Anda di halaman 1dari 13

Jurnal Pharmacia Mandala Waluya Vol.x No.

X
ISSN :xxxx-xxxx
https://farmasi.umw.ac.id/jurnal/index.php/jpmw
DOI :

STUDI ETNOMEDISIN TANAMAN BERKHASIAT OBAT TRADISIONAL DI KECAMATAN BAITO KABUPATEN


KONAWE SELATAN SULAWESI TENGGARA

Lisdayanti Porende1 , Selpirahmawati Saranani1 , Muh Sainal Abidin2

Program Studi Farmasi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Mandala Waluya
Program Studi Teknik Elektromedik, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Mandala Waluya

ABSTRAK

Etnomedisin merupakan salah satu bidang kajian etnobotani yang mengungkapkan pengetahuan
lokal berbagai ethnis dalam menjaga kesehatannya. Secara empirik terlihat bahwa dalam pengobatan
tradisional memanfaatkan tumbuhan maupun hewan, namun dilihat dari jumlah maupun frekuensi
pemanfaatannya tumbuhan lebih banyak dimanfaatkan dibandingkan hewan. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui tanaman yang dimanfaatkan sebagai pengobatan tradisional, bagian tanaman, cara
pengolahan, cara penggunaan dan penyakit apa saja yang diobati menggunakan tanaman obat oleh
masyarakat kecamatan Baito Kabupaten Konawe Selatan.
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif yang bersifat eksploratif. Data yang
dihasilkan merupakan proses observasi dan wawancara. Informan berjumlah 16 orang yang berasal dari 8
desa dikecamatan Baito Kabupaten Konawe Selatan Sulawesi Tenggara. Metode kualitatif tersebut dipakai
agar mengetahui penggunaan tanaman obat. Analisis data dilakukan dengan menghitung nilai frekuensi
sitasi.
Hasil penelitian menunjukan bahwah jumlah tanaman yang digunakan sebagai pengobatan
penyakit yaitu sebanyak 42 jenis tanaman dan dikelompokan menjadi 27 famili. Bagian tanaman yang
digunakan sebagai obat yaitu daun, bunga, buah, biji, akar, rimpang, kulit dan batang. Cara pengolahan
tanaman obat di rebus, di masak, di tumbuk, di peras, di blender, di kupas, di panggang, di parut, di ambil
getahnya. Dan cara penggunaan tanaman obat yaitu diminum, dioleskan, dimakan, dihirup, dibalut, dipake
mandi. Sedangkan jumlah keseluruhan penyakit yang terdapat pada masyarakat Dikecamatan Baito yang
diobati menggunakan tanaman obat yaitu sebanyak 38 jenis penyakit.

Kata kunci : Studi Etnomedisin, Tanaman Obat, Kecamatan Baito

Penulis dkk., Jurnal Pharmacia Mandala Waluya Vol.x, No.x Hal 1


ETHNOMEDICINE STUDY OF TRADITIONAL MEDICINAL PLANTS IN BAITO DISTRICT, SOUTH KONAWE
REGENCY, SOUTHEAST SULAWESI

ABSTRACT

Ethnomedicine is one of the fields of study of ethnobotany that reveals local knowledge of various
ethnic groups in maintaining their health. Empirically, it can be seen that in traditional medicine, plants and
animals are used, but in terms of the number and frequency of use, plants are used more than animals. This
study aims to determine which plants are used as traditional medicine, plant parts, processing methods,
usage methods and what diseases are treated using medicinal plants by the people of Baito District, South
Konawe Regency.
This type of research is descriptive qualitative research that is exploratory. The data generated is a
process of observation and interviews. There were 16 informants from 8 villages in the Baito sub-district,
South Konawe Regency, Southeast Sulawesi. This qualitative method is used to determine the use of
medicinal plants. Data analysis was carried out by calculating the citation frequency value.
The results showed that the number of plants used as treatment of diseases were 42 types of
plants and grouped into 27 families. The plant parts used as medicine are leaves, flowers, fruit, seeds,
roots, rhizomes, bark and stems. The method of processing medicinal plants is boiled, cooked, mashed,
squeezed, in a blender, peeled, roasted, grated, taken for the sap. And how to use medicinal plants, namely
drinking, smeared, eaten, inhaled, bandaged, used for bathing. While the total number of diseases found in
the people of Baito District who were treated using medicinal plants was 38 types of diseases.

Keywords : Ethnomedicine Study, Medicinal Plants, Baito District

Penulis dkk., Jurnal Pharmacia Mandala Waluya Vol.x, No.x Hal 2


PENDAHULUAN

Sejarah penggunaan obat tradisional dipengaruhi oleh beberapa jumlah faktor, yaitu :
pengetahuan, percobaan berdasarkan teori, kepercayaan dan pengalaman berbasis kebudayaan, yang
digunakan untuk menjaga kesehatan. Penggunaan obat tradisional meliputi : pencegahan, diagnosis,
perkembangan atau pengobatan kondisi sakit, baik mental ataupun fisik. Obat tradisional dimanfaatkan
secara turun temurun dan sampai sekarang ini banyak yang terbukti secara ilmiah berkhasiat obat.
Tanaman telah digunakan sejak zaman kuno sebagai obat untuk pengobatan berbagai penyakit. Meskipun
terdapat kemajuan besar dalam kedokteran modern yang diamati beberapa dekade terakhir, tetapi
tanaman masih membuat kontribusi penting untuk perawatan kesehatan. Saat ini sekitar 80% populasi
bergantung sebagian besar pada tanaman dan ekstrak tanaman untuk kesehatan (Syukur, 2012).

Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi keragaman hayati yang tinggi. Tersimpan pula
potensi tumbuhan berkhasiat obat yang belum digali dengan maksimal. Di samping potensi tumbuhan
tersebut, Indonesia juga kaya dengan keragaman suku dan budaya termasuk di dalamnya adalah
pemanfaatan tumbuhan untuk pengobatan tradisional. Selain keanekaragaman tumbuhan, Indonesia juga
kaya dengan keanekaragaman suku dan budaya (Syukur, 2012).

Etnomedisin merupakan salah satu bidang kajian etnobotani yang mengungkapkan pengetahuan
lokal berbagai ethnis dalam menjaga kesehatannya. Secara empirik terlihat bahwa dalam pengobatan
tradisional memanfaatkan tumbuhan maupun hewan, namun dilihat dari jumlah maupun frekuensi
pemanfaatannya tumbuhan lebih banyak dimanfaatkan dibandingkan hewan. Hal tersebut mengakibatkan
pengobatan tradisional identik dengan tumbuhan obat, oleh karena itu tulisan selanjutnya difokuskan pada
tumbuhan obat (Silalahi, 2016).

Selain untuk mengobati penyakit yang berkembang saat ini, tujuan lain dari etnomedisin yaitu
untuk mencari senyawa baru yang memiliki efek samping lebih kecil, timbulnya efek resisten dari obat yang
sudah ada dan juga untuk antisipasi munculnya penyakit baru. Hal tersebut mengakibatkan studi
etnomedisin terus berkembang khususnya negara yang kaya akan keanekaragaman hayati seperti
Indonesia (Silalahi, 2016). Riset Tanaman Obat dan Jamu (Ristoja 2015). menghasilkan peta tanaman obat
Indonesia, baik menyangkut jenis tanaman, ramuan, maupun penggunaannya untuk pengobatan dan
kesehatan di 246 etnis dari 1.068 etnis di Indonesia (20%). Informasi ini diperlukan untuk pengembangan
bahan baku obat asli Indonesia.

Masyarakat di Kecamatan Baito masih memanfaatkan tanaman disekitar tempat tinggalnya untuk
dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Kecamatan Baito Kabupaten Konawe Selatan sendiri terdiri dari 8
kelurahan antara lain Desa Tolihe, Sambahule, Baito, Wonua Jaya, Mekar Jaya, Amasara, Matabubu, dan
Ahuanggulurui. Tempat atau lokasi di Kecamatan Baito masih terdapat Sando atau yang biasa disebut
dengan Battra. Masyarakat di Kecamatan Baito masih menggunakan tradisinya yaitu memanfaatkan
tanaman berkhasiat obat tradisional. Masyarakat di Kecamatan Baito Kabupaten Konawe Selatan sudah
lama menggunakan atau memanfaatkan tanaman - tanaman tersebut sebagai obat tradisional. Selain itu
masyarakat di Kecamatan Baito itu sendiri tertarik untuk memilih / memakai tanaman obat tradisional
sebagai obat untuk penyembuhan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Konawe Selatan, Secara astronomis Kecamatan
Baito terletak antara 04°26’08.8’’ Lintang Selatan dan 122°31’50.9’’ Bujur Timur. Berdasarkan posisi
geografisnya, Kecamatan Baito memiliki batas - batas wilayah yaitu: Mowila, Palangga, Andoolo, dan Buke.
Kecamatan Baito terdiri dari 8 desa. Dapat dilihat bahwa, Desa Baito memiliki wilayah terluas yakni 90,54
km², sedangkan Desa Mekar Jaya memiliki wilayah terkecil yang hanya seluas 4,06 km² (BPS Konawe
Selatan, 2020).

Data dan informasi mengenai tanaman obat tradisional dikecamatan Baito Kabupaten Konawe
Selatan belum banyak diketahui. Tapi berdasarkan observasi awal telah kita ketahui bahwa hal ini sangat

Penulis dkk., Jurnal Pharmacia Mandala Waluya Vol.x, No.x Hal 3


penting untuk mengembangkan jenis tanaman obat asli daerah setempat. Oleh karena itu, agar kelestarian
pengetahuan maupun penggunaan tumbuhan sebagai obat tradisional tetap terjaga dan bisa digunakan
untuk referensi dasar pengembangan obat baru, maka dari itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai “Studi Etnomedisin Tanaman Berkhasiat Obat Di Kecamatan Baito Kabupaten Konawe Selatan”.

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini yaitu penelitian deskritif dimana menggunakan metode kualitatif. Menurut Hamdi
(2014) Metode kualitatif adalah penelitian yang menjelaskan dan menganalisis fenomena, peristiwa,
aktivitas, sikap, kepercayaan, presepsi seseorang maupun kelompok. Metode kualitatif digunakan
untuk mendeskripsikan tentang tumbuhan obat tradisional yang digunakan oleh masyarakat di
Kecamatan Baito kabupaten Konawe Selatan Sulawesi Tenggara.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi atau tempat penelitian ini telah dilaksanakan di Kecamatan Baito Kabupaten Konawe Selatan
Sulawesi Tenggara. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2022.

C. Populasi dan Sampel

Populasi adalah masyarakat di Kecamatan Baito Kabupaten Konawe Selatan Sulawesi Tenggara.
Sedangkan Sampel yang digunakan adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi yang berasal dari 8 wilayah yang berada di Kecamatan Baito Kabupaten Konawe Selatan.
Adapun informan pada penelitian ini terbagi dua, yaitu informan kunci dan informan tambahan.
Informan kunci dan informan tambahan didapatkan dengan metode Cluster sampling. Adapun
informan kunci pada penelitian ini yaitu Battra yang berjumlah satu orang dalam setiap Desa serta
informan tambahan yaitu satu orang Pasien disetiap masing-masing Desa. Adapun kriteria informan
terbagi menjadi dua yaitu secara Inklusi dan Ekslusi.

1. Kriteria Inklusi

1) Informan berusia dari minimal 30 - 69 tahun

2) Mampu berkomunikasi dengan baik

3) Bersedia sebagai informan penelitian

4) Memiliki pengetahuan tentang tanaman dan sudah lama menggunakan tanaman tersebut
sebagai obat.

5) Masyarakat asli di Kecamatan Baito Kabupaten Konawe Selatan

2. Kriteria Ekslusi

1) Informan harus memiliki catatan kesehatan yang baik, tidak menderita cacatan fisik atau
gangguan mental.

2) Masyarakat di Kecamatan Baito Kabupten Konawe Selatan mengetahui tentang tanaman obat
dan menggunakan tanaman obat.

D. Prosedur Penelitian

1. Studi Pendahuluan (Observasi Awal)

Penulis dkk., Jurnal Pharmacia Mandala Waluya Vol.x, No.x Hal 4


Studi pendahuluan akan dilaksanakan untuk mengetahui daerah-daerah di Kecamatan Baito
Kabupaten Konawe Selatan Sulawesi Tenggara yang akan dijadikan sebagai tempat atau lokasi
penelitian dan penentuan informan kunci dan informan biasa. Informan kunci adalah mereka yang
mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian, sedangkan
informan Biasa adalah mereka yang dapat memberikan informasi walaupun tidak terlibat dalam
penelitian tanaman obat. Untuk pemilihan lokasi peneliti terlebih dahulu harus mengetahui bahwah
masyarakat di Kecamatan baito Kabupaten Konawe Selatan Sulawesi Tenggara tersebut masih
menggunakan tamanan/tumbuhan sebagai pengobatan tradisional.

2. Survey Studi etnomedisin

Survey etnomedisin meliputi survey lapangan dan wawancara. Untuk mengetahui kearifan lokal
masyarakat di Kecamatan Baito Kabupaten Konawe Selatan terhadap tanaman obat tradisional. Maka
dilakukan wawancara dengan masyarakat di Kecamatan Baito Kabupaten Konawe Selatan, baik berupa
nama tanaman, bagian tanaman, cara penggunaan, pemanfaatan dan penyakit yang diobati
menggunakan tanaman obat.

3. Menentukan informan

Penentuan informan menggunakan Cluster sampling. Cluster sampling merupakan teknik sampling
dimana peneliti membagi populasi kedalam beberapa kelompok berdasarkan kategori atau
karakteristik yang natural. Data informasi yang dibutuhkan oleh peneliti didapatkan dari :

a. Battra yaitu orang yang memiliki kamampuan dalam mengobati penyakit dengan menggunakan
tumbuhan yang dipercaya oleh masyarakat setempat untuk melakukan pengobatan. Informasi yang
diperoleh dari battra yaitu tentang jenis-jenis tumbuhan, bagian tumbuhan, cara pengolahan dan
peramuan serta khasiat tumbuhan yang digunakan dalam pengobatan serta sumber informasi pasien
yang sudah berobat untuk dijadikan informan. Battra sebagai informasi data kunci.

b. Pasien yaitu orang yang pernah menggunakan pengobatan tradisional, dalam penelitian pasien
sebagai sumber informasi pendapat yang dirasakan setelah melakukan pengobatan tradisional. Pasien
sebagai informasi data biasa.

E. Analisis Data

Analisis data dilakukan secara kualitatif (deskriptif) digunakan untuk mengetahui penggunaan
tumbuhan yang diketahui atau digunakan dan analisis kuantitatif dilakukan untuk mengetahui
frekuensi sitasi. Perhitungan frekuensi sitasi bertujuan untuk mengetahui frekuensi penggunaan
tumbuhan obat yang digunakan.

Frekuensi sitasi dihitung dengan rumus : Frekuensi sitasi (%) = (N/T) x 100 (Saranani dkk, 2021)

Keterangan : N = Jumlah responden yang menyebutkan nama tumbuhan berpotensi obat.

T = Jumlah keseluruhan responden.

Penulis dkk., Jurnal Pharmacia Mandala Waluya Vol.x, No.x Hal 5


HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Pada hasil penelitian yang sudah dilakukan, telah didapatkan hasil penelitian dari informan
yang sudah diwawancarai yaitu 16 orang di 8 desa di Kecamatan Baito Kabupaten Konawe Selatan
Sulawesi Tenggara. Data dari hasil penelitian dapat diketahui yaitu apa saja tanaman yang
digunakan sebagai obat, bagian tanaman yang digunakan sebagai obat, cara pengolahan obat dan
jenis penyakit yang diobati menggunakan tanaman obat. Dibawah ini adalah hasil wawancara 16
informan di 8 desa kecamatan Baito Kabupaten Konawe Selatan, dimana merangkup tanaman apa
saja yang digunakan sebagai obat, bagian tanaman yang digunakan sebagai obat, cara pengolahan
tanaman obat dan jenis penyakit yang diobati menggunakan obat tradisional.

Tabel 9. Tanaman Berkhasiat Obat Berdasarkan Bagian Daun (folia)

Penulis dkk., Jurnal Pharmacia Mandala Waluya Vol.x, No.x Hal 6


Penulis dkk., Jurnal Pharmacia Mandala Waluya Vol.x, No.x Hal 7
Hasil penelitian diketahui bahwa terdapat 42 jenis tanaman obat dan dibagi menjadi 27 famili.

a. Bagian Tanaman yang Dimanfaatkan Sebagai Obat

Pada wawancara yang telah dilakukan dengan informan telah didapatkan bahwah adanya perbedaan
dalam pemanfaatan bagian tanaman obat. Bagian-bagian yang digunakan tersebut antara lain daun, bunga,
buah, biji, akar, rimpang, kulit dan batang.

Gambar 4. Bagian Tanaman Obat yang digunakan

Hasil presentasi menunjukan bahwah bagian tanaman obat yang digunakan untuk penyembuhan penyakit
yang paling utama antara lain bagian daun 57%, bagian batang 2%, bagian rimpang 5%, bagian buah 5%,
bagian bunga 1%, bagian biji 1%, bagian kulit 1%. Bagian Bunga 1%.

b. Cara Pengolahan

Cara pengolahan tanaman obat pada masyarakat Baito Kabupaten Konawe Selatan antara lain di rebus, di
masak, di tumbuk, di peras, di blender, di kupas, di panggang, di parut, di ambil getahnya.

Gambar 5. Cara pengolahan Tanaman Obat

Penulis dkk., Jurnal Pharmacia Mandala Waluya Vol.x, No.x Hal 8


Hasil presentasi menunjukan bahwah cara pengolahan tanaman obat antara lain direbus 45%, dimasak 7%,
ditumbuk 24%, diblender 10%, dikupas 2%, dipanggang 2%, diperas 2%, diparut 5%, diambil getahnya 2%. c.
Cara Penggunaan Cara penggunaan tanaman obat pada masyarakat Baito Kecamatan Konawe Selatan
antara lain diminum, dioleskan, dimakan, dihirup, dibalut, dipake mandi.

c. Cara Penggunaan

Cara penggunaan tanaman obat pada masyarakat Baito Kecamatan Konawe Selatan antara lain diminum,
dioleskan, dimakan, dihirup, dibalut, dipake mandi.

Gambar 6. Cara Penggunaan Obat

Hasil presentasi menunjukan bahwah cara penggunaan obat oleh masyarakat Baito Kabupaten Konawe
Selatan antara lain diminum 64%, dioleskan 21%, dimakan 5%, dihirup 2%, dibalut 2% dipake mandi 5%.

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan yaitu tentang Studi Etnomedisin Tanaman
Berkhasiat Obat Tradisional Di kecamatan Baito Kabupaten Konawe Selatan Sulawesi Tenggara dengan
maksud untuk mengetahui tanaman apa saja yang digunakan sebagai obat, bagian tanaman apa saja yang
digunakan sebagai obat, bagaimana cara pengolahan tanaman obat dan penyakit apa saja yang diobati
menggunakan obat tradisional. Berdasarkan wawancara yang sudah dilakukan di 8 dengan 12 informan
desa kecamatan Baito Kabupaten Konawe selatan didapatkan bahwah terdapat berbagai macam tanaman
yang digunakan sebagai obat atau sebagai penyembuhan penyakit oleh masyarakat Kecamatan Baito
dimana dari 12 informan terbagi atas 6 orang Battra dan orang Pasien. Dari 12 informan tersebut terbagi
laki-laki dan perempuan dimana banyaknya laki-laki adalah 4 dan banyaknya perempuan adalah 8. Hasil
penelitian didapatkan bahwah terdapat 42 jenis spesies yang digunakan atau dimanfaatkan sebagan
tanaman obat.

Etnomedisin merupakan salah satu bidang kajian etnobotani yang mengungkapkan pengetahuan
lokal berbagai ethnis dalam menjaga kesehatannya. Secara empirik terlihat bahwa dalam pengobatan
tradisional memanfaatkan tumbuhan maupun hewan, namun dilihat dari jumlah maupun frekuensi
pemanfaatannya tumbuhan lebih banyak dimanfaatkan dibandingkan hewan. Hal tersebut mengakibatkan
pengobatan tradisional identik dengan tumbuhan obat, oleh karena itu tulisan selanjutnya difokuskan pada
tumbuhan obat (Silalahi, 2016).

Dari hasil wawancara yang telah dilakukan di 8 desa dan 12 informan di Kecamatan Baito
Kabupaten Konawe Selatan menunjukan bahwah adanya 42 jenis tanaman obat yang dikelompokan
menjadi 27 famili untuk dimanfaatkan sebagai pengobatan tradisional, family paling sering dimanfaatkan
oleh masyarakat Baito untuk pengobatan penyakit antara lain adalah Zingiberaceae dimana terdiri atas 5

Penulis dkk., Jurnal Pharmacia Mandala Waluya Vol.x, No.x Hal 9


jenis tanaman yaitu jahe (Zingiber officinale), lengkuas (Alpinia galanga), kunyit (Curcuma longa linn syn),
temulawak (Curcuma zanthorrhiza), dan Kencur (Kaempferia galanga). Family selanjutnya yang sering
dimanfaatkan antara lain lamiaceae dimana terdiri atas 3 jenis tanaman yaitu kumis kucing (Orthosiphon
aristatus), nilam (Pogostemon cablin), dan Kemangi (Ocimun basilicum). Sisa dari 25 family yang jenis
tanamannya berjumlah sedikit yaitu 2 sampai 1 jenis tanaman. Pada umumnya tanaman obat merupakan
tanaman liar atau di budidayakan yang dapat kita temui dikebun, pekarangan dan pinggir jalan. Masyarakat
di kecamatan Baito Kabupaten Konawe Selatan mendapatkan tanaman obat yang dimanfaatkan untuk
pengobatan penyakit pada macam-macam habitat contohnya diperoleh hutan, pekarangan halaman
rumah, kebun, pinggir jalan dan ladang.

Bagian tanaman yang paling sering digunakan oleh masyarakat Baito Kabupaten Konawe Selatan
adalah bagian daun yaitu sebesar 57%, Daun memiliki nilai presentasi paling tinggi karena Penggunaan
bagian daun lebih banyak digunakan sebagai obat tradisional merupakan hal yang umum karna
kemudahannya untuk diolah dan banyaknya kandungan metabolit sekunder didalamnya. Hal inilah yang
mungkin mempengaruhi khasiat yang diperoleh lebih banyak pada bagian (Heinrch, 2005).

Cara pengolahan tanaman obat yang paling sering dilakukan adalah dengan cara direbus sebesar
45%, karna sangat mudah dan sangat efektif masyarakat pada umunya lebih suka tanaman tersebut diolah
menjadi air rebusan dibandingkan mengkomsumsi secara langsung. Selain itu proses penyembuhannya
lebih cepat karena langsung di proses dalam metabolisme tubuh (Maridi, 2015). Sedangkan cara
penggunaan tanaman obat paling sering dilakukan adalah diminum sebesar 64%. Menurut (Almida dalam
Denis gunadi, H.A, 2015). Masyarakat mempercayai bahwah dengan cara diminum reaksinya akan lebih
cepat dibandingkan dengan cara lain seperti dioleskan, dimakan, dihirup, atau dimandikan.

Dari hasil penelitian yang didapatkan diketahui bahwah di kecamatan Baito Kabupaten Konawe
Selatan Sulawesi Tenggara tanaman yang banyak manfaatnya pada pengobatan penyakit antara lain jahe,
cocor bebek, kemangi, pepaya, kumis kucing, daun sirsak, sirih, dan lidah buaya. Pada tanaman jahe
dimanfaatkan untuk obat Sakit persendian, darah tinggi dengan nilai frekuensi sitasi 25. Cocor bebek
dimanfaatkan untuk obat bisul, memar dengan nilai frekuensi sitasi 18,75. Kemangi dimanfaatkan untuk
obat bau badan dan keringat dengan nilai frekuensi 12,5. Papaya dimanfaatkan untuk obat imfluenza dan
gula dengan nilai frekuensi 25. Kumis kucing dimanfaatkan untuk obat sakit pinggang dan ginjal dengan nilai
frekuensi 12,5. Daun sirsak dimanfaatkan untuk obat kolestrol, asam urat dan darah tinggi dengan nilai
frekuensi 25, Sirih dimanfaatkan untuk obat keputihan, bau mulut dan gigi dengan nilai frekuensi 25 dan
Lidah buaya dimanfaatkan untuk wasir, ketombe dengan nilai frekuensi 25. Hal ini di karenakan bahwah
tanaman seperti jahe, cocor bebek, kemangi, pepaya, kumis kucing, daun sirsak, sirih dan lidah buaya
diketahui dapat mengobati penyakit tersebut.

Untuk tanaman seperti daun pepaya, daun sirsak, serai, jehe, sirih, lengkuas, kunyit, kencur, lidah
buaya, dan mengkudu memilki nilai frekuensi sitasi yang paling tinggi atau yang paling banyak di sebutkan
oleh informan mengingat semua tanaman tersebut sudah cukup dikenal atau diketahui oleh masyarakat
setempat sebagai pengobatan penyakit.

Masyarakat di Kecamatan Baito menggunakan daun Pepaya untuk mengobati penyakit seperti gula
dan imfluenza. Berdasarkan studi literatur dari data sekunder dilaporkan bahwah Daun Pepaya
mengandung senyawa alkaloid. Alkaloid termasuk senyawa nitrogen heterosiklik yang bersifat toksik
terhadap mikroba seperti bakteri, cacing dan virus. Senyawa alkaloid yang terkandung dalam daun papaya
adalah karpain. Karpain dapat menekan system saraf pusat yang dapat menyebabkan cacing kehilangan
koordinasi saraf yang kemudian mengakibatkan kelumpuhan otot pada cacing (Waluyo L. 2008).

Daun sirsak di yakini oleh masyarakat Baito digunakan untuk mengobati penyakit asam urat dan
kolestrol. Berdasarkan studi literatur dari data sekunder dilaporkan bahwah Daun Sirsak mengandung
senyawa acetogenin, annocatacin, annocatacilin, annohexocin, annonacin, annomuricin, anomurine,
anonol, caclourine, gentisic acid, gigantetronin, asam linoleate dan muricapentocin (Widyaningrum, 2012).
Penulis dkk., Jurnal Pharmacia Mandala Waluya Vol.x, No.x Hal 10
Daun sirsak juga bermanfaat sebagai obat penyakit jantung, diabetes dan anti kanker yang merupakan
senyawa antioksidan.

Sirih oleh masyarakat Baito digunakan untuk mengobati penyakit seperti keputihan, bau mulut dan
gigi. Berdasarkan studi literatur dari data sekunder dilaporkan bahwah sirih merupakan salah satu jenis
tanaman yang banyak manfaatnya. Penggunaan daun sirih sebagai obat biasanya diberikan dalam bentuk
godogan, daun segar yang dimemarkan atau ditumbuk halus, ekstrak ataupun dalam bentuk minyak atsiri.
Daun sirih (Piper betle L) secara umum telah dikenal msyarakat sebagai bahan obat tradisional.
(Sastroamidjoyo, 2007).

Kencur digunakan oleh masyarakat Baito sebagai obat untuk seseorang yang tidak sadarkan diri
atau seseorang yang tubuhnya dirasuki oleh jin (menurut kepercayaan masyarakat setempat). Masyarakat
di Kecamatan Baito menggunakan Kencur dengan cara pengolahan ditumbuk dan penggunaannya dengan
cara dihirup. Berdasarkan studi literatur dari data sekunder dilaporkan bahwah berobat menggunakan air
yang sudah dijampi oleh dukun dengan memakai mantra kemudian diminum dan dipakai mandi bagi pasien
yang berobat agar mendapat kesembuhan. Bahan yang digunakan untuk mengobati yaitu daun sirih dan
kencur, buah pinang dan kapur, cara penggunaan bahan ini dikunyah oleh dukun sampai halus setelah itu
dibacakan mantra khusus (Muriah, 2000).

Penyakit seperti lambung, bisul dan asam urat merupakan penyakit yang paling banyak diobati
menggunakan tanaman obat tradisional. Lambung diobati dengan tanaman temulawak, kunyit dan
mengkudu. Bisul diobati dengan tanaman asam jawa, ciplukan, dan cocor bebek. Sedangkan asam urat
diobati dengan tanaman serai merah, serai biasa dan sirsak.

Wawancara informan pada segi penyembuhan penyakit yang dapat diobati antara lain asam urat,
implensa, gula, sakit pinggang, ginjal, kolestrol, darah tinggi, penurun darah, sakit gigi, TBC, sarampa, mata,
bau badan, keringat, rematik, kencing tidak lancar, bisul, sariawan, hepatitis, asma, hipertensi, lever,
demam, kemasukan, lambung, memperkuat gigi, wasir, ketombe, mata kabur, memar, kista, panu, luka,
keputihan, bau mulut, gatal tenggorokan, sakit persendian, kulit gatal. Tanaman obat yang telah disebutkan
diatas telah dimanfaatkan sebagai obat tradisional secara turun temurun oleh masyarakat kecamatan Baito
Kabupaten Konawe Selatan.

Tanaman dimanfaatkan atau digunakan sebagai obat untuk pengobatan pada berbagai macam
penyakit yang beragam. Pada hasil penelitian ini dikeetahui ada 42 jenis tanaman untuk dimanfaatkan
sebagai obat sehari-hari oleh masyarakat Baito. Jenis tanaman obat tersebut memilki 27 famili. Tanaman
obat dimanfaatkan sebagai pengobatan tradisional oleh masyarakat di kecamatan Baito Kabupaten Konawe
Selatan Adapun bagian tanaman yang dimanfaatkan antara lain daun, batang, akar, kulit, rimpang, buah,
bunga kemudian diolah dengan cara sederhana dan dengan cara tradisional.

Dalam memanfaatkan tanaman obat perlu dilakukan karna salah satu kebiasaan Sebagian
masyarakat pada pemanfaatan tanaman obat juga karna jarak yang ditempuh masyarakat untuk
mendapatkan perawatan medis sangat jauh atau sangat susah hal ini dikarenakan letak tiap geografis desa-
desa yang berada didaerah terpencil, pegunangan yang jauh akan kota.

Untuk melestarikan tanaman obat langkah yang harus dilakukan yaitu upaya konservasi suatu
tanaman obat jenis tumbuhan liar adalah merekomendasikan agar tempat atau Kawasan tumbuhan obat
harus dilindungi. Pengenalan pada berbagai jenis tanaman obat merupakan hal yang dapat dilakukan
sebelum melakukan penyebarluasan pemanfaatan pada tanaman obat tersebut (Hamzari, 2008). Hal
tersebut perlu dilakukan identifikasi jenis tanaman obat yang masih digunakan oleh masyarakat di
Kecamatan Baito Kabupaten Konawe Selatan, selain berfungsi mendekatkan masyarakat pada pemanfaatan
tanaman obat.

Penulis dkk., Jurnal Pharmacia Mandala Waluya Vol.x, No.x Hal 11


KESIMPULAN

Pada hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan antara lain :

1. Tanaman yang digunakan untuk pengobatan penyakit oleh masyarakat di kecamatan Baito Kabupaten
Konawe Selatan terdiri dari 42 jenis tanaman dan dikelompokan menjadi 27 famili.

2. Bagian tanaman yang digunakan oleh masyarakat di kecamatan Baito Kabupaten Konawe Selatan antara
lain daun, batang, akar, rimpang, buah, bunga dan kulit.

3. Cara pengolahan tanaman obat yang dilakukan oleh masyarakat di kecamatan Baito Kabupaten Konawe
Selatan antara lain di rebus, di masak, di tumbuk, di peras, di blender, di kupas, di panggang, di parut, di
ambil getahnya. Sedangkan cara penggunaanya yaitu dengan cara diminum, dioleskan, dimakan, dihirup,
dibalut, dipake mandi.

4. Penyakit atau khasiat tanaman obat adalah asam urat, imfluenza, gula, sakit pinggang, ginjal, kolestrol,
darah tinggi, penurun darah, sakit gigi, TBC, sarampa, mata, bau badan, keringat, rematik, kencing tidak
lancar, bisul, hepatitis, asma, hipertensi, lever, demam, kemasukan, lambung, memperkuat gigi, wasir,
ketombe, mata kabur, memar, kista, panu, luka, keputihan, bau mulut gatal tenggorokan, sakit persendian,
kulit gatal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Abdi, M. A., Murdiono, W. E., & Sitompul, S. M. (2015). Kajian Etnobotani Tumbuhan Obat Pembuat Jamu
di Kecamatan Wringin Kabupaten Bondowoso. Jurnal Produksi Tanaman, Vol.10 (10), 1-7.
2. Abdan, A(2012). Analisis Fenomena dukun cilik. http://pakdhesiologi.blogspot.com.
3. Ardan, A.S. (2000). The Use of Medicinal Plants by The Villagers Kubang Nan Rao, in West Sumatra. The
National Seminar Ethnobotany 3 th. Denpasar, Indonesia.
4. Bangun, A. (2012). Ensiklopedia Tanaman Obat Indonesia. Bandung: IPH.
5. BPS, 2020. Statistik Kabupaten Konawe Selatan 2020. Konawe Selatan : Badan Pusat Statistik.
6. Bhasin, V. (2007). Medical Anthropology: A Review. Ethno.Med., 1(1), 1-20.
7. Darnaedi, S.Y. (1999). The Rejang’s traditional knowledge of medicinal plant. Indonesia. [Thesis
Unpublished], Universitas Indonesia of Biology Departement, Depok.
8. Foster & Anderson. : Antropologi Kesehatan (terjemahan), (Jakarta,: UI-Press, 1986).
9. Hasanah, Y. dan Hapsoh. 2011. Budidaya Tumbuhan Obat dan Rempah. USU Press. Medan.
10. Indrawan, Rully. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif, Kuantitatif dan Campuran. Surabaya: Refika
Aditama.
11. Jauhari, A., Utami, M., & Padmawati, R. (2008). Motivasi dan Kepercayaan Pasien Untuk Berobat ke
Sinse. Berita Kedokteran Masyarakat , Vol 24.
12. Kartawinata, K. (2010). Dua Abad Mengungkap Kekayaan Flora dan Ekosistem Indonesia. Dalam:
Sarwono Prawirohardjo Memorial Lecture X. LIPI. 23 Agustus 2010. Jakarta.
13. Lihawah, F.et al.(2012). Riset khusus eksplorasi pengetahuan lokal etnomedisin dan tumbuhan obat di
indonesia berbasis komunitas. Gorontalo.
14. Mahyar, U.W., Burley, J.S., Gyllenhaal, C., & Soejarto, D.D. (1991). Medicinal Plants of Seberida (Riau
Province, Sumatra, Indonesia). Journal of Ethnopharmacology, 31(2), 217-237.
15. Mursito, B. 2003. Ramuan Tradisional untuk Pelangsing Tubuh. Penebar Swadaya. Jakarta.
16. Michael Heinrich. 2010. Farmakognosi dan Fitoterapi. Jakarta : EGC. Hal 222- 227. Sumali
Wiryowidagdo. 2008. Kimia & Farmakologi Bahan Alam. Edisi ke Dua. Jakarta : EGC. Hal 186-190.
17. McElroy, A. (1996). Medical antropology. In: Levinson, D., & Ember, M. (1996). Encyclopedia of cultural
anthropology, Henry Holt, New York,1-10.
18. Purwanto, Y. (2002). Studi Etnomedisinal dan Fitofarmakope Tradisional Indonesia. Prosiding Seminar
Nasional II Tumbuhan Obat dan Aromatik. LIPI, Bogor, 96-109.

Penulis dkk., Jurnal Pharmacia Mandala Waluya Vol.x, No.x Hal 12


19. Rahayu, M, Siagian, M.H., & Wiriadinata, H. (2000). The Use of Plants as Traditional Medicine by The
Local Communities in Bukit Tigapuluh National Park, Riau. The Natiotal Conference of Indonesia Medicinal
Plants, Surabaya, Indonesia.
20. Ristoja, 2015. Riset Obat Tradisional dan Jamu
21. Rosita, S. M. D., Rostiana, O., Pribadi, & Hernani. (2007). Penggalian IPTEK Etnomedisin Di Gunung Gede
Pangrango. Bul. Littro.
22. Saranani, Selpirahmawati., Himaniarwati., Wa Ode Yuliastri., Muhammad Isrul., Aulia agusmin., 2021,
Studi Etnomedisin Tanaman Berkhasiat Obat hipertensi dikecamatan Poleang Tenggara kabupaten
Bombana Sulawesi Tenggara, Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia, 7(1) : 60-82.
23. Silalahi, M. 2016. Tumbuhan Etnomedisin pada etnis Batak Sumatera Utara dan persfektif
konservasinya. ( disertasi tidak dipublikasikan). Program Pascasarjana, FMIPA, Universitas Indonesia,
Depok.
24. Syukur, Hernani. 2012. Budi daya Tanaman Obat Komersial. PT Penebar Swadaya. Jakarta.
25. Sumawardani, Fitria, Susi Widyawati, Ire Puspa Wardhani, “Rancangan program aplikasi informasi
ramuan etnomedisin obat tradisional Indonesia berbasis android” jurnal ilmiah komputasi system informasi
STMIK. Vol 15 no,1, juni 2016.
26. Suryadarma, I.G.P. (2005). Analisis Usada Taru Pramana sebagai penguatan pengetahuan masyarakat
Bali di Kabupaten Tabanan. [Disertasi Tidak Dipublikasikan]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
27. Sujarwo, W., Keim, A.P., Savo, V., Guarrera, P.M., & Caneva, G. (2015). Ethnobotanical Study of Loloh:
Traditional Herbal Drinks From Bali (Indonesia).
28. Susiarti, S., Purwanto, Y., & Walujo, E.B. (2008). Medicinal Plant Diversity in The Tesso Nilo National
Park, Riau, Sumatra, Indonesia. Reinwardtia, 12(5), 383-390.
29. Tjitrosoepomo, G. 2005. Morfologi Tumbuhan. Gajah Mada. University Press. Yogyakarta. Penulis dkk.,
Jurnal Pharmacia Mandala Waluya Vol.x, No.x Hal 21
30. Walujo, E.B. (2009). Etnobotani: Memfasilitasi Penghayatan, Pemutakhiran Pengetahuan dan Kearifan
Lokal Dengan Menggunakan Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Pengetahuan.
31. Yuliastri, Wa Ode, La Djabo Buton, Timbul Supodo dan Tasnim. 2021. Panduan Penulisan Skripsi.
Kendari : Fakultas Sains dan Teknologi.

Penulis dkk., Jurnal Pharmacia Mandala Waluya Vol.x, No.x Hal 13

Anda mungkin juga menyukai