Anda di halaman 1dari 120

FORMULASI DAN UJI EFEKTIVITAS

KRIM ANTI-AGING EKSTRAK ETANOL BUAH SALAK


(Salacca zalacca (Gaertner) Voss)

SKRIPSI

OLEH:
AIDA FITRI HASIBUAN
NIM 141501069

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

Universitas Sumatera Utara


FORMULASI DAN UJI EFEKTIVITAS
KRIM ANTI-AGING EKSTRAK ETANOL BUAH SALAK
(Salacca zalacca (Gaertner) Voss)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh


Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara

OLEH:
AIDA FITRI HASIBUAN
NIM 141501069

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

Universitas Sumatera Utara


PENGESAHAN SKRIPSI

FORMULASI DAN UJI EFEKTIVITAS


KRIM ANTI-AGING EKSTRAK ETANOL BUAH SALAK
(Salacca zalacca (Gaertner) Voss)

OLEH:
AIDA FITRI HASIBUAN
NIM 141501069

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi


Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada Tanggal: 23 Agustus 2018

Pembimbing Panitia Penguji,

Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt.
NIP 195807101986012001 NIP 196005111989022001

Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt.


NIP 195807101986012001

Drs. Suryanto, M.Si., Apt.


NIP 196106191991031001

Medan, Oktober 2018


Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
Dekan,

Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt.


NIP 195707231986012001

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan karunia yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini yang berjudul “Formulasi dan Uji Efektivitas Krim Anti-Aging Ekstrak Etanol

Buah Salak (Salacca zalacca (Gaertner) Voss)”. Skripsi ini diajukan sebagai salah

satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi dari Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara.

Buah salak mengandung senyawa polifenol dan flavonoid yang berkhasiat

sebagai antioksidan yang dapat mengatasi penuaan pada kulit dengan cara

mencegah kerusakan sel kulit dari serangan radikal bebas. Tujuan penelitian ini

untuk memformulasikan sediaan krim yang mengandung ekstrak etanol buah

salak dengan beberapa konsentrasi yang berbeda dan menguji efektivitas anti-

aging terhadap kulit. Hasil yang diperoleh yaitu sediaan krim anti-aging ekstrak

etanol buah salak dapat mengurangi tanda-tanda penuaan pada kulit, dimana

sediaan dengan konsentrasi 5% memberikan hasil yang paling baik. Harapannya

hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi masyarakat sebagai sumber informasi,

acuan, atau referensi tambahan dalam bidang kosmetik.

Pada kesempatan ini penulis hendak menyampaikan rasa hormat dan

terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si.,

Apt., selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan waktu,

bimbingan, arahan, dan bantuan selama penelitian hingga selesainya penulisan

skripsi ini. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Dra.

Nazliniwaty, M.Si., Apt., dan Bapak Drs. Suryanto, M.Si., Apt., selaku dosen

iv
Universitas Sumatera Utara
penguji yang telah memberikan masukan, kritik, dan saran dalam penyusunan

skripsi ini. Penulis juga berterima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt.,

selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, yang telah

memberikan fasilitas dan masukan selama masa pendidikan dan penelitian,

kepada Ibu Dra. Tuty Roida Pardede, M.Si., Apt., selaku dosen penasihat

akademik yang telah banyak memberikan nasihat dan bimbingan selama masa

pendidikan, kepada Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi Universitas

Sumatera Utara yang telah mendidik selama perkuliahan.

Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih serta penghargaan yang tulus

dan tak terhingga kepada orangtua tercinta Ayahanda Khairuddin Hasibuan, dan

Ibunda Maria Ulfah serta kepada kakak Siti Aisyah Hasibuan dan Adik Riki

Wahyudi Hasibuan tercinta atas doa dan dukungan baik moril maupun materil

kepada penulis.

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan

menjadi sumber pengetahuan tambahan khususnya dalam bidang farmasi.

Medan, Agusutus 2018


Penulis,

Aida Fitri Hasibuan


NIM 141501069

v
Universitas Sumatera Utara
SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini,

Nama : Aida Fitri Hasibuan

Nomor Induk Mahasiswa : 141501069

Program Studi : S-1 Farmasi Reguler

Judul Skripsi : Formulasi dan Uji Efektivitas Krim Anti-Aging


Ekstrak Etanol Buah Salak (Salacca zalacca
(Gaertner) Voss)

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini ditulis berdasarkan data dari hasil
pekerjaan yang saya lakukan sendiri, dan belum pernah diajukan oleh orang lain
untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Perguruan Tinggi dan bukan plagiat
karena kutipan yang ditulis telah disebutkan sumbernya di dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari ada pengaduan dari pihak lain karena didalam skripsi ini
ditemukan plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia menerima
sanksi apapun oleh Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera
Utara, dan bukan menjadi tanggungjawab pembimbing.

Demikianlah surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya untuk dapat
digunakan jika diperlukan sebagaimana mestinya.

Medan, Oktober 2018


Yang membuat pernyataan,

Aida Fitri Hasibuan


NIM 141501069

vi
Universitas Sumatera Utara
FORMULASI DAN UJI EFEKTIVITAS
KRIM ANTI-AGING EKSTRAK ETANOL BUAH SALAK
(Salacca zalacca (Gaertner) Voss)

ABSTRAK

Latar belakang: Paparan sinar UV, polusi, dan pola hidup tidak sehat dapat
memicu terbentuknya radikal bebas yang dapat mempercepat proses penuaan pada
kulit. Senyawa flavonoid dalam buah salak berkhasiat sebagai antioksidan yang
mampu menetralisir radikal bebas sehingga dapat memperbaiki tanda-tanda
penuaan pada kulit seperti kulit kering, kasar, berkeriput, bintik hitam, dan
pembesaran pori-pori.
Tujuan penelitian: Memformulasikan sediaan krim anti-aging ekstrak etanol
buah salak serta menguji efektivitasnya terhadap kulit sukarelawan.
Metode: Ekstrak etanol buah salak diperoleh dengan cara maserasi menggunakan
pelarut etanol 80%. Simplisia dilakukan uji karakteristik dan pada ekstrak
dilakukan skrining fitokimia. Sediaan krim dibuat dalam 4 formula yaitu masing-
masing dengan konsentrasi ekstrak buah salak 1% (F1), 3% (F2), 5% (F3) dan
tanpa ekstrak buah salak (F0/blanko). Pengujian terhadap sediaan krim meliputi
uji homogenitas, tipe emulsi, stabilitas termasuk diantaranya uji pH dan
pemeriksaan bentuk, warna, dan bau selama penyimpanan pada suhu ruang (20 -
25oC) selama 12 minggu, uji iritasi, dan efektivitas anti-aging terhadap wajah
sukarelawan menggunakan alat skin analyzer dengan parameter yang diukur
meliputi kadar air, kehalusan, besar pori, banyak noda, dan keriput. Pemakaian
krim dilakukan dua kali sehari selama 4 minggu dan pengujian dilakukan setiap
minggu. Data statistik dianalisis menggunakan metode Kruskal Wallis dan Mann-
Whitney.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa simplisia memenuhi syarat uji
karakteristik. Ekstrak buah salak mengandung senyawa alkaloid, flavonoid,
glikosida, tanin, dan saponin. Semua sediaan krim bersifat homogen, dengan tipe
emulsi minyak dalam air (m/a), pH 6,1-6,6, bentuk, warna, dan baunya stabil
selama penyimpanan dan tidak mengiritasi kulit. Hasil pengukuran efektivitas
anti-aging menunjukkan bahwa krim ekstrak etanol buah salak 5% efektif
meningkatkan kadar air sebesar 10,33% dan kehalusan sebesar 27,8%,
mengecilkan ukuran pori sebesar 45,6%, mengurangi noda sebesar 29,6% dan
keriput sebesar 26,12%. Hasil analisis statistik menunjukkan terdapat perbedaan
yang signifikan (p ≤ 0,05) antar formula krim.
Kesimpulan: Ekstrak etanol buah salak (Salacca zalacca (Gaertner) Voss) 5%
dalam sediaan krim anti-aging lebih baik dalam meningkatkan kadar air dan
kehalusan, mengecilkan ukuran pori, mengurangi noda dan keriput dibandingkan
dengan formula krim lainnya.

Kata kunci: anti-aging, buah salak, formulasi, krim, skin analyzer

vii
Universitas Sumatera Utara
FORMULATION AND EFFECTIVENESS TEST OF ANTI-AGING
CREAM ETHANOLIC EXTRACT OF SALAK FRUIT
(Salacca zalacca (Gaertner) Voss)

ABSTRACT

Background: UV rays, pollution, and unhealthy lifestyles can trigger the


formation of free radicals that can accelerate the aging process of the skin.
Flavonoid compounds of salak fruit is efficacious as antioxidants that can
neutralize free radicals so that it can improve signs of skin aging such as dry,
rough, wrinkled skin, blemish spots, and pores enlargement.
Purpose: To formulate anti-aging cream of ethanolic extract of salak fruit and test
the effectiveness of anti-aging on volunteers skin.
Method: Ethanolic extract of salak fruit was obtained by maceration using
ethanol 80% solvent. Simplicia was tested for characteristics and the extract was
carried out phytochemical screening. Cream preparation was made in 4 formulas
each with concentration of salak fruit extract 1% (F1), 3% (F2), 5% (F3) and
without extract for (F0/base). Tests on cream preparation includes homogeneity
test, emulsion type, stability involve pH test and examination of shapes, colors,
and smells in storage at room temperature (20-25oC) for 12 weeks, irritation test,
and effectiveness of anti-aging on the volunteers skin used skin analyzer with
parameters measured include moisture, evenness, pore, spot and wrinkles. Cream
was used twice a day for 4 weeks and test was carried out every week. Statistical
data were analyzed using the Kruskal Wallis and Mann-Whitney method.
Results: The results of the study showed that simplicia fulfilled the characteristic
test requirements. Salak fruit extract contains alkaloids, flavonoids, glycosides,
tannins and saponins. All of cream preparations were homogeneous, pH 6.1 to
6.6, the shapes, colors, and smells were stable during storage, and did not irritate
the skin. The results of measurements of anti-aging effect showed that 5% of
ethanolic extract of salak fruit cream was effective in increase moisture 10.33%
and smoothness 27.8%, decrease pore size 45.6%, decrease spot 29.6% and
wrinkles 26.12%. The results of statistical analysis showed that there were
significant differences (p ≤ 0,05) between each cream formulas.
Conclusion: Ethanolic extract of salak fruit (Salacca zalacca (Gaertner) Voss) in
concentration of 5% in anti-aging cream dosage form better in increase moisture
and smoothness, decrease size pore, spot, and wrinkle compared to other
formulas.

Keywords: anti-aging, salak fruit, formulation, cream, skin analyzer

viii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ..................................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................... iii

KATA PENGANTAR .............................................................................. iv

SURAT PERNYATAAN ......................................................................... vi

ABSTRAK ............................................................................................... vii

ABSTRACT ............................................................................................. viii

DAFTAR ISI ............................................................................................ ix

DAFTAR TABEL .................................................................................... xiii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xvi

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ..................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................ 3

1.3 Hipotesis Penelitian ............................................................. 4

1.4 Tujuan Penelitian ................................................................. 4

1.5 Manfaat Penelitian ............................................................... 5

1.6 Kerangka Pikir Penelitian .................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 6

2.1 Buah Salak ............................................................................ 6

2.1.1 Deskripsi tumbuhan ................................................... 6

2.1.2 Sistematika tumbuhan ................................................. 7

2.1.3 Kandungan kimia ........................................................ 8

ix
Universitas Sumatera Utara
2.1.4 Khasiat dan manfaat.................................................... 8

2.2 Uraian Bahan ...................................................................... 9

2.3 Ekstraksi .............................................................................. 11

2.4 Kulit .................................................................................... 13

2.5 Radikal Bebas ...................................................................... 16

2.6 Antioksidan .......................................................................... 17

2.7 Krim ..................................................................................... 19

2.8 Anti-Aging ........................................................................... 19

2.9 Skin Analyzer ...................................................................... 20

BAB III METODE PENELITIAN ........................................................... 22

3.1 Alat dan Bahan ..................................................................... 22

3.1.1 Alat-alat ..................................................................... 22

3.1.2 Bahan-bahan .............................................................. 22

3.2 Sukarelawan ......................................................................... 23

3.3 Penyiapan Sampel ................................................................. 23

3.3.1 Pengambilan bahan tanaman ...................................... 23

3.3.2 Identifikasi tanaman .................................................... 23

3.3.3 Pembuatan simplisia ................................................... 23

3.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia .................................... 24

3.4.1 Pemeriksaan makroskopik ......................................... 24

3.4.2 Pemeriksaan mikroskopik .......................................... 24

3.4.3 Penetapan kadar air ..................................................... 24

3.4.4 Penetapam kadar sari larut dalam air ......................... 25

3.4.5 Penetapan kadar sari larut etanol ............................... 25

x
Universitas Sumatera Utara
3.4.6 Penetapan kadar abu total ......................................... 26

3.4.7 Penetapan kadar abu tidak larut asam ...................... 26

3.5 Pembuatan Ekstrak Buah Salak .......................................... 26

3.6 Skrining Fitokimia ............................................................. 27

3.6.1 Pemeriksaan alkaloida ............................................. 27

3.6.2 Pemeriksaan flavonoida ........................................... 28

3.6.3 Pemeriksaan saponin ............................................... 28

3.6.4 Pemeriksaan tanin .................................................... 29

3.6.5 Pemeriksaan glikosida ............................................. 29

3.6.6 Pemeriksaan steroida/triterpenoid ........................... 29

3.7 Formulasi Sediaan Krim ..................................................... 30

3.7.1 Formula standar krim m/a ........................................ 30

3.7.2 Formula sediaan krim modifikasi ............................ 30

3.7.3 Pembuatan sediaan krim ........................................... 31

3.8 Evaluasi Terhadap Sediaan krim ....................................... 32

3.8.1 Pemeriksaan homogenitas ....................................... 32

3.8.2 Penentuan tipe emulsi sediaan ................................. 32

3.8.3 Pengukuran pH sediaan ........................................... 32

3.8.4 Pengamatan stabilitas sediaan ................................. 33

3.9 Uji Iritasi Terhadap Sukarelawan ....................................... 33

3.10 Pengujian Efektivitas Anti-Aging ...................................... 33

3.11 Analisis Data ..................................................................... 34

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................. 35

4.1 Hasil Identifikasi Sampel .................................................. 35

xi
Universitas Sumatera Utara
4.2 Hasil Pemeriksaan Karakteristik Simplisia .......................... 35

4.2.1 Hasil pemeriksaan makroskopik ................................. 35

4.2.1 Hasil pemeriksaan mikroskopik.................................. 35

4.2.3 Hasil pengujian pemeriksaan parameter spesifik dan


nonspesifik.................................................................. 35

4.3 Hasil Skrining Fitokimia ....................................................... 37

4.4 Hasil Pembuatan Ekstrak .. ................................................... 38

4.5 Hasil Evaluasi terhadap Sediaan Krim ................................ 38

4.5.1 Hasil pemeriksaan homogenitas ................................ 38

4.5.2 Hasil penentuan tipe emulsi sediaan .......................... 38

4.5.3 Hasil pengukuran pH sediaan .................................... 39

4.5.4 Hasil pengamatan stabilitas sediaan .......................... 40

4.6 Hasil Uji Iritasi terhadap Kulit Sukarelawan ........................ 41

4.7 Hasil Pengujian Efektivitas Anti-Aging ............................... 42

4.7.1 Kadar air (moisture) ................................................... 42

4.7.2 Kehalusan (evennes) .................................................. 45

4.7.3 Pori (pore) .................................................................. 47

4.7.4 Noda (spot) ................................................................ 50

4.7.5 Keriput (wrinkle) ........................................................ 53

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 56

5.1 Kesimpulan .......................................................................... 56

5.2 Saran .................................................................................... 56

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 57

LAMPIRAN ............................................................................................. 60

xii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Komposisi kimia buah salak dalam 100 g bahan .......................... 8

2.2 Parameter hasil pengukuran dengan Skin Analyzer ...................... 21

3.1 Formula sediaan krim ekstrak buah salak ..................................... 31

4.1 Hasil perhitungan parameter spesifik dan nonspesifik simplisia


buah salak ...................................................................................... 36
4.2 Hasil skrining fitokimia daging buah salak ................................... 37

4.3 Data kelarutan metil biru pada sediaan krim ................................ 38

4.4 Data pengukuran pH sediaan krim ............................................... 39

4.5 Data hasil pengamatan terhadap kestabilan sediaan krim pada


saat sediaan selesai dibuat, 1, 2, 3, 4 dan 12 minggu .................... 40

4.6 Data hasil uji iritasi terhadap kulit sukarelawan .......................... 41

4.7 Data hasil pengukuran kadar air (moisture) pada kulit wajah
sukarelawan setelah pemakaian krim anti-aging selama 4
minggu .......................................................................................... 43

4.8 Data hasil pengukuran kehalusan (evennes) pada kulit wajah


sukarelawan setelah pemakaian krim anti-aging selama 4
minggu .......................................................................................... 45

4.9 Data hasil pengukuran pori (pore) pada kulit wajah sukarelawan
setelah pemakaian krim anti-aging selama 4 minggu .................. 48

4.10 Data hasil pengukuran noda (spot) pada kulit wajah sukarelawan
setelah pemakaian krim anti-aging selama 4 minggu .................. 51

4.11 Data hasil pengukuran keriput (wrinkle) pada kulit wajah


sukarelawan setelah pemakaian krim anti-aging selama 4
minggu .......................................................................................... 53

xiii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Skema kerangka pikir penelitian ................................................ 5

2.1 Struktur lapisan kulit ................................................................... 14

4.1 Grafik hasil pengukuran kadar air (moisture) pada kulit wajah
sukarelawan kelompok blanko, krim ekstrak buah salak 1%,
3%, dan 5% selama 4 minggu ..................................................... 44

4.2 Grafik persentase peningkatan kadar air (moisture) pada kulit


wajah sukarelawan kelompok blanko, krim ekstrak buah salak
1%, 3%, dan 5% selama 4 minggu ............................................. 44

4.3 Grafik hasil pengukuran kehalusan (evennes) pada kulit wajah


sukarelawan kelompok blanko, krim ekstrak buah salak 1%,
3%, dan 5% selama 4 minggu ..................................................... 46

4.4 Grafik persentase peningkatan kehalusan (evennes) pada kulit


wajah sukarelawan kelompok blanko, krim ekstrak buah salak
1%, 3%, dan 5% selama 4 minggu ............................................. 46

4.5 Grafik hasil pengukuran besar pori (pore) pada kulit wajah
sukarelawan kelompok blanko, krim ekstrak buah salak 1%,
3%, dan 5% selama 4 minggu ..................................................... 49

4.6 Grafik persentase pengecilan pori (pore) pada kulit wajah


sukarelawan kelompok blanko, krim ekstrak buah salak 1%,
3%, dan 5% selama 4 minggu ..................................................... 50

4.7 Grafik hasil pengukuran noda (spot) pada kulit wajah


sukarelawan kelompok blanko, krim ekstrak buah salak 1%,
3%, dan 5% selama 4 minggu ..................................................... 52

4.8 Grafik persentase pengurangan noda (spot) pada kulit wajah


sukarelawan kelompok blanko, krim ekstrak buah salak 1%,
3%, dan 5% selama 4 minggu ..................................................... 52

4.9 Grafik hasil pengukuran keriput (wrinkle) pada kulit wajah


sukarelawan kelompok blanko, krim ekstrak buah salak 1%,
3%, dan 5% selama 4 minggu ..................................................... 54

xiv
Universitas Sumatera Utara
4.10 Grafik persentase pengurangan keriput (wrinkle) pada kulit
wajah sukarelawan kelompok blanko, krim ekstrak buah salak
1%, 3%, dan 5% selama 4 minggu ............................................. 55

xv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Hasil identifikasi tumbuhan salak .............................................. 60

2 Gambar buah, irisan buah, simplisia, serbuk simplisia, dan


ekstrak buah salak ..................................................................... 61

3 Gambar mikroskopik serbuk simplisia buah salak .................... 62

4 Bagan penyiapan sampel ........................................................... 63

5 Bagan pembuatan ekstrak etanol buah salak ............................. 64

6 Perhitungan rendemen ekstrak buah salak ................................ 65

7 Perhitungan hasil karakterisasi simplisia buah salak ................. 65

8 Bagan pembuatan krim ekstrak etanol buah salak .................... 68

9 Contoh surat pernyataan sukarelawan ....................................... 69

10 Gambar alat-alat penelitian......................................................... 70

11 Gambar sediaan krim setelah dibuat dan setelah disimpan


selama 12 minggu pada suhu kamar........................................... 72

12 Gambar hasil uji homogenitas dan tipe emulsi sediaan krim ..... 73

13 Gambar pemakaian krim pada wajah sukarelawan .................... 74

14 Gambar pengujian iritasi pada sukarelawan ............................... 75

15 Contoh hasil pengukuran menggunakan alat skin analyzer


pada wajah sukarelawan ............................................................. 76

16 Data hasil uji statistik ................................................................ 85

xvi
Universitas Sumatera Utara
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penuaan merupakan proses alamiah yang akan dialami oleh setiap orang.

Proses penuaan dini ditandai biasanya pada wajah terlihat wrinkle atau

kerut/keriput, kulit kering dan kasar, bercak ketuaan/pigmentasi dan kekenyalan

kulit menurun (Moini, et al., 2002).

Penuaan kulit adalah sebuah proses biologis kompleks yang dipengaruhi

oleh kombinasi faktor eksogen dan endogen, yang mengarah ke perubahan

struktural dan fisiologis dalam lapisan kulit serta perubahan dalam penampilan

kulit, terutama pada daerah kulit yang terkena sinar matahari (Surjanto, et al.,

2016).

Paparan sinar UV merupakan faktor penyebab paling utama, menghasilkan

UV-induced oxygen free radical yang akan mencetuskan rangkaian kejadian

molekuler, kemudian mengeluarkan collagen-degrading enzymes, sehingga secara

klinis memberikan gambaran struktur kulit yang kasar, serta diskromia. Sinar UV

bukan merupakan penyebab dasar penuaan kulit, namun sekitar 80% penuaan

kulit wajah disebabkan oleh sinar UV, yang dikenal sebagai photoaging. Selain

itu, penuaan juga dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan lainnya seperti

merokok, polusi, bahan-bahan kimia, dan pola hidup tidak sehat (Murlistyarini,

2015).

Radikal bebas adalah molekul atau atom yang sifat kimianya tidak stabil.

Senyawa ini memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Sehingga

senyawa ini cenderung reaktif menyerang molekul lain untuk mendapatkan

1
Universitas Sumatera Utara
elektron guna menstabilkan atom atau molekulnya sendiri. Serangan ini

menyebabkan timbulnya senyawa abnormal yang memicu terjadinya reaksi

berantai sehingga merusak sel dan jaringan-jaringan tubuh. Radikal bebas juga

disinyalir sebagai penyebab penuaan dini pada kulit karena serangan radikal bebas

pada jaringan dapat merusak asam lemak dan menghilangkan elastisitas, sehingga

kulit menjadi kering dan keriput (Muliyawan dan Suriana, 2013).

Beragam cara diupayakan untuk mencegah ataupun memperbaiki dampak

penuaan. Oleh karena itu, tubuh memerlukan suatu substansi penting yang dapat

memberi perlindungan dari serangan radikal bebas yaitu antioksidan. Antioksidan

merupakan suatu senyawa pemberi elektron (reduktor) yang dapat menetralkan

radikal bebas dengan cara mengorbankan dirinya teroksidasi menstabilkan atom

atau molekul radikal bebas. Sel-sel pada jaringan kulit pun terhindar dari serangan

radikal bebas yang menjadi salah satu faktor penyebab penuaan dini (Muliyawan

dan Suriana, 2013).

Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kosmetik,

degradasi dan inhibisi penuaan juga dapat dilakukan sehingga kulit dapat terlihat

lebih muda (Fauzi dan Nurmalina, 2012). Penuaan dapat dihambat dengan

menggunakan krim anti-aging. Krim anti-aging atau anti penuaan adalah

kosmetik yang memiliki bioaktivitas yang mampu mencegah atau memperbaiki

tanda-tanda penuaan (Draelos dan Thaman, 2006).

Buah salak dapat berperan sebagai antioksidan alami karena memiliki

senyawa antioksidan yang cukup tinggi. Menurut penelitian (Ritonga, 2017),

Ekstrak etanol daging buah salak Sidempuan memiliki konsentrasi inhibisi (IC50)

sebesar 13.69 mg/L.Buah salak mengandung senyawa alkaloid, polifenolat,

2
Universitas Sumatera Utara
flavonoid, tanin, kuinon, monoterpen, dan sesquiterpen (Sulaksono, et al., 2015).

Sedangkan menurut hasil penelitan lainnya, salak memiliki senyawa kimia antara

lain polifenol, flavanol, flavonoid, asam askorbat, dan tanin (Puryono, et al.,

2015).

Dikatakan oleh dr. Astrid Tilaar, M.Si, dokter sekaligus herbalis, buah

salak dapat diberdayakan sebagai bahan alternatif lain untuk mengatasi masalah

pencerahan wajah. Masalah pencerahan wajah mempunyai beberapa mekanisme

dan yang paling banyak adalah inhibitor tirosinase. Buah salak yang memiliki

kandungan flavanoid dan fenol adalah mekanisme yang berhubungan dengan

inhibitor tirosinase sehingga buah salak dapat dijadikan skin brightening atau

mencerahkan kulit (Tilaar, 2017).

Flavonoid yang terkandung dalam buah salak dapat mencegah kerusakan

sel atau jaringan pembuluh darah. Flavonoid juga dapat meningkatkan kadar

vitamin C tubuh, menurunkan kebocoran dan kerusakan pembuluh darah kecil,

serta meningkatkan sistem kekebalan tubuh (Utami, 2013).

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk memformulasikan

sediaan krim yang mengandung ekstrak buah salak serta menguji efektivitasnya

sebagai anti-aging pada kulit.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam

penelitian ini adalah:

a. Apakah ekstrak etanol buah salak dapat diformulasikan dalam sediaan krim

dengan tipe emulsi minyak dalam air?

3
Universitas Sumatera Utara
b. Apakah krim yang mengandung ekstrak etanol buah salak mampu memberikan

efek anti-aging pada kulit?

c. Apakah terdapat pengaruh perbedaan konsentrasi krim yang mengandung

ekstrak etanol buah salak terhadap efek anti-agingnya pada kulit?

1.3 Hipotesis

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah:

a. Ekstrak etanol buah salak dapat diformulasikan dalam sediaan krim dengan

tipe emulsi minyak dalam air.

b. Krim yang mengandung ekstrak etanol buah salak mampu memberikan efek

anti-aging pada kulit.

c. Terdapat pengaruh perbedaan konsentrasi krim yang mengandung ekstrak

etanol buah salak terhadap efek anti-agingnya pada kulit.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui apakah ekstrak etanol buah salak dapat diformulasikan

dalam bentuk sediaan krim dengan tipe emulsi minyak dalam air.

b. Untuk mengetahui apakah krim yang mengandung ekstrak etanol buah salak

mampu memberikan efek anti-aging pada kulit.

c. Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh perbedaan konsentrasi krim yang

mengandung ekstrak etanol buah salak terhadap efek anti-agingnya pada kulit.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

a. Meningkatkan dayaguna dari buah salak sebagai sediaan kosmetik.

4
Universitas Sumatera Utara
b. Menambah pengetahuan dan informasi kepada masyarakat tentang

pemanfaatan buah salak sebagai krim anti penuaan (anti-aging).

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Variabel bebas Variabel terikat Parameter

Serbuk Karakterisasi • Makroskopik


simplisia simplisia • Mikroskopik
buah salak • Kadar air
• Kadar sari yang larut
dalam air
• Kadar sari yang larut
Ekstrak etanol dalam etanol
buah salak • Kadar abu total
• Kadar abu yang tidak
larut dalam asam

Krim ekstrak Evaluasi • Homogenitas sediaan


buah salak mutu fisik • Tipe emulsi sediaan
sediaan • pH sediaan
• Stabilitas sediaan

Pemulihan • Kadar air (moisture)


penuaan kulit • Kehalusan (evennes)
• Besar pori (pore)
• Jumlah noda (spot)
• Keriput (wrinkle)

Gambar 1.1 Skema kerangka pikir penelitian

5
Universitas Sumatera Utara
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Buah Salak

2.1.1 Deskripsi Tumbuhan

Salak (Salacca edulis L. atau S. zalacca Gaertn. Voss.) merupakan buah

tropis asli Indonesia yang banyak tersebar di seluruh kepulauan Nusantara. Selain

di Indonesia, salak juga bisa ditemui di Malaysia, bahkan sampai ke Thailand

(Nuryati, 2007). Buah ini memiliki berbagai nama lain, yaitu salak (Indonesia);

salak palm, snake fruit, (Inggris); sala, rakam, rakum (Thailand); she pi guo

(China); sarakka yashi (jepang) (Utami, 2013).

Tanaman salak termasuk keluarga palem-paleman (Arecaceae) (Nuryati,

2007). Ciri khas dari tanaman ini adalah berukuran rendah, hampir tidak

berbatang, tegak, berduri-duri, tingginya 1,5 – 5 m. Tanaman ini tumbuh baik jika

ada pohon penaungnya, cocok dengan iklim yang basah, tidak tahan genangan air,

serta memerlukan tanah gembur yang banyak mengandung bahan organik

(Tjahjadi, 1989).

Tanaman salak dapat beradaptasi luas di dataran rendah sampai ketinggian

tempat 700 m di atas permukaan laut (dpl). Keadaan lingkungan tumbuh yang

optimum untuk pertumbuhan tanaman salak adalah dataran rendah sampai

menengah (medium) dengan ketinggian tempat 50 m – 300 m dpl, dan tipe iklim

C (daerah yang mempunyai 3 – 4,5 bulan basah), bersuhu antara 20o – 30o C,

curah hujannya antara 200 mm – 400 mm per bulan, kelembapan udara 40% -

70%, tempatnya terbuka sampai ternaungi dengan intensitas matahari 40% - 50%,

dan dengan tipe tanah yang gembur, subur, banyak mengandung humus, aerasi

6
Universitas Sumatera Utara
dan drainasenya baik, air tanahnya dangkal, serta ber-pH 6,0 – 7,0 (Rukmana,

2007).

Tanaman salak berakar serabut. Daerah penyebaran akar tidak luas, dangkal,

dan mudah rusak jika kekurangan air. Batangnya tertutup oleh pelepah daun yang

tersusun rapat. Helaian daunnya panjang, pelepah dan tangkainya berduri. Bentuk

daun seperti pedang, pangkal daun menyempit, cembung, bersegmen banyak dan

tidak sama. Panjang daun 4 – 7 m (Tjahjadi, 1989).

Buah umumnya berbentuk segitiga, bulat telur terbalik, bulat atau lonjong

dengan ujung runcing, terangkai rapat dalam tandan buah di ketiak pelepah daun.

Kulit buah tersusun seperti sisik-sisik/genteng berwarna cokelat kekuningan

sampai kehitaman. Daging buah tidak berserat, warna dan rasa tergantung

varietasnya. Dalam satu buah terdapat 1-3 biji. Biji keras, berbentuk dua sisi, sisi

dalam datar dan sisi luar cembung (Tjahjadi, 1989).

2.1.2 Sistematika Tumbuhan

Menurut Herbarium Medanense USU, sistematika tumbuhan salak adalah

sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Monocotyledoneae

Ordo : Arecales

Famili : Arecaceae

Genus : Salacca

Spesies : Salacca zalacca (Gaertner) Voss.

7
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Kandungan Kimia

Menurut Widuri (2013), buah salak merupakan sumber mineral yaitu terdiri

dari kalsium 28 mg, fosfor 18 mg dan zat besi 4,2 mg dari 100 g bagian yang

dapat dimakan. Komposisi kimia yang terkandung pada buah salak dapat dilihat

pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Komposisi kimia buah salak dalam 100 g bahan


Komponen Jumlah

Kalori (Kal) 77
Protein (g) 0,4
Lemak (g) -
Karbohidrat (g) 20,9
Kalsium (mg) 28
Fosfor (mg) 18
Besi (mg) 4,2
Vitamin A (SI) 0
Vitamin B1 (mg) 0,04
Vitamin C (mg) 2
Air (g) 78,0

2.1.4 Khasiat dan Manfaat

Daging buah salak berkhasiat sebagai antioksidan, menjaga kesehatan mata,

antidiabetes, menurunkan kolesterol, dan antidiare. Dapat juga digunakan sebagai

makanan dan minuman olahan seperti manisan, keripik, dodol, sirup, kurma salak,

dan minuman serbuk biji salak. Minuman serbuk biji salak berkhasiat sebagai obat

hipertensi dan asam urat (Novriani, 2014).

8
Universitas Sumatera Utara
2.2 Uraian Bahan

Dalam pembuatan sediaan krim, selain bahan aktif juga digunakan

bahan-bahan lain sebagai berikut:

a. Asam Stearat

Asam stearat digunakan dalam krim yang basisnya dapat dicuci dengan

air, sebagai zat pengemulsi untuk memperoleh konsistensi krim tertentu

serta untuk memperoleh efek yang tidak menyilaukan pada kulit. Jika

sabun stearat digunakan sebagai pengemulsi, maka umumnya kalium

hidroksida atau trietanolamin ditambahkan secukupnya agar bereaksi

dengan 8 sampai 20% asam stearat. Asam stearat tidak meningkatkan

konsistensi krim. Krim ini bersifat lunak dan menjadi mengkilap saat

penyimpanan, disebabkan oleh adanya pembentukan kristal-kristal asam

stearat (Lachman, 1994).

b. Setil Alkohol

Stearil alkohol dan setil alkohol (palmitil alkohol) digunakan sebagai

pembantu pengemulsi dan emolien di dalam krim (Lachman, 1994).

c. Sorbitol dan Propilen Glikol

Gliserin, propilen glikol, sorbitol 70%, dan polietilen glikol dengan berat

molekul yang lebih rendah digunakan sebagai bahan pelembab (humektan)

di dalam krim. Bahan-bahan ini mencegah krim menjadi kering, dan

mencegah pembentukan kerak bila krim dikemas di dalam botol, dan juga

dapat memperbaiki konsistensi dan mutu sediaan. Penambahan kandungan

pelembab menyebabkan sediaan lebih kental (Lachman, 1994).

9
Universitas Sumatera Utara
d. Trietanolamin (TEA)

Asam stearat bereaksi dengan TEA secara insitu menghasilkan suatu

garam, yaitu trietanolamin stearat yang berfungsi sebagai emulgator untuk

emulsi tipe m/a (Aulton, 2002). Masing-masing komponen bereaksi

dengan perbandingan yang sesuai. Pada umumnya digunakan 2-4% dari

TEA dan 5-15% asam stearat tergantung dengan jumlah minyak yang akan

diemulsi (Jenkins dkk, 1957).

e. Metil Paraben

Berupa serbuk hablur halus, putih, hampir tidak berbau, tidak mempunyai

rasa, kemudian agak membakar diikuti rasa gatal. Larut dalam 500 bagian

air, dalam 20 bagian air mendidih, dalam 3,5 bagian etanol (95%) P dan

dalam 3 bagian aseton P, mudah larut dalam eter P dan dalam larutan

alkali hidroksida, larut dalam 60 bagian gliserol P panas dan dalam 40

bagian minyak lemak nabati panas, jika didinginkan larut dan tetap jernih.

Digunakan sebagai pengawet. Konsentrasi metil paraben yang digunakan

untuk sediaan topikal, yaitu 0,02% - 0,3% (Depkes RI, 1979).

f. Pewangi

pemilihan pewangi didasarkan pada kelarutannya dalam sediaan dan

pengaruhnya terhadap stabilitas emulsi. Beberapa minyak esensial, aroma

sintetis bersifat surface active, senyawa – senyawa seperti terpineol,

hydroxy citronellol, geraniol, eugenol, phenyl acetadehyde mempengaruhi

konsistensi dan stabilitas emulsi dengan emulgator anionik atau non ionik

(Lachman, 1994).

10
Universitas Sumatera Utara
Bahan – bahan pewangi dapat dibagi 3 golongan :

a) Pewangi sintetis : terpineol, phenyl etyl alcohol, geraniol, hydroxy

citronellol, amylcinnamic aldehyde.

b) Minyak – minyak essensial : minyak mawar/oleum rosarum, oleum

lavender.

c) Campuran minyak – minyak pewangi

2.3 Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu cara menarik kandungan senyawa kimia dari

simplisia nabati atau hewani dengan pelarut yang sesuai sehingga terpisah dari

bahan yang tidak dapat larut. Sebelum ekstraksi dilakukan biasanya bahan-bahan

dikeringkan terlebih dahulu kemudian dihaluskan pada derajat kehalusan tertentu

(Harbone, 1987).

Proses ekstraksi merupakan pemisahan bahan bioaktif dalam jaringan

tanaman atau hewan dari bagian lainnya yang tidak aktif/inert menggunakan

pelarut yang sesuai menurut standard yang berlaku. Produk yang dihasilkan dari

proses ekstraksi dari jaringan tanaman dapat berupa cairan yang tidak murni,

semisolid atau serbuk yang diperuntukkan bagi pemakaian luar ataupun oral

(Kumoro, 2015).

Menurut Departemen Kesehatan RI (2000). Beberapa metode ekstraksi

yang sering digunakan dalam berbagai penelitian adalah:

A. Cara dingin

1. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan

pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur

11
Universitas Sumatera Utara
ruangan (kamar). Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus menerus

disebut maserasi kinetik. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan

pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya.

2. Perkolasi

Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu

baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada

temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahapan pengembangan bahan,

tahap perendaman antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan

ekstrak) terus menerus sampai diperoleh perkolat yang jumlahnya 1 - 5 kali

bahan.

B. Cara panas

1. Refluks

Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan alat pada

temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang

relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

2. Digesti

Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada

temperatur lebih tinggi daripada temperatur ruangan, yaitu secara umum

dilakukan pada temperatur 40o - 50o C.

3. Sokletasi

Sokletasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut yang

selalu baru, umumnya dilakukan dengan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi

kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

12
Universitas Sumatera Utara
4. Infundasi

Infundasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada

temperatur 90oC selama 15 menit.

5. Dekoktasi

Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada

temperatur 90oC selama 30 menit.

2.4 Kulit

A. Struktur dan Fungsi Kulit

Kulit merupakan selimut yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki

fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan

luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis seperti

pembentukan lapisan tanduk yang terus menerus (keratinisasi dan pelepasan sel-

sel yang sudah mati), respirasi dan pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan

keringat, pembentukan pigmen melanin untuk melindungi dari bahaya sinar UV

matahari, sebagai peraba dan perasa, serta pertahanan terhadap datangnya tekanan

dan infeksi dari luar. Luas kulit pada manusia rata-rata ± 2 m2, dengan berat 10 kg

jika dengan lemaknya atau 4 kg jika tanpa lemak (Tranggono, 2014).

Kulit terbagi atas dua lapisan utama yaitu:

1. Epidermis (kulit ari), sebagai lapisan yang paling luar.

2. Dermis (korium, kutis, kulit jangat).

Lapisan paling dalam dari epidermis dinamakan lapisan basal atau stratum

germinativum. Disini ditemukan sel-sel yang membelah diri dan membentuk sel

kulit baru yang selanjutnya bergeser ke lapisan lebih atas sehingga suatu saat

menjadi lapisan cornium. Pigmen melanin yang memberi warna pada kulit

13
Universitas Sumatera Utara
terdapat di lapisan ini. Untuk mencapai lapisan paling atas, sel-sel ini

membutuhkan waktu sekitar 5-6 minggu. Dengan demikian, setiap 4-5 minggu

manusia sebenarnya mengalami pergantian kulit (Wibowo, 2008).

Gambar 2.1 Struktur Lapisan kulit (Sumber: Wibowo, 2008).

Oleh para ahli histologi, epidermis mulai dari bagian terluar hingga ke

dalam dibagi atas 5 lapisan (Tranggono, 2014), yakni:

1. Lapisan tanduk (Stratum corneum), sebagai lapisan yang paling atas.

2. Lapisan jernih (Stratum lucidum), yang disebut juga “lapisan barrier”.

3. Lapisan berbutir-butir (Stratum granulosum).

4. Lapisan malphigi (Stratum spinosum) yang selnya seperti berduri.

5. Lapisan basal (Stratum germinativum) yang hanya tersusun oleh satu lapis

sel-sel basal.

Lapisan dermis kulit utamanya terdiri dari bahan dasar serabut kolagen

dan elastin, yang berada di dalam substansi dasar yang bersifat koloid dan terbuat

dari gelatin mukopolisakarida. Serabut kolagen dapat mencapai 72 persen dari

keseluruhan berat kulit manusia bebas lemak. Di dalam dermis, terdapat adneksa-

adneksa kulit seperti folikel rambut, papila rambut, kelenjar keringat, saluran

keringat, kelenjar sebasea, otot penegak rambut, ujung pembuluh darah dan ujung

14
Universitas Sumatera Utara
syaraf. Juga sebagian dari serabut lemak yang terdapat pada lapisan lemak bawah

kulit (subkutis/hipodermis) (Tranggono, 2014).

B. Penuaan pada Kulit

Perubahan anatomis kulit akibat proses penuaan dapat terlihat langsung,

seperti hilangnya elastisitas dan fleksibilitas kulit yang menyebabkan timbulnya

kerut dan keriput, hiperpigmentasi dan tumor kulit terutama pada usia 40 tahun ke

atas akibat terlalu lama terpapar sinar matahari, terjadinya penebalan kulit,

epidermis kering dan pecah-pecah, perubahan pada bentuk kuku dan rambut, dan

lain sebagainya (Tranggono, 2014).

Banyak faktor dari luar yang mempengaruhi penuaan kulit, tetapi yang

terkuat adalah sinar matahari, khususnya sinar UV yang terdapat di dalam sinar

matahari (Tranggono, 2014). Berdasarkan panjang gelombangnya, sinar UV

dibagi menajdi 3 (Noormindhawati, 2013):

1. Sinar UV-A. Panjang gelombang 320 – 400 nm. 95% radiasi sinar UV-A

sampai ke permukaan bumi dengan intensitas yang relatif sama sepanjang

hari dan tidak tergantung musim. Sinar UV-A ini mampu menembus kulit

lebih dalam daripada sinar UV-B, dan berpotensi menyebabkan kanker

kulit.

2. Sinar UV-B. Panjang gelombang 290 – 320 nm. Intensitas sinar UV-B

dipengaruhi musim, dan akan meningkat saat musim panas tiba. Sinar UV-

B menyebabkan skin’s surface tanning (penggelapan permukaan kulit),

kulit terbakar, dan tanda-tanda penuaan kulit.

15
Universitas Sumatera Utara
3. Sinar UV-C. Panjang gelombang 290 nm tidak membahayakan kulit,

karena Sinar UV-C sudah habis terserap di lapisan ozon sehingga tidak

sampai ke permukaan bumi.

Secara histologis dan fisiologis, pada kulit yang sudah menua ditemukan

antara lain hal-hal sebagai berikut (Tranggono, 2014):

- Kulit menjadi kering karena menurunnya fungsi kelenjar minyak kulit (kelenjar

sebasea)

- Berkurangnya kadar air kulit dan mengeringnya serabut kolagen dan elastin

akibat menurunnya hormon-hormon kelamin.

- Menurunnya kecepatan metabolisme sel basal dan melambatnya proses

keratinisasi, mengakibatkan regenerasi sel-sel epidermis menjadi lambat.

Penuaan dapat terjadi secara intrinsik dan ekstrinsik. Penuaan intrinsik

disebabkan oleh faktor-faktor dari dalam tubuh sendiri, misalnya umur, genetik,

rasial, dan hormonal. Sebaliknya, bila penuaan kulit disebabkan oleh faktor luar,

misalnya lingkungan hidup, penyakit sistemik, stres, rokok, alkohol, bahan kimia,

dan lainnya yang sebenarnya dapat dihindari, disebut sebagai penuaan ekstrinsik.

Penuaan ekstrinsik akan menghasilkan kulit menua dini, yaitu lebih cepat dari

yang seharusnya (Wasitaatmadja, 1997).

2.5 Radikal Bebas

Radikal bebas adalah atom atau senyawa yang kehilangan pasangan

elektronnya. Sebagai contoh, atom oksigen (O2) yang normal mempunyai empat

pasang elektron. Proses metabolisme sehari- hari yang merupakan proses biokimia

yang menyebabkan terbentuknya radikal bebas yang bersifat sementara karena

dengan cepat diubah menjadi senyawa yang tidak berbahaya bagi tubuh. Tetapi,

16
Universitas Sumatera Utara
bila terjadi reaksi dalam tubuh yang berlebihan maka akan terjadi perampasan

elektron oksigen tersebut sehingga menjadi tidak berpasangan dan atom oksigen

menjadi radikal bebas yang berusaha mengambil elektron dari senyawa lain

sehingga terjadi reaksi berantai (Kumalaningsih, 2006).

Oksidasi lemak oleh spesies oksigen reaktif melibatkan tiga langkah, yaitu

inisiasi, propagasi, dan terminasi. Tahap inisiasi adalah tahap awal terbentuknya

radikal bebas. Tahap propagasi adalah tahap perpanjangan radikal berantai,

dimana terjadi reaksi antara suatu radikal dengan senyawa lain dan menghasilkan

radikal baru. Tahap terminasi adalah tahap akhir, terjadinya pengikatan suatu

radikal bebas dengan radikal bebas yang lain sehingga menjadi tidak reaktif lagi.

Ketika proses tersebut terjadi maka siklus reaksi radikal telah berakhir

(Kumalaningsih, 2006).

Sejumlah radikal bebas reaktif yang terbentuk dari oksigen dalam kehidupan

sebagai konsekwensi yang tidak dapat dihindari dari respirasi aerob adalah

(Kosasih, 2004) :

- O2 : Superoksid

- HO : Hidroksi radikal

- *O2 : Singlet oksigen

- H2O2 : Hidrogen peroksida

2.6 Antioksidan

Antioksidan merupakan suatu senyawa pemberi elektron (reduktor) yang

dapat menetralkan radikal bebas dengan cara mengorbankan dirinya teroksidasi

menstabilkan atom atau molekul radikal bebas (Muliyawan dan Suriana, 2013).

17
Universitas Sumatera Utara
Peran positif dari antioksidan adalah membantu sistem pertahanan tubuh bila ada

unsur pembangkit penyakit memasuki dan menyerangi tubuh (Kosasih, 2004).

Dari asal terbentuknya, antioksidan dapat dibedakan menjadi dua yakni

intraseluler (di dalam sel/endogen) dan ekstraseluler (di luar sel/eksogen) atau pun

dari makanan. Antioksidan yang terdapat dalam vitamin ataupun zat-zat bioaktif

lain yaitu vitamin C, vitamin E, glutathion, betakaroten (provitamin A), selenium,

alpha liopic acid (ALA), alga hijau dan biru, ubiquinone (Q10), karotenoid,

polifenol, lycopene, flavonoid dan kuersetin (Kosasih, 2004).

A. Vitamin C

Berbagai penelitian mengungkapkan peran vitamin C misalnya pada

peningkatan daya tahan tubuh, penanganan katarak, diabetes melitus, keracunan

timbal, dan pencegahan penyakit kardiovaskular. Penelitian terbaru juga

menunjukkan peran vitamin C pada pencegahan kanker (kemopreventif). Vitamin

C bekerja dengan cara memblokir radikal bebas serta membunuhnya sebelum

antioksidan lain datang. Di samping itu, efeknya yang menarik perhatian para ahli

akhir-akhir ini adalah kemampuannya mencegah efek penuaan sehingga menjadi

temuan penting dalam industri kecantikan (Kosasih, 2004).

B. Flavonoid

Flavonoid merupakan senyawa metabolit sekunder pada tumbuhan. Zat ini

dan komponen yang lebih besar yaitu polyphenols memberi warna pigmen pada

buah dan sayur. Kini diketahui hampir 80% dari total antioksidan dalam buah dan

sayuran berasal dari flavonoid, yang dapat berfungsi sebagai penangkap anion

superoksida, lipid peroksida radikal, oksigen singlet dan pengkelat logam

(Kosasih, 2004).

18
Universitas Sumatera Utara
2.7 Krim

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih

bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (Depkes RI,

1995).

Emulsi terdiri dari dua cairan yang tidak dapat bercampur, salah satu

bagian tersebar di bagian lain. Ini dikenal sebagai fase internal dan eksternal. Jenis

emulsi yang diperoleh tergantung pada proporsi minyak dan air yang digunakan

(Young, 1972).

Krim ada dua tipe, yaitu krim tipe minyak dalam air (m/a) dan tipe air

dalam minyak (a/m). Krim yang dapat dicuci dengan air (m/a) ditujukan untuk

penggunaan kosmetik dan estetika (Syamsuni, 2006). Ketika fase minyak atau

lemak terdispersi dalam fase air, dikenal sebagai sistem emulsi minyak dalam air

(m/a). Emulsi minyak dalam air kurang berminyak dibandingkan emulsi air dalam

minyak karena air adalah fase eksternal. Emulsi minyak dalam air dapat terdipersi

dalam air. Juga lebih mudah dicuci daripada emulsi air dalam minyak (Young,

1972).

Stabilitas krim akan rusak jika sistem campurannya terganggu oleh

perubahan suhu dan komposisi, misalnya adanya penambahan salah satu fase

secara berlebihan. Pengenceran krim hanya dapat dilakukan jika sesuai dengan

pengenceran yang cocok yang harus dilakukan dengan teknik aseptis. Krim yang

sudah diencerkan harus digunakan dalam waktu satu bulan (Syamsuni, 2006).

2.8 Anti-Aging

Produk-produk yang populer digunakan untuk menghambat proses

penuaan dini adalah produk anti-aging. Anti-aging atau anti penuaan adalah

19
Universitas Sumatera Utara
sediaan yang berfungsi menghambat proses kerusakan pada kulit (degeneratif),

sehingga mampu menghambat timbulnya tanda-tanda penuaan pada kulit

(Muliyawan dan dan Suriana, 2013).

Radikal bebas disinyalir sebagai penyebab penuaan dini pada kulit, karena

serangan radikal bebas pada jaringan dapat merusak asam lemak dan

menghilangkan elastisitas, sehingga kulit menjadi kering dan keriput. Antioksidan

berperan aktif menetralkan radikal bebas, sehingga sel-sel pada jaringan kulit pun

terhindar dari kerusakan. Oleh karena itu, produk-produk perawatan kulit selalu

mengandung senyawa antioksidan sebagai salah satu bahan aktif. Termasuk

produk-produk anti-aging, yang juga mengandalkan antioksidan untuk melindungi

kulit dari pengaruh radikal bebas yang menjadi salah satu faktor penyebab

penuaan dini (Muliyawan dan Suriana, 2013).

2.9 Skin Analyzer

Skin analyzer merupakan sebuah perangkat yang dirancang untuk

mendiagnosa keadaan kulit. Skin analyzer dapat mendukung diagnosa dokter yang

tidak hanya meliputi lapisan kulit teratas namun mampu memperlihatkan sisi lebih

dalam dari lapisan kulit, dengan menggunakan mode pengukuran normal dan

polarisasi, dilengkapi dengan rangkaian sensor kamera pada skin analyzer

menyebabkan alat ini dapat menampilkan hasil lebih cepat dan akurat (Aramo,

2012).

Menurut Aramo (2012), pengukuran yang dapat dilakukan menggunakan

skin analyzer yaitu moisture (kadar air), evenness (kehalusan), pore (pori), spot

(noda), wrinkle (keriput), kedalaman keriput juga terdeteksi dengan alat ini.

20
Universitas Sumatera Utara
Parameter hasil pengukuran dengan menggunakan skin analyzer dapat dilihat

pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Parameter hasil pengukuran dengan skin analyzer

21
Universitas Sumatera Utara
BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental yang meliputi tahap

penyiapan sampel, karakterisasi simplisia, skrinning fitokimia, pembuatan

ekstrak, pembuatan sediaan krim ekstrak etanol buah salak dengan konsentrasi

1%, 3%, dan 5%, pemeriksaan terhadap sediaan (uji homogenitas, uji pH,

penentuan tipe emulsi, uji stabilitas sediaan), uji iritasi terhadap sukarelawan dan

uji efektivitas sediaan sebagai anti-aging. Penelitian ini dilaksanakan di

Laboratorium Fitokimia dan Laboratorium Kosmetologi Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara.

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat - alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas,

blender, cawan porselin, kaca objek, kertas saring, kurs porselin, lemari

pengering, lumpang porselin, neraca analitik (Dickson), oven (Dynamica),

penangas air, pH meter (pHep®), rotary evaporator, serangkaian alat refluks,

stamfer, skin analyzer dan moisture checker (Aramo), dan tanur.

3.1.2 Bahan - bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging buah

salak, etanol 80%,etanol 96%, toluen, kloroform, HCl pekat, HCl 2 N, H2SO4

pekat, n-heksana, metanol, isopropanol, amil alkohol, FeCl3 1%, timbal (II) asetat

0,4 M, P. Meyer, P. Bouchardat, P. Dragendorff, P. Molish, P. Liebermann-

Burchard, serbuk Mg, aquadest, asam stearat, setil alkohol, sorbitol, propilen

22
Universitas Sumatera Utara
glikol, trietanolamin, metil paraben, parfum, metil biru, larutan dapar pH asam

(pH 4,01), larutan dapar pH netral (pH 7,01).

3.2 Sukarelawan

Sukarelawan yang dipilih untuk pengujian iritasi dan pengujian efektivitas

anti-aging krim adalah mahasiswi di Fakultas Farmasi USU dengan kriteria

sebagai berikut (Ditjen POM RI, 1985) :

1. Wanita berbadan sehat

2. Usia antara 20-30 tahun

3. Tidak ada riwayat penyakit yang berhubungan dengan alergi

4. Bersedia menjadi sukarelawan

3.3 Penyiapan Sampel

3.3.1 Pengambilan bahan tanaman

Pengambilan bahan tanaman dilakukan secara purposif yaitu tanpa

membandingkan tanaman yang sama dengan daerah lain. Bahan tanaman yang

digunakan adalah daging buah Salak Sidempuan yang diperoleh dari Brastagi

Supermarket di Kota Medan, Sumatera Utara.

3.3.2 Identifikasi tanaman

Identifikasi bahan tanaman dilakukan di “Herbarium Medanense

(MEDA)”, Universitas Sumatera Utara.

3.3.3 Pembuatan simplisia

Buah salak segar dipisahkan dagingnya dari biji dan kulit kemudian

ditimbang, dicuci bersih dari pengotor dan ditiriskan, kemudian diris tipis-tipis,

lalu dikeringkan di lemari pengering dengan suhu ±40oC hingga kering dan

23
Universitas Sumatera Utara
diperoleh simplisia, simplisia buah salak yang telah kering selanjutnya diserbuk

menggunakan blender sehingga diperoleh serbuk simplisia dan disimpan dalam

wadah yang tertutup rapat.

3.4. Pemeriksaan Karakteristik Simplisia

Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik,

mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari larut dalam air, penetapan

kadar sari larut dalam etanol, penetapan kadar abu total, dan penetapan kadar abu

tidak larut asam (Ditjen POM, 1995).

3.4.1 Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati bentuk, bau, rasa

dan warna dari serbuk simplisia daging buah salak.

3.4.2 Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia daging buah

salak. Serbuk simplisia diletakkan di atas kaca objek yang telah ditetesi dengan

larutan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup, selanjutnya diamati di

bawah mikroskop.

3.4.3 Penetapan kadar air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluena).

Alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, alat penampung, pendingin, tabung

penyambung, dan tabung penerima.

Cara kerja:

Dimasukkan 200 ml toluena dan 2 ml air suling ke dalam labu alas bulat,

lalu destilasi selama 2 jam. Setelah itu, toluena dibiarkan mendingin selama 30

menit, dan dibaca volume air pada tabung penerima dengan ketelitian 0,05 ml.

24
Universitas Sumatera Utara
Kemudian ke dalam labu tersebut dimasukkan 5 gram serbuk simplisia yang telah

ditimbang seksama, labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluena

mendidih, kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetes tiap detik sampai sebagian

besar air terdestilasi, kemudian kecepatan tetesan dinaikkan hingga 4 tetes tiap

detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan

toluena. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima

dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluena memisah

sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air

yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang

diperiksa.

3.4.4 Penetapan kadar sari larut dalam air

Sebanyak 5 gram serbuk simplisia yang telah dikeringkan, dimaserasi

selama 24 jam dalam 100 ml campuran air dan kloroform (2,5 kloroform dalam

air sampai 1000 ml) dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam

pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Disaring, sejumlah 20 ml filtrat

diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal berdasar rata dan telah ditara,

sisanya dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar sari larut dalam

air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Ditjen POM, 1995).

3.4.5 Penetapan kadar sari larut dalam etanol

Sebanyak 5 gram serbuk simplisia yang telah dikeringkan, dimaserasi

selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok

sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian

disaring, 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan berdasar rata yang

telah ditara dan sisanya dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar

25
Universitas Sumatera Utara
sari larut dalam etanol dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Ditjen

POM, 1995).

3.4.6 Penetapan kadar abu total

Sebanyak 2 gram serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama

dimasukkan dalam kurs porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian

diratakan. Kurs dipijar perlahan-lahan, kemudian naikkan suhu secara bertahap

hingga 600oC sampai arang habis, jika arang masih tidak dapat dihilangkan,

ditambahkan air panas, saring melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan sisa dan

kertas saring dalam kurs yang sama. Masukkan filtrat ke dalam kurs, uapkan,

pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang

telah dikeringkan (Ditjen POM, 1995).

3.4.7 Penetapan kadar abu tidak larut asam

Abu yang diperoleh dalam penetapan kadar abu total dididihkan dalam 25

ml asam klorida 2N selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam

dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu dan dicuci dengan air

panas, dipijarkan kemudian didinginkan dan ditimbang sampai bobot tetap. Kadar

abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan

(Ditjen POM, 1995).

3.5 Pembuatan Ekstrak Buah Salak

Pembuatan ekstrak dilakukan dengan cara maserasi menggunakan pelarut

etanol 80%. Cara kerja :

Sebanyak 570 g serbuk simplisia daging buah salak dimaserasi dengan 75

bagian pelarut etanol 80%, (4,2 L) dimasukkan ke dalam bejana bertutup dan

dibiarkan pada suhu kamar selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sering

26
Universitas Sumatera Utara
diaduk, kemudian setelah 5 hari hasil maserasi disaring dan diperas. Ampas

ditambah dengan cairan penyari etanol 80% hingga diperoleh 100 bagian maserat

(5,7 L) kemudian dibiarkan di tempat sejuk dan terlindung dari cahaya selama 2

hari dan dienaptuangkan atau saring (Ditjen POM, 1979). Seluruh maserat

digabungkan lalu diuapkan dengan alat rotary evaporator pada temperatur kurang

lebih 40oC dan diperoleh ekstrak kental .

Rendemen dari ekstrak kemudian dihitung dengan rumus:

berat ekstrak yang diperoleh


% Rendemen = x 100%
berat bahan yang diekstrak

3.6 Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa kimia

yang terkandung di dalam serbuk simplisia buah salak (Salacca zalacca

(Gaertner) Voss). Golongan senyawa kimia yang diperiksa meliputi senyawa

alkaloid, flavonoid, saponin, glikosida, tanin dan steroid/triterpenoid.

3.6.1 Pemeriksaan alkaloida

Ekstrak ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambahkan 1 ml asam

klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanasakan di atas penangas air selama 2 menit.

Didinginkan dan disaring. Filtrat dipakai untuk percobaan sebagai berikut :

a. Filtrat sebayak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Meyer,

akan terbentuk endapan menggumpal bewarna putih atau kuning.

b. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Bouchardat,

akan terbentuk endapan berwarna coklat sampai hitam.

c. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Dragendorff,

akan terbentuk endapan merah atau jingga.

27
Universitas Sumatera Utara
Ekstrak mengandung alkaloida jika sekurang-kurangnya terbentuk

endapan dengan menggunakan dua golongan larutan percobaan yang digunakan.

Tetapi jika reaksi 1 dan 2 hanya terjadi kekeruhan dilanjutkan pemeriksaan

berikut:

Sebanyak 8 ml filtrat ditambahkan 2 ml ammonia pekat dan dikocok

dengan 5 ml campuran eter-kloroform (3:1) dan dibiarkan memisah, diambil

lapisan eter-kloroform, ditambahkan sedikit natrium sulfat anhidrat, disaring dan

diuapkan filtrat di dalam gelas arloji di atas penangas air, dilarutkan residunya

dengan sedikit HCl 2N. Alkaloid positif jika terjadi endapan atau kekeruhan

paling banyak dua dari tiga percobaan di atas (Ditjen POM, 1979).

3.6.2 Pemeriksaan flavonoida

Sebanyak 0,5 g ekstrak ditambahkan 20 ml air panas, dididihkan selama 10

menit dan disaring dalam keadaan panas, ke dalam 5 ml filtrat ditambahkan 0,1 g

serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok

dan dibiarkan memisah. Flavonoida positif jika terjadi warna merah, kuning,

jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1966).

3.6.3 Pemeriksaan saponin

Sebanyak 0,5 g ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan

10 ml air panas, didinginkan kemudian dikocok selama 10 detik, jika terbentuk

busa setinggi 1 sampai 10 cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit dan tidak

hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2 N menunjukkan adanya saponin

(Ditjen POM, 1995).

28
Universitas Sumatera Utara
3.6.4 Pemeriksaan tanin

Sebanyak 0,5 g ekstrak disari dengan 10 ml air suling lalu disaring,

filtratnya diencerkan dengan air sampai tidak berwarna. Larutan diambil sebanyak

2 ml dan ditambahkan 1 sampai 2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1 %. Jika terjadi

warna hijau, biru, atau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Farnsworth, 1966).

3.6.5 Pemeriksaan glikosida


Sebanyak 3 gram ekstrak disari dengan 30 ml campuran etanol 96% dengan

air suling (7:3), ditambahkan asam sulfat pekat hingga diperoleh pH 2, kemudian

direfluks selama 10 menit, didinginkan dan disaring. Sebanyak 20 ml filtrat

ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M, dikocok,

didiamkan 5 menit lalu disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran isopropanol

dan kloroform (2:3), dilakukan berulang sebanyak 3 kali. Kumpulan sari air

diuapkan dengan temperatur tidak lebih dari 50oC. Sisanya dilarutkan dalam 2 ml

metanol.

Larutan sisa dipakai untuk percobaan berikut:

a. Larutan sisa dimasukkan ke dalam tabung reaksi selanjutnya diuapkan di atas

penangas air, pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi Molish.

Tambahkan hati-hati 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung, terbentuk

cincin ungu pada batas kedua cairan, menunjukkan adanya ikatan gula.

b. Larutan percobaan diuapkan di atas penangas air. Larutkan sisa dalam 5 ml

asam asetat anhidrat. Tambahkan 10 tetes asam sulfat pekat, akan terjadi

warna biru atau hijau, menunjukkan adanya glikosida (Ditjen POM, 1995).

3.6.6 Pemeriksaan steroida/triterpenoida

Sebanyak 1 g sampel dimaserasi dengan n-heksana selama 2 jam, lalu

disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa ditambahkan 2 tetes

29
Universitas Sumatera Utara
asam asetat anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat. Timbul warna biru atau hijau

menunjukkan adanya steroid dan timbul warna merah, pink atau ungu

menunjukkan adanya triterpenoid (Farnsworth, 1966).

3.7 Formulasi Sediaan Krim

3.7.1 Formula standar krim m/a (Young, 1972)

R/ Asam stearat 12
Setil alkohol 0,5
Sorbitol 5
Propilen glikol 3
Trietanolamin 1
Gliserin 1-5 tetes
Metil paraben q.s
Parfum q.s
Akuades ad 100

3.7.2 Formula sediaan krim

Formula krim yang digunakan dimodifikasi tanpa gliserin karena fungsinya

sama dengan propilen glikol dan sorbitol sebagai humektan. Formula dasar krim

sebagai berikut :

R/ Asam stearat 12
Setil alkohol 0,5
Sorbitol 5
Propilen Glikol 3
Trietanolamin 1
Metil Paraben 0,1
Parfum Green Tea 3 tetes
Aquadest ad 100

Konsentrasi ekstrak buah salak yang digunakan dalam pembuatan sediaan

krim anti-aging masing-masing adalah 1%, 3%, dan 5%. Formulasi dasar krim

30
Universitas Sumatera Utara
tanpa ekstrak buah salak dibuat sebagai blanko. Rancangan formulasi dijelaskan

pada Tabel 3.1 sebagai berikut :

Tabel 3.1 Formula sediaan krim ekstrak buah salak


Konsentrasi (%)
Komponen
F0 F1 F2 F3
Ekstrak buah - 1 3 5
salak
Asam Stearat 12 12 12 12
Setil Alkohol 0,5 0,5 0,5 0,5
Sorbitol 5 5 5 5
Propilen glikol 3 3 3 3
Trietanolamin 1 1 1 1
Metil Paraben 0,1 0,1 0,1 0,1
Parfum Green 3 tetes 3 tetes 3 tetes 3 tetes
Tea
Aquadest ad 100 100 100 100

3.7.3 Pembuatan sediaan krim

Ditimbang semua bahan yang diperlukan. Pisahkan bahan menjadi dua

kelompok yaitu fase minyak dan fase air. Fase minyak terdiri dari asam stearat

dan setil alkohol, dilebur di atas penangas air dengan suhu 70ºC. Fase air yang

terdiri dari sorbitol, propilen glikol, trietanolamin dan metil paraben dilarutkan di

dalam air panas dengan suhu 70°C (massa II). Masukkan massa I ke dalam

lumpang panas, lalu masukkan massa II digerus konstan sampai terbentuk massa

krim. Setelah terbentuk massa krim, dicampurkan dengan ekstrak buah salak

sesuai konsentrasi sedikit demi sedikit, digerus sampai terbentuk krim yang

homogen. Ditambahkan 3 tetes parfum, dihomogenkan sampai terbentuk massa

krim. Pembuatan dilakukan dengan cara yang sama untuk semua formula dengan

konsentrasi ekstrak buah salak yang berbeda.

31
Universitas Sumatera Utara
3.8 Evaluasi terhadap Sediaan Krim

3.8.1 Pemeriksaan homogenitas

Sejumlah tertentu sediaan jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan

transparan lain yang sesuai, sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen

dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Ditjen POM, 1979).

3.8.2 Penentuan tipe emulsi sediaan

Penentuan tipe emulsi sediaan dilakukan dengan penambahan sedikit metil

biru ke dalam sediaan, jika larut sewaktu diaduk, maka emulsi tersebut adalah tipe

minyak dalam air (Ditjen POM, 1985).

Penentuan tipe emulsi juga dapat dilakukan dengan pengenceran. Jika

emulsi mudah diencerkan dengan air, maka emulsi tersebut adalah tipe m/a, tetapi

jika terdispersi dalam fase kontinyu, maka emulsi tersebut tipe a/m (Ditjen POM,

1985).

3.8.3 Pengukuran pH sediaan

Penentuan pH sediaan dilakukan dengan menggunakan pH meter. Alat

terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar pH netral (pH

7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat menunjukkan harga pH

tersebut. Kemudian elektroda dicuci dengan air suling, lalu dikeringkan dengan

tisu. Sampel dibuat dalam konsentrasi 1% yaitu ditimbang 1 gram sediaan dan

dilarutkan dalam 99 ml air suling. Kemudian elektroda dicelupkan dalam larutan

tersebut. Dibiarkan alat menunjukkan harga pH sampai konstan. Angka yang

ditunjukkan pH meter merupakan pH sediaan (Rawlins, 2002).

32
Universitas Sumatera Utara
3.8.4 Pengamatan stabilitas sediaan

Masing-masing formula krim dimasukkan ke dalam pot plastik, disimpan

pada suhu kamar dan diukur parameter-parameter kestabilan seperti bau, warna,

dan perubahan bentuk sediaan yaitu pemisahan fase yang dievaluasi selama

penyimpanan 12 minggu dengan pengamatan setiap 1 minggu (National Health

Surveillance Agency, 2005).

3.9 Uji Iritasi terhadap Sukarelawan

Percobaan ini dilakukan terhadap 12 orang sukarelawan untuk mengetahui

apakah sediaan yang dibuat dapat menyebabkan gatal, kemerahan dan

pengkasaran pada kulit. Krim yang dipakai untuk uji iritasi adalah krim dengan

konsentrasi tertinggi yaitu krim ekstrak etanol buah salak 5%.

Pengujian dilakukan dengan cara mengoleskan krim di bagian lengan bawah

dengan diameter ± 3 cm, kemudian dibiarkan selama 24 jam dan dilihat perubahan

yang terjadi berupa kemerahan, gatal, dan pengkasaran pada kulit (Wasitaatmadja,

1997).

3.10 Pengujian Efektivitas Anti-Aging

Pengujian efektivitas anti-aging dilakukan terhadap sukarelawan sebanyak

6 orang dan dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu:

Kelompok I : 3 pengujian untuk formula krim blanko (F0)


Kelompok II : 3 pengujian untuk formula krim ekstrak buah salak 1% (F1)
Kelompok III : 3 pengujian untuk formula krim ekstrak buah salak 3% (F2)
Kelompok IV : 3 pengujian untuk formula krim ekstrak buah salak 5% (F3)

Semua sukarelawan diuji pada bagian wajahnya, diawali dengan

pemeriksaan kondisi kulit awal meliputi: kadar air (moisture), kehalusan

33
Universitas Sumatera Utara
(evennes), besar pori (pore), banyaknya noda (spot), dan keriput (wrinkle) dengan

menggunakan skin analyzer sesuai dengan parameter pengukuran. Setelah

pengukuran kondisi kulit awal, perawatan mulai dilakukan dengan pengolesan

krim sebanyak 30 mg, hingga merata pada kulit wajah, krim dioleskan

berdasarkan kelompok yang telah ditetapkan di atas, pengolesan dilakukan

sebanyak 2 kali sehari selama 4 minggu. Perubahan kondisi kulit diukur setiap

minggu selama 4 minggu dengan menggunakan skin analyzer.

3.11 Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis menggunakan program SPSS (Statistical

Product and Service Solution) 17. Langkah pertama data dianalis dengan

menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov untuk menentukan homogenitas dan

normalitasnya. Kemudian jika data normal, dilanjutkan dengan dianalisis

menggunakan metode One Way Anova untuk menentukan perbedaan rata-rata

diantara kelompok. Jika terdapat perbedaan, dilanjutkan dengan uji Post Hoc

Tukey HSD untuk melihat perbedaan nyata antar perlakuan. Sedangkan jika data

tidak normal, dilanjutkan dengan dianalisis menggunakan metode Kruskal wallis

untuk menentukan perbedaan rata-rata diantara kelompok. Jika terdapat

perbedaan, dilanjutkan dengan uji Post Mann-Whitney untuk melihat perbedaan

nyata antar perlakuan.

34
Universitas Sumatera Utara
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Sampel

Hasil identifikasi tanaman yang dikirim ke Laboratorium Herbarium

Medanense (MEDA), Universitas Sumatera Utara, menyatakan tumbuhan yang

digunakan adalah Buah Salak (Salacca zalacca (Gaertner) Voss.) dari famili

Arecaceae.

4.2 Hasil Pemeriksaan Karakteristik Simplisia

4.2.1 Hasil dari pemeriksaan makroskopik

Secara organoleptis diperoleh pengamatan yaitu daging buah salak segar

berwarna putih dengan sedikit bercak merah, sedangkan warna dari simplisianya

yaitu coklat kehitaman. Bentuk buah salak meruncing di salah satu ujungnya, dan

tumpul atau membulat diujung yang lain. Simplisia memiliki rasa yang manis dan

sedikit asam dengan bau khas salak. Gambar buah, simplisia, serbuk simplisia dan

ekstrak buah salak dapat dilihat pada Lampiran 2 halaman 61.

4.2.2 Hasil dari pemeriksaan mikroskopik

Hasil pemeriksaan mikroskopik menurut penelitian (Novriani, 2014),

serbuk simplisia buah salak menunjukkan adanya fragmen berupa sel parenkim,

sel serabut dan kristal kalsium oksalat. Hasil pengamatan berupa gambar

mikroskopik dapat dilihat pada Lampiran 3 halaman 62.

4.2.3 Hasil dari pengujian parameter spesifik dan nonspesifik

Hasil dari pengujian parameter spesifik dan nonspesifik simplisia buah

salak dapat dilihat pada Tabel 4.1

35
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.1 Hasil perhitungan parameter spesifik dan nonspesifik simplisia buah
salak
No. Parameter pengujian Hasil diperoleh Syarat secara
umum (MMI)
1. Penetapan Kadar air 9,33% <10%
2. Penetapan Kadar sari larut etanol 36,3% -
3. Penetapan Kadar sari larut air 67% -
4. PenetapanKadar abu total 2,61% -
5. Penetapan Kadar abu tidak larut asam 0,33% <2%

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa karakterisasi simplisia

daging buah salak tidak tertera pada Materia Medika Indonesia, namun secara

umum sebagian hasil yang diperoleh memenuhi persyaratan karakterisasi

simplisia buah yang tertera pada Materia Medika Indonesia Jilid IV.

Parameter kadar air menujukkan banyaknya hidrat yang terkandung di

dalam zat atau banyaknya air yang diserap. Penetapan kadar air bertujuan untuk

memberikan batasan minimal atau rentang besarnya kandungan air dalam bahan

(WHO, 1998). Kadar air simplisia ditetapkan untuk menjaga stabilitas kualitas

simplisia karena kadar air berkaitan dengan kemungkinan pertumbuhan

jamur/kapang. Hasil pengujian kadar air yang diperoleh tidak lebih dari 10% yaitu

9,33%, yang artinya telah memenuhi persyaratan simplisia secara umum dalam

MMI (Depkes RI, 1980). Kadar air lebih dari 10% dapat menjadi media yang baik

untuk pertumbuhan mikroba, jamur dan serangga, serta merusak mutu simplisia

(WHO, 1998).

Penetapan kadar sari dilakukan dengan menggunakan dua pelarut, yaitu air

dan etanol. Penetapan kadar sari larut air bertujuan untuk mengetahui kadar

senyawa kimia bersifat polar yang terkandung di dalam simplisia, sedangkan

penetapan kadar sari larut etanol dilakukan untuk mengetahui kadar senyawa larut

36
Universitas Sumatera Utara
dalam etanol baik senyawa polar dan non polar. Hasil pengujian kadar sari yang

larut air didapatkan nilai sebesar 67% dan pada pengujian kadar sari yang larut

etanol didapatkan nilai sebesar 36,3%. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa polar

yang terkandung dalam buah salak lebih banyak daripada senyawa nonpolar.

Parameter kadar abu merupakan persyaratan dari jumlah abu fisiologik

bila simplisia dipijar hingga seluruh unsur organik hilang. Penetapan kadar abu

dimaksudkan untuk mengetahui kandungan mineral setelah pemijaran yang

meliputi abu fisiologis yang berasal dari jaringan tanaman itu sendiri yang

terdapat di dalam sampel maupun non fisiologi yang merupakan residu dari proses

pengekstraksian. Kadar abu tidak larut asam menunjukkan jumlah silikat seperti

pasir dan tanah yang terdapat pada simplisia dengan cara melarutkan abu total

dalam asam klorida (WHO, 1998). Hasil pengujian kadar abu total simplisia

daging buah salak diperoleh kadar abu total sebesar 2,61% dan kadar abu tidak

larut asam sebesar 0,33% yang memenuhi persyaratan simplisia secara umum

dalam MMI.

4.3 Hasil Skrining Fitokimia

Uji skrining fitokimia dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa

kimia yang terkandung di dalam simplisia daging buah salak. Hasil skrining

fitokimia dapat dilihat pada Tabel 4.2 di bawah ini :

Tabel 4.2 Hasil skrining fitokimia daging buah salak


Ekstrak daging Keterangan
No. Golongan senyawa kimia
buah salak
1. Alkaloid + Endapan coklat dan jingga
2. Flavonoid + Jingga
3. Glikosida + Cincin ungu
4. Tanin + Hijau kehitaman
5. Saponin + Busa
6. Steroid/triterpenoid - -

37
Universitas Sumatera Utara
Hasil di atas menunjukkan bahwa daging buah salak (Salacca zalacca

(Gaertner) Voss.) mengandung golongan senyawa kimia yaitu alkaloid, flavonoid,

glikosida, tanin, dansaponin.

4.4 Hasil Pembuatan Ekstrak

Ekstrak kental buah salak yang diperoleh dari jumlah total simplisia kering

570 g yaitu sebanyak 315 g, sehingga rendemen hasil yang diperoleh sebesar

55,26 %. Dengan perhitungan sebagai berikut:

315g
Rendemen = x 100% = 55,26 %
570g

4.5 Hasil Evaluasi terhadap Sediaan Krim

4.5.1 Hasil pemeriksaan homogenitas

Dari hasil pengamatan homogenitas krim anti-aging yang mengandung

ekstrak buah salak diperoleh bahwa semua sediaan krim yang dibuat homogen

dan tidak terdapat butiran kasar, seperti terlihat pada Lampiran 12 halaman 73.

4.5.2 Hasil penentuan tipe emulsi sediaan

Hasil penentuan tipe emulsi sediaan krim dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan

gambarnya pada Lampiran 12 halaman 73.

Tabel 4.3 Data kelarutan metil biru pada sediaan krim


Kelarutan Biru Metil pada Sediaan
No Formula
Ya Tidak
1 F0 ✓ −
2 F1 ✓ −
3 F2 ✓ −
4 F3 ✓ −
Keterangan: F0 : Blanko (dasar krim)
F1 : Krim ekstrak etanol buah salak 1%
F2 : Krim ekstrak etanol buah salak 3%
F3 : Krim ekstrak etanol buah salak 5%

38
Universitas Sumatera Utara
Hasil uji tipe emulsi sediaan krim pada tabel di atas, untuk semua sediaan

krim menunjukkan warna biru metil dapat homogen atau tersebar merata di dalam

krim sehingga dapat dibuktikan bahwa sediaan krim yang dibuat mempunyai tipe

emulsi minyak dalam air (m/a). Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh pengujian

dengan cara pengenceran, dimana krim dapat diencerkan dengan air. Sehingga

krim yang dibuat bertipe emulsi m/a.

4.5.3 Hasil pengukuran pH sediaan

Hasil pengukuran pH sediaan krim ekstrak buah salak dilakukan dengan

menggunakan pH meter.

Tabel 4.4 Data pengukuran pH sediaan krim


Lama Pengamatan (Minggu)
Formula
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
F0 6,6 6,4 6,4 6,3 6,3 6,3 6,3 6,4 6,4 6,5 6,3 6,3 6,3
F1 6,5 6,3 6,3 6,3 6,4 6,5 6,5 6,5 6,5 6,3 6,2 6,1 6,1
F2 6,4 6,3 6,3 6,3 6,3 6,4 6,4 6,4 6,3 6,3 6,2 6,1 6,1
F3 6,3 6,3 6,3 6,3 6,4 6,5 6,6 6,6 6,5 6,4 6,3 6,2 6,2
Keterangan: F0 : Blanko (dasar krim)
F1 : Krim ekstrak etanol buah salak 1%
F2 : Krim ekstrak etanol buah salak 3%
F3 : Krim ekstrak etanol buah salak 5%

Pengukuran pH sediaan dilakukan pada saat setelah selesai dibuat,

kemudian setelah penyimpanan selama 12 minggu. Hasil pengukuran pH tiap

formula menunjukkan perubahan pH dengan rentang pH 6,1- 6,6. Perubahan pH

krim masih mendekati pH fisiologis kulit, yaitu antara 4,5 – 6,5 (Tranggono,

2014). Adapun pH dari ekstrak buah salak yang digunakan yaitu 5,6. Perubahan

nilai pH akan terpengaruh oleh media yang terdekomposisi oleh suhu tinggi saat

pembuatan atau penyimpanan, dan juga oleh pengaruh wadah yang menghasilkan

asam atau basa yang dapat mempengaruhi pH. Selain itu perubahan pH juga dapat

39
Universitas Sumatera Utara
disebabkan oleh faktor lingkungan seperti suhu, penyimpanan yang kurang baik,

dan terjadi oksidasi (Young, 1972).

4.5.4 Hasil pengamatan stabilitas sediaan

Ketidakstabilan formulasi dapat dideteksi dalam beberapa hal dengan

suatu perubahan dalam penampilan fisik, warna, bau, rasa dan tekstur dari

formulasi tersebut. Umumnya suatu emulsi dianggap tidak stabil secara fisik jika

semua atau sebagian dari cairan fase dalam tidak teremulsikan dan membentuk

suatu lapisan yang berbeda pada permukaan atau dasar emulsi. Berikut data hasil

pengamatan stabilitas selama 12 minggu dapat dilihat pada Tabel 4.5 di bawah ini.

Tabel 4.5 Data hasil pengamatan terhadap kestabilan sediaan krim pada saat
sediaan selesai dibuat, 1, 2, 3, 4, dan 12 minggu.
Pengamatan
Selesai 1 2 3 4
No Formula 12 minggu
dibuat minggu minggu minggu minggu
x y z x y z x y z x y z x y z x y z
1 F0 - - - - - - - - - - - - - - - - - -
2 F1 - - - - - - - - - - - - - - - - - -
3 F2 - - - - - - - - - - - - - - - - - -
4 F3 - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Keterangan: F0 : Blanko (dasar krim)


F1 : Krim ekstrak buah salak 1%
F2 : Krim ekstrak buah salak 3%
F3 : Krim ekstrak buah salak 5%
x : Perubahan warna
y : Perubahan bau
z : Pemisahan fase
✓ : Terjadi perubahan
- : Tidak terjadi perubahan

Berdasarkan data yang diperoleh, menunjukkan bahwa masing-masing

formula yang telah diamati selama 12 minggu memberikan hasil yang baik yaitu

tidak mengalami perubahan warna dan pemisahan fase, bau krim tidak berubah

40
Universitas Sumatera Utara
yaitu aroma salak. Gambar sediaan krim setelah dibuat dan setelah disimpan

selama 12 minggu dalam suhu kamar dapat dilihat pada Lampiran 11 halaman 72.

Stabilitas dari suatu sediaan farmasi dapat dilihat dari ada tidaknya

perubahan warna dan bau selama penyimpanan. Perubahan-perubahan tersebut

dapat terjadi jika bahan-bahan yang terdapat dalam sediaan tersebut teroksidasi.

Sediaan emulsi dikatakan tidak stabil jika mengalami creaming dan inversi.

Menurut Ansel (1989), suatu emulsi menjadi tidak stabil akibat

penggumpalan pada globul-globul dari fase terdispersi. Rusak atau tidaknya suatu

sediaan emulsi dapat diamati dengan adanya perubahan warna dan perubahan bau.

Untuk mengatasi kerusakan bahan akibat adanya oksidasi dapat dilakukan dengan

penambahan suatu antioksidan. Kerusakan juga dapat ditimbulkan oleh jamur atau

mikroba, untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan penambahan

pengawet. Pengawet yang digunakan dalam formulasi krim ekstrak buah salak

adalah nipagin.

4.6 Hasil Uji Iritasi terhadap Kulit Sukarelawan

Hasil uji iritasi terhadap kulit sukarelawan yang dioleskan krim pada kulit di

bagian lengan bawah dan dibiarkan selama 24 jam.

Tabel 4.6 Data hasil uji iritasi terhadap kulit sukarelawan


N Sukarelawan
Reaksi iritasi
o 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Kemerahan - - - - - - - - - - - -

2 Gatal - - - - - - - - - - - -

3 Pengkasaran kulit - - - - - - - - - - - -

Keterangan: + : kemerahan
++ : gatal
+++ : pengkasaran kulit
- : tidak terjadi

41
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan data pada Tabel 4.6 menunjukkan bahwa uji iritasi yang

dilakukan terhadap kulit sukarelawan diperoleh hasil yaitu tidak ada terlihat efek

samping berupa kemerahan, gatal, dan pengkasaran pada kulit yang ditimbulkan

oleh sediaan krim ekstrak buah salak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

sediaan krim ekstrak buah salak yang dibuat aman untuk digunakan.

4.7 Hasil Pengujian Efektivitas Anti-Aging

Pengujian efektivitas anti-aging menggunakan skin analyzer Aramo,

parameter uji meliputi pengukuran kadar air (moisture), kehalusan (evenness),

besar pori (pore), banyaknya noda (spot) dan keriput (wrinkle). Pengukuran

efektivitas anti-aging dimulai dengan mengukur kondisi awal kulit di area wajah

yaitu disekitar pipi dan didekat mata. Kemudian dioleskan krim ektrak buah salak

setiap pagi dan malam hari. Seminggu sekali diukur perubahannya, sampai 4

minggu pemakaian. Data yang diperoleh pada setiap parameter anti-aging diuji

normalitas dengan Shapiro-Wilktest, diperoleh nilai p ≤ 0,05,maka dapat

disimpulkan bahwa data tidak terdistribusi normal, sehingga dilakukan uji non

parametrik Kruskal Wallis untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antar

formula dalam memulihkan kulit. Kemudian dilanjutkan dengan uji Mann-

Whitney untuk mengetahui pada formula mana yang terdapat perbedaan secara

signifikan. Hasil uji statistik dapat dilihat pada Lampiran 16 halaman 85-104.

4.7.1 Kadar air (moisture)

Pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunakan alat moisture checker

yang terdapat dalam perangkat skin analyzer Aramo. Hasil pengukuran dapat

dilihat pada Tabel 4.7, yang menunjukkan bahwa kadar air pada wajah semua

kelompok sukarelawan sebelum pemakaian krim anti-aging adalah dehidrasi (0-

42
Universitas Sumatera Utara
29). Setelah pemakaian krim anti-aging selama 4 minggu, semua kelompok

sukarelawan mengalami peningkatan kadar air dari dehidrasi menjadi normal

kecuali kelompok blanko.

Tabel 4.7 Data hasil pengukuran kadar air (moisture) pada wajah sukarelawan
setelah pemakaian krim anti-aging selama 4 minggu
Kadar air (%) Peningkat
Suka- Pemakaian (minggu)
Formula -an kadar
relawan Sebelum
I II III IV air (%)
1 21 21 21 21 22 1
2 29 29 30 30 30 1
F0
3 32 32 32 33 33 1
Rata-rata 27,33 27,33 27,67 28 28,33 1
1 30 31 32 32 33 3
2 29 30 31 31 32 3
F1
3 29 32 32 33 33 4
Rata-rata 29,33 31 31,67 32 32,67 3,33
1 31 33 33 34 35 4
2 28 30 32 33 34 6
F2
3 28 29 31 32 33 5
Rata-rata 29 30,67 32 33 34 5
1 24 26 29 32 34 10
2 24 25 38 33 35 11
F3
3 25 28 31 33 35 10
Rata-rata 24,33 26,33 32,67 32,67 34,67 10,33
Keterangan :
Dehidrasi 0-29; Normal 30-50; Hidrasi 51-100 (Aramo, 2012)
F0 : Blanko (dasar krim)
F1 : Krim ekstrak buah salak 1%
F2 : Krim ekstrak buah salak 3%
F3 : Krim ekstrak buah salak 5%

Pada sukarelawan yang memakai krim dengan formula F3 (krim ekstrak

buah salak 5%) memiliki persentase peningkatan kadar air yang lebih tinggi dari

formula F0, F1, dan F2. Grafik pengaruh pemakaian krim anti-aging terhadap

kadar air kulit dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan 4.2.

Data selanjutnya dianalisis dengan menggunakan uji non parametrik

Kruskal Wallis. Hasil analisis statistik dari pengukuran kadar air menunjukkan

43
Universitas Sumatera Utara
adanya perbedaan yang signifikan (p ≤ 0,05) antar formula setelah pemakaian

krim anti-aging selama 4 minggu.

Kadar air (Moisture)


40
35
30
Kadar air

25
blanko
20
15 1%
10 3%
5
5%
0
awal minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4
Waktu

Gambar 4.1 Grafik hasil pengukuran kadar air (moisture) pada kulit wajah
sukarelawan kelompok blanko, krim ekstrak buah salak1%, 3%,
dan 5% selama 4 minggu

persentase peningkatan kadar air

12
10
kadar air (%)

8
6
4 persentase
2 peningkatan kadar air
0
blanko 1% 3% 5%
formula

Gambar 4.2 Grafik persentase peningkatan kadar air (moisture) pada kulit
wajah sukarelawan kelompok blanko, krim ekstrak buah salak 1%,
3%, dan 5% selama 4 minggu

Hasil analisis statistik setelah 4 minggu pemakaian krim anti-aging

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan peningkatan kadar air yang signifikan (p

≤ 0,05) antara blanko dengan F3, tetapi tidak terdapat perbedaan yang signifikan

(p>0,05) antara blanko dengan F1 dan F2. Selanjutnya antara F1 dengan F3

44
Universitas Sumatera Utara
terdapat perbedaan yang signifikan (p<0,05) sedangkan dengan F2 tidak terdapat

perbedaan yang signifikan (p>0,05). Dan antara F2 dengan F3 tidak terdapat

perbedaan yang signifikan (p>0,05).

4.7.2 Kehalusan (evenness)

Pengukuran kehalusan kulit menggunakan perangkat skin analyzer yaitu

dengan lensa perbesaran 60 kali dengan warna lampu sensor berwarna biru.

Tabel 4.8 Data hasil pengukuran kehalusan (evenness) pada wajah sukarelawan
setelah pemakaian krim anti-aging selama 4 minggu
Kehalusan Peningkat
Suka- Pemakaian (minggu) an
Formula
relawan Sebelum kehalusan
I II III IV
(%)
1 31 31 30 30 30 3,23
2 34 34 34 34 33 2,94
F0
3 33 33 33 32 32 3,03
Rata-rata 32,67 32,67 32,33 32 31,67 3,07
1 39 39 38 36 36 7,7
2 39 38 38 36 36 7,7
F1
3 38 38 37 36 36 5,26
Rata-rata 38,67 38,33 37,67 36 36 6,88
1 40 38 37 35 34 15
2 39 37 36 35 34 12,8
F2
3 39 38 37 34 33 15,38
Rata-rata 39,33 37,67 36,67 34,67 33,67 14,4
1 45 44 41 38 34 24,4
2 40 37 33 31 28 30
F3
3 41 38 34 31 29 29,27
Rata-rata 42 39,67 36 33,33 30,33 27,8

Keterangan :
Halus 0-31; Normal 32-51; kasar 52-100 (Aramo, 2012).
F0 : Blanko (dasar krim)
F1 : Krim ekstrak buah salak 1%
F2 : Krim ekstrak buah salak 3%
F3 : Krim ekstrak buah salak 5%

Hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 4.8, yang menunjukkan bahwa

tingkat kehalusan kulit semua kelompok sukarelawan sebelum pemakaian krim

45
Universitas Sumatera Utara
adalah normal (32-51), dan setelah pemakaian selama 4 minggu, formula F3 yang

mampu menurunkan angka kehalusan dari normal menjadi halus (0-31).

Grafik pengaruh pemakaian krim anti-aging terhadap kehalusan kulit wajah

sukarelawan selama 4 minggu dapat dilihat pada Gambar 4.3, danGrafik

persentase peningkatan kehalusan kulit dapat dilihat pada Gambar 4.4.

Kehalusan kulit (evenness)


45
blanko
40
35
Tingkat kehalusan

30 1%
25
20 3%
15
10 5%
5
0
awal minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4

waktu
Gambar 4.3 Grafik hasil pengukuran kehalusan (evennes) pada kulit wajah
sukarelawan kelompok blanko, krim ekstrak buah salak 1%, 3%,
dan 5% selama 4 minggu

persentase peningkatan kehalusan (evenness)


30
25
kehalusan (%)

20
15 persentase tingkat
kehalusan
10
5
0
blanko 1% 3% 5%

Gambar 4.4 Grafik persentase peningkatan kehalusan (evenness) pada kulit


wajah sukarelawan kelompok blanko, krim ekstrak buah salak 1%,
3%, dan 5% setelah 4 minggu

46
Universitas Sumatera Utara
Pada sukarelawan yang memakai krim dengan formula F3 (krim ekstrak

buah salak 5%) memiliki persentase peningkatan kehalusan yang lebih tinggi dari

formula F0, F1, dan F2.

Data selanjutnya dianalisis dengan menggunakan uji non parametrik

Kruskal Wallis. Hasil analisis statistik dari pengukuran kehalusan menunjukkan

adanya perbedaan yang signifikan (p ≤ 0,05) antar formula setelah pemakaian

krim anti-aging selama 4 minggu. Hasil analisis statistik setelah 4 minggu

pemakaian krim anti-aging menunjukkan bahwa terdapat perbedaan peningkatan

kehalusan yang signifikan (p ≤ 0,05) antara blanko dengan formula F1, F2 dan F3.

selanjutnya antara F1 dengan F2 dan F3 juga terdapat perbedaan yang signifikan

(p ≤ 0,05) sedangkan antara F2 dengan F3 tidak terdapat perbedaan yang

signifikan (p > 0,05).

4.7.3 Pori (pore)

Pengukuran besar pori menggunakan perangkat skin analyzer yaitu dengan

lensa perbesaran 60 kali dengan warna lampu sensor berwarna biru, pada saat

melakukan pengukuran kehalusan kulit, maka secara otomatis pengukuran pori

ikut terbaca. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 4.9, yang menunjukkan

bahwa pori wajah kelompok sukarelawan sebelum pemakaian krim anti-aging

adalah beberapa besar (20-39) untuk semua kelompok sukarelawan. Setelah

pemakaian krim anti-aging selama 4 minggu, hasil pengukuran pori pada

sukarelawan tidak mengalami perubahan yang signifikan. Artinya, pori wajah

masih dalam kategori beberapa besar.

Data selanjutnya dianalisis dengan menggunakan uji non parametrik

Kruskal Wallis. Hasil analisis statistik dari pengukuran pori menunjukkan adanya

47
Universitas Sumatera Utara
perbedaan yang signifikan (p ≤ 0,05) antar formula setelah pemakaian krim anti-

aging pada minggu kedua hingga keempat. Hasil analisis statistik setelah 4

minggu pemakaian krim anti-aging menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang

signifikan (p ≤ 0,05) antara blanko dengan semua konsentrasi krim ekstrak buah

salak. Antara F1 dengan F3 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang

signifikan (p ≤ 0,05), akan tetapi, antara F1 dan F2 tidak terdapat perbedaan yang

signifikan (p > 0,05).

Tabel 4.9 Data hasil pengukuran pori (pore) pada wajah sukarelawan setelah
pemakaian krim anti-aging selama 4 minggu
Pori Pengecil
Suka-
Formula Pemakaian (minggu) an pori
relawan Sebelum
I II III IV (%)
1 26 26 26 26 26 0
2 28 28 28 27 27 3,57
F0
3 30 30 30 29 29 3,33
Rata-rata 28 28 28 27,33 27,33 2,3
1 35 34 34 33 32 8,57
2 39 38 38 37 35 10,25
F1
3 38 37 37 36 33 13,16
Rata-rata 37,33 36,33 36,33 35,33 33,33 10,66
1 39 38 37 35 33 15,38
2 39 38 37 35 31 20,5
F2
3 35 34 32 28 26 25,7
Rata-rata 37,67 36,67 35,33 32,67 30 20,52
1 37 32 28 22 20 45,9
2 38 36 34 23 20 47,36
F3
3 39 36 32 26 22 43,58
Rata-rata 38 34,67 31,33 23,67 20,67 45,6
Keterangan :
Kecil 0-19; Beberapa besar 20-39; Sangat besar 40-100 (Aramo, 2012).
F0 : Blanko (dasar krim)
F1 : Krim ekstrak buah salak 1%
F2 : Krim ekstrak buah salak 3%
F3 : Krim ekstrak buah salak 5%

48
Universitas Sumatera Utara
Ukuran pori-pori berhubungan erat dengan kehalusan pada kulit. Semakin

kecil ukuran pori-pori pada kulit menunjukkan semakin halus kulit tersebut,

sebaliknya semakin besar ukuran pori-pori menunjukkan semakin kasar kulit

tersebut.

Grafik pengaruh pemakaian krim anti-aging terhadap pori kulit wajah

sukarelawan selama 4 minggu dapat dilihat pada Gambar 4.5

Pada sukarelawan yang memakai krim dengan formula F3 (krim ekstrak

buah salak 5%) memiliki persentase pengecilan pori yang lebih tinggi daripada

formula F0, F1, dan F2. Grafik persentase pengecilan pori yang berpengaruh pada

efektivitas krim anti-aging terhadap kulit dapat dilihat pada Gambar 4.6.

Pori (Pore)
40 blanko
35
30 1%
25
Pori

20 3%
15
10 5%
5
0
awal minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4

waktu

Gambar 4.5 Grafik hasil pengukuran pori (pore) pada wajah sukarelawan
kelompok blanko, krim ekstrak buah salak 1%, 3%, dan 5% selama
4 minggu

49
Universitas Sumatera Utara
persentase pengecilan pori (pore)
50
40
pengecilan pori
pori (%)
30
20
10
0
blanko 1% 3% 5%
formula

Gambar 4.6 Grafik persentase pengecilan pori (pore) pada kulit wajah
sukarelawan kelompok blanko, krim ekstrak buah salak 1%, 3%,
dan 5% setelah 4 minggu

Besarnya pori dapat disebabkan oleh sinar matahari dan sel kulit mati. Pori-

pori dapat membesar apabila terkena sinar matahari yang terlalu terik.

Peningkatan suhu menyebabkan kotoran mudah masuk dan tersumbat di

dalamnya sehingga menyebabkan jerawat lebih mudah timbul (Muliyawan dan

Suriana, 2013).

4.7.4 Noda (spot)

Pengukuran banyaknya noda dengan menggunakan perangkat skin

analyzer dengan lensa perbesaran 60 kali dengan lampu sensor warna jingga.

Hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 4.10, yang menunjukkan bahwa kulit

wajah kelompok sukarelawan F0, F1, F2 sebelum pemakaian krim anti-aging

memiliki beberapa noda (20-39) sedangkan pada kelompok sukarelawan F3

sebelum pemakaian krim anti-aging memiliki banyak noda (40-100).

Setelah pemakaian krim anti-aging selama 4 minggu, hasil pengukuran

noda pada sukarelawan yang memakai krim formula F3 mengalami pengurangan

noda, yaitu dari banyak noda menjadi beberapa noda. Sedangkan formula F0, F1

50
Universitas Sumatera Utara
dan F2 hanya mampu mengurangi noda sedikit saja, masih dalam kategori

beberapa noda.

Tabel 4.10 Data hasil pengukuran noda (spot) pada wajah sukarelawan setelah
pemakaian krim anti-aging selama 4 minggu
Noda Pengura
Suka-
Formula Pemakaian (minggu) ngan
relawan Sebelum
I II III IV noda (%)
1 26 26 26 25 25 3,85
2 25 25 25 24 24 4
F0
3 28 28 28 28 28 0
Rata-rata 26,33 26,33 26,33 25,67 25,67 2,62
1 31 30 30 29 29 6,45
2 32 31 30 30 29 9,38
F1 3 36 35 35 30 30 16,67
Rata-rata 33 32 31,67 29,67 29,33 10,83
1 32 30 27 25 23 28,13
2 31 30 27 25 23 25,81
F2
3 38 36 35 33 29 23,68
Rata-rata 33,67 32 29,67 27,67 25 25,87
1 46 43 40 35 31 32,61
2 43 40 38 35 31 27,9
F3
3 42 36 32 30 29 30,95
Rata-rata 43,67 39,67 36,67 33,33 30,33 29,6
Keterangan :
Sedikit 0-19; Beberapa noda 20-39; Banyak noda 40-100 (Aramo, 2012)
F0 : Blanko (dasar krim)
F1 : Krim ekstrak buah salak 1%
F2 : Krim ekstrak buah salak 3%
F3 : Krim ekstrak buah salak 5%
Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak kandungan ekstrak buah

salak yang ada di dalam sediaan krim maka semakin besar peranannya dalam

mengurangi jumlah noda pada kulit yang diakibatkan oleh sinar matahari.

Data selanjutnya dianalisis dengan menggunakan uji non parametrik

Kruskal Wallis. Hasil analisis statistik dari pengukuran noda menunjukkan adanya

perbedaan yang signifikan (p ≤ 0,05) antar formula setelah pemakaian krim anti-

aging pada minggu keempat.

51
Universitas Sumatera Utara
Hasil analisis statistik setelah 4 minggu pemakaian krim anti-aging

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p ≤ 0,05) antara blanko

(F0) dengan semua konsentrasi krim ekstrak buah salak. Akan tetapi, antara F1

terhadap F2 dan F3 tidak terdapat perbedaan yang signifikan(p > 0,05).

Grafik pengaruh pemakaian krim dan grafik persentase pengurangan noda

pada kulit wajah sukarelawan selama 4 minggu dapat dilihat pada Gambar 4.7 dan

4.8

Noda (Spot)
50
blanko
40

30 1%
Noda

20
3%
10
5%
0
awal minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4
Waktu

Gambar 4.7 Grafik hasil pengukuran noda (spot) pada kulit wajah sukarelawan
kelompok blanko, krim ekstrak buah salak 1%, 3%, dan 5% selama
4 minggu

Persentase pengurangan noda (Spot)


35
30
25
noda (%)

20
15
pengurangan
10 noda
5
0
blanko 1% 3% 5%
Formula
Gambar 4.8 Grafik persentase pengurangan noda (spot) pada kulit wajah
sukarelawan kelompok blanko, krim ekstrak buah salak 1%; 3%;
dan 5% setelah 4 minggu

52
Universitas Sumatera Utara
4.7.5 Keriput (wrinkle)

Pengukuran keriput dengan menggunakan perangkat alat skin analyzer

menggunakan lensa perbesaran 10 kali dengan lampu sensor berwarna biru. Hasil

pengukuran dapat dilihat pada Tabel 4.11, yang menunjukkan bahwa kulit wajah

semua kelompok sukarelawan sebelum pemakaian krim anti-aging adalah

berkeriput (20-52). Setelah pemakaian krim anti-aging selama 4 minggu, hasil

pengukuran keriput pada semua kelompok sukarelawan tidak mengalami

perubahan yang signifikan. Artinya, kulit wajah masih dalam kategori berkeriput.

Tabel 4.11 Data hasil pengukuran keriput (wrinkle) kulit wajah sukarelawan
setelah pemakaian krim anti-aging selama 4 minggu
Keriput Penguran
Suka- Pemakaian (minggu) gan
Formula
relawan Sebelum keriput
I II III IV
(%)
1 22 22 22 22 22 0
2 23 23 23 23 23 0
F0
3 24 23 23 23 23 4,17
Rata-rata 23 22,67 22,67 22,67 22,67 1,39
1 26 26 25 25 24 7,69
2 25 25 24 24 23 8
F1
3 27 27 25 25 24 11,1
Rata-rata 26 26 24,67 24,67 23,67 8,93
1 28 27 25 24 21 25
2 28 25 24 23 22 21,43
F2
3 30 29 27 26 24 20
Rata-rata 28,67 27 25,33 24,33 22,33 22,14
1 41 39 38 35 32 21,95
2 39 38 34 32 29 25,64
F3
3 39 38 35 28 27 30,77
Rata-rata 39,67 38,33 35,67 31,67 29,33 26,12
Keterangan :
Tidak berkeriput 0-19; Berkeriput 20-52; Berkeriput parah 53-100 (Aramo, 2012)
F0 : Blanko (dasar krim)
F1 : Krim ekstrak buah salak 1%
F2 : Krim ekstrak buah salak 3%
F3 : Krim ekstrak buah salak 5%

53
Universitas Sumatera Utara
Hasil analisis statistik dari pengukuran keriput menunjukkan adanya

perbedaan yang signifikan (p ≤ 0,05) antar formula setelah pemakaian krim anti-

aging selama 4 minggu. Hasil analisis statistik setelah 4 minggu pemakaian krim

anti-aging menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p ≤ 0,05)

antara F0 (blanko) dengan semua konsentrasi krim ekstrak buah salak. Dan

terdapat perbedaan yang signifikan (p ≤ 0,05) antara formula F1 dengan F2 dan

F3.

Grafik pengaruh pemakaian krim anti-aging terhadap keriput kulit

sukarelawan selama 4 minggu dapat dilihat pada Gambar 4.9, dan Grafik

persentase pengurangan keriput kulit sukarelawan selama 4 minggu dapat dilihat

pada Gambar 4.10.

Keriput (Wrinkle)
45
40
35
30
blanko
25
Keriput

20 1%
15 2%
10
3%
5
0
awal minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4
Waktu

Gambar 4.9 Grafik hasil pengukuran keriput (wrinkle) pada wajah sukarelawan
kelompok blanko, krim ekstrak buah salak 1%, 3%, dan 5% selama
4 minggu

54
Universitas Sumatera Utara
persentase pengurangan keriput (wrinkle)

30
25
keriput (%)
20
15 pengurangan
keriput
10
5
0
blanko 1% 3% 5%
Formula
Gambar 4.10 Grafik persentase pengurangan keriput (wrinkle) pada wajah
sukarelawan kelompok blanko, krim ekstrak buah salak 1%, 3%,
dan 5% setelah 4 minggu

Kulit merupakan organ tubuh yang secara langsung terpapar sinar UV dari

matahari. Sinar UV dapat menyebabkan penurunan sintesis kolagen dan serat

elastis kulit. Kolagen merupakan komponen utama lapisan kulit dermis (lapisan

bawah epidermis). Lapisan dermis merupakan lapisan kulit yang berperan untuk

bertanggungjawab pada sifat elastisitas dan halusnya kulit. Apabila produksi

kolagen menurun pada lapisan dermis kulit (dan pasti menurun seiring

pertambahan usia dan faktor lingkungan), maka kulit akan terlihat kering dan

tidak elastis lagi. Akibatnya, kulit tampak berkerut dan mengendur (Muliyawan

dan Suriana, 2013).

Buah salak banyak mengandung senyawa antioksidan teutama flavonoid,

yang dapat berfungsi sebagai penangkap anion superoksida, lipid peroksida

radikal, oksigen singlet dan pengkelat logam (Kosasih, 2004). Sehingga kulit

dapat terlindungi dari serangan berbahaya dari radikal bebas dan dapat

mengurangi terjadinya proses penuaan.

55
Universitas Sumatera Utara
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

a. Ekstrak etanol buah salak dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan krim

yang homogen dengan tipe emulsi minyak dalam air, pH 6,1 - 6,6, tidak

menimbulkan iritasi kulit dan stabil pada penyimpanan selama 12 minggu

dalam suhu kamar.

b. Krim ekstrak etanol buah salak 5% menunjukkan efektivitas anti-aging

paling baik dengan meningkatnya kadar air sebesar 10,33%, meningkatnya

kehalusan sebesar 27,8%, mengecilnya pori sebesar 45,6%, mengurangi

noda sebesar 29,6% dan mengurangi keriput sebesar 26,12% dibandingkan

dengan formula krim lainnya.

c. Pengaruh perbedaan konsentrasi ekstrak etanol buah salak terhadap efek

anti-agingnya pada kulit yaitu semakin meningkat konsentrasi ekstrak

yang digunakan, maka semakin besar efek anti-aging yang dihasilkan.

5.2 Saran

a. Diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk dapat menguji aktivitas

antibakteri dari sediaan krim ekstrak etanol buah salak sebagai anti

jerawat.

b. Diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk dapat memformulasi

ekstrak etanol buah salak dalam bentuk sediaan lain misalnya sediaan

masker wajah.

56
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H.C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi Keempat. Jakarta:
Penerbit UI-Press. Halaman 491.

Aramo. (2012). Skin and Hair Diagnosis System. Sungnam: Aram Huvis Korea
Ltd. Halaman 1 - 10.

Aulton, M. E. (2002). Pharmaceutics The Science of Dosage Form Design.


Second Edition. British Govenment. Halaman 205.

Balsam, M.S. (1972). Cosmetic Science and Technology. Edisi Kedua. New York:
John Willy and Son Inc. Halaman 179.

Depkes RI. (1980). Materia Medika Indonesia. Jilid Keempat. Jakarta:


Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 333-337.

Depkes RI. (2000). Parameter Standart Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Depkes
RI. Halaman 10-11.

Ditjen POM RI. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 649, 659.

Ditjen POM RI. (1985). Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta: Departemen


Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 29.

Ditjen POM RI. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi keempat. Jakarta:


Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 6.

Draelos, Z.D dan Thaman, L.A. (2006). Cosmetic Formulation of Skin Care
Product. New York: Taylor and Francis Group. Halaman 167, 174.

Farnsworth, N.R. (1966). Biologycal and Phytochemical Screening of Plants.


Journal of Pharmaceutical Science. 55(3): 225-276.

Fauzi, A.R., dan Nurmalina, R. (2012). Merawat Kulit dan Wajah. Jakarta: PT
Elex Media Komputindo. Halaman 60.

Harbone, J.B. (1984). Phytochemical Methods. Penerjemah: Kosasih


Padmawinata dan Iwang Sudiro. (1987). Metode Fitokimia, Penuntun
Cara Modern Menganalisa Tumbuhan. Edisi II. Bandung: ITB Press.
Halaman 147.

Jenkins, G.L., Francke, D.E., Brecht, E.A., dan Sperandio, G.J. (1957). Ointments
and Ointment-type Preparation, The Art of Compounding. USA: McGraw-
Hill Book Company. Inc. Hal 338.

57
Universitas Sumatera Utara
Kosasih, E.N., Setiabudhi, T., dan Heryanto, H. (2004). Peranan Antioksidan
pada Lanjut Usia. Jakarta: Pusat Kajian Nasional Masalah Lanjut Usia.
Halaman 42-70.

Kumalaningsih, S. (2006). Antioksidan Alami, Penangkal Radikal Bebas, Sumber,


Manfaat, Cara Penyediaan dan Pengolahan. Surabaya: Penerbit Trubus
Agrisarana. Hal 2-3, 24.

Kumoro, A.C. (2015). Teknologi Ekstraksi Senyawa Bahan Aktif dari Tanaman
Obat. Yogyakarta: Plantaxia. Halaman 9.

Lachman L, Lieberman HA, Kanig JL. (1994). Teori dan Praktek Farmasi
Indrustri. Edisi Ketiga. Vol III. Diterjemahkan oleh Siti Suyatmi. Jakarta:
UI Press; halaman 18, 1104-1129.

Moini H, Packer L, Saris N-E L. (2002). Antioxidant and prooxidant activities of


α lipoic acid and dihydrolipoic acid. Toxicology and Applied
Pharmacology 2002; 182: 84-90.

Muliyawan, D., dan Suriana, N. (2013). A-Z Tentang Kosmetik. Jakarta: PT. Elex
Media Komputindo. Halaman 138-289.

Murlistyarini, S. (2015). Step by Step Pengelupasan Kulit Secara Kimiawi


(chemical peeling). Malang: UB Press. Halaman 1-3

National Health Surveillance Agency. (2005). Cosmetic Products Stability. Guide


Brazil: ANVISA. Halaman 19.

Noormindhawati, L. (2013). Jurus Ampuh Melawan Penuaan Dini. Jakarta: PT.


Elex Media Komputindo. Halaman 15-16.

Novriani, E. (2014). Karakterisasi dan Skrining Fitokimia serta Uji Aktivitas


Antioksidan Ekstrak Etanol dan Jus Buah Salak dengan Metode Dpph.
Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Halaman 49.

Nuryati, S. (2007). Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis Budi Daya Salak.


Jakarta: Agromedia Pustaka. Halaman 1-3.

Puryono, R.I., Puspitasari, E., dan Ningsih, I.Y. (2015). Uji Aktivitas Antioksidan
dari Berbagai Varietas Ekstrak Buah Salak (Salacca zalacca (Gaertn.)
Voss) dengan metode DPPH (1,1-Difenil-2-Pikrilhidrazil). Artikel Ilmiah.
Fakultas Farmasi Universitas Jember. Halaman 5.

Rawlins, E.A. (2002). Bentley’s Textbook of Pharmaceutics. Edisi Kedelapan


belas. London: Bailierre Tindall. Halaman 22, 355.

58
Universitas Sumatera Utara
Ritonga, A.P.D. (2017). Kandungan Nutrisi dan Daya Inhibisi Αglukosidase
Ekstrak Daging Buah Salak Sidempuan. Bogor: FMIPA IPB. Halaman 4.

Rukmana. 2007. Prospek Agribisnis dan Teknik Usaha Tani Salak. Yogyakarta:
Kanisius. Halaman 47-48.

Sulaksono, S., Fitrianingsih,S.P., dan Yuniarni, U. (2015). Karakterisasi Simplisia


dan Ekstrak Etanol Buah Salak (Salacca zalacca (Gaertner) Voss).
Prosiding KNMSA. Fakultas MIPA UNISBA. Halaman 317.

Surjanto, Reveny, J., Tanuwijaya, J., Tias, A., and Calson. (2016). Comparison of
Anti-Aging Effect Between Vitamin B3 and Provitamin B5 Using Skin
Analyzer. International Journal of PharmTech Research. Vol.9(7): 99-
104.

Syamsuni.(2006). Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Jakarta: Penerbit


Buku Kedokteran EGC. Halaman 102.

Utami, P dan Puspaningtyas, D.E. (2013). The Miracle of Herbs. Jakarta:


AgroMedia Pustaka. Halaman 235-238.

Tjahjadi, Nur. (1989). Bertanam Salak. Yogyakarta: Kanisius. Halaman 11-14.

Tilaar, A. Ranti, A. dan Mun’im, A. (2017). The Efficacy Study of Snake Fruit
(Salacca edulis Reinw Var. Bongkok) Extract as Skin Lightening Agent.
Pharmacognosy Journal. Vol 9(2): 235-238.

Tranggono, R.I.S dan Latifah, F. (2014). Buku Pegangan Dasar Kosmetologi.


Edisi kedua. Jakarta: Sagung Seto. Halaman 9-19.

Wasitaatmadja, S.M. (1997). Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: Penerbit


UI-Press. Halaman 111-120.

Wibowo, D.S. (2008). Anatomi Tubuh Manusia. Jakarta: PT Grasindo. Halaman


25-26.

Widuri, Hesti., Mawardi, Dedi. (2013). Komponen Gizi dan Bahan Makanan
untuk Kesehatan. Yogyakarta: Gosyen Publishing. Halaman 54.

World Health Organization.(1998). Quality Control Methods for Medicinal Plant


Material. Switherland: WHO. Halaman 27-30.

Young, A. (1972). Practical Cosmetic Science. London: Mills & Boon Limited.
Halaman 51, 53.

59
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan salak

60
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Gambar buah, irisan buah, simplisia, serbuk simplisia, dan ekstrak
buah salak

A B

C D

Keterangan: A: Buah salak


B: Irisan daging buah salak
C: Simplisia daging buah salak
D: Serbuk Simplisia daging buah salak
E: Ekstrak etanol buah salak

61
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3. Gambar mikroskopik serbuk simplisia buah salak

Gambar 1. Sel Parenkim Gambar 2. Sel Serabut

Gambar 3. Kristal
Kalsium Oksalat bentuk
jarum

(Sumber: Novriani, 2014).

62
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4. Bagan penyiapan sampel

Daging buah salak

Dicuci dari pengotor, ditiriskan


Diiris tipis-tipis
Ditimbang berat basahnya (3 kg)
Dikeringkan di lemari pengering
Ditimbang berat keringnya (615 g)

Simplisia

Dihaluskan dengan blender


Disimpan dalam wadah yang
tertutup rapat sebelum digunakan
Serbuk Simplisia

Pembuatan ekstrak

Skrinning fitokimia

Senyawa golongan :

• Alkaloid
• Glikosida
• Flavonoid
• Steroid/Triterpenoid
• Saponin
• Tanin

63
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 5. Bagan pembuatan ekstrak etanol buah salak

570 g serbuk simplisia

Dimasukkan ke dalam wadah


Ditambahkan dengan 75 bagian etanol
80% (4,2 L)
Dibiarkan selama 5 hari terlindung
dari cahaya, sambil sesekali diaduk
Disaring

Ampas Maserat I

Dicuci dengan etanol 80% hingga


diperoleh 100 bagian (5,7 L)
Dibiarkan selama 2 hari
terlindung dari cahaya.

Disaring

Ampas Maserat II

Disaring dan
digabungkan

Suling atau uapkan maserat


pada tekanan rendah dan
suhu tidak lebih dari 50oC
hingga konsistensi yang
dikehendaki

Ekstrak kental (315 g)

64
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 6. Perhitungan rendemen ekstrak buah salak

Rendemen dari ekstrak dihitung dengan rumus :

berat ekstrak yang diperoleh (g)


% Rendemen = x100%
berat bahan yang diekstrak (g)

315
% Rendemen = x 100% = 55,26 %
570

Lampiran 7. Perhitungan hasil karakterisasi simplisia buah salak

1. Perhitungan penetapan kadar abu total simplisia buah salak

No Berat sampel (g) Berat abu (g) Kadar abu (%)


1 2 0, 06 3%
2 2,10 0,06 2,86%
3 2,02 0, 04 1,98%
0,06 𝑔𝑟𝑎𝑚
Kadar abu I = x 100% = 3%
2 𝑔𝑟𝑎𝑚
0,06𝑔𝑟𝑎𝑚
Kadar abu II = x 100% = 2,86%
2,1 𝑔𝑟𝑎𝑚

0,04𝑔𝑟𝑎𝑚
Kadar abu III = x 100%= 1,98%
2,02 𝑔𝑟𝑎𝑚

3% +2,86%+1,98%
Rata-rata kadar abu total = = 2,61%
3

2. Penetapan kadar abu tidak larut asam

No Berat sampel Berat abu (g) Kadar abu tidak


larut asam (%)
1 2 0,01 0,5 %
2 2,10 0,00 0%
3 2,02 0,01 0,49 %

0,01
Kadar abu tidak larut asam = x 100% = 0,5 %
2

65
Universitas Sumatera Utara
0,00
Kadar abu tidak larut asam = x 100% = 0 %
2,10
0,01
Kadar abu tidak larut asam = x 100% = 0,49 %
2,02
0,5% +0%+0,49%
Rata-rata kadar abu total = = 0,33%
3

3. Perhitungan penetapan kadar air

No Berat sampel Volume air (ml) Kadar air (%)

1 5 0,5 10%
2 5 0,4 8%
3 5,01 0,5 9,98%
0,4 𝑚𝑙
Kadar air 1 = x 100 % = 10%
5𝑔
0,5 𝑚𝑙
Kadar air 2 = x 100% = 8%
5𝑔
0,5 𝑚𝑙
Kadar air 3 = x 100% = 9,98%
5,01 𝑔

10%+8%+9,98%
Kadar air rata-rata = = 9,33%
3

4. Perhitungan penetapan kadar sari yang larut dalam air

No Berat sampel Berat sari (g) Kadar air (%)

1 5 0,664 66,5%
2 5 0,696 69,5%
3 5 0,65 65%
0,664 𝑔 100
Kadar sari larut dalam air 1 = x x 100 % = 66,5%
5𝑔 20
0,696 𝑔 100
Kadar sari larut dalam air 2 = x x 100 % = 69,5%
5𝑔 20
0,65 𝑔 100
Kadar sari larut dalam air 3 = x x 100 % = 65%
5𝑔 20

(66,5+69,5+65)%
Kadar sari larut dalam air rata-rata = = 67%
3

66
Universitas Sumatera Utara
5. Perhitungan penetapan kadar sari yang larut dalam etanol

No Berat sampel Berat sari (g) Kadar etanol (%)


1 5 0,30 30%
2 5 0,39 39%
3 5 0,40 40%

0,30 𝑔 100
Kadar sari larut dalam etanol 1 = x x 100 % = 30%
5𝑔 20
0,39 𝑔 100
Kadar sari larut dalam etanol 2 = x x 100 % = 39%
5𝑔 20
0,40 𝑔 100
Kadar sari larut dalam etanol 3 = x x 100 % = 40%
5𝑔 20

(30+39+40)%
Kadar sari larut dalam etanol rata-rata = = 36,3%
3

67
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 8. Bagan pembuatan krim ekstrak etanol buah salak

Fase Minyak (asam stearat, Fase Air (sorbitol, propilen


setil alkohol) glikol, trietanolamin dan metil
paraben)

Masukkan kedalam cawan, Larutkan di dalam air panas


dilebur di atas penangas air (±70oC)

Masukkan massa I ke dalam


lumpang panas, lalu masukkan
massa II digerus konstan sampai
terbentuk massa krim

Massa krim terbentuk

Dicampur massa krim dengan


Tambahkan 3 tetes parfum,
ekstrak etanol buah salak (1g, 3g,
homogenkan sampai terbentuk
dan 5g) sedikit demi sedikit,
massa krim.
digerus sampai terbentuk krim
yang homogen

Tambahkan 3 tetes parfum, Krim tanpa ekstrak etanol


homogenkan sampai terbentuk buah salak (blanko)
massa krim.

Krim ekstrak etanol buah salak 1%,


3%, 5%

68
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 9. Contoh surat pernyataan sukarelawan

SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN IKUT SERTA


DALAM PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini


Nama lengkap :
Umur :
Alamat :

Telah mendapat penjelasan secukupnya bahwa wajah saya akan digunakan


sebagai daerah yang akan diuji. Setelah mendapat penjelasan secukupnya tentang
manfaat penelitian ini maka saya menyatakan SETUJU untuk ikut serta dalam
penelitian AIDA FITRI HASIBUAN dengan judul “FORMULASI DAN UJI
EFEKTIVITAS KRIM ANTI-AGING EKSTRAK ETANOL BUAH SALAK
(Salacca zalacca (Gaertner) Voss.)” sebagai usaha untuk mengetahui apakah
sediaan krim yang dihasilkan mampu memberikan efek anti penuaan. Saya
menyatakan sukarela dan bersedia untuk mengikuti prosedur penelitian yang telah
ditetapkan.
Persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan
dari pihak manapun. Demikian surat pernyataan ini dibuat untuk dapat
dipergunakan sebagaimana mestinya.

Medan, Maret 2018


Sukarelawan

Nama lengkap
NIM

69
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 10. Gambar alat-alat penelitian

A B

C D

70
Universitas Sumatera Utara
E F

Keterangan: A: Timbangan
B: Rotary evaporator
C: pH Meter
D: Neraca analitik
E: Moisture checker
F: Skin Analyzer

71
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 11. Gambar sediaan krim setelah dibuat dan setelah disimpan selama
12 minggu pada suhu kamar

F0 F1 F2 F3

F0 F1 F2 F3

Keterangan: A: Sediaan krim setelah dibuat


B: Sediaan krim setelah disimpan selama 12 minggu pada suhu
kamar
F0: Blanko (dasar krim tanpa ekstrak buah salak)
F1: Krim ekstrak buah salak 1%
F2: Krim ekstrak buah salak 3%
F3: Krim ekstrak buah salak 5%

72
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 12. Gambar hasil uji homogenitas dan tipe emulsi sediaan krim

F0 F1 F2 F3
B
Keterangan: A: Hasil uji homogenitas
B: Hasil penentuan tipe emulsi (Metil biru dan pengenceran)

73
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 13. Gambar pemakaian krim pada wajah sukarelawan

74
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 14. Gambar pengujian iritasi pada sukarelawan

75
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 15. Contoh hasil pengukuran menggunakan alat skin analyzer pada
wajah sukarelawan

• Hasil pengukuran kadar air (moisture)


Kondisi awal

Pemakaian minggu 1

Pemakaian minggu 2

Pemakaian minggu 3

Pemakaian minggu 4

76
Universitas Sumatera Utara
• Hasil pengukuran kehalusan (evenness)

Kondisi awal Pemakaian minggu 1

Pemakaian minggu 2 Pemakaian minggu 3

Pemakaian minggu 4

77
Universitas Sumatera Utara
• Hasil pengukuran pori (pore)

Kondisi awal

Pemakaian minggu 1

78
Universitas Sumatera Utara
Pemakaian minggu 2

Pemakaian minggu 3

Pemakaian minggu 4

79
Universitas Sumatera Utara
• Hasil pengukuran noda (spot)

Kondisi awal

Pemakaian minggu 1

Pemakaian minggu 2

80
Universitas Sumatera Utara
Pemakaian minggu 3

Pemakaian minggu 4

81
Universitas Sumatera Utara
• Hasil pengukuran keriput (wrinkle)

Kondisi awal

Pemakaian minggu 1

82
Universitas Sumatera Utara
Pemakaian minggu 2

Pemakaian minggu 3

83
Universitas Sumatera Utara
Pemakaian minggu 4

84
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 16. Data hasil uji statistik
• Kadar air (moisture)
Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
jenis
formula Statistic Df Sig. Statistic df Sig.

kondisi awal blanko .282 3 . .936 3 .510

1% .385 3 . .750 3 .000

3% .385 3 . .750 3 .000

5% .385 3 . .750 3 .000

minggu 1 blanko .282 3 . .936 3 .510

1% .175 3 . 1.000 3 1.000

3% .292 3 . .923 3 .463

5% .253 3 . .964 3 .637

minggu 2 blanko .321 3 . .881 3 .328

1% .385 3 . .750 3 .000

3% .175 3 . 1.000 3 1.000

5% .253 3 . .964 3 .637

minggu 3 blanko .292 3 . .923 3 .463

1% .175 3 . 1.000 3 1.000

3% .175 3 . 1.000 3 1.000

5% .385 3 . .750 3 .000

minggu 4 blanko .282 3 . .936 3 .510

1% .385 3 . .750 3 .000

3% .175 3 . 1.000 3 1.000

5% .385 3 . .750 3 .000

a. Lilliefors Significance Correction

85
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 16. (Lanjutan)
Kruskal wallis Test

Test Statisticsa,b

kondisi awal minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4

Chi-Square 4.217 5.260 5.163 3.275 8.186

df 3 3 3 3 3

Asymp. Sig. .239 .154 .160 .351 .042

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: jenis formula

Mann-Whitney
Blanko – Krim 1%

Test Statisticsb

kondisi awal minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4

Mann-Whitney U 4.000 2.500 2.000 2.500 2.000

Wilcoxon W 10.000 8.500 8.000 8.500 8.000

Z -.232 -.886 -1.159 -.886 -1.159

Asymp. Sig. (2-tailed) .817 .376 .246 .376 .246

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000a .400a .400a .400a .400a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: jenis formula

Blanko – Krim 3%

Test Statisticsb

kondisi awal minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4

Mann-Whitney U 4.000 2.500 1.500 1.500 .500

Wilcoxon W 10.000 8.500 7.500 7.500 6.500

Z -.221 -.886 -1.328 -1.328 -1.771

Asymp. Sig. (2-tailed) .825 .376 .184 .184 .077

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000a .400a .200a .200a .100a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: jenis formula

86
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 16. (Lanjutan)
Blanko – Krim 5%

Test Statisticsb

kondisi awal minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4

Mann-Whitney U 3.000 3.000 4.000 2.000 .000

Wilcoxon W 9.000 9.000 10.000 8.000 6.000

Z -.664 -.655 -.218 -1.159 -1.993

Asymp. Sig. (2-tailed) .507 .513 .827 .246 .046

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .700a .700a 1.000a .400a .100a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: jenis formula

Krim 1% - Krim 3%

Test Statisticsb

kondisi awal minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4

Mann-Whitney U 3.000 3.500 3.500 2.000 1.000

Wilcoxon W 9.000 9.500 9.500 8.000 7.000

Z -.674 -.443 -.471 -1.124 -1.623

Asymp. Sig. (2-tailed) .500 .658 .637 .261 .105

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .700a .700a .700a .400a .200a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: jenis formula

Krim 1% - Krim 5%

Test Statisticsb

kondisi awal minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4

Mann-Whitney U .000 .000 .500 2.500 .000

Wilcoxon W 6.000 6.000 6.500 8.500 6.000

Z -2.023 -1.964 -1.798 -.943 -2.023

Asymp. Sig. (2-tailed) .043 .050 .072 .346 .043

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .100a .100a .100a .400a .100a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: jenis formula

87
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 16. (Lanjutan)
Krim 3% - Krim 5%

Test Statisticsb

kondisi awal minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4

Mann-Whitney U .000 .000 .500 3.500 2.500

Wilcoxon W 6.000 6.000 6.500 9.500 8.500

Z -2.023 -1.964 -1.771 -.471 -.943

Asymp. Sig. (2-tailed) .043 .050 .077 .637 .346

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .100a .100a .100a .700a .400a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: jenis formula

88
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 16. (Lanjutan)
• Kehalusan (evenness)
Tests of Normalityb,c

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
jenis
formula Statistic Df Sig. Statistic df Sig.

kondisi awal blanko .253 3 . .964 3 .637

1% .385 3 . .750 3 .000

3% .385 3 . .750 3 .000

5% .314 3 . .893 3 .363

minggu 1 blanko .253 3 . .964 3 .637

1% .385 3 . .750 3 .000

3% .385 3 . .750 3 .000

5% .337 3 . .855 3 .253

minggu 2 blanko .292 3 . .923 3 .463

1% .385 3 . .750 3 .000

3% .385 3 . .750 3 .000

5% .343 3 . .842 3 .220

minggu 3 blanko .175 3 . 1.000 3 1.000

3% .385 3 . .750 3 .000

5% .385 3 . .750 3 .000

minggu 4 blanko .253 3 . .964 3 .637

3% .385 3 . .750 3 .000

5% .328 3 . .871 3 .298

a. Lilliefors Significance Correction

b. minggu 3 is constant when jenis formula = 1%. It has been omitted.

c. minggu 4 is constant when jenis formula = 1%. It has been omitted.

89
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 16. (Lanjutan)
Kruskal Wallis Test

Test Statisticsa,b

kondisi awal minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4

Chi-Square 9.773 7.319 6.019 5.217 8.141

df 3 3 3 3 3

Asymp. Sig. .021 .062 .111 .157 .043

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: jenis formula

Mann-Whitney
Blanko – Krim 1%

Test Statisticsb

kondisi awal minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4

Mann-Whitney U .000 .000 .000 .000 .000

Wilcoxon W 6.000 6.000 6.000 6.000 6.000

Z -1.993 -1.993 -1.993 -2.087 -2.087

Asymp. Sig. (2-tailed) .046 .046 .046 .037 .037

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .100a .100a .100a .100a .100a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: jenis formula

Blanko –Krim 3%

Test Statisticsb

kondisi awal minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4

Mann-Whitney U .000 .000 .000 .500 .500

Wilcoxon W 6.000 6.000 6.000 6.500 6.500

Z -1.993 -1.993 -1.993 -1.798 -1.798

Asymp. Sig. (2-tailed) .046 .046 .046 .072 .072

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .100a .100a .100a .100a .100a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: jenis formula

90
Universitas Sumatera Utara
Blanko – Krim 5%

Test Statisticsb

kondisi awal minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4

Mann-Whitney U .000 .000 2.000 4.000 3.000

Wilcoxon W 6.000 6.000 8.000 10.000 9.000

Z -1.964 -1.964 -1.124 -.221 -.655

Asymp. Sig. (2-tailed) .050 .050 .261 .825 .513

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .100a .100a .400a 1.000a .700a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: jenis formula

Krim 1% - Krim 3%

Test Statisticsb

kondisi awal minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4

Mann-Whitney U 2.000 2.000 1.000 .000 .000

Wilcoxon W 8.000 8.000 7.000 6.000 6.000

Z -1.291 -1.291 -1.650 -2.121 -2.121

Asymp. Sig. (2-tailed) .197 .197 .099 .034 .034

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .400a .400a .200a .100a .100a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: jenis formula

Krim 1% – Krim 5%

Test Statisticsb

kondisi awal minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4

Mann-Whitney U .000 4.000 3.000 3.000 .000

Wilcoxon W 6.000 10.000 9.000 9.000 6.000

Z -1.993 -.232 -.664 -.707 -2.087

Asymp. Sig. (2-tailed) .046 .817 .507 .480 .037

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .100a 1.000a .700a .700a .100a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: jenis formula

91
Universitas Sumatera Utara
Krim 3% - Krim 5%

Test Statisticsb

kondisi awal minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4

Mann-Whitney U .500 3.500 3.000 3.000 2.000

Wilcoxon W 6.500 9.500 9.000 9.000 8.000

Z -1.798 -.471 -.664 -.674 -1.159

Asymp. Sig. (2-tailed) .072 .637 .507 .500 .246

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .100a .700a .700a .700a .400a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: jenis formula

92
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 16. Lanjutan
• Pori (pore)
Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
jenis
formula Statistic Df Sig. Statistic df Sig.

kondisi awal blanko .276 3 . .942 3 .537

1% .292 3 . .923 3 .463

3% .385 3 . .750 3 .000

5% .175 3 . 1.000 3 1.000

minggu 1 blanko .276 3 . .942 3 .537

1% .292 3 . .923 3 .463

3% .385 3 . .750 3 .000

5% .385 3 . .750 3 .000

minggu 2 blanko .253 3 . .964 3 .637

1% .292 3 . .923 3 .463

3% .385 3 . .750 3 .000

5% .253 3 . .964 3 .637

minggu 3 blanko .328 3 . .871 3 .298

1% .292 3 . .923 3 .463

3% .385 3 . .750 3 .000

5% .292 3 . .923 3 .463

minggu 4 blanko .328 3 . .871 3 .298

1% .253 3 . .964 3 .637

3% .337 3 . .855 3 .253

5% .385 3 . .750 3 .000

a. Lilliefors Significance Correction

93
Universitas Sumatera Utara
Kruskal Wallis Test

Test Statisticsa,b

kondisi awal minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4

Chi-Square 6.624 7.399 7.780 8.973 8.875

df 3 3 3 3 3

Asymp. Sig. .085 .060 .051 .030 .031

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: jenis formula

Mann-Whitney
Blanko – Krim 1%

Test Statisticsb

kondisi awal minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4

Mann-Whitney U .000 .000 .000 .000 .000

Wilcoxon W 6.000 6.000 6.000 6.000 6.000

Z -1.964 -1.964 -1.964 -1.964 -1.964

Asymp. Sig. (2-tailed) .050 .050 .050 .050 .050

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .100a .100a .100a .100a .100a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: jenis formula

Blanko – Krim 3%

Test Statisticsb

kondisi awal minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4

Mann-Whitney U .000 .000 .000 1.000 2.500

Wilcoxon W 6.000 6.000 6.000 7.000 8.500

Z -1.993 -1.993 -1.993 -1.550 -.886

Asymp. Sig. (2-tailed) .046 .046 .046 .121 .376

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .100a .100a .100a .200a .400a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: jenis formula

94
Universitas Sumatera Utara
Blanko – krim 5%

Test Statisticsb

kondisi awal minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4

Mann-Whitney U .000 .000 1.500 .500 .000

Wilcoxon W 6.000 6.000 7.500 6.500 6.000

Z -1.964 -1.993 -1.328 -1.771 -1.993

Asymp. Sig. (2-tailed) .050 .046 .184 .077 .046

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .100a .100a .200a .100a .100a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: jenis formula

Krim 1% - Krim 3%

Test Statisticsb

kondisi awal minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4

Mann-Whitney U 3.500 3.500 3.000 2.000 1.500

Wilcoxon W 9.500 9.500 9.000 8.000 7.500

Z -.471 -.471 -.696 -1.107 -1.328

Asymp. Sig. (2-tailed) .637 .637 .487 .268 .184

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .700a .700a .700a .400a .200a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: jenis formula

Krim 1% - Krim 5%

Test Statisticsb

kondisi awal minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4

Mann-Whitney U 4.000 2.000 .500 .000 .000

Wilcoxon W 10.000 8.000 6.500 6.000 6.000

Z -.225 -1.107 -1.771 -1.964 -1.993

Asymp. Sig. (2-tailed) .822 .268 .077 .050 .046

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000a .400a .100a .100a .100a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: jenis formula

95
Universitas Sumatera Utara
Krim 3% - Krim 5%

Test Statisticsb

kondisi awal minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4

Mann-Whitney U 4.000 2.000 1.500 .000 .000

Wilcoxon W 10.000 8.000 7.500 6.000 6.000

Z -.232 -1.124 -1.348 -1.993 -1.993

Asymp. Sig. (2-tailed) .817 .261 .178 .046 .046

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000a .400a .200a .100a .100a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: jenis formula

96
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 16. Lanjutan
• Noda (spot)
Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
jenis
formula Statistic Df Sig. Statistic df Sig.

kondisi awal blanko .253 3 . .964 3 .637

1% .314 3 . .893 3 .363

3% .337 3 . .855 3 .253

5% .292 3 . .923 3 .463

minggu 1 blanko .253 3 . .964 3 .637

1% .314 3 . .893 3 .363

3% .385 3 . .750 3 .000

5% .204 3 . .993 3 .843

minggu 2 blanko .253 3 . .964 3 .637

1% .385 3 . .750 3 .000

3% .385 3 . .750 3 .000

5% .219 3 . .987 3 .780

minggu 3 blanko .292 3 . .923 3 .463

1% .385 3 . .750 3 .000

3% .385 3 . .750 3 .000

5% .304 3 . .907 3 .407

minggu 4 blanko .292 3 . .923 3 .463

1% .385 3 . .750 3 .000

3% .337 3 . .855 3 .253

5% .292 3 . .923 3 .463

a. Lilliefors Significance Correction

97
Universitas Sumatera Utara
Kruskal Wallis Test

Test Statisticsa,b

kondisi awal minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4

Chi-Square 9.425 9.173 7.320 6.885 7.665

df 3 3 3 3 3

Asymp. Sig. .024 .027 .062 .076 .053

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: jenis formula

Mann-Whitney
Blanko – Krim 1%

Test Statisticsb

kondisi awal minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4

Mann-Whitney U .000 .000 .000 .000 .000

Wilcoxon W 6.000 6.000 6.000 6.000 6.000

Z -1.964 -1.964 -1.993 -1.993 -1.993

Asymp. Sig. (2-tailed) .050 .050 .046 .046 .046

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .100a .100a .100a .100a .100a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: jenis formula

Blanko – Krim 3%

Test Statisticsb

kondisi awal minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4

Mann-Whitney U .000 .000 2.000 3.000 3.000

Wilcoxon W 6.000 6.000 8.000 9.000 9.000

Z -1.964 -1.993 -1.107 -.696 -.655

Asymp. Sig. (2-tailed) .050 .046 .268 .487 .513

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .100a .100a .400a .700a .700a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: jenis formula

98
Universitas Sumatera Utara
Blanko – Krim 5%

Test Statisticsb

kondisi awal minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4

Mann-Whitney U .000 .000 .000 .000 .000

Wilcoxon W 6.000 6.000 6.000 6.000 6.000

Z -1.964 -1.964 -1.964 -1.964 -1.964

Asymp. Sig. (2-tailed) .050 .050 .050 .050 .050

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .100a .100a .100a .100a .100a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: jenis formula

Krim 1% - Krim 3%

Test Statisticsb

kondisi awal minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4

Mann-Whitney U 4.000 4.000 2.500 3.000 1.000

Wilcoxon W 10.000 10.000 8.500 9.000 7.000

Z -.225 -.232 -.913 -.674 -1.623

Asymp. Sig. (2-tailed) .822 .817 .361 .500 .105

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000a 1.000a .400a .700a .200a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: jenis formula

Krim 1% - Krim 5%

Test Statisticsb

kondisi awal minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4

Mann-Whitney U .000 .000 1.000 1.000 2.000

Wilcoxon W 6.000 6.000 7.000 7.000 8.000

Z -1.964 -1.964 -1.550 -1.623 -1.159

Asymp. Sig. (2-tailed) .050 .050 .121 .105 .246

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .100a .100a .200a .200a .400a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: jenis formula

99
Universitas Sumatera Utara
Krim 3% - Krim 5%

Test Statisticsb

kondisi awal minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4

Mann-Whitney U .000 .500 1.000 1.000 .500

Wilcoxon W 6.000 6.500 7.000 7.000 6.500

Z -1.964 -1.798 -1.550 -1.550 -1.771

Asymp. Sig. (2-tailed) .050 .072 .121 .121 .077

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .100a .100a .200a .200a .100a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: jenis formula

100
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 16. Lanjutan
• Keriput (wrinkle)
Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
jenis
formula Statistic Df Sig. Statistic df Sig.

kondisi awal blanko .175 3 . 1.000 3 1.000

1% .175 3 . 1.000 3 1.000

3% .385 3 . .750 3 .000

5% .385 3 . .750 3 .000

minggu 1 blanko .385 3 . .750 3 .000

1% .175 3 . 1.000 3 1.000

3% .175 3 . 1.000 3 1.000

5% .385 3 . .750 3 .000

minggu 2 blanko .385 3 . .750 3 .000

1% .385 3 . .750 3 .000

3% .253 3 . .964 3 .637

5% .292 3 . .923 3 .463

minggu 3 blanko .385 3 . .750 3 .000

1% .385 3 . .750 3 .000

3% .253 3 . .964 3 .637

5% .204 3 . .993 3 .843

minggu 4 blanko .385 3 . .750 3 .000

1% .385 3 . .750 3 .000

3% .253 3 . .964 3 .637

5% .219 3 . .987 3 .780

a. Lilliefors Significance Correction

101
Universitas Sumatera Utara
Kruskal Wallis Test

Test Statisticsa,b

kondisi awal minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4

Chi-Square 10.458 9.596 9.599 8.996 7.876

df 3 3 3 3 3

Asymp. Sig. .015 .022 .022 .029 .049

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: jenis formula

Mann-Whitney
Blanko – Krim 1%

Test Statisticsb

kondisi awal minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4

Mann-Whitney U .000 .000 .000 .000 1.000

Wilcoxon W 6.000 6.000 6.000 6.000 7.000

Z -1.964 -1.993 -2.023 -2.023 -1.650

Asymp. Sig. (2-tailed) .050 .046 .043 .043 .099

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .100a .100a .100a .100a .200a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: jenis formula

Blanko – Krim 3%

Test Statisticsb

kondisi awal minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4

Mann-Whitney U .000 .000 .000 1.000 3.500

Wilcoxon W 6.000 6.000 6.000 7.000 9.500

Z -1.993 -1.993 -1.993 -1.623 -.449

Asymp. Sig. (2-tailed) .046 .046 .046 .105 .653

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .100a .100a .100a .200a .700a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: jenis formula

102
Universitas Sumatera Utara
Blanko – Krim 5%

Test Statisticsb

kondisi awal minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4

Mann-Whitney U .000 .000 .000 .000 .000

Wilcoxon W 6.000 6.000 6.000 6.000 6.000

Z -1.993 -2.023 -1.993 -1.993 -1.993

Asymp. Sig. (2-tailed) .046 .043 .046 .046 .046

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .100a .100a .100a .100a .100a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: jenis formula

Krim 1% - Krim 3%

Test Statisticsb

kondisi awal minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4

Mann-Whitney U .000 3.000 3.500 3.500 2.000

Wilcoxon W 6.000 9.000 9.500 9.500 8.000

Z -1.993 -.674 -.471 -.449 -1.159

Asymp. Sig. (2-tailed) .046 .500 .637 .653 .246

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .100a .700a .700a .700a .400a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: jenis formula

Krim 1% - Krim 5%

Test Statisticsb

kondisi awal minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4

Mann-Whitney U .000 .000 .000 .000 .000

Wilcoxon W 6.000 6.000 6.000 6.000 6.000

Z -1.993 -1.993 -1.993 -1.993 -1.993

Asymp. Sig. (2-tailed) .046 .046 .046 .046 .046

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .100a .100a .100a .100a .100a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: jenis formula

103
Universitas Sumatera Utara
Krim 3% - Krim 5%

Test Statisticsb

kondisi awal minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4

Mann-Whitney U .000 .000 .000 .000 .000

Wilcoxon W 6.000 6.000 6.000 6.000 6.000

Z -2.023 -1.993 -1.964 -1.964 -1.964

Asymp. Sig. (2-tailed) .043 .046 .050 .050 .050

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .100a .100a .100a .100a .100a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: jenis formula

104
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai