaan tumbuhan kemangi oleh masyarakat dibuat dengan cara direbus,
akan tetapi penebusan tidak praktis untuk dikonsumsi oleh karena itu
diperlukan sediaan farmasi yang lebih praktis dan mudah untuk digunakan (1).

Sediaan farmasi antioksidan dapat diberikan secara oral atau topikal, pemberian
secara topikal yaitu pemberian obat secara lokal dengan cara mengoleskan obat
pada permukaan kulit atau membran area mata, hidung, lubang telinga, vagina,
dan rektum. Bentuk sediaan antioksidan topikal yang banyak terdapat dipasaran
yaitu bentuk krim, lotio dan gel, sedangkan mikroemulsi adalah bentuk sediaan
baru yang mempunyai beberapa keuntungan diantaranya bentuk sediaan yang
transparan, ukuran partikel yang kecil yang dapat menembus lapisan kulit lebih
cepat.

Mikroemulsi adalah dispersi isotropik, stabil secara termodinamis, transparan,


dengan ukuran partikel berkisar antara 5-100 nm, berasal dari pembentukan
spontan bagian hidrofobik dan hidrofilik molekul surfaktan. Mikroemulsi
tersusun atas air, minyak, dan surfaktan, kadang bersama dengan kosurfaktan.
Mikroemulsi minyak dalam air dapat meningkatkan kelarutan zat aktif larut
minyak, seperti likopen , lutein dan phitosterol.

Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat sediaan
mikroemulsi yang mengandung ekstrak etanol daun kemangi (Ocimum
americanum L.) sebagai antioksidan.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai formulasi


sediaan mikroemulsi dari ekstrak daun kemangi yang stabil, efektif, aman dan
nyaman dalam penggunaannya.

2. Metode Penelitian

Tahap awal dilakukan pengumpulan bahan tumbuhan kemangi (Ocimum


americanum L.) yang diperoleh dari persawahan yang beralamatkan di Leles
Garut. kemudian dilakukan determinasi tumbuhan di Herbarium Sekolah Ilmu
dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung. Tumbuhan dibersihkan dari
pengotor, kemudian dirajang dan dikeringkan dengan menggunakan oven pada
suhu 40 C, simplisia yang sudah kering lalu dihaluskan. Simplisia di maserasi
dengan etanol selama 3 x 24 jam, setiap harinya ekstrak di saring dan

25
ditampung. Ampasnya ditambahkan pelarut kembali dan dibiarkan selama 24
jam, dilakukan selama 3 hari. Setelah diperoleh ekstrak cair lalu dilakukan
evaporasi untuk memperoleh ekstrak yang lebih kental. Kemudiaan dilakukan
orientasi uji aktivitas antioksidan terlebih dahulu dengan melarutkan ekstrak
etanol daun kemangi dalam etanol dan dibuat dengan berbagai konsentrasi .

Tahap selanjutnya dilakukan orientasi basis untuk mengetahui berapa


konsentrasi tween 80 yang dapat membentuk massa mikroemulsi yang baik.
Basis mikroemulsi dibuat menggunakan surfaktan tween 80 pada konsentrasi
10%, 20%, 30%, 40%, 50%. Setelah basis mikroemulsi terbentuk dilakukan
evaluasi untuk memperoleh basis yang transparan, mudah dioleskan, dan
memenuhi persyaratan. Setelah hasil pengamatan diperoleh, kemudian dibuat
mikroemulsi yang mengandung ekstrak etanol daun kemangi (Ocimum
americanum L.) dengan berbagai konsentrasi.Setelah itu ekstrak yang
mengandung ekstrak etanol daun kemangi dievaluasi yang meliputi pengamatan
organoleptis (perubahan warna bau dan homogenitas), pengukuran pH,
viskositas, sentrifugasi, bobot jenis, penyimpanan sediaan mikroemulsi, uji
volume sedimentasi, dan pengujian antioksidan dengan metode DPPH.
Pengamatan sediaan dilakukan selama 28 hari penyimpanan.

3. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Pada penelitian digunakan tanaman uji daun kemangi (Ocimum americanum L.)
yang dapat digunakan sebagai antioksidan dan akan dibuat sediaan
mikroemulsi. Daun kemangi ini diperoleh dari perkebunan di daerah Leles Garut
dan dideterminasi di Herbarium Bandungense Sekolah Ilmu dan teknologi Hayai
Institut Bandung.

Hasil Pengumpulan dan Pengolahan Daun Kemangi (Ocimum americanum


L.)

Berat Basah (gram) Berat Kering (gram Randemen (%)

3000 500 16,6

Hasil Ekstraksi Simplisia Daun Kemangi (Ocimum americanum L.)

Berat Simplisia Berat Ekstrak Kental Randemen (%)


(gram) (gram)
350 12,34 3,56

26
Hasil pemeriksaan karakteristik menunjukan bahwa simplisia kering daun
kemangi (Ocimum americanum L.) mengandung kadar abu total 10,5%; kadar
sari larut air 13,07%, kadar sari larut etanol 6% dan susut pengeringan 12,8%,
Kadar air 6%. Hasil karakterisasi simplisia kering daun kemangi ini telah
memenuhi persyaratan yang tertera pada Materia Medika Indonesia.

Hasil Pemeriksaan Karakteristik Simplisia Daun Kemangi (Ocimum


americanum L.)

Karakterisasi Hasil (%)


Kadar abu total 10,5
Kadar sari larut air 13,07
Kadar sari larut etanol 6
Susut pengeringan 12,8
Kadar Air 6

Hasil penapisan fitokimia menunjukan bahwa daun kemangi (Ocimum


americanum L.) mengandung alkaloid, flavonoid, saponin, tannin,
steroid/triterpenoid. Senyawa flavonoid telah diketahui berkhasiat sebagai
antioksidan yaitu dapat menangkal radikal bebas.

Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Daun Kemangi


(Ocimum americanum L.)

Senyawa Kimia Hasil


Alkaloid +
Flavovoid +
Kuinon -
Saponin +
Tannin +
Steroid/triterpenoid +

Ekstrak daun kemangi diperoleh dengan cara maserasi menggunakan etanol


96% selama 3x24 jam. Hasil maserasi disaring kemudiaan dipekatkan dengan
evaporator hingga menjadi ekstrak kental dengan hasil rendemen 3,56%.
Tahap selanjutnya dilakukan percobaan pendahuluan yaitu pembuatan formula
basis mikroemulsi dengan berbagai konsentrasi tween 80 (10%, 20%, 30%, 40%,
50%). tween berfungsi sebagai surfaktan/sebagai emulgator, sedangkan fungsi
komponen yang lainnya, propilenglikol berfungsi sebagai pelarut fase air,
paraffin cair berfungsi sebagai pelarut fase minyak, etanol 96% befungsi sebagai
kosolven, metil paraben dan profil paraben berfungsi sebagai pengawet.
Berdasarkan uji pendahuluan tersebut, ternyata formula mikroemulsi yang baik

27
dan stabil yaitu formula mikroemulsi dengan konsentrasi tween 80 30%. dilihat
dari pH, viskositas, organoleptik, berat jenis, sentrifugasi dan Freeze-thaw tidak
menunjukan perubahan selama 28 hari penyimpanan sehingga dijadikan basis
untuk pembuatan mikroemulsi yang mengandung ekstrak daun kemangi
(Ocimum americanum L.).

Pada tahap selanjutnya dibuat tiga sediaan mikroemulsi, 2 sediaan mikroemulsi


mengandung ekstrak daun kemangi (Ocimum americanum L.) dengan
konsentrasi 0,1% (F1), 0,5% (F2) dan satu sediaan dibuat tanpa penambahan
ekstrak daun kemangi (F0).

Formula Basis Mikroemulsi dengan Berbagai Konsentrasi Tween 80

Persentase(%)
Formulasi
B1 B2 B3 B4 B5
Paraffin cair 5 5 5 5 5
Tween 80 10 20 30 40 50
Propilenglikol 30 30 30 30 30
Ethanol 96% 10 10 10 10 10
Metil paraben 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
Propel paraben 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05
Aquadest add 100 100 100 100 100

Keterangan : B1 = Mikroemulsi yang mengandung tween 80 0,1%


B2 = Mikroemulsi yang mengandung tween 80 0,2%
B3 = Mikroemulsi yang mengandung tween 80 0,3%
B4 = Mikroemulsi yang mengandung tween 80 0,4%
B5 = Mikroemulsi yang mengandung tween 80 0,5%

Pengujian Organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses


pengindraan, rangsangan yang dapat diindra dapat bersifat mekanis (tekanan,
tusukan), bersifat fisis (dingin, panas, sinar, warna), sifat kimia (bau, aroma,
rasa), Pada pengamatan organoleptik yang di uji yaitu konsistensi, warna
berbeda-beda antara sediaan tanpa ekstrak daun kemangi dengan sediaan yang
mengandung ekstrak daun kemangi. sediaan tanpa ekstrak daun kemangi
terlihat berwarna kuning jernih transparan, sedangkan pada sedian mikroemulsi
yang mengandung ekstrak daun kemangi mempnyai warna yang berbeda-beda.
Pada formula mikroemulsi yang mengandung ekstrak daun kemangi 0,1%
terlihat kuning jingga transparan, kental dan halus. Formula mikroemulsi yang
mengandung ekstrak daun kemangi 0,5% terlihat hijau pekat transparan, kental
dan halus. perubahan warna dan kosistensi yang terjadi disebabkan oleh
perbedaan konsentrasi ekstrak daun kemangi yang ditambahkan ke dalam
formula basis mikroemulsi, semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang

28
ditambahkan kedalam formula mikroemulsi warnanya semakin pekat.
begitupun dengan perubahan konsistensi, semakin tinggi konsentrasi maka
kosistensinya semakin kental. untuk baunya semua formula mikroemulsi tidak
terjadi perubahan beraroma daun kemangi karena tidak ada penambahan
aroma lain pada proses pembuatan.

Hasil Pengamatan Organoleptik Formula Dasar Mikroemulsi yang


Mengandung Berbagai Konsentrasi Tween 80 Pada 28 Hari Penyimpanan

Basis Tekstur Warna Bau Konsistensi


B1 H BT K CH
B2 H BT K CH
B3 H KJT K KH
B4 H KJT K KH

B5 H KJT K KH

Keterangan : B1 = Mikroemulsi yang mengandung tween 80 0,1%


B2 = Mikroemulsi yang mengandung tween 80 0,2%
B3 = Mikroemulsi yang mengandung tween 80 0,3%
B4 = Mikroemulsi yang mengandung tween 80 0,4%
B5 = Mikroemulsi yang mengandung tween 80 0,5%
H = Halus
BT = Bening transparan
KJT = Kuning jernih transparan
K = Khas
CH = Cair homogen
KH = Kental homogen

Pengujian homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah pada saat proses


pembuatan sediaan mikroemulsi bahan aktif dengan bahan tambahan yang
digunakan tercampur secara homogen, Pada pengamatan homogenitas, semua
formula mikroemulsi tidak mengalami perubahan homogenitas tetap homogeny
selama 28 hari penyimpanan, hal ini menunjukan bahwa ekstrak terdistribusi
merata dalam basis karena proses pembuatannya dilakukan pada kondisi panas
dan pengadukan yang kuat.

Pengujian pH adalah untuk mengetahui tingkat keasaman suatu sediaan yang


dibuat, pada pengujian pH dapat diketahui bahwa setiap sediaan yang dibuat
dengan berbagai konsentrasi ekstrak daun kemangi selama 28 hari
penyimpanan mempunya rang pH 4,76 5,41. semakin tinggi konsentrasi

29
ekstrak daun kemangi yang ditambahkan ke dalam setiap formula basis
mikroemulsi pH semakin menaik. dan semakin lama waktu penyimpanan,
masing-masing sediaan menunjukan adanya kenaikan harga pH namun kenaikan
harga pH tersebut masih memenuhi persyaratan pH kulit yaitu berkisar 4,5
6,5.

Hasil Pengukuran pH Formula Dasar Mikroemulsi dengan Berbagai Konsentrasi


Tween 80 Pada 28 Hari Penyimpanan

Pengukuran pH Mikroemulsi Pada Hari Ke-


Basis
1 7 14 21 28
B1 4,67 4,25 4,21 4,19 4,17
B2 4,89 4,54 4,56 4,53 4,49
B3 5,86 5,82 5,82 5,76 5,73
B4 6,18 6,18 6,15 6,16 6,15
B5 6,25 6,17 6,23 6,21 6,22
Keterangan : B1 = Mikroemulsi yang mengandung tween 80 0.1%
B2 = Mikroemulsi yang mengandung tween 80 0.2%
B3 = Mikroemulsi yang mengandung tween 80 0.3%
B4 = Mikroemulsi yang mengandung tween 80 0.4%
B5 = Mikroemulsi yang mengandung tween 80 0.5%

Pengujian viskositas adalah suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk
mengalir, makin tinggi viskositas maka makin besar tahanannya, pada pengujian
viskositas, diketahui bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak daun kemangi
yang ditambahkan, maka viskositasnya semakin naik, dapat diketahui bahwa
berdasarkan hasil pada grafik selama 28 hari penyimpanan semua sediaan stabil
tidak mengalami perubahan viskositas.

Hasil Pengukuran Viskositas (Cps) Formula Dasar Mikroemulsi dengan


Berbagai Konsentrasi Tween 80 Pada 28 Hari Penyimpanan

Pengukuran Viskositas (Cps) Mikroemulsi Pada Hari


Basis Ke-
1 7 14 21 28
B1 50 50 50 50 50
B2 50 50 50 50 50
B3 350 350 350 350 350
B4 450 500 600 600 600
B5 300 350 400 400 400

30
Keterangan : B1 = Mikroemulsi yang mengandung tween 80 0.1%
B2 = Mikroemulsi yang mengandung tween 80 0.2%
B3 = Mikroemulsi yang mengandung tween 80 0.3%
B4 = Mikroemulsi yang mengandung tween 80 0.4%
B5 = Mikroemulsi yang mengandung tween 80 0.5%

Pengujian sentrifugasi adalah proses menggunakan sentrifuga untuk


memisahkan padatan dari cairan, pada pengujian sentrifugasi, diketahui bahwa
semua sediaan yang dilakukan selama 5 jam setiap tiga puluh menit diamati
tidak mengalami pemisahan atau terjadinya perubahan dua fase.

Hasil Pengamatan Uji Sentrifugasi Formula Dasar Mikroemulsi dengan


Berbagai Konsentrasi Tween 80 Selama 5 Jam Pengujian

Basis 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300


B1 TM TM TM TM TM TM TM TM TM TM
B2 TM TM TM TM TM TM TM TM TM TM
B3 TM TM TM TM TM TM TM TM TM TM

B4 TM TM TM TM TM TM TM TM TM TM

B5 TM TM TM TM TM TM TM TM TM TM

Keterangan : B1 = Mikroemulsi yang mengandung tween 80 0,1%


B2 = Mikroemulsi yang mengandung tween 80 0,2%
B3 = Mikroemulsi yang mengandung tween 80 0,3%
B4 = Mikroemulsi yang mengandung tween 80 0,4%
B5 = Mikroemulsi yang mengandung tween 80 0,5%
TM = Tidak memisah

Pengujian freez-thaw adalah untuk mengetahui apakah sediaan masih tahan bila
disimpan dalam suhu dingin, suhu kamar dan suhu panas, pada pengujian freez-
thaw dengan menggunakan metode freez-thaw, semua formula setelah
dilakukan pengamatan selama penyimpanan 5 siklus semuanya tetap stabil dan
tidak terjadi pemisahan.

31
Hasil Pengamatan Uji freez-thaw Formula Dasar Mikroemulsi dengan Berbagai
Konsentrasi Tween 80 Selama 15 Hari Penyimpanan

Basis Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3 Siklus 4 Siklus 5


B1 TM TM TM TM TM
B2 TM TM TM TM TM
B3 TM TM TM TM TM
B4 TM TM TM TM TM
B5 TM TM TM TM TM

Keterangan : B1 = Mikroemulsi yang mengandung tween 80 0,1%


B2 = Mikroemulsi yang mengandung tween 80 0,2%
B3 = Mikroemulsi yang mengandung tween 80 0,3%
B4 = Mikroemulsi yang mengandung tween 80 0,4%
B5 = Mikroemulsi yang mengandung tween 80 0,5%
TM = Tidak memisah

Formula Akhir Mikroemulsi yang Mengandung Berbagai Konsentrasi Ekstrak


Daun Kemangi (Ocimum Americanum L.)

Persentase(%)
Formulasi
F0 F1 F2
Ekstrak Daun Kemangi 0 0,1 0,5
Paraffin cair 5 5 5
Tween 80 30 30 30
Propilenglikol 30 30 30
Ethanol 96% 10 10 10
Metil paraben 0,1 0,1 0,1
Propel paraben 0,05 0,05 0,05
Aquadest add 100 100 100

Ket : F0 = Mikroemulsi yang mengandung ekstrak daun kemangi 0%


F1 = Mikroemulsi yang mengandung ekstrak daun kemangi 0,1%
F2 = Mikroemulsi yang mengandung ekstrak daun kemangi 0,5%

32
Formula Akhir Mikroemulsi yang Mengandung Berbagai Konsentrasi Vitamin C

Persentase(%)
Formulasi
F0 F1 F2
Vitamin C 0 0,1 0,5
Paraffin cair 5 5 5
Tween 80 30 30 30
Propilenglikol 30 30 30
Ethanol 96% 10 10 10
Metil paraben 0,1 0,1 0,1
Propel paraben 0,05 0,05 0,05
Aquadest add 100 100 100

Keterangan : F0 = Mikroemulsi yang mengandung vitamin C 0%


F1 = Mikroemulsi yang mengandung vitamin C 0,1%
F2 = Mikroemulsi yang mengandung vitamin C 0,5%

Hasil Pengamatan Organoleptik Formula Mikroemulsi Ekstrak Daun Kemangi


(Ocimum Americanum L.) Selama Penyimpanan

Formula Tekstur Warna Bau Konsistensi


F0 H KT K KH
F1 H KJT BK KH
F2 H HPT BK KH

Keterangan : F0 = Mikroemulsi yang mengandung ekstrak kemangi 0%


F1 = Mikroemulsi yang mengandung ekstrak kemangi 0,1%
F2 = Mikroemulsi yang mengandung ekstrak kemangi 0,5%
H = Homogen
KT = Kuning transparan
KJT = Kuning jingga transparan
HPT = Hijau pekat transparan
K = Khas
BK = Bau kemangi
KH = Kental homogen

33
Hasil Pengamatan Organoleptik Formula Mikroemulsi Vitamin C Selama
Penyimpanan
Formula Tekstur Warna Bau Konsistensi
F0 H KT K KH
F1 H KT K KH
F2 H KT K KH

Keterangan : F0 = Mikroemulsi yang mengandung vitamin C 0%


F1 = Mikroemulsi yang mengandung vitamin C 0,1%
F2 = Mikroemulsi yang mengandung vitamin C 0,5%
H = Homogen
KT = Kuning transparan
K = Khas
KH = Kental homogen

Hasil Pengamatan pH Formula Mikroemulsi Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum


Americanum L.) Selama Penyimpanan

Pengukuran pH Mikroemulsi Pada Hari Ke-


Formula
1 7 14 21 28
F0 5,64 5,64 5,64 5,67 5,69
F1 4,76 4,76 5,31 5,29 5,33
F2 5,16 5,16 5,16 5,18 5,19

5
pH

F0

3 F1
F2
1
0 7 14 21 28
Waktu (Hari ke-)

Pengaruh waktu penyimpanan terhadap pH mikroemulsi berbagai konsentrasi


Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum Americanum L.)

34
Keterangan : F0 = Mikroemulsi yang mengandung ekstrak kemangi 0%
F1 = Mikroemulsi yang mengandung ekstrak kemangi 0,1%
F2 = Mikroemulsi yang mengandung ekstrak kemangi 0,5%

Hasil Pengamatan pH Formula Mikroemulsi Vitamin C Selama Penyimpanan

Pengukuran pH Mikroemulsi Pada Hari Ke-


Formula
1 7 14 21 28
F1 4,51 4,51 4,75 4,78 4,79
F2 4,78 4,78 4,78 4,84 4,85

5
pH

F1
3 F2

1
0 7 14 21 28

Waktu (Hari ke-)

Pengaruh waktu penyimpanan terhadap pH mikroemulsi berbagai konsentrasi


Vitamin C
Keterangan : F1 = Mikroemulsi yang mengandung vitamin C 0,1%
F2 = Mikroemulsi yang mengandung vitamin C 0,5%

Hasil Pengamatan Viskositas (Cps) Formula Mikroemulsi Ekstrak Daun


Kemangi (Ocimum Americanum L.) Selama Penyimpanan
Pengukuran Viskositas (Cps) Mikroemulsi Pada
Formula Hari Ke-
1 7 14 21 28
F0 350 350 350 350 350
F1 500 500 450 450 450
F2 750 750 700 700 700

35
800
700

Viskositas
600
F0
500
400 F1
300 F2
0 7 14 21 28
Waktu (Hari ke-)

Pengaruh waktu penyimpanan terhadap viskositas (cps) mikroemulsi berbagai


konsentrasi ekstrak daun kemangi (ocimum americanum L.)

Keterangan : F0 = Mikroemulsi yang mengandung ekstrak kemangi 0%


F1 = Mikroemulsi yang mengandung ekstrak kemangi 0,1%
F2 = Mikroemulsi yang mengandung ekstrak kemangi 0,5%

Hasil Pengamatan Viskositas (Cps) Formula Mikroemulsi Vitamin C Selama


Penyimpanan

Pengukuran Viskositas (Cps) Mikroemulsi Pada Hari


Formula Ke-
1 7 14 21 28
F1 1050 1050 1050 1050 1050
F2 1650 1650 1650 1650 1650

1700
1500
Viskositas

1300
1100
F1
900
700 F2
500
0 7 14 21 28
Waktu (Hari ke-)

Gambar 4.9 Pengaruh waktu penyimpanan terhadap viskositas (Cps)


mikroemulsi berbagai konsentrasi vitamin c

Keterangan : F1 : Mikroemulsi yang mengandung vitamin C 0,1%


F2 : Mikroemulsi yang mengandung vitamin C 0,5%

36
Hasil Pengamatan Sentrifugasi Formula Mikroemulsi Ekstrak Daun Kemangi
(Ocimum Americanum L.) Selama Penyimpanan

formula 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300


F0 TM TM TM TM TM TM TM TM TM TM
F1 TM TM TM TM TM TM TM TM TM TM
F2 TM TM TM TM TM TM TM TM TM TM

Keterangan : F0 = Mikroemulsi yang mengandung ekstrak kemangi 0%


F1 = Mikroemulsi yang mengandung ekstrak kemangi 0,1%
F2 = Mikroemulsi yang mengandung ekstrak kemangi 0,5%

Hasil Pengamatan Sentrifugasi Formula Mikroemulsi Vitamin C Selama


Penyimpanan

Formula 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300


F0 TM TM TM TM TM TM TM TM TM TM
F1 TM TM TM TM TM TM TM TM TM TM
F2 TM TM TM TM TM TM TM TM TM TM

Keterangan : F0 = Mikroemulsi yang mengandung vitamin C 0%


F1 = Mikroemulsi yang mengandung vitamin C 0,1%
F2 = Mikroemulsi yang mengandung vitamin C 0,5%

Hasil Pengamatan freez-thaw Formula Mikroemulsi Ekstrak Daun Kemangi


(Ocimum Americanum L.) Selama Penyimpanan

Formula Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3 Siklus 4 Siklus 5


F0 TM TM TM TM TM
F1 TM TM TM TM TM
F2 TM TM TM TM TM

Keterangan : F0 = Mikroemulsi yang mengandung ekstrak kemangi 0%


F1 = Mikroemulsi yang mengandung ekstrak kemangi 0,1%
F2 = Mikroemulsi yang mengandung ekstrak kemangi 0,5%

37
Hasil Pengamatan freez-thaw Formula Mikroemulsi Vitamin C Selama
Penyimpanan

Formula Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3 Siklus 4 Siklus 5


F0 TM TM TM TM TM
F1 TM TM TM TM TM
F2 TM TM TM TM TM

Keterangan : F0 = Mikroemulsi yang mengandung vitamin C 0%


F1 = Mikroemulsi yang mengandung vitamin C 0,1%
F2 = Mikroemulsi yang mengandung vitamin C 0,5%

Setelah dibuat sediaan mikroemulsi, dilakukan pengujian aktivitas antioksidan


dengan menggunakan metode DPPH secara kuantitatif, sediaan mikroemulsi
tersebut dalam ekstrak daun kemangi memiliki aktivitas antioksidan. hal ini
menandakan bahwa dalam sediaan mikroemulsi tersebut terdapat aktivitas
antioksidannya. Untuk melihat apakah ekstrak daun kemangi (Ocimum
americanum L.) masih memiliki aktivitas antioksidan digunakan vitamin C
sebagai pembanding dengan berbagai konsentrasi yang sama dengan ekstrak
daun kemangi (Ocimum americanum L.). Berdasarkan data pada tabel IV 28
menunjukkan bahwa F2 ( formula mikro emulsi yang mengandung ekstrak daun
kemangi 0,5%) memiliki aktivitas aktivitas antioksidan yang lebih besar
dibandingkan F1. Hal ini dapat dilihat dari hasil IC50 yang didapat formula 2
adalah 224,71 lebih kecil dari pada IC50 yang didapat formula 1 adalah 287,04.
Hal ini menunjukan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak daun kemangi
(Ocimum americanum L.) yang ditambahkan kedalam sediaan mikroemulsi maka
semakin besar aktivitas antioksidannya. tetapi apabila dibandingkan dengan
sediaan mikroemulsi yang mengandung vitamin C dengan konsentrasi yang
sama, aktivitas antioksidan mikroemulsi yang mengandung ekstrak daun
kemangi (Ocimum americanum L.) lebih kecil dari pada aktivitas antioksidan
mikroemulsi yang mengandung vitamin C, hal ini menunjukan bahwa efek
antioksidan dari daun kemangi sedikit dibandingkan dengan vitamin C.

Pada pengujian keamaan (uji iritasi) yang dilakukan pada dua puluh orang
sukarelawan dengan cara uji temple terbuka (patch test) selama 2 sampai 5
menit menggunakan mikroemulsi yang mengandung berbagai konsentrasi
ekstrak daun kemangi (Ocimum americanum L.), dari hasil pengamatan
diketahui bahwa seluruh formula tidak memberikan efek iritasi terhadap dua
puluh orang sukarelawan yang ditandai dengan kulit merah dan timbul rasa
gatal, sehingga dapat dikatakan bahwa sediaan ini aman dalam penggunaan.

38
Hasil Pengujian Orientasi Aktivitas Antioksidan Pada Ekstrak Daun Kemangi
Konsentrasi 0,1% Pada Panjang Gelombang 517 nm

Absorban
Konsentrasi Absorban % Inhibisi IC 50
Kontrol
10 0,737 22,74
20 0,724 24,10
30 0,712 25,36
0,955 252,05
40 0,703 26,31
50 0,695 27,14
60 0,681 28,61

100 y = 0.1615x + 16.639


R = 0.9859
80
%Inhibisi

60
40
Linear (% Inhibisi)
20
0
0 50 100 150 200 250 300 350
Konsentrasi (ppm)

Hasil regresi linear dari berbagai konsentrasi seri ekstrak etanol daun
kemangi 0,1%

Hasil Pengujian Orientasi Aktivitas Antioksidan Pada Ekstrak Daun Kemangi


Konsentrasi 0,5% Pada Panjang Gelombang 517 nm

Absorban
Konsentrasi Absorban % Inhibisi IC 50
Kontrol
50 0,713 25,26
100 0,625 34,48
150 0,586 38,57
0,955 207,26
200 0,492 48,42
250 0,426 55,34
300 0,312 67,29

39
100 y = 0.1615x + 16.639
R = 0.9859
80

%Inhibisi
60

40 % Inhibisi

20

0
0 50 100 150 200 250 300 350
Konsentrasi (ppm)

Hasil regresi linear dari berbagai konsentrasi seri ekstrak etanol daun
kemangi 0,5%

Hasil Pengujian Orientasi Aktivitas Antioksidan Pada Vitamin C Konsentrasi


0,1% Pada Panjang Gelombang 517 nm

Absorban
Konsentrasi Absorban % Inhibisi IC 50
Kontrol
10 0,507 46,85
20 0,495 48,11
30 0,483 49,37
0,955 37,52
40 0,474 50,31
50 0,463 51,46
60 0,455 52,30

100
90 y = 0.1093x + 45.912
80 R = 0.9957
70
% Inhibisi

60
50
40 % Inhibisi
30
20 Linear (% Inhibisi)
10
0
0 10 20 30 40 50 60 70
Konsentrasi (ppm)

Hasil regresi linear dari berbagai konsentrasi seri vitamin C 0,1%

40
Hasil Pengujian Orientasi Aktivitas Antioksidan Pada Vitamin C Konsentrasi
0,5% Pada Panjang Gelombang 517 nm

Absorban
konsentrasi Absorban % Inhibisi IC 50
Kontrol
50 0,415 56,49
100 0,368 61,42
150 0,287 69,91
0,955 21,34
200 0,211 77,88
250 0,085 91,09
300 0,052 94,54

100 y = 0.1641x + 46.505


90 R = 0.9808
80
70
% Inhibisi

60 % Inhibisi
50
40
30
20 Linear (%
10 Inhibisi)
0
0 50 100 150 200 250 300 350
Konsentrasi (ppm)

Hasil regresi linear dari berbagai konsentrasi seri vitamin C 0,5%

Hasil Pengujian Aktivitas Antioksidan Pada Mikroemulsi Uji 0,1% (Mikroemulsi


Ekstrak Daun Kemangi) Pada Panjang Gelombang 517 nm

Absorban
Konsentrasi Absorban % Inhibisi IC 50
Kontrol
10 0,751 21,27
20 0,748 21,59
30 0,735 22,95
0,955 287,04
40 0,723 24,21
50 0,716 24,94
60 0,702 26,41

41
100 y = 0.1057x + 19.866
90 R = 0.9809
80
70

% Inhibisi
60
50
40 % Inhibisi
30
20 Linear (% Inhibisi)
10
0
0 10 20 30 40 50 60 70
Konsentrasi (ppm)

Hasil regresi linear dari berbagai konsentrasi seri mikroemulsi 0,1%

Hasil Pengujian Aktivitas Antioksidan Pada Mikroemulsi Uji 0,5% (Mikroemulsi


Ekstrak Daun Kemangi) Pada Panjang Gelombang 517 nm

Absorban
Konsentrasi Absorban % Inhibisi IC 50
Kontrol
50 0,734 23,06
100 0,648 32,07
150 0,603 36,79
0,955 224,71
200 0,524 45,07
250 0,457 52,09
300 0,339 64,46

100
y = 0.157x + 14.72
80 R = 0.984

60
% Inhibisi

40 % Inhibisi

20 Linear (% Inhibisi)

0
0 50 100 150 200 250 300 350
Konsentrasi (ppm)

Hasil regresi linear dari berbagai konsentrasi seri mikroemulsi 0,5%

42
Hasil Pengujian Aktivitas Antioksidan Pada Mikroemulsi Uji 0,1% (Mikroemulsi
Vitamin C) Pada Panjang Gelombang 517 nm

Absorban
Konsentrasi Absorban % Inhibisi IC 50
Kontrol
10 0,516 45,91
20 0,512 46,33
30 0,505 47,06
0,955 61,76
40 0,495 48,11
50 0,487 48,95
60 0,476 50,10

100 y = 0.0854x + 44.758


90 R = 0.9821
80
70
% Inhibisi

60
50
40 % Inhibisi
30
20 Linear (% Inhibisi)
10
0
0 10 20 30 40 50 60 70
Konsentrasi (ppm)

Hasil regresi linear dari berbagai konsentrasi seri mikroemulsi 0,1%

Hasil Pengujian Aktivitas Antioksidan Pada Mikroemulsi Uji 0,5% (Mikroemulsi


Vitamin C) Pada Panjang Gelombang 517 nm

Absorban
konsentrasi Absorban % Inhibisi IC 50
Kontrol
50 0,462 51,57
100 0,414 56,60
150 0,326 65,82
0,955 50,93
200 0,269 71,80
250 0,155 83,75
300 0,092 90,35

43
100
y = 0.1608x + 41.851
80
R = 0.9891

% Inhibisi
60
40 % Inhibisi
20 Linear (% Inhibisi)

0
0 50 100 150 200 250 300 350
Konsentrasi (ppm)

Hasil regresi linear dari berbagai konsentrasi seri mikroemulsi 0,5%

Hasil Pengamatan Uji Keamanan Formula Uji Mikroemulsi Yang Mengandung


Ekstrak Daun Kemangi (Ocinum Americanum L.)

Formula
Sukarelawan
F0 F1 F2
1 - - -
2 - - -
3 - - -
4 - - -
5 - - -
6 - - -
7 - - -
8 - - -
9 - - -
10 - - -
11 - - -
12 - - -
13 - - -
14 - - -
15 - - -
16 - - -
17 - - -
18 - - -
19 - - -
20 - - -
Keterangan : F0 = Mikroemulsi yang mengandung ekstrak kemangi 0%
F1 = Mikroemulsi yang mengandung ekstrak kemangi 0,1%
F2 = Mikroemulsi yang mengandung ekstrak kemangi 0,5%
- = tidak terjadi iritasi

44
4. Kesimpulan

Ditinjau dari segi organoleptik, uji pH, viskositas, sentrifugasi dan freez-thaw
terhadap formula 0, 1, dan 2, semua formula relatif stabil selama 28 hari
penyimpanan.

Formula mikroemulsi ekstrak daun kemangi konsentrasi 0,1% ; 0,5% memiliki


aktivitas antioksidan dengan nilai IC50 yang didapat formula 1 adalah 287,04 dan
formula 2 adalah 224,71.

setiap sediaan mikroemulsi yang mengandung ekstrak daun kemangi (Ocimum


americanum L.) pada konsentrasi 0,1%; 0,5% menunjukan tidak terjadi reaksi
iritasi pada kulit setelah penggunaan.

5. Daftar Pustaka

Hussain, M., 2008, Manfaat dan Khasiat Kemangi sebagai Antioksidan,


http://idesehat.com/, Diakses 23 Juni 2012.

Novita, Maylia, E.C., 2014, ,Daun Kemangi sebagai Alternatif Pembuatan


Handsanitaizer, Jurnal Kesehatan Masyarakat, Hlm. 151.

Swarbrick, J and J.C., Boylan., 1995, Encyclopedia of Pharmaceutical


technology, Volume IX, New York. p. 375-399.

Winarsi, Hery, M.S., 2007, Antioksidan Alami & Radikal Bebas, Potensi dan
Aplikasinya dalam Kesehatan, Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Hlm. 11-23.

Dirjen POM, 1995, Materi Medika Indonesia, Jilid VI, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta, Hlm. 72.

Syaifuddin, B., 1997,Anatomi Fisiologi, Edisi II, Buku Kedokteran, Jakarta, Hlm.
141-143.

Dirjen POM, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, Departemen Kesehatan RI,
Jakarta. Hlm. 57, 96, 395, 401, 709, 458.

45
Dalimatta, A., S., 2000, Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia, Jilid IV,
Pustaka Lartika, Jakarta.

Kun, Harismah, Agus, Sriyanto, Dkk., 2013, Pemanfaatan Kemangi(Ocimum


Sanctum L) sebagai Substitusi Aroma pada Pembuatan Sabun Herbal
Antioksidan, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas
Muhammadiyah, Surakarta, Hlm. 1.

Ansel, 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi IV, UI Press, Jakarta,
Hlm. 212-217.

Wina, R., 2007, Formulasi Vitamin E dengan Sistem Mikroemulsi, Tugas Akhir
Sarjana Farmasi Fakutas MIPA, Universitas Garut, Garut, Hlm. 11-14.

Kemala, Retno, D., 2010, Optimasi Formulasi Mikroemulsi Sediaan Hormon


Testosteron Undekanoat, Tugas Akhir Sarjana Farmasi Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Hlm. 7-13.

Yunit, 2012, Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak dan Fraksi Ekstrak Daun Cabe
Rawit (Capsicum frutescens L.) dan Identifikasi Golongan Senyawa dari Fraksi
Teraktif, Tugas Akhir Sarjana Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia, Depok, Hlm. 25-29.

Yuwanti, S., Raharjo, S., Dkk., 2011, Formulasi Mikroemulsi Minyak dalam Air
(O/W) yang Stabil Menggunakan Kombinasi Tiga Surfaktan Non Ionik dengan
Nilai HLB Rendah, Tinggi dan Sedang, Agritech,Vol. 31 (1), 21-29.

Ankur, J., Surya, P., Dkk., 2010, Development & Characterization of


Ketoconazole Emulgel For Topical Drug Delivery, Pelagia Research Library Der
Pharmacia Sinica, 2010, Vol. 1 (3), 221-231.

46
ISOLASI FLAVONOID DARI EKSTRAK METANOL DAUN SIMPUR (Dillenia
suffruticosaGriff. ex Hook)

Ardi Rustamsyah

Abstrak

Telah dilakukan isolasi flavonoid dari daun simpur (Dillenia suffruticosa ex.
Hook). Simplisia daun simpur (Dillenia suffruticosa ex. Hook) diekstraksi
dengan cara maserasi menggunakan maserasi menggunakan pelarut
metanol. Ekstrak metanol difraksinasi menggunakan ekstraksi cair-cair
dengan n-heksan dan etil asetat sebagai pelarut sehingga didapat 3 fraksi.
Dari subfraksi etil asetat dilakukan pemurnian menggunakan metode
kromatografi lapis tipis preparatif dan didapat isolat A. Isolat A diuji
kemurnian menggunakan kromatografi lapis tipis tiga pengembang serta
KLT 2 dimensi. Isolat A diidentifikasi dan dikarakterisasi menggunakan
spektrofotometri uv-vis dan pereaksi geser (NaOH, AlCl3, CH3CooNa, AlCl3 +
HCl, CH3CooNa + H3BO3). Penapisan fitokimia serbuk simplisia dan ekstrak
metanol daun simpur menunjukan adanya senyawa flavonoid, alkaloid,
steroid/triterpenoid. Isolat A memiliki panjang gelombang maksimum 332
nm dan 264 nm. Setelah penambahan pereaksi geser NaOH, AlCl3 + HCl,
dan CH3CooNa. Panjang gelombang maksimum isolat A untuk pita I
bergeser +60 nm, kekuatan tidak menurun, +26 nm pita I, kekuatan
berkurang -2 pada pita II, dan + 42 nm pita I. Berdasarkan hasil tersebut
Isolat A diduga merupakan flavonol yang tersubtitusi 3,7,8 trihidroksi. Isolat
A tersebut mempunyai kerangka senyawa yang diduga 3,7,8
trihidroksiflavonol.

Kata kunci : Daun simpur, flavonoid, isolasi, spektrofotometri uv-vis,


flavonol.

1. Pendahuluan

Dalam pengobatan secara tradisional, sebagian besar ramuan berasal dari


tumbuhan, baik berupa akar, kulit batang, kayu, daun, bunga, buah atau bijinya.
Ada pula yang berasal dari organ binatang dan bahan-bahan mineral. Agar
pengobatan secara tradisional dapat dipertanggungjawabkan maka diperlukan
penelitian-penelitian ilmiah seperti penelitian-penelitian dibidang farmakologi,

47
farmakognosi, toksikologi, identifikasi dan isolasi zat kimia aktif yang terdapat
dalam tumbuhan. Senyawa aktif yang terdapat dalam tumbuhan umumnya
dalam bentuk metabolit sekunder seperti alkaloid, flavonoid, terpenoid, steroid,
kumarin (1).

Flavonoid mempunyai aktivitas beragam, diantaranya mempunyai efek sebagai


antivirus, antikanker, antiinflamasi, antioksidan, antihepatoksik, antidiabetes
(2).

Salah satu tumbuhan yang bermanfaat sebagai obat tradisional adalah simpur
(Dillenia Suffruticosa Griff. Ex Hook). Tumbuhan ini banyak tumbuh di
Kalimantan Barat dan merupakan salah satu tumbuhan endemik Kalimantan
Barat. Tumbuhan ini terutama tumbuh di hutan atau dalam pembukaan lahan di
hutan-hutan tidak terganggu kebanyakan pada rawa, hutan bakau, tepi sungai,
tapi kadang-kadang juga ditemukan di bukit dan pegunungan (3).

Oleh masyarakat Melayu, daun simpur digunakan untuk obat, daun dan akar
digunakan dalam nyeri peradangan, gatal-gatal, sakit perut, dan meringankan
setelah melahirkan. Masyarakat Melayu masih memanfaatkan tanaman dalam
pengobatan tradisional, pengetahuan ini mereka dapatkan secara turun-
temurun, dimana sampai sejauh ini juga belum dilaporkan tentang kandungan
kimia tumbuhan daun simpur yang digunakan sebagai obat tradisional oleh
masyarakat Melayu(3).

Hal ini, memberikan inspirasi kepada peneliti untuk melakukan isolasi flavonoid
dari tumbuhan daun simpur. Adapun tujannya untuk mendapatkan isolat
berupa senyawa flavonoid dari daun simpur serta sebagai dasar ilmiah dan
informasi baru untuk penelitian selanjutnya.

2. Metode Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan meliputi penyiapan simplisia, karakterisasi


simplisia, penapisan fitokimia, ekstraksi, pemisahan, pemurnian, dan
karakterisasi isolat.Penyiapan bahandimulai dengan menentukan bagian
tumbuhan yang akan digunakan, setelah itu lakukan determinasi tumbuhan.
Tumbuhan yang terkumpul dilakukan pemilihan, kemudian dibersihkan dari
pengotor dengan air mengalir.

Pengeringandilakukan dengan lemari pengering selama 3 hari. Setelah


pengeringan, dilakukan pemilihan kembali untuk memastikan tidak ada
komponen asing yang terbawa. Simplisia daun simpur disimpan dalam wadah

48
kedap udara. Untuk tahap penelitian selanjutnya simplisia diserbukan terlebih
dahulu untuk menunjang keefektifan.

Karakteristik simplisia meliputi penentuan karakteristik makroskopik, penetpan


kadar abu, dan penetapan kadar abu larut air, penetapan kadar abu tidak larut
asam, penetapan susut pengeringan, penetapan kadar sari larut air, penetapan
kadar sari larut etanol.

Kandungan senyawa organik ditentukan dengan penapisan fitokimia sebagai


langkah awal untuk mengetahui komponen-komponen kimia dari bahan.
Penapisan kimia dilakukan secara bertahap mulai dari pemeriksaan golongan
alkaloid, flavonoid, tanin,kuinon, saponin, dan steroid/terpenoid.

Metode ekstraksi yang digunakan ialah maserasi dingin menggunakan pelarut


metanol selama 3 x 24 jam, kemudian ekstrak yang diperoleh disaring sehingga
menghasilkan filtrat, setelah itu filtrat dipekatkan dengan rotary vacuum
evaporator didapat ekstrak kental metanol. Ekstrak kental metanol dilakukan
penapisan fitokimia kembali yang dilakukan secara bertahap mulai dari
pemeriksaan golongan alkaloid, flavonoid, tanin,kuinon, saponin, dan
steroid/terpenoid.Ekstrak metanol yang telah dipekatkan difraksinasi berturut-
turut dengan n-heksan dan etil asetat, sehingga diperoleh fraksi n-heksan, etil
asetat dan metanol.

Masing-masing fraksi yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan cara


penguapan menggunakan alat rotary vacuum evaporator
(penguapanputarvakum).Fraksi n-heksan dan etil asetat yang telah dipekatkan
dipantau dengan kromatografi lapis tipis analitik menggunakan penampak
bercak sitroborat dan diperiksa dibawah sinar ultraviolet.

Pemisahan fraksi etil asetat dilakukan dengan metode kromatografi cair vakum
dengan menggunakan pelarut n-heksan, etil asetat dan metanol. Pemeriksaan
dan identifikasi senyawa dari setiap fraksi yang diperoleh dilakukan dengan
kromatografi lapis tipis analitik.

Fraksi yang diduga megandung senyawa yang sama disatukan. Pemisahan fraksi
hasil kromatografi cair vakum dilakukan dengan kromatografi kolom dengan
pengembang kloroform : etilasetat : metanol (8:1:1). Pemurnian dilakukan
dengan cara kromatografi lapis tipis preparatif dengan komposisi pengembang
yang telah dioptimasi. Identifikasi hasil pemurnian dilakukan secara
kromatografi lapis tipis dua dimensi dan isolat yang didapat dikarakterisasi dan
diidentifikasi dengan spektrofotometri ultraviolet danpereaksigeser (28).

49
3. Hasil Penelitian dan pembahasan

Pada penelitian ini menggunakan daun simpur yang diperoleh dari Desa
Mensasak, Kecamatan Hulu Gurung, Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi
Kalimantan Barat. Bahan yang telah dikumpulkan dipastikan identitasnya
dengan Cara determinasi yang dilakukan di Laboratorium Biologi Fakultas
Pertanian Universitas Tanjungpura Pontianak yang menunjukkan bahwa
tumbuhan ini termasuk spesies DilleniasuffruticosaGriff.ex Hook.

Sebelum dilakukan proses pengeringan, tanaman yang akan dibuat simplisia


harus melalui beberapa tahapan dimulai dari pengumpulan bahan baku hingga
proses pengeringan. Bagian tanaman yang digunakan adalah daun. Setelah
dilakukan pengumpulan daun maka dilakukan sortasi basah yang bertujuan
untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan asing lainnya dari bahan
simplisia. Selanjutnya daun dicuci di air mengalir, hal ini dilakukan untuk
menghilangkan tanah atau pengotor lain yang menempel pada daun. Daun
kemudian dikeringkan yang bertujuan untuk mendapatkan simplisia yang tidak
mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama.

Simplisia yang diperoleh kemudian dilakukan pemeriksaan. Pemeriksaan


karakteristik dari simplisia ini bertujuan untuk spesifikasi dari simplisia yang
diteliti. Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia dipeoleh penetapan kadar abu
total, penetapan kadar abu larut air sebesar, penetapan kadar abu tidak larut
asam, penetapan susut pengeringan, penetapan kadar sari larut air, penetapan
kadar sari larut etanol. Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada Tabel dibawah ini

Hasil Pemeriksaan Karakteristik Simplisia

Hasil Pemeriksaan
No Pemeriksaan
(%)
1 Penetapan Kadar Abu total 7,82
2 Penetapan Kadar Abu Larut Air 1,95
3 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam 0,9
4 Penetapan Susut Pengeringan 3,67
5 Penetapan Kadar Sari Larut Air 7
6 Penetapan Kadar Sari Larut Etanol 15

50
Pemeriksaan pendahuluan kandungan kimia simplisa serbuk daun simpur
menunjukan adanya kandungan golongan senyawa kimia yaitu alkaloid,
flavonoid, saponin, steroid/triterpenoid. Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada
Tabel dibawah

Hasil Pemeriksaan Penapisan Fitokimia

No Golongan senyawa Simplisia Ekstrak MeOH


1 Alkaloid + +
2 Flavonoid + +
3 Tanin - -
4 Kuinon - -
5 Saponin + +
6 Steroid dan terpenoid + +

Keterangan: + = terdeteksi
- = tidak terdeteksi

Pembuatan ekstrak yang dilakukan dalam penelitian ini dengan cara ekstraksi
dingin yaitu dengan cara maserasi 3 x 24 jam dengan menggunakan pelarut
metanol. Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara perkerjaan
dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah dipisahkan. Sebelum
dilakukan proses maserasi, simplisia diserbukan terlebih dahulu dengan maksud
agar mempermudah penyerapan pelarut karena semakin halus permukaan
simplisia semakin mudah. Selama proses maserasi, pada maserat sekali-kali
dilakukan pengadukan dengan maksud mengoptimalkan proses penyarian.

Jumlahserbuk simplisia yang dimaserasi sebanyak 1000 g, dan jumlah pelarut


yang digunakan sebanyak 12 L. Hasil maserasi dipekatkan dengan rotary vacum
evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental metanol.

Selanjutnya dilakukan proses fraksinasi menggunakan metode ekstraksi cair-


cair. Esktrak pekat metanol dilarutkan dalam air panas. Tujuannya ialah untuk
menghilangkan klorofil yang terdapat dalam ekstrak metanol. Pelarut yang
digunakan pada ekstraksi cair-cair menggunakan pelarut dengan kepolaran yang
meningkat yaitu pelarut n-heksan dan etil asetat. Kemudian masing-masing
fraksi n-heksan dan etil asetat yang didapat dipekatkan dengan menggunakan
rotary vacum evaporator sehingga diperoleh 0,68 g fraksi pekat n-heksan dan
4,78 g fraksi pekat etil asetat.

51
Masing-masing fraksi diperiksa dengan metode KLT, tetapi hanya fraksi etil
asetat yang dilanjutkan pemeriksaannya. Hasil kromatografi dapat dilihat pada
gambar dibaawah.

F1 F2 F3 F1 F2 F3 F1 F2 F3

(A) (B) (C)

Gambar KromatografiLapisTipis (silika gel GF254) ekstrakdaunsimpur


(Dilleniasuffruticosa): (A) Sinar UV 254 ; (B) Sinar UV 366 ; (C)
Sinar UV 366 penampak bercak sitroborat

Keterangan : F1 = Fraksi Etil Asetat


F2 = Fraksi N-Hexan
F3 = Extrak Kental Metanol
Nilai Rf jarak antara noda pada sinar UV 366 dengan penampak
bercak sitroborat yaitu 0,266.

Tahap pemisahan selanjutnya dilakukan dengan metode kromatografi cair


vakum dengan sistem pelarut landaian n-heksan-etil asetat-metanol dengan
berbagai perbandingan pelarut. Dari hasil kromatografi cair vakum tersebut
diperoleh 21 fraksi dan kemudian masing-masing fraksi diuapkan. Setiap fraksi
dikromatografi lapis tipis dengan fase diam silika gel GF 254, fase gerak kloroform-
etil asetat-metanol (8:1:1), penampak bercak sitroborat dan diamati di bawah
sinar UV 254 nm dan 366 nm. Fraksi yang memiliki pola kromatografi yang sama
digabungkan, yaitu fraksi 8 sampai fraksi 13. Hasil kromatografi dapat dilihat
pada gambar dibawah

52
Gambar Kromatografi Lapis Tipis fraksi-fraksihasil KCV

Keterangan : Ga = Garisawalpenotolan
Gb = Batasakhirpengembang
Pengembang =Kloroform :etilasetat : metanol (8:1:1)
Fasediam = Silika gel GF 254
F2- F20 =Fraksihasil KCV
Penampakbercak=sinar UV 366 nm, sitroborat.

Kemudian fraksi tersebut dilanjutkan pemisaahan dengan menggunakan


kromatografi kolom, pengembang yang digunakan adalah kloroform-etil asetat-
metanol dengan perbandingan (8:1:1). Kemudian masing-masing fraksi dari hasil
kromatografi kolom dilakukan pemantauan dengan menggunakan kromatografi
lapis tipis dengan fase diam silika gel GF254, pengembang kloroform-etil asetat-
metanol dengan perbandingan sebagai berikut (8:1:1), penampak bercak
sitruborat dan H2SO4 kemudian diamati dibawah sinar UV 254 nm dan 366 nm.

Hasil kromatografi lapis tipis menunjukkan bahwa fraksi 37 sampai fraksi 50


menunjukkan pemisahan yang baik. Selanjutnya fraksi tersebut digabungkan
kemudian dilakukan pemantauan dengan menggunakan kromatografi lapis tipis
dengan fase diam silika gel GF254, pengembang kloroform-etil asetat-metanol
dengan perbandingan (8:1:1), penampak bercak sitruborat dan H2SO4 kemudian
diamati dibawah sinar UV 254 nm dan 366 nm. Hasil positif flavonoid
ditunjukkan dengan adalanya pola yang berpendar pada plat kromatografi lapis
tipis setelah disemprot dengan penampak bercak sitroborat. Hasil kromatografi
kolom dapat dilihat pada gambar dibawah

53
Gambar Kromatografi Lapis Tipis subfraksi hasil kromatografi kolom

Keterangan : Ga = Garis awal penotolan


Gb = Batas akhir pengembang

Selanjutnya dilakukan pemurnian menggunakan kromatografi lapis tipis


preparatif dengan fase diam silika gel GF254 dan fase gerak kloroform-etil asetat -
metanol (8:1:1), penampak bercak sirtoborat, kemudian diamati di bawah sinar
UV 254 nm dan 366 nm dan dihasilkan II pita, yaitu pita I dan II. Dari kedua pita
yang dihasilkan kromatografi lapis tipis preparatif hanya pita II yang
menghasilkan warna yang berpendar dengan penampak bercak sitroborat. Hasil
kromatografi dapat dilihat pada gambar dibawah

Gambar Hasil kromatografi lapis tipis preparative dari subfraksi

54
Keterangan: Ga = Garis awal penotolan
Gb = Batas akhir pengembang
Fase diam = Silika gel GF254
Fase Gerak = Kloroform : Etil asetat : Metanol (80:10:10)
Penampak bercak UV 366 nm, sitroborat.

Isolat yang diperoleh yaitu isolat A selanjutnya dilakukan pemeriksaan


kemurnian isloat dengan kromatografi tiga pengembang berbeda dan dua
dimensi dengan menggunakan pengembang I = toluen: aseton (10:250l)
memberikan nilai Rf 0,77 dan Pengembang II = etil asetat : kloroform (10:500l)
memberikan nilai Rf 0,4 dengan penampak bercak sitroborat memberikan satu
noda yang berpendar. Hasil kromatografi dapat dilihat pada gambar dibawah

Gambar Hasil KLT 3 pengembang berbeda

Keterangan : P2 = Pita II
A = Pengembang I Toluen: aseton (10:250l)
B = Pengembang II etil asetat : kloroform (10:500l)
C = Pengembang III Etil asetat: metanol (8:2)
Fase diam = silika gel GF254
Penampakbercaksinar UV366, dansitroborat

Isolat A kemudian diidentifikasi dengan spektrofotometri ultraviolet dan


pereaksi geser. Pereaksi geser yang digunakan adalah natrium hidroksida
(NaOH), natrium asetat NaOAc), almunium klorida AlCl 3, asam klorida (HCl) dan
asam borat (H3BO3).

55
Gambar Hasil Uji kemurinian

Keterangan : Pengembang I = Toluen: aseton (10:250l)


Pengembang II = Etil asetat : kloroform (10:500l)
Fase diam = Silika gel GF254
= penotolan awal
Penampakbercak sinar UV366, dansitroborat

Hasil pemeriksaan spektrofotometri ultraviolet untuk isolat A yaitu pita I pada


panjang gelombang 332 nm dan pita II pada panjang gelombang 264 nm.
Menurut markham (1988)Puncak-puncak tersebut mendekati serapan senyawa
Flavonol yang mempunyai serapan pada daerah panjang gelombang pita I 330-
360 nm dan pita II 250-280 nm (14). Dengan penambahan larutan NaOH terjadi
pergeseran batokromik pada pita I sebesar + 60 nm kekuatan tidak menurun
setelah lima menit, yang menunjukan adanya 3-OH tidak ada 4-OH bebas,
dengan penambahan AlCl3 + HCl terjadi pergeseran batokromik pada pita I
sebesar +26 menunjukan o-di OH pada cincin A, dengan penambahan NaOAc
terjadi pergeseran batokromik pada pita I sebesar +26 menunjukan 7- OH. Hasil
karakteristik dan identifikasi dapat dilihat pada gambar dibawah

Gambar Spektrum ultraviolet isolat A dalam metanol (MeOH) dari fraksi etil
asetat

56
Gambar Spektrum ultraviolet isolat A dengan penambahan natrium hidroksida
(NaOH)

Gambar Spektrum ultraviolet isolat A dengan penambahan natrium hidroksida


(NaOH ) 5 menit

57
Gambar Spektrum ultraviolet isolat A dengan penambahan almunium klorida
(AlCl3)

Gambar Spektrum ultraviolet isolat A dengan penambahan almunium klorida


(AlCl3) + asam klorida (HCl)

58
Gambar Spektrum ultraviolet isolat A dengan penambahan natrium asetat
(NaOAc)

Gambar Spektrum ultraviolet isolat A dengan penambahan natrium asetat


(NaOAc) 5 menit

59
Gambar Spektrum ultraviolet isolat A dengan penambahan natrium asetat
(NaOAc) dan asam borat (H3BO3)

Dari data tersebut diduga bahwa isolat A merupakan senyawa flavonoid turunan
Flavonol (22).

Gambar Struktur 3,7,8 trihidroksiflavonol

4. Kesimpulan

Penapisan fitokimia pada serbuk simplisia dan ekstrak metanol daun simpur
menunjukan adanya alkaloid, flavonoid, saponin, steroid dan terpenoid.

Dari fraksi etil asetat berhasil diiolasi suatu senyawa yang mempunyai kerangka
senyawa flavonol dengan 3-OH tidak ada 4- OH bebas, o-di OH pada cincin A
dan 7- OH.

60
5. Daftar Pustaka

Adfa, Morina, 2005, Survei Etnobotani, Studi Senyawa Flavonoid, dan Uji
Brine Shrimp Beberapa Tumbuhan Obat Tradisional Suku Serawai di Provinsi
Bengkulu, Jurnal Gradien, Vol 1 (1), Hlm. 43-50.

Cody, V., 1985, Flavonoid in Biology and Medicine II, Liss Inc, New York. Hlm.
22-35

Yazan, Saiful L., Armania N., 2014, Dillenia Species: a Review of the Traditional
Uses, Active Constituents and Pharmacological Properties from Pre-clinical
Studies, Pharmaceutical Biology, Malaysia, Hlm. 890-897.

Tiwari, K.P., Srivastava, S.D., Etc., 1980, a-l-Rhamnopyranosyl-3/3-hydroxy-lup


20(29)-en-28-oic Acid from the Stem of Dillenia pentagyna, Phytochemistry,
Malaysia, Hlm.19.
Srivastava, S.D., 1981, Flavonoids from the Stem of Dillenia pentagyna,
Phytochemistry, Malaysia, Hlm. 20.
Uppalapati, L., Rao, J.T., 1980, Antimicrobial Efficiency of Fixed Oil and
Unsaponifiable Matter of Dillenia indica Linn.,Indian Drugs Pharm Ind,
Malaysia, Hlm. 35-38.
Khanum, A., Khan, I., Etc., A., 2007, Ethnomedicine and Human Welfare,
Ukaaz Publications, Malaysia, Hlm 4.
Banerji, N., Majumder, P., Etc., 1975, a New Pentacyclic Triterpenes Lactone
from Dillenia indica, Phytochemistry, Malaysia, Hlm. 78.
Shah, G.L., 1978, Dillenia indica and Dillenia pentagyna,Flora of Gujarat,
Malaysia, Hlm. 49.
Parvin, N., Rahman, S., Etc., 2009, Chemical and Biological Investigations of
Dillenia indica Linn, Bangladesh J Pharmacol,Malaysia, Hlm. 2-5.
Mukherjee, K.S, Badruddoza, S., 1981, Chemical Constituents of Dillenia Indica
Linn. and Vitex negundo Linn, J Indian Chem Soc, Malaysia, Hlm. 9798.
Md. Muhit, A., Tareq, S.M., Etc., 2010, Isolation and Identification of
Compounds from the Leaf Extract of Dilleniaindica Linn., Bangladesh Pharm J,
Malaysia, Hlm. 49-53.

61
Bate-smith, E.C., Harborne, J.B., 1975, Differences in Favonoids Content
Between Fresh and Herbarium Leaf Tissue in Dillenia, Phytochemistry,
Malaysia, Hlm. 5-8.
Md. Abdille, H., Singh, R.P., Etc., 2010, Antioxidant Activity of the Extracts
from Dillenia indica fruits, FoodChemistry,Malaysia, Hlm. 6.
Kumar, S., Kumar, Etc., O., 2011, Antidiabetic, Hypolipidemic and
Histopathological Analysis of Dillenia indica (L.) Leaves Extract on Alloxan
Induced Diabetic Rats, Asian Pacific journal of tropical medicine, India, Hlm.
47-52.
Abdille, M.H., Singh, R.P., Etc., 2005, Antioxidant Activity of the Extracts from
Dillenia indica fruits, Food Chem, India, Hlm. 16.
Nick., A., Wright, Etc., 1995, Antibacterial Triterpenoids from Dillenia papuana
and Their Structure-activity Relationships, Pytochemistry, Hlm.Malaysia, 15.
Grosvenor, P.W., Supriono, A., Etc., 1995, Medicinal Plants fr Riau Province,
Sumatra, Indonesia. Part 2: Antibacterial and Antifungal Activity, J
Ethnopharmacol, Malaysia, Hlm. 97.
Wiart, C., Mogana, S.,Etc., 2004, Antimicrobial Screening of Plants Used for
Traditional Medicine in the state of Perak Peninsular , Malaysia, Hlm. 6873.
Depkes RI, 1985, Cara Pembuatan Simplisia, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta, Hlm. 7-10.

Harbone, J. B., 1987, MetodeFitokimia : Penuntun Cara Modern Menganalisis


Tumbuhan, Penerjemah Padmawinata, Edisi II,Penerbit ITB, Bandung, Hlm.
123-134.

Syamsuni, A., 2006, Ilmu Resep, EGC, Jakarta, Hlm. 217-219.

Ansel, H. C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi,Diterjemahkan oleh


Farida Ibrahim, Edisi IV, UI-Press, Jakarta, Hlm. 237-258.

Voigt, R., 1994, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Diterjemahkan oleh


Sendani N, Edisi V, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, Hlm. 329-335.

Gritter, 1991, Pengantar Kromatografi, Terjemahan dari Introduction to


Chromatography diterjemahkan oleh Padmawinata, Edisi III, Institut Teknologi
Bandung, Bandung, Hlm. 157-163.

62
Stahl E., 1995, Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi,
Terjemahan dari Drug Analysis by Chromatography, Diterjemahkan oleh
Padmawinata, Institut Teknologi Bandung, Bandung, Hlm. 50-61.

Markam, K.R., Cara Mengidentifikasi Flavonoid, Terjemahan Kosasih, ITB,


Bandung, Hlm 15-53.

Ditjen POM, 1995, Materia Medika Indonesia, Jilid V,Departemen Kesehatan


Republik Indonesia, Jakarta, Hlm. 210-213.

Ditjen POM, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tanaman Obat,


Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, 13-18.

63
AKTIVITAS ANALGETIK EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG SIDAGURI (Sida
yrhombifolia L.) PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS WEBSTER DENGAN
METODE GELIAT (SIEGMUND)

Deden Winda Suwandi

Abstrak

Telah dilakukan penelitian aktivitas analgetik kulit batang sidaguri (Sida


rhombifolia L.) pada mencit jantan galur Swiss Webster dengan metode
Siegmund (geliat). Pada pengujian ini digunakan asam asetat 0,7% sebagai
penginduksi nyeri yang diberikan secara intraperitoneal. Hasil pengujian
menunjukan bahwa ekstrak etanol kulit batang sidaguri (Sida rhombifolia
L.) dosis 100, 200 dan 400 mg/kgbb pada pengamatan menit ke 45, menit
ke 30 dan menit ke 5 memiliki efek analgetik dengan menurunkan jumlah
geliat berbeda bermakna terhadap kelompok control (p<0,005). Efek
analgetik terbesar ditunjukan oleh ekstrak etanol kulit batang sidaguri dosis
400 mg/kgbb dengan persentase proteksi sebesar 52,71% dan efektivitas
analgetik sebesar 78,08%.

Kata kunci : Kulit batang sidaguri, analgetik, siegmund, swiss webster

1. Pendahuluan

Nyeri adalah suatu mekanisme protektif bagi tubuh yang timbul apabila jaringan
sedang dirusak. Individu bereaksi untuk menghilangan rasa nyeri tersebut.
Untuk menghilangkan rasa nyeri, umumnya digunkan obat anti nyeri atau
analgetik (1,2,3).

Analgetik adalah obat yang memiliki aktivitas menekan atau mengurangi rasa
nyeri. Efeknya dapat dicapai dengan berbagai macam cara, misalnya menekan
kepekaan reseptor rasa nyeri terhadap rangsang nyeri mekanik, termik, listrik
atau kimiawi dipusat maupun perifer, atau dengan cara menghambat
pembentukan prostaglandin sebagai meditor rasa nyeri. Kelompok obat ini
terbagi dalam golongan obat analgetik kuat (analgetik narkotik) yang bekerja
secara sentral terhadap SSP misalnya turunn morfin (morfin, kodein dan heroin),
turunan meperidin (petidin dan loperamid), turunan metadon (metdon),
turunan lain-lain (tramadol). Dan golongan analgetik lemah (non narkotik) yang
bekerja secara perifer contohnya turunan anilin dan para-aminofenol
(asetaminofen), turunan 5-pirazolon (metamizol), turunan asam saalisilat

64
(asetosal), turunan 5-pirazolidonion (fenilbutazon), turunan asam N-
arilantranilat (asam mefenamat), turunan asam arilasetat (ibuprofen), turunan
oksikam (piroksikam) (4).

Disamping obat sintetik yang biasa digunakan secara klinis banyak obat herbal
yang biasa digunakan oleh masyarakat secara tradisional dengan menghilangkan
rasa nyeri, salah satu contohnya adalah tanaman sidaguri.

Berdasarkan pengalaman empirik tanaman sidauri (Sida rhombifolia L.) telah


banyak digunakan oleh masyarakat sebagai obat asam urat dan untuk
menurunkan nyeri. Biasanya masyarakat menggunkan rebusan air sidaguri dari
seluruh bagian tanaman mulai dari daun, batang dan akar. Secara umum
tanaman sidaguri berkhasiat dapat menghilangkan rasa nyeri (analgetik), selain
itu juga dapat digunakan sebagai antiradang, peluruh kencing (diuretik), peluruh
haid dan pelembut kulit (5,6).

Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk menguji kebenaran khasiat


tanaman sidaguri sebagai obat asam urat. Pada penelitian sebelumnya sudah
dibuktikan bahwa pemberian ekstrak etanol daun sidaguri memberikan efek
penurunn kadar asam urat, pada dosis 50, 100, dan 200 mg/kg BB (8).
Peradangan yang disebabkan oleh kelebihan asam urat dalam darah sering
menimbulkan rasa nyeri.

Pada penelitian ini akan dilakukan pengujian aktivitas analgetik ekstrrak etanol
kulit batang sidaguri pada mencit putih jantan dengan menggunakan metode
geliat (Siegmund) dengan penginduksi nyeri asam asetat.

Dari latar belakang di atas, masalah yang dapat diidentifikasi adalah: Apakah
ekstrak etanol kulit batang sidaguri (Sida rhombhifolia L.) dapat memberikan
efek analgetik pada mencit? Dan berapa dosis efektif kulit batang sidaguri yang
digunakan terhadap aktivitas analgetik pada mencit jantan galur Swiss Webster?

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui: Aktivitas analgetik


ekstrak etanol kulit batang sidaguri (Sida rhombifolia L.) pada mencit galur Swiss
Webster dengan metode geliat atau Siegmund method dengan penginduksi
nyeri asam asetat dan Dosis efektif ekstrak etanol kulit batang sidaguri terhadap
analgetik pada mencit jantan galur Swiss Webster.

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar ilmiah bagi pemanfaatan
kulit batang sidaguri sebagai obat penghilang rasa nyeri.

65
2. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang dilakukan


dilaboratorium. Pada penelitian ini, bahan yang digunakan adalah kulit batang
sidaguri (Sida rhombhifolia L). Setelah dikumpulkan kulit batang sidaguri
disortasi basah, dicuci, dirajang, dikeringkan, disortasi kering, lalu dilakukan
pembuatan serbuk. Sejumlah serbuk simplisia dimaserasi dengan etanol selama
3 x 24 jam sampai didapati filtrat dipekatkan hingga didapat ekstrak kental.Pada
penelitian ini, hewan uji dibuat nyeri dengan pemberian penginduksi asam
asetat 0,7% secara intraperitonial dengan dosis 10 mL/kg bb lalu dilakukan
perhitungan daya proteksi dan efektivitas analgetik. Parameter yang diamati
yaitu adanya penurunan jumlah geliat pada mencit yang diberi sediaan uji.
Penurunan aktivitas analgetik pada hewan dapat diukur dengan metode geliat
(Siegmund). Penelitian ini menggunakan 5 kelompok mencit, tiga kelompok
diberi ekstrak kulit batang sidaguri dosis uji 1, dosis uji 2 dan dosis uji 3, satu
kelompok sebagai kelompok kontrolyang diberi suspensi PGA 2% dan satu
kelompok sebagai kelompok pembanding yang diberi asetosal. Penelitian ini
dilakukan dengan tahapan pengambilan sampel tumbuhan, determinasi,
pengolahan bahan menjadi simplisia, ekstraksi simplisia, penapisan fitokimia,
penentuan kadar dan pengujian aktivitas lalu data diolah dengan menggunakan
Analisis Variansi (ANAVA) dan uji lanjut dengan metode LSD (Least Significant
Different), untuk mengetahui ada atau tidaknya aktivitas analgetik obat uji
terhadap hewan percobaan.

3. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Pada penelitian ini digunakan tanaman kulit batang sidaguri (Sida rhombifolia L.)
yang sering digunakan oleh masyarakat untuk pengobatan asam urat studi
pustaka sidaguri memiliki khasiat sebagai analgetik.

Tanaman yang digunakan pada tanaman ini dideterminasi terlebih dahulu di


Herbarium Bandungense, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati ITB Bandung. Hasil
determinasi tanaman menunjukan bahwa tumbuhan sidaguri termasuk ke
dalam: divisi Magnoliophyta; subdivisi Dilleniidae; kelas Magnoliopsida (Dicots);
subkelas Dialypetalae; bangsa Malvales; suku Malvaceae; marga Sida; jenis Sida
rhombifolia L.

Pengolahan kulit batang sidaguri menjadi simplisia, meliputi sortasi basah


bertujuan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing lain,
pencucian bertujuan untuk menghilangkan tanah dan pengotor lain yang
melekat pada bahan simplisia, perajangan bertujuan untuk mempermudah
proses pengeringan, pengeringan simplisia dilakukan dengan menggunakan

66
sinar matahari bertujuan untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak,
sortasi kering bertujuan untuk memisahkan benda-benda asing, penyimpanan
dan penggilingan menjadi serbuk dengan menggunakan blender.

Penapisan fitokimia bertujuan untuk mengetahui adanya senyawa metabolit


sekunder yang terkandung dalam simplisia kulit batang sidaguri. Penapisan
fitokimia dilakukan pada serbuk dan ekstrak etanol.

Hasil Penapisan Simplisia Ekstrak Etanol Kulit Batang Sidaguri (Sida


rhombifolia L.)

No Pemeriksaan Hasil pengamatan


Simplisia Ekstrak
1 Alkaloid + +
2 Flavonoid + +
3 Saponin + +
4 Tannin + +
5 Kuinon - -
6 Steroid/Triterpenoid + +
Keterangan : (-) = tidak terdeteksi
(+) = terdeteksi

Hasil penapisan fitokimia serbuk kulit batang sidaguri menunjukkan adanya


metabolit sekunder berupa senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, tannin dan
steroid/triterpenoid sedangkan kuinon tidak terdeteksi adanya metabolit. Pada
penapisan fitokimia ekstrak etanol menunjukkan adanya metabolit sekuder
senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, tannin, dan steroid/triterpenoid
sedangkan kuinon tidak terdeteksi adanya metabolit.

Hasil Pemeriksaan Karakterristik Simplisia Kulit Batang Sidaguri (Sida


rhombifolia L.)

No Pemeriksaan Kadar (%)


1 Kadar abu larut air 1,5
2 Kadar air 8
3 Kadar sari larut air 10,9
4 Kadar abu tidak larut asam 0,94
5 Kadar sari larut etanol 12,9
6 Kadar abu total 7,6
7 Susut pengeringan 8,5

67
Pada hasil penetapan karakteristik simplisia kulit batang sidaguri diperoleh
kadar air 8%; kadar abu total 7,6%; kadar abu larut air 1,5%; kadar abu tidak
larut asam 0,94%; kadar sari larut air 10,9%; kadar sari larut etanol 12,9%; dan
susut pengeringan 8,5%.

Simplisia dibuat ekstrak dengan cara maserasi untuk mencengah kerusakan


senyawa aktif yang tahan panas. Pelarut yang digunakan adalah etanol 70%.
Sebanyak 100 gram serbuk simplisia kulit batang sidaguri dimaserasi dengan
etanol 70% selama 3 x 24 jam kemudian disaring dengan kain flannel dan
diambil filtratnya. Diperoleh ekstrak cair yang kemudian dipekatkan menjadi
ekstrak kental dengan menggunakan alat penguap vakum putar (evaporator)
sehingga diperoleh ekstrak kental.

Sebelum pengujian hewan percobaan di aklimatisasi dahulu selama 1 minggu


lalu dilakukan uji pendahuluan yang bertujuan untuk menyeleksi hewan yang
peka terhadap inductor asam asetat 0,7% yaitu dengan adanya efek geliat pada
hewan percobaan. Jika percobaan menunjukkan geliatan lebih dari 2 kali dalam
5 menit berarti menunjukkan hewan percobaan dapat digunakan untuk
melakukan pengujian aktifitas analgetik. Dari 25 mencit yang diuji semuanya
menunjukkan kepekaaan terhadap induktor nyeri yaitu asam asetat 0,7%

Asam asetat sebagai induktor nyeri memiliki mekanisme kerja dengan cara
melepaskan H+ didalam rongga peritoneal dan dapat merangsang ujung saraf
nyeri sehingga menimbulkan nyeri. Rangsangan nyeri yang diberikan asam
asetat dapat menimbulkan kerusakan-kerusakan pada jaringan dan melepaskan
zat-zat tertentu yang disebut mediator-meditor nyeri.

Pengujian aktivitas analgetik dari ekstrak etanol kulit batang sidaguri dilakukan
pada dosis 100, 200 dan 400 mg/kgbb, dengan menggunakan metode siegmund
(geliat). Kondisi sakit ditimbulkan dengan pemberian asam asetat 0,7%.
Parameternya adalah bagaimana suatu zat uji dapat menekan rasa nyeri dengan
mengurangi jumlah geliat pada hewan uji yang di induksi oleh asam asetat.

Asam asetil salisilat yang banyak dikenal sebagai asetosal atau aspirin adalah
analgetik (penahan rasa sakit atau nyeri) antipiretik (demam) dan anti-inflamasi
(peradangan) yang sangat luas digunakan dan digolongkan dalam obat bebas.
Ekstrak etanol kulit batang sidaguri dosis 100, 200 dan 400 mg/kgbb memiliki
efek analgetik dimana pada dosis 100mg/kg bb menunjukkan penurunan jumlah
geliat berbeda bermakna terhadap kelompok kontrol (p<0,05) pada menit ke
45,50,55,60; dosis 200mg/kgbb pada menit ke 30,35,40,45,55,60; sedangkan
dosis 400 mg/kgbb pada menit ke 5,10,15,20,25,30,35, 40,45,50,55,60.

68
Jumlah Geliat Rata-rata Mencit

Rata-rata jumlah geliat mencit setiap waktu pengamatan


Kelompok
0-5 5-10 10-15 15-20 20-25 25-30 30-35 35-40 40-45 45-50 50-55 55-60
15,6 15,2 13,4 13,6 13,2 12 11,2 10,8 9,2 7,8 7 5,8
Kontrol 4,0 3,1 5,0 4,9 5,8 5,1 4,0 5,5 3,3 2,4 3,4 3,1
7,4 6,6 5 4,4 3,6 4 4,6 4 3,2 2,2 1,2 0,6
Pembanding 1,9* 2,6* 2,9* 2,3* 1,8* 0,7* 1,1* 1,9* 1,3* 1,3* 1,1* 0,9*
13,6 12,8 11,6 10 10 8,4 7,6 6,8 5 4 3,6 3
Dosis I 2,2 2,4 2,9 2,1 2,6 1,1 1,5 2,4 2,1* 1,6* 1,1* 1,2*
12,2 12 10 9,6 8,6 7 6,6 6 5,2 4,6 3,4 2,6
Dosis II 2,6 3,2 3,1 4,0 3,6 4,4* 2,7* 2,3* 3,2* 2,7 2,4* 2,4*
9,6 8,8 8,2 6,6 5,6 5,8 5,4 5,2 3,8 3,2 2,4 2
Dosis III 4,7* 2,9* 4,7* 4,8* 2,4* 1,9* 4,4* 4,1* 4,0* 3,6* 3,4* 2,0*

Keterangan : *) = Berbeda bermakna dibandingkan kelompok control


(p<0,05)
P = Nilai Signifikan
Dosis I = Ekstrak Etanol Kulit Batang Sidaguri (100mg/kgbb)
Dosis II = Ekstrak Etanol Kulit Batang Sidaguri (200mg/kgbb)
Dosis III = Ekstrak Etanol Kulit Batang Sidaguri (400mg/kgbb)
Pembanding = Aspirin (65 mg/kgbb)

Ekstrak etanol kulit batang sidaguri dosis 100, 200 dan 400 mg/kgbb
menunjukan rata-rata total persentase proteksi sebesar 29,74%, 41,03% dan
52,71%; sedangkan efektivitas analgetik sebesar 38,77%; 55,01%; dan 78,08%.
Ekstrak etanol kulit batang sidaguri dosis 3 yaitu 400mg/kgbb menunjukkan
aktivitas analgetik terbesar dengan total penurunan jumlah geliat paling besar,
persentase proteksi sebesar 52,71% dan efektivitas analgetik sebesar 78,08%.

Persentase Proteksi Ekstrak Etanol Kulit Batang Sidaguri (Sida rhombifolia L)


yang Diinduksi dengan Asam Asetat
Total
Kelompok Persentase Proteksi (%) (%)
Perlakuan 10- 30- 35- 40- 45- 50- 55-
0-5 5-10 15 15-20 20-25 25-30 35 40 45 50 55 60
Kontrol 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
67,51
Pembanding 52,56 56,57 62,68 67,64 72,72 66,66 58,92 62,96 65,21 71,79 82,85 89,65
29,74
Dosis I 12,82 15,78 14,43 26,47 24,24 30 32,14 37.03 45,65 48,71 48,57 21,05
41,03
Dosis II 21,79 21,05 25,37 29,41 34,84 41,66 41,07 44,44 43,47 41,02 51,42 55,17
52,71
Dosis III 38,46 42,10 38,80 51,47 57,57 51,66 51,78 51,85 58,69 58,97 65,71 65,51
Keterangan : Dosis I = Ekstrak Etanol Kulit Batang Sidaguri (100 mg/kgbb)
Dosis II = Ekstrak Etanol Kulit Batang Sidaguri (200 mg/kgbb)
Dosis III = Ekstrak Etanol Kulit Batang Sidaguri (400 mg/kgbb)

69
Persentase Efektivitas Analgetik Ekstrak Etanol Kulit Batang Sidaguri
(Sidarhombifolia L) Dibandingkan Pembanding (Asetosal)

Persentase Efektivitas Analgetik (%)


Kelompok Rata-
Perlakuan 10- 15- 20- 25- 30- 35- 40- 50- rata
0-5 5-10 45-50 55-60
15 20 25 30 35 40 45 55

Dosis I 24,39 27,89 21,42 39,13 33,33 45,00 54,54 58,81 50,00 67,85 58,62 23,48 38,77

Dosis II 41,45 37,21 40,47 43,48 47,90 62,49 69,70 70,05 66,66 57,13 62,06 61,53 55,01

Dosis III 73,17 74,42 61,90 76,09 79,16 77,49 87,88 82,35 90,00 82,14 79,31 73,07 78,08

Keterangan : Dosis I = Ekstrak Etanol Kulit Batang Sidaguri (100 mg/kgbb)


Dosis II = Ekstrak Etanol Kulit Batang Sidaguri (200 mg/kgbb)
Dosis III = Ekstrak Etanol Kulit Batang Sidaguri (400 mg/kgbb)

20
jumlah geliat mencit

15 kontrol P
pembanding
10
D1
5 D2
D3
0
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60

Diagram garis rata-rata geliat mencit

Keterangan Kontrol = PGA 2%


Pemb = Aspirin (65mg/kgbb)
Dosis I = Ekstrak Etanol Kulit Batang Sidaguri (100mg/kgbb)
Dosis II = Ekstrak Etanol Kulit Batang Sidaguri (200mg/kgbb)
Dosis III = Ekstrak Etanol Kulit Batang Sidaguri (400mg/kgbb)

Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit batang


sidaguri dengan dosis 400mg/kgbb merupakan dosis yang paling efektif karena
dapat menurunkan jumlah geliat lebih besar dari dosis 100 dan 200 mg/kgbb.

70
4. Kesimpulan

Hasil penelitian pengujian aktivitas analgetik ekstrak etanol kulit batang sidaguri
pada mencit jantan galur Swiss Webster dengan metode Siegmund (geliat)
menunjukan bahwa ekstrak etanol kulit batang sidaguri dosis 100, 200 dan 400
mg/kgbb memiliki aktivitas analgetik dengan menurunkan total jumlah geliat
berbeda bermakna terhadap kelompok kontrol positif (p<0,05) pada
pengamatan menit ke 45, 30 dan 5. Efek analgetik terbesar ditunjukan oleh
ekstrak etanol kulit batang sidaguri dosis 3 yaitu 400mg/kgbb dengan persen
proteksi sebesar 52,71% dan efektivitas analgetik sebesar 78,08%.

5. Daftar Pustaka

Guyton, A.C., 1990, Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit, Alih bahasa:
Petrus Andrianto, ECG, Jakarta, Hlm. 443-453.

Widjajanti, V.N., 1989,Obat-obatan, Kanisius, Yogyakarta, Hlm. 34-37.

Mutschaler, E., 1986, Dinamika Obat Edisi V, Terjemahan M.B.Widianto dan


A.S. Ranti, Penerbit ITB, Bandung, Hlm. 177-197.

Suryawati, B.S., 1993, Penapisan Farmakologi, Pengujian Fitokimia dan


Pengujian Klinik, Pengembangan dan Pemanfaatan Obat Bahan Alam, Phyto
Medica, Jakarta, Hlm. 3-4.

Dalimartha, Setiawan,2003, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Jilid III, Puspa


Swara, Jakarta, Hlm. 140-144.

Haryanto, Sugeng, 2010, Ensiklopedia Tanaman Obat Indonesia, Palmall,


Yogyakarta, Hlm. 478.

Adi, L.T.,2006 Tanaman Obat dan Jus Untuk Asam Urat dan Rematik,
PT.Agromedia Pustaka, Jakarta, Hlm. 104

Simarmata, Y.B.C., A. Saragih, dan S. Bahri, 2012 Efek Hipourikemia Ekstrak


Daun Sidaguri (Sida Rhombifolia L.) pada Mencit Jantan. Journal of
pharmaceutics and pharmacology, vol1 (1): 21-28., Fakultas Farmasi, Universitas
Sumatera Utara, Medan.

Sukandar, E.Y., DKK., ISO Farmakoterapi, Penerbit PT.ISFI, Jakarta, Hlm. 248.

71
Tjay T.H dan Rahardjo K, 2002 Obat-obat Penting, Khasiat, Penggunaan dan
Efek-efek Sampingnya, Edisi V, PT.Elex Media Komputindo Gramedia, Jakarta,
Hlm. 117.

Harborne, J.B, 1987, Metode Fitokimia, Terjemahan padmawinata, K dan


Soediro, I, Penerbit ITB, Bandung, Hlm. 242-252.

Janiar, H., 2013, Uji Efek Analgetik Ekstrak N-Heksan Rimpang Bangle
(Zingiber cassumanar, Roxb) pada Mencit Galur Swiss Webster dengan
Metode Siegmund (Geliat), Tugas Akhir Sarjana Farmasi, Jurusan Farmasi,
FMIPA, Universitas Garut, Garut, Hlm. 11.

Direktorat Pengawasan Obat Tradisional., 2000, Parameter Standar Umum


Ekstrak Tumbuhan Obat, Departemen Kesehatan RI, Jakarta, Hlm. 17-23.

Musfiroh, Ida., 2011, Metode Penelitian Tanaman Obat, Widya Padjajaran,


Bandung, Hlm. 5-15.

Ganiswara, S., 1995, Farmakologi dan Terapi, Edisi IV, Bagian Farmakologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Hlm. 210-213.

Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, 1995, Farmakope


Indonesia", Edisi IV, Depertemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, Hlm.
31.

72
TELAAH PENDAHULUAN FITOKIMIA DAUN PEPINO
(Solanum muricatum. L)

Farid Perdana

Abstrak

Telah dilakukan telaah pendahuluan fitokimia daun pepino (Solanum


muricatum.L). Hasil penapisan fitokimia daun pepino menunjukan adanya
senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, kuinon dan steroid/
triterpenoid. Serbuk simplisia diekstraksi menggunakan metode maserasi
danekstraksi cair-cair dengan menggunakan pelarut yaitu n-heksan,
metilenklorida dan etil asetat, menghasilkan 4 fraksi yaitu fraksi n-
heksan,fraksi metilenklorida,fraksi etil asetat dan fraksi air. Fraksi etil asetat
difraksinasi dengan kromatografi cair vakum dan dilanjutkan dengan cara
kromatografi lapis tipis preparatif dan kromatografi lapis tipis 2 dimensi,
diperoleh suatu senyawa yang diduga steroid.

Kata kunci : Daun pepino (Solanum muricatum. L), fitokimia, ekstraksi,


fraksinasi.

1. Pendahuluan

Tanaman pepino mulai dikenal di Indonesia pada akhir tahun 2000. Tanaman ini
dikenal dengan berbagai nama, antara lain melodi, puspita, merong, husada
dewa, cabai manis, timun manis dan lain- lain. Di Indonesia, tanaman ini mula-
mula ditemukan di daerah Dieng sehingga disebut melon Dieng, disingkat
melodi. Tanaman ini disebut puspita karena digunakan sebagai tanaman hias.
Sebutan buah husada dewa mengacu kepada khasiatnya sebagai obat yang
dapat menyembuhkan diabetes militus, batu ginjal, jantung, stroke, liver,
tekanan darah tinggi, dan sebagainya. Sebutan merong karena sosok buahnya
yang mirip terung. Tanaman ini memiliki nama latin Solanum muricatum. L dan
mempunyai nama sinonim Solanum guatemalense. Hort yang termasuk famili
solanaceae (terung- terungan). Sementara nama umum yang digunakan untuk
menyebutnya berbeda-beda, tergantung bahasanya(1).

Pepino merupakan tanaman asli dari pegunungan Andes yang beriklim sedang,
terutama di wilayah Columbia, Peru, dan Chili. Tanaman ini tidak ditemui
dihutan belantara dan detail asalnya tidak diketahui. Buahnya dikembangkan
secara komersial di Selandia Baru, Chili, dan Australia Barat. Pepino pernah
dikembangkan di San Diego sebelum tahun1889(1).

73
Tanaman pepino ini kemungkinan dikenalkan di Amerika dari Guatemala pada
tahun 1882 oleh Gistav Elsen Review.Buahnya beraroma, halus dan berair,
rasanya seperti terung yang asam, jika disimpan dalam wadah tertutup buahnya
bisa bertahan sampai pertengahan musim dingin (2).

Penelitian yang terkait yang pernah dilakukan oleh Nyi Mekar Saptarini, Dadan
Suryasaputra dan Atep Misbah Saepulhak (2011),menyatakan bahwa hasil
penapisan fitokimia menunjukan bahwa sari buah pepino (Solanum muricatum.
L) mengandung alkaloid, flavanoid dan tanin (3).

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui kandungan senyawa apa saja yang
terkandung dalam daun pepino (Solanum muricatum.L) diharapkan hasil
penelitian ini dapat menjadi bahan informasi kepada masyarakat akan
kandungan senyawa dari tanaman pepino dan sebagai acuan untuk dijadikan
tanaman obat.

2. Metode Penelitian

Penelitian ini dimulai dari penyiapan bahan, pemeriksaan makroskopik,


determinasi tanaman, pemeriksaan karakteristik simplisia, penapisan fitokimia,
ekstraksi, fraksinasi, pemisahan, pemurnian dan uji kemurnian.Penyiapan bahan
dimulai dari menentukan bagian tanaman yang akan digunakan, umur tanaman
yang akan dipanen, cara pemanenan, sortasi basah, pencucician, perajangan,
pengeringan pada suhu kamar, sortasi kering, dan penyimpanan
simplisia.Karakterisasi simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik, kadar abu
total, penetapan kadar abu tidak larut asam, penetapan kadar abu tidak larut
air, penetapan susut pengeringan, penetapan kadar sari larut air dan penetapan
kadar sari larut etanol.Setelah penyiapan simplisia dilakukan penapisan
fitokimia meliputi pemeriksaan senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, tanin,
kuinon dan steroid/ triterpenoid dengan cara bertahap. Dari hasil penapisan
didapat gambaran mengenai kandungan golongan senyawa dari simplisia.

Ekstraksi dilakukan adalah metode maserasi dingin dengan pelarut metanol


selama 24 jam dan proses maserasi diulang sebanyak 3 kali.Hasil maserasi
dikumpulkan kemudian dipekatkan dengan penguap vakum putar sampai
didapat ekstrak kental metanol.Ekstrak metanol pekat dilarutkan dalam air pada
suhu 70oC, kemudian disaring untuk memisahkan klorofil dari ekstrak metanol.
Filtrat difraksinasi dengan menggunakan metode ekstraksi cair-cair dengan
pelarut yang meningkat kepolarannya mulai dari n-heksan, metilenklorida dan
etil asetat.Pemeriksaan dan identifikasi ekstrak menggunakan metode
kromatografi lapis tipis dengan plat silika gel GF 254 sebagai langkah awal untuk
menetahui senyawa-senyawa yang terekstraksi oleh setiap pelarut. Setelah itu
dilakukan pemurnian dengan menggunakan kromatografi lapis tipis preparatif.
Kemudian dilakukan kromatografi lapis tipis 2 dimensi.

74
3. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Tanama daun pepino (Solanum muricatum. L) berasal dari Desa Baru Dua,
Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut. Pengumpulan bahan dilakukan di
Desa Baru Dua.

Pemeriksaan determinasi dilakukan di Herbarium Bandungense Sekolah Ilmu


dan Teknologi Hayati ITB, menunjukkan bahwa tanaman ini termasuk
familiSolanaceae, jenis Solanum muricatum. L.

Selanjutnya dilakukan pengolahan bahan menjadi simplisia yang meliputi


sortasi basah yang bertujuan untuk memisahkan kotoran kotoran atau bahan
asing lainya dari bahan simplisia. Pencucian dengan air mengalir, bertujuan
untuk menghilangkan tanah atau pengotor lain yang menempel pada daun,
pemotongan bertujuan untuk mempermudah pengeringan dan penyimpanan,
kemudian di keringkan bertujuan untuk mengurangi kadar air dan mendapatkan
simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang
lebih lama, sortasi kering bertujuan untuk memisahkan benda-benda asing
seperti bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotor lain yang masih ada
dan tertinggal pada simplisia, penggilingan bertujuan untuk mempermudah
proses ekstraksi karena luas permukaan akan semakin besar, penyimpanan
simplisia dalam wadah yang bersih, tidak beracun dan tidak bereaksi dengan
isinya, sehingga tidak terjadi reaksi serta penyimpanan warna, bau dan rasa
pada simplisia.

Simplisia yang diperoleh kemudian dilakukan pemeriksaan karakteristik simplisia


yang meliputi kadar abu total, kadar abu larut air, kadar abu tidak larut asam,
susut pengeringan, kadar sari larut etanol dan kadar sari larut air.

Hasil Pemeriksaan Karakteristik Simplisia Daun Pepino


(Solanum muricatum. L)

No Jenis Uji %

1 Kadar Abu Total 12,53


2 Kadar Abu Larut Air 4,67
3 Kadar Abu Tidak Larut Asam 4,33
4 Susut Pengeringan 10,31
5 Kadar Sari Larut Etanol 14,67
6 Kadar Sari Larut Air 34,67

75
Pemeriksaan penapisan fitokimia simplisia serbuk daun pepino (Solanum
muricatum .L) menunjukan adanya kandungan senyawa alkaloid, flavonoid,
saponin, tanin, kuinon dan steroid / triterpenoid.

Hasil Pemeriksaan Penapisan Fitokimia Simplisia Daun Pepino


(Solanum muricatum. L)

No Jenis Uji Senyawa kimia


1 Alkaloid +
2 Flavonoid +
3 Saponin +
4 Tanin +
5 Kuinon +
6 Steroid/ Triterpenoid +
Keterangan : (+) = (terdeteksi), (-) = tidak terdeteksi

Pembuatan ekstrak dalam penelitian ini dengan cara ekstraksi dingin yaitu
dengan cara maserasi selama 3 x 24 jam menggunakan pelarut metanol.
Metanol merupakan pelarut yang dapat digunakan untuk senyawa polar dan
non polar, dengan demikian diharapakan senyawa yang terkandung dalam
simplisia dapat tertarik.

Keuntungan ekstraksi maserasi dingin adalah cara kerja dan peralatan yang
digunakan sederhana dan mudah dipisahkan. Sebelum dilakukan maserasi,
simplisia diserbukan terlebih dahulu dengan tujuan mempermudah penyerapan
pelarut karena semakin luas pemukaan simplisia semakin kuat penetrasi pelarut
masuk kedalam membran sel / berinteraksi dengan simplisia.

Setelah dimaserasi 3 x 24 jam hasil ekstrak disaring dan maserat dikumpulkan


kemudian diuapkan pelarutnya dengan menggunakan penguap vakum
putarsehingga diperoleh ekstrak kental metanol.

Ekstrak metanol dilarutkan dalam air dengan suhu 70 o C , dengan tujuan


menghilangkan klorofil yang terdapat dalam ekstrak metanol. Ekstrak kental
metanol difraksinasi dengan menggunakan metode ekstraksi cair-cair. Pelarut
yang digunakan dalam ekstraksi cair-cair adalah pelarut dengan kepolaran yang
meningkat yaitu n- heksan, metilenklorida dan etil asetat. Masing- masing fraksi
dipekatkan dengan penguap vakum putar. Setiap fraksi (metanol pekat, n-
heksan, metilenklorida dan etil asetat) diperiksa dengan metode KLT. Hasil KLT
tiap fraksi yang memberikan bercak paling dominan adalah pada fraksi etil
asetat karena dilihat pada panjang gelombang 366 nm memberikan pola
pemisahan yang baik.

76
Tahap pemisahan selanjutnya fraksi etil asetat dilakukan dengan metode
kromatografi cair vakum (KCV) dengan sistem perbandingan fase gerak yang
meningkat kepolarannya yaitun-heksan : etil asetat sebagai berikut : (0:100),
(10:90), (20:80), (30:70), (40:60), (50:50(A)), (50:50(B)), (60:40(A)), (60:40(B)),
(70:30), (80:20), (90:10) dan (100:0). Dari hasil kromatografi cair vakum
tersebut diperoleh 13 fraksi dan masing- masing fraksi diuapkan. Semua fraksi di
kromatografi lapis tipis dengan fase diam silika gel GF 254 dan fase gerak n-
heksan : etil asetat (3 : 7). Fraksi yang memiliki pemisahan yang sama
digabungkan yaitu fraksi 9-11.

Selanjutnya fraksi gabungan dilakukan pemurnian dengan menggunakan


kromatografi lapis tipis preparatif dengan fase diam silika gel GF 254 , dan fase
gerak n-heksan : etil asetat (3:7). Kemudian dilihat pada lampu UV 254 nm dan
UV 366 nm, menghasilkan 3 pita. Hasil kromatografi lapis tipis preparatif dikerok
kemudian di maserasi selama 24 jam.

Isolat hasil dari kromatografi lapis tipis preparatif dilakukan uji


kemurniandengan kromatografi lapis tipis dua dimensi, menggunakan fase
gerakke-1 n-heksan : etil asetat (3:7) dan fase gerak ke-2 metilenklorida : etil
asetat (5:5). Uji kemurnian isolat I dari pita 1 memberikan nilai Rf 0,37 dan isolat
II dari pita 3 memberikan nilai Rf 0,37

HASIL KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS SEMUA FRAKSI

F1 F2 F3 F4
X

Hasil kromatogram fraksi-fraksi

77
Keterangan:
A = UV 366 nm sebelum disemprot
B = UV 366 nm sesudah disemprot dengan penampak bercak H2SO4
Fase Gerak = kloroform : metanol : amoniak ( 9 : 1 : 0,5 )
Fase Diam = Silika Gel GF254
F1 = Ekstrak metanol
F2 = Fraksi n- heksan
F3 = Fraksi metilenklorida
F4 = Fraksi etil asetat
X = Awal penotolan
Y = Batas pengembang

Konsentrasi Perbandingan Eluen

No Konsentrasi Etil Asetat N- Heksan


(ml) (ml)
1 10 : 0 100 0
2 9:1 90 10
3 8:2 80 20
4 7:3 70 30
5 6:4 60 40
6 6:4 60 40
7 5:5 50 50
8 5:5 50 50
9 4:6 40 60
10 3:7 30 70
11 2:8 20 80
12 1:9 10 90
13 0 : 10 0 100

78
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS HASIL KCV
FRAKSI ETIL ASETAT

X
F1F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9 F10 F11F12F13

Hasil kromatogramlapis tipis KCV fraksi etil asetat

Keterangan :
Fase diam : Silika gel GF 254
Fase gerak : Etil asetat : n- heksan (7 : 3)
Penampak bercak H2SO4 10% dalam metanol
X = Awal penotolan, Y= batas pengembang, F1 = Fraksi (0:100), F2 = Fraksi
(10:90), F3= Fraksi(20:80), F4 = Fraksi (30:70), F5= Fraksi (40:60), F6 = Fraksi
(50:50), F7 = Fraksi (50:50), F8= Fraksi (60:40), F9 = Fraksi (60:40), F10 = Fraksi
(70:30), F11 = Fraksi (80:20), F12 = Fraksi (90:10), F13 = Fraksi (100:0)

KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS PREPARATIF


FRAKSI ETIL ASETAT

(1)

(2)

(3)

Hasil kromatogram lapis tipis preparatif fraksi etil asetat

79
Keterangan :
Fase diam= Silika gel GF 254
Fase gerak = Etil asetat : n- heksan ( 7 : 3 ), X = Awal penotolan, Y =, Batas
pengembang, Pita (1) = Isolat I, Pita (2)= Isolat II, Pita (3) = Isolat III, Sinar UV
= 366 nm

PEMERIKSAAN KEMURNIAN ISOLAT


FRAKSI ETIL ASETAT

Kromatogram lapis tipis dua arah Isolat I (pita 1)

Keterangan :
Fase diam= Silika gel GF 254, Pengembang (1) = Etil asetat : n- heksan (7:3)
Pengembang (2) = Etil asetat : metilenklorida ( 5: 5), Penampak bercak H2SO4 10
% dalam metanol, Sinar UV 366 nm

Kromatogram lapis tipis dua arahIsolat II (pita 3)

80
4. Kesimpulan

Hasil penapisan fitokimia pada serbuk simplisia daun pepino


(Solanummuricatum.L) menunjukan adanya senyawa flavanoid, alkaloid, tanin,
kuinon, saponin dan steroid/ triterpenoid. Sedangkan pada fraksi etil asetat
berhasil di isolasi dua senyawa yang diduga merupakan senyawa steroid /
triterpenoid.

5. Daftar Pustaka

Sarno, A.Md., 2005,Pepino Buah Mewah Berkhasiat Obat,Mitra Agro Melodi,


Penerbit Kanisius,Hlm. 3-17.

Bailey, L.H., 1960,The Standard Cydlopedia of Horticulture, Vol. III P-Z The Mc
Millan, New York, p. 3182.

Nyi Mekar S., Dadan S.S., Dkk., 2011, Analisis Rasio Proteksi Antiulser Sari
Buah Pepino (Solanum muricatum. Aiton) Menggunakan Mencit Sebagai
Model Hewan Coba, Majalah Obat Tradisional, 16(2),Hlm. 75 80.

Fransworth, N. R., 1996,Biological And Phytochemikal Screening Of Plant, J.,


Pharm., Sci., Hlm. 255-269.

OgataY, 1995,Medical Herb Indeks In Indonesia , 2nd Edition, PT Eisai


Indonesia, Jakarta, Hlm. 128-129.

Kaufman, P. B, ( et. al ), 1998,Natural Products From Plants, Boca Raton,


London, CRC Press, Hlm. 23.

Markham, K.R., 1998,Cara mengindentifikasi Flavanoid,Terjemahan K.


Padmawinata, Penerbit ITB, Bandung,Hlm. 1-47.

Trease, G.,E., and W.C Evans, 1972,Pharmacognosy,10thEdition, Published in


the United States of American, Hlm. 117-122.

Harborne, J.B.,1987,Metode Fitokimia,Terjemahan K. Padmawinata dan I.


Soediro, Penerbit ITB, Bandung, Hlm. 8-9, 147-149, 152-155, 234-240.

Soediro,I., 1991,Farmakognosi, Pusat Antar Universitas Bidang Ilmu Hayati


ITB, Bandung, Hlm. 121.

81
Robinson, T.,1995,Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, Edisi VI.
Terjemahan Kosasih Padmawinata, Penerbit ITB, Bandung, Hlm. 152 158.

Nurlala, B., 1987, Membandingkan Dua Metode Extrasi Solasodin dari


Solanum Khasianum C.B. Clarke,Tugas Akhir Fakultas MIPA, UNPAD, Bandung,
Hlm. 10.

Ditjen POM, 2000,Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat,


Depkes RI, Jakarta, Hlm. 10-32.

Ditjen POM, 1989,Materia Medika Indonesia, Jilid V, Departemen Kesehatan


Rebublik Indonesia, Jakarta, Hlm. 536 540.

82
ANALISIS KANDUNGAN LOGAM Fe DAN Mn ES BATU YANG ADA DI
KECAMATAN TAROGONG KABUPATEN GARUT DENGAN METODE
SPEKTROFOMETRI SERAPAN ATOM

Ruchiyat

Abstrak

Telah dilakukan penelitian analisis kandungan logam Fe dan Mn pada es


batu yang ada di Kecamatan Tarogong Kabupaten Garut dengan Metode
spektrofotometri serapan atom. Analisis kuantitatif dilakukan dengan
mengukur kandungan logam Fe dan Mn pada es batu dengan metode
spektrofometri serapan atom. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 4 dari
14 sampel menunjukkan hasil positif mengandung logam Fe dan logam Mn.
Pada penetapan kadar logam Fe dengan panjang gelombang 248,3 nm yang
terdeteksi pada sampel 5 sebesar 0,315 mg/l, sampel 9 sebesar 0,226 mg/l,
sampel 11 sebesar 0,277 mg/l dan sampel 13 sebesar 0,121 mg/l. Untuk
hasil kadar logam Mn dengan panjang gelombang 279,5 nm yang terdeteksi
pada sampel 6 sebesar 0,611 mg/l, sampel 9 sampel 3,127 mg/l, sampel 13
sebesar 0,5981 mg/l dan sampel 14 sebesar0,4664 mg/l.

Kata kunci : Es Batu, Spektrofometri Serapan Atom, Fe, Mn.

1. Pendahuluan

Air konsumsi adalah air yang memenuhi persyaratan sebagaimanaditetapkan


Kepmenkes RI No. 907/MENKES/SK/VII/2002 tanggal 29 Juli 2002 tentang
Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum yaitu kadar Fe sebesar 0,3
mg/L. Secara kualitas, ditemukan beberapa penyimpangan terhadap parameter
kualitas air bersih, baik kualitas fisik, kimia, biologi, ataupun radioaktif.
Penurunan kualitas air diantaranya diakibatkan oleh adanya kandungan besi
yangsudah ada pada tanah karena lapisan-lapisan tanah yang dilewati air
mengandungunsur-unsur kimia tertentu, salah satunya adalah persenyawaan
besi. Besi merupakan salah satu unsur pokok alamiah dalam kerak bumi.
Keberadaan besidalam air tanah biasanya berhubungan dengan pelarutan
batuan dan mineralterutama oksida, sulfida karbonat, dan silikat yang
mengandung logam-logam tersebut (1).

Salah satu sumber daya alam yang paling penting bagi hidup manusia adalah
sumber daya air. Air merupakan kebutuhan pokok manusia sehari-hari, sehingga
dapat dikatakan manusia tidak dapat hidup tanpa air. Oleh karena itu perlu
dipelihara kualitasnya agar tetap bermanfaat bagi kehidupan manusia serta

83
makhluk hidup lainnya. Diperkirakan dari tahun ke tahun kebutuhan akan air
semakin meningkat, bukan hanya disebabkan oleh peningkatan jumlah
penduduk akan tetapi disebabkan oleh kebutuhan per kapita yang meningkat
sesuai dengan perkembangan pola hidup manusia (2).

Pencemaran air yang disebabkan oleh komponen komponen anorganik dan


organik yang berasal dari kegiatan manusia seperti industri maupun
buangandomestikdiantaranya berbagai logam berat berbahaya.Beberapa logam
tersebut banyak digunakan dalam berbagai keperluan, karena diproduksi secara
rutin dalam skala industri.Penggunaan logam logam berat tersebut ternyata
langsung maupun tidak langsung telah mencemari lingkungan melebihi batas
yang berbahaya jika ditemukan dalam konsentrasi tinggi dalam lingkungan,
karena logam tersebut mempunyai sifat merusak tubuh makhluk hidup.

Kandungan Fe di bumi sekitar 6,22 %, di tanah sekitar 0,5 4,3%, di sungai


sekitar 0,7 mg/L, di air tanah sekitar 0,1 10 mg/L, air laut sekitar 1 3 ppb,
pada air minum tidak lebih dari 200 ppm. Pada air permukaan biasanya
kandungan zat besi relatif rendah yakni jarang melebihi 1 mg/L sedangkan
konsentrasi besi pada air tanah bervariasi mulai dan 0,01 mg/L sampai dengan +
25 mg/L. Kandungan Mn di bumi sekitar 1060 ppm, di tanah sekitar 61 1010
ppm, di sungai sekitar 7 mg/L, di laut sekitar 10 ppm, di air tanah sekitar <0.1
mg/L.

Logam logam tersebut diketahui dapat berada di dalam tubuh suatu


organisme dan tetap tinggal dalam tubuh untuk jangka waktu yang lama sebagai
racun yang terakumulasi. Telah diketahui bahwa persediaan air dari berbagai
sumber air sangat terbatas dengan distribusi yang tidak merata, sehingga perlu
dicari upaya-upaya untuk mengatasi kelangkaan air bagi generasi yang akan
datang. Kelangkaan air akan merangsang pemanfaatan air dari berbagai sumber
air. Dilihat dari parameter kualitas lingkungan, termasuk kualitas air
memerlukan suatu pengetahuan dan pemahaman yang memadai tentang
pengertian parameter kualitas lingkungan, keterkaiatan antara parameter,
hubungan kausatif antar-parameter,peranan parameter-parameter tersebut
dalam keseimbangan lingkungan.(3).

Adanya unsur besi (Fe)atau mangan (Mn)yang terkena udara atau oksigen maka
reaksi orksidasi besi atau mangan akan timbul dengan lambat membentuk
endapan atau gumpalan koloid dari oksidasi besi atau oksida mangan yang tidak
diharapkan. dalam air bersih menyebabkan timbulnya rasa bau logam,
menimbulkan warna koloid merah (karat) dalam air akibat oksidasi oleh oksigen
terlarut dan dapat merupakan racun bagi manusia. Oleh karena itu, peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian analisis kandungan Fe dan Mn dengan

84
tujuan untuk mengetahui jumlahlogam berat pada es batu dengan
menggunakan metode Spetrofotometri Serapan Atom.

Permasalahandalam penelitian ini adalah apakah es batu yang ada dipasaran


mengandung logam-logam berat. Karena pada pertengahan Maret 2014 lalu
terdapat kasus beredarnya es batu yang mengandung bahan kimia sehingga
menjadi perhatian khusus BPOM. Sehingga memberikan ide untuk meneliti es
batu yang mengandung logam berat seperti unsur zat besi (Fe) atau mangan
(Mn).

Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui banyaknya


kandungan logam berat Fe dan Mn pada es batu yang ada di daerahKecamatan
Tarogong Kaler Kabupaten Garut, karena zat besi dan mangan sendiri dalam
konsentrasi yang lebih besar akan memberikan suatu rasa pada air yang
menggambarkan rasa logam.

Manfaat dari penelitian yang dilakukan ini diharapkan bermanfaat bagi


produsen es batu agar memperhatikan dalam pembuatan es batu dan
konsumen agar mengetahui adanya bahaya kontaminasi zat logam berat pada
es batu.

2. Metode Penelitian

Penelitian bersifat eksperimental laboratorium, dengan melakukan analisis


kandungan logam zat besi dan mangan pada es batu.Pengambilan sampel
dilakukan secara random sampling yaitu dengan mengambil 14 sampel es batu
dari berbagai tempat yang berada di daerah Kabupaten Garut Kecamatan
Tarogong Kaler.Metode yang dipilih berdasarkan Standar Nasional Indonesia
(SNI) untuk menentukan kadar logam dalam es batu yaitu dengan menggunakan
Spektrofotometri Serapan Atom. Prosedur analisis diawali dengan sampel yang
akan diuji, kemudian pembuatan larutan baku logam Fe dan Mn, pembuatan
kurva kalibrasi, serta pengukuran sampel uji. Panjang gelombang untuk masing-
masing logam tersebut yaitu pada panjang gelombang () = 248,3 nm untuk
analisis Fe dan untuk analisis Mn dengan panjang gelombang () = 279,5 nm.

3. Hasil Penelitian dan Pembahasan


Telah dilakukan penelitian analisis kandungan logam Fe dan Mn pada es batu
yang ada di Kecamatan Tarogong Kaler Kabupaten Garutdengan menggunakan
metode spektrofotometri serapan atom. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui seberapa banyak kandungan logam Fe dan Mn pada es batu.Pada
pembuatan es batu yang baik juga diperlukan proses yang benar pertama

85
panaskan air yang akan dijadikan es batu sampai mendidih agar tidak ada
bakteri pada air tersebut. Proses selanjutnya didinginkan baru kemudian
dimasukkan kedalam kulkas/fresser selama 1 hari agar es batu terbentuk
padatan.

Penelitian ini diawali dengan pemilihan sampel es batu secara acak (random
sampling). Sampel yang digunakan sebanyak 14 sampel yang didapat dari
berbagai tempat yang berbeda.

Tahap selanjutnya sampel yang akan diteliti dilakukan perlakuan pendahuluan


yaitu dengan penambahan asam nitrat pekat. Tujuan dari pemberian asam
nitrat pekat yaitu agar logam Fe dan Mn dapat terdeteksi sempurna oleh alat.
Pemberian asam nitrat ini juga dapat mengurangi pengotor yang ada pada
sampel air.

Sampel yang telah dilakukan perlakuan pendahuluan tersebut kemudian siap


untuk ditentukan kadar logamnya. Pengukuran dimulai dengan kurva standar
dari masing-masing logam. Pada logam Fe diukur pada panjang gelombang
248,3 nm dan pada logam Mn diukur dengan panjang gelombang 279,5 nm.

Hasil dari kurva kalibrasi Fe diperoleh persamaan garis y=0,1165x + 0,0119


dengan nilai r 0,999. Pada kurva kalibrasi Mn diperoleh persamaan garis y=
0,1518x + 0,0082 dengan nilai r 0,998. Dengan hasil kurva kalibrasi Fe dan Mn,
menunjukan persamaan garis yang baik.

KURVA BAKU LARUTAN STANDAR Fe

Kadar (ppm) Absorbansi

0,5 0,070
1 0,126
1,5 0,190
2 0,024

86
0.3 y = 0.1165x + 0.0118
R = 0.9994
0.25

absorbansi
0.2
0.15
0.1
0.05
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5
konsentrasi

Grafik kurva standar logam Fe yang diukur pada panjang gelombang 248,3
nm dengan persamaan regresi y=0,1165x + 0,0119

Dari hasil uji presisi didapatkan nilai %RSD Fe 0,006627% dan %RSD Mn
0,00004706%. Ketelitian alat dapat dikatakan baik apabila nilai RSD kurang dari
11%. Karena nilai dari logam Fe dan Mn jauh dibawah 11% maka
spektrofotometri serapan atom yang digunakan mempunyai ketelitian yang
sangat baik sehingga layak untuk digunakan dalam analisis es batu.

Hasil Uji Presisi Fe

Larutan standar
Y X X2
Fe1 ppm
1 0,1265 0,9836 0,96746896
1 0,1266 0,9845 0,96933743
1 0,1266 0,9845 0,96933743
1 0,1264 0,9828 0,96595995
1 0,1265 0,9836 0,96746896
0,6326 4,919 4,839573
Konsentrasi Rata-rata : 0,9838
SD : 0,0000652
(%) RSD : 0,006627%
Ketelitian alat : 99,9933%

87
Hasil Uji Akurasi Fe

C
Penambahan C Total
Uji A sampel % Recovery
Baku (ppm) Sampel (ppm)
(ppm)
0,1895 1,5244 104,88
1 0,5 0,1895 1,5244 1 104,88
0,1893 1,5227 104,54
Rata rata 104,76
0,1894 1,5236 104,72
2 0,1895 1,5244 1 104,88
0,5
0,1893 1,5227 104,54
Rata rata 104,71

Hasil Uji Batas Deteksi Fe

X Yi (yi - ) (yi - )
(ppm)
0,5 0,0705 0,07015 0,00035 0,000000122
1 0,1265 0,1284 0,0019 0,0000036
1,5 0,1891 0,1866 0,0025 0,0000062
2 0,2438 0,2449 0,0011 0,0000012
(yi - ) = 0,000011122
S = 0,0023581
Y BD = 0,01897
X = 0,06068

Dari hasil uji akurasi untuk logam berat Fe pada pengukuran 1 didapat nilai rata-
rata sebesar 104,76% dan pada pengukuran 2 sebesar 104,71%. Dari hasil uji
akurasi untuk logam berat Mn pada pengukuran 1 di dapat nilai rata-rata
sebesar 95,33% dan pengukuran 2 sebesar 95,45%. Untuk uji akurasi hasil ini
menunjukan rata-rata dari logam Fe dan Mn masih masuk dalam range, karena
uji akurasi antara 95% - 105%.

Batas deteksi untuk Fe adalah 0,06mg/L, penentuan dilakukan secara statistik


melalui garis linier dari kurva kalibrasi. Pada sampel 5, 9, 11 dan 13 menujukan
nilai positif karena Fe berada diatas batas deteksi, sisa sampel menunjukan nilai
yang negatif dikarenakan konsentrasi kecil atau dibawah batas deteksi.

Batas deteksi untuk Mn adalah 0,1 mg/L, penentuan dilakukan secara statistik
melalui garis linier dari kurva kalibrasi. Pada sampel 6, 9, 13 dan 14 menujukan
nilai positif karena Mn berada diatas batas deteksi, sisa sampel menunjukan
nilai yang negatif dikarenakan konsentrasi kecil atau dibawah batas deteksi.

88
Data Absorbansi Kurva Baku

Kadar (ppm) Absorbansi

0,5 0,086
1 0,160
1,5 0,229
2 0,315

y = 0.1518x + 0.0082
0.35 R = 0.9981
0.3
absorbansi

0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5
konsentrasi

Grafik kurva standar logam Mn yang diukur pada panjang gelombang


279,5 nm dengan persamaan regresi y=0,1518x + 0,0082

Hasil Uji Presisi Mn

Larutan standar
Y X X2
Mn1 ppm
1 0,1602 0,10618 0,0112741
1 0,1602 0,10618 0,0112741
1 0,1604 0,10638 0,0113167
1 0,1603 0,10628 0,0112954
1 0,1602 0,10618 0,0112741
0,8013 0,5312 0,0564344
Konsentrasi Rata-rata : 0,10624
SD : 0,00000005
(%) RSD : 0,00004706%
Ketelitianalat : 99,99995294%

89
Hasil Uji Akurasi Mn

C
Penambahan C Total
Uji A sampel % Recovery
Baku (ppm) Sampel (ppm)
(ppm)
0,2322 1,4756 95,12
1 0,5 0,2326 1,4782 1 95,64
0.2323 1,4762 95,24
Rata rata 95,33
0,2324 1,4769 95,38 104,72
0,5 0,2326 1,4782 1 95,64 104,88
0,2325 1,4776 95,52 104,54
Rata rata 95,45

Hasil Uji Batas Deteksi Mn


X Yi (yi - ) (yi - )
(ppm)
0,5 0,0841 0,0019 0,00000361
0,086
1 0,16 0,0002 0,00000004
0,1602
`1,5 0,2359 0,006 0,000036
0,2299
2 0,3118 0,0039 0,00001521
0,3157
(yi - ) = 0,00005216
S = 0,0051068
Y BD = 0,02352
X = 0,1

Pada pengujian kadar Fe dan Mn menunjukan adanya nilai logam yang berbeda-
beda pada setiap sampel yang diujikan. Pada kadar Fe dan Mn setelah dilakukan
pembacaan pada alat spektrofotometer, sampel yang diujikan banyak yang tidak
terdeteksi. Hal ini kemungkinan karena larutan standar yang digunakan untuk
pengujian berbeda sehingga nilai kandungan Fe dan Mn pada sampel sangat
kecil atau dibawah nilai standar batas deteksi. Untuk hasil uji kadar Fe, masih
dapat dikatakan aman untuk dikonsumsi, untuk hasil uji kadar Mn tidak bisa
dikatakan aman, karena sampel yang terdeteksi karena menurut SNI kadar es
batu yang aman untuk kadar Fe dan Mn adalah 0,3 mg/L dan 0,1 mg/L.

90
Kadar Logam Fe dan Mn dalam Sampel

No Kadar Fe No Kadar Mn
Sampel ( mg/mL ) Sampel ( mg/mL )
5 0,315 6 0,611
9 0,226 9 3,127
11 0,277 13 0,5981
13 0,121 14 0,4664

4. Kesimpulan

Hasil nilai kadar untuk logam berat Fe yang terdeteksi pada sampel 5 sebesar
0,315 mg/L, sampel 9 sebesar 0,226 mg/L, sampel 11 sebesar 0,277 mg/Ldan
sampel 13 sebesar 0,121 mg/L. Untuk hasil kadar logam berat Mn yang
terdeteksi pada sampel 6 sebesar 0,611 mg/L, sampel 9 sebesar 3,127 mg/L,
sampel 13 sebesar 0,5981 mg/L dan sampel 14 sebesar 0,4664 mg/L.

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) es batu, standar mutu air minum
yang dipersyaratkan baik dikonsumsi untuk Fe adalah 0,3 mg/L dan Mn 0,1
mg/L. Hasil ini menunjukan nilai kadar Fe masih aman untuk dikonsumsi karena
tidak melebihi persyaratan SNI, tetapi untuk nilai kadar Mn hasil didapat
melebihi dari persyaratan yang ditetapkan.

5. Daftar Pustaka

Depkes RI, 2002, Keputusan Mentri Kesehatan RI No


907/Menkes/Sk/VII/2002 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air
Minum, Depkes RI, Hlm. 5-15.

Mahida., U.N., 1986, Pencemaran Air dan Pemanfaaatan Limbah Industri,


Gajah Mada University-Press, Jakarta, Hlm. 104-105.

Effendi., H. 2003, Telaah Kualitas Air, Cetakan I, Penerbit Konisius,


Yogyakarta, Hlm. 49-50.

Dewan Standarisasi Nasional (SNI), 1995,SNI 01-3839-1995 Es Batu.

91
Anonima, http://www.okewaya.com/2014/03/tips-membuat-es-batu.html (
Tanggal akses 23 November 2014)

Anonimb,http://www.mesinraya.co.id/mengenal-berbagai-jenis-dan-bentuk-es-
batu.html (Tanggal akses : 15 Januari 2014)

Alaerts, G. dan Sri S.S, 1997, Metode Penelitian Air, Usaha Nasional,
Surabaya, Hlm. 73-77.

Sutrisno,C.T., 1996, Teknologi Penyediaan Air Bersih, Cetakan III, Penerbit


Rineka Cipta, Jakarta, Hlm. 54.

Slamet,J.S., 1994, Kesehatan Lingkungan, Gajah Mada University-Press,


Yogyakarta, Hlm. 39-40.

Gandjar, I.G. dan Abdul R., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, Hlm. 46-55.

Vogel, 1994,Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik, Edisi IV, PenerbitBuku


Kedokteran EGC, Jakarta, Hlm. 98-99.

Harmita, 2004, Petunjuk Pelakasanaan Validasi Metode dan Cara


Perhitungannya, Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol 1, No.3,Hlm. 117-135.

Abdul, R., 2008, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, Hlm. 10-
13.

92

Anda mungkin juga menyukai