2018
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/5439
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
UJI AKTIVITAS ANTELMINTIK EKSTRAK ETANOL
BATANG PUGUN TANOH (Picria fel-terrae Lour.) TERHADAP
Pheretima posthuma
SKRIPSI
OLEH:
ANNISA MULIA SARI HUTAGAOL
NIM 141501004
SKRIPSI
OLEH:
ANNISA MULIA SARI HUTAGAOL
NIM 141501004
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
berbagai nikmat dan karunia sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Uji Aktivitas Antelmintik Ekstrak Etanol Batang Pugun Tanoh (Picria
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu
Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Popi Patilaya, S.Si., M.Sc., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah
penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga kepada Bapak Dr. Panal Sitorus,
M.Si., Apt., dan Bapak Dadang Irfan Husori, S.Si., M.Sc., Apt., selaku dosen
penguji yang telah memberikan saran, arahan, kritik dan masukan kepada penulis
dalam penyelsaian skripsi ini. IbuDr. Marline Nainggolan, M.S., Apt., selaku
memberikan saran kepada penulis untuk menyempurnakan skripsi ini. Bapak Drs.
Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt., dan Ibu Khairunnisa, S.Si., M.Pharm., Ph.D.,
Apt., selaku dosen penasehat akademik yang telah membimbing penulis selama
Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah
iv
Universitas Sumatera Utara
Penulis juga secara khusus mengucapkan terima kasih dan penghargaan
yang tulus kepada Ayahanda Alm. Gito Hutagaol dan Ibunda Tetty Ermina
Nasution yang selalu memberikan doa, dorongan dan semangat kepada penulis
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu
skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu
v
Universitas Sumatera Utara
SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT
vi
Universitas Sumatera Utara
UJI AKTIVITAS ANTELMINTIK EKSTRAK ETANOL BATANG PUGUN
TANOH (Picria fel-terrae Lour.) TERHADAP Pheretima posthuma
ABSTRAK
vii
Universitas Sumatera Utara
ANTHELMINTIC ACTIVITY OF STEM OF PUGUN TANOH (Picria fel-
terrae Lour.) ETHANOL EXTRACT AGAINST Pheretima posthuma
ABSTRACT
Helminthiasis is one of the most common diseases spread and infect more
than 2 billion people worldwide. The prevalence of high worm infections is bad
for health. The antelmintic drugs used today are mostly toxic and can cause side
effects and in some cases have been reported to be resistant to parasitic
worms.Indonesia is known to have many medicinal herbs such as pugun tanoh
(Picria fel-terrae Lour.). The purpose of this research is to know the antelmintic
activity of ethanol extract of pugun tanoh stem againstPheretima posthuma.
The extract was prepared by extracting the pugun tanohpowdered stem in
ethanol with maceration. The powdered stem was characterized to determine
water content, water soluble content, soluble ethanol content, total ash content,
and acid soluble ash content. The powder and extract of pugun tanoh stem were
phytochemicaly screened to determine the compounds. The antelmintic activity
testing was performed by dividingPheretima posthuma into 6 treatment groups,
each consisting of 3 worms. Group I was given a 0.9% NaCl solution. Group II
was given a 0.9% NaCl solution containing Tween 80 1%. Groups III, IV, V and
VI were each given EEBPT concentrations of 5, 10, 20, and 30 mg / ml. The
antelmintic activity is determined by the time of paralysis and the time of
Pheretima posthuma's death.
The results of characterization were moisture content (7.54%), water
soluble (26.21%), ethanol soluble (11.29%), total ash content (10.63%), and
insoluble ash content acid (2.34%). The results of screening of dried powder and
ethanol extract of pugun tanoh stem are flavonoid, saponins, tannins, glycosides,
and steroids / triterpenoids. The result of anthelmintic activity of EEBPT against
Pheretima posthuma with a mean time to paralysis and time to death on the
concentration of 5 mg/ml was 66.33±1.45 minutes and 133.00±5.51 minutes;
concentration 10 mg/ml was 49.67±2.33 minutes and 120.67±4.98 minutes;
concentration 20 mg/ml was 28.67±0.88 minutes and 34.67±1.76 minutes; and
concentration 30 mg/ml was 21.67±0.88 minutes and 29.67±0.88 minutes. The
results showed that ethanol extract of pugun tanohstem had antelmintic activity
against Pheretima posthuma in all test concentration.
Keywords: Anthelmintic,Pheretima posthuma,Picria fel-terraeLour,pugun tanoh,
pugun tanoh stem, worm.
viii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL .................................................................................................. i
1.3 Hipotesis............................................................................... 4
ix
Universitas Sumatera Utara
2.2.1.2 Enterobiasis .................................................... 7
2.3.3.1 Niklosamid...................................................... 14
x
Universitas Sumatera Utara
2.6.1 Nama daerah ............................................................... 16
2.7 Simplisia............................................................................... 18
xi
Universitas Sumatera Utara
3.4.5 Pereaksi Molisch ......................................................... 25
xii
Universitas Sumatera Utara
3.11 Uji Aktivitas Antelmintik Batang Pugun Tanoh .................. 30
LAMPIRAN .......................................................................................... 45
xiii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Perlakuan uji antelmintik ............................................................. 31
xiv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1.1 Kerangka pikir penelitian .......................................................... 5
xv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 Identifikasi tanaman ............................................................... 44
xvi
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
dan menjangkiti lebih dari 2 miliar manusia di seluruh dunia (Tjay dan Rahardja,
miliar, cacing cambuk sebesar 795 juta dan cacing tambang sebesar 740 juta (De
silva, et al., 2003). Di Indonesia diperkirakan bahwa lebih dari 60% anak-anak
menderita infeksi cacing (Tjay dan Rahardja, 2007). Infeksi cacing tersebar luas di
daerah tropis dan subtropis dengan jumlah terbesar terjadi di Afrika, Amerika,
Cacing di dalam tubuh manusia akan mengambil sari makanan yang diperlukan
tubuh. Selain itu daya tahan tubuh manusia yang terinfeksi akan melemah
antelmintik yang dapat memusnahkan cacing dalam tubuh manusia dan hewan.
1
Universitas Sumatera Utara
Obat antelmintik yang digunakan saat ini kebanyakan bersifat toksik (Tjay dan
Rahardja, 2007). Obat antelmintik juga dapat menimbulkan efek samping seperti
rasa mual, hilangnya nafsu makan, muntah, sakit kepala dan diare (Vennila and
Nivetha, 2015). Resistensi cacing parasit terhadap obat antelmintik juga telah
levamisol, dan Ivermektin telah terjadi hampir di seluruh dunia dan prevalensinya
dari Albendazol pada anak sekolah di tujuh negara tropis juga telah dilaporkan
al., 1995). Oleh karena itu pengembangan antelmintik baru perlu dilakukan
seperti obat-obatan dari bahan kimia (Apriasari, 2015; Borah, et al., 2013).
Salah satu yang digunakan sebagai tumbuhan obat berkhasiat adalah pugun tanoh.
Pugun tanoh adalah tumbuhan obat yang terkenal di Asia dan telah diteliti sebagai
Kumarasingha, et al., 2016; Tarigan, 2016). Di Maluku dan Filipina tanaman ini
digunakan sebagai obat cacing untuk anak-anak dan dapat juga digunakan untuk
mengobati kolik dan malaria (Prohati, 2015). Menurut penelitian Tarigan (2016)
memiliki potensi aktivitas antelmintik (Patilaya dan Husori, 2015; Vennila and
2
Universitas Sumatera Utara
Ekstrak etanol daun pugun tanoh yang diekstraksi secara maserasi telah
kualitas ekstrak dan kandungan senyawa bahan aktif bahan tanaman diantaranya
digunakan (Kumoro, 2015). Pada penelitian ini bagian tanaman yang digunakan
adalah batang pugun tanoh. Batang pugun tanoh memiliki rasa pahit dan belum
maserasi, karena maserasi merupakan salah satu cara ekstraksi yang paling
pelarut tanpa pemanasan. Pelarut yang digunakan ialah etanol dikarenakan pelarut
kemiripan struktur anatomi dan fisiologi dengan cacing parasit yang menginfeksi
manusia. Karena ketersediaan yang mudah, cacing tanah telah digunakan secara
luas untuk evaluasi awal senyawa antelmintik secara in vitro (Dash, et al., 2015
antelmintik ekstrak etanol batang pugun tanoh yang diekstraksi dengan metode
3
Universitas Sumatera Utara
b. Apa sajakah golongan senyawa kimia yang terdapat pada serbuk simplisia
1.3 Hipotesis
b. Golongan senyawa kimia simplisia dan ekstrak etanol batang pugun tanoh
Pheretima posthuma.
Pheretima posthuma.
tentang karakteristik dan senyawa kimia dari batang pugun tanoh serta aktivitas
4
Universitas Sumatera Utara
1.6 Kerangka Pikir Penelitian
variabel bebas konsentrasi ekstrak etanol batang pugun tanoh terhadap variabel
Parameter
5
Universitas Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
orang, atau 24% dari populasi dunia khususnya anak-anak mengalami kecacingan.
Lebih dari 267 juta anak usia prasekolah dan lebih dari 588 juta anak usia sekolah
lebih dari 60% anak-anak menderita infeksi cacing (Tjay dan Rahardja, 2007).
Infeksi cacing tersebar luas di daerah tropis dan subtropis dengan jumlah terbesar
infeksi cacing (Zulkoni, 2010). Infeksi dapat terjadi melalui telur, larva, atau
cacingnya sendiri melalui mulut atau langsung melalui kulit (Tjay dan Rahardja,
Cacing yang merupakan parasit manusia dapat dibagi dalam dua kelompok
Platyhelminthes terdapat dua kelas yang penting yaitu kelas Cestoda dan
6
Universitas Sumatera Utara
2.2.1 Infeksi nematoda
2.2.1.1 Askariasis
panjangnya 10-15 cm. Cacing gelang dapat memproduksi sekitar 200.000 telur
penyakit cacing lainnya. Infeksi dapat terjadi karena tertelannya telur cacing yang
mengandung larva infektif melalui makanan dan minuman yang tercemar, sayuran
mentah yang mengandung telur cacing yang berasal dari pupuk kotoran manusia
dan dari vektor serangga seperti lalat yang menularkan telur pada makanan yang
Gejalanya berkisar dari yang ringan sampai yang berat. Gejala yang
perut buncit, nyeri perut, usus tersumbat, dan saluran empedu tersumbat (Zulkoni,
2010).
2.2.1.2 Enterobiasis
faktor perilaku sehat yang masih rendah. Penderita terbanyak adalah anak-anak
Cacing betina yang dewasa biasanya akan bermigrasi pada malam hari ke
daerah sekitar anus untuk bertelur. Hal ini akan menyebabkan rasa gatal di sekitar
7
Universitas Sumatera Utara
anus. Apabila digaruk maka penularan dapat terjadi dari kuku jari tangan ke mulut
terkontaminasi cacing kremi misalnya debu rumah. Gejala yang khas dari infeksi
ini adalah sensasi gatal di sekitar anus yang biasanya diikuti dengan gangguan
2.2.1.3 Ankilostomiasis
duodenale. Cacing ini disebut cacing tambang karena banyak terdapat di daerah
Penularannya terjadi oleh larva yang memasuki kulit kaki. Manusia bisa
terinfeksi jika berjalan tanpa alas kaki di atas tanah yang terkontaminasi larva
saluran nafas dan tertelan lalu masuk ke saluran cerna. Cacing tambang dapat
mengaitkan diri pada mukosa usus dan menghisap darah hingga menimbulkan
anemia yang cukup akut bagi penderita. Gejala yang ditimbulkan yaitu terdapat
keluhan gatal pada kulit akibat masuknya larva, gangguan saluran cerna seperti
kurangnya nafsu makan, mual, muntah, nyeri perut, dan diare. Pada infeksi kronis
dapat terjadi anemia (Tjay dan Rahardja, 2007 dan Widoyono, 2005).
2.2.1.4 Trikuriasis
Penyakit ini menyebar lebih sering di daerah beriklim panas dan kurang sanitasi.
Trichuris trichiura adalah cacing kecil yang berbentuk seperti cambuk dengan
bagia depan (kepala) yang mengecil dan bagian belakang yang membesar. Cacing
8
Universitas Sumatera Utara
cambuk dapat menghasilkan 2000-10.000 telur perhari. Cacing cambuk dapat
menghisap darah 0,005 ml/hari. Penularan dapat terjadi dengan cara telur tertelan
melalui mulut dan berkembang di dalam tubuh. Penyakit cacing cambuk biasanya
tanpa gejala tetapi pada infeksi berat bisa menyebabkan anemia dan diare
(Widoyono, 2005).
2.2.1.5 Filariasis
elephantiasis (kaki gajah) atau filariasis bancrofti. Cacing ini terdapat antara lain
di Afrika Tengah, Amerika Selatan, India, dan negara tropis lainnya, begitu pula
penyumbatang oleh cacing dewasa yang panjangnya 8-10 cm. Akibatnya adalah
terjadi melalui perantara nyamuk Culex fatigans yang menyengat pada waktu
2.2.2.1 Skistosomiasis
japonicum yang merupakan cacing pipih. Penyakit ini ditularkan melalui sejenis
keong sebagai pembawa larva. Parasit ini menembus kulit manusia dan memasuki
disebarkan melalui air yang terinfeksi di beberapa bagian dunia (Tjay dan
9
Universitas Sumatera Utara
Rahardja, 2007). Penularan terjadi melalui kontak langsung dengan air tawar yang
2.2.3.1 Taeniasis
Taeniasis adalah infeksi cacing parasit yang disebabkan oleh cacing pita
dewasa. Cacing pita yang paling umum terdapat adalah Taenia solium dan Taenia
saginata yang banyak terdapat masing-masing pada babi dan sapi.Cacing ini
bersifat hermafrodit, panjangnya mencapai 4-10 cm. Cacing ini terdapat pada
daging yang tidak dimasak atau dimasak tetapi kurang matang (Widoyono, 2015).
Cacing hidup di usus halus untuk menghisap karbohidrat dari lumen usus
dan protein mukosa usus. Telur cacing akan keluar melalui tinja. Apabila telur
termakan oleh babi atau sapi, maka telur akan menetas menjadi larva dalam usus
lalu masuk ke pembuluh darah menuju jaringan otot ke dalam daging. Bila daging
dimakan oleh manusia, maka larva akan menetap dan menjadi dewasa di usus
halus. Gejala yang ditimbulkan adalah gangguan cerna karena adanya masssa
cacing, nyeri otot, lemah dan demam. Anemia dapat terjadi pada tingkat yang
2.2.3.2 Difilobotriasis
Cacing dewasa pada usus penderita dapat sepanjang 15 meter. Penyakit ini
ditularkan oleh larva dalam ikan yang mentah atau kurang matang.
dan sanitasi lingkungan. Difilobotriasis didiagnosa melalui deteksi telur yang khas
10
Universitas Sumatera Utara
2.3 Pengobatan Kecacingan
cacing dalam tubuh manusia dan hewan. Banyak antelmintika memiliki khasiat
yang efektif terhadap satu atau dua jenis cacing saja. Hanya beberapa obat yang
memiliki khasiat terhadap lebih banyak jenis cacing (broad spectrum) misalnya
mebendazole. Oleh karena itu pengobatan harus selalu didasarkan atas diagnosa
dosis terapi hanya bersifat melumpuhkan cacing, jadi tidak mematikannya. Guna
mencegah jangan sampai parasit menjadi aktif lagi atau sisa-sisa cacing mati dapat
menimbulkan reaksi alergi, maka harus dikeluarkan secepat mungkin. Oleh sebab
itu beberapa obat cacing perlu diberikan bersama pencahar (Tjay dan Rahardja,
2007).
2.3.1.1 Albendazol
peroral. Obat ini dapat digunakan untuk pengobatan cacing cambuk, cacing kremi,
cacing tambang dan cacing gelang.Obat ini bekerja dengan cara mengikat area
penyerapan glukosa pada larva dan cacing dewasa sehingga kehabisan energi dan
demam, dan rontok rambut. Wanita hamil dan laktasi tidak boleh menggunakan
albendazol karena terbukti bersifat teratogen pada binatang percobaan. Pada anak
dan dewasa dapat digunakan dosis tunggan 400 mg perhari selama 3 hari(Tjay dan
Rahardja, 2007).
11
Universitas Sumatera Utara
2.3.1.2 Mebendazol
cacing kremi, cacing tambang dan cacing gelang. Obat ini banyak digunakan
campuran dengan dua atau lebih cacing. Mekanisme kerjanya melalui perintangan
samping berupa gangguan saluran cerna seperti sakit perut dan diare. Tidak boleh
digunakan oleh ibu hamil karena memiliki sifat teratogen yang potensial. Dosis
diberikan 100 mg sehari selama 3 hari, bila perlu diulang setelah 3 minggu ( Tjay
2.3.1.3 Ivermektin
saraf yang mengakibatkan paralisis pada parasit. Efek sampingnya berupa gatal-
gatal, ruam kulit, dan perasaan pusing. Tidak dianjurkan bagi wanita hamil. Dosis
di atas 12 tahun diberikan dosis tunggan 150 mcg/kgBB. Bila perlu diulang
sesudah 6 bulan (Tjay dan Rahardja, 2007 dan Tjahyanto dan Salim, 2013).
kremi dan cacing tambang, tetapi tidak efektif terhadap cacing cambuk.
melalui feses. Efek sampingnya berupa gangguan saluran cerna dan kadang kala
12
Universitas Sumatera Utara
sakit kepala. Tidak dianjurkan untuk wanita hamil dan anak di bawah usia 2
tahun. Dosis dewasa yaitu 2-3 tablet 250 mg dan anak-anak ½-2 tablet (Tjay dan
Rahardja, 2007).
2.3.1.5 Piperazin
Piperazin sangat efektif untuk pengobatan cacing kremi dan cacing gelang.
neuromuskuler dan dikeluarkan cepat dari usus. Dahulu obat ini banyak
digunakan karena efektif dan murah, tetapi banyak negara barat sejak tahun 1984
Efek sampingnya pada overdosis timbul gatal-gatal dan kesemutan serta gejala
neurotoksisitas (rasa kantuk, pikiran kacau, konvulsi, dll). Dosis untuk askariasis
2.3.1.6 Levamisol
jarang terjadi yaitu alergi (rash). Dosis untuk dewasa 150 mg dan anak-anak 50
2.3.1.7 Dietilkarbamazin
Obat ini juga dapat menyebakan perubahan permukaan membran pada cacing
sehingga cacing dapat dihancurkan dengan daya tahan tubuh penderita. Efek
sampingnya seperti sakit kepala, pusing, mual, muntah. Obat ini dianggap aman
untuk ibu hamil. Dosisnya 150-500 mg sehari untuk 14 hari (Tjay dan Rahardja,
2007).
13
Universitas Sumatera Utara
2.3.2 Antelmintik untuk infeksi trematoda
dengan kematian cacing. Efek sampingnya berupa mual, sakit perut, serta jarang
menyebabkan deman dan urtikaria. Dosisnya 600 mg setelah makan malam (Tjay
2.3.3.1 Niklosamid
bentuk adenosin trifosfat dan metabolisme anaerobik juga dapat dihambat. Efek
sampingnya hampir tidak ada, namun obat ini bersifat sangat toksis sehingga
penggunaannya harus hati-hati. Dosis dewasa dan anak di atas 8 tahun pada pagi
hari hari 2 tablet dikunyah sedangkan pada anak-anak di bawah 8 tahun setengah
dari dosis dewasa (Tjay dan Rahardja, 2007 dan Tjahyanto dan Salim, 2013).
2.3.3.2 Albendazol
peroral dapat juga mengobati infeksi cacing cestoda(Tjay dan Rahardja, 2007).
Obat antelmintik yang digunakan saat ini kebanyakan bersifat toksik (Tjay
dan Rahardja, 2007). Obat antelmintik juga dapat menimbulkan efek samping
seperti rasa mual, hilangnya nafsu makan, muntah, sakit kepala dan diare (Vennila
and Nivetha, 2015). Resistensi cacing parasit terhadap obat antelmintik juga telah
14
Universitas Sumatera Utara
levamisol, dan ivermictin telah terjadi hampir di seluruh dunia dan prevalensinya
antelmintik dari Albendazol pada anak sekolah di tujuh negara tropis juga telah
Waller, et al., 1995). Oleh karena itu pengembangan antelmintik baru perlu
samping seperti obat-obatan dari bahan kimia (Apriasari, 2015; Borah, et al.,
2013).
khasiat sebagai antelmintik antara lain kulit batang lengaru (Lamasai, dkk, 2015),
daun ketepeng cina (Supriarti, dkk, 2012), daun pepaya, daun miana, pare, temu
giring, temu hitam, biji pinang (Tiwow, dkk, 2013), putri malu (Ratnawati, 2013),
parasit yang merupakan penyebab infeksi pada manusia. Di Maluku dan Filipina
tanaman puguntanoh ini digunakan secara tradisional sebagai obat cacing untuk
15
Universitas Sumatera Utara
2.5 Golongan Senyawa Kimia yang Berkhasiat Sebagai Antelmintik
antelmintik (Patilaya dan Husori, 2015; Vennila and Nivetha, 2015; Wink, M.,
2012).
Pugun tanoh terdapat di lereng hutan atau pinggiran hutan, ladang, daerah
lembab dengan ketinggian di atas 900 m di atas permukaan laut (Prohati, 2015).
dilaporkan bahwa ekstrak etanol daun pugun tanoh yang diekstraksi secara
2015).
Nama daerah dari tumbuhan ini adalah empedu taneh (Karo), pugun tanoh,
pugun tana, poguntano, pagon tanoh (Dairi), tamah raheut (Sunda), kukurang
Nama asing dari tumbuhan ini adalah beremi, gelumak susu, empedu
tanah, rumput kerak nasi (Malaysia), sagai-uak (Filipina), ku xuan shen, kum ta
tjao (Cina), longritong (India), kong saden (Laos), thnah (Vietnam) (Globinmed,
2015).
16
Universitas Sumatera Utara
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Lamiales
Famili : Linderniaceae
Genus : Picria
cm. Tandan bunga bewarna merah (Agung dan Tinton, 2008), bunga berupa
tandan di ujung atau di batang, jumlah bunga 2-16. Daunnya berbulu halus,
berbentuk bundar telur dengan panjang 3-6 cm dan lebar 2-3 cm, ujung daun agak
Tanaman ini digunakan sebagai obat cacing obat cacing untuk anak-anak,
mengobati kolik dan malaria di Maluku dan Filipina, di Indonesia daun pugun
tanoh dapat menyembuhkan gatal-gatal dan penyakit kulit lainnya (Prohati, 2015).
Pugun tanoh mengandung curangin dan zat pahit (Agung dan Tinton,
2008), flavonoid (Huang, et al., 1999), saponin (Fang, et al., 2009), tanin,
17
Universitas Sumatera Utara
2.7 Simplisia
belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa
bahan alam yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan atas simplisia nabati,
yang berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan. Eksudat
tumbuhan ialah isi sel yang secara spontan keluar dari tumbuhan atau isi sel yang
dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya. Simplisia hewani adalah simplisia
yang berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh
hewan dan belum berupa zat kimia murni. Simplisia pelikan adalah simplisia yang
berupa bahan pelikan yang belum diolah dengan cara sederhana atau belum
liar memiliki kandungan kimia yang tidak terjamin selalu konstan karena adanya
variabel bibit, tempat tumbuh, iklim, kondisi (umur dan cara) panen, serta proses
pasca panen dan preparasi akhir. Variasi kandungan senyawa dalam produk hasil
a. Genetik (bibit)
kontaminasi dan stabilitas bahan. Simplisia yang bermutu baik akan menghasilkan
produk yang bermutu dan bermanfaat bagi tubuh (Ditjen POM, 2000).
18
Universitas Sumatera Utara
2.8 Ekstraksi
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair (Ditjen
POM, 2000). Hasil dari ekstraksi disebut dengan ekstrak yaitu sediaan pekat yang
yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan hingga
Faktor yang mempengaruhi kualitas dari ekstrak yaitu faktor biologi dan
faktor kimia. Faktor biologi meliputi: spesies tumbuhan, lokasi tumbuh, waktu
digunakan. Faktor kimia yaitu: faktor internal (jenis senyawa aktif, kadar total
rata-rata senyawa aktif) dan faktor eksternal (metode ekstraksi, pelarut yang
dua cara, yaitu cara panas dan cara dingin. (Ditjen POM, 2000).
a. Refluks
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan
b. Sokletasi
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan
19
Universitas Sumatera Utara
c. Infundasi
Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98°C)
d. Digesti
e. Dekoktasi
Dekoktasi adalah infus pada waktu yang lebih lama (30 menit) dan
a. Maserasi
b. Perkolasi
yaitu metode in vitro dan metode invivo. Penelitian secara in vitrountuk meneliti
dari luar tubuh dan in vivo di dalam tubuh makhluk hidup (Dorland, 2012).
20
Universitas Sumatera Utara
memiliki aktivitas antelmintik dengan berbagai konsentrasi dengan parameter
bertujuan agar terjadi kontak antara larutan antelmintik dengan tubuh cacing, baik
reaksi yang menyebabkan cacing paralisis dan kemudian mati (Patilaya dan
Husori, 2015).
pada manusia seperti Ascaris lumbricoides (Tjokropranoto, dkk., 2011) atau dapat
menggunakan cacing tanah Pheretima posthuma sebagai model hewan uji karena
memiliki kemiripan struktur anatomi dan fisiologi dengan parasit cacing gelang
yang menginfeksi usus manusia. Karena ketersediaan yang mudah, cacing tanah
telah digunakan secara luas untuk evaluasi awal senyawa antelmintik (Dash,et al.,
cacing parasit, lalu setelah mencapai masa prepaten, diberi perlakuan. Pemberian
dilakukan peroral selama beberapa hari yang dibagi dalam beberapa kelompok
perlakuan yaitu kontrol negatif, ekstrak tanaman yang diduga memiliki aktivitas
telur tiap gram tinja. Parameter pengamatan adalah jumlah telur, jumlah larva,
daya tetas telur pada tinja hewan dan sisa telur cacing yang terdapat pada hewan
percobaan. Hewan percobaan dapat berupa kambing, ayam, domba, tikus dan
21
Universitas Sumatera Utara
BAB III
METODE PENELITIAN
ekstrak etanol batang pugun tanoh dalam berbagai konsentrasi terhadap waktu
pembuatan simplisia dan ekstrak etanol batang pugun tanoh beserta karakterisasi
dan skrining fitokimia, uji aktivitas antelmintik ekstrak etanol batang pugun tanoh
3.1.1 Alat-alat
erlenmeyer, beaker glass, corong, labu tentukur (Pyrex), tabung reaksi, pipet ukur
(Iwaki Pyrex), oven (Dynamica), alat destil, mikroskop (Boeco), labu alas bulat
500 ml (Duran), cawan penguap vakum (Stuart), cawan petri (CMSI), pengukur
waktu (Oppo), bola karet (D&N), bejana maserasi, lumpang dan alu, lemari
pengering, penangas air, krus porselin, pengaduk, pipet tetes, kaca arloji, penjepit
3.1.2 Bahan-bahan
pugun tanoh. Etanol 96% (Rudang Jaya) berkualitas teknis, bahan kimia lainnya
berkualitas pro analisis seperti raksa (II) klorida, bismut (III) nitrat, asam nitrat
22
Universitas Sumatera Utara
pekat, asam nitrat 0,5 N, kalium iodida, α-naftol, asam sulfat pekat, natrium
hidroksida, timbal (II) asetat, besi (III) klorida, kloralhidrat, asam asetat anhidrida,
iodium, metanol, n-heksan, isopropanol (Merck), tween 80 dan air suling (Rudang
membandingkan dengan daerah lain. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah batang pugun tanoh (Picria fel-terrae Lour.) diperoleh dari Pajak Pancur
Batang pugun tanoh dipetik dan disortir kemudian dicuci hingga bersih,
tanoh dikeringkan dalam lemari pengering pada suhu 30-35ºC untuk memperoleh
simplisia. Simplisia yang telah kering ditimbang, diperoleh berat simplisia 1060 g
kemudian diblender menjadi serbuk hingga agak halus lalu dimasukkan ke dalam
23
Universitas Sumatera Utara
wadah tertutup dan disimpan untuk penelitian lebih lanjut (Oshomoh and Idu,
2012).
Sebanyak 1,4 g raksa (II) klorida dilarutkan dalam air suling hingga 60 ml.
Pada wadah lain ditimbang sebanyak 5 g kalium iodida lalu dilarutkan dalam 10
ml air suling. Kedua larutan dicampurkan dan ditambahkan air suling hingga 100
Sebanyak 0,8 g bismut (III) dilarutkan dalam 20 ml asam nitrat pekat. Pada
wadah lain, sebanyak 27,2 g kalium iodida dilarutkan dalam 50 ml air suling.
Larutan yang jernih diambil dan diencerkan dengan air suling hingga volume
volume asam asetat anhidrida ke dalam campuran tersebut dan dinginkan. Asam
asetat anhidrida adalah bentuk anhidrat dari asam asetat yang dapat dibuat dengan
reaksi asetilasi dari asetil klorida dan natrium asetat (Ditjen POM., 1995).
24
Universitas Sumatera Utara
3.4.5 Pereaksi Molish
Sebanyak 5,4 ml larutan asam sulfat pekat diencerkan dengan air suling
Sebanyak 15,17 g timbal (II) asetat dilarutkan dalam air suling bebas
25
Universitas Sumatera Utara
3.7 Karakterisasi Simplisia Batang Pugun Tanoh
penetapan kadar air, penetapan kadar sari larut dalam air, penetapan kadar sari
larut dalam etanol, penetapan kadar abu total dan penetapan kadar abu tidak larut
pugun tanoh. Serbuk simplisia batang pugun tanoh ditaburkan diatas kaca objek
yang telah ditetesi dengan larutan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup,
volume air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml.
toluen mendidih, kecepatan toluen diatur 2 tetes per detik sampai sebagian besar
air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes per detik.
mendingin pada suhu kamar, setelah air dan toluen memisah sempurna, volume
26
Universitas Sumatera Utara
air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai
dengan kadar air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung
porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan beratnya. Krus porselin
dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran dilakukan pada suhu 500-
600°C selama 3 jam kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot
tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Ditjen POM.,
1995).
Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25
ml asam klorida encer selama 5 menit. Bagian yang tidak larut asam
dikumpulkan, disaring melalui kertas saring dan dipijar sampai bobot tetap,
kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam
suling) dalam labu tersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama,
diuapkan sampai kering dalam cawan penguap berdasar rata yang telah
dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105°C sampai bobot tetap.
Kadar sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan
27
Universitas Sumatera Utara
3.7.7 Penetapan kadar sari larut etanol
jam dalam 100 ml etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali
selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam dan disaring.
berdasar rata yang telah ditara. Sisa dipanaskan dalam oven pada suhu 105 oC
sampai diperoleh bobot konstan. Kadar sari yang larut dalam etanol dihitung
9ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit. Setelah dingin lalu
28
Universitas Sumatera Utara
ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil
alkohol, dkocok dan dibiarkan memisah. Flavonoid positif jika terjadi warna
disaring. Filtratnya diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna. Ke dalam
2 ml filtrat ditambahkan 1-2 tetes larutan besi (III) klorida. Jika terjadi warna biru
volume etanol 96% dan 3 bagian volume air suling. Selanjutnya ditambahkan 10
filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M, dikocok,
didiamkan selama 5 menit lalu disaring. Filtrat disari sebanyak 3 kali, tiap kali
cincin warna ungu pada batas kedua cairan menunjukkan adanya ikatan gula
selama 10 detik. Timbulnya busa yang mantap setinggi 1-10 cm tidak kurang dari
10 menit yang tidak hilang dengan penambahan 1 tetes larutan asam klorida 2 N
29
Universitas Sumatera Utara
3.8.6 Pemeriksaan steroid/triterpenoid
lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisanya ditambahkan
asam asetat anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat. Timbul warna biru atau hijau
menunjukkan adanya steroid dan timbul warna merah, pink atau ungu
etanol 96%. Sebanyak 100 g serbuk simplisia batang pugun tanoh (Picria fel-
dalam pendingin sehingga diperoleh ekstrak etanol batang pugun tanoh (Oshomoh
dan lebar 0,3 – 0,5 cm). Pheretima posthuma dikumpulkan dari tanah yang
30
Universitas Sumatera Utara
lembab, dicuci dengan larutan salin untuk menghilangkan pengotor (Samanta, et
al., 2012).
masing sebanyak 150, 300, 600, dan 900 mg dimasukkan ke dalam lumpang.
erlenmeyer yang sudah dikalibrasi, dicukupkan dengan larutan NaCl 0,9% sampai
masing- masing terdiri dari 3 ekor cacing Pheretima posthuma dengan perlakuan
seperti pada Tabel 3.1 dan gambar pengujian dapat dilihat pada Lampiran 11,
halaman 59.
Tabel 3.1. Perlakuan uji antelmintik ekstrak etanol daun pugun tanoh terhadap
Pheretima posthuma
Kelompok Perlakuan
I Pemaparan dalam 30 ml larutan NaCl 0,9%
II Pemaparan dalam 30 ml larutan Tween 80 1%
III Pemaparan dalam 30 ml suspensi EEBPT 5 mg/ml
IV Pemaparan dalam 30 ml suspensi EEBPT 10 mg/ml
V Pemaparan dalam 30 ml suspensi EEBPT 20 mg/ml
VI Pemaparan dalam 30 ml suspensi EEBPT 30 mg/ml
Keterangan: EEBPT = Ekstrak etanol batang pugun tanoh
Waktu paralisis ditentukan jika cacing tidak bergerak kecuali apabila diguncang
31
Universitas Sumatera Utara
dengan kuat. Waktu kematian ditentukan apabila cacing tidak bergerak meskipun
jika dicelupkan ke dalam cawan petri ke dalam cawan petri berisi larutan NaCl
baku. Analisis statistika dilakukan menggunakan perangkat lunak SPSS versi 17.0
dengan metode analisis variansi (anava) satu arah, apabila terdapat perbedaan
32
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
anatomi dan fisiologi dengan cacing parasit manusia. Hasil identifikasi hewan
larut dalam air, penetapan kadar sari larut dalam etanol, penetapan kadar abu total
dan penetapan kadar abu tidak larut asam simplisia batang pugun tanoh.
33
Universitas Sumatera Utara
Pemeriksaan secara organoleptik menunjukkan bahwa simplisia batang
pugun tanoh berwarna coklat keemasan dan mudah rapuh. Serbuk simplisia
batang pugun tanoh berupa serbuk kering berwarna kuning kecoklatan, berasa
Hasil pemeriksaan kadar air, kadar sari larut dalam air, kadar sari larut
dalam etanol, kadar abu total, dan kadar abu tidak larut asam simplisia batang
pugun tanoh dapat dilihat pada Tabel 4.1 di bawah ini dan data perhitungan dapat
Tabel 4.1Kadar air, sari larut dalam air, sari larut dalam etanol, abu total, dan abu
tidak larut asam simplisia batang pugun tanoh
No. Karakterisasi Simplisia Hasil
1. Kadar air 7,54%
2. Kadar sari larut dalam air 26,21%
3. Kadar sari larut dalam etanol 11,29%
4. Kadar abu total 10,63%
5. Kadar abu tidak larut asam 2,34%
Berdasarakan tabel 4.1 hasil penetapan kadar air simplisia batang pugun
tanoh yang diperoleh yaitu 7,54%. Hal ini memenuhi persyaratan yang ditetapkan
yaitu kadar air tidak lebih dari 10% (Ditjen POM, 1995). Untuk kadar sari larut
dalam air diperoleh sebesar 26,21%, kadar sari larut dalam etanol sebesar 11,29%,
kadar abu total sebesar 10,63%, dan kadar abu tidak larut asam sebesar 2,34%.
(Wall.) dengan famili yang sama dengan Picria fel-terraeLourdiperoleh kadar air
sebesar 6,20%, kadar sari larut dalam air sebesar 17,67%, kadar sari larut dalam
etanol sebesar 16,17%, kadar abu total sebesar 3,36%, dan kadar abu tidak larut
34
Universitas Sumatera Utara
Asam sebesar 0,42% (Preeti, et al., 2012).
Hasil skrining fitokimia simplisia dan ekstrak dari batang pugun tanoh
Tabel 4.2 Kandungan metabolit sekunder simplisia dan ekstrak etanol batang
pugun tanoh
No. Golongan metabolit sekunder Simplisia Ekstrak
1 Alkaloid - -
2 Flavonoid + +
3 Tanin + +
4 Glikosida + +
5 Saponin + +
6 Steroid/triterpenoid + +
Keterangan: (+) : Mengandung golongan senyawa
(-) : Tidak mengandung golongan senyawa
Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa simplisia dan ekstrak etanol batang
steroid/triterpenoid.
Menurut Patilaya dan Husori (2015) simplisia dan ekstrak etanol daun
batang pugun tanoh mengandung senyawa kimia yang sama dengan simplisia dan
Hasil maserasi dari 300 g serbuk simplisia batang pugun tanoh dengan
35
Universitas Sumatera Utara
4.6 Aktivitas Antelmintik Ekstrak Etanol Batang Pugun Tanoh
berdasarkan waktu paralisis dan waktu kematian. Tabel 4.3 menunjukkan bahwa
ekstrak etanol batang pugun tanoh (EEBPT) pada konsentrasi uji menyebabkan
statistika dengan uji Anova satu arah menunjukkan bahwa kemampuan EEBPT
pada konsentrasi 30 mg/ml dan 20 mg/ml terhadap paralisis cacing lebih kuat
dibandingkan dengan EEBPT konsentrasi 10 mg/ml dan lebih kuat dari EEBPT
konsentrasi 5 mg/ml. Uji statistika waktu paralisis dapat dilihat pada Lampiran 14,
halaman 62.
Analisis waktu kematian cacing dengan uji Anova satu arah menunjukkan
cacing lebih kuat dibandingkan EEBPT konsentrasi 10 mg/ml dan 5 mg/ml ml.Uji
statistika waktu kematian dapat dilihat pada Lampiran 15, halaman 64.
Efek paralisis EEBPT yang diperoleh dengan metode maserasi lebih lemah
dibandingkan efek paralisis ekstrak etanol daun pugun tanoh (EEDPT) dengan
metode maserasi. Menurut Patilaya dan Husori (2015), efek paralisis pemberian
EEDPT yang diperoleh dengan metode maserasi konsentrasi 10, 20 dan 30 mg/ml,
36
Universitas Sumatera Utara
masing-masing terlihat pada 41,28; 23,27; dan 12,18 menit serta efek kematian
EEBPT terhadap Pheretima posthuma yang diperoleh juga terlihat lebih lemah
bila dibandingkan dengan EEDPT. Menurut Patilaya dan Husori (2015) waktu
kematian yang diperoleh dari pemberian EEDPT pada konsentrasi 10, 20, dan 30
mg/ml masing-masing adalah 47,09; 27,41; dan 16,66 menit. Hal tersebut
flavonoid.
cacing melalui reaksi fosforilasi oksidatif. Efek antelmintik tanin mungkin juga
menyebabkan kematian (Kumar, et al., 2010 dan Patilaya dan Husori, 2015).
glukosa dengan cara melibatkan penghambatan sistem ambil glukosa yang dapat
menyebabkan energi cacing hilang dan berakhir dengan kematian (Borba, et al.,
37
Universitas Sumatera Utara
BAB V
5.1 Kesimpulan
bahwa:
a. Karakteristik simplisia batang pugun tanoh yaitu kadar air 7,54%, kadar sari
larut dalam air 26,21%, kadar sari larut dalam etanol 11,29%, kadar abu total
Pheretima posthuma.
5.2 Saran
38
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
Ahamed, S. M., Kumar, S. V., Rao, J. V., Jayaveera, K. N., and Swamy, S. K.
(2008). Anthelmintic Activity of Leaves of Feronia limonius.
Pharmacologyonline. 3. Halaman 220-223.
Agung dan Tinton. (2008). Buku Pintar Tanaman Obat. Cetakan 1, Jakarta:
Agromedia Pustaka. Halaman 64-65.
Apriasari, M.L. (2015). Aktivitas Antifungi Ekstrak Etanol dan Metanol dari
Batang Pisang Mauli 100%. Stomatognatic (J. K. G. Unej). 12 (1).
Halaman 26-29.
Borah, S., Kakoti, B.B., Mahatto, K., dan Kumar, M. (2013). Investigation of in
vitro Anthelmintic Activity of Calamus leprospadix Griff. Shoot in Adult
Eartworm Pheretima posthuma. J App Sci. 3 (6). Halaman 156-159.
Borba, A. R., Freire, R. B., Albuquerqe, A. C., Cardoso, M., Braga, I. G.,
Almeida, S., et al. (2010). Anthelmintic Comparative Stydy of Solanum
lycocarpum St. Hill Extract in Mice Naturally Infected with Aspiculuris
tetraptera. Nature and Science. 8 (4). Halaman 94-100.
Dash, G.K., Suresh, P., Sahu, S. K., Kar, D. M., Ganapaty, S., et al. (2002).
Evaluation of Evolvulus alsinoides Linn. For Anthelmintic and
Antimicrobial Activities. Journal of Natural Remedies. 2 (2). Halaman182-
185.
De silva, N. R., Brooker, S., Hotez, P. J., Montresor, A., Engels, Dirk., and
Savioli, L. ( 2003). Soil-Transmitted Helminth Infection Updating The
Global Picture. Trends Parasitol. 19. Halaman 547-551.
Ditjen POM. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI. Halaman 3-11.
Fang, H., Ning, D.S., dan Liang, X.Y. (2009). Studies on Technology
Optimizatiofor Extracting Triterpenoid Saponins from Picria fel-terrae by
39
Universitas Sumatera Utara
Multi Target Grading Method.Journal of Chinese Medicinal Material, 32
(12): Halaman 1902-1905.
Fitri dan Sri, A. (2005). Uji In Vivo Efek Antelmintik Serbuk Kulit Buah Nanas
Bogor Tua terhadap Cacing Lambung Domba. Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner. Halaman 724-731.
Gunawan, F. (2007). Uji Efektivitas Daya Antelmintik Perasan Buah Segar dan
Infus Daun Mengkudu (Marinda citrifolia) terhadap Ascaridia galli
secara In Vitro. Artikel Penelitian. Semarang: Fakultas Kedokteran
niversitas Diponegoro. Halaman 4-5.
Gunawan dan Sulistia (eds). (2011). Farmakologi dan Terapi. Cetakan Kelima.
Jakarta: Badan Penerbit FKUI. Halaman 545-546.
Harahap, U., Patilaya, P., Marianne, Yuliasmi, S., Husori, D. I., dkk. (2013).
Profil Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Pugun Tanoh [ Curangan fel-terraeI
(Lour.) Merr.] yang Berpotensi Sebagai Antiasma. Prosiding Seminar
Nasional Sains dan Teknologi V Lembaga Penelitian Universitas
Lampung. Halaman 422-426.
Huang, Y., De bruyne, T., Apers, S., Ma, Y., Claeys, M., van den Berghe, D.,
Pieters, L., dan Vlietinck, A. (1998). Complement-Inhibiting Cucurbitacin
Glycosides from Picria fel-terrae. Journal of Natural Products. 61(6):
Halaman 757-761.
Huang, Y., De bruyne, T., Apers, S., Ma, Y., Claeys, M., D., Pieters, L., dan
Vlietinck, A. (1999). Flavonoid Glucuroinides from Picria fel-terrae.
Phytochemistry. 62(8): Halaman 1701-1703.
Kumar, B., Lakshman, K., Jayaveera, K. N., Velmurugan, C., Manoj, B., et al.
(2010). Anthelmintic Activity of Methanol Extract of Amarantus caudatus
Linn. Int Journal of Food Safety. 12. Halaman 127-129.
Kumarasingha, R., Karpe, A., Preston, S., Yeo, T. C., Lim, D. L., et al.(2016).Me
40
Universitas Sumatera Utara
tabolic Profiling and in vitro Assesment of Anthelmintic Fractions of
Picria fel-terrae Lour. International Journal for Parasitology.6. Halaman
171-178.
Kumoro, A.C. (2015). Teknologi Ekstraksi Senayawa Bahan Aktif dari Tanaman
Obat. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Plantaxia. Halaman 9-21.
Lamasai, M., Ramadhani, R., dan Anam, S. (2015). Uji Aktivitas Daya
Antelmintik Ekstrak Kulit Batang Lengaru (Alstonia scholaris R.Br)
secara In Vitro. Biocelebes. 9 (2). Halaman 532-549.
Marjoni, R.M. (2014). Pemurnian Etanol Hasil Fermentasi Kulit Umbi Singkong
(Manihot utilissima Pahl) dari Limbah Industri Kerupuk Sanjai
Berdasarkan Suhu dan Waktu Destilasi.Pharmaciana. 4 (2). Halaman193-
200.
Padal, S. B., Satyavathi, D., and Deepika. (2014). Ethnomedical Plants Used For
Anthelmintic in Visakhapatnam District, Andhrapradesh, India. Int J
Ethno. 1 (2). Halaman 1-5.
Patilaya, P., dan Husori, D.I. (2015). Preliminary Study on The Anthelmintic
Activity of The Leaf Ethanolic Extract of Indonesian Curanga fel-terrae
(Lour.) Merr. International Journal of Pharmtech Research. 8 (3).
Halaman 347-351.
Prohati. (2015). Detil Data Picria fel-terrae Lour. [diakses pada 12 April 2018);
diambil dari http:/www.proseanet.org/prohati2/browser.php?docsid=459.
Samanta, K., Hossain, E., anf Pal, D.P. (2012). Anthelmintic Acrivity of
Hygrophila diffarmis Blume. Journal of Buffalo Science. 1. Halaman35-
38.
Sanbayu, M. (2005). Efek Antelmintik Ekstrak Air Kulit Buah Delima (Punica
granatum L.) terhadap Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides) secara In vi-
tro dan In vivo. Tesis. Universitas Surabaya. Halaman 19.
41
Universitas Sumatera Utara
Supriarti, H., Yamlean, P., dan Lasut, V. ( 2012). Uji Efektivitas Daya
Antelmintik Infus Daun Ketepeng Cina (Cassia alata L.) terhadap Cacing
Gelang (Ascaris lumbricoides) secara In Vitro dalam Pharmacon. 1 (1).
Halaman 56-62.
Tarigan, C. (2016). Isolasi Senyawa Flavonoid dari Herba Pugun Tanoh Curanga
fel-terrae (Lour.) Merr. Skripsi. Universitas Sumatera Utara.
Tiwow, D., Bodhi, W., Kojong, N.S. (2013). Uji Efek Antelmintik Ekstrak Etanol
Biji Pinang ( Areca catechu) terhadap Cacing Ascaris lumbricoidesI dan
Ascaridia galli secara in vitro. Pharmacon Jurnal Ilmiah Farmasi. 2 (2).
Halaman76-80.
Vercruysse, J., Behnke, J., Albomico, M., Ame, S. A., Angebault, C., et al.
(2011). Assesment of the Anthelmintic Efficacy of Albendazole in School
Children in Seven Countrieswhere Soil-Transmitted Helminths are
Endemic. P Lo S Negl. Trop Dis. 5 (3). Halaman 1-10.
Waller, P. J., Echevarria, F., Eddi, C., Maciel, S., Nari, A., et al. (1995). The
Prevalence of Anthelmintic Resistence in Nematode Parasites of Sheep in
Shourthern Latin America. Vet Parasitol. 62 (1). Halaman 181-187.
Wang. L.S., Li, S.H., Zou. J.M., Gua, Y.J., dan Sun, H.D. (2006). Two New
Terpenoids from Picria fel-terrae. Journal of Asian Natural Products
Research. 8(6): Halaman 491-494.
42
Universitas Sumatera Utara
Wink, M. (2012). Medicinal Plants: A Source of Anti-Parasitic Secondary
Metabolites. Molecules. 17. Halaman 12771-12791.
43
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1. Hasil identifikasi tanaman
44
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Surat persetujuan etik penelitian kesehatan
45
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3. Hasil identifikasi hewan
46
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4. Gambar pugun tanoh
47
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 5. Gambar hewan percobaan
48
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 6. Hasil pemeriksaan simplisia batang pugun tanoh
49
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7. Hasil pemeriksaan mikroskopik simplisia batang pugun tanoh
3 3 3
4 4 4
5 5 5
Perbesaran 10 x 40
Keterangan:
1: Penebalan pembuluh angkut bentuk spiral
2: Stomata tipe anomositik
3: Trikoma tipe rambut
4: Stomata tipe diasitik
5: Trikoma tipe tanduk
50
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 8. Bagan prosedur kerja
Pembuatan serbuk simplisia batang pugun tanoh
51
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 8. (lanjutan)
Pembuatan ekstrak etanol batang pugun tanoh
Maserat
Ekstrak Kental
52
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 8. (lanjutan)
Uji aktivitas antelmintik ekstrak etanol batang pugun tanoh
Pheretima posthuma (panjang 12-15
cm dan lebar 0,3-0,5 cm)
Hasil
53
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 9. Perhitungan rendemen simplisia dan ekstrak
Berat basah Berat simplisia Berat ekstrak
4350 g 1060 g 25 g
Berat simplisia
% Rendemen simplisa = x 100%
Berat basah
1060 g
= x 100%
4350 g
= 24,36%
Berat ekstrak
% Rendemen ekstrak = x 100%
Berat simplisia
25 g
= x 100%
300 g
= 8,33%
Berat simplisia yang digunakan untuk ekstraksi adalah sebanyak 300 g.
54
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 10. Perhitungan karakterisasi simplisia
a. Penetapan kadar air
Simplisia
No
Berat sampel (g) Kadar Air (ml)
1 5,30 0,4
2 5,30 0,3
3 5,30 0,5
0,4
1. % Kadar air I = x 100% = 7,54%
5,30
0,3
2. % Kadar air II = x 100% = 5,66%
5,30
0,5
3. % Kadar air III = x 100% = 9,43%
5,30
Simplisia
No
Berat sampel (g) Berat sari (g)
1 5,01 0,27
2 5,04 0,27
3 5,02 0,25
0,27 100
1. % Kadar sari larut air I = x x 100% = 26,94%
5,01 20
55
Universitas Sumatera Utara
0,27 100
2. % Kadar sari larut air II = x x 100% = 26,78%
5,04 20
0,25 100
3. % Kadar sari larut air III = x x 100% = 24,90%
5,02 20
(26,94+26,78+24,90)%
% Kadar sari larut air rata-rata= = 26,21%
3
Simplisia
No
Berat sampel (g) Berat sari (g)
1 5,01 0,15
2 5,02 0,05
3 5,02 0,14
0,15 100
1. % Kadar sari larut etanol I = x x 100% = 14,97%
5,01 20
0,05 100
2. % Kadar sari larut etanol II = x x 100% = 4,98%
5,02 20
0,14 100
3. % Kadar sari larut etanol III = x x 100% = 13,94%
5,02 20
14,97+4,98+13,94%
% Kadar sari larut etanol rata-rata= = 11,29%
3
Simplisia
No
Berat sampel (g) Berat Abu (g)
1 2,00 0,22
2 2,01 0,26
3 2,01 0,16
56
Universitas Sumatera Utara
Berat abu (gram)
% Kadar abu total = x 100%
Berat Sampel (gram)
0,22
1. % Kadar abu total I = x 100% = 11%
2,00
0,26
2. % Kadar abu total II = x 100% = 12,93%
2,01
0,16
3. % Kadar abu total III = x 100% = 7,96%
2,01
0,05
1. % Kadar abu tidak larut asam I = x 100% = 2,48%
2,01
0,07
2. % Kadar abu tidak larut asam II = x 100% = 3,50%
2,00
0,02
3. % Kadar abu tidak larut asam III = x 100% = 1,00%
2,00
57
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 11. Gambar pengujian antelmintik
58
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 12. Waktu paralisis cacing
Pengujian (menit)
Perlkauan
I II III
Larutan NaCl 0,9% (kontrol negatif) 512 531 520
Tween 80 1% (kontrol pelarut) 496 518 508
EEBPT 5 mg/ml 69 64 66
EEBPT 10 mg/ml 54 46 49
EEBPT 20 mg/ml 30 29 27
EEBPT 30 mg/ml 23 20 22
Keterangan :EEBPT = Ekstrak etanol batang pugun tanoh
59
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 13. Waktu kematian cacing
Pengujian (menit)
Perlkauan
I II III
Larutan NaCl 0,9% (kontrol negatif) 1677 1700 1685
Tween 80 1% (kontrol pelarut) 1598 1688 1609
EEBPT 5 mg/ml 134 123 142
EEBPT 10 mg/ml 130 119 113
EEBPT 20 mg/ml 38 34 32
EEBPT 30 mg/ml 31 28 30
60
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 14. Uji statistika waktu paralisis cacing
Tests of Normality
Kolmogorov-
Smirnova Shapiro-Wilk
perlakuan Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
waktu paralisis nacl 0.9% .208 3 . .992 3 .826
tween 1% .191 3 . .997 3 .900
EEBPT 5 mg/ml .219 3 . .987 3 .780
EEBPT 10 .232 3 . .980 3 .726
mg/ml
EEBPT 20 .253 3 . .964 3 .637
mg/ml
EEBPT 30 .253 3 . .964 3 .637
mg/ml
Descriptives
95% Confidence
Interval for
Std. Mean
Deviati Std. Lower Upper
N Mean on Error Bound Bound Min Max
nacl 0.9% 3 521.00 9.539 5.508 497.30 544.70 512 531
tween 1% 3 507.33 11.015 6.360 479.97 534.70 496 518
EEBPT 5 3 66.33 2.517 1.453 60.08 72.58 64 69
mg/ml
EEBPT 10 3 49.67 4.041 2.333 39.63 59.71 46 54
mg/ml
EEBPT 20 3 28.67 1.528 .882 24.87 32.46 27 30
mg/ml
EEBPT 30 3 21.67 1.528 .882 17.87 25.46 20 23
mg/ml
Total 18 199.11 229.811 54.167 84.83 313.39 20 531
61
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 14. (lanjutan)
ANOVA
waktu paralisis
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 897344.444 5 179468.889 4492.962 .000
Within Groups 479.333 12 39.944
Total 897823.778 17
waktu paralisis
a
Tukey HSD
Subset for alpha = 0.05
Perlakuan N 1 2 3
EEBPT 30 mg/ml 3 21.67
EEBPT 20 mg/ml 3 28.67
EEBPT 10 mg/ml 3 49.67
EEBPT 5 mg/ml 3 66.33
tween 1% 3 507.33
nacl 0.9% 3 521.00
Sig. .750 .062 .158
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.
62
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 15. Uji statistika waktu kematian cacing
Tests of Normality
Kolmogorov-
Smirnova Shapiro-Wilk
perlakuan Statistic df Sig. Statistic df Sig.
waktu nacl 0.9% .246 3 . .970 3 .668
kematian tween 1% .345 3 . .840 3 .214
EEBPT 5 .208 3 . .992 3 .826
mg/ml
EEBPT 10 .243 3 . .972 3 .679
mg/ml
EEBPT 20 .253 3 . .964 3 .637
mg/ml
EEBPT 30 .253 3 . .964 3 .637
mg/ml
a. Lilliefors Significance Correction
Descriptives
waktu kematian
95% Confidence
Std. Interval for Mean
Deviatio Std. Lower Upper
N Mean n Error Bound Bound Min Max
nacl 0.9% 3 1687.33 11.676 6.741 1658.33 1716.34 1677 1700
tween 1% 3 1631.67 49.095 8.345 1509.71 1753.63 1598 1688
EEBPT 5 mg/ml 3 133.00 9.539 5.508 109.30 156.70 123 142
EEBPT 10 3 120.67 8.622 4.978 99.25 142.08 113 130
mg/ml
EEBPT 20 3 34.67 3.055 1.764 27.08 42.26 32 38
mg/ml
EEBPT 30 3 29.67 1.528 .882 25.87 33.46 28 31
mg/ml
Total 18 606.17 767.841 180.982 224.33 988.00 28 1700
63
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 15. (lanjutan)
Test of Homogeneity of Variances
waktu kematian
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
9.080 5 12 .001
ANOVA
waktu kematian
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 1.002E7 5 2003479.833 4413.491 .000
Within Groups 5447.333 12 453.944
Total 1.002E7 17
waktu kematian
Tukey HSDa
Subset for alpha = 0.05
Perlakuan N 1 2 3
EEBPT 30 3 29.67
mg/ml
EEBPT 20 3 34.67
mg/ml
EEBPT 10 3 120.67
mg/ml
EEBPT 5 mg/ml 3 133.00
tween 1% 3 1631.67
nacl 0.9% 3 1687.33
Sig. 1.000 .977 .065
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
64
Universitas Sumatera Utara