Anda di halaman 1dari 12

Kode/Nama Rumpun Ilmu: 400/Ilmu Farmasi

USULAN PENELITIAN DOSEN PEMULA

ETNOFARMASI TANAMAN OBAT DI KAWASAN TAMAN NASIONAL


GUNUNG CIREMAI (TNGC) KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT

TIM PENGUSUL :
Wawang Anwarudin, M.Sc.,Apt (Ketua), NIDN : 0419067803
Imas Maesaroh, M.Farm.,Apt (Anggota), NIDN : 0431038203
Nur Azizah, M.Farm.,Apt (Anggota), NIDN : 0406118003

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH KUNINGAN


JAWA BARAT
TAHUN 2020
HALAMAN PENGESAHAN
PENELITIAN DOSEN PEMULA
Judul Penelitian : Etnofarmasi Tanaman Obat di Kawasan Taman
Nasional Gunung Ciremai (TNGC) Kabupaten
Kuningan Jawa Barat
Kode/Nama Rumpun Ilmu : 400/Ilmu Farmasi
Ketu Peneliti
a. Nama : Wawang Anwarudin, M.Sc.,Apt
b. NIDN : 0419067803
c. Jabatan Fungsional : Asisten Ahli
d. Program Studi : Farmasi
e. Nomor Hp : 087832481304
f. Alamat E-mail : wawanganwar@yahoo.co.id
Anggota Peneliti
a. Nama : Imas Maesaroh, M.Farm.,Apt
b. NIDN : 0431038203
c. Perguruan Tinggi : STIKes Muhamamdiyah Kuningan
Anggota Peneliti
a. Nama : Nur Azizah, M.Farm., Apt
b. NIDN : 0406118003
c. Perguruan Tinggi : STIKes Muhammadiyah Kuningan
Biaya Penelitian - Diusulkan ke Dikti : Rp. 20,000,000,-
- Dana Internal PT : -
- Dana Institusi lain : -

Kuningan, …………..2019
Mengetahui
Ketua Prodi S1 Farmasi Ketua Peneliti

Nur Azizah, M.Farm.,Apt Wawang Anwarudin, M.Sc., Apt


Menyetujui
Ketua LPPM
STIKes Muhammadiyah Kuningan

Haty Latifah, M.Far


IDENTITAS DAN URAIAN UMUM

1. Judul Penelitian : Etnofarmasi Tanaman Obat di Kawasan Taman


Nasional Gunung Ciremai (TNGC) Kabupaten
Kuningan Jawa Barat
2. Tim Peneliti : Wawang Anwarudin, M.Sc.,Apt
Imas Maesaroh, M.Farm.,Apt
Nur Azizah, M.Farm.,Apt

No Nama Jabatan Bidang Instansi Asal Alokasi


Keahlian Waktu
1 Wawang Ketua Menejemen STIKes 8
Anwarudin, Farmasi Muhammadiyah
M.Sc.,Apt Kuningan
2 Imas Maesaroh, Anggota Farmasi Bahan STIKes 6
M.Farm.,Apt Alam Muhammadiyah
Kuningan
3 Nur Azizah, Anggota Farmasi Klinik STIKes 6
M.Farm.,Apt Muhammadiyah
Kuningan

3. Objek Penelitian :
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pemanfaatan tanaman obat di Kawasan
TNGC Kabupaten Kuningan Jawa Barat, untuk menemukan kembali berbagai macam
tanaman obat yang dibuat dalam berbagai macam bentuk ramuan untuk pengobatan yang
telah diwariskan secara turun temurun dari daerah tersebut sehingga dapat diinventarisir
secara baik agar dapat dijadikan acuan dalam penemuan dan pengambangan obat baru yang
berasal dari bahan alam

4. Masa Pelaksanaan : Satu Tahun


Mulai : Mei 2019
Berakhir : Mei 2020

5. Usulan Biaya : Rp. 20.000.000

6. Lokasi Penelitian : Desa-desa dalam daerah penyangga TNGC wilayah Kabupten Kuningan,
Jawa Barat
7. Temuan yang ditargetkan : Jenis-jenis tanaman obat dan cara penggunaanya sebagai bahan
obat alami atau ramuan-ramuan obat yang digunakan seabagai pengobatan alami

8. Kontribusi mendasar pada suatu bidang ilmu :


Melalui penelitian ini diharapkan menemukan berbagai jenis tanaman obat serta cara
menggunakannya dalam mengobati berbagai macam penyakit, sehingga dapat memberikan
keterbaharuan informasi bagi masyarakat dan Lembaga tertentu dalam hal ini BTNGC
(Balai Taman Nasional Gunung Ciremai) untuk dapat memanfaatkan tanaman obat tersebut
sebagai bahan obat alami dan untuk dapat dijadikan acuan penemuan dan pengambangan
obat baru yang berasal dari bahan alam.

9. Jurnal Ilmiah yang menjadi sasaran : 1. Indonesia Journal of Pharmacy (Jurnal Nasional
terakreditasi). 2. Journal of Mathematical and Fundamental Sciences (Jurnal Indonesia
Terindex Scopus)
RINGKASAN

Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) merupakan kawasan yang memiliki keanekaragaman tumbuhan
di dalamnya, dan memiliki interaksi yang sangat erat dengan kehidupan masyarakat yang ada di sekitar
Kawasan TNGC. Salah satunya adalah interaksi yang berhubungan dengan pemanfaatan tumbuhan yang
berkhasiat sebagai obat dengan cara pengobatan berdasarkan kebiasaan secara turun-temurun
(etnofarmasi). Pendokumentasian etnofarmasi oleh masyarakat sekitar Kawasan TNGC penting dilakukan
supaya pengetahuan masyarakat sekitar Kawasan TNGC dalam pemanfaatan tumbuhan obat tetap terjaga
dan dapat dikembangkan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai jenis-jenis
tanaman obat yang dimanfaatkan masyarakat sekitar Kawasan TNGC, dan bagian-bagian tanaman obat
yang digunakan sebagai bahan untuk pengobatan serta mendapatkan informasi ramuan-ramuan dari
tanaman obat tersebut yang merupakan ramuan warisan leluhur yang digunakan masyarakat sekitar
untuk pengobatan berbagai macam penyakit. Kajian etnofarmasi dilakukan dengan wawancara dan
analisis terhadap tumbuhan obat dengan tahapan; pengumpulan informasi dan data, menganalisis jenis-
jenis tanaman obat,menginventarisasi tanaman obat, menganalisis bagian tanaman obat yang digunakan,
menganalisis cara penggunaan, menganalisis jumlah ramuan dari tanaman obat, menginventarisasi
ramuan dari tanaman obat dan menginventarisasi jumlah penyakit yang dapat diobati dengan ramuan.
Luaran yang ditargetkan pada penelitian ini adalah publikasi ilmiah pada jurnal nasional (ber ISSN), dan
makalah pada prosiding jurnal nasional.

Kata kunci: etnofarmasi, tumbuhan obat, taman nasional,


Latar Belakang
Pemanfaatan tumbuhan sebagai obat, secara tradisional telah lama dilakukan oleh berbagai suku
di seluruh Indonesia. Perbedaan adat dan kebiasaan antar suku tersebut merupakan kekayaan
budaya bangsa yang tak ternilai. Demikian juga dalam hal penggunaan aneka ragam jenis tumbuhan
sebagai ramuan obat tradisional dan cara pengobatannya. Pengetahuan tentang etnofarmasi pada
masyarakat dari ekologi yang berbeda dan keanekaragama tanaman yang digunakan perlu dikaji lebih
dalam sebagai dasar dari pengembangan obat baru dari bahan alam dan dapat dijadikan sebagai
dasar pengembangan etnomedisin, oleh karena itu penelitian etnofarmasi pada suatu daerah atau
suku tertentu yang bertujuan untuk menemukan kembali berbagai macam proses pengobatan
dengan menggunakan ramuan-ramuan tradisional yang telah turun temurun diwariskan sangat
penting sebagai informasi untuk pengembangan obat karena banyak ekstrak tumbuhan obat untuk
obat modern ditemukan melalui pendekatan ini, (Pieroni et al., 2002; Koehn and Carter, 2005; Rosita
et al, 2007).
Kurangnya dokumentasi tentang penggunaan tumbuhan obat oleh suku atau daerah tertentu
akibat masuknya modernisasi kebudayaan dari luar yang diadospsi oleh generasi muda daerah
tersebut menyebabkan lunturnya pengetahuan lokal dan sulitnya pelestarian obat tradisional di
daerah atau suku tersebut (Rosita et al., 2007).
Kawasan Taman nasional Gunung Ciremai (TNGC) ditetapkan sebagai Kawasan Taman Nasional
pada tanggal 19 Oktober 2004, melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 424/Menhut-II/2004,
penetapan tersebut dikarenakan Kawasan Gunung Ciremai memiliki berbagai macam
keanekaragaman hayati dan merupakan daerah resapan air bagi Kawasan di bawahnya (hermawan
et al, 2005). Secara administrasi kawasan TNGC seluas 15.859,17 ha yang sebelumnya dikelola
sebagai hutan produksi, terbagi dalam wilayah Kawasan Pemangkuan Hutan (KPH) Kuningan
(8.931,27 ha) dan KPH Majalengka (6.927,90 ha)(Bismark et al, 2007).
Penelitian Bismark et al 2007 juga menunjukkan bahwa terdapat keragaman jenis tanaman di
kawasan PHMB, hutan rakyat dan wanatani di daerah penyangga TNGC yaitu sebanyak 54 jenis
tanaman, selain itu pada jalur hijau dan jalur interaksi banyak dimanfaatkan untuk menanam
tanaman semusim, tanaman holtikultura dan tanaman obat-obatan. Sedangkan berdasarkan
penelitian Badan Pusat Statistik Kabupaten Kuningan, Kuningan Dalam 2004 menyatakan tanaman
sayuran tumbuh pada strata bawah dari wanatani di antara tanaman pohon untuk dikonsumsi
masyarakat desa sehari-hari. Desa Palutungan didominasi tanaman hortikultura dan menjadi pusat
penghasil sayuran kubis (Brassica sp.) dan wortel (Daucus carota). Selain itu tanaman obat-obatan
juga menjadi target penanaman di daerah wanatani. Sebagai contoh, Desa Karangsari yang terletak
di jalur hijau dan jalur interaksi menghasilkan 28 ton jahe (Zingiber officinale Roxb.) dan 15 ton kunir
(Curcuma sp.) per tahun sebagai bahan rempah dan obat-obatan.
Oleh karena itu berdasarkan uraian diatas perlu dilakukan inventarisasi jenis tumbuhan dan
pemanfaatannya sebagai obat oleh penduduk sekitar kawasan TNGC sebelum jenis-jenis tumbuhan
tersebut tererosi karena informasi pemanfaatan tumbuhan obat untuk tujuan penggalian IPTEK lokal
serta evaluasi sejauh mana masyarakat lokal masih memanfaatkan untuk pemeliharaan kesehatan
masih terbatas.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Etnofarmasi
Etnofarmasi adalah bagian dari ilmu farmai yang mempelajari penggunaan obat dan cara
pengobatan yang dilakukan oleh etnik atau suku bangsa tertentu. Ruang lingkup etnofarmasi meliputi
obat serta cara pengobatan menggunakan bahan alam. Etnofarmasi merupakan bagian dari ilmu
pengobatan masyarakat tardisional yang seringakli terbukti secara empiris dan setelah melalui
pembuktian-pembuktian ilmiah dapat ditemukan atau dikembangkan senyawa obat baru. Dalam
pencarian dan pengembangan obat baru, pengetahuan etnofarmasi banyak memberi arahan
pendahuluan. Pengetahuan etnofarmasi juga tidak terlepas dari budaya dan lingkunagn etniknya,
sehingga tidaklah mengherankan untuk mengatasi gangguan penyakit yang sama, etnik yang berbeda
menggunakan tumbuhan yang berbeda pula. Kelompok etnik tradisional mempunyai ciri dan jati diri
yang sudah jelas, sehingga kemungkinan besar presepsi dan konsepsi masayarakat terhadap sumber
daya alam nabati akan berbeda tiap Kawasan, termasuk presepsi dan konsepsi pemanfaatan
tumbuhan sebagai obat (Moelyono, 2014). Sedangnkan menurut Heinrich (2007), etnofarmasi adalah
gabungan dari berbagai disiplin ilmu yang mencakup farmasetik, farmakognosi, toksikologi,
pemberian obat, metabolism dan biovailabilitas serta farmasi klinik.
Penelitian etnofarmasi pada suatu daerah atau suku tertentu yang bertujuan untuk menemukan
kembali berbagai macam proses pengobatan dengan menggunakan ramuan-ramuan tradisional yang
telah turun temurun dan mengevaluasinya secara biologis dan secara kultural. Hasil penelitian dari
etnofarmasi tersebut dapat dijadikan acuan dalam pencarian, penemuan dan pengembangan obat
baru yang berasal dari bahan alam (Pieroni et al., 2002). Kegiatan etnofarmsi menurut Pieroni et al
(2004) adalah identifikasi dan klasifikasi, etnobiologi, etnofarmasetika yaitu cara penyajian sediaan,
etnofarmakologi yaitu efek yang ditimbulkan dari sediaan, dan etnomedicine yaitu efek sosiomedical
dari penggunaan sediaan.

B. Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) Kabupaten Kuningan


Kawasan Taman nasional Gunung Ciremai (TNGC) ditetapkan sebagai Kawasan Taman Nasional
pada tanggal 19 Oktober 2004, melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 424/Menhut-II/2004,
penetapan tersebut dikarenakan Kawasan Gunung Ciremai memiliki berbagai macam
keanekaragaman hayati dan merupakan daerah resapan air bagi Kawasan di bawahnya (hermawan
et al, 2005). Secara administrasi kawasan TNGC seluas 15.859,17 ha yang sebelumnya dikelola
sebagai hutan produksi, terbagi dalam wilayah Kawasan Pemangkuan Hutan (KPH) Kuningan
(8.931,27 ha) dan KPH Majalengka (6.927,90 ha) (Bismark et al, 2007).
Zonasi daerah penyangga di TNGC, Kabupaten Kuningan dibagi ke dalam tiga jalur yaitu jalur hijau
(0,5-2 km), jalur interaksi (3-5 km), dan jalur budidaya (10 km). Sedangkan areal yang potensial
dikembangkan sebagai penyangga kawasan konservasi TNGC, Kabupaten Kuningan adalah areal
selebar 5 km dari batas kawasan taman nasional, mengingat pola pengelolaan lahan berupa hutan
kemasyarakatan, hutan rakyat, dan wanatani yang dominan dalam pelestarian satwa, jasa
lingkungan, dan ekonomi masyarakat sekitar. Pengelolaan hutan rakyat dan wanatani di daerah
penyangga berfungsi pelestarian fauna di luar kawasan dan sebagai lahan budidaya tanaman hutan
di mana dengan keragaman jenis pohon dan buah-buahan memberi peran yang tinggi dalam luasan
areal rata-rata 2.400 m2 (Bismark et al, 2007)
Penelitian Bismark et al 2007 juga menunjukkan bahwa terdapat keragaman jenis tanaman di
kawasan PHMB, hutan rakyat dan wanatani di daerah penyangga TNGC yaitu sebanyak 54 jenis
tanaman, selain itu pada jalur hijau dan jalur interaksi banyak dimanfaatkan untuk menanam
tanaman semusim, tanaman holtikultura dan tanaman obat-obatan. Sedangkan berdasarkan
penelitian Badan Pusat Statistik Kabupaten Kuningan, Kuningan Dalam 2004 menyatakan tanaman
sayuran tumbuh pada strata bawah dari wanatani di antara tanaman pohon untuk dikonsumsi
masyarakat desa sehari-hari. Desa Palutungan didominasi tanaman hortikultura dan menjadi pusat
penghasil sayuran kubis (Brassica sp.) dan wortel (Daucus carota). Selain itu tanaman obat-obatan
juga menjadi target penanaman di daerah wanatani. Sebagai contoh, Desa Karangsari yang terletak
di jalur hijau dan jalur interaksi menghasilkan 28 ton jahe (Zingiber officinale Roxb.) dan 15 ton kunir
(Curcuma sp.) per tahun sebagai bahan rempah dan obat-obatan

C. Obat Tradisional
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2006 obat tradisonal adalah
adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral,
sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turuntemurun telah
digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di
masyarakat. Sedangkan menurut Depkes (2000) definisi obat tradisional ialah bahan atau ramuan
bahan yang berasal dari tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari
bahan tersebut, yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan
pengalaman.
Obat tradisional Indonesia atau obat asli Indonesia yang lebih dikenal dengan nama jamu,
umumnya campuran obat herbal, yaitu obat yang berasal dari tanaman. Bagian tanaman yang
digunakan dapat berupa akar, batang, daun, umbi atau mungkin juga seluruh bagian tanaman dan
penggunaan obat tradisional di Indonesia sudah berlangsung sejak ribuan tahun yang lalu, sebelum
obat modern ditemukan dan dipasarkan (Dewoto, 2007).
Hasil inventarisasi yang dilakukan PT Eisai pada 1986 mendapatkan sekitar tujuh ribu spesies
tanaman di Indonesia digunakan masyarakat sebagai obat, khususnya oleh industri jamu dan yang
didaftarkan ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia berjumlah 283
spesies tanaman. Penelitian lain yang dilakukan oleh Zuhud (2009) menyebutkan bahwa terdapat
setidaknya 2000 spesies tumbuhan obat yang terdapat pada berbagai jenis hutan di Indonesia,
dimana sekitar 772 spesies tumbuhan obat tersebut terdapat di hutan tropis, bagianbagian
tumbuhan yang dimanfaatkan mulai dari daun, akar, batang, buah, biji sampai dengan air batangnya.
Penelitian yang bertujuan mendokumentasikan aplikasi tanaman hutan sebagai obat tradisional
sangat penting karena penggunaan tanaman hutan untuk obat tradisional sudah dikhawatirkan
semakin menurun dari generasi ke generasi. Akibatnya, pengetahuan yang berharga yang dimiliki
oleh praktisi obat tradisional pada masyarakat pedalaman berpotensi hilang. Oleh karena itu
penelitian yang bersifat etnofarmasi dan etnobotani untuk mencatat jenis-jenis tumbuhan
tradisional yang berguna untuk obat adalah sangat fundamental (Ardiyanto, 2017).
Metode Penellitian
Metode yang digunaka dalam penelitian adalah metode survey dengan cara Rapid Rural Appraisal
(RRA) atau pemahaman pedesaan secara cepat. Lokasi survey dan narasumber ditetapkan dengan
sengaja (purposive sampling). Dokumentasi tanaman dengan menggunakan kamera digital dan
recording, herbarium, dan studi lapangan tanaman obat di daerah sekitar. Interview narasumber
difokuskan kepada tokoh masyarakat yang menguasai dan mengenal tradisi pengobatan menggunakan
tanaman obat pada etnis tersebut.

Waktu penelitian dilakukan pada bulan Mei 2019-Mei 2020, di desa penyangga TNGC Kabupaten
Kuningan

Anda mungkin juga menyukai