Anda di halaman 1dari 50

HUBUNGAN ANTARA RED DISTRIBUTION WIDTH (RDW) DAN

PEDIATRIC APPENDISITIS SCORE (PAS) DALAM MENENTUKAN


TINGKAT KEPARAHAN PENDERITA APPENDISITIS AKUT
PADA ANAK DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT
HAJI ADAM MALIK MEDAN

TESIS

OLEH:
KHAIRIL MUNANDAR HASIBUAN
NIM : 147041166

PROGRAM STUDI MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK


DEPARTEMEN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

Universitas Sumatera Utara


HUBUNGAN ANTARA RED DISTRIBUTION WIDTH (RDW) DAN PEDIATRIC
APPENDISITIS SCORE (PAS) DALAM MENENTUKAN TINGKAT KEPARAHAN
PENDERITA APPENDISITIS AKUT PADA ANAK DI RUMAH SAKIT
UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar


Magister Kedokteran Klinik (M.Ked (Surg)) pada
Program Studi Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara

OLEH:
KHAIRIL MUNANDAR HASIBUAN
NIM : 147041166

PROGRAM STUDI MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK


DEPARTEMEN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

Universitas Sumatera Utara


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya penulis sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip
maupun dirujuk telah penulis nyatakan dengan benar.

Nama : Khairil Munandar Hasibuan


NIM : 147041166
Tanda Tangan :

Penulis,

dr. Khairil Munandar Hasibuan


NIM : 147041166

i
Universitas Sumatera Utara
LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Hubungan Antara Red Distribution Width (RDW) Dan


Pediatric Appendisitis Score (PAS) Dalam Menentukan
Tingkat Keparahan Penderita Appendisitis Akut Pada Anak Di
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan
Nama : dr. Khairil Munandar Hasibuan
Nim : 147041166
Program Studi : Ilmu Bedah
Kategori : Bedah Anak

Hasil Penelitian Magister ini telah diperiksa dan disetujui oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. dr. Erjan Fikri, Sp.B, Sp. BA(K) dr. Zulfikar Lubis, Sp.PK-K
NIP. 1963 01 27198911 1001 NIP. 1956 11 01198302 1 002

Ketua Program Studi Dekan


Magister Kedokteran Klinik

Dr. dr. Rodiah Rahmawaty Lubis, M.Ked(Oph), Sp.M(K) Prof. Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K)
NIP. 19760417 20051 2 002 NIP. 19660524 199203 1 002

ii
Universitas Sumatera Utara
Telah diuji pada :
Tanggal :
Penguji :

Penguji I Penguji II

Dr. dr. Asrul, Sp.B-KBD Dr. dr. Syahmirsya Warli, Sp.U(K)


NIP. 19660705 199701 1 001 NIP. 19650505 199503 1 001

Penguji III

Dr. dr. R.R. Suzy Indharti, M.Kes, Sp.BS(K)


NIP. 19730220 200501 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen
Ilmu Bedah

Dr. dr. Adi Muradi Muhar, Sp.B-KBD


NIP. 19671207 200012 1 001

iii
Universitas Sumatera Utara
SURAT KETERANGAN

Telah diperiksa:
Judul : Hubungan Antara Red Distribution Width (RDW) Dan
Pediatric Appendisitis Score (PAS) Dalam Menentukan
Tingkat Keparahan Penderita Appendisitis Akut Pada Anak Di
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan
Nama : dr. Khairil Munandar Hasibuan
Nim : 147041166
Departemen : Ilmu Bedah
Institusi : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Medan, November 2019

Konsultan Metodologi Penelitian


Fakultas Kedokteran USU

Prof. dr. H. Aznan Lelo, Ph.D, Sp.FK


NIP. 195112021979021001

iv
Universitas Sumatera Utara
SURAT KETERANGAN

Telah diperiksa:
Judul : Hubungan Antara Red Distribution Width (RDW) Dan
Pediatric Appendisitis Score (PAS) Dalam Menentukan
Tingkat Keparahan Penderita Appendisitis Akut Pada Anak Di
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan
Nama : dr. Khairil Munandar Hasibuan
Nim : 147041166
Departemen : Ilmu Bedah
Institusi : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Medan, November 2019

Seksi Ilmiah
Program Studi Pendidikan Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

dr, Utama Abdi Tarigan, Sp.BP-RE


NIP. 19710161620021210004

v
Universitas Sumatera Utara
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Sumatera Utara, Saya yang bertanda tangan
di bawah ini:

Nama : Khairil Munandar Hasibuan


NIM : 147041166
Program Studi : Magister Kedokteran Klinik
Konsentrasi : Ilmu Bedah
Jenis Karya : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-ekslusif (Non-exclusive
Royalty Free Right) atas tesis saya yang berjudul: “Hubungan Antara Red
Distribution Width (RDW) Dan Pediatric Appendisitis Score (Pas) Dalam
Menentukan Tingkat Keparahan Penderita Appendisitis Akut Pada Anak Di
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan” beserta perangkat yang
ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-ekslusif ini, Universitas
Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media/ formatkan, mengelola
dalam bentuk database, merawat dan mempublikasikan tesis saya tanpa meminta
izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai
pemilik hak cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Medan
Pada Tanggal : November 2019
Yang Menyatakan,

dr. Khairil Munandar Hasibuan

vi
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK

Latar belakang: Salah satu tanda peradangan adalah red distribution width
(RDW) dan neutrophils lymphocyte ratio (NLR). Sebaran red distribution width
(RDW) adalah ukuran dari ukuran eritrosit yang beredar. Penelitian ini bertujuan
untuk menilai hubungan RDW dengan skor apendisitis pediatrik (PAS) untuk
menentukan derajat keparahan apendisitis akut pada anak-anak.
Metode dan Material: Penelitian non eksperimental dengan metode deskriptif
retrospektif dilakukan di Bagian Bedah Bagian Bedah Anak RSUD H. Adam
Malik Medan dengan data diambil berdasarkan rekam medis pasien rawat inap
dan rawat jalan ≤ 18 tahun dengan diagnosis apendisitis akut di RSUD H. Adam
Malik periode Januari 2015 sampai Desember 2017. Data dikumpulkan, diolah,
dan dianalisis secara deskriptif.
Hasil: Dari data diperoleh hasil bahwa dari 40 pasien yang menjadi sampel
penelitian terdiri dari 28 laki-laki (70%) dan 12 perempuan (30%). Usia rata-rata
semua sampel dalam penelitian ini adalah 11 tahun, dengan usia termuda 0 tahun
hingga paling dewasa adalah 18 tahun. Untuk nilai median sebaran sel darah
merah (RDW) adalah 12,95 dengan nilai minimum 11,50 dan nilai maksimum
18,30. Sedangkan nilai median Pediatric Appendicitis Score (PAS) adalah 4,50
dengan rentang nilai 1 sampai 9.
Kesimpulan: Kami menemukan bahwa hubungan antara distribusi sel darah
merah (RDW) dan skor apendisitis anak (PAS) signifikan secara statistik, yang
dianalisis menggunakan analisis data korelasi Spearman dengan hasil korelasi (r)
= 0,508 dan nilai p 0,001.

Kata Kunci : Appendisitis akut, RDW, PAS

vii
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT

Introduction: One of the sign of inflammation are the red distribution width
(RDW) and neutrophils lymphocyte ratio (NLR). The width of the distribution of
red blood cells (RDW) is a measure of the size of circulating erythrocytes. We aim
to assess the association of RDW with pediatric appendicitis score (PAS) to
determine the severity degree of acute appendicitis in children.
Material Methods: A non-experimental study using a retrospective descriptive
method was conducted at the Department of Surgery in the Pediatric Surgery
Division of the H. Adam Malik Hospital in Medan with data taken based on the
medical records of inpatients and outpatients ≤ 18 years old with a diagnosis of
acute appendicitis at the H. Adam Malik General Hospital from January 2015 to
December 2017. Data to be collected, processed, and analyzed descriptively.
Result: From the data, showed that of the 40 patients who became the study
sample consisted of 28 men (70%) and 12 women (30%). The median age of all
samples in this study was 11 years, with the youngest being 0 years to the most
mature is 18 years. For the median value of the distribution of red blood cells
(RDW) is 12.95 with a minimum value of 11.50 and a maximum value of 18.30.
Whereas the median value of Pediatric Appendicitis Score (PAS) is 4.50 with a
range of values from 1 to 9.
Conclusion: We found that the relationship between red blood cell distribution
(RDW) and pediatric appendicitis score (PAS) were statistically significant, which
were analyzed using Spearman correlation data analysis with correlation results
(r) = 0.508 and p value of 0.001.

Keywords : Appendicitis, RDW, PAS

viii
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan sampaikan kehadirat Allah SWT karena hanya


dengan berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini
dengan judul “Hubungan Antara Red Distribution Width (RDW) Dan Pediatric
Appendisitis Score (PAS) Dalam Menentukan Tingkat Keparahan Penderita
Appendisitis Akut Pada Anak Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam
Malik Medan”. Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan untuk
memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik Ilmu Bedah (M.Ked (Surg)) di
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan
dorongan moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan tesis dapat
diselesaikan. Oleh karena itu perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih
hormat yang tiada terhingga kepada semua pihak yang telah membantu penulis
dalam menyelesaikan tesis ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Rasa
hormat, penghargaan dan ucapan terima kasih sebesar-besarnya penulis
sampaikan kepada :
1. Rektor Universitas Sumatera Utara (USU), Dekan Fakultas Kedokteran USU,
dan Ketua TKP-PPDS FK-USU, yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Bedah di
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. Direktur RSUP Haji Adam Malik, RSUD dr. Pirngadi, dan RS Universitas
Sumatera Utara yang telah memberikan begitu banyak kemudahan dan izin
dalam menjalani pendidikan dan penelitian.
3. Dr. dr. Adi Muradi Muhar, SpB-KBD selaku Kepala Departemen Ilmu
Bedah FK-USU dan dr. Doddy Prabisma Pohan, SpB-TKV selaku Sekretaris
Departemen Ilmu Bedah FK-USU yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk mengikuti pendidikan serta senantiasa membimbing, memberi
dorongan dan kemudahan selama penulis menjalani pendidikan.
4. dr. Edwin Saleh Siregar, SpB-KBD sebagai Ketua Program studi Ilmu
Bedah FK-USU dan dr. Dedy Hermansyah, SpB(K)Onk sebagai Sekretari
Program Studi Ilmu Bedah FK-USU yang telah dengan sungguh-sungguh

ix
Universitas Sumatera Utara
membantu, membimbing, memberi dorongan dan membentuk penulis
menjadi dokter Spesialis Bedah yang berbudi luhur serta siap mengabdi pada
nusa dan bangsa.
5. Khusus mengenai karya tulis ini, penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Dr. dr. Erjan Fikri, M.Ked(Surg),SpB.,Sp.BA(K)
dan dr. Zulfikar Lubis, Sp.PK-K selaku pembimbing tesis, yang telah
memberikan bimbingan dan kemudahan bagi penulis selama melaksanakan
penelitian, juga telah banyak meluangkan waktu dan dengan kesabaran
membimbing penulis sampai selesainya karya tulis ini. Terima kasih yang tak
terhingga penulis ucapkan.
6. Terimakasih kepada dr. Gerhard S. T. Panjaitan, Sp.B(K) Onk sebagai
Guru sekaligus motivator saya selama menjalani pendidikan.
7. Guru Besar: Prof. dr. Bachtiar Surya, Sp.B-KBD yang telah memberikan
bimbingan dan teladan selama penulis menjalani pendidikan.
8. Seluruh staf pengajar Departemen Ilmu Bedah FK USU, para guru penulis
serta para guru lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang
dengan kesabaran dan perhatiannya senantiasa membimbing penulis selama
mengikuti pendidikan. Penulis haturkan rasa hormat dan terima kasih yang
tak terhingga.
9. Abang, kakak, dan adik-adik peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis
Ilmu Bedah FK-USU yang telah banyak membantu penulis selama menjalani
pendidikan.
10. Seluruh perawat/ paramedis di berbagai tempat di mana penulis pernah
bertugas selama pendidikan, terima kasih atas bantuan dan kerjasama yang
baik selama ini.
11. Motivator terbesar dalam hidup Penulis yang selalu memberikan cinta, kasih
sayang, dukungan dan doa yang tak putus-putusnya Ayahanda Pahlawan
Hasibuan (Alm) dan Ibunda Aini (almh) serta saudara kandungku yang
telah memberikan semangat dan doanya.

x
Universitas Sumatera Utara
12. Kepada Istri tercinta dr. Tetty Wahyuni Panjaitan, M.Ked (Clin.Path),
Sp.PK dan anakku Nadhira Rahma Hasibuan, serta Ibu Mertua Dra. Hj.
Zuraida Purba yang telah memberikan dorongan setulus hati dalam
menyelesaikan Program Studi Magister ini semoga ilmu yang didapatkan
bermanfaat bagi keluarga.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati, saya sampaikan terima kasih


yang setulus-tulusnya kepada semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu
persatu, yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung
selama pendidikan maupun dalam penyelesaian tesis spesialis ini.
Penulis menyadari sepenuhnya tulisan ini masih jauh dari sempurna,
namun besar harapan penulis kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat kepada
semua pihak. Demikian pula atas bantuan dan kebaikan yang telah diberikan
kepada penulis mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT, agar selalu
dilimpahkan kebaikan, kesehatan, kesejahteraan dan rezeki yang melimpah
kepada kita semua.

Medan, November 2019


Penulis

dr. Khairil Munandar Hasibuan

xi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS.......................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... ii
SURAT KETERANGAN............................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TESIS ...... vi
ABSTRAK ...................................................................................................... vii
ABSTRACT ..................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR .................................................................................... ix
DAFTAR ISI ................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL........................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvi

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1


1.1. Latar Belakang ..................................................................... 1
1.2. Rumus Masalah.................................................................... 3
1.3. Tujuan Penelitian ................................................................. 3
1.3.1. Tujuan Umum .......................................................... 3
1.3.2. Tujuan Khusus ......................................................... 3
1.4. Manfaat Penelitian ............................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 4


2.1. Anatomi ............................................................................... 4
2.2. Fisiologi ............................................................................... 4
2.3. Insidensi ............................................................................... 5
2.4. Etiologi................................................................................. 5
2.5. Patogenesis........................................................................... 6
2.6. Gambaran Klinis .................................................................. 8
2.7. Pemeriksaan Fisik ................................................................ 9
2.8. Pemeriksaan Penunjang ....................................................... 10
2.9. Diagnosis Banding ............................................................... 11
2.10. Penatalaksanaan ................................................................... 12
2.11. Red Cell Distribution Width (RDW) ................................... 13
2.12. Pediatric Appendicitis Score (PAS) .................................... 15

BAB III METODE PENELITIAN ........................................................... 16


3.1. Jenis Penelitian .................................................................... 16
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................. 16
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ........................................... 16
3.3.1. Populasi Penelitian ................................................... 16

xii
Universitas Sumatera Utara
3.3.2. Sampel Penelitian..................................................... 16
3.4. Kriteria Inklusi dan Ekslusi ................................................. 16
3.5. Besar Sampel Penelitian ...................................................... 17
3.6. Kerangka Konsep ................................................................. 17
3.7. Analisa Data ......................................................................... 17
3.8. Definisi Operasional ............................................................ 18
3.9. Cara Kerja ............................................................................ 19

BAB IV HASIL PENELITIAN................................................................. 20


4.1. Karakteristik Demografis Penelitian .................................... 20
4.2. Hubungan Antara RDW dengan PAS .................................. 20

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI ............................................... 21

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 24


6.1. Kesimpulan .......................................................................... 24
6.2. Saran .................................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 25

LAMPIRAN .................................................................................................... 28

xiii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

No Judul Halaman
Tabel 4.1. Karakteristik Demografis Penelitian ........................................... 20
Tabel 4.2. Hubungan antara Distribusi Sel Darah Merah (RDW) terhadap
Pediatric Appendicitis Score (PAS) ........................................... 20

xiv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman
Gambar 3.1. Kerangka Konsep ..................................................................... 17
Gambar 3.2. Cara Kerja ................................................................................. 19

xv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman
Lampiran 1 Susunan Peneliti ....................................................................... 28
Lampiran 2 Riwayat Hidup Peneliti............................................................. 29
Lampiran 3 Rencana Anggaran Penelitian................................................... 30
Lampiran 4 Rancangan Jadwal Penelitian ................................................... 31
Lampiran 5 Ethical Clearance ..................................................................... 32

xvi
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Apendisitis akut pada pasien anak adalah salah satu penyebab keadaan
akut abdomen yang membutuhkan operasi segera (Victor, dkk, 2012; Ballester
dkk., 2009; Huckins dkk.2013). Insiden appendisitis akut pada pasien anak di
dunia berkisar dari 1 hingga 8% dari semua pasien anak datang ke unit gawat
darurat dengan akut akut abdomen(Jangra et al., 2013). Apendisitis jarang terjadi
di anak-anak di bawah 5 tahun, dan sangat jarang di tahun pertama kehidupan. Di
beberapa contoh, anak laki-laki lebih sering dari pada perempuan sekitar 55%
hingga 65% pasien (Stevenson, Edward, 2003). Tingkat insiden apendisitis
perforata pada kelompok usia anak adalah tentang 30% hingga 40%. Apendisitis
pada neonatus sangat jarang, dan ahli bedah harus berhati-hati terhadap kondisi
yang menyertainya, seperti penyakit Hirschsprung dan enterokolitis nekrotik.
(Stevenson, Edward, 2003).
Temuan laboratorium dapat membantu dalam diagnosis, tetapi salah satu
nilai laboratorium masih sangat umum. Salah satu peningkatan jumlah leukosit
(11.000 - 16.000 / mm3) adalah temuan yang paling sering. Peningkatan yang
signifikan dalam jumlah leukosit menunjukkan perforasi. Namun, normal jumlah
leukosit juga tidak mengecualikan usus buntu (AlGaithy, 2012; Sahbaz dkk.,
2014; Sahu et al., 2014; Shawn, 2010; Xharra et al., 2012). Salah satu tanda
peradangan adalah distribusi sel darah merah (RDW) dan neutrofil rasio limfosit
(NLR). Lebar distribusi sel darah merah (RDW) adalah ukuran ukuran eritrosit
yang bersirkulasi variasi (Bujak K. et al., 2015). Anak-anak dengan radang usus
buntu baik berlubang atau tidak, memiliki peningkatan yang signifikan dalam
warna merah sel darah dibandingkan dengan mereka tanpa radang usus buntu (p
<0,001), jumlah limfosit AlGaithy, 2012; Sahbaz dkk., 2014; Sahu et al., 2014;
Shawn, 2010; Xharra et al., 2012).tetapi tidak ada perbedaan yang signifikan
dalam sel darah merah anak-anak dengan appendicitis sederhana atau perforasi (p
= 0,081) (Jurnal Resmi Pediatri Anak Pediatri Jepang Internasional (2016) 58,
202-205). Neutrofil dan limfosit tingkat berasal dari jumlah leukosit diferensial

1
Universitas Sumatera Utara
2

yang salah satu komponen pemeriksaan darah rutin. Berbagai penelitian telah
menunjukkan peningkatan jumlah neutrofil (neutrofilik) dan penurunan.
(Stevenson, Edward, 2003).
Apendisitis merupakan penyebab umum nyeri akut abdomen yang
membutuhkan pembedahan darurat, dan mencakup pada setiap kelompok umur.
Apendisitis akut masih menjadi masalah utama pada sistem gastrointestinal anak,
diagnosis dan untuk memutuskan dilakukan pembedahan sering kali menyulitkan.
Hal ini dikarenakan gejala klinisnya yang hampir sama dengan penyakit lain dan
pada anak seringkali tidak ditemukan gejala yang khas nyeri kanan bawah (titik
McBurney), seperti pada apendisitis dewasa. Sehingga terjadi keterlambatan
penegakkan diagnosis dan terlambatnya pasien datang ke unit gawat darurat.
Dilaporkan lebih dari 50% ditemukan apendisitis perforasi pada kunjungan
pertama. Oleh karena itu, apendisitis akut masih menjadi morbiditas pada
anak.2,3,4 Angka morbiditas apendisitis akut pada anak adalah 2,1%, sedangkan
pada usia dewasa 9,1%-23%. 3,5,6 Dimana morbiditas untuk terjadinya infeksi
luka operasi terjadi pada 1-5% kasus (Stevenson, Edward, 2003).
Secara klinis diagnosis apendisitis secara umum dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu apendisitis sederhana (simpel) termasuk di dalamnya termasuk
„non-inflamasi‟ (normal appendix), „inflamasi akut‟, ’phlegmonous’, „akut‟,
„supuratif‟, „inflamasi sedang dengan atau tanpa peritonitis‟. Kondisi ini juga
mencakup apendisitis minimal, apendisitis awal, dan apendisitis tanpa komplikasi.
Sedangkan apendisitis komplikata mencakup “apendisitis gangren‟, apendisitis
perforasi ‟tumpukan pus lokal saat operasi‟, “peritonitis umum‟, dan “abses intra
abdominal” (Marissa,2012).
Pada tahun 1992, Centers for Disease Control (CDC-Pusat Kontrol
Penyakit) Amerika Serikat merevisi definisi „infeksi luka‟ menjadi definisi baru
yaitu „infeksi luka operasi‟ (ILO) untuk mencegah kesalahpahaman antara infeksi
pada insisi operasi dengan infeksi pada luka akibat trauma. Infeksi luka operasi
(ILO) merupakan infeksi terkait pusat perawatan dimana infeksi luka terjadi
karena prosedur operasi, khususnya operasi apendektomi pada penelitian ini, dan
dapat menambah beban ekonomi yang berat terhadap pasien, meskipun

Universitas Sumatera Utara


3

kebanyakan ILO adalah superfisial namun juga tetap meningkatkan kejadian


morbiditas dan mortalitas (Marissa, 2012).

1.2. Rumusan Masalah


Apakah ada hubungan antara Red Distribution Width (RDW) dan Pediatric
appendisitis score (PAS) dalam menentukan tingkat keparahan penderita
appendisitis akut pada anak di rumah sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Medan.

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara RDW dan PAS dalam menentukan
tingkat keparahan penderita appendisitis pada anak di rumah sakit Umum
Pusat Haji Adam Malik Medan.

1.3.2. Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui nilai RDW pada pasien appendisitis anak di RSUP
H. Adam Malik Medan.
2. Untuk mengetahui Pediatric Appendisitis Score (PAS) pada anak di
Rumah sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.
3. Untuk mengetahui tingkat keparahan appendisitis akut pada anak di
RSUP H. Adam Malik Medan.

1.4. Manfaat Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk :
1. Bagi klinisi, untuk memberikan data sehingga para klinisi dapat
memberikan penanganan komprehensif pada penderita appendisitis akut
pada anak di RSUP H. Adam Malik Medan.
2. Bagi peneliti, untuk memberikan data bagi para peneliti selanjutnya
untuk pengembangan penelitian tentang appendisitis akut pada anak.

Universitas Sumatera Utara


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm
(kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di caecum. Lumennya sempit di bagian
proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks
berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya.
Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden appendicitis pada usia itu.
Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan
apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks
penggantungnya4 (Omari, A, et al 2014).
Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang
caecum, di belakang colon ascendens, atau di tepi lateral colon ascendens. Gejala
klinis appendicitis ditentukan oleh letak apendiks (Omari, A, et al 2014).
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti
a.mesenterica superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal
dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada appendicitis bermula di
sekitar umbilicus (RSU Anutapura, 2015). Pendarahan apendiks berasal dari
a.apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat,
misalnya karena thrombosis pada infeksi apendiks akan mengalami gangrene
(RSU Anutapura, 2015).

2.2. Fisiologi
Apendiks menghasilkan lender 1-2ml per hari. Lendir itu normalnya
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke caecum. Hambatan aliran
lender di muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis appendicitis.
Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid
tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA.
Immunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun
demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena

4
Universitas Sumatera Utara
5

jumlah jaringan limfatik disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di
saluran cerna dan di seluruh tubuh (RSU Anutapura, 2015).

2.3. Insidensi
Terdapat sekitar 250.000 kasus appendicitis yang terjadi di Amerika
Serikat setiap tahunnya dan terutama terjadi pada anak usia 6-10 tahun.
Appendicitis lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan
perbandingan 3:2. Bangsa Caucasia lebih sering terkena dibandingkan dengan
kelompok ras lainnya. Appendicitis akut lebih sering terjadi selama musim panas.
Insidensi Appendicitis acuta di negara maju lebih tinggi daripada di negara
berkembang, tetapi beberapa tahun terakhir angka kejadiannya menurun secara
bermakna (Marissa,2012).
Hal ini disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat
dalam menu sehari-hari. Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya
pada anak kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insidensi tertinggi pada
kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insidensi pada laki-laki dan
perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insidensi lelaki
lebih tinggi (Richard, N, 2014).

2.4. Etiologi
Appendicitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendix
sehingga terjadi kongseti vaskuler, iskemik nekrosis dan akibatnya terjadi infeksi.
Appendicitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Penyebab obstruksi yang
paling sering adalah fecolith. Fecolith ditemukan pada sekitar 20% anak dengan
appendicitis. Penyebab lain dari obstruksi appendiks meliputi: Hiperplasia folikel
lymphoid Carcinoid atau tumor lainnya Benda asing (pin, biji-bijian) Kadang
parasite (Pisano, M, 2013).
Penyebab lain yang diduga menimbulkan Appendicitis adalah ulserasi
mukosa appendix oleh parasit E. histolytica. Berbagai spesies bakteri yang dapat
diisolasi pada pasien appendicitis yaitu 7 (Suhashani, K, 2010): Bakteri aerob
fakultatif Bakteri anaerob Escherichia coli Viridans streptococci Pseudomonas

Universitas Sumatera Utara


6

aeruginosa Enterococcus Bacteroides fragilis Peptostreptococcus micros Bilophila


species Lactobacillus species (Marissa, 2012).

2.5. Patogenesis
Appendicitis terjadi dari proses inflamasi ringan hingga perforasi, khas
dalam 24-36 jam setelah munculnya gejala, kemudian diikuti dengan
pembentukkan abscess setelah 2-3 hari Appendicitis dapat terjadi karena berbagai
macam penyebab, antara lain obstruksi oleh fecalith, gallstone, tumor, atau
bahkan oleh cacing (Oxyurus vermicularis), akan tetapi paling sering disebabkan
obstruksi oleh fecalith dan kemudian diikuti oleh proses peradangan. Hasil
observasi epidemiologi juga menyebutkan bahwa obstruksi fecalith adalah
penyebab terbesar, yaitu sekitar 20% pada ank dengan appendicitis akut dan 30-
40% pada anak dengan perforasi appendiks. Hiperplasia folikel limfoid appendiks
juga dapat menyababkan obstruksi lumen (R.Sjamsuhidajat, 2010).
Insidensi terjadinya appendicitis berhubungan dengan jumlah jaringan
limfoid yang hyperplasia. Penyebab dari reaksi jaringan limfatik baik lokal atau
general misalnya akibat infeksi Yersinia, Salmonella, dan Shigella; atau akibat
invasi parasit seperti Entamoeba, Strongyloides, Enterobius vermicularis,
Schistosoma, atau Ascaris. Appendicitis juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus
enteric atau sistemik, seperti measles, chicken pox, dan cytomegalovirus. Pasien
dengan cyctic fibrosis memiliki peningkatan insidensi appendicitis akibat
perubahan pada kelenjar yang mensekresi mucus. Carcinoid tumor juga dapat
mengakibatkan obstruksi appendiks, khususnya jika tumor berlokasi di 1/3
proksimal. Selama lebih dari 200 tahun, benda asaning seperti pin, biji sayuran,
dan batu cherry dilibatkan dalam terjadinya appendicitis. Trauma, stress
psikologis, dan herediter juga mempengaruhi terjadinya appendicitis (RSU
Anutapura, 2015).
Awalnya, pasien akan merasa gejala gastrointestinal ringan seperti
berkurangnya nafsu makan, perubahan kebiasaan BAB yang minimal, dan
kesalahan pencernaan. Anoreksia berperan penting pada diagnosis appendicitis,
khususnya pada anak-anak (RSU Anutapura, 2015).

Universitas Sumatera Utara


7

Distensi appendiks menyebabkan perangsangan serabut saraf visceral dan


dipersepsikan sebagai nyeri di daerah periumbilical. Nyeri awal ini bersifat nyeri
dalam, tumpul, berlokasi di dermatom Th 10. Adanya distensi yang semakin
bertambah menyebabkan mual dan muntah, dalam beberapa jam setelah nyeri.
Jika mual muntah timbul lebih dulu sebelum nyeri, dapat dipikirkan diagnosis
lain5. Appendiks yang obstruksi merupakan tempat yang baik bagi bakteri untuk
berkembang biak. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal, terjadi
gangguan aliran limf, terjadi oedem yang lebih hebat (Marissa,2012).
Akhirnya peningkatan tekanan menyebabkan obstruksi vena, yang
mengarah pada iskemik jaringan, infark, dan gangrene. Setelah itu, terjadi invasi
bakteri ke dinding appendiks; diikuti demam, takikardi, dan leukositosis akibat
kensekuensi pelepasan mediator inflamasi dari jaringan yang iskemik. Saat
eksudat inflamasi dari dinding appendiks berhubungan dengan peritoneum
parietale, serabut saraf somatic akan teraktivasi dan nyeri akan dirasakan lokal
pada lokasi appendiks, khususnya di titik Mc Burney’s. Nyeri jarang timbul hanya
pada kuadran kanan bawah tanpa didahului nyeri visceral sebelumnya.
(R.Sjamsuhidajat, 2010).
Pada appendiks retrocaecal atau pelvic, nyeri somatic biasanya tertunda
karena eksudat inflamasi tidak mengenai peritoneum parietale sampai saat
terjadinya rupture dan penyebaran infeksi. Nyeri pada appendiks retrocaecal dapat
muncul di punggung atau pinggang. Appendiks pelvic yang terletak dekat ureter
atau pembuluh darah testis dapat menyebabkan peningkatan frekuensi BAK, nyeri
pada testis, atau keduanya. Inflamasi ureter atau vesica urinaria pada appendicitis
dapat menyebabkan nyeri saat berkemih, atau nyeri seperti terjadi retensi urine5.
Perforasi appendiks akan menyebabkan terjadinya abscess lokal atau peritonitis
umum (R.Sjamsuhidajat, 2010).
Proses ini tergantung pada kecepatan progresivitas ke arah perforasi dan
kemampuan pasien berespon terhadap adanya perforasi. Tanda perforasi
appendiks mencakup peningkatan suhu melebihi 38.6oC, leukositosis > 14.000,
dan gejala peritonitis pada pemeriksaan fisik. Pasien dapat tidak bergejala
sebelum terjadi perforasi, dan gejala dapat menetap hingga > 48 jam tanpa
perforasi (Pisano, M, 2014).

Universitas Sumatera Utara


8

Secara umum, semakin lama gejala berhubungan dengan peningkatan


risiko perforasi. Peritonitis difus lebih sering dijumpai pada bayi karena tidak
adanya jaringan lemak omentum. Anak yang lebih tua atau remaja lebih
memungkinkan untuk terjadinya abscess yang dapat diketahui dari adanya massa
pada pemeriksaan fisik (RSU Anutapura, 2015).
Konstipasi jarang dijumpai tetapi tenesmus sering dijumpai. Diare sering
didapatkan pada anak-anak, dalam jangka waktu sebentar, akibat iritasi ileum
terminal atau caecum. Adanya diare dapat mengindikasikan adanya abscess pelvis
(RSU Anutapura, 2015).

2.6. Gambaran Klinis


Appendicitis dapat mengenai semua kelompok usia. Meskipun sangat
jarang pada neonatus dan bayi, appendicitis akut kadang-kadang dapat terjadi dan
diagnosis appendicitis jauh lebih sulit dan kadang tertunda. Nyeri merupakan
gejala yang pertama kali muncul. Seringkali dirasakan sebagai nyeri tumpul, nyeri
di periumbilikal yang samar-samar, tapi seiring dengan waktu akan berlokasi di
abdomen kanan bawah. Terjadi peningkatan nyeri yang gradual seiring dengan
perkembangan penyakit. Variasi lokasi anatomis appendiks dapat mengubah
gejala nyeri yang terjadi. Pada anak-anak, dengan letak appendiks yang retrocecal
atau pelvis, nyeri dapat mulai terjadi di kuadran kanan bawah tanpa diawali nyeri
pada periumbilikus. Nyeri pada flank, nyeri punggung, dan nyeri alih pada testis
juga merupakan gejala yang umum pada anak dengan appendicitis retrocecal arau
pelvis (Pisano, M, 2014).
Jika inflamasi dari appendiks terjadi di dekat ureter atau bladder, gejal
dapat berupa nyeri saat kencing atau perasaan tidak nyaman pada saat menahan
kencing dan distensi kandung kemih. Anorexia, mual, dan muntah biasanya
terjadi dalam beberapa jam setelah onset terjadinya nyeri. Muntah biasanya
ringan. Diare dapat terjadi akibat infeksi sekunder dan iritasi pada ileum terminal
atau caecum. Gejala gastrointestinal yang berat yang terjadi sebelum onset nyeri
biasanya mengindikasikan diagnosis selain appendicitis. Meskipun demikian,
keluhan GIT ringan seperti indigesti atau perubahan bowel habit dapat terjadi
pada anak dengan appendicitis (Marissa,2012).

Universitas Sumatera Utara


9

Pada appendicitis tanpa komplikasi biasanya demam ringan (37,5 -38,5 0


C). Jika suhu tubuh diatas 38,6 0 C, menandakan terjadi perforasi. Anak dengan
appendicitis kadang-kadang berjalan pincang pada kaki kanan. Karena saat
menekan dengan paha kanan akan menekan Caecum hingga isi Caecum berkurang
atau kosong. Bising usus meskipun bukan tanda yang dapat dipercaya dapat
menurun atau menghilang. Anak dengan appendicitis biasanya menghindari diri
untuk bergerak dan cenderung untuk berbaring di tempat tidur dengan kadang-
kadang lutut diflexikan (Pisano, M, 2015). Anak yang menggeliat dan berteriak-
teriak jarang menderita appendicitis, kecuali pada anak dengan appendicitis
retrocaecal, nyeri seperti kolik renal akibat perangsangan ureter.

2.7. Pemeriksaan Fisik


Pada Apendicitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling,
sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut (Dani.,
Calista, P. 2014). Secara klinis, dikenal beberapa manuver diagnostik4 Rovsing’s
sign: dikatakan posiif jika tekanan yang diberikan pada LLQ abdomen
menghasilkan sakit di sebelah kanan (RLQ), menggambarkan iritasi peritoneum.
Sering positif tapi tidak spesifik4 (Omari, A 2014). Psoas sign: dilakukan dengan
posisi pasien berbaring pada sisi sebelah kiri sendi pangkal kanan diekstensikan.
Nyeri pada cara ini menggambarkan iritasi pada otot psoas kanan dan indikasi
iritasi retrocaecal dan retroperitoneal dari phlegmon atau abscess (Suhashani,
K.2010).
Dasar anatomis terjadinya psoas sign adalah appendiks yang terinflamasi
yang terletak retroperitoneal akan kontak dengan otot psoas pada saat dilakukan
manuver ini. Obturator sign: dilakukan dengan posisi pasien terlentang, kemudian
gerakan endorotasi tungkai kanan dari lateral ke medial. Nyeri pada cara ini
menunjukkan peradangan pada M. obturatorius di rongga pelvis. Perlu diketahui
bahwa masing-masing tanda ini untuk menegakkan lokasi Appendix yang telah
mengalami radang atau perforasi (R.Sjamsuhidajat, 2010).
Dasar anatomis terjadinya Obturator sign Blumberg’s sign: nyeri lepas
kontralateral (tekan di LLQ kemudian lepas dan nyeri di RLQ) Wahl’s sign: nyeri
perkusi di RLQ di segitiga Scherren menurun. Baldwin test: nyeri di flank bila

Universitas Sumatera Utara


10

tungkai kanan ditekuk. Defence musculare: bersifat lokal, lokasi bervariasi sesuai
letak Appendix. Nyeri pada daerah cavum Douglas bila ada abscess di rongga
abdomen atau Appendix letak pelvis. Nyeri pada pemeriksaan rectal tooucher.
Dunphy sign: nyeri ketika batuk10. Skor Alvarado Semua penderita dengan
suspek Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado dan diklasifikasikan menjadi 2
kelompok yaitu: skor 6 (R.Sjamsuhidajat, 2010).
Selanjutnya dilakukan Appendectomy, setelah operasi dilakukan
pemeriksaan PA terhadap jaringan Appendix dan hasilnya diklasifikasikan
menjadi 2 kelompok yaitu: radang akut dan bukan radang akut. Tabel Alvarado
scale untuk membantu menegakkan diagnosis Manifestasi Skor Gejala Adanya
migrasi nyeri 1 Anoreksia 1 Mual/muntah 1 Tanda Nyeri RLQ 2 Nyeri lepas 1
Febris 1 Laboratorium Leukositosis 2 Shift to the left 1 Total poin 10 Keterangan:
0-4 : kemungkinan Appendicitis kecil 5-6 : bukan diagnosis Appendicitis 7-8 :
kemungkinan besar Appendicitis 9-10 : hampir pasti menderita Appendicitis Bila
skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka tindakan
bedah sebaiknya dilakukan11 (Shiddiq, M, 2013).

2.8. Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium Jumlah leukosit diatas 10.000 ditemukan pada lebih dari
90% anak dengan appendicitis akuta. Jumlah leukosit pada penderita appendicitis
berkisar antara 12.000- 18.000/mm3. Peningkatan persentase jumlah neutrofil
(shift to the left) dengan jumlah normal leukosit menunjang diagnosis klinis
appendicitis. Jumlah leukosit yang normal jarang ditemukan pada pasien dengan
appendicitis1. Pemeriksaan urinalisis membantu untuk membedakan appendicitis
dengan pyelonephritis atau batu ginjal. Meskipun demikian, hematuria ringan dan
pyuria dapat terjadi jika inflamasi appendiks terjadi di dekat ureter1.
Ultrasonografi Ultrasonografi sering dipakai sebagai salah satu pemeriksaan untuk
menunjang diagnosis pada kebanyakan pasien dengan gejala appendicitis.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sensitifitas USG lebih dari 85% dan
spesifitasnya lebih dari 90% (Dani,Calista, 2014).
Gambaran USG yang merupakan kriteria diagnosis appendicitis acuta
adalah appendix dengan diameter anteroposterior 7 mm atau lebih, didapatkan

Universitas Sumatera Utara


11

suatu appendicolith, adanya cairan atau massa periappendiks. False positif dapat
muncul dikarenakan infeksi sekunder appendix sebagai hasil dari salphingitis atau
inflammatory bowel disease. False negatif juga dapat muncul karena letak
appendix yang retrocaecal atau rongga usus yang terisi banyak udara yang
menghalangi appendix1. CT-Scan CT scan merupakan pemeriksaan yang dapat
digunakan untuk mendiagnosis appendicitis akut jika diagnosisnya tidak
jelas.sensitifitas dan spesifisitasnya kira-kira 95-98%. Pasien-pasien yang
obesitas, presentasi klinis tidak jelas, dan curiga adanya abscess, maka CT-scan
dapat digunakan sebagai pilihan test diagnostik1. Diagnosis appendicitis dengan
CT-scan ditegakkan jika appendix dilatasi lebih dari 5-7 mm pada diameternya.
Dinding pada appendix yang terinfeksi akan mengecil sehingga memberi
gambaran (R.Sjamsuhidajat, 2010).

2.9. Diagnosis Banding


Diagnosis banding dari Appendicitis dapat bervariasi tergantung dari usia
dan jenis kelamin Pada anak-anak balita àntara lain intususepsi, divertikulitis, dan
gastroenteritis akut. Intususepsi paling sering didapatkan pada anak-anak berusia
dibawah 3 tahun. Divertikulitis jarang terjadi jika dibandingkan Appendicitis.
Nyeri divertikulitis hampir sama dengan Appendicitis, tetapi lokasinya berbeda,
yaitu pada daerah periumbilikal (Dani, Calista, 2014).
Pada pencitraan dapat diketahui adanya inflammatory mass di daerah
abdomen tengah. Diagnosis banding yang agak sukar ditegakkan adalah
gastroenteritis akut, karena memiliki gejala-gejala yang mirip dengan
appendicitis, yakni diare, mual, muntah, dan ditemukan leukosit pada feses. · Pada
anak-anak usia sekolah à gastroenteritis, konstipasi, infark omentum. Pada
gastroenteritis, didapatkan gejala-gejala yang mirip dengan appendicitis, tetapi
tidak dijumpai adanya leukositosis. Konstipasi, merupakan salah satu penyebab
nyeri abdomen pada anak-anak, tetapi tidak ditemukan adanya demam. Infark
omentum juga dapat dijumpai pada anak-anak dan gejalagejalanya dapat
menyerupai appendicitis (R.Sjamsuhidajat, 2010).
Pada infark omentum, dapat terraba massa pada abdomen dan nyerinya
tidak berpindah. Pada pria dewasa muda Diagnosis banding yang sering pada pria

Universitas Sumatera Utara


12

dewasa muda adalah Crohn’s disease, klitis ulserativa, dan epididimitis.


Pemeriksaan fisik pada skrotum dapat membantu menyingkirkan diagnosis
epididimitis. Pada epididimitis, pasien merasa sakit pada skrotumnya. · Pada
wanita usia muda Diagnosis banding appendicitis pada wanita usia muda lebih
banyak berhubungan dengan kondisi-kondisi ginekologik, seperti pelvic
inflammatory disease (PID), kista ovarium, dan infeksi saluran kencing
(Dani,Calista, 2014).
Pada PID, nyerinya bilateral dan dirasakan pada abdomen bawah. Pada
kista ovarium, nyeri dapat dirasakan bila terjadi ruptur ataupun torsi. Pada usia
lanjut Appendicitis pada usia lanjut sering sukar untuk didiagnosis. Diagnosis
banding yang sering terjadi pada kelompok usia ini adalah keganasan dari traktus
gastrointestinal dan saluran reproduksi, divertikulitis, perforasi ulkus, dan
kolesistitis. Keganasan dapat terlihat pada CT Scan dan gejalanya muncul lebih
lambat daripada appendicitis. Pada orang tua, divertikulitis sering sukar untuk
dibedakan dengan appendicitis, karena lokasinya yang berada pada abdomen
kanan. Perforasi ulkus dapat diketahui dari onsetnya yang akut dan nyerinya tidak
berpindah. Pada orang tua, pemeriksaan dengan CT Scan lebih berarti
dibandingkan dengan pemeriksaan laboratorium (Suhashani, K.2010).

2.10. Penatalaksanaan
Untuk pasien yang dicurigai Appendicitis: Puasakan dan Berikan analgetik
dan antiemetik jika diperlukan untuk mengurangi gejala n Penelitian
menunjukkan bahwa pemberian analgetik tidak akan menyamarkan gejala saat
pemeriksaan fisik. n Pertimbangkan DD/ KET terutama pada wanita usia
reproduksi. n Berikan antibiotika IV pada pasien dengan gejala sepsis dan yang
membutuhkan Laparotomy Perawatan appendicitis tanpa operasi n Penelitian
menunjukkan pemberian antibiotika intravena dapat berguna untuk Appendicitis
acuta bagi mereka yang sulit mendapat intervensi operasi (misalnya untuk pekerja
di laut lepas), atau bagi mereka yang memilki resiko tinggi untuk dilakukan
operasi Rujuk ke dokter spesialis bedah (Suhashani, K.2010).
Antibiotika preoperative n Pemberian antibiotika preoperative efektif
untuk menurunkan terjadinya infeksi post opersi. n Diberikan antibiotika

Universitas Sumatera Utara


13

broadspectrum dan juga untuk gram negative dan anaerob n Antibiotika


preoperative diberikan dengan order dari ahli bedah. n Antibiotik profilaksis harus
diberikan sebelum operasi dimulai. Biasanya digunakan antibiotik kombinasi,
seperti Cefotaxime dan Clindamycin, atau Cefepime dan Metronidazole.
Kombinasi ini dipilih karena frekuensi bakteri yang terlibat, termasuk Escherichia
coli, Pseudomonas aeruginosa, Enterococcus, Streptococcus viridans, Klebsiella,
dan Bacteroides (Suhashani, K.2010).
Teknik operasi Appendectomy 2,,5 A. Open Appendectomy 1. Dilakukan
tindakan aseptik dan antiseptik. 2. Dibuat sayatan kulit: Horizontal Oblique 3.
Dibuat sayatan otot, ada dua cara: a. Pararectal/ Paramedian Sayatan pada vaginae
tendinae M. rectus abdominis lalu otot disisihkan ke medial. Fascia diklem sampai
saat penutupan vagina M. rectus abdominis karena fascia ada 2 supaya jangan
tertinggal pada waktu penjahitan karena bila terjahit hanya satu lapis bisa terjadi
hernia cicatricalis. 2 lapis M.rectus abd. sayatan b. Mc Burney/ Wechselschnitt/
muscle splitting Sayatan berubah-ubah sesuai serabut otot. Lokasi insisi yang
sering digunakan pada Appendectomy B. Laparoscopic Appendectomy Pertama
kali dilakukan pada tahun 1983. Laparoscopic dapat dipakai sarana diagnosis dan
terapeutik untuk pasien dengan nyeri akut abdomen dan suspek Appendicitis
acuta. Laparoscopic kemungkinan sangat berguna untuk pemeriksaan wanita
dengan keluhan abdomen bagian bawah. Membedakan penyakit akut ginekologi
dari Appendicitis acuta sangat mudah dengan menggunakan laparoskopi (Dani,
Calista, 2014).

2.11. Red Cell Distribution Width (RDW)


RDW merupakan suatu hitungan matematis yang menggambarkan jumlah
anisositosis (variasi ukuran sel) dan pada tingkat tertentu menggambarkan
poikilositosis (variasi bentuk sel) sel darah merah pada pemeriksaan darah tepi.
RDW adalah cerminan dari nilai koefisien variasi dari distribusi volume sel darah
merah. Baik MCV dan RDW keduanya dinilai dari histogram eritrosit (RBC).
MCV dihitung dari seluruh luas area dibawah kurva, sedangkan RDW dihitung
hanya dari basis tengah histogram. Ada 2 metode yang dikenal untuk mengukur

Universitas Sumatera Utara


14

nilai RDW, yaitu RDW-CV (Coefficient Variation) dan RDW-SD (Standard


Deviation) (Dani, Calista, 2014)
Nilai normal berkisar antara 11.5 % - 14.5%. Sedangkan RDW-SD
merupakan nilai aritmatika lebar dari kurva distribusi yang diukur pada frekwensi
20%. Nilai normal RDW-SD adalah 39 sampai 47 fL. Semakin tinggi nilai RDW
maka semakin besar variasi ukuran sel.17 Nilai RDW-CV sangat baik digunakan
sebagai indikator anisositosis ketika nilai MCV adalah rendah atau normal dan
anisositosis sulit dideteksi, namun kurang akurat digunakan pada nilai MCV yang
tinggi. Sebaliknya nilai RDW-SD secara teori lebih akurat untuk menilai
anisositosis terhadap berbagai nilai MCV. Namun tidak semua laboratorium
kesehatan mengukur nilai RDWSD pada pemeriksaan hitung darah lengkap nya
(R.Sjamsuhidajat, 2010).
RDW pada awalnya diperkenalkan sebagai alat bantu diagnosa kerja dari
anemia normositik.11 Penyebab umum yang mendasari terjadinya peningkatan
RDW adalah defisiensi zat besi, vitamin B12, atau asam folat, dimana eritrosit
yang normal akan bercampur dengan yang ukurannya lebih kecil atau yang lebih
besar yang terbentuk saat terjadi defisiensi. Kenaikan serupa juga terjadi selama
mendapatkan terapi pengganti besi, B12, dan folat ketika jumlah retikulosit
meningkat. Nilai RDW juga meningkat setelah mendapatkan tranfusi darah,
seperti halnya juga pada penderita anemia hemolitik dan trombotik dimana
eritrosit terfragmentasi dalam sirkulasi. Peningkatan RDW juga berhubungan
dengan penyakit hati, pecandu alkohol, keadaan inflamasi, dan penyakit ginjal,
namun mekanisme dibalik timbulnya variasi eritrosit ini masih sangat kompleks
(Suhashani, K. 2010). Peranan prediktif dari RDW juga terlihat beberapa penyakit
patologis lainnya seperti pankreatitis akut, bakteremia, sepsis, dan syok sepsis
(Narci, 2013). Penelitian lain menunjukkan bahwa pasien dengan apendisitis akut
yang ditegakkan secara histologis memiliki nilai RDW yang lebih tinggi
dibandingkan dengan tanpa apendisitis, akan tetapi nilai diagnostik dari RDW
dapat lebih superior dibandingkan leukosit dan C-reactive protein (CRP) pada
anak dengan apendisitis akut. Akan tetapi, meskipun RDW memiliki nilai untuk
menegakkan apendisitis akut, tetapi bukan merupakan penanda yang bermanfaat
untuk memprediksi apendisitis perforasi (Bozlu, 2016).

Universitas Sumatera Utara


15

2.12. Pediatric Appendicitis Score (PAS)


Pada tahun 2002, untuk pertama kalinya Samuel membuat skor apendisitis
khusus untuk anak-anak. Dari 1.170 anak usia 4 – 15 tahun yang dirujuk ke ahli
bedah anak dengan keluhan nyeri perut yang sugestif apendisitif, diteliti secara
prospektif data demografi, gejala, tanda, pemeriksaan laboratorium, dan hasil
pemeriksaan patologi dari apendektomi yang dilakukan oleh ahli bedah anak.
Kemudian dilakukan analisis regresi linear multipel dari semua parameter hingga
diperoleh delapan komponen sebagai komponen Pediatric Appendicitis Score
(PAS). Kedelapan elemen tersebut beserta nilai diagnostiknya dipaparkan pada
tabel berikut (Bhatt, 2008).
Penelitian prospektif yang dilakukan Bhatt pada 246 anak dengan
menggunakan PAS menunjukkan bahwa jika digunakan cut-off-point tunggal
(PAS 5) menghasilkan false positive dan false negative yang tinggi. Performa
PAS meningkat bila digunakan dua cut-point (Bhatt, 2008). Dengan
menggunakan strategi ini, negative appendectomy rate 4,4% (Wesson, 2014).

Universitas Sumatera Utara


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian


Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian non-eksperimental
menggunakan metode deskriptif retrospektif.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di Departemen Ilmu Bedah Divisi Bedah Anak RSUP
H. Adam Malik Medan dengan data diambil berdasarkan rekam medis pasien
rawat inap dan rawat jalan usia ≤ 18 tahun dengan diagnosis Appendisitis akut di
RSUP H. Adam Malik dari tanggal 1 Januari 2015 s.d. 31 Desember 2017.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian


3.3.1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien rawat inap dan rawat
jalan usia ≤ 18 tahun dengan diagnosis Appendisitis akut di RSUP H. Adam
Malik Medan.

3.3.2. Sampel Penelitian


Pasien diambil secara total sampling berdasarkan data registrasi dengan
diagnosis appendicitis akut rawat inap dan rawat jalan di Departemen Bedah
Divisi Bedah Anak RSUP H. Adam Malik Medan mulai tanggal 1 Januari 2015
s.d. 31 Desember 2017.

3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi


Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah Seluruh pasien rawat inap dan
rawat jalan usia ≤18 tahun dengan diagnosis appendicitis akut di RSUP H. Adam
Malik dari tanggal 1 Januari 2015 s.d. 31 Desember 2017.
Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah: Usia pasien > 18 tahun

16
Universitas Sumatera Utara
17

3.5. Besar Sampel Penelitian

n = Besar sampel
Sen = Harapan sensitivitas = 85%
d = Ketepatan penelitian = ditentukan oleh peneliti 15%
P = prevalensi apendisitis pada anak = 4,5% (Jangra et al, 2013)

Besar sampel pada penelitian ini adalah 27 pasien.

3.6. Kerangka Konsep

Appendisitis Akut
pada anak

eksklusi

RDW Skor appendisitis

Analisis

Gambar 3.1. Kerangka Konsep

3.7. Analisa Data


Data yang akan dikumpulkan, diolah, dan dianalisis secara deskriptif.

Universitas Sumatera Utara


18

3.8. Definisi Operasional


1. Jenis Kelamin
a. Definisi operasional: Karakteristik biologis responden dari lahir.
b. Alat ukur: surat keterangan pernyataan jenis kelamin.
c. Hasil ukur: laki-laki atau perempuan.
d. Skala ukur: kategorik.
2. Usia
a. Definisi operasional: usia responden yang diperoleh saat pasien
dilakukan pengambilan data, yaitu ≤18 tahun.
b. Alat ukur: berdasarkan undang-undang.
c. Hasil ukur: numerik.
d. Skala ukur: numerik.
3. RDW
a. Definisi operasional: distribusi sel darah merah
b. Alat ukur: berdasarkan hasil laboratorium sebelum dilakukan
tindakan operasi.
c. Hasil ukur: numerik.
d. Skala ukur: numerik.
4. Pediatric Appendicitis Score
a. Definisi operasional: skor apendisitis pada anak
b. Alat ukur: dinilai dari leukosit, neutrofil, mual/muntah, anoreksia,
nyeri alih, demam, nyeri perut kanan bawah, dan tenderness perut
kanan bawah.
c. Hasil ukur: numerik.
d. Skala ukur: numerik.

Universitas Sumatera Utara


19

3.9. Cara Kerja

Data Registrasi RSUP H. Adam Malik


Diagnosis appendisitis akut

Usia ≤ 18 tahun

Hubungan

RDW Skor appendisitis

Analisis

Gambar 3.2. Cara Kerja

Universitas Sumatera Utara


BAB IV
HASIL PENELITIAN

4.1. Karakteristik Demografis Penelitian


Tabel 4.1. Karakteristik Demografis Penelitian
Karakteristik n (%) Median (Min-Max)
Jenis Kelamin
Laki-laki 28 (70)
Perempuan 12 (30)
Usia (Tahun) 11,00 (0-18)
Distribusi Sel Darah Merah (RDW) 12,95 (11,50-18,30)
Pediatric Appendicitis Score (PAS) 4,50 (1-9)

Pada tabel 4.1. menggambarkan bahwa dari 40 pasien yang menjadi


sampel penelitian terdiri dari 28 laki-laki (70%) dan 12 perempuan (30%). Nilai
median usia pada seluruh sampel penelitian ini adalah 11 tahun dengan yang
paling muda adalah usia 0 tahun hingga yang paling dewasa adalah 18 tahun.
Untuk nilai median dari distribusi sel darah merah (RDW) adalah 12,95 dengan
nilai minimal 11,50 dan nilai maksimal 18,30. Sedangkan untuk median nilai
Pediatric Appendicitis Score (PAS) adalah 4,50 dengan rentang nilai dari 1
sampai 9.

4.2. Hubungan antara RDW dengan PAS


Tabel 4.2. Hubungan antara Distribusi Sel Darah Merah (RDW) terhadap
Pediatric Appendicitis Score (PAS)
Korelasi (r) p-value
RDW dan PAS 0,508 0,001*
*Analisis data menggunakan korelasi Spearman, nilai p<0,05 menunjukkan hasil yang bermakna
secara statistik.

Pada tabel 4.2. menunjukkan hubungan antara distribusi sel darah merah
(RDW) terhadap pediatric appendicitis score (PAS) yang dianalisis dengan
menggunakan analisis data korelasi Spearman dengan hasil korelasi (r) = 0,508.
Hasil ini bermakna secara statistik dengan nilai p 0,001.

20
Universitas Sumatera Utara
BAB V
PEMBAHASAN DAN DISKUSI

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10cm


(kisaran 3- 15cm), dan berpangkal di caecum. Lumennya sempit di bagian
proksimal dan melebar di bagian distal (Omari, A, et all 2014). Apendisitis akut
pada pasien anak adalah salah satu penyebab keadaan akut abdomen yang
membutuhkan operasi segera (Victor, dkk, 2012; Ballester dkk., 2009; Huckins
dkk.2013). Apendisitis jarang terjadi di anak-anak di bawah 5 tahun, dan sangat
jarang di tahun pertama kehidupan (Stevenson, Edward, 2003).
Temuan laboratorium salah satunya adalah peningkatan jumlah leukosit
(11.000 - 16.000 / mm3) (AlGaithy, 2012; Sahbaz dkk., 2014; Sahu et al., 2014;
Shawn, 2010; Xharra et al., 2012). Tanda lain adalah distribusi sel darah merah
(RDW) dan neutrofil rasio limfosit (NLR) (Bujak K. et al., 2015).
RDW adalah cerminan dari nilai koefisien variasi dari distribusi volume
sel darah merah. Baik MCV dan RDW keduanya dinilai dari histogram eritrosit
(RBC). MCV dihitung dari seluruh luas area dibawah kurva, sedangkan RDW
dihitung hanya dari basis tengah histogram. Ada 2 metode yang dikenal untuk
mengukur nilai RDW, yaitu RDW-CV (Coefficient Variation) dan RDW-SD
(Standard Deviation) (Dani, Calista, 2014). Nilai normal berkisar antara 11.5 % -
14.5%. Sedangkan RDW-SD merupakan nilai aritmatika lebar dari kurva
distribusi yang diukur pada frekwensi 20%. Nilai normal RDW-SD adalah 39
sampai 47 fL. Semakin tinggi nilai RDW maka semakin besar variasi ukuran sel
(R. Sjamsuhidajat, 2010).
Peningkatan RDW berhubungan dengan keadaan inflamasi (Suhashani, K.
2010). Peranan prediktif dari RDW juga terlihat beberapa penyakit patologis
lainnya seperti bakteremia, sepsis, dan syok sepsis (Narci, 2013). Penelitian lain
menunjukkan bahwa pasien dengan apendisitis akut yang ditegakkan secara
histologis memiliki nilai RDW yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa
apendisitis, akan tetapi nilai diagnostik dari RDW dapat lebih superior
dibandingkan leukosit dan C-reactive protein (CRP) pada anak dengan apendisitis
akut (Bozlu, 2016).

21
Universitas Sumatera Utara
22

Pediatric Appendicitis Score (PAS) merupakan suatu penilaian skor yang


terdiri dari 8 komponen yang digunakan untuk menilai angka kejadian apendisitis
pada anak-anak. Skor PAS ini pertama kali dibuat oleh Samuel tahun 2002. Dari
penelitian yang dilakukan oleh Bhatt didapatkan bahwa dengan menggunakan
PAS menunjukkan bahwa jika digunakan cut-off-point tunggal (PAS 5)
menghasilkan false positive dan false negative yang tinggi. Performa PAS
meningkat bila digunakan dua cut-point (Bhatt, 2008). Dengan menggunakan
strategi ini, negative appendectomy rate 4,4% (Wesson, 2014).
Dari penelitian yang kami lakukan, terdapat 40 pasien yang dijadikan
sampel dalam penelitian. Karakteristik pasien dapat dilihat pada tabel 4.1. Dari
tabel tersebut diiketahui bahwa pasien laki-laki (70%) lebih banyak dari
perempuan (30%), hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Stevenson
dan Edward tahun 2003 yang menyatakan bahwa angka kejadian pada anak laki-
laki lebih sering dari pada perempuan sekitar 55% hingga 65% pasien. Penelitian
yang dilakukan oleh Marissa tahun 2012 juga mendapatkan hasil yang serupa,
yaitu dinyatakan bahwa Appendicitis lebih banyak terjadi pada laki-laki
dibandingkan perempuan dengan perbandingan 3:2 (Marissa, 2012). Namun
sedikit berbeda dengan hasil yang didapatkan oleh Richard dkk tahun 2014,
mereka menyatakan bahwa insidensi pada laki-laki dan perempuan umumnya
sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insidensi lelaki lebih tinggi (Richard,
2014).
Diketahui juga bahwa nilai tengah usia pasien yang menderita adalah 11
tahun dengan kisaran umur 0 tahun hingga 18 tahun. Hal senada juga
dikemukakan oleh Marissa dkk yang menyatakan bahwa appendicitis yang terjadi
di Amerika Serikat setiap tahunnya dan terutama terjadi pada anak usia 6-10 tahun
(Marissa, 2012). Richard dkk mengatakan bahwa Appendicitis dapat ditemukan
pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang dilaporkan.
Insidensi tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun
(Richard, 2014).
Dari hasil penelitian yang kami lakukan didapatkan bahwa nilai tengah
dari angka RDW adalah 12,95 (11,50-18,30). Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Bozlu dkk tahun 2016 juga berkesimpulan bahwa anak-anak dengan appendicitis

Universitas Sumatera Utara


23

memiliki nilai RDW yang lebih tinggi daripada yang tidak mengalami
appendicitis. (Bozlu et al 2014, Haghi et al 2019). Penelitian yang dilakukan
Tanrikulu tahun 2014 menyatakan bahwa RDW dapat digunakan sebagai skala
diagnostic pada pasien appendicitis (Tanrikulu et al 2014). Ertekin dkk pada tahun
2017 melakukan penelitian serupa dan mendapatkan hasil bahwa RDW ditemukan
secara signifikan pada pasien dengan diagnosis appendicitis dibandingkan pada
pasien tanpa diagnosis ini. (Ertekin et al 2017). Namun dari penelitian yang
dilakukan oleh Narci dkk tahun 2013 didapatkan kesimpulan bahwa nilai RDW
menjadi rendah pada pasien yang mengalami appendicitis akut. (Narci et al 2013).
Penelitian lain yang dilakukan oleh Toktas tahun 2017 juga mengatakan bahwa
nilai RDW menurun pada pasien dengan appendicitis akut, namun memerlukan
penelitian selanjutnya untuk mengkonfirmasi hal ini (Toktas et al 2017).
Hasil penelitian yang kami lakukan juga menunjukkan bahwa skor
Pediatric Appendicitis Score (PAS) adalah 4,50 (1-9). Penelitian yang dilakukan
oleh Sayed tahun 2017 menyatakan bahwa PAS dapat digunakan sebagai indicator
dalam mengeksklusi pasien dengan kondisi appendicitis. (Sayed et al 2017). Bila
dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Goulder tahun 2008
menyatakan bahwa PAS belum dapat digunakan sebagai rekomendasi indicator
yang mengarah pada appendicitis. (Goulder et al 2008).
Kami mecoba melihat adakah hubungan antara RDW dan PAS pada
pasien dengan masalah apendisitis. Dengan menggunakan korelasi Spearman,
didapatkan hasil sesuai dengan tabel 4.2 dimana koefisien korelasi (r) adalah
0,508, yang artinya memiliki hubungan korelasi sedang, pada nilai p-value
didapatkan hasil p<0,05 yang artinya signifikan secara statistic. Sehingga dapat
dikatakan bahwa antara RDW dan PAS memiliki korelasi hubungan yang
signifikan.

Universitas Sumatera Utara


BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
1. Kesimpulan yang dapat kami ambil dari penelitian ini adalah bahwa
RDW maupun PAS dapat digunakan sebagai indikator pada pasien
dengan apendisitis
2. Nilai RDW dan PAS memiliki korelasi positif dan bermakna secara
statistik.

6.2. Saran
1. Penelitian selanjutnya diharapkan mampu menggunakan desain
penelitian prospektif dengan randomisasi sehingga mampu membuktikan
perbedaan beberapa hasil penelitian terdahulu.
2. Sebaiknya penelitian selanjutnya menggunakan kontrol sebagai
perbandingan.

24
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA

Aydogan, A., Akkucuk, S., Arica, S., Motor, S. (2013). The Analysis of Mean
Platelet Volume and Platelet Distribution Width Levels in Appendicitis.
Indian Journal Of Surgery DOI 10.1007/s12262-013- 0891-7 pp 4-6.

Bozlu G, Taskinlar H, Unal S, Alakaya M, Nayci A, Kuyucu N.


Diagnostic value of red blood cell distribution width in
pediatric acute appendicitis. Pediatr Int. 2016

Dani., Calista, P. (2014). Karakteristik Penderita Apendisitis Akut Di Rumah


Sakit Immanuel Bandung Periode 1 Januari 2013 – 30 Juni 2013.
Universitas Kristen Maranatha : Bandung. Jurnal Kesehatan Tadulako Vol.
2 No. 2, Juli 2016 : 1-72 Healthy Tadulako Journal (Windy C.S., M. Sabir
: 24-32) 32

Dinc, B., Oskay, A., Dinc, S., Bas,B., Tekin, S. (2015). New parameter in
Diagnosis of Acute Appendicitis: Platelet Distribution Width. World
Journal of Gastroenterology DOI: 10.3748/wjg.v21.i6.1821. pp 1-7.

Ertekin B, Kara H, Erdemir E, Doğan E, Acar T , Saltuk Demir LS. Efficacy of


Use of Red Cell Distribution Width as a Diagnostic Marker in Acute
Appendicitis. Eurasian Journal of Emergency Medicine. 2017

Goulder F, Simpson T. Pediatric appendicitis score: A retrospective analysis. J


Indian Assoc Pediatr Surg. 2008

Gunawan, S., Sutanto, F., Tatura,S., Mantik, M. (2010). Platelet Distribution


Width dan Mean Platelet Volume: Hubungan dengan Derajat Penyakit
Demam Berdarah Dengue. Vol. 12, No. 2. Fakultas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi : Manado.

Haghi AR, Pourmohammad P, Rabiee MA. Accuracy of Mean Platelet Volume


(MPV) and Red Cell Distribution Width (RDW) for the Diagnosis of
Acute Appendicitis: Evaluation of Possible New Biomarkers.
ADVANCED JOURNAL OF EMERGENCY MEDICINE. 2019

Kemenkes RI. (2011). Pedoman Interpretasi Data Klinik. Kementrian Kesehatan


Republik Indonesia.

Marissa., Junaedi, I., Setiawan, R. (2012). Batas Angka Lekosit Antara


Appendisitis Akut dan Appendisitis Perforasi Di Rumah Sakit Umum
Daerah Tugurejo Semarang selama Januari 2009 - Juli 2011. Universitas
Muhammadiyah : Semarang

Narci H, Turk E, Karagulle E, Togan T, Karabulut K. The role of red cell


distribution width in the diagnosis of acute appendicitis: a retrospective
case-controlled study. World Journal of Emergency Surgery. 2013

25
Universitas Sumatera Utara
26

Nasution, P., Virgiandhy., Fitrianingrum. (2013). Hubungan Antara Jumlah


Leukosit dengan Apendisitis Akut dan Apendisitis Perforasi di RSU
Dokter Soedarso Pontianak Tahun 2011. Universitas Tanjungpura :
Pontianak.

Omari, A., Khammash, M., Qasaimeh, G., Shammari, A.,Yaseen, M., Hammori,
S. (2014). Acute Appendicitis In The Elderly: Risk Factors for Perforation.
World Journal of Emergency Surgery. DOI:10.1186/1749-7922-9-6. pp 1-
6.

Pisano, M., Coccolini, F., Bertoli, P., Giulii, M., Capponi., Poletti, E., Naspro, R.,
Ansaloni, L. (2013). Conservative Treatment for Uncomplicated Acute
Appendicitis in Adults. Emergency Medicine and Health Care. 1:2. DOI
:.org/10.7243/2052-6229-1-2. pp 1- 4.

Richard, N., Kruger, D., Luvhengo, T. (2014). Clinical Presentation of Acute


Appendicitis In Adults at The Chris Hani Baragwanath Academic
Hospital. International Journal of Emergency Medicine. DOI:
10.1186/1865-1380-7-12. pp 1-4.

RSU Anutapura. (2012). Profil Rumah Sakit Umum Anutapura Tahun 2014. RSU
Anutapura : Palu

Sayed AO, Zeidan NS, Fahmy DM, Ibrahim HA. Diagnostic reliability of
pediatric appendicitis score, ultrasound and low-dose computed
tomography scan in children with suspected acute appendicitis. Dovepress.
2017

Shiddiq, M., Virgiandhy, N., Handini, M. (2013). Suhu Tubuh Dan Nilai
Granulosit Praoperasi Pasien Apendisitis Akut Berkomplikasi Di Rsud
Dokter Soedarso Pontianak Tahun 2012. Universitas Tanjungpura :
Pontianak.

Sjamsuhidajat, R. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC : Jakarta.

Suhashani, K. (2010). Jumlah Leukosit pada Pasien Apendisitis Akut di RSUP H.


Adam Malik Medan pada Tahun 2009. FK USU : Medan.

Tanrikulu CS, Tanrikulu Y, Sabuncuoglu MZ, Karamercan MA, Akkapulu N,


Coskun F. Mean Platelet Volume and Red Cell Distribution Width as a
Diagnostic Marker in Acute Appendicitis. Iran Red Crescent Med J. 2014

Toktas O and Aslan M. Mean platelet volume, red cell distribution width,
neutrophil to lymphocyte ratio and platelet to lymphocyte ratio in the
diagnosis of acute appendicitis. East J Med. 2017

Universitas Sumatera Utara


27

Wilms, IMHA., de Hoog, DENM., de Visser, DC., Janzing HMJ. (2011).


Appendectomy Versus Antibiotic Treatment for Acute Appendicitis.
Cochrane Database of Systematic Reviews 2011, Issue
11.Art.No.:CD008359.DOI: 10.1002/14651858.CD008359.

Universitas Sumatera Utara


28

Lampiran 1

SUSUNAN PENELITI
Peneliti
Nama lengkap : dr. Khairil Munandar Hasibuan
NIM : 147041166
Fakultas : Kedokteran
Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara

Pembimbing I
Nama lengkap : dr. Erjan Fikri Sp.B (K)BA
NIP : 1963 01 27198911 1001
Jabatan Fungsional : Staf Pengajar Divisi Bedah Anak RSUP HAM
Fakultas : Kedokteran
Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara
Bidang Keahlian : Bedah Anak

Pembimbing II
Nama lengkap : dr. Zulfikar Lubis, Sp.PK-K
NIP : 1956 11 01198302 1 002
Jabatan Fungsional : Staf Pengajar Divisi Patologi Klinik RSUP HAM
Fakultas : Kedokteran
Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara
Bidang Keahlian : Patologi Klinik

Universitas Sumatera Utara


29

Lampiran 2
RIWAYAT HIDUP PENELITI

Nama : dr. Khairil Munandar Hasibuan


Alamat : Jl. Kelapa Raya Kompleks RISPA III/IV No. 3
kecamatan Medan Johor
Telepon :-
HP : 085261474886
Tempat/Tgl. Lahir : Medan, 16 April 1082
Agama : Islam
Status : Menikah

PENDIDIKAN
1. SD Negeri 060928 Medan tahun 1988 - 1994
2. SMP Negeri 1 Medan tahun 1994 - 1997
3. SMA Negeri 13 Medan tahun 1997-2000
4. S-1 Sarjana Kedokteran (S.Ked), Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara, Medan tahun 2000-2004
5. Pendidikan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,
Medan tahun 2004 - 2006

Universitas Sumatera Utara


30

Lampiran 3

RENCANA ANGGARAN PENELITIAN

No Uraian Jumlah

1
Honorarium Rp 1.800.000,-
2
Pembuatan Proposal dan Laporan Penelitian Rp 800.000,-
3
Pengambilan data Rp ~
4
Penggandaan Proposal dan Laporan Penelitian Rp 1.500.000,-

Total Rp 4.100.000,-

Sumber dana ditanggung sepenuhnya oleh peneliti.

Universitas Sumatera Utara


31

Lampiran 4

RANCANGAN JADWAL PENELITIAN

Agustus s.d.
Juni November
Oktober
2018 2018
2018

PERSIAPAN

PELAKSANAAN

PENYUSUNAN

LAPORAN

PENGGANDAAN

LAPORAN

Universitas Sumatera Utara


32

Lampiran 5

ETHICAL CLEARANCE

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai