Anda di halaman 1dari 92

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Fakultas Farmasi Skripsi Sarjana

2018

Studi Pembuatan Sediaan Kapsul dari


Ekstrak Rimpang Temulawak (Curcuma
xanthorrhiza Roxb.)

Ghiyats, Audry Mulia Al

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/1266
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
STUDI PEMBUATAN SEDIAAN KAPSUL DARI EKSTRAK
RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
DENGAN BEBERAPA JENIS GRANUL BAHAN PENGISI

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh


gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara

OLEH:
AUDRY MULIA AL GHIYATS
NIM 121501160

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

Universitas Sumatera Utara


STUDI PEMBUATAN SEDIAAN KAPSUL DARI EKSTRAK
RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
DENGAN BEBERAPA JENIS GRANUL BAHAN PENGISI

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh


gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara

OLEH:
AUDRY MULIA AL GHIYATS
NIM 121501160

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

Universitas Sumatera Utara


PENGESAHAN SKRIPSI

STUDI PEMBUATAN SEDIAAN KAPSUL DARI EKSTRAK


RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
DENGAN BEBERAPA JENIS GRANUL BAHAN PENGISI
OLEH:
AUDRY MULIA AL GHIYATS
NIM 121501160

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi


Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada Tanggal : 20 Juli 2017

Disetujui Oleh:
Pembimbing I, Panitia Penguji,

Drs. Agusmal Dalimunthe, M.S., Apt. Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt.
NIP 195406081983031005 NIP 195201171980031002

Drs. Agusmal Dalimunthe, M.S., Apt.


Pembimbing II, NIP 195406081983031005

Popi Patilaya, S.Si., M.Sc., Apt. Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt.


NIP 197812052010121004 NIP 196005111989022001

Popi Patilaya, S.Si., M.Sc., Apt.


NIP 197812052010121004

Medan, Januari 2018


Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
Dekan,

Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt.


NIP 195707231986012001

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

karunia yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi

yang berjudul Studi Pembuatan Sediaan Kapsul dari Ekstrak Rimpang

Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.). Skripsi ini diajukan sebagai salah

satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara.

Temulawak merupakan salah satu tumbuhan obat Indonesia yang memiliki

banyak khasiat dan telah dibuat dalam beberapa bentuk sediaan, salah satu sediaan

yang banyak dibuat ialah dalam bentuk kapsul. Sediaan kapsul yang beredar di

pasaran sebagian besar menggunakan pengisi serbuk. Tujuan penelitian ini adalah

memformulasikan sediaan kapsul ekstrak temulawak dengan variasi jenis bahan

pengisi dalam bentuk granul dan menguji formula mana yang menunjukkan hasil

evaluasi terbaik. Dari ketujuh formula semuanya memenuhi kriteria persyaratan

evaluasi sediaan kapsul, namun bahan pengisi berupa avicel ph 102 merupakan

yang paling efisien karena proses pengerjaannya yang lebih mudah dan singkat.

Penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat dan bisa dijadikan referensi

untuk peneliti selanjutnya terutama yang berkaitan dengan ekstrak temulawak.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada Bapak Drs. Agusmal Dalimunthe, M.S., Apt., dan Bapak Popi

Patilaya, S.Si., M.Sc., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan

bimbingan selama penelitian dan penulisan skripsi ini berlangsung. Ucapan terima

kasih juga disampaikan kepada Ibu Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku Dekan

iv
Universitas Sumatera Utara
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Penulis juga mengucapkan terima

kasih kepada Bapak Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt., selaku ketua penguji dan Ibu

Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt., selaku anggota penguji yang telah memeberikan

saran untuk menyempurnakan skripsi ini, dan Ibu Dr. Sumaiyah, M.Si., Apt.,

selaku dosen pembimbing akademik serta Bapak dan Ibu dosen Fakultas Farmasi

USU yang telah banyak membimbing penulis selama masa perkuliahan hingga

selesai.

Penulis juga mempersembahkan terima kasih yang tak terhingga kepada

keluarga tercinta, Ayahanda Muslim dan Ibunda Eliyati yang telah memberikan

cinta dan kasih sayang yang tidak ternilai dengan apapun, pengorbanan baik

materi maupun motivasi beserta doa yang tulus yang tidak pernah berhenti. Adik-

adikku tercinta Emir Khaddafi dan Mufidah Adzkiya, serta seluruh keluarga yang

selalu mendoakan dan memberikan semangat. Penulis juga mengucapkan terima

kasih kepada sahabat farmasi angkatan 2012 yang selalu mendoakan dan

memberi semangat tiada henti kepada penulis.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi

pengembangan ilmu pengetahuan terutama di bidang farmasi.

Medan, Juli 2017


Penulis,

Audry Mulia Al Ghiyats


NIM 121501160

v
Universitas Sumatera Utara
SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama : Audry Mulia Al Ghiyats
Nomor Induk Mahasiswa : 121501160
Program Studi : S-1 Reguler
Judul Skripsi : STUDI PEMBUATAN SEDIAAN KAPSUL DARI
EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma
xanthorrhiza Roxb.) DENGAN BEBERAPA JENIS
GRANUL BAHAN PENGISI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini ditulis berdasarkan data dari
hasil pekerjaan yang saya lakukan sendiri, dan belum pernah diajukan oleh orang
lain untuk memperoleh gelar keserjanaan di perguruan tinggi lain, dan bukan
plagiat karena kutipan yang ditulis telah disebutkan sumbernya di dalam daftar
pustaka.
Apabila dikemudian hari ada pengaduan dari pihak lain karena di dalam
skripsi ini ditemukan plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia
menerima sanksi apapun oleh Program Studi Fakultas Farmasi Universitas
Sumatera Utara, dan bukan menjadi tanggung jawab pembimbing.
Demikian surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya untuk
dapat digunakan jika diperlukan sebagaimana mestinya.

Medan, Juli 2017


Yang membuat pernyataan,

Audry Mulia Al Ghiyats


NIM 121501160

vi
Universitas Sumatera Utara
STUDI PEMBUATAN SEDIAAN KAPSUL DARI EKSTRAK RIMPANG
TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb) DENGAN BEBERAPA
JENIS GRANUL BAHAN PENGISI

ABSTRAK

Latar Belakang : Temulawak merupakan salah satu tumbuhan obat Indonesia


yang memiliki banyak khasiat, dalam meningkatkan minat masyarakat terhadap
temulawak dibutuhkan pengembangan sediaan yang lebih baik agar tercipta
sediaan farmasi yang lebih berkualitas. Sediaan kapsul ekstrak temulawak yang
tersedia di apotek, bahan pengisi yang digunakan sebagian besar berupa serbuk
yang memiliki sifat alir yang kurang baik. Peneliti ingin mencoba
memformulasikan sediaan kapsul ekstrak rimpang temulawak dengan variasi jenis
bahan pengisi dalam bentuk granul.
Tujuan : Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah bahan pengisi
berupa granul dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengisi sediaan kapsul dari
ekstrak kering temulawak serta untuk mengetahui formula yang memberikan hasil
terbaik terhadap evaluasi sediaan kapsul ekstrak temulawak.
Metode: Ekstrak kering diperoleh dengan maserasi menggunakan pelarut etanol
96% kemudian dikeringkan dengan amilum dengan perbandingan ekstrak dan
amilum 1:2. Pembuatan kapsul dengan cara bahan pengisi dibuat dalam bentuk
granul dengan berbagai mesh sebanyak 7 formula, yaitu granul amilum (mesh 20
dan mesh 40), granul laktosa (mesh 20 dan mesh 40), granul amilum-laktosa sama
banyak (mesh 20 dan mesh 40), dan granul avicel mesh 40. Kemudian bahan
pengisi dicampurkan dengan ekstrak kering rimpang temulawak untuk kemudian
dimasukkan kedalam kapsul. Selanjutnya dilakukan uji preformulasi terhadap
granul serta uji evaluasi kapsul.
Hasil : Hasil percobaan menunjukkan semua formula memenuhi persyaratan uji
preformulasi yakni indeks tap, sudut diam dan waktu alir. Uji evaluasi kapsul
diperoleh hasil keseragaman bobot menunjukkan penyimpangan bobot pada
kolom A1 dan A2 berada pada rentang antara 1,69% sampai 4,89% dan 0,63%
sampai 3,87%, dan pada kolom B berada pada rentang antara 1,69% sampai
4,89%. Waktu hancur berkisar antara 6,01 menit sampai 10,50 menit. Semua
formula memenuhi kriteria persyaratan evaluasi sediaan kapsul sesuai dengan
yang tertera pada Farmakope Indonesia edisi tiga. Granul avicel merupakan
formula dengan cara pembuatan yang paling efisien karena proses pengerjaannya
yang paling mudah dan singkat.
Kesimpulan : Dari hasil evaluasi yang diperoleh, semua formula memenuhi
persyaratan evaluasi sediaan kapsul sesuai dengan yang tertera pada Farmakope
Indonesia edisi tiga, namun bahan pengisi berupa avicel merupakan formula
dengan cara pembuatan yang paling efisien.

Kata kunci: Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.), kapsul, granul


pengisi,amilum, laktosa, avicel.

vii
Universitas Sumatera Utara
PREPARATION STUDY OF RHIZOME JAVA TURMERIC (Curcuma
xanthorrhiza Roxb) EXTRACT CAPSULE WITH SEVERAL TYPES OF
GRANUL FILLER

ABSTRACT

Background: Java turmeric is one of Indonesia medicinal plants with a lot of


effication, in increase public interest of java turmeric, requires the development of
the formulation to be better to create more quality pharmaceutical product. Java
turmeric extract capsule was available in pharmacies, most of the fillers used are
powders which had poorly flow rate. Researchers want to try to formulate java
turmeric extract capsule with several types of fillers in granules.
Purpose: The purpose of this study is to find out whether fillers form of granules
can be used as fillers of java turmeric extract capsule, and also to know which
formula gives best results of evaluation java turmeric extract capsule.
Methods: The dried extract was obtained by maceration using 96% ethanol then
dried with starch with ratio of extract : starch 1:2. Preparation of 7 formulas
capsules by using the filler in granule form with various mesh, starch granule
(mesh 20 and mesh 40), lactose granule (mesh 20 and mesh 40), same amount of
starch-lactose granule (mesh 20 and mesh 40), and avicel granule mesh 40. Then
the filler was mixed with dried java turmeric extract to put into capsules. Then the
granule were preformulation evaluated and capsule was evaluated.
Results: The result of experiment shows that all formula fulfill the requirements
of preformulation test such as tap index, angle of repose and flow rate.
The results of capsule evaluation test were obtained, weight uniformity shows
deviation on a column A1 and A2 were in the range between 1.69% to 4.89% and
0.63% to 3.86%, and on a column B were in the range between 1.69% to 4.89%.
Disintegration time range between 6.01 minutes to 10.50 minutes. All of formulas
complied requirements of criteria evaluation capsule dosage as stated in
Farmakope Indonesia third edition. Avicel granule was a formula with the most
efficient way of making because the procesed was easiest and shortest.
Conclusion: From the evaluation results was obtained, all formula fulfill the
requirements of evaluation test capsule formula as stated in Farmakope Indonesia
third edition, but avicel granule was a formula with the most eficient way of
making.

Keywords: Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.), capsule, granule filler,


amilum, lactose, avicel

viii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL .................................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN...................................................................... iii

KATA PENGANTAR ................................................................................ iv

SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ............................................ vi

ABSTRAK .............................................................................................. vii

ABSTRACT ............................................................................................ viii

DAFTAR ISI ........................................................................................... ix

DAFTAR TABEL .................................................................................. xiv

DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xv

DAFTAR LAMPIRAN............................................................................ xvi

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah ................................................................ 3

1.3 Hipotesis................................................................................. 3

1.4 Tujuan Penelitian.................................................................... 3

1.5 Manfaat Penelitian...................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 5

2.1 Uraian tanaman .......................................................................... 5

2.1.1 Klasifikasi tanaman ............................................................ 5

2.1.2 Sinonim tanaman ................................................................ 6

2.1.3 Nama asing ......................................................................... 6

ix
Universitas Sumatera Utara
2.1.4 Nama daerah ....................................................................... 6

2.1.5 Morfologi tanaman ............................................................. 6

2.1.6 Kandungan kimia ................................................................ 7

2.1.7 Manfaat tanaman temulawak .............................................. 7

2.2 Ekstraksi ..................................................................................... 8

2.3 Uraian sediaan kapsul ................................................................. 10

2.3.1 Pengertian kapsul ................................................................ 10

2.3.2 Jenis dan ukuran kapsul ...................................................... 11

2.3.3 Metode pengisian kapsul .................................................... 12

2.4 Uraian bahan pengisi .................................................................. 13

2.4.1 Amilum manihot ................................................................. 13

2.4.2 Laktosa ............................................................................... 14

2.4.3 Selulosa mikrokristalin ....................................................... 15

2.4.4 Mg stearat ........................................................................... 15

2.4.5 Talkum ................................................................................ 15

2.5 Uji preformulasi ......................................................................... 16

2.5.1 Sudut diam granul .............................................................. 16

2.5.2 Waktu alir granul ............................................................... 16

2.5.3 Indeks tap granul ................................................................ 17

2.6 Uji evaluasi kapsul ..................................................................... 17

2.6.1 Uji keseragaman bobot ....................................................... 17

2.6.2 Uji waktu hancur ................................................................ 18

x
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN .............................................................. 19

3.1 Alat-alat yang digunakan ........................................................... 19

3.2 Bahan-bahan yang digunakan..................................................... 19

3.3 Pembuatan larutan pereaksi ........................................................ 20

3.3.1 Pembuatan larutan pereaksi ................................................ 20

3.3.1.1 Pereaksi meyer ............................................................ 20

3.3.1.2 Pereaksi natrium hidroksida 2N................................... 20

3.3.1.3 Pereaksi bouchardat .................................................... 20

3.3.1.4 Pereaksi dragendorff ................................................... 20

3.3.1.5 Pereaksi besi (III) klorida 1% ..................................... 20

3.3.1.6 Pereaksi asam klorida 2N ........................................... 21

3.3.1.7 Pereaksi timbal (II) asetat 0,4M ................................. 21

3.3.1.8 Pereaksi liebermann-burchard .................................... 21

3.3.1.9 Pereaksi molisch ......................................................... 21

3.3.1.10 Pereaksi kloralhidrat ................................................. 21

3.4 Prosedur kerja ............................................................................. 21

3.4.1 Pengumpulan bahan tanaman ............................................. 21

3.4.2 Identifikasi tanaman ............................................................ 22

3.4.3 Pembuatan simplisia ........................................................... 22

3.5 Pembuatan ekstrak ...................................................................... 22

3.6 Skrining fitokimia ....................................................................... 23

3.6.1 Pemeriksaan alkaloida ......................................................... 23

xi
Universitas Sumatera Utara
3.6.2 Pemeriksaan flavonoida ...................................................... 24

3.6.3 Pemeriksaan saponin .......................................................... 24

3.6.4 Pemeriksaan tanin ............................................................... 24

3.6.5 Pemeriksaan glikosida ........................................................ 25

3.6.6 Pemeriksaan steroida/triterpenoida .................................... 25

3.7 Formula sediaan kapsul .............................................................. 26

3.7.1 Formula kapsul ekstrak rimpang temulawak ...................... 26

3.7.2 Formula bahan pengisi ........................................................ 27

3.7.3 Pembuatan ekstrak kering temulawak ................................. 28

3.7.4 Pembuatan kapsul ekstrak temulawak ................................. 28

3.7.5 Pengisian massa granul ke cangkang kapsul ....................... 29

3.8 Uji preformulasi .......................................................................... 29

3.8.1 Sudut diam granul ............................................................... 29

3.8.2 Waktu alir granul ................................................................ 30

3.8.3 Indeks tap granul ................................................................. 30

3.9 Uji evaluasi kapsul ..................................................................... 31

3.9.1 Uji keseragaman bobot ....................................................... 31

3.9.2 Uji waktu hancur ................................................................ 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 33

4.1 Hasil identifikasi sampel ............................................................ 33

4.2 Hasil pembuatan ekstrak ............................................................ 33

4.3 Skrining fitokimia ...................................................................... 33

xii
Universitas Sumatera Utara
4.4 Uji preformulasi granul .............................................................. 34

4.4.1 Sudut diam granul .............................................................. 34

4.4.2 Waktu alir granul ................................................................ 35

4.4.3 Indeks tap granul ................................................................ 36

4.5 Uji evaluasi kapsul ..................................................................... 37

4.5.1 Uji keseragaman bobot kapsul ............................................ 37

4.5.2 Uji waktu hancur kapsul ..................................................... 38

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 41

5.1 Kesimpulan ................................................................................. 41

5.2 Saran ........................................................................................... 41

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 42

LAMPIRAN ................................................................................................. 44

xiii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Variasi kapasitas ukuran cangkang kapsul .......................................... 12

2.2 Persyaratan keseragaman bobot .......................................................... 18

3.1 Formula kapsul ekstrak rimpang temulawak per satuan kapsul........... 28

3.2 Persyaratan keseragaman bobot........................................................... 32

4.1 Hasil skrining fitokimia ekstrak rimpang temulawak.......................... 34

4.2 Hasil uji sudut diam granul ................................................................. 35

4.3 Hasil uji waktu alir granul .................................................................. 36

4.4 Hasil uji indeks tap granul .................................................................. 38

4.5 Hasil uji keseragaman bobot kapsul ................................................... 39

4.6 Hasil uji waktu hancur kapsul ............................................................ 39

xiv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

4.1 Histogram sudut diam massa granul ................................................ 35

4.2 Histogram waktu alir massa granul .................................................. 37

4.3 Histogram indeks tap massa granul .................................................. 38

4.4 Histogram waktu hancur kapsul ....................................................... 40

xv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Hasil identifikasi tumbuhan ............................................................. 44

2 Gambar tumbuhan, rimpang, dan simplisia temulawak ................... 45

3 Bagan pembuatan simplisia .............................................................. 47

4 Bagan pembuatan ekstrak etanol rimpang temulawak ..................... 48

5 Perhitungan rendemen ekstrak rimpang temulawak ........................ 49

6 Perhitungan dosis kapsul .................................................................. 50

7 Perhitungan bahan kapsul ................................................................. 51

8 Hasil uji preformulasi granul ........................................................... 55

9 Gambar serbuk ekstrak temulawak .................................................. 57

10 Gambar sediaan kapsul .................................................................... 58

11 Hasil uji evaluasi kapsul ................................................................... 59

12 Alat-alat yang digunakan ................................................................. 73

xvi
Universitas Sumatera Utara
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Temulawak termasuk salah satu jenis temu-temuan yang tidak dapat

dipisahkan dari kehidupan masyarakat Asia Tenggara. Temulawak sudah lama

dimanfaatkan oleh mereka untuk berbagai keperluan. Temulawak dipercaya

sebagai tumbuhan asli Indonesia, yang kemudian menyebar ke beberapa negara

seperti Malaysia, Cina Selatan, Thailand, Myanmar, India dan Filipina. Tumbuhan

yang diduga kuat berasal dari pulau jawa ini menyebar ke beberapa wilayah

Indonesia, seperti Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Bengkulu,

Lampung, Kalimantan dan Sulawesi (Said, 2007).

Sejak dahulu temulawak telah dimanfaatkan manyarakat dalam bentuk jamu

dan sebagainya. Temulawak merupakan salah satu tanaman obatyang telah

diketahui khasiatnya terutama menambah nafsu makan, pelancar asi, penurun

kolestrol. Berkhasiat juga melindungi lambung dan mengatasi gangguan

pencernaan seperti radang lambung, perut kembung, diare, disentri dan

sebagainya. Berkhasiat juga sebagai anti radang dan anti bakteri, temulawak

efektif mengatasi peradangan seperti jerawat, radang sendi dan asma. Temulawak

juga berhasiat membantu mengatasi gangguan hati dan empedu, sakit lever,

demam, radang saluran nafas (bronkitis) (Meilisa, 2009).

Obat tradisional bermanfaat bagi kesehatan dan kini dipromosikan

penggunaannya karena lebih mudah dijangkau masyarakat, baik harga maupun

ketersediaannya. Kendala utama mengkonsumsi obat tradisional adalah proses

1
Universitas Sumatera Utara
peracikan yang dianggap merepotkan sehingga tidak jarang menimbulkan rasa

tidak nyaman untuk mengkonsumsinya. Untuk tujuan efisiensi, mudah dan praktis

dalam penggunaan perlu dibuat dalam bentuk sediaan seperti bentuk tablet dan

kapsul sehingga menjadi praktis untuk dikonsumsi (Suharmiati, 2006).

Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras

atau lunak yang dapat larut (Ditjen POM, 1995).

Keuntungan sediaan kapsul diantaranya : Dapat menutupi rasa dan bau yang

tidak enak dari bahan obat, lebih mudah ditelan, cukup stabil dalam penyimpanan,

dapat diisi dengan bahan obat tunggal atau campuran dan bahan obat berupa

granul, proses pembuatan lebih cepat dan praktis karena tidak memerlukan

banyak bahan tambahan/pembantu seperti tablet.

Sudah banyak penelitian sebelumnya yang memformulasikan ekstrak

temulawak menjadi berbagai macam bentuk sediaan. Berdasarkan pada penelitian

sebelumnya yang telah menformulasikan ekstrak temulawak menjadi sediaan

kapsul dengan dosis ekstrak temulawak 150 mg dalam 1 kapsul (Meilisa, 2009).

Peneliti lain telah menformulasi ekstrak temulawak menjadi sediaan tablet

effervescent dengan dosis ekstrak temulawak 100 mg (Munir, 2012). Peneliti

Noviza,dkk. telah menformulasi ekstrak temulawak menjadi sediaan tablet hisap

dengan dosis 120 mg ekstrak kental temulawak dalam 1 tablet (Noviza, 2013).

Untuk sediaan kapsul ekstrak temulawak yang beredar di pasaran sebagian besar

bahan pengisi yang digunakan berupa serbuk yang memiliki sifat alir yang kurang

baik. Peneliti ingin mencoba memformulasikan sediaan kapsul ekstrak rimpang

temulawak dengan variasi jenis bahan pengisi dalam bentuk granul. Granul yang

digunakan adalah amilum, laktosa, amilum laktosa sama banyak dan avicel.

2
Universitas Sumatera Utara
1.2 Perumusan Masalah

1. Apakah sediaan kapsul temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dengan

variasi ukuran granul bahan pengisi memenuhi kriteria persyaratan

evaluasi kapsul?

2. Apakah jenis bahan pengisi berpengaruh terhadap hasil evaluasi sediaan

kapsul ekstrak kering temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)?

3. Apakah ukuran granul akan mempengaruhi hasil evaluasi sediaan kapsul

ekstrak kering temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)?

1.3 Hipotesis

1. Berbagai jenis bahan pengisi berupa granul dapat dijadikan sebagai bahan

pengisi kapsul ekstrak kering temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

yang memenuhi persyaratan evaluasi.

2. Perbedaan jenis bahan pengisi mempengaruhi hasil evaluasi sediaan

kapsul ekstrak kering temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

3. Ukuran granul mempengaruhi hasil evaluasi sediaan kapsul ekstrak kering

temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.).

1.4 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui apakah bahan pengisi berupa granul dapat

dimanfaatkan sebagai bahan pengisi sediaan kapsul dari ekstrak kering

temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.).

2. Untuk mengetahui Formula yang memberikan hasil terbaik terhadap

evaluasi sediaan kapsul ekstrak temulawak (Curcuma xanthorrhiza

Roxb.).

3
Universitas Sumatera Utara
1.5 Manfaat Penelitian

Sebagai informasi untuk industri farmasi tradisional tentang pengaruh jenis

granul bahan pengisi dan ukuran granul terhadap hasil evaluasi sediaan kapsul

dari ekstrak kering temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.).

4
Universitas Sumatera Utara
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tanaman

Temulawak berasal dari kawasan Indonesia dan telah tersebar diseluruh

nusantara. Banyak dimanfaatkan masyarakat dalam bentuk jamu dan obat lainnya.

Temulawak hanya bisa tumbuh dan berproduksi dengan baik di daratan rendah

sampai pegunungan (daratan tinggi) yakni mulai 5 – 1200 m di atas permukaan

laut, tumbuh liar di tempat yang agak terlindung, seperti di bawah naungan hutan

jati. Juga cocok dibudidayakan di lahan perkarangan dan di kebun. Tumbuhan ini

hidup pada berbagai jenis tanah seperti tanah liat, berpasir, tetapi untuk

mendapatkan rimpang yang berkualitas baik diperlukan tanah yang subur yang

mengandung banyak unsur hara (Rukmana, 2006).

2.1.1 Klasifikasi Tanaman

Klasifikasi tanaman temulawak adalah sebagai berikut : (Rukmana, 2006)

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledoneae

Ordo : Zingiberales

Famili : Zingiberaceae

Genus : Curcuma

Spesies : Curcuma xanthorrhiza Roxb.

5
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Sinonim Tanaman

Sinonim tanaman temulawak adalah C. Zerumbed majus Rumph

(Dalimartha, 2006).

2.1.3 Nama Asing

Kiang huang (China), harida; haldi (India Pakistan), halud (Bengali),

kurkum (Arab), zardcchobacch (Persia), menjal (Tamil), kunong-huyung

(Indochina) (Dalimartha, 2006).

2.1.4 Nama Daerah

Nama daerah tumbuhan temulawak adalah koneng gede (Jawa Barat),

temulabak (Jawa tengah), tetemulawak (Sumatera) dan kunyit ketumbu (Aceh)

Tommo (Bali), tommon (Sulawesi Selatan), karbanga (Ternate), temolobak

(madura) (Afifah, 2003; Dalimartha, 2006).

2.1.5 Morfologi Tanaman

Temulawak merupakan tanaman tahunan, berbatang semu, berwarna hijau

dan cokelat gelap. Tinggi batangnya antara 1,5 cm sampai 2 cm, paling tinggi

dibanding kerabat-kerabat semarganya. Batangnya tersusun atas upih-upih daun,

seperti halnya upih-upih daun yang ada dalam pisang tegak lurus dan berumpun.

Daunnya berbentuk seperti mata lembing jorong agak melonjong (oblong elliptic).

Telapak daunnya berwarna hijau tua, bergaris-garis cokelat, lebarnya antara 1 cm

sampai 2,5 cm dan berbintik-bintik jernih hijau muda (Ahmad, 2007).

Sebagai tanaman monokotil, temulawak tidak memiliki akar tunggang.

Akar yang dipunya adalah rimpang. Rimpang ialah bagian batang yang terletak di

bawah tanah. Rimpang disebut juga umbi akar atau umbi batang. Rimpang

6
Universitas Sumatera Utara
temulawak berukuran paling besar diantara semua rimpang genus Curcuma. Oleh

karena itu, walaupun nama daerah temulawak bermacam-macam, tetapi tetap

mengandung arti yang sama, yaitu temu yang besar (Ahmad, 2007).

Rimpang temulawak terdiri atas rimpang induk (empu) dan rimpang

anakan (cabang). Rimpang induknya berbentuk bulat seperti telur dan berwarna

kuning tua atau cokelat kemerahan. Bagian dalamnya berwarna jingga

kecokelatan. Dari rimpang induk ini, keluar rimpang kedua yang lebih kecil. Arah

pertumbuhannya ke samping, berwarna lebih muda dengan bentuk bermacam-

macam dan jumlahnya sekitar 3-7 buah. Jika dibiarkan tumbuh lebih dari satu

tahun, akan tumbuh banyak rimpang lagi. Ujung rimpang cabang membengkak

menjadi umbi kecil. Rimpang ini baunya harum dan rasanya agak pahit agak

pedas (Ahmad, 2007).

Bunga temulawak pendek dan lebar, berkembang secara teratur, berwarna

putih kuning atau kuning muda bercampur warna merah di puncaknya. Bunga

mekar satu persatu secara bergiliran dari kantung-kantung daun pelindung yang

memiliki 3-5 kuntum bunga (Ahmad, 2007).

2.1.6 Kandungan Kimia

Kandungan kimia rimpang temulawak adalah sebagai berikut : zat warna

kuning (kurkumin), serat, pati, kalsium oksalat, minyak atsiri, pati, alkaloid,

flavonoid, triterpenoid dan glikosida lebih dominan dibanding tannin, saponin dan

steroid (Hayani, 2006).

2.1.7 Manfaat Tanaman Temulawak

Temulawak mempunyai khasiat sebagai antiinflamasi, tonikum, obat

gangguan hati, kolagoga, yaitu meningkatkan produksi dan sekresi empedu,

7
Universitas Sumatera Utara
penambah nafsu makan, pereda batuk, asma, sariawan, diare, gangguan lever,

rematik, lelah, penghilang rasa sakit, anti bakteri/jamur, antidiabetes, antidiare,

anti oksidan, anti tumor, diuretik, depresi dan lain sebagainya. Minyak atsiri

temulawak berkhasiat sebagai fungistatik pada beberapa jenis jamur dan

bakteriostatik pada mikroba Staphyllococcus sp. dan Salmonella sp, mengurangi

perut kembung akibat metabolisme lemak dan menurunkan kadar kolesterol darah

yang tinggi dan anti tumor (Dalimartha, 2006).

Konsumsi temulawak pada orang sehat juga sangat penting untuk

memelihara kesehatan fungsi hati dan menjaga stamina tubuh. Usia antara 20-60

tahun merupakan usia produktif untuk melakukan berbagai aktivitas yang berat

dan melelahkan. Salah satu penyebab menurunnya fungsi hati adalah faktor

kelelahan sehingga kerja hati menjadi bertambah berat. Hal ini menyebabkan

tubuh rentan untuk tertular virus hepatitis yang berbahaya karena virus ini mampu

bertahan dan menetap di dalam tubuh, bersifat kronis serta dalam perjalanan

selanjutnya berpotensi merusak hati, ukurannya mengecil dan mengeras (sirosis

hati) dan dapat berakhir menjadi kanker hati (Suharjo, 2010).

2.2 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Dengan

diketahui senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan

pelarut dengan cara ekstraksi yang tepat. Ekstrak adalah sediaan yang diperoleh

dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani

menggunakan pelarut yang sesuai, kemudia semua atau hampir semua pelarut

8
Universitas Sumatera Utara
diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga

memenuhi baku yang telah ditetapkan (Ditjen POM, 2000).

Beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yaitu: (Ditjen

POM, 2000).

a. Cara dingin

1. Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan

pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada

temperatur ruang (kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan

prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi

kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu (terus menerus).

Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah

dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya.

2. Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai

sempurna

(exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur

ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi

antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak),

terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perklorat) yang jumlahnya 1 – 5

kali bahan.

b. Cara panas

1. Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,

selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan

dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses

9
Universitas Sumatera Utara
pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses

ekstraksi sempurna.

2. Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang

umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu

dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

3. Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada

temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu

secara umum dilakukan pada temperatur 40-50 oC.

4. Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas (bejana

infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98 oC)

selama waktu tertentu (15-20 menit).

5. Dekoktasi adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30 menit) dan

temperatur sampai titik didih air.

2.3 Uraian Sediaan Kapsul

2.3.1 Pengertian Kapsul

Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras

atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin, bisa juga

dari pati atau bahan lain yang sesuai (Ditjen POM, 1995). Beberapa keuntungan

sediaan kapsul gelatin keras diantaranya adalah (Augsburger, 2000), (Lachman,

1994):

a. Dapat menutupi rasa dan bau yang tidak enak dari bahan obat

b. Mudah untuk ditelan

10
Universitas Sumatera Utara
c. Mudah dalam penyiapan karena hanya sedikit bahan tambahan dan tekanan

yang dibutuhkan

d. Dapat digunakan untuk menggabungkan beberapa jenis obat pada kebutuhan

yang mendadak

e. Bahan obat terlindung dari pengaruh luar (cahaya, kelembaban)

Kerugian sediaan kapsul adalah (Ansel,1989; Augsburger, 2000):

a. Garam kelarutan tinggi umumnya tidak dapat digunakan pada kapsul gelatin

keras

b. Kapsul tidak cocok untuk bahan obat mengembang

c. Peralatan pengisi kapsul mempunyai kecepatan yang lebih lambat dibanding

mesin pencetak tablet

Umumnya kapsul gelatin keras dipakai untuk menampung isi antara 65 mg-

1 g bahan serbuk, termasuk bahan obat dan bahan pengencer lainnya.

2.3.2 Jenis dan ukuran kapsul

Kapsul terdiri dari dua macam kapsul, yaitu:

1. Kapsul gelatin keras (Capsulae gelatinosae operculatae), yang mengandung

gelatin, gula, dan air. Kapsul dengan tutup diberi warna-warna. Diberi

tambahan warna adalah untuk dapat menarik dan dibedakan warnanya.

Menurut besarnya, kapsul diberi nomor urut dari besar ke kecil sebagai

berikut: No. 000; 00; 0; 1; 2; 3. Kapsul harus disimpan dalam wadah gelas

yang tertutup kedap, terlindung dari debu, kelembaban dan temperatur yang

ekstrim (panas).

2. Kapsul lunak (Soft capsules). Kapsul lunak yang tertutup dan diberi warna

macam-macam. Perbedaan komposisi kapsul gelatin lunak dengan kapsul

11
Universitas Sumatera Utara
gelatin keras yaitu gula diganti dengan plasticizer yang membuat lunak, 5%

gula dapat ditambahkan agar kapsul dapat dikunyah. Sebagai plasticizer

digunakan gliserin dan sorbitol atau campuran kedua tersebut, atau polihidris

alkohol lain (Anief, 1986).

Variasi kapasitas ukuran cangkang kapsul dapat dilihat pada Tabel 2.1

(Syamsuni, 2013).

Tabel 2.1 Variasi kapasitas ukuran cangkang kapsul

No. ukuran kapsul Asetosal (dalam gram) Natrium bikarbonat


(dalam gram)
000 1 1,4
00 0,6 0,9
0 0,5 0,7
1 0,3 0,5
2 0,25 0,4
3 0,2 0,3
4 0,15 0,25
5 0,1 0,12

2.3.3 Metode pengisian kapsul

Ada tiga cara pengisian kapsul, yaitu:

1. Dengan tangan

Merupakan cara yang paling sederhana, yaitu dengan tangan tanpa bantuan alat

lain. Cara ini sering digunakan di apotek untuk melayani resep dokter. Pada

pengisian dengan cara ini sebaiknya digunakan sarung tangan untuk mencegah

alergi yang mungkin timbul akibat petugas tidak tahan terhadap obat tersebut.

Untuk memasukan obat dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Serbuk dibagi dahulu sesuai dengan jumlah kapsul yang diminta.

12
Universitas Sumatera Utara
b. Tiap bagian serbuk tadi dimasukkan ke dalam badan kapsul dan ditutup.

2. Dengan Alat Bukan Mesin

Alat yang dimaksud di sini adalah alat yang menggunakan tangan manusia.

Dengan menggunakan alat ini akan didapatkan kapsul yang lebih seragam dan

pengerjaannya dapat lebih cepat, sebab sekali buat dapat dihasilkan berpuluh-

puluh kapsul. Alat ini terdiri atas 2 bagian, yaitu bagian yang tetap dan bagian

yang bergerak.

Cara pengisian kapsul:

a. Buka bagian-bagian kapsul

b. Badan kapsul dimasukkan ke dalam lubang pada bagian alat yang tidak

bergerak

c. Taburkan serbuk yang akan dimasukkan ke dalam kapsul

d. Ratakan dengan bantuan alat kertas film

e. Tutup kapsul dengan cara merapatkan atau menggerakkan bagian alat yang

bergerak

3. Dengan Mesin

Untuk memproduksi kapsul secara besar-besaran dan menjaga keseragaman

kapsul, perlu dipergunakan alat yang otomatis mulai dari membuka, mengisi

sampai dengan menutup kapsul (Syamsuni, 2013).

2.4 Uraian Bahan Pengisi

2.4.1 Amilum Manihot

Amilum manihot berbentuk serbuk, tidak berbau dan tidak berasa berwarna

putih atau sedikit putih dengan pH 4,5-7,0 dan mengandung 17-20% amilosa.

Tidak larut dalam etanol 96% dan air dingin, amilum mengembang secara

13
Universitas Sumatera Utara
langsung dalam air pada suhu 37°C. Larut dalam pelarut dimetilsulfoksida dan

dimetilformamida. Amilum mengandung amilosa linear dan amilopektin

bercabang, yaitu dua polisakarida dengan dasar a-(D)-glukosa. Amilum manihot

juga disebut tapioka (Rowe, et al., 2009).

Amilum merupakan suatu bahan tambahan farmasi yang biasa digunakan sebagai

bahan pengembang, pengering (diluen), serta bahan pengikat pada tablet maupun

kapsul. Pada penggunaannya sebagai diluen pati digunakan untuk persiapan pada

ekstrak herbal dan memfasilitasi pencampuran pada proses formulasi.

Penggunaanya sebagai lubrikan jumlah amilum yang digunakan biasanya 3-10%,

sedangkan pada pembuatan pasta amilum sebagai pengikat granulasi basah tablet

biasanya digunakan pada konsentrasi 3-20% (tergantung pada tipe amilum) dan

sebagai desintegran biasanya digunakan pada konentrasi 3-25%. Amilum sangat

baik jika digunakan sebagai bahan penghancur, namun pada penggunaan

konsentrasi yang terlalu tinggi dapat meningkatkan friabilitas serta capping pada

tablet (Rowe, et al., 2009)

2.4.2 Laktosa

Laktosa hidrat merupakan pengisi yang paling luas digunakan dalam

formulasi sediaan tablet dan kapsul. Zat ini menunjukkan stabilitas yang baik

dalam gabungan dengan kebanyakan zat aktif hidrat ataupun anhidrat. Laktosa

hidrat mengandung kirakira 5% air kristal. Laktosa merupakan eksipien yang baik

sekali digunakan dalam tablet dan kapsul yang mengandung zat aktif

berkonsentrasi kecil karena mudah melakukan pencampuran yang homogen

(Siregar dan Wikarsa, 2010).

14
Universitas Sumatera Utara
2.4.3 Selulosa mikrokristalin (Avicel)

Selulosa mikrokristalin (Avicel) luas digunakan dalam farmasetika terutama

sebagai pengisi pengikat pada formulasi kapsul dan tablet oral. Avicel juga

memiliki sifat lubrikan dan disintegran (Rowe, et al., 2009). Avicel 102 atau

mikrokrstalin selulosa termasuk golongan selulosa. Avicel 102 banyak digunakan

dalam metode cetak langsung karena berfungsi sangat baik sebagai pengikat

kering. Penggunaan Avicel 102 lebih baik karena memiliki ukuran partikel 100

µm yang lebih besar dibandingkan Avicel 101, sehingga sifat alir Avicel 102 lebih

baik dibandingkan Avicel 101. Selain itu, Avicel 102 memiliki potensi disolusi

yang baik dalam formulasi, dapat berfungsi sebagai lubrikan yang mampu

meningkatkan kompaktibilitas serbuk dan memiliki sifat deformasi plastik.

Namun, kompaktibilitas Avicel 102 bergantung pada kelembaban apabila

kelembaban tinggi maka kompaktibilitasnya menjadi rendah. Adapun kekurangan

lain dari Avicel adalah harga yang mahal, sifat aliran serbuknya buruk dan

memiliki bulk density yang rendah (Bolhuis and Chowhan, 1996).

2.4.4 Mg stearat

Mg stearat digunakan sebagai glidan dan antiadheren untuk mengurangi

gesekan antarpartikulat sehingga serbuk dapat mengalir ke lubang pada alat

pengisi kapsul (Siregar dan Wikarsa, 2010).

2.4.5 Talkum

Talk berfungsi sebagai lubrikan dan glidan. Talk juga digunakan secara luas

dan mempunyai sifat menguntungkan, yaitu meminimalkan setiap kecenderungan

zat yang melekat pada permukaan alat (Banker dan Anderson, 1994).

15
Universitas Sumatera Utara
2.5 Uji Preformulasi

2.5.1 Sudut Diam Granul

Penentuan sudut diam granul dilakukan dengan cara:

Ditimbang 100 g granul kemudian dimasukkan ke dalam corong alir yang telah

dirangkai, permukaan granul diratakan, lalu penutup corong dibuka, sehingga

granul mengalir sampai habis. Tinggi tumpukan granul yang terbentuk diukur.

Sudut diam dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

2H
Tg θ=
D

Keterangan :

θ = sudut diam

H = tinggi tumpukan granul (cm)

D = diameter tumpukan granul (cm)

Granul yang mempunyai daya alir bebas akan mempunyai sudut diam antara 20°

sampai 40° (Banker dan Anderson, 1994).

2.5.2 Waktu Alir Granul

Penentuan waktu alir granul dilakukan dengan cara:

Ditimbang 100 g granul, kemudian dimasukkan ke dalam corong yang telah

dirangkai kemudian permukaanya diratakan. Penutup bawah dibuka bersamaan

dengan dihidupkan stopwatch. Stopwatch dihentikan tepat pada saat garnul habis

melewati corong dan dicatat waktu alirnya. Syarat waktu alir granul lebih kecil

dari 10 detik (Voight, 1995).

16
Universitas Sumatera Utara
2.5.3 Indeks Tap Granul

Penentuan indeks tap dilakukan dengan cara:

Dimasukkan granul ke dalam gelas ukur sampai garis tanda dan dinyatakan

sebagai volume awalnya (V0), kemudian gelas ukur dihentakkan sebanyak 20 kali

dengan alat yang dimodifikasi sehingga diperoleh volume akhir (V1).

Indeks tap dapat dihitung dengan rumus :

V1-V0
Indeks Tap= x 100%
V0

Keterangan:

V0 = volume sebelum hentakan

V1 = volume setelah hentakan

Syarat indeks tap lebih kecil dari 20 % (Voight, 1995).

2.6 Uji Evaluasi Kapsul

Evaluasi kapsul yang dilakukan adalah uji keseragaman bobot dan uji

waktu hancur kapsul.

2.6.1 Uji Keseragaman bobot

Ditimbang 20 kapsul, dihitung bobot rata-rata tiap kapsul, lalu ditimbang

kapsul satu persatu.

Bobot tablet – bobot rata-rata


Deviasi = X 100%
bobot rata-rata

Persyaratan keseragaman bobot dapat dilihat pada Tabel 2.2

17
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Persyaratan keseragaman bobot

Penyimpangan terhadap bobot rata-rata


Bobot Rata-rata A B
25 mg atau kurang 15% 30%
26 mg sampai 15 mg 10% 20%
151 mg sampai 300 mg 7,5% 15%
Lebih dari 300 mg 5% 10%

1. Persyaratan tidak boleh lebih dari 2 kapsul yang masing-masing bobotnya


menyimpang dari bobot rata-rata dari harga yang ditetapkan pada kolom A
dan tidak boleh satu kapsul yang menyimpang dari bobot rata-rata dari
harga yang ditetapkan pada kolom B.

2. Jika tidak mencukupi 20 kapsul, dapat digunakan 10 kapsul dengan

persyaratan: Tidak satu kapsul pun yang bobotnya menyimpang lebih

besar dari bobot rata-rata yang ditetapkan pada kolom A dan kolom B

(Ditjen POM, 1979).

2.6.2 Uji Waktu Hancur

Alat : Disintegration tester

Cara : Dimasukkan satu kapsul kedalam masing-masing tabung keranjang, lalu

dimasukkan satu cakram pada tiap tabung, alat dijalankan. Sebagai media

digunakan air dengan suhu 37 + 1 oC. Pada akhir batas waktu dinyatakan

sebagai waktu hancur kapsul, kapsul dinyatakan hancur jika tidak ada lagi

kapsul yang tertinggal pada kawat kasa. Pengujian dilakukan dengan 6

kapsul, dimana selama 15 menit seluruh kapsul telah hancur dan melewati

kasa pada tabung. (Ditjen POM, 1979).

18
Universitas Sumatera Utara
BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang meliputi tahap

penyiapan sampel, identifikasi sampel, pembuatan simplisia, skrining fitokimia,

pembuatan ekstrak, uji preformulasi granul, pengisian granul ke dalam kapsul

dan evaluasi kapsul. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Teknologi

Sediaan Farmasi II dan Laboratorium Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas

Sumatera Utara pada bulan Mei hingga Oktober 2016.

3.1 Alat-alat yang digunakan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah Blender (Philips),

corong pisah, cawan porselen, penjepit tabung, cawan porselen berdasar rata,

desikator, rotary evaporator (Haake D), mikroskop, kertas saring, oven

(Memmert), pipet tetes, neraca kasar, penangas air, ayakan mesh 16, mesh 20,

mesh 40, batang pengaduk, lemari pengering, lumpang dan alu, kertas perkamen,

neraca analitis (Ohaus), alat pengisi kapsul, spatula, spatel, stopwatch dan

sejumlah alat gelas lainnya.

3.2 Bahan-bahan yang digunakan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rimpang

temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.), etanol 96%, air suling, laktosa,

amilum manihot, avicel ph 102, talkum, Magnesium stearat dan bahan-bahan

berkualitas proanalisa : α-naftol, amil alkohol, asam nitrat pekat, asam asetat

anhidrat, asam klorida pekat, asam sulfat pekat, benzena, besi (III) klorida,

bismuth nitrat, etilasetat, iodium, isopropanol, kalium iodida, kloroform, metanol,

19
Universitas Sumatera Utara
natrium hidroksida, natrium klorida, n-heksana, raksa (II) klorida, serbuk

magnesium, timbal (II) asetat dan toluene.

3.3 Pembuatan Larutan Pereaksi

3.3.1 Pembuatan larutan pereaksi

3.3.1.1 Pereaksi Meyer

Sebanyak 2,266 g raksa (II) klorida dilarutkan dalam air suling hingga 100

ml dan pada wadah lain dilarutkan 50 g kalium iodida dalam 100 ml air suling. 60

ml larutan I dicampurkan dengan 10 ml larutan II dan ditambahkan air suling

hingga 100 ml (Ditjen POM, 1995).

3.3.1.2 Pereaksi Natrium Hidroksida 2 N

Sebanyak 8,002 g natrium hidroksida ditimbang, kemudian dilarutkan

dalam air suling hingga 100 ml (Ditjen POM, 1979).

3.3.1.3 Pereaksi Bouchardat

Sebanyak 4 g kalium iodida dan 2 g iodium dilarutkan dalam air suling

secukupnya hingga 100 ml (Ditjen POM, 1995).

3.3.1.4 Pereaksi Dragendorff

Pereaksi dibuat dua larutan persediaan : (1) 0,6 g bismut nitrat dalam 2 ml

HCl pekat dan 10 ml air; (2) 6 g kalium iodida dalam 10 ml air. Larutan

persediaan ini dicampur dengan 7 ml HCl pekat dan 15 ml air (Harborne, 1987).

3.3.1.5 Pereaksi Besi (III) Klorida 1%

Sebanyak 1 g besi (III) klorida ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air

suling hingga 100 ml, lalu disaring (Ditjen POM, 1979).

20
Universitas Sumatera Utara
3.3.1.6 Pereaksi Asam Klorida 2 N

Asam klorida pekat sebanyak 16,6 ml ditambahkan air suling sampai 100 ml

(Ditjen POM, 1979).

3.3.1.7 Pereaksi Timbal (II) Asetat 0,4 M

Sebanyak 15,17 g timbal asetat ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air

suling bebas karbon dioksida hingga 100 ml (Ditjen POM, 1995).

3.3.1.8 Pereaksi Liebermann-Burchard

Sebanyak 10 tetes asam asetat anhidrat dicampur dengan 1 tetes asam sulfat

pekat. Ditambahkan dengan hati-hati asetat anhidrida ke dalam campuran tersebut,

didinginkan (Ditjen POM, 1995)

3.3.1.9 Pereaksi Molisch

Sebanyak 3 g alfa naftol dilarutkan dalam 15 ml etanol 95 % ditambahkan

dengan asam nitrat 0,5 N secukupnya hingga diperoleh larutan 100 ml (Ditjen

POM, 1995).

3.3.1.10 Pereaksi Kloralhidrat

Pereaksi kloralhidrat dibuat dengan cara melarutkan kloralhidrat sebanyak

50 g dalam 20 ml air (Ditjen POM, 1995).

3.4 Prosedur kerja

3.4.1 Pengumpulan Bahan Tanaman

Pengambilan bahan tanaman dilakukan secara purposif yaitu tanpa

membandingkan tanaman yang sama dengan daerah lain. Bahan tanaman yang

digunakan adalah rimpang temulawak yang diperoleh dari Desa Pematang Raya,

Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara.

21
Universitas Sumatera Utara
3.4.2 Identifikasi Tanaman

Identifikasi bahan tanaman dilakukan di “Herbarium Medanense”,

Universitas Sumatera Utara. Hasil Identifikasi dapat dilihat pada Lampiran 1

halaman 44.

3.4.3 Pembuatan simplisia

Rimpang temulawak yang masih segar di sortasi dan ditimbang, dicuci

bersih dari pengotor dengan air dan ditiriskan, selanjutnya rimpang diiris

melintang dengan ketebalan 2-5 mm, kemudian dikeringkan di lemari pengering

dengan suhu ±40o, irisan rimpang temulawak yang telah kering ditandai dengan

rapuh saat dipatahkan. Kemudian simplisia diserbuk menggunakan blender

sehingga diperoleh serbuk simplisia dan disimpan dalam wadah yang tertutup

rapat (Melissa, 2009). Gambar simplisia dan serbuk simplisia dapat dilihat pada

Lampiran 2 halaman 45.

3.5 Pembuatan Ekstrak

Pembuatan ekstrak dilakukan dengan cara maserasi menggunakan pelarut

etanol 96%. Cara kerja :

Sebanyak 800 g serbuk simplisia dimaserasi dengan 75 bagian pelarut

(6,0 liter) etanol 96%, dimasukkan ke dalam bejana bertutup dan dibiarkan pada

suhu kamar selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sering diaduk, kemudian

setelah 5 hari hasil maserasi disaring dan diperas. Ampas ditambah dengan cairan

penyari etanol 96% hingga diperoleh 100 bagian (8 liter) maserat kemudian

dibiarkan di tempat sejuk dan terlindung dari cahaya selama 2 hari dan

dienaptuangkan atau saring (Ditjen POM, 1979). Seluruh maserat digabungkan

lalu diuapkan dengan alat rotary evaporator pada temperatur kurang lebih 40o C

22
Universitas Sumatera Utara
dan diperoleh ekstrak etanol kental Bagan pembuatan ekstrak etanol secara

maserasi dapat dilihat pada Lampiran 3 halaman 47.

Rendemen dari ektrak kemudian dihitung dengan rumus:

berat ekstrak yang diperoleh


% Rendemen = berat bahan yang diekstrak
x 100%

3.6 Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa kimia

yang terkandung di dalam ekstrak rimpang temulawak (Curcuma xanthorriza

Roxb.). Golongan senyawa kimia yang diperiksa meliputi senyawa alkaloid,

flavonoid, glikosida, tanin dan steroid/triterpenoid.

3.6.1 Pemeriksaan alkaloida

Ekstrak ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambahkan 1 ml asam

klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanasakan di atas penangas air selama 2 menit.

Didinginkan dan disaring. Filtrat dipakai untuk percobaan sebagai berikut :

a. Filtrat sebayak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Meyer,

akan terbentuk endapan menggumpal bewarna putih atau kuning.

b. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Bouchardat,

akan terbentuk endapan berwarna coklat sampai hitam.

c. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Dragendorff,

akan terbentuk endapan merah atau jingga.

Ekstrak mengandung alkaloida jika sekurang-kurangnya terbentuk

endapan dengan menggunakan dua golongan larutan percobaan yang digunakan.

Tetapi jika reaksi 1 dan 2 hanya terjadi kekeruhan dilanjutkan pemeriksaan

berikut:

23
Universitas Sumatera Utara
Sebanyak 8 ml filtrat ditambahkan 2 ml ammonia pekat dan dikocok

dengan 5 ml campuran eter-kloroform (3:1) dan dibiarkan memisah, diambil

lapisan eter-kloroform, ditambahkan sedikit natrium sulfat anhidrat, disaring dan

diuapkan filtrat di dalam gelas arloji di atas penangas air, dilarutkan residunya

dengan sedikit HCl 2N. Alkaloid positif jika terjadi endapan atau kekeruhan

paling banyak dua dari tiga percobaan di atas (Ditjen POM, 1979).

3.6.2 Pemeriksaan flavonoida

Sebanyak 0,5 g ekstrak ditambahkan 20 ml air panas, dididihkan selama 10

menit dan disaring dalam keadaan panas, ke dalam 5 ml filtrat ditambahkan 0,1 g

serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok

dan dibiarkan memisah. Flavonoida positif jika terjadi warna merah, kuning,

jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1966).

3.6.3 Pemeriksaan saponin

Sebanyak 0,5 g ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan

10 ml air panas, didinginkan kemudian dikocok selama 10 detik, jika terbentuk

busa setinggi 1 sampai 10 cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit dan tidak

hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2 N menunjukkan adanya saponin

(Ditjen POM, 1995).

3.6.4 Pemeriksaan tanin

Sebanyak 0,5 g ekstrak disari dengan 10 ml air suling lalu disaring,

filtratnya diencerkan dengan air sampai tidak berwarna. Larutan diambil sebanyak

2 ml dan ditambahkan 1 sampai 2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1 %. Jika terjadi

warna hijau, biru, atau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Farnsworth, 1966).

24
Universitas Sumatera Utara
3.6.5 Pemeriksaan glikosida

Sebanyak 3 gram ekstrak disari dengn 30 ml campuran etanol 95% dengan

air suling (7:3), fitambahkan asam sulfat pekat hingga diperoleh pH 2, kemudian

direfluks selama 10 menit, didinginkan dan disaring. Sebanyak 20 ml filtrat

ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M, dikocok,

didiamkan 5 menit lalu disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran isopropanol

dan kloroform (2:3), dilakukan berulang sebanyak 3 kali. Kumpulan sari air

diuapkan dengan temperatur tidak lebih dari 50 oC. Sisanya dilarutkan dalam 2 ml

metanol.

Larutan sisa dipakai untuk percobaan berikut:

a. Larutan sisa dimasukkan ke dalam tabung reaksi selanjutnya diuapkan di atas

penangas air, pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi Molish.

Tambahkan hati-hati 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung, terbentuk

cincin ungu pada batas kedua cairan, menunjukkan adanya ikatan gula.

b. Larutan percobaan diuapkan di atas penangas air. Larutkan sisa dalam 5 ml

asam asetat anhidrat. Tambahkan 10 tetes asam sulfat pekat, akan terjadi

warna biru atau hijau, menunjukkan adanya glikosida (Ditjen POM, 1995).

3.6.6 Pemeriksaan steroida/triterpenoida

Sebanyak 1 g sampel dimaserasi dengan n-heksana selama 2 jam, lalu

disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa ditambahkan 2 tetes

asam asetat anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat. Timbul warna biru atau hijau

menunjukkan adanya steroid dan timbul warna merah, pink atau ungu

menunjukkan adanya triterpenoid (Farnsworth, 1966).

25
Universitas Sumatera Utara
3.7 Formula Sediaan Kapsul

Pembuatan kapsul dengan cara bahan pengisi digranulsi dengan berbagai

mesh sebanyak 7 formula, yaitu granulasi amilum (mesh 20 dan mesh 40),

granulasi laktosa (mesh 20 dan mesh 40), granulasi amilum-laktosa sama banyak

(mesh 20 dan mesh 40), dan granulasi avicel mesh 40. Kemudian bahan pengisi

dicampurkan dengan ekstrak kering rimpang temulawak untuk kemudian

dimasukkan kedalam kapsul.

3.7.1 Formula kapsul ekstrak rimpang temulawak

R/ Ekstrak rimpang temulawak 0,190 g


Talkum 1%
Magnesium stearat 1%
Granulat bahan pengisi ad 0,500 g
m.f. pulv. dtd No.C
da in caps
Granulat bahan pengisi :

F1 : Formula kapsul ekstrak temulawak dengan bahan pengisi granulasi amilum


mesh 20

F2 : Formula kapsul ekstrak temulawak dengan bahan pengisi granulasi amilum


mesh 40

F3 : Formula kapsul ekstrak temulawak dengan bahan pengisi granulasi laktosa


mesh 20

F4 : Formula kapsul ekstrak temulawak dengan bahan pengisi granulasi laktosa


mesh 40

F5 : Formula kapsul ekstrak temulawak dengan bahan pengisi granulasi amilum:


Laktosa (50:50) mesh 20

F6 : Formula kapsul ekstrak temulawak dengan bahan pengisi granulasi amilum:


Laktosa (50:50) mesh 40

F7 : Formula kapsul ekstrak temulawak dengan bahan pengisi granulasi avicel


mesh 40

26
Universitas Sumatera Utara
3.7.2 Formula bahan pengisi

1. R/ Amilum 0,300

Musilago amili 8% 30%

2. R/ Laktosa 0,300

Musilago amili 8% 20%

3. R/ Kombinasi amilum-laktosa (50:50) 0,300

Musilago amili 8% 25%

4. R/ Avicel 0,300

Formula tablet ekstrak rimpang temulawak dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut :

Tabel 3.1 Formula kapsul esktrak rimpang temulawak per satuan kapsul

Bobot (mg)
Bahan
F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7

Ekstrak 190 190 190 190 190 190 190

Amilum
300 300 - - 150 150 -
Manihot

Laktosa - - 300 300 150 150 -

Avicel - - - - - - 300

Talkum 5 5 5 5 5 5 5

Mg Stearat 5 5 5 5 5 5 5

Bobot 500 500 500 500 500 500 500

27
Universitas Sumatera Utara
3.7.3 Pembuatan ekstrak kering temulawak

Ekstrak kental temulawak dikeringkan dengan menambahkan sedikit demi

sedikit amilum manihot perbandingan 1:2 kemudian digerus hingga diperoleh

ekstrak kering, lalu diayak dan disimpan dalam lemari pengering.

3.7.4 Pembuatan kapsul ekstrak temulawak

Pembuatan sediaan kapsul dilakukan dengan cara mencampurkan hingga

homogen ekstrak temulawak kering yang telah digerus dengan berbagai bahan

pengisi berupa granul, lalu dimasukkan ke dalam cangkang kapsul keras ukuran

00.

Pembuatan sediaan kapsul :

a. Ditimbang ekstrak kering rimpang temulawak, kemudian digerus sampai

homogen

b. Pembuatan bahan pengikat musilago amilum manihot 8% b/b

Amilum manihot ditimbang sesuai jumlah yang dibutuhkan dimasukkan

kedalam beaker glass ditambahkan sama banyak air suling sehingga

terbentuk seperti suspensi. Dicukupkan dengan air suling hingga

konsentrasi yang dibutuhkan, kemudian dipanaskan langsung dengan api

sambil diaduk-aduk sampai mendidih hingga terbentuk pasta. Ditimbang

dan dicek bobotnya, dicukupkan dengan air suling sehingga diperoleh

massa amilum manihot yang dibutuhkan (Cartensen, 1977).

c. Pembuatan granul amilum/ laktosa/ amilum : laktosa (50 : 50)

Ditimbang amilum/ laktosa/ amilum : laktosa (50 : 50) sesuai jumlah yang

dibutuhkan dimasukkan kedalam lumpang sambil digerus hingga

diperoleh massa yang kompak, lalu digranulasi dengan ayakan mesh 16.

28
Universitas Sumatera Utara
Granulat dikeringkan pada suhu 40-60 oC pada lemari pengering. Granul

kering diayak lagi dengan ayakan mesh 20 dan mesh 40, lalu di cek lagi

beratnya

d. Campurkan granulat dengan ekstrak kering rimpang temulawak yang telah

digerus

e. Ditimbang magnesium stearat dan talkum sesuai jumlah yang dibutuhkan ,

kemudian ditambahkan pada granulat kering dan dihomogenkan

f. Massa granul diuji preformulasi meliputi waktu alir, sudut diam, dan

indeks tap

3.7.5 Pengisian massa granul ke cangkang kapsul

a. Dudukkan alat pengisi kapsul

b. Masukkan badan cangkang kapsul ke dalam alat sebanyak 100

c. Curahkan massa granul ke permukaan alat

d. Ratakan permukaan alat, sampai cangkang terisi penuh

e. Naikkan alat, tutup kapsul

f. Dilakukan uji evaluasi kapsul meliputi keseragaman bobot dan waktu

hancur

3.8 Uji Preformulasi

3.8.1 Sudut Diam Granul

Penentuan sudut diam granul dilakukan dengan cara:

Ditimbang 100 g granul kemudian dimasukkan ke dalam corong alir yang telah

dirangkai, permukaan granul diratakan, lalu penutup corong dibuka, sehingga

29
Universitas Sumatera Utara
granul mengalir sampai habis. Tinggi tumpukan granul yang terbentuk diukur.

Sudut diam dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

2H
Tg θ=
D

Keterangan :

θ = sudut diam

H = tinggi tumpukan granul (cm)

D = diameter tumpukan granul (cm)

Granul yang mempunyai daya alir bebas akan mempunyai sudut diam antara 20°

sampai 40° (Banker dan Anderson, 1994).

3.8.2 Waktu Alir Granul

Penentuan waktu alir granul dilakukan dengan cara:

Ditimbang 100 g granul, kemudian dimasukkan ke dalam corong yang

telah dirangkai kemudian permukaanya diratakan. Penutup bawah dibuka

bersamaan dengan dihidupkan stopwatch. Stopwatch dihentikan tepat pada saat

garnul habis melewati corong dan dicatat waktu alirnya. Syarat waktu alir granul

lebih kecil dari 10 detik (Voight, 1995).

3.8.3 Indeks Tap Granul

Penentuan indeks tap dilakukan dengan cara:

Dimasukkan granul ke dalam gelas ukur sampai garis tanda dan dinyatakan

sebagai volume awalnya (V0), kemudian gelas ukur dihentakkan sebanyak 20 kali

dengan alat yang dimodifikasi sehingga diperoleh volume akhir (V1).

30
Universitas Sumatera Utara
Indeks tap dapat dihitung dengan rumus :

V1-V0
Indeks Tap= x 100%
V0

Keterangan:

V0 = volume sebelum hentakan

V1 = volume setelah hentakan

Syarat indeks tap lebih kecil dari 20 % (Voight, 1995).

3.9 Uji Evaluasi Kapsul

Evaluasi kapsul yang dilakukan adalah uji keseragaman bobot dan uji

waktu hancur kapsul.

3.9.1 Uji Keseragaman bobot

Ditimbang 20 kapsul, dihitung bobot rata-rata tiap kapsul, lalu ditimbang

kapsul satu persatu.

Bobot tablet – bobot rata-rata


Deviasi = X 100%
bobot rata-rata

Persyaratan keseragaman bobot dapat dilihat pada Tabel 3.2

Tabel 3.2 Persyaratan keseragaman bobot

Penyimpangan terhadap bobot rata-rata

Bobot Rata-rata A B

25 mg atau kurang 15% 30%

26 mg sampai 15 mg 10% 20%

151 mg sampai 300 mg 7,5% 15%

Lebih dari 300 mg 5% 10%

31
Universitas Sumatera Utara
3. Persyaratan tidak boleh lebih dari 2 kapsul yang masing-masing bobotnya
menyimpang dari bobot rata-rata dari harga yang ditetapkan pada kolom A
dan tidak boleh satu kapsul yang menyimpang dari bobot rata-rata dari
harga yang ditetapkan pada kolom B.

4. Jika tidak mencukupi 20 kapsul, dapat digunakan 10 kapsul dengan

persyaratan: Tidak satu kapsul pun yang bobotnya menyimpang lebih

besar dari bobot rata-rata yang ditetapkan pada kolom A dan kolom B

(Ditjen POM, 1979).

3.9.2 Uji Waktu Hancur

Alat : Disintegration tester

Cara : Dimasukkan satu kapsul kedalam masing-masing tabung keranjang, lalu

dimasukkan satu cakram pada tiap tabung, alat dijalankan. Sebagai media

digunakan air dengan suhu 37 + 1 oC. Pada akhir batas waktu dinyatakan

sebagai waktu hancur kapsul, kapsul dinyatakan hancur jika tidak ada lagi

kapsul yang tertinggal pada kawat kasa. Pengujian dilakukan dengan 6

kapsul, dimana selama 15 menit seluruh kapsul telah hancur dan melewati

kasa pada tabung (Ditjen POM, 1979).

32
Universitas Sumatera Utara
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Sampel

Hasil identifikasi tanaman yang dikirim ke Laboratorium Herbarium

Medanese, Universitas Sumatera Utara, dinyatakan tumbuhan yang digunakan

adalah rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dari famili

Zingiberaceae.

4.2 Hasil Pembuatan Ekstrak

Ekstrak kental yang diperoleh dari jumlah total rimpang segar 800 g

sebesar 96,94 g, sehingga rendemen hasil yang diperoleh sebesar 12,12% :

96,94
Rendemen = x 100% = 12,12 %
800

4.3 Skrining Fitokimia

Uji skrining fitokimia dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa

kimia yang terkandung di dalam ekstrak rimpang temulawak (Curcuma

xanthorriza Roxb.). Hasil skrining fitokimia terhadap rimpang temulawak

(Curcuma xanthorriza Roxb.) dapat dilihat pada Tabel 4.1 di bawah ini :

Tabel 4.1 Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Rimpang temulawak

Ekstrak Rimpang
No. Golongan senyawa kimia
Temulawak
1. Alkaloid +
2. Flavonoid +
3. Glikosida +
4. Tanin -
5. Saponin +
6. Steroid/triterpenoid +

Keterangan : (+) = Mengandung senyawa

33
Universitas Sumatera Utara
(–) = Tidak mengandung senyawa

Hasil di atas menunjukkan ekstrak rimpang temulawak (Curcuma

xanthorriza Roxb.) mengandung golongan senyawa kimia yaitu flavonoid,

glikosida, saponin, alkaloid dan steroid/ triterpenoid.

4.4 Uji Preformulasi Granul

4.4.1 Sudut Diam Granul

Berikut ini adalah hasil uji sudut diam dari berbagai variasi granul ekstrak

rimpang temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.).

Tabel 4.2 Hasil Uji Sudut Diam Granul

Formula Persyaratan
Uji preformulasi
F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7
Sudut diam ( o ) 27,62 24,84 27,43 25,90 28,63 24,90 27,85 20o-40o
Berikut merupakan histogram yang menunjukkan perbandingan uji

preformulasi sudut diam granul ekstrak temulawak dari ketujuh formula :

Sudut Diam
40

35

30

25
derajat (o)

20

15

10

0
F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7

Gambar 4.1 Histogram sudut diam massa granul

34
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.1 diatas menunjukkan bahwa sudut diam dari ketujuh formula

tersebut memenuhi persyaratan. Dari ketujuh formula, formula 2 memberikan


o
hasil sudut diam terbaik. Sudut diam lebih kecil sama dengan 20 biasanya

menunjukkan bahwa bahan dapat mengalir bebas, bila sudut lebih besar atau
o
sama dengan 40 biasanya daya mengalirnya kurang baik. Semakin kecil sudut

diam semakin baik sifat alir granul. Sudut diam lebih kecil atau sama dengan 30°

biasanya bahan dapat mengalir bebas. Bila sudut diam lebih besar atau sama

dengan 40° biasanya daya mengalirnya kurang baik (Banker dan Anderson, 1994;

Sharma, et al., 2011).

4.4.2 Waktu Alir Granul

Hasil waktu alir granul dapat dilihat pada Tabel 4.3 Berikut ini adalah hasil

uji waktu alir dari berbagai variasi granul pengisi ekstrak rimpang temulawak

(Curcuma xanthorrhiza Roxb.) pada formula yang dibuat.

Tabel 4.3 Hasil Uji Waktu Alir Granul

Uji pre-formulasi Formula Persyaratan


F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7
Waktu alir 3,98 8,55 5,19 5,59 4,37 5,50 6,91 < 10 detik
(detik)

Berikut merupakan histogram yang menunjukkan perbandingan uji

preformulasi waktu alir granul ekstrak temulawak dari ketujuh formula :

35
Universitas Sumatera Utara
Waktu Alir
10
9
8
7
6
detik

5
4
3
2
1
0
F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7

Gambar 4.2 Histogram waktu alir massa granul

Gambar 4.2 menunjukkan bahwa ketujuh formula memiliki waktu alir

yang bervariasi akan tetapi masih memenuhi persyaratan waktu alir. Dari ketujuh

formula, formula 1 memberikan waktu alir paling baik. Menurut Voight (1995),

syarat waktu yang diperlukan granul untuk mengalir yaitu lebih kecil dari 10

detik.

4.4.3 Indeks Tap Granul

Hasil indeks tap granul dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut ini adalah hasil

uji indeks tap granul dari berbagai variasi granul pengisi ekstrak rimpang

temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) pada formula yang dibuat.

36
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.4 Hasil Uji Indeks Tap Granul

Uji Formula Persyaratan


preformulasi F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7
Indeks tap 9,33 14,00 11,33 14,00 10,67 18,67 14,67 ≤ 20%
(%)

Berikut merupakan histogram yang menunjukkan perbandingan uji

preformulasi Indeks tap granul ekstrak temulawak dari ketujuh formula :

Indeks Tap
20

18

16

14

12
%

10

0
F1 F2 F3 F4 F5 F6

Gambar 4.3 Histogram indeks tap massa granul

Gambar 4.3 menunjukkan nilai indeks tap yang bervariasi, namun ketujuh

formula memenuhi persyaratan indeks tap yaitu lebih kecil dari 20% (Voight,

1995).

4.5 Uji Evaluasi Kapsul

4.5.1 Uji Keseragaman Bobot Kapsul

Uji keseragaman bobot kapsul ekstrak temulawak dapat dilihat pada Tabel 4.5

37
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.5 Hasil Uji Keragaman Bobot Kapsul

Formula Bobot rata-rata(mg) A1 (%) A2 (%) B(%)


F1 481,5 4,88 3,84 4,88
F2 480,5 3,53 2,49 3,53
F3 491 4,89 3,87 4,89
F4 484 2,27 1,23 2,27
F5 484 3,30 2,27 3,30
F6 481 1,87 0,83 1,87
F7 472 1,69 0,63 1,69
Tabel 4.5 menunjukkan bahwa hasil uji keragaman bobot tablet memenuhi

persyaratan. Ketujuh Formula kapsul memenuhi persyaratan yang tercantum di

dalam Farmakope Indonesia Edisi III (1979), dimana persyaratannya yaitu tidak

lebih dari dua kapsul yang masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot

rata-rata dari harga yang ditetapkan pada kolom A yaitu (5%) dan tidak satu

kapsulpun yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata dari harga yang

ditetapkan pada kolom B yaitu (10%). Formula yang mendekati dosis yang

direncanakan adalah F3.

4.5.2 Uji Waktu Hancur Kapsul

Hasil waktu hancur kapsul dapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut ini adalah

hasil uji waktu hancur kapsul dari berbagai variasi granul ekstrak rimpang

temulawak pada formula yang dibuat.

Tabel 4.6 Hasil uji waktu hancur kapsul

Waktu hancur Formula Persyaratan


F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7
dengan cakram
10,50 9,33 8,45 6,31 6,63 6,46 6,01 ≤ 15 menit
(menit)

38
Universitas Sumatera Utara
Berikut merupakan histogram yang menunjukkan perbandingan uji

evaluasi waktu hancur kapsul ekstrak temulawak dari ketujuh formula :

Waktu hancur
12

10

8
menit

0
F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7

Gambar 4.4 Histogram waktu hancur kapsul

Gambar diatas menunjukkan ketujuh formula memenuhi persyaratan

waktu hancur yang tertera pada Farmakope Indonesia Edisi tiga, yaitu tidak lebih

dari 15 menit (Ditjen POM, 1979). Jenis bahan pengisi dan ukuran partikel granul

berpengaruh terhadap waktu hancur kaspsul.

Dari hasil yang diperoleh granul laktosa lebih mudah hancur daripada

granul amilum karena laktosa bersifat lebih hidrofilik dibandingkan dengan

amilum, begitu juga dengan pengaruh ukuran partikel dimana ukuran partikel

granul yang lebih kecil akan lebih cepat hancur.

Dari keseluruhan rangkaian evaluasi diperoleh hasil keseragaman bobot

menunjukkan penyimpangan bobot pada kolom A1 berada pada rentang antara

1,69% sampai dengan 4,88%, pada kolom A2 berada pada rentang pada kolom B

39
Universitas Sumatera Utara
berada pada rentang antara 0,63 sampai dengan 3,86, dan pada kolom B berada

pada rentang antara 1,69% sampai dengan 4,88%. Waktu hancur berkisar antara

6,01 menit sampai dengan 10,50 menit. Dari ketujuh formula semuanya

memenuhi kriteria persyaratan evaluasi sediaan kapsul sesuai dengan yang tertera

pada Farmakope Indonesia edisi tiga. Namun granul avicel merupakan formula

dengan cara pembuatan yang paling efisien karena proses pengerjaannya yang

paling mudah dan singkat dibanding formula yang lain.

Peneliti selanjutnya diharapkan dapat membuat sediaan kapsul ekstrak

temulawak dengan berbagai jenis bahan pengisi lain seperti dekstrosa, kalsium

karbonat, kalsium fosfat untuk dibandingkan hasil evaluasinya, dan melakukan uji

disolusi sediaan kapsul ekstrak temulawak untuk mengetahui kemampuan

pelarutan senyawa aktif dari bentuk sediaan padat ke dalam media pelarut

sebelum diserap ke dalam tubuh.

40
Universitas Sumatera Utara
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Ekstrak kering temulawak dapat dibuat menjadi sediaan kapsul dengan

menggunakan berbagai jenis granul sebagai bahan pengisi, yaitu granul

amilum manihot, granul laktosa, granul amilum : laktosa (50:50) dan

granul avicel ph 102 karena semua formula memunuhi persyaratan

evaluasi sediaan kapsul yang tertera pada Farmakope Indonesia edisi tiga.

2. Dari hasil evaluasi yang diperoleh, semua formula memenuhi persyaratan

evaluasi sediaan kapsul sesuai dengan yang tertera pada Farmakope

Indonesia edisi tiga, namun bahan pengisi berupa avicel ph 102

merupakan yang paling efisien karena proses pengerjaannya yang lebih

mudah dan singkat.

5.2 Saran
1. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat membuat sediaan kapsul ekstrak

temulawak dengan berbagai jenis bahan pengisi lain seperti dekstrosa,

kalsium karbonat, kalsium fosfat untuk dibandingkan hasil evaluasinya.

2. Peneliti selanjutnya diharapkan melakukan uji disolusi sediaan kapsul

ekstrak temulawak untuk mengetahui kemampuan pelarutan senyawa aktif

dari bentuk sediaan padat ke dalam media pelarut sebelum diserap ke

dalam tubuh.

41
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, S. (2007). Khasiat dan Manfaat Temulawak. Penerbit PT. Sinar Waja
Lestari. Halaman 4.

Afifah, E. (2003). Khasiat dan Manfaat Temulawak : Rimpang Penyembuh Aneka


Penyakit. Jakarta : Agromedia Pustaka. Halaman 1-3, 12-13.

Anief, M. (1986). Ilmu Farmasi. Jakarta: Ghalia Indonesia. Halaman 80-82.

Ansel, H .C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi IV. UI Press
Jakarta. Halaman 96.

Banker, G. S., Anderson N. R. (1994). Tablet. Edisi III, Jilid II. UI-Press. Jakarta.
Halaman 643-703.

Bolhuis, G.K. and Z.T. Chowhan. (1996). Material for Direct Compaction, in:
Pharmaceutical Powder Compaction Technology, G. Alderborn and C.
Nystrom (eds.), Marcel Dekker, Inc., New York. Halaman 425-426.

Augsburger, L.L. (2000). Modern Pharmaceutics: Hard and soft Gelatin Capsule.
(Ed,2). New York: Mercel Dekker. Halaman 212.

Dalimartha, S. (2006). Atlas Tumbuhan Obat. Jilid 2. Penerbit Trubus Agriwidya


(Anggota IKAPI), Jakarta. Halaman 182, 184.

Depkes RI. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid Keempat. Jakarta:


Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 333-337.

Ditjen POM, (1979). Farmakope Indonesia, Edisi III. Jakarta: Departemen


Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 1086.

Ditjen POM, (1995). Farmakope Indonesia. Edisi keempat. Jakarta: Departemen


Kesehatan RI. Halaman 5, 1035.

Ditjen POM. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.


Cetakan Pertama. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 3-5, 10-11.

Farnsworth, N.R. (1966). Biologycal and Phytochemical Screening of Plants.


Journal of Pharmaceutical Science. 55(3): 225-276.

Hayani, Eni. (2006). Analisis Kandungan Kimia Rimpang Temulawak. Bogor :


Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Halaman 309-311.

Meilisa. (2009). Uji Aktivitas Antibakteri dan Formulasi Dalam Sediaan Kapsul
dari Ekstrak Etanol Rimpang Tumbuhan Temulawak (Curcuma

42
Universitas Sumatera Utara
xanthorrhiza Roxb.) Terhadap Beberapa Bakteri. Medan : Fakultasi
Farmasi USU. Halaman 1-3, 16-23.

Munir, M.B. (2012). Formulasi Tablet Effervescent Ekstrak Temulawak


(Curcuma xanthorrhiza Roxb.). Depok : FMIPA UI. Halaman 1, 25-35.

Noviza, Deni. (2013). Formulasi Tablet Hisap Ekstrak Temulawak (Curcuma


xanthorrhiza Roxb.) dengan Gelatin sebagai Pengikat. Padang : Fakultas
Farmasi Universitas Andalas. Halaman 16-19.

Rowe, et al. (2009). Handbook of Pharmaceutical Excipients. Edisi ke enam.


Pharmaceutical Press. USA. Halaman 118, 196, 685.

Rukmana, R. (2006). Temulawak Tanaman Rempah Dan Obat. Penerbit Kanisius


(Anggota IKAPI), Yogyakarta. Halaman 14.

Said, Ahmad. (2007). Khasiat dan Manfaat Temulawak. Jakarta: Sinar Wadja
Lestari. Halaman 1-4.

Siregar, C.J.P., Wikarsa, S. (2010). Teknologi Farmasi Sediian Tablet Dasar-


Dasar Praktis. Cetakan II. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Halaman 1-2,8,416-418.

Suharjo, J.B. (2010). Hepatitis B: Cegah Kanker Hati. Yogyakarta: Kanisius.


Halaman 51.

Sharma, R., Rajput, M., Prakash, P., Sharma, S. (2011). Fast Disolving Delivery
System On review. International Journal of Pharmacy. 2(10): Halaman
21-29.

Suharmiati, Handayani, L. (2006). Cara Benar Meracik Obat Tradisional.


Cetakan Pertama. Jakarta : Agromedia Pustaka. Halaman 1.

Syamsuni, H.A. (2013). Ilmu Resep. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Halaman 88, 90-94.

Voight, R. (1995). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Cetakam II.


Penerjemah: Soedani N. S. UGM-Press. Yogyakarta. Halaman 159.

Wiryowidagdo, S. (2007). Kimia dan Farmakologi Bahan Alam (Ed.2). Jakarta:


EGC. Halaman 173-177.

World Health Organization. (1998). Quality Control Methods for Medicinal Plant
Material. Switherland: WHO. Halaman 27-30.

43
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tanaman

44
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Gambar tumbuhan, Rimpang, dan simplisia temulawak (Curcuma
xanthorrhiza Roxb.)

Tumbuhan Temulawak

Rimpang Temulawak

Rimpang temulawak yang dikeringkan

45
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. (lanjutan).

Simplisia temulawak

serbuk simplisia temulawak

46
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3. Bagan pembuatan simplisia

Rimpang temulawak

Dicuci dari pengotor


Ditiriskan, diiris tipis setebal 3-5 mm
Ditimbang berat basahnya
Dikeringkan di lemari pengering
Ditimbang berat keringnya

Simplisia

Dihaluskan dengan blender


Disimpan dalam wadah yang
tertutup rapat sebelum digunakan

Serbuk Simplisia

Pembuatan ekstrak

Skrinning fitokimia

Senyawa golongan :
 Alkaloid
 Glikosida
 Flavonoid
 Steroid/Triterpenoid
 Saponin
 Tanin

47
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4. Bagan Pembuatan ekstrak etanol rimpang temulawak

800 g serbuk simplisia

DimasukkanDimasukkan
ke dalam wadah
ke dalam

Ditambahkan dengan
Ditambahkan
75 bagian etanol
dengan96%
75
Dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya,
sambil sesekali
Dibiarkandiaduk
selama 5 hari,
Disaring

Ampas Maserat I

Dicuci dengan etanol 96% hingga


diperoleh 100 bagian

Ampas Maserat II

Dibiarkan selama 2 hari


terlindung dari cahaya.

Disaring dan
digabungkan

Suling atau uapkan maserat


pada tekanan rendah dan
suhu tidak lebih dari 50oC
hingga konsistensi yang
dikehendaki
diperoleh ekstrak kental
Ekstrak kental
(96,94 g)

48
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 5. Perhitungan rendemen ekstrak rimpang temulawak

Rendemen dari ekstrak dihitung dengan rumus :

( )
% Rendemen = x 100%
( )

,
= x 100% = 12,12 %

49
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 6. Perhitungan dosis kapsul

Kandungan kurkumin pada simplisia temulawak 1-2 % (Wiryowidagdo, 2008).

Simplisia yang digunakan = 800 g

Ekstrak kental yang diperoleh = 96,94 g

Kandungan kurkumin dalam ekstrak kental = = 8,25 %


,

Kandungan kurkumin dalam sediaan kapsul temulawak yang beredar di pasaran


®
(Merk CURMINO ) = tiap 500 mg kapsul mengandung 5 mg kurkumin

Maka dosis ekstrak kental yang digunakan = = 60,7 mg ≈ 61 mg


, %

Perbandingan ekstrak kental : zat pengering (amilum ) 1:2

Range dosis yang akan dipilih 61 mg – 63 mg

61 mg ekstrak kental + 122 mg amilum manihot = 183 mg


62 mg ekstrak kental + 124 mg amilum manihot = 186 mg

63 mg ekstrak kental + 126 mg amilum manihot = 189≈190 mg


Dipilih dosis 63 mg ekstrak kental agar perhitungan dosis menjadi genap 190 mg
Kandungan kurkumin dalam tiap kapsul = 8,25% x 63 mg = 5,19 mg

50
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7. Contoh perhitungan pembuatan kapsul dengan bahan pengisi granul

amilum

Formula 1 (granulasi amilum mesh 20)

R/ Ekstrak kering rimpang temulawak 190 mg


Amilum manihot 300 mg
Musilago amili 8% 30%
Talkum 1%
Mg Stearat 1%
m.f. pulv. dtd No.C
da in caps

I. Rencana Kerja
1. Bobot 1 kapsul = 500 mg
2. Bobot 100 kapsul = 100 x 500 mg = 50.000 mg = 50 g
3. Ukuran kapsul = 00

II. Perhitungan Pembuatan Kapsul


1. Ekstrak rimpang temulawak = 100 x 190 mg = 19.000 mg = 19 g
2. Amilum manihot = 100 x 300 mg = 30.000 mg = 30 g
3. Bahan Pengikat Musilago amili 8% = 30/100 x 30 g = 9 g
Mengandung amilum = 8/100 x 9 g = 0,72 g

Aquades yang dipakai = 9 g – 0,72 g = 8,28 g

4. Talkum = 1/100 x 50 g = 0,5 g


5. Mg Stearat = 1/100 x 50 g = 0,5 g

51
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7 (lanjutan). Contoh perhitungan pembuatan kapsul dengan bahan

pengisi granul laktosa

Formula 3 (Granul laktosa mesh 20)

R/ Ekstrak kering rimpang temulawak 190 mg


Laktosa 300 mg
Musilago amili 8% 20%
Talkum 1%
Mg Stearat 1%
m.f. pulv. dtd No.C
da in caps

I. Rencana Kerja
1. Bobot 1 kapsul = 500 mg
2. Bobot 100 kapsul = 100 x 500 mg = 50.000 mg = 50 g
3. Ukuran kapsul = 00

II. Perhitungan Pembuatan Kapsul


1. Ekstrak rimpang temulawak = 100 x 190 mg = 19.000 mg = 19 g
2. Laktosa = 100 x 300 mg = 30.000 mg = 30 g
3. Bahan Pengikat Musilago amili 8% = 20/100 x 30 g = 6 g
Mengandung amilum = 8/100 x 6 g = 0,48 g

Aquades yang dipakai = 6 g – 0,48 g = 5,52 g

4. Talkum = 1/100 x 50 g = 0,5 g

5. Mg Stearat = 1/100 x 50 g = 0,5 g

52
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7 (lanjutan). Contoh perhitungan pembuatan kapsul dengan bahan

pengisi granul amilum : laktosa (50:50)

Formula 5 (Granul amilum : laktosa (50:50) mesh 20)

R/ Ekstrak kering rimpang temulawak 190 mg


Amilum 150 mg
Laktosa 150 mg
Musilago amili 8% 25%
Talkum 1%
Mg Stearat 1%
m.f. pulv. dtd No.C
da in caps

I. Rencana Kerja
1. Bobot 1 kapsul = 500 mg
2. Bobot 100 kapsul = 100 x 500 mg = 50.000 mg = 50 g
3. Ukuran kapsul = 00

II. Perhitungan Pembuatan Kapsul


Ekstrak rimpang temulawak = 100 x 190 mg = 19.000 mg = 19 g
1. Amilum = 100 x 150 mg = 15.000 mg = 15 g
2. Laktosa = 100 x 150 mg = 15.000 mg = 15 g
3. Bahan Pengikat Musilago amili 8% = 25/100 x 30 g = 7,5 g
Mengandung amilum = 8/100 x 7,5 g = 0,6 g

Aquades yang dipakai = 7,5 g – 0,6 g = 6,9 g

4. Talkum = 1/100 x 50 g = 0,5 g

5. Mg Stearat = 1/100 x 50 g = 0,5 g

53
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7 (lanjutan). Contoh perhitungan pembuatan kapsul dengan bahan

pengisi granul Avicel

Formula 7 (Granul Avicel mesh 40)

R/ Ekstrak kering rimpang temulawak 190 mg


Avicel 300 mg
Talkum 1%
Mg Stearat 1%
m.f. pulv. dtd No.C
da in caps

I. Rencana Kerja
1. Bobot 1 kapsul = 500 mg
2. Bobot 100 kapsul = 100 x 500 mg = 50.000 mg = 50 g
3. Ukuran kapsul = 00

II. Perhitungan Pembuatan Kapsul


1. Ekstrak rimpang temulawak = 100 x 190 mg = 19.000 mg = 19 g
2. Avicel = 100 x 300 mg = 30.000 mg = 30 g
3. Talkum = 1/100 x 50 g = 0,5 g
4. Mg Stearat = 1/100 x 50 g = 0,5 g

54
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 8. Hasil Uji Preformulasi Granul

Formula Waktu Alir (detik) Tinggi (cm) Diameter (cm)


1 3,98 2,86 10,93
2 8,55 2,63 11,36
3 5,19 2,76 10,63
4 5,59 2,63 10,83
5 4,37 3,03 11,10
6 5,50 2,73 11,73
7 6,91 3,16 11,96

I. Sudut Diam :
2H
Sudut diam = Tg ɵ=
D

2X 2,86
F1 : Tg ɵ = ɵ= 27,62
10,93

2X2,63
F2 : Tg ɵ = ɵ= 24,84
11,36

2X 2,76
F3 : Tg ɵ = ɵ= 27,43
10,63

2X 2,63
F4 : Tg ɵ = ɵ= 25,90
10,83

2X 3,03
F5 : Tg ɵ = ɵ= 28,63
11,1

2X 2,73
F6 : Tg ɵ = ɵ= 24,90
11,73

2X 3,16
F7 : Tg ɵ = ɵ= 27,85
11,96

55
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 8. (lanjutan).

II. Indeks tap

V1-V2
Indeks tap = V1
X 100%

Indeks tap 1 + indeks tap 2 + indeks tap 3


Indeks tap rata-rata =
3

100-92 100-90 100-90


+ +
100 100 100
F1 : = 9,33 %
3

100-88 100-86 100-84


+ +
100 100 100
F2 : = 14,00 %
3

100-88 100-90 100-88


+ 100 + 100
100
F3 : = 11,33 %
3

100-86 100-86 100-86


+ 100 + 100
100
F4 : = 14,00 %
3

100-90 100-90 100-88


+ +
100 100 100
F5: = 10,67 %
3

100-82 100-82 100-80


+ +
100 100 100
F6: = 18,67 %
3

100-84 100-86 100-84


+ 100 + 100
100
F7 : = 14,67 %
3

56
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 9. Gambar Serbuk Ekstrak Temulawak

Keterangan :
F1 : Serbuk ekstrak temulawak dengan bahan pengisi granulasi amilum mesh 20
F2 : Serbuk ekstrak temulawak dengan bahan pengisi granulasi amilum mesh 40
F3 : Serbuk ekstrak temulawak dengan bahan pengisi granulasi laktosa mesh 20
F4 : Serbuk ekstrak temulawak dengan bahan pengisi granulasi laktosa mesh 40
F5 : Serbuk ekstrak temulawak dengan bahan pengisi granulasi amilum: laktosa
(50:50) mesh 20
F6 : Serbuk ekstrak temulawak dengan bahan pengisi granulasi amilum: laktosa
(50:50) mesh 40
F7 : Serbuk ekstrak temulawak dengan bahan pengisi granulasi avicel mesh 40

57
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 10. Gambar Sediaan kapsul

58
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 11. Hasil Uji Evaluasi Kapsul

Uji Evaluasi (Formula 1)

Perhitungan Keseragaman Bobot

Berat 20 kapsul (serbuk + cangkang) = 12,230 g = 12.230 mg

Berat rata-rata tiap kapsul = 12.230/20 = 611,5 mg

Berat cangkang kosong seluruhnya = 2,60 g = 2600 mg

Berat rata-rata tiap cangkang = 2.600/20 = 130 mg

Bobot rata-rata tiap kapsul = (rata-rata 1 kapsul – rata-rata 1cangkang)

= 611,5 mg – 130 mg = 481,5 mg

Bobot isi 1 kapsul = (bobot (mg) – rata-rata 1 cangkang)

= 610 mg – 130 mg = 480 mg

No. Bobot Deviasi No. Bobot Deviasi


(mg) (mg)

1 480 -1,5 11 475 -6,5

2 500 18,5 12 475 -6,5

3 490 8,5 13 480 -1,5

4 485 3,5 14 485 3,5

5 505 23,5 15 495 13,5

6 475 -6,5 16 480 -1,5

7 485 3,5 17 480 -1,5

8 485 3,5 18 480 -1,5

9 470 -11,5 19 490 8,5

10 475 -6,5 20 475 --6,5

Rata-rata 481,5

59
Universitas Sumatera Utara
,
A1 = x 100% = 4,88%
,

,
A2 = x 100% = 3,84%
,

,
B = x 100% = 4,88%
,

Syarat keseraman bobot menurut Farmakope Indonesia, Edisi III (1979) :


Tidak lebih dari dua kapsul yang masing-masing bobotnya menyimpang dari
bobot rata-rata dari harga yang ditetetapkan pada kolom A dan tidak ada satu
kapsul yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata dari harga yang ditetapkan
pada kolom B

Waktu Hancur : 10 menit 30 detik

Syarat waktu hancur kapsul menurut Farmakope Indonesia, Edisi III


(1979) ialah tidak lebih dari 15 menit.

60
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 11 (lanjutan).

Uji Evaluasi (Formula 2)

Perhitungan Keseragaman Bobot

Berat 20 kapsul (serbuk + cangkang) = 12,1600 g = 12.160 mg

Berat rata-rata tiap kapsul = 12.160/20 = 608 mg

Berat cangkang kosong seluruhnya = 2,55 g = 2.550 mg

Berat rata-rata tiap cangkang = 2.550/20 = 127,5 mg

Bobot rata-rata tiap kapsul = (rata-rata 1 kapsul – rata-rata 1cangkang)

= 608 mg – 127,5 mg = 480,5 mg

Bobot isi 1 kapsul = (bobot (mg) – rata-rata 1 cangkang)

= 605 mg – 127,5 mg = 477,5 mg

No. Bobot Deviasi No. Bobot Deviasi


(mg) (mg)

1 477,5 -3 11 482,5 2

2 477,5 -3 12 477,5 -3

3 492,5 12 13 477,5 -3

4 467,5 -13 14 472,5 -8

5 477,5 -3 15 487,5 7

6 487,5 7 16 487,5 7

7 482,5 2 17 487,5 7

8 487,5 7 18 477,5 -3

9 472,5 -8 19 472,5 -8

10 497,5 17 20 477,5 -3

Rata-rata 480,5

61
Universitas Sumatera Utara
A1 = x 100% = 3,53%
,

A2 = x 100% = 2,49%
,

B = x 100% = 3,53%
,

Syarat keseraman bobot menurut Farmakope Indonesia, Edisi III (1979) :


Tidak lebih dari dua kapsul yang masing-masing bobotnya menyimpang dari
bobot rata-rata dari harga yang ditetetapkan pada kolom A dan tidak ada satu
kapsul yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata dari harga yang ditetapkan
pada kolom B

Waktu Hancur : 9 menit 20 detik

Syarat waktu hancur kapsul menurut Farmakope Indonesia, Edisi III


(1979) ialah tidak lebih dari 15 menit.

62
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 11 (lanjutan).

Uji Evaluasi (Formula 3)

Perhitungan Keseragaman Bobot

Berat 20 kapsul (serbuk + cangkang) = 12,420 g = 12.420 mg

Berat rata-rata tiap kapsul = 12.420/20 = 621 mg

Berat cangkang kosong seluruhnya = 2,6 g = 2.600 mg

Berat rata-rata tiap cangkang = 2.600/20 = 130 mg

Bobot rata-rata tiap kapsul = (rata-rata 1 kapsul – rata-rata 1cangkang)

= 621 mg – 130 mg = 491 mg

Bobot isi 1 kapsul = (bobot (mg) – rata-rata 1 cangkang)

= 625 mg – 130 mg = 495 mg

No. Bobot Deviasi No. Bobot Deviasi


(mg) (mg)

1 495 4 11 485 -6

2 495 4 12 510 19

3 485 -6 13 500 9

4 480 -11 14 480 -11

5 515 24 15 485 -6

6 500 9 16 490 -1

7 490 -1 17 495 4

8 490 -1 18 490 -1

9 480 -11 19 500 9

10 480 -11 20 480 -11

Rata-rata 491

63
Universitas Sumatera Utara
A1 = x 100% = 4,89%

A2 = x 100% = 3,87%

B = x 100% = 4,89%

Syarat keseraman bobot menurut Farmakope Indonesia, Edisi III (1979) :


Tidak lebih dari dua kapsul yang masing-masing bobotnya menyimpang dari
bobot rata-rata dari harga yang ditetetapkan pada kolom A dan tidak ada satu
kapsul yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata dari harga yang ditetapkan
pada kolom B

Waktu Hancur : 8 menit 27 detik

Syarat waktu hancur kapsul menurut Farmakope Indonesia, Edisi III


(1979) ialah tidak lebih dari 15 menit.

64
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 11 (lanjutan).

Uji Evaluasi (Formula 4)

Perhitungan Keseragaman Bobot

Berat 20 kapsul (serbuk + cangkang) = 12,3 g = 12.300 mg

Berat rata-rata tiap kapsul = 12.300/20 = 614 mg

Berat cangkang kosong seluruhnya = 2,6 g = 2.600 mg

Berat rata-rata tiap cangkang = 2.600/20 = 130 mg

Bobot rata-rata tiap kapsul = (rata-rata 1 kapsul – rata-rata 1cangkang)

= 614 mg – 130 mg = 484 mg

Bobot isi 1 kapsul = (bobot (mg) – rata-rata 1 cangkang)

= 620 mg – 130 mg = 490 mg

No. Bobot Deviasi No. Bobot Deviasi


(mg) (mg)

1 490 6 11 485 1

2 490 6 12 485 1

3 480 -4 13 480 -4

4 485 1 14 490 6

5 480 -4 15 485 1

6 475 -9 16 490 6

7 475 -9 17 490 6

8 480 -4 18 475 -9

9 490 6 19 490 6

10 495 11 20 485 1

Rata-rata 484

65
Universitas Sumatera Utara
A1 = x 100% = 2,27%

A2 = x 100% = 1,23%

B = x 100% = 2,27%

Syarat keseraman bobot menurut Farmakope Indonesia, Edisi III (1979) :


Tidak lebih dari dua kapsul yang masing-masing bobotnya menyimpang dari
bobot rata-rata dari harga yang ditetetapkan pada kolom A dan tidak ada satu
kapsul yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata dari harga yang ditetapkan
pada kolom B

Waktu Hancur : 6 menit 19 detik

Syarat waktu hancur kapsul menurut Farmakope Indonesia, Edisi III


(1979) ialah tidak lebih dari 15 menit.

66
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 11 (lanjutan).

Uji Evaluasi (Formula 5)

Perhitungan Keseragaman Bobot

Berat 20 kapsul (serbuk + cangkang) = 12,280 g = 12.280 mg

Berat rata-rata tiap kapsul = 12.280/20 = 614 mg

Berat cangkang kosong seluruhnya = 2,6 g = 2.600 mg

Berat rata-rata tiap cangkang = 2.600/20 = 130 mg

Bobot rata-rata tiap kapsul = (rata-rata 1 kapsul – rata-rata 1cangkang)

= 614 mg – 130 mg = 484 mg

Bobot isi 1 kapsul = (bobot (mg) – rata-rata 1 cangkang)

= 605 mg – 130 mg = 475 mg

No. Bobot Deviasi No. Bobot Deviasi


(mg) (mg)

1 475 -9 11 470 -14

2 490 6 12 485 1

3 490 6 13 485 1

4 475 -9 14 485 1

5 485 1 15 490 6

6 495 11 16 495 11

7 470 -14 17 500 16

8 485 1 18 470 -14

9 485 1 19 480 -4

10 480 -4 20 485 1

Rata-rata 484

67
Universitas Sumatera Utara
A1 = x 100% = 3,30%

A2 = x 100% = 2,27%

B = x 100% = 3,30%

Syarat keseraman bobot menurut Farmakope Indonesia, Edisi III (1979) :


Tidak lebih dari dua kapsul yang masing-masing bobotnya menyimpang dari
bobot rata-rata dari harga yang ditetetapkan pada kolom A dan tidak ada satu
kapsul yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata dari harga yang ditetapkan
pada kolom B

Waktu Hancur : 6 menit 38 detik

Syarat waktu hancur kapsul menurut Farmakope Indonesia, Edisi III


(1979) ialah tidak lebih dari 15 menit.

68
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 11 (lanjutan).

Uji Evaluasi (Formula 6)

Perhitungan Keseragaman Bobot

Berat 20 kapsul (serbuk + cangkang) = 12,220 g = 12.220 mg

Berat rata-rata tiap kapsul = 12.220/20 = 611 mg

Berat cangkang kosong seluruhnya = 2,6 g = 2.600 mg

Berat rata-rata tiap cangkang = 2.600/20 = 130 mg

Bobot rata-rata tiap kapsul = (rata-rata 1 kapsul – rata-rata 1cangkang)

= 611 mg – 130 mg = 481 mg

Bobot isi 1 kapsul = (bobot (mg) – rata-rata 1 cangkang)

= 605 mg – 130 mg = 475 mg

No. Bobot Deviasi No. Bobot Deviasi


(mg) (mg)

1 475 -6 11 485 4

2 475 -6 12 490 9

3 480 -1 13 485 4

4 480 -1 14 475 -6

5 485 4 15 475 -6

6 480 -1 16 475 -6

7 480 -1 17 480 -1

8 490 9 18 485 4

9 475 -6 19 485 4

10 485 4 20 480 -1

Rata-rata 481

69
Universitas Sumatera Utara
A1 = x 100% = 1,87%

A2 = x 100% = 0,83%

B = x 100% = 1,87%

Syarat keseraman bobot menurut Farmakope Indonesia, Edisi III (1979) :


Tidak lebih dari dua kapsul yang masing-masing bobotnya menyimpang dari
bobot rata-rata dari harga yang ditetetapkan pada kolom A dan tidak ada satu
kapsul yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata dari harga yang ditetapkan
pada kolom B

Waktu Hancur : 6 menit 28 detik

Syarat waktu hancur kapsul menurut Farmakope Indonesia, Edisi III


(1979) ialah tidak lebih dari 15 menit.

70
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 11 (lanjutan).

Uji Evaluasi (Formula 7)

Perhitungan Keseragaman Bobot

Berat 20 kapsul (serbuk + cangkang) = 12,040 g = 12.040 mg

Berat rata-rata tiap kapsul = 12.040/20 = 602 mg

Berat cangkang kosong seluruhnya = 2,6 g = 2.600 mg

Berat rata-rata tiap cangkang = 2.600/20 = 130 mg

Bobot rata-rata tiap kapsul = (rata-rata 1 kapsul – rata-rata 1cangkang)

= 602 mg – 130 mg = 472 mg

Bobot isi 1 kapsul = (bobot (mg) – rata-rata 1 cangkang)

= 605 mg – 130 mg = 475 mg

No. Bobot Deviasi No. Bobot Deviasi


(mg) (mg)

1 470 -2 11 475 3

2 460 -12 12 470 -2

3 460 -12 13 475 3

4 480 8 14 470 -2

5 475 3 15 470 -2

6 475 3 16 475 3

7 470 -2 17 475 3

8 465 -7 18 475 3

9 475 3 19 470 -2

10 475 3 20 470 -2

Rata-rata 472

71
Universitas Sumatera Utara
A1 = x 100% = 1,69%

A2 = x 100% = 0,63%

B = x 100% = 1,69%

Syarat keseraman bobot menurut Farmakope Indonesia, Edisi III (1979) :


Tidak lebih dari dua kapsul yang masing-masing bobotnya menyimpang dari
bobot rata-rata dari harga yang ditetetapkan pada kolom A dan tidak ada satu
kapsul yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata dari harga yang ditetapkan
pada kolom B

Waktu Hancur : 6 menit 6 detik

Syarat waktu hancur kapsul menurut Farmakope Indonesia, Edisi III


(1979) ialah tidak lebih dari 15 menit.

72
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 12. Alat alat yang digunakan

Alat rotary evaporator

Alat uji waktu alir dan sudut diam granul

73
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 12. (lanjutan).

Uji Indeks Tap

Neraca Analitik

74
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 12. (lanjutan).

Alat pengisi kapsul

Al

Alat uji waktu hancur

75
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai