Anda di halaman 1dari 31

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Pembuluh Darah Otak


Sirkulasi darah ke otak ada sirkulasi anterior dan sirkulasi posterior.
Sirkulasi anterior adalah arteri karotis komunis dengan cabang distalnya yaitu
arteri karotis internal, arteri serebri media dan arteri serebri anterior. Sirkulasi
posterior adalah arteri vertebrobasilar yang berasal dari arteri vertebralis kanan
dan kiri dan kemudian bersatu menjadi arteri basilaris dan seluruh
percabangannya termasuk cabang akhirnya yaitu arteri serebri posterior kanan
dan kiri (Gambar 1).1

Gambar 1. Circle Of Willis1


Arteri serebri anterior memperdarahi daerah medial hemisfer serebri,
lobus frontal bagian superior dan lobus parietal bagian superior. Arteri serebri
media memperdarahi daerah frontal inferior, parietal inferolateral dan lobus
temporal bagian lateral. Arteri serebri posterior memperdarahi lobus oksipital
dan lobus temporal bagian medial.1
Batang otak diperdarahi secara eksklusif dari sirkulasi posterior. Medula
oblongata menerima darah dari arteri vertebralis melalui arteri perforating

27
28

medial dan lateral, sedangkan pons dan midbrain (mesensefalon) menerima


darah dari arteri basilaris lewat cabangnya yaitu arteri perforating lateral dan
medial.1
Serebelum mendapat darah dari tiga pembuluh darah serebelar, yaitu : 1)
arteri serebelar posterior inferior (Posterior Inferior Cerebellar Artery / PICA)
yang merupakan akhir dari cabang arteri vertebralis, 2) arteri serebelar anterior
inferior (Anterior Inferior Cerebellar Artery / AICA) yang merupakan cabang
pertama dari arteri basilaris, dan 3) arteri serebelar superior (Superior
Cerebellar Artery / SCA) yang merupakan cabang akhir dari arteri basilaris. 1
Basal ganglia diperdarahi oleh arteri lentikulostriata kecil percabangan
dari arteri serebri media. Talamus diperdarahi oleh arteri perforating
thalamogeniculata yang merupakan cabang dari arteri serebri posterior. Genu
kapsula internal diperdarahi oleh arteri lenticulostriata anteromedial atau
disebut juga rekuren arteri Heubneur.1

2.2. Definisi Stroke


Stroke adalah suatu episode disfungsi neurologi akut yang disebabkan
oleh iskemik atau perdarahan berlangsung 24 jam atau meninggal, tapi tidak
memiliki bukti yang cukup untuk diklasifikasikan.2
Menurut WHO (World Health Organitzation) stroke didefinisikan
suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda
dan gejala klinik baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24
jam, atau dapat menimbulkan kematian, disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak.3
Stroke iskemik adalah episode disfungsi neurologis yang disebabkan
infark fokal serebral, spinal dan infark retinal. Dimana infark Susunan Saraf
Pusat (SSP) adalah kematian sel pada otak, medulla spinalis, atau sel retina
akibat iskemia, berdasarkan:
• Patologi, imaging atau bukti objektif dari injury fokal iskemik pada
serebral, medula spinalis atau retina pada suatu distribusi vaskular
tertentu.
29

• Atau bukti klinis dari injury fokal iskemik pada serebral, medula spinalis
atau retina berdasarkan simptom yang bertahan ≥ 24 jam atau meninggal
dan etiologis lainnya telah dieksklusikan.3
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis yang berkembang cepat
yang disebabkan oleh kumpulan darah setempat pada parenkim otak atau
sistem ventrikular yang tidak disebabkan oleh trauma.3

2.3. Epidemiologi
Data dari American Heart Association (AHA) melaporkan bahwa
ranking stroke adalah nomor empat di dunia di antara semua penyebab
kematian, setelah penyakit jantung, kanker, dan penyakit pernapasan kronis
dan penyebab utama kedua kematian di negara maju.4 Di Indonesia, stroke
merupakan penyebab utama kematian pada seluruh kelompok usia dengan
15,4% dari keseluruhan kematian (satu dari tujuh orang meninggal akibat
stroke). Stroke juga merupakan penyebab utama ketiga dari kecacatan hidup
setiap tahun di dunia.5 Seperempat (25%) dari orang-orang yang menderita
stroke meninggal dan lainnya (75%) memiliki cacat ringan atau berat.6
Prevalensi stroke di Indonesia telah meningkat dari tahun 2007 ke 2013,
yaitu 8,3/1.000 menjadi 12,1/1.000 penduduk. Penelitian epidemiologi oleh
Universitas Indonesia menunjukkan bahwa 19,9% kejadian stroke adalah
stroke berulang.6 Yang berarti bahwa 1 dari lima pasien stroke mengalami
stroke berulang. Seseorang yang sembuh dari serangan stroke yang pertama
mempunyai resiko secara signifikan untuk mengalami serangan stroke yang
kedua di kemudian hari.4 Seperempat (25%) dari seluruh kejadian stroke
adalah stroke berulang, dimana mempunyai risiko kematian lebih tinggi
daripada serangan stroke pertama.7

2.4. Klasifikasi Stroke


Stroke dapat dibagi menjadi dua kategori utama yaitu, stroke
hemoragik dan stroke iskemik.
30

A. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik merupakan 15-20% dari semua stroke, dapat
terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga
terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam
jaringan otak. Stroke hemoragik juga dapat disebabkan karena pemakaian
kokain atau amfetamin, karena zat-zat ini dapat menyebabkan hipertensi
berat dan perdarahan intraserebrum atau subaraknoid.8
Stroke hemoragik dapat dibagi menjadi dua subtipe, yaitu
perdarahan intraserebral (PIS) yaitu perdarahan yang langsung ke jaringan
otak atau disebut juga sebagai perdarahan parenkim otak, dan perdarahan
subaraknoid (PSA) yang terjadi di ruangan subarachnoid (antara
arachnoid dan piameter).8

Gambar 2. Stroke Hemoragik.8


 Perdarahan Intraserebral (PIS)
Perdarahan intraserebral paling sering terjadi akibat cedera
vaskular yang dipicu oleh hipertensi dan ruptur salah satu dari banyak
arteri kecil yang menembus ke dalam jaringan otak. Stroke yang
disebabkan oleh perdarahan intraserebrum paling sering terjadi saat
pasien terjaga dan aktif. Karena lokasinya berdekatan dengan arteri-
31

arteri dalam, ganglia basalis dan kapsula interna sering menerima


beban terbesar tekanan dan iskemia pada stroke tipe ini. Biasanya
perdarahan di bagian dalam jaringan otak menyebabkan defisit
neurologik fokal yang cepat dan memburuk secara progresif dalam
beberapa menit sampai kurang dari 2 jam. Tanda khas pertama pada
keterlibatan kapsula interna adalah hemiparesis kontralateral dari letak
perdarahan.8
 Perdarahan Subaraknoid (PSA)
Perdarahan subaraknoid memiliki 2 penyebab utama: ruptur
aneurisma vaskular dan trauma kepala. Pecahnya aneurisma
menyebabkan perdarahan yang langsung berhubungan dengan LCS,
sehingga secara cepat dapat menyebabkan peningkatan tekanan
intrakaranial (TIK). Penyebab PSA yang lebih jarang adalah
malformasi arterionvena (MAV), yaitu jaringan yang mengalami
malformasi kongenital. Pada MAV pembuluh melebar sehingga darah
mengalir di antara arteri bertekanan tinggi dan sistem vena bertekanan
rendah, akhirnya dinding venula melemah dan darah dapat keluar
dengan cepat ke jaringan otak. Pada sebagian besar pasien, perdarahan
terutama terjadi di intra parenkim dengan perembasan ke dalam ruang
subaraknoid.8

B. Stroke iskemik
Sekitar 80-85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat
abstruksi atau bekuan di satu sisi lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum.
Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan (trombus) yang terbentuk di
dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh organ distal. Pada trombus
vaskular distal, bekuan dapat terlepas, atau mungkin terbentuk di dalam
suatu organ seperti jantung, dan kemudian dibawa melalui sistem arteri ke
otak sebagai suatu emboli. Sumbatan pada arteri carotis interna sering
sebagai penyebab stroke pada lansia, yang sering mengalami
pembentukan plak aterosklerotik di pembuluh darah sehingga terjadi
32

penyempitan atau stenosis. Aterosklerosis sering terbentuk pada


percabangan arteria kaortis komunis. Penyebab lain stroke iskemik adalah
vasospasme, yang merupakan respons vaskular reaktif terhadap
perdarahan di dalam ruang subaraknoid. Terdapat 4 subtipe dasar pada
stroke iskemik berdasarkan penyebab:8

Gambar 3. Stroke Iskemik.8


 Stroke Lakunar
Infark lakunar merupakan infark yang terjadi setelah oklusi
aterotromborik atau hialin-lipid salah satu dari cabang-cabang
penetrans sirkulus Wilisi, arteria serebri media, atau arteria vertebralis
dan basilaris. Teradapat 4 sindrom lakunar: hemiparesis motorik murni
akibat infark di kapsula interna posterior, hemiparesis motorik murni
akibat infark pars anterior kapsula interna, stroke sensorik murni kibat
infark talamus, dan hemiparesis ataksik atau disartria serta gerakan
tangan atau lengan yang canggung akibat infark pons basal.8
 Stroke Trombotik Pembuluh Besar
Sebagian besar stroke ini terjadi pada saat tidur, saat pasien relatif
mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Stroke
trombotik pembuluh besar dengan aliran lambat seing berkaitan dengan
lesi aterosklerotik yang menyebabkan stenosis di arteria karotis interna
33

atau di pangkal arteria cerebri media atau di tautan arteria vertebralis


dan basilaris. Gejala dana tanda bergantung pada lokasi sumbatan dan
tingkat aliran kolateral dijairngan otak yang terkena.8

Gambar 4. Stroke Trombosis.8


 Stroke Embolik
Asal stroke embolik dapat suatu arteri distal atau jantung (stroke
kardioembolik). Trombus mural jantung merupakan sumber tersering:
infark miokardium, fibrilasi atrium, penyakit katup jantung, katup
jantung buatan, dan kardiomiopati iskemik. Stroke yang terjadi akibat
embolus biasanya menimbulkan defisit neurologik mendadak dengan
efek maksimum sejak awitan penyakit, biasanya serangan terjadi saat
pasien beraktivitas.8

Gambar 5. Stroke Emboli8


34

 Stroke Kriptogenik
Stroke kriptogenik adalah stroke iskemik akibat sumbatan mendadak
pembuluh intrakranial besar tetapi tanpa penyebab yang jelas. Namun,
sebagian besar stroke yang kausanya tidak jelas pada pasien yang profil
klinisnya tidak dapat dibedakan dari mereka yang mengidap
aterotrombosis.8

2.5. Faktor Risiko Stroke


Faktor risiko yang dapat mempengaruhi terjadinya stroke dibagi
menjadi faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat
dimodifikasi.9
Tabel 1. Faktor Risiko Stroke

Tidak dapat Dapat dimodifikasi & terdokumentasi Dapat dimodifikasi & kurang
dimodifikasi dengan baik terdokumentasi

 Usia  TIA (Transient Ischemic Attack)  Migren

 Jenis kelamin  Hipertensi  Konsumsi alkohol

 BBLR  Diabetes  Hiperkoagulabilitas

 Ras  Atrial Fibrilasi  Obstructive Sleep Apnea

 Faktor Genetik  Patent Foramen Ovale  Peningkatan lipoprotein

 Stenosis arteri carotis asimptomatik  Penyalahgunaan obat-obatan

 Sickle Cell Disease  Inflamasi dan infeksi

 Dislipidemia

 Obesitas & distribusi lemak tubuh

 Merokok

 Kontrasepsi oral
35

2.6. Etiologi Stroke


A. Stroke Hemoragik
 Perdarahan intraserebral hipertensif
 Perdarahan subaraknoid
 Ruptura aneurisma sakular
 Trauma kepala
 Ruptura malformasi arteriovena (AVM)
 Penggunaan kokain, amfetamin
 Penyakit perdarahan sistemik.8
B. Stroke Iskemik
 Trombosis
 Atreosklerosis
 Vaskulitis: arteritis temporalis, poliartritis nodosa
 Gangguan darah: polisitemia, hemoglobinopati (penyakit sel sabit)
 Embolisme
 Hiperkoagulabilitas: kontrasepsi oral, karsinoma.8

2.7. Patofisiologi Stroke


1. Patofisiologi Stroke Iskemik
Stroke iskemik disebabkan oleh adanya penyumbatan di pembuluh darah
otak yang mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara
bertahap.10
Tahap 1 :
a. Penurunan aliran darah
b. Pengurangan O2
c. Kegagalan energi
d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion
Tahap 2 :
a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion
b. Spreading depression
36

Tahap 3 : Inflamasi
Tahap 4 : Apoptosis
Proses patofisiologi pada cedera SSP akut sangat kompleks dan
melibatkan permeabilitas patologis dari sawar darah otak, kegagalan energi,
hilangnya homeostasis ion sel, asidosis, peningkatan kalsium ekstraseluler,
eksitotoksisitas dan toksisitas yang diperantarai oleh radikal bebas.11

Gambar 6. Mekanisme seluler pada iskemik SSP akut.11


Trombosis (penyakit trombo-oklusif) merupakan penyebab stroke
yang paling sering. Arteriosclerosis serebral dan perlambatan sirkulasi
serebral adalah penyebab utama trombosis selebral. Tanda-tanda trombosis
serebral bervariasi, sakit kepala adalah awitan yang tidak umum. Beberapa
pasien mengalami pusing, perubahan kognitif atau kejang dan beberapa
awitan umum lainnya. Secara umum trombosis serebral tidak terjadi secara
tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia atau parestesia pada
37

setengah tubuh dapat mendahului awitan paralysis berat pada beberapa jam
atau hari.
Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada pada lapisan
intima arteria besar. Bagian intima arteria serebri menjadi tipis dan
berserabut, sedangkan sel-sel ototnya menghilang. Lamina elastika interna
robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh sebagian terisi oleh materi
sklerotik tersebut. Plak cenderung terbentuk pada percabangan atau tempat-
tempat yang melengkung. Trombus juga dikaitkan dengan tempat-tempat
khusus tersebut. Pembuluh-pembuluh darah yang mempunyai resiko dalam
urutan yang makin jarang adalah sebagai berikut: arteria karotis interna,
vertebralis bagian atas dan basilaris bawah. Hilangnya intima akan membuat
jaringan ikat terpapar. Trombosit menempel pada permukaan yang terbuka
sehingga permukaan dinding pembuluh darah menjadi kasar. Trombosit
akan melepasakan enzim, adenosin difosfat yang mengawali mekanisme
koagulasi. Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli,
atau dapat tetap tinggal di tempat dan akhirnya seluruh arteria itu akan
tersumbat dengan sempurna.

2. Patofisiologi Stroke Hemoragik


Perdarahan intrakranial meliputi perdarahan di parenkim otak dan
perdarahan subarachnoid. Insidens perdarahan intrakranial kurang lebih 20
% adalah stroke hemoragik, dimana masing-masing 10% adalah perdarahan
subarachnoid dan perdarahan intraserebral.12
Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya
mikroaneurisma (Berry aneurysm) akibat hipertensi maligna. Hal ini paling
sering terjadi di daerah subkortikal, serebelum, dan batang otak. Hipertensi
kronik menyebabkan pembuluh arteriola berdiameter 100-400 mikrometer
mengalami perubahan patologi pada dinding pembuluh darah tersebut
berupa lipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe
Bouchard. Pada kebanyakan pasien, peningkatan tekanan darah yang tiba-
tiba menyebabkan rupturnya penetrating arteri yang kecil. Keluarnya darah
38

dari pembuluh darah kecil membuat efek penekanan pada arteriole dan
pembuluh kapiler yang akhirnya membuat pembuluh ini pecah juga. Hal ini
mengakibatkan volume perdarahan semakin besar.12
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik
akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di dearah
yang terkena darah dan sekitarnya lebih tertekan lagi. Gejala neurologik
timbul karena ekstravasasi darah ke jaringan otak yang menyebabkan
nekrosis.12
Perdarahan subarachnoid (PSA) terjadi akibat pembuluh darah
disekitar permukaan otak pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke
ruang subarachnoid. Perdarahan subarachnoid umumnya disebabkan oleh
rupturnya aneurisma sakular atau perdarahan dari arteriovenous
malformation (AVM).

2.8. Gejala Klinis


Menurut National Institute of Neurological Disorders and Stroke
(NINDS), terdapat lima tanda utama stroke:9

Gambar 7. Tanda Stroke.9


39

A. Stroke Hemoragik
Gejala Klinis Perdarahan Intraserebral (PIS)
 Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu melakukan
aktivitas dan dapat didahului oleh gejala prodromal berupa
peningkatan tekanan darah yaitu nyeri kepala, mual, muntah,
gangguan memori, bingung, perdarhan retina, dan epistaksis.
 Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai
hemiplegia/hemiparese dan dapat disertai kejang fokal/umum.
 Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral, refleks
pergerakan bola mata menghilang dan deserebrasi.
 Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial (TTIK),
misalnya papiledema dan perdarahan subhialoid.13
Gejala Klinis Perdarahan Subaraknoid (PSA)
 Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti meledak,
dramatis, berlangsung dalam 1 – 2 detik sampai 1 menit.
 Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil, mudah
terangsang, gelisah dan kejang.
 Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar dalam
beberapa menit sampai beberapa jam.
 Dijumpai gejala-gejala rangsang meningen
 Perdarahan retina berupa perdarahan subhialid merupakan gejala
karakteristik perdarahan subarakhnoid.
 Gangguan fungsi otonom berupa bradikardi atau takikardi,
hipotensi atau hipertensi, banyak keringat, suhu badan meningkat,
atau gangguan pernafasan.13

B. Stroke Iskemik
Terdapat 4 perjalanan klinis stroke iskemik, yaitu:
1) Transient Ischemic Attack (TIA) adalah suatu gangguan akut dari
fungsi fokal dan serebral yang gejalanya berlangsung kurang dari 24
jam dan disebabkan oleh trombus atau emboli.
40

Gambar 8. Serangan Stroke Iskemik.


2) Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND), merupakan
gangguan serebral yang gejalanya berlangsung lebih dari 24 jam
bahkan sampai 21 hari. Biasanya RIND membaik dalam waktu 24-48
jam.
3) Stroke in Evolusion (SIE), ditandai dengan gejala dan tanda neurologis
fokal terus memburuk setelah 48 jam. Kelainan atau defisit neurologik
yang timbul berlangsung secara bertahap dari bersifat ringan menjadi
lebih berat.
4) Complete Stroke, yaitu kelainan neurologis yang ada sifatnya sudah
menetap, tidak berkembang lagi. Kelainan neurologis yang timbul
bermacam-macam, tergantung pada daerah otak mana yang
mengalami infark.9
41

Gambar 9. Perjalanan Klinis Stroke Iskemik.


Berikut ini penggolongan sindrom klinik oklusi berdasarkan lokasinya:9

Teritorial
Manifestasi Klinik
Vaskuler

• buta ipsilateral (a. ophtalmika)


A. Karotis
• sindroma Horner ipsilateral
Interna
• gejala a. serebri media

• paresis kontralateral & ggn sensorik mengenai lengan & wajah > tungkai
• afasia
A. Serebri
• hemineglect, anosognosia (penyangkalan defisit neurologis), disorientasi
Media
spasial pada hemisfer serebri dekstra
• defek lapangan pandang homonim bermacam derajat

A. Serebri • paresis kontralateral & ggn sensorik predominan ekstremitas bawah


42

Anterior • inkontinensia urine, khusus pada lesi bilateral


• dispraksia lengan
• abulia (kurang keinginan)
• afasia motorik transkortikal pada sisi dominan

• hemianopia homonim kontralateral


A. Serebri • hemihipestesi kontralateral tanpa paresis
Posterior • defisit kortikal berhubungan dgn penglihatan yg beragam, seperti aleksia
tanpa agrafia & agnosia visual asosiatif

• paralisis anggota gerak (biasanya bilateral, tetapi mungkin asimetris)


• biasanya paralisis bulber atau pseudobulber berat dari otot-otot kranial
(disfagi, disartri, diplegia fasial dll)
A.Basilaris • kekurangan sensorik atau abnormalitas serebellum
• abnormalitas gerakan mata (ophtalmoplegi internuklear, “one and a half
syndrome”, nistagmus, deviasi miring, ocular bobbing, miosis & ptosis
• koma

• bermacam derajat vertigo, dizziness, mual & muntah


• hipoestesi ipsilateral fasial dgn kontralateral tubuh & anggota gerak terhadap
A.Vertebra
nyeri & suhu
lis
• ataksia ipsilateral trunkal atau appendicular
• disfagia & disfonia

2.9. Diagnosis
A. Anamnesis
 Karakteristik gejala dan tanda
 Konsekuensi fungsional (misalnya tidak bisa berdiri, tidak bisa
mengangkat tangan)
 Kecepatan onset dan perjalanan gejala neurolgis
 Apakah ada kemungkinan presipitasi (apa yang pasien sedang
lakukan pada saat onset dan tidak lama sebelum onset)
43

 Apakah ada gejala-gejala lain yang menyertai (misalnya: nyeri


kepala, kejang epileptic, panik dan anxietas, muntah, nyeri dada)
 Apakah ada riwayat penyakit dahulu atau riwayat penyakit keluarga
yang relevan. (riwayat TIA/stroke terdahulu, hipertensi,
hypercholesterolemia, DM, infark miokard, arteritis, riwayat penyakit
vaskular atau trombolitik pada keluarga)
 Apakah ada perilaku atau gaya hidup yang relevan (merokok,
konsumsi alkohol, diet, aktivitas fisik, obat-obatan seperti:
kontrasepsi oral, obat trombolitik, antikoagulan, amfetamin).9

B. Pemeriksaan Fisik
 Sistem pembuluh perifer. Lakukan asukultasi pada arteria karotis
untuk mencari adanya bising dan periksa tekanan darah di kedua
lengan untuk diperbandingkan.
 Jantung, lakukan pemeriksaan aukultasi jantung untuk mencari
murmur dan disritmia, serta EKG.
 Retina, lakukan pemeriksaan ada tidaknya cupping diskus optikus,
perdarahan retina, kelainan diabetes.
 Ekstremitas, lakukan evaluasi ada tidaknya sianosis dan infark
sebagai tanda-tanda embolus perifer.
 Pemeriksaan neurologik untuk mengetahui letak dan luasnya suatu
stroke.9
- Fungsi visual, dengan pemeriksaan lapang pandang dan tes
konfrontasi
- Pemeriksaan pupil dan refleks cahaya
- Pemeriksaan doll’s eye phenomenon (jika tidak ada kecurigaan
cedera leher)
- Sensasi, dengan memeriksa sensai kornea dan wajah terhadap
benda tajam
- Gerakan wajah mengikuti perintah atau sebagai respon terhadap
stimuli noxious (menggelitik hidung)
44

- Fungsi faring lingual, dengan mendengarkan dan mengevaluasi


cara bicara dan memeriksa mulut.
- Fungsi motorik dengan memeriksa gerakan pronator, kekuatan,
tonus, kekuatan gerakan jari tangan atau jari kaki.
- Fungsi sensoris, dengan cara memeriksa kemampuan pasien
untuk mendeteksi sensoris dengan jarum, rabaan, vibrasi, dan
posisi (tingkat level gangguan sensibilitas pada bagian tubuh
sesuai dengan lesi patologis di medulla spinalis, sesuai
dermatomnya)
- Fungsi serebelum, dengan melihat cara berjalan penderita dan
pemeriksaan disdiadokokinesis
- Ataksia pada tungkai, dengan meminta pasien menyentuh jari
kaki pasien ke tangan pemeriksa
- Refleks asimetri (contoh: refleks fisiologis anggota gerak kanan
meningkat, yang kiri normal)
- Refleks babinski.9

C. Pemeriksaan penunjang
 Analisis laboratorium: urianalisi, HDL, LED, panel metabolik dasar
(Na, K, Cl, bikarbonat, glukosa, nitrogen urea darah, dan kreatinin),
profil lemak serum, dan serologi untuk sifilis.
 Pemeriksaan sinar-X toraks untuk mendeteksi pembesaran jantung
dan infiltrat paru yang berkaitan dengan gagal jantung kongestif.
 Pungsi lumbal untuk mendeteksi kemungkinan terdapt darah di LCS
pada stroke hemoragik, terutama pada perdarahan subaraknoid.
 USG karotis untuk mendeteksi gangguan aliran darah karotis dan
kemungkinan memperbaiki kausa stroke.
 CT-scan merupakan gold standard untuk diagnosis stroke. CT-scan
kepala untuk membedakan stroke perdarahan intraserebral atau stroke
infark.
45

 Angiografi serebrum untuk mendeteksi lesi ulseratif, stenosis,


displasia fibromuskular, fistula arteriovena, vaskulitis, dan
pembentukan trombus di pembuluh besar.
 Transcranial Doppler (TCD) untuk menilai aliran darah kolateral dan
CBF total di aspek anterior dan posterior sirkulus Wilisi.9

Gambar 10. Pemeriksaan Klinis Pada Stroke.


D. Sistem Skoring
Tabel 2. Skor Stroke Siriraj.

Skor Stroke Siriraj

Gejala/tanda Penilaian Indeks

Derajat (0) Kompos mentis


X 2,5
Kesadaran (1) Somnolen
46

(2) Sopor/koma

(0) Tidak ada


Vomitus X2
(1) Ada

(0) Tidak ada


Nyeri kepala X2
(1) Ada

Tekanan Diastolik X 0,1


darah

(0) Tidak ada

Ateroma (1) Salah satu atau lebih: DM, angina, penyakit X 3


pembuluh darah.

Skor >1 : Perdarahan Supratentorial


Skor -1 s.d 1 : perlu CT-Scan
Skor < -2 : Infark Serebri

Algoritma Gadjah Mada


47

E. Diagnosis Neurologis9
Diagnosis neurologis terdiri dari 4 macam, yaitu :
1. Diagnosis klinis
Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala yang
ditemukan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah
dilakukan. Diagnosis klinis dapat berupa suatu sindrom.
Tabel 3. Diagnosis Klinis Stroke.
Gejala Awal Stroke Perdarahan Stroke Iskemik

Gejala Peningkatan TIK Muncul pada awal Dapat muncul kemudian,


-Nyeri Kepala serangan atau tidak muncul
-Penurunan Kesadaran
-Muntah Menyemprot
-Pandangan Ganda
Gejala Lateralisasi Dapat muncul Muncul pada awal
-Kelemahan anggota gerak kemudian, atau tidak serangan
sesisi muncul
-Baal sesisi
-Otonom (BAB, BAK,
keringat)
2. Diagnosis topis
Diagnosis topis ditegakkan berdasarkan lokasi kelainan. Pada
stroke iskemik, lokasi kelainan yang ditemukan dapat berasal dari
korteks atau subkorteks. Jika lesi terdapat di korteks, kelemahan pada
satu sisi anggota gerak berbeda nilainya. Pada bagian yang dipersarafi
oleh daerah yang mengalami kerusakan, nilai motorik lebih berat
dibanding bagian yang lain. Sedangkan pada subkorteks, nilai motorik
pada satu sisi anggota gerak sama.
48

Gambar 11. Diagnosis Topik Pada Stroke.


Pada stroke hemoragik, lokasi kelainan yang ditemukan dapat
berasal dari intraserebral atau subarakhnoid. Untuk membedakannya
dapat diketahui dari anamnesis dan pemeriksaan neurologis. Dari
anamnesis, pasien mengeluhkan nyeri tengkuk pada pasien stroke
perdarahan subarachnoid dan kaku kuduk positif pada pemeriksaan
tanda rangsang meningeal. Sedangkan pada stroke perdarahan
intraserebral tidak ditemukan kelainan tersebut.
3. Diagnosis etiologis
Diagnosis etiologis ditegakkan berdasarkan penyebab. Pada
stroke iskemik, dapat disebabkan oleh trombus atau embolus. Penyebab
tersebut dapat diketahui dari anamnesis yang telah dilakukan. Untuk
membedakannya dilihat dari kelemahan anggota gerak progresif dan
hal yang dilakukan pasien sebelum serangan. Pada stroke hemoragik,
penyebabnya yaitu pecah / ruptur pembuluh darah.
4. Diagnosis patologis
Diagnosis patologis ditegakkan berdasarkan keadaan patologis
yang terjadi, yaitu iskemik atau hemoragik.
49

2.10. Penatalaksanaan
A. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat
1. Evaluasi Cepat dan Diagnosis
Oleh karena jendela terapi dalam pengobatan stroke akut sangat
pendek, maka evaluasi dan diagnosis harus dilakukan dengan cepat,
sistematik, dan cermat. Evaluasi gejala dan klinik stroke akut
meliputi:
a. Anamnesis, terutama mengenai gejala awal, waktu awitan,
aktivitas penderita saat serangan, gejala seperti nyeri kepala,
mual, muntah, rasa berputar, kejang, cegukan (hiccup), gangguan
visual, penurunan kesadaran, serta faktor risiko stroke (hipertensi,
diabetes, dan lain-lain).14
b. Pemeriksaan fisik, meliputi penilaian respirasi, sirkulasi,
oksimetri, dan suhu tubuh. Pemeriksaan kepala dan leher
(misalnya cedera kepala akibat jatuh saat kejang, bruit karotis,
dan tanda-tanda distensi vena jugular pada gagal jantung
kongestif). Pemeriksaan torak (jantung dan paru), abdomen, kulit
dan ekstremitas.14
c. Pemeriksaan neurologis dan skala stroke. Pemeriksaan neurologis
terutama pemeriksaan saraf kranialis, rangsang selaput otak,
sistem motorik, sikap dan cara jalan refleks, koordinasi, sensorik
dan fungsi kognitif. Skala stroke yang dianjurkan saat ini adalah
NIHSS (National Institutes of Health Stroke Scale).14
2. Terapi Umum
a. Stabilisasi Jalan Napas dan Pernapasan
 Pemantauan secara terus menerus terhadap status neutologis,
nadi, tekanan darah, suhu tubuh, dan Saturasi oksigen
dianjurkan dalam 72 jam, pada pasien dengan defisit
neurologis yang nyata.15
 Pembetian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi
oksigen < 95%.15
50

 Perbaiki jalan nafas termasuk pemasangan pipa orofaring


pada pasien yang tidak sadar. Berikan bantuan ventilasi pada
pasien yang mengalami penurunan kesadaran atau disfungsi
bulbar dengan gangguan jalan napas.14
 Terapi oksigen diberikan pada pasien hipoksia.14
 Pasien stroke iskemik akut yang nonhipoksia tidak
mernerlukan terapi oksigen.14
 Intubasi ETT (Endo Tracheal Tube) atau LMA (Laryngeal
Mask Airway) diperlukan pada pasien dengan hipoksia (p02
<60 mmHg atau pCO2 >50 mmHg), atau syok, atau pada
pasien yang berisiko untuk terjadi aspirasi.
 Pipa endotrakeal diusahakan terpasang tidak lebih dari 2
minggu. Jika pipa terpasang lebih dari 2 rninggu, maka
dianjurkan dilakukan trakeostomi.
b. Stabilisasi Hemodinamik
 Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari
pernberian cairan hipotonik seperti glukosa).
 Dianjurkan pemasangan CVC (Central Venous Catheter),
dengan tujuan untuk memantau kecukupan cairan dan
sebagai sarana untuk rnemasukkan cairan dan nutrisi.
 Usahakan CVC 5 -12 mmHg.
 Optimalisasi tekanan darah.
 Bila tekanan darah sistolik <120 mmHg dan cairan sudah
mencukupi, maka obat-obat vasopressor dapat diberikan
secara titrasi seperti dopamin dosis sedang/ tinggi,
norepinefrin atau epinefrin dengan target tekanan darah
sistolik berkisar 140 mmHg.
 Pemantauan jantung (cardiac monitoring) harus dilakukan
selama 24 jam pertama setelah serangan stroke iskernik.
51

 Bila terdapat adanya penyakit jantung kongestif, segera atasi


(konsultasi Kardiologi).
 Hipotensi arterial harus dihindari dan dicari penyebabnya.
Hipovolemia harus dikoreksi dengan larutan satin normal
dan aritmia jantung yang mengakibatkan penurunan curah
jantung sekuncup harus dikoreksi.14
c. Pemeriksaan Awal Fisik Umum
 Tekanan darah
 Pemeriksaan jantung
 Pemeriksaan neurologi umum awal:
i. Derajat kesadaran
ii. Pemeriksaan pupil dan okulomotor
iii. Keparahan hemiparesis
d. Pengendalian Peninggian Tekanan Intrakranial (TIK)
 Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko edema
serebral harus dilakukan dengan memperhatikan perburukan
gejala dan tanda neurologis pada hari-hari pertama setelah
serangan stroke.14
 Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS <9 dan
penderita yang mengalami penurunan kesadaran karena
kenaikan TIK.14
 Sasaran terapi adalah TIK kurang dari 20 mmHg dan CPP
>70 mmHg.
 Penata
 laksanaan penderita dengan peningkatan tekanan intrakranial
meliputi :
i. Tinggikan posisi kepala 200 - 300
ii. Posisi pasien hendaklah menghindari tekanan vena
jugular
iii. Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
iv. Hindari hipertermia
52

v. Jaga normovolernia
vi. Osmoterapi atas indikasi:
 Manitol 0.25 - 0.50 gr/kgBB, selama >20 menit,
diulangi setiap 4 - 6 jam dengan target ≤ 310
mOsrn/L. Osmolalitas sebaiknya diperiksa 2 kali
dalam sehari selama pemberian osmoterapi.
 Kalau perlu, berikan furosemide dengan dosis
inisial 1 mg/kgBB i.v.
vii. Intubasi untuk menjaga normoventilasi (pCO2 35 - 40
mmHg). Hiperventilasi mungkin diperlukan bila akan
dilakukan tindakan operatif.
viii. Paralisis neuromuskular yang dikombinasi dengan
sedasi yang adekuat dapat mengurangi naiknya TIK
dengan cara mengurangi naiknya tekanan intratorakal
dan tekanan vena akibat batuk, suction, bucking
ventilator. Agen nondepolarized seperti vencuronium
atau pancuronium yang sedikit berefek pada histamine
dan blok pada ganglion lebih baik digunakan. Pasien
dengan kenaikan krtitis TIK sebaiknya diberikan
relaksan otot sebelum suctioning atau lidokain sebagai
alternative.16
ix. Kortikosteroid tidak direkomendasikan untuk mengatasi
edema otak dan tekanan tinggi intracranial pada stroke
iskemik, tetapi dapat diberikan kalau diyakini tidak ada
kontraindikasi.14
x. Drainase ventricular dianjurkan pada hidrosefalus akut
akibat stroke iskemik serebelar.14
xi. Tindakan bedah dekompresif pada keadaan iskemik
sereberal yang menimbulkan efek masa, merupakan
tindakan yang dapat menyelamatkan nyawa dan
memberikan hasil yang baik.
53

e. Penanganan Transformasi Hemoragik


Tidak ada anjuran khusus tentang terapi transformasi
perdarahan asimptomatik.1 Terapi transformasi perdarahan
simtomatik sama dengan terapi stroke perdarahan, antara lain
dengan memperbaiki perfusi serebral dengan mengendalikan
tekanan darah arterial secara hati-hati.
f. Pengendalian Kejang
 Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat intravena 5-
20mg dan diikuti oleh fenitoin, loading dose 15-20 mg/kg
bolus dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit.
 Bila kejang belum teratasi, maka perlu dirawat di ICU.
 Pemberian antikonvulsan profilaksis pada penderita stroke
iskemik tanpa kejang tidak dianjurkan.14
 Pada stroke perdarahan intraserebral, obat antikonvulsan
profilaksis dapat diberikan selama 1 bulan, kemudian
diturunkan, dan dihentikan bila tidak ada kejang selama
pengobatan.16
g. Pengendalian Suhu Tubuh
 Setiap pederita stroke yang disertai demam harus diobati
dengan antipiretika dan diatasi penyebabnya.14
 Berikan Asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5 oC
atau 37,5 oC.16
 Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi, harus
dilakukan kultur dan hapusan (trakea, darah dan urin) dan
diberikan antibiotik. Jika memakai kateter ventrikuler,
analisa cairan serebrospinal harus dilakukan untuk
mendeteksi meningitis.
 Jika didapatkan meningitis, maka segera diikuti terapi
antibiotik.16
54

B. Penatalaksanaan Umum di Ruang Rawat


1. Cairan
a. Berikan cairan isotonis seperti 0,9% salin dengan tujuan menjaga
euvolemi. Tekanan vena sentral dipertahankan antara 5-12
mmHg.
b. Pada umumnya, kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari (parenteral
maupun enteral).
c. Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin
sehari ditambah dengan pengeluaran cairan yang tidak dirasakan
(produksi urin sehari ditambah 500 ml untuk kehilangan cairan
yang tidak tampak dan ditambah lagi 300 ml per derajat Celcius
pada penderita panas).
d. Elektrolit (natrium, kalium, kalsium dan magnesium) harus selalu
diperiksa dan diganti bila terjadi kekurangan sampai tercapai nilai
normal.
e. Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil analisa
gas darah.
f. Cairan yang hipotonik atau mengandung glukosa hendaklah
dihindari kecuali pada keadaan hipoglikemia.
2. Nutrisi
a. Nutrisi enteral paling lambat sudah harus diberikan dalam 48 jam,
nutrisi oral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan
baik.
b. Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun
makanan, nutrisi diberikan melalui pipa nasogastrik.
c. Pada keadaan akut, kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari dengan
komposisi:
 Karbohidrat 30-40 % dari total kalori;
 Lemak 20-35 % (pada gangguan nafas dapat lebih tinggi 35-
55 %);
55

 Protein 20-30% (pada keadaan stress kebutuhan protein 1.4-


2.0 g/kgBB/hari (pada gangguan fungsi ginjal <0.8
g/kgBB/hari).
d. Apabila kemungkinan pemakaian pipa nasogastrik diperkirakan
>6 minggu, pertimbangkan untuk gastrostomi.
e. Pada keadaan tertentu yaitu pemberian nutrisi enteral tidak
memungkinkan, dukungan nutrisi boleh diberikan secara
parenteral.
f. Perhatikan diit pasien yang tidak bertentangan dengan obat-
obatan yang diberikan. Contohnya, hindarkan makanan yang
banyak mengandung vitamin K pada pasien yang mendapat
warfarin.17
3. Pencegahan dan Penanganan Komplikasi
a. Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi
subakut (aspirasi, malnutrisi, pneumonia, thrombosis vena dalam,
emboli paru, dekubitus, komplikasi ortopedi dan kontraktur)
perlu dilakukan.14
b. Berikan antibiotika atas indikasi dan usahakan sesuai dengan tes
kultur dan sensitivitas kuman atau minimal terapi empiris sesuai
dengan pola kuman.14
c. Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas dan atau
memakai kasur antidekubitus.
d. Pencegahan thrombosis vena dalam dan emboli paru.
e. Pada pasien tertentu yang beresiko menderita thrombosis vena
dalam, heparin subkutan 5000 IU dua kali sehari atau LMWH
atau heparinoid perlu diberikan.18 Resiko perdarahan sistemik dan
perdarahan intraserebral perlu diperhatikan.19 Pada pasien
imobilisasi yang tidak bias menerima antikoagulan, penggunaan
stocking eksternal atau aspirin direkomendasikan untuk
mencegah thrombosis vena dalam.19
4. Penatalaksanaan Medis Lain
56

a. Pemantauan kadar glukosa darah sangat diperlukan.


Hiperglikemia (kadar glukosa darah >180 mg/dl) pada stroke akut
harus diobati dengan titrasi insulin.1 Target yang harus dicapai
adalah normoglikemia. Hipoglikemia berat (<50 mg/dl) harus
diobati dengan dekstrosa 40% intravena atau infuse glukosa 10-
20%.
b. jika gelisah lakukan terapi psikologi, kalau perlu berikan minor
dan mayor tranquilizer seperti benzodiazepine short acting atau
propofol bias digunakan.
c. Analgesik dan antimuntah sesuai indikasi.16
d. Berikan H2 antagonis, apabila ada indikasi (perdarahan
lambung).
e. Hati-hati dalam menggerakkan, penyedotan lender, atau
memandikan pasien karena dapat mempengaruhi TTIK.
f. Mobilisasi bertahap bila hemodinamik dan pernafasan stabil.
g. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan
kateterisasi intermiten.
h. Pemeriksaan penunjang lanjutan seperti pemerikssan
laboratorium, MRI, Dupleks Carotid Sonography, Transcranial
Doppler, TTE, TEE, dan lain-lain sesuai dengan indikasi.
i. Rehabilitasi.
j. Edukasi.
k. Discharge planning (rencana pengelolaan pasien di luar rumah
sakit).

2.11. Prognosis
Prognosis stroke dapat dilihat berdasarkan hasil pemeriksaan
penunjang, seperti pemeriksaan gula darah sewaktu dan differential count.
Ada sekitar 30%-40% penderita stroke yang masih dapat sembuh secara
sempurna asalkan ditangani dalam jangka waktu 6 jam atau kurang dari itu.
Hal ini penting agar penderita tidak mengalami kecacatan. Kalaupun ada
57

gejala sisa seperti jalannya pincang atau berbicaranya pelo, namun gejala sisa
ini masih bisa disembuhkan.
Sayangnya, sebagian besar penderita stroke baru datang ke rumah sakit
48-72 jam setelah terjadinya serangan. Bila demikian, tindakan yang perlu
dilakukan adalah pemulihan. Tindakan pemulihan ini penting untuk
mengurangi komplikasi akibat stroke dan berupaya mengembalikan keadaan
penderita kembali normal seperti sebelum serangan stroke.
Upaya untuk memulihkan kondisi kesehatan penderita stroke sebaiknya
dilakukan secepat mungkin, idealnya dimulai 4-5 hari setelah kondisi pasien
stabil. Tiap pasien membutuhkan penanganan yang berbeda-beda, tergantung
dari kebutuhan pasien. Proses ini membutuhkan waktu sekitar 6-12 bulan.

Anda mungkin juga menyukai