Anda di halaman 1dari 60

UNIVERSITAS WARMADEWA

PERBEDAAN EFEKTIVITAS METFORMIN DAN


GLIKLAZID UNTUK MENURUNKAN GLUKOSA DARAH
PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 RAWAT
JALAN DI RSUD SANJIWANI

OLEH :
PANDE PUTU BAGUS MAHENDRA YASA
NIM : 1470121036

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS WARMADEWA
2018
UNIVERSITAS WARMADEWA

PERBEDAAN EFEKTIVITAS METFORMIN DAN


GLIKLAZID UNTUK MENURUNKAN GLUKOSA
DARAH PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE
2 RAWAT JALAN DI RSUD SANJIWANI

OLEH :
PANDE PUTU BAGUS MAHENDRA YASA
NIM : 1470121036

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS WARMADEWA
2018
UNIVERSITAS WARMADEWA

PERBEDAAN EFEKTIVITAS METFORMIN DAN


GLIKLAZID UNTUK MENURUNKAN GLUKOSA
DARAH PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE
2 RAWAT JALAN DI RSUD SANJIWANI

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk


memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked)

OLEH :
PANDE PUTU BAGUS MAHENDRA YASA
NIM : 1470121036

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS WARMADEWA
2018
LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Pande Putu Bagus Mahendra Yasa


NIM : 1470121036

menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya dan bukan merupakan duplikasi
sebagian atau seluruhnya dari karya orang lain, kecuali bagian yang sumber informasinya
dicantumkan.
Pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya secara sadar dan bertanggung jawab dan saya
bersedia menerima sanksi pembatalan skripsi apabila terbukti melakukan duplikasi terhadap
skripsi atau karya ilmiah lain yang sudah ada.

Denpasar, 4 Januari 2018

Pande Putu Bagus Mahendra Yasa


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS WARMADEWA
Skripsi, 19 Januari 2018

Pande Putu Bagus Mahendra Yasa

Perbedaan Efektivitas Metformin dan Gliklazid untuk Menurunkan Glukosa Darah


pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan di RSUD Sanjiwani

ABSTRAK
Saat ini, prevalensi penyakit diabetes melitus di dunia terbanyak adalah diabetes melitus tipe
2 (DMT2). Indonesia menduduki peringkat ke-7 dunia dengan penderita DMT2 sebanyak 10
juta dan diprediksi mengalami kenaikan jumlah penderita DMT2 menjadi 16,2 juta pada
tahun 2040. Penggunaan obat antidiabetika oral (ADO) seperti metformin dan gliklazid saat
ini masih menjadi pilihan dalam penatalaksanaan DMT2. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui perbedaan efektivitas metformin dan gliklazid untuk menurunkan glukosa darah
pada penderita diabetes melitus tipe 2 rawat jalan di RSUD Sanjiwani Gianyar. Variabel
penelitian ini adalah efektivitas ADO dan glukosa darah. Desain penelitian ini menggunakan
studi observasional cross-sectional analitik dengan studi retrospektif. Sampel penelitian ini
adalah penderita DMT2 di poliklinik penyakit dalam RSUD Sanjiwani periode Januari-
Desember 2016 sebanyak 160 orang yang dipilih secara consecutive sampling serta
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data
sekunder berupa rekam medis. Data dianalisis menggunakan uji statistik chi-square
(α=0.05). Hasil penelitian menunjukkan efektivitas masing-masing ADO untuk menurunkan
glukosa darah selama 3 bulan terapi, penggunaan metformin menunjukkan 56 sampel (70%)
mencapai glukosa darah terkendali sedangkan penggunaan gliklazid menunjukan 42 sampel
(52,5%) mencapai glukosa darah terkendali dan terdapat perbedaan bermakna efektivitas
metformin dan gliklazid untuk menurunkan glukosa darah dengan nilai p=0,035. Kesimpulan
dari penelitian ini adalah metformin lebih efektif dibandingkan dengan gliklazid untuk
menurunkan glukosa darah pada penderita DMT2 rawat jalan serta saran yang diberikan
kepada pihak rumah sakit, petugas kesehatan serta masyarakat.

Kata kunci: Diabetes melitus tipe 2, Efektivitas, Metformin, Gliklazid, Glukosa darah.

i
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS WARMADEWA
Skripsi, 19 Januari 2018

Pande Putu Bagus Mahendra Yasa

Differences in the effectiveness of Metformin and Gliclazide to Lower Blood Glucose in


Type 2 Diabetes Mellitus Outpatient in The Sanjiwani Hospital

ABSTRACT
Nowadays, type 2 diabetes mellitus (T2DM) is the most prevalence of diabetes mellitus
disease. In Indonesia 10 millions people suffering T2DM which caused Indonesia ranked
seventh in the world and predicted to increase 16.2 millions patients on 2040. The use of
oral antidiabetic drugs (OAD) like metformin and gliclazide still an option on T2DM
therapy. This study aims to determine the differences in the effectiveness of metformin and
gliclazide to lower blood glucose in patient T2DM in the sanjiwani gianyar hospital. The
variable of this study is oral antidiabetic drugs and blood glucose. The design of this study
using cross sectional analitic observational approach with retrospective study. The sample
of this study is patient T2DM in internal medicine policlinic of Sanjiwani Gianyar Hospital
from Januari-Desember 2016 with 160 subjects who selected through consecutive sampling
and fulfil the inclusion and exclusion criteria. This study using secondary data in form of
medical record. The data was analyzed by chi square test (α=0.05). The results was showed
that the effectiveness of each OAD to decrease blood glucose for 3 months therapy, the used
of metformin showed that (70%) 56 sample achieved controlled blood glucose while the used
of gliclazide showed that (52.5%) 42 sample achieved controlled blood glucose and there
was a significant differences in the effectiveness of metformin and gliclazide with p value is
0.035. The conclusions of this study is metformin more effective than gliclazide to lower
blood glucose in T2DM outpatient and advices who gived to hospital, health workers and
community.

Key words: Type 2 diabetes mellitus, Effectiveness, Metformin, Gliclazide, Blood glucose.

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
karunia-Nya, skripsi yang berjudul “Perbedaan Efektivitas Metformin dan Gliklazid untuk
Menurunkan Glukosa Darah pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan di RSUD
Sanjiwani” dapat penulis selesaikan, guna memenuhi prasyarat dalam memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Warmadewa.
Banyak kendala yang penulis hadapi dalam upaya menyelesaikan skripsi ini. Namun berkat
bantuan, dorongan dan bimbingan dari dosen-dosen serta teman-teman maka skripsi ini
dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Dalam kesempatan ini, tidak lupa penulis juga ingin
menyampaikan terima kasih atas bantuan dan penghormatan yang setinggi-tingginya kepada:
1. dr. I Gusti Ngurah Anom Murdhana, Sp.FK selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Warmadewa;
2. dr. I Wayan Darwata, MPH selaku Wakil Dekan I dan PJS Prodi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Warmadewa;
3. dr. I Ketut Tangking Widarsa, MPH selaku ketua Blok Academic Writing ang
Research 3: Research yang telah mengembangkan dan menyusun blok ini dengan
sangat baik;
4. dr. Sagung Putri Permana Lestari Murdhana Putere, M.Biomed, Sp.KJ selaku
pembimbing dan sekretaris blok yang telah meluangkan waktu untuk membimbing
dan memberi masukan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan
baik;
5. Seluruh staff Tata Usaha Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan dan staff Lemlit
Rektorat Universitas Warmadewa yang telah membantu penulis di dalam memenuhi
segala administrasi yang diperlukan;
6. Kepada kedua orangtua penulis yang telah memberikan dukungan dan semangat
kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya;
7. Pihak Poliklinik Penyakit Dalam & Apotek Rawat Jalan RSUD Sanjiwani Gianyar
yang telah banyak membantu didalam memberikan informasi yang diperlukan oleh
penulis;
8. Seluruh staff Bagian Diklat RSUD Sanjiwani Gianyar yang telah membantu dan
menyelesaikan surat ijin penelitian untuk penulis;
9. Seluruh staff Bagian SIMRS RSUD Sanjiwani Gianyar yang telah membantu
penulis dalam mencari rekam medis yang diperlukan;

iii
10. Kepada tim sanijwani penulis yang telah meluangkan waktu dan saling membantu
dalam menyelesaikan skripsi ini;
11. Semua kolega khusunya anggota pojok (tajok) madesu 2014 yang selalu
memberikan dukungan dan saran di dalam menyelesaikan skripsi ini.

Denpasar, 4 Januari 2018


ttd
Penulis

iv
DAFTAR ISI

ABSTRAK ...................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ........................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR/BAGAN ....................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2 Pertanyaan Penelitian ..................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................ 2
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 4
2.1 Diabetes Melitus Tipe 2 .................................................................................. 4
2.1.1 Definisi ................................................................................................ 4
2.1.2 Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 ................................................ 4
2.1.3 Patogenesis ........................................................................................... 4
2.1.4 Diagnosis .............................................................................................. 5
2.1.5 Penatalaksanaan ................................................................................... 6
2.1.6 Komplikasi .......................................................................................... 10
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS ..................................................... 12
3.1 Kerangka Konsep ............................................................................................ 12
3.2 Hipotesis ......................................................................................................... 13
BAB IV METODE PENELITIAN ................................................................................. 14
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................................... 14
4.2 Desain Penelitian ............................................................................................ 14
4.3 Populasi dan Sampel ....................................................................................... 14
4.4 Variabel dan Definisi Operasional .................................................................. 16
4.5 Instrumen dan Cara Pengumpulan Data ......................................................... 17
4.6 Analisis Data ................................................................................................... 19
BAB V HASIL PENELITIAN ....................................................................................... 20
BAB VI PEMBAHASAN ............................................................................................... 25
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 32
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 34
LAMPIRAN .................................................................................................................... 41
v
DAFTAR TABEL

Halaman
1. Kriteria Diagnosis Prediabetes menurut American Diabetes Association ................. 6
2. Kriteria Diagnosis Diabetes menurut American Diabetes Association ...................... 6
3. Definisi Operasional Variabel ................................................................................... 17
4. Karakteristik Sampel Penelitian ................................................................................. 20
5. Perbandingan Rerata GDS Selama Pemakaian 3 Bulan Terapi Menggunakan
6. Metformin dan Gliklazid ........................................................................................... 22
7. Efektivitas Metformin dan Gliklazid untuk Menurunkan Glukosa Darah pada
Penderita DMT2 ........................................................................................................ 23
8. Hasil Analisis Chi Square dengan Persentase Total ke Arah Baris ........................... 23

vi
DAFTAR GAMBAR/BAGAN

Halaman
1. Kerangka Konsep Penelitian ...................................................................................... 12

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman
1. Surat Ijin Penelitian ................................................................................................... 42

2. Print Out SPSS ........................................................................................................... 44

3. Buku Log Bimbingan ................................................................................................. 47

viii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini, prevalensi penyakit diabetes melitus di dunia terbanyak adalah diabetes

melitus tipe 2 (DMT2) (Perkeni, 2015). Pada tahun 2015, jumlah penderita DMT2 di

dunia adalah 415 juta penderita dan diperkirakan akan meningkat menjadi 642 juta

penderita DMT2 pada tahun 2040. Indonesia menduduki peringkat ke-7 di dunia

dengan penderita DMT2 sebanyak 10 juta dan diprediksi akan mengalami kenaikan

jumlah penderita DMT2 menjadi 16,2 juta pada tahun 2040 (Cho et al, 2015). Di

Indonesia, proporsi penduduk yang terdiagnosis DMT2 pada usia ≥15 tahun

ditemukan terbayak di Provinsi DI Yogyakarta (2,6%), disusul Provinsi DKI Jakarta

(2,5%), Provinsi Sulawesi Utara (2,4%) dan Provinsi Bali (1,3%). Proporsi penduduk

yang terdiagnosis DMT2 tertinggi pada kelompok usia 55-64 tahun (Kementerian

Kesehatan RI, 2013).

Penatalaksanaan DMT2 disamping dengan edukasi, terapi nutrisi medis,

latihan jasmani dan juga penggunaan terapi farmakologis merupakan hal yang

penting. Keempat hal tersebut harus dijalankan bersamaan. Terapi farmakologis

dibagi menjadi terapi oral dan suntikan berupa insulin. Penggunaan obat

antidiabetika oral (ADO) saat ini masih menjadi pilihan dalam pengobatan DMT2,

bisa berupa tunggal maupun kombinasi. ADO selain memberikan manfaat untuk

menurunkan glukosa darah, juga bisa memberi efek samping seperti hipoglikemia,

dehidrasi, peningkatan berat badan, asidosis laktat serta infeksi saluran kemih

(Perkeni, 2015).

1
2

Metformin merupakan ADO golongan biguanid yang paling sering

digunakan. Penelitian terbaru baik berupa review sistematik maupun meta analisis

menyebutkan metformin masih tetap menjadi lini pertama ADO untuk terapi DMT2

karena memiliki profil keamanan dan manfaat yang menguntungkan terhadap kadar

HbA1C, berat badan, dan mortalitas kejadian kardiovaskuler (Ndraha, 2014).

Golongan sulfonilurea merupakan jenis ADO lainnya yang digunakan untuk

pengobatan DMT2 sejak tahun 1950-an. Golongan sulfonilurea terbagi menjadi tiga

generasi yaitu generasi pertama adalah acetohexamide, tolbutamide dan

chlorpropamide. Generasi kedua adalah glibenklamid, glipizide dan gliklazid. Dan

generasi ketiga adalah gliperimide (Soegondo, 2014). Gliklazid memiliki keunggulan

menurunkan kejadian hipoglikemia dan penambahan berat badan dibandingkan

dengan golongan sulfonilurea lainnya serta sebagai pilihan alternatif (Sarkar et al,

2011).

Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang

perbedaan efektivitas metformin dan gliklazid untuk menurunkan glukosa darah pada

penderita DMT2 rawat jalan di RSUD Sanjiwani Gianyar.

1.2 Pertanyaan Penelitian

Bagaimanakah perbedaan efektivitas metformin dan gliklazid untuk menurunkan

glukosa darah pada penderita diabetes melitus tipe 2 rawat jalan di RSUD Sanjiwani?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Mengetahui perbedaan efektivitas metformin dan gliklazid untuk menurunkan

glukosa darah pada penderita DMT2.


3

1.3.2 Tujuan khusus

1. Mengetahui efektivitas metformin untuk menurunkan glukosa darah pada

penderita DMT2 rawat jalan di RSUD Sanjiwani.

2. Mengetahui efektivitas gliklazid untuk menurunkan glukosa darah pada

penderita DMT2 rawat jalan di RSUD Sanjiwani.

3. Mengetahui perbedaan efektivitas metformin dan gliklazid untuk

menurunkan glukosa darah pada penderita DMT2 rawat jalan di RSUD

Sanjiwani.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat teoritis

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi ADO tunggal yang efektif

antara metformin dan gliklazid untuk menurunkan glukosa darah.

1.4.2 Manfaat praktis

Memberikan informasi efektivitas metformin dan gliklazid untuk menurunkan

glukosa darah pada penderita DMT2 rawat jalan di RSUD Sanjiwani.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Melitus Tipe 2

2.1.1 Definisi

Kelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan resistensi insulin dan atau

sekresi insulin yang tidak mencukupi, yang mengakibatkan peningkatan glukosa

darah/ hiperglikemia (American Diabetes Association, 2014).

2.1.2 Faktor risiko Diabetes Melitus Tipe 2

Peningkatan kejadian DMT2 dipengaruhi oleh faktor risiko yang dapat diubah dan

tidak dapat diubah. Faktor risiko yang tidak dapat diubah meliputi umur ≥45 tahun,

riwayat keluarga menderita DMT2, riwayat pernah menderita DMT2 gestasional atau

riwayat melahirkan bayi dengan berat badan bayi lahir >4000 gram dan riwayat lahir

dengan berat badan rendah (<2500 gram). Adapun faktor risiko yang dapat diubah

meliputi kurangnya aktivitas fisik, obesitas berdasarkan IMT >25kg/m2, hipertensi,

dislipidemia, dan pola diit tidak sehat (Trisnawati et al, 2013).

2.1.3 Patogenesis

Secara garis besar, patogenesis DMT2 bukan dikarenakan kurangnya sekresi insulin

tetapi insulin gagal bekerja pada sel-sel target atau tidak mampu merespon glukosa

secara normal. Keadaan inilah yang disebut resistensi insulin. Resistensi insulin

banyak disebabkan oleh obesitas dan kurangnya aktivitas fisik (Fatimah, 2015).

Penurunan sensitivitas insulin mengganggu penggunaan dan penyimpanan

karbohidrat di sel otot, hati dan jaringan adiposa yang nantinya akan meningkatkan

4
5

kadar glukosa darah dan merangsang peningkatan sekresi insulin sebagai upaya

kompensasi (Guyton & Hall, 2011).

Awal perkembangan DMT2 terjadi gangguan pada sekresi insulin yang

mengakibatkan gagalnya kompensasi terhadap resistensi insulin. Apabila tidak

ditangani segera, maka akan terjadi kerusakan sel beta pankreas secara progresif

yang akhirnya menyebabkan defisiensi insulin. Pada umumnya, penderita DMT2

ditemukan faktor resistensi insulin dan defisiensi insulin (Fatimah, 2015).

Perkembangan resistensi insulin dan gangguan metabolisme glukosa terjadi

secara bertahap, dimulai dengan peningkatan berat badan dan obesitas. Namun

kebanyakan resistensi insulin disebabkan kelainan jalur sinyal yang menghubungkan

reseptor yang teraktivasi dengan berbagai efek seluler. Gangguan sinyal disebabkan

efek toksik dan akumulasi lipid di jaringan seperti otot rangka dan hati akibat

kelebihan berat badan. Selain hal tersebut, dapat pula terjadi peningkatan produksi

glukosa hepatik namun tidak terjadi kerusakan sel beta pankreas (Guyton & Hall,

2011).

2.1.4 Diagnosis

Keluhan dan pemeriksaan glukosa darah merupakan cara untuk mendiagnosa

penyakit DMT2. Keluhan yang ada pada penderita DMT2 dibagi menjadi keluhan

klasik (polidipsia, polifagia, dan poliuria) dan keluhan lain (lemah badan, kesemutan,

mata kabur, disfungsi ereksia pada pria). Sedangkan pemeriksaan glukosa darah

menggunakan alat bernama glucometer (Perkeni, 2015). Diagnosis dari DMT2 dibagi

menjadi 2 kriteria yaitu kriteria prediabetes (individu dengan risiko tinggi menjadi

diabetes pada masa mendatang) ditunjukkan pada tabel 1 dan kriteria diabetes

ditunjukkan pada tabel 2.


6

Tabel 1. Kriteria diagnosis prediabetes menurut American Diabetes Association


(American Diabetes Association, 2015)
Tes Gula Darah Kadar Gula Darah
Impaired Fasting Glucose (glukosa darah 100 mg/dL-125 mg/dL atau 5,6
puasa) mmol/L-6,9 mmol/L
Impaired Glucose Tolerance (2 jam gula darah 140 mg/dL-199 mg/dL atau 7,8
dalam 75-g TTGO) mmol/L-11,0 mmol/L
HbA1C 5,7-6,4%

Tabel 2. Kriteria diagnosis diabetes menurut American Diabetes Association


(American Diabetes Association, 2015)
Tes Gula Darah Kadar Gula Darah
Impaired Fasting Glucose (glukosa darah ≥ 126 mg/dL (7,0 mmol/L)
puasa) dengan puasa minimal 8 jam
Impaired Glucose Tolerance (2 jam gula darah ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
dalam 75-g TTGO)
HbA1C ≥ 6,5%
Random Plasma Glucose (glukosa darah ≥ 200 mg/dL (11,0 mmol/L)
sewaktu)

2.1.5 Penatalaksanaan

DMT2 merupakan penyakit sehari-hari yang akan berlangsung seumur hidup. Maka

dari itu, penatalaksanaan DMT2 dimulai dengan pendekatan non farmakologis

berupa pemberian edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani dan penurunan berat

badan bila didapat berat badan berlebih atau obesitas. Bila dengan pendekatan non

farmakologis belum tercapai untuk menurunkan glukosa darah, maka dilanjutkan

dengan intervensi farmakologis yaitu obat ADO sebagai berikut: (Soegondo, 2014;

Tjokroprawiro & Murtiwi, 2014).

1. Non Farmakologis

a. Terapi Gizi Medis

Terapi gizi medis merupakan salah satu terapi non farmakologis yang

direkomendasikan bagi penderita diabetes. Prinsipnya adalah melakukan pengaturan

pola makan. Adapun manfaatnya antara lain: 1). Menurunkan berat badan; 2).

Menurunkan terkanan darah sistolik dan diastolik; 3). Menurunkan kadar glukosa
7

darah; 4). Memperbaiki profil lipid; 5). Meningkatkan reseptor insulin; 6).

Memperbaiki sistem koagulasi darah (Tjokroprawiro & Murtiwi, 2014).

Pengaturan pola makan yang dimaksud adalah mengatur asupan komposisi

dari bahan makan tersebut yang terdiri dari makronutrien seperti karbohidrat (55-

65%), protein (10-15%), dan lemak (10-20%) serta mikronutrien seperti vitamin dan

mineral. Jumlah kalori ditentukan oleh status gizi, umur, ada tidakanya stress akut,

dan kegiatan jasmani (Tjokroprawiro & Murtiwi, 2014).

b. Latihan jasmani

Prinsip latihan jasmani pada penderita diabetes persis sama dengan prinsip latihan

jasmani secara umum yaitu memenuhi frekuensi latihan sebanyak 3-5 kali per

minggu, intensitas ringan sampai sedang (60-70% denyut jantung maksimal) dengan

durasi 30-60 menit. Jenis latihannya seperti jalan, jogging, berenang dan bersepeda.

Denyut jantung maksimal ditentukan dengan cara mengurangi angka 220 - umur

penderita diabetes. Dianjurkan melakukan pemeriksaan glukosa darah terlebih

dahulu, jika glukosa darah <100mg/dl maka dianjurkan mengonsumsi karbohidrat

dan bila glukosa darah >250mg/dl maka latihan jasmani ditunda (Perkeni, 2011).

2. Farmakologis

Penatalaksanaan farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan pola makan dan

latihan jasmani (Perkeni, 2015). ADO yang diberikan berupa tunggal dan kombinasi.

Terapi ADO tunggal diberikan selama pemakaian tiga bulan sedangkan terapi

kombinasi diberikan apabila terapi tunggal tidak optimal menurunkan glukosa darah

dengan memberikan dua atau tiga kelompok ADO (secara terpisah ataupun fixed

combination dalam bentuk tunggal), harus dipilih dari kelompok yang mempunyai

mekanisme kerja berbeda (Lestari, 2013). Berdasarkan cara kerjanya, ADO

dibedakan menjadi beberapa golongan sebagai berikut (Soegondo, 2014):


8

a. Golongan Insulin Sensitizing

Saat ini obat golongan biguanid yang banyak dipakai adalah metformin. Metformin

merupakan ADO pilihan utama pada sebagian besar kasus DMT2 di dunia tanpa

menyebabkan hipoglikemia. Mekanisme kerja dari metformin ini dideskripsikan

sebagai insulin-sensitizer, juga menurunkan resistensi insulin serta mempengaruhi

kerja insulin pada tingkat selular dan menurunkan produksi glukosa hati

(gluconeogenesis). Didalam usus dan hati terdapat konsentrasi metformin yang

tinggi, tidak dimetabolisme tapi secara cepat diekskresikan oleh ginjal. Proses

tersebut berjalan dengan cepat sehingga diberikan dua sampai tiga kali sehari.

Sediaan yang tersedia saat ini adalah 500-850mg/tab dengan dosis harian 250-

3000mg dan lama kerja 6-8 jam. Selain itu, metformin tidak memiliki efek stimulasi

pada sel beta pankreas sehingga tidak mengakibatkan hipoglikemia dan penambahan

berat badan. Metformin juga meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel usus dan

diduga menghambat absopsi glukosa di usus sesudah asupan makan. Pemakaian

tunggal metformin dapat menurunkan glukosa darah sebesar 20%. Studi meta-

analisis terhadap efektivitas metformin menyebutkan bahwa penggunaan metformin

dengan dosis tinggi dapat mengontrol glukosa darah tanpa meningkatkan efek

gangguan terhadap gastrointestinal dan juga menurunkan kadar HbA1C sebesar

1.12%. Efek samping yang ditimbulkan dari obat ini adalah gangguan

gastrointestinal, asidosis laktat dan dapat mengganggu absorbsi vit B12 (Viollet et al,

2012; Soegondo, 2014; Hirst et al, 2012; Medical, 2016).

b. Golongan Pemacu Insulin (Insulin Secretagogue)

Golongan ini meliputi sulfonilurea yang mempunyai tiga generasi dan non

sulfonilurea (glinid). Obat golongan sulfonilurea digunakan terutama bila konsentrasi

glukosa tinggi dan sudah terjadi gangguan sekresi insulin. Gliklazid merupakan
9

generasi kedua sulfonilurea ini. Mekanisme kerjanya berikatan dengan reseptor sel

beta sulfonylurea 1 (SUR1), akibatnya terjadi penurunan potassium efflux dan

menyebabkan depolarisasi dari sel tersebut. Selanjutnya calcium channel terbuka

menginduksi sekresi insulin dan meningkatkan sensitivitas dari sel beta terhadap

glukosa. Gliklazid juga menurunkan produksi glukosa hepatik, meningkatkan

glukosa clearance dan sistesis glikogen di sel otot rangka. Durasi lama kerja dari

gliklazid 10-20 jam dimetabolisme di hati dan dieleminasi melalui ginjal berupa urin

(60-70%) dan feses (10-20%). Sediaan yang tersedia 80mg/tab dan dosis harian 80-

240mg/hari. Journal of Applied Pharmaceutical Science menyebutkan bahwa

gliklazid efektif menurunkan glukosa darah dengan memperbaiki sekresi insulin dan

resistensi insulin perifer serta menurunkan kadar HbA1C sebesar 1.5-2%. Adapun

efek samping gliklazid ini berupa hipoglikemia, kenaikan berat badan, gangguan

pencernaan, fotosensitivitas. Penelitian yang menggabungkan review sistematik dan

meta analisis gliclazide in randomized trial menyebutkan risiko kejadian

hipoglikemia sangat rendah terhadap penggunaan gliklzid (Sarkar et al, 2011;

Soegondo, 2014; Landman et al, 2014).

Glinid merupakan golongan non sulfonilurea yang bekerja melalui reseptor

sulfonilurea, bedanya hanya pada masa kerjanya yang lebih pendek maka digunakan

sebagai obat prandial. Repaglinid dan nateglinid adalah obat golongan ini kedua-

duanya diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian oral dan dimetabolisme oleh hati

sehingga diberikan dua hingga tiga kali sehari. Efek samping yang ditimbulkan

berupa hipoglikemik yang minimal dan tidak begitu kuat menurunkan HbA1c

(Soegondo, 2014).
10

c. Penghambat alfa glukosidase

Obat ini bekerja dengan cara menghambat kerja enzim alfa glukosidase di saluran

cerna sehingga menurunkan penyerapan glukosa dan hiperglikemia postprandial.

Acarbose merupakan obat jenis golongan ini. Monoterapi acarbose dapat

menurunkan glukosa post prandial sebesar 40-60mg/dl, glukosa puasa 10-20mg/dl

dan HbA1c 0.5-1%. Efek samping yang ditimbulkan berupa flatulence dan diare

(Perkeni, 2015).

d. Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV)

Cara kerja obat ini dengan menghambat kerja enzim DPP-IV sehingga konsentrasi

GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap tinggi dalam bentuk aktif. Guna GLP-1

meningkatkan sekresi insulin dan menekan sekresi glukagon. Contoh obat golongan

ini adalah Sitagliptin dan Linagliptin (Perkeni, 2015; Soegondo, 2014).

e. Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Cotransporter 2)

Merupakan ADO jenis baru yang memiliki mekanisme kerja dengan menghambat

kerja transporter glukosa SGLT-2 untuk penyerapan kembali glukosa di tubulus

distal ginjal. Obat yang termasuk golongan ini antara lain: Canagliflozin,

Empagliflozin, Dapagliflozin, Ipragliflozin. Dapagliflozin baru saja mendapat

approvable letter dari Badan POM RI pada bulan Mei 2015 (Perkeni, 2015).

2.1.6 Komplikasi

Diabetes yang tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan komplikasi akut dan

kronis. Terdapat dua komplikasi akut yaitu hipoglikemia dan hiperglikemia.

Hipoglikemia adalah keadaan kadar glukosa darah individu < 50 mg/dl. Kejadian

hipoglikemia lebih sering pada penderita diabetes melitus tipe 1. Rendahnya kadar

glukosa darah menyebabkan sel-sel otak tidak berfungsi bahkan dapat mengalami

kerusakan. Hiperglikemia adalah menginkatnya kadar glukosa darah secara tiba-tiba


11

yang dapat berkembang menjadi ketoasidosis diabetik, Koma Hiperosmoler Non

Ketotik (KHNK) dan kemolakto asidosis (Waspadji, 2009; Hastuti, 2008).

Komplikasi kronis terbagi menjadi mikrovaskuler dan makrovaskuler.

Komplikasi mikrovaskuler terjadi pada penderita diabetes melitus tipe 1 seperti

nefropati, diabetik retinopati (kebutaan), neuropati, dan amputasi. Sedangkan

komplikasi makrovaskuler seperti trombosit otak (pembekuan darah pada sebagian

otak), mengalami penyakit jantung koroner (PJK), gagal jantung kongetif, dan

stroke. (Waspadji, 2009; Hastuti, 2008).


BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Berdasarkan pada rumusan masalah dan tujuan yang ingin dicapai, maka kerangka

konsep penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut.

Variabel Bebas Variabel Tergantung

ADO

1. Metformin Glukosa Darah


2. Gliklazid

Variabel Perancu

1. Usia
2. Jenis Kelamin
3. Riwayat Keluarga
4. IMT
Bagan 1. Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan:

Variabel diteliti

Variabel tidak diteliti

ADO seperti metformin atau gliklazid dapat mempengaruhi penurunan

glukosa darah pada penderita DMT2. Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah

diuraikan diatas, metformin dapat menurunkan glukosa darah dengan cara

12
13

meningkatkan sensitivitas insulin sedangkan gliklazid dapat menurunkan glukosa

darah dengan cara meningkatkan sekresi insulin (Soegondo, 2014).

3.2 Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini adalah terdapatnya perbedaan efektivitas metformin dan

gliklazid untuk menurunkan glukosa darah pada penderita diabetes melitus tipe 2

rawat jalan di RSUD Sanjiwani.


BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Sanjiwani Gianyar yang

akan dilaksanakan pada bulan Agustus-November tahun 2017.

4.2 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian studi observasional cross-sectional

analitik dengan studi retrospektif.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

a. Populasi Target

Populasi target pada penelitian ini adalah seluruh penderita di RSUD Sanjiwani

Gianyar.

b. Populasi Terjangkau

Populasi terjangkau penelitian ini adalah penderita DMT2 di Poliklinik Penyakit

Dalam RSUD Sanjiwani Gianyar.

4.3.2 Sampel

a. Sampel Penelitian

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah penderita DMT2 di Poliklinik

Penyakit Dalam RSUD Sanjiwani Gianyar yang memenuhi kriteria inklusi dan

eksklusi sebagai berikut:

14
15

 Kriteria inklusi:

- Memiliki data rekam medis lengkap yaitu terdapat identitas penderita dan

diagnosa

- Mendapat ADO tunggal metformin atau gliklazid

- Merupakan penderita DMT2 baru pada tahun 2016

 Kriteria eksklusi:

- Kesalahan pencatatan rekam medis

- Mendapat terapi insulin

b. Besar Sampel

Pengukuran sampel minimal menggunakan rumus cross-sectional sebagai berikut:

. (1 − )
=

1,96 . 0,3(1 − 0,3)


=
0,1

= 80.6736

Keterangan:

n = besar sampel.

Za = tingkat kepercayaan 95% = 1,96.

p = proporsi asumsi penderita rawat jalan DMT2 tahun 2015 = 0,3 (Dinas

Kesehatan Kabupaten Gianyar, 2015).

d = presisi 10% = 0,1.

Jumlah populasi terjangkau adalah 5656 penderita rawat jalan DMT2, dalam

menyikapi hal tersebut perlu dilakukan koreksi dikarenakan jumlah dari populasi

terjangkau di bawah 10.000 maka digunakan rumus untuk mengkoreksi jumlah

sampel sebagai berikut:


16

′ =
1+
( )

80.6736
′ =
1 + 80.6736
( )
5656

= 79.5391 → = 80

Dari rumus tersebut didapatkan besar sampel yang diperlukan pada penelitian

ini adalah 80 orang.

c. Pemilihan Sampel

Pemilihan sampel tidak berdasarkan peluang (non-probability) yaitu dengan teknik

consecutive sampling, yaitu dilakukan dengan memilih sampel yang memenuhi

kriteria inklusi dalam kurun waktu tertentu sampai jumlah sampel yang diperlukan

terpenuhi.

4.4 Variabel dan Definisi Operasional

4.4.1 Variabel penelitian

1. Variabel Bebas

- ADO Metformin

- ADO Gliklazid

2. Variabel Tergantung

- Glukosa Darah
17

4.4.2 Definisi operasional


Definisi operasional pada penelitian ini adalah:

Tabel 3. Definisi Operasional Variabel


Definisi Cara Skala
No Variabel Kriteria
Operasional Pengukuran Pengukuran
1 Efektivitas Hasil pengobatan Melihat kadar Nominal  Terkendali
ADO menggunakan gula darah  Tidak
ADO tunggal sewaktu pada terkendali
(metformin atau rekam medis
gliklazid) untuk penderita
menurunkan rawat jalan
glukosa darah
hingga terkendali
(70-140mg/dl)
atau tidak
terkendali
(≥200mg/dl)
2 Kadar Hasil Melihat kadar Nominal Kadar
glukosa pemeriksaan gula darah glukosa darah
darah laboratorium gula sewaktu pada sewaktu ≥
darah dalam rekam medis 200mg/dl
satuan mg/dl penderita
pada penderita rawat jalan
DMT2

4.5 Instrumen dan Cara Pengumpulan Data

4.5.1 Jenis data

Jenis data pada penelitian ini adalah data nominal.

4.5.2 Instrumen

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah rekam medis penderita DMT2

rawat jalan periode Januari–Desember tahun 2016.

4.5.3 Cara pengumpulan data

Sebelum pengumpulan data dilakukan, terlebih dulu peneliti membuat surat ijin

penelitian ke Rektorat Universitas Warmadewa kemudian mengirim ke Badan

Perijinan dan Penanaman Modal (BPMP) Provinsi Bali. Kemudian surat dari BPMP
18

Provinsi Bali tersebut dikirim ke Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol)

Kabupaten Gianyar. Tahapan selanjutnya yaitu mengirim surat ijin penelitian dari

Kesabangpol Kabupaten Gianyar kepada Direktur RSUD Sanjiwani Gianyar yang

nantinya diberikan tembusan ke Bagian Diklat RSUD Sanjiwani Gianyar. Setelah

surat ijin penelitian diterbitkan oleh Direktur RSUD Sanjiwani Gianyar dan

mendapat satu orang pembimbing yaitu Bapak Lalu Ucin, S.Sos selaku Kepala

Bagian Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS). Langkah selanjutnya

memohon bantuan kepada Bapak Lalu Ucin, S.Sos untuk membantu dalam mencari

data sekuder yang diperlukan yaitu rekam medis. Kemudian peneliti diantarkan ke

apotek rawat jalan yang merupakan tempat penyimpanan rekam medis rawat jalan

sementara dikarenakan RSUD Sanjiwani masih tahap renovasi serta akhirnya peneliti

mengambil data rekam medis yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi di tempat

tersebut.

4.5.4 Cara pengolahan data

Data yang terkumpul kemudian diolah melalui tahap-tahap sebagai berikut. 1).

Editing, pada tahap ini dilakukan pemeriksaan terhadap data yang diperoleh berupa

kelengkapan data sesuai dengan kriteria inklusi. 2). Coding, dilakukan dengan

memberi tanda/kode dengan mengklasifikannya dalam bentuk angka/bilangan

sehingga mempermudah pada saat analisis data dan juga mempercepat pada saat

entry data. 3). Processing, setelah semua data terkumpul dan diberi tanda/kode maka

langkah tahap selanjutnya adalah memproses data agar data yang sudah di-entry

dapat dianalisis menggunakan program computer yaitu SPSS for window. 4).

Cleaning, dilakukan untuk mengecek kembali data yang sudah di-entry apakah ada

kesalahan atau tidak. 5). Tahap terakhir adalah menyajikan data yang telah diolah

dalam bentuk informasi berupa tulisan/narasi maupun tabel.


19

4.6 Analisis Data

4.6.1 Analisis univariat

Analisis ini bertujuan untuk menganalisis data yang terkumpul dan dipergunakan

untuk mengidentifikasi distribusi sampel.

4.6.2 Analisis bivariat

Analisis ini digunakan untuk mengetahui perbedaan efektivitas metformin dan

gliklazid untuk menurunkan glukosa darah menggunakan uji statistik chi-square (α=

0,05) dengan tabel 2x2. Perbedaan yang bermakna secara statistik akan menunjukkan

p value<α dan perbedaan tidak bermakna secara statistik akan menunjukkan p

value>α.
BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Karakteristik Sampel Penelitian

Sampel yang digunakan untuk penelitian ini adalah penderita DMT2 rawat jalan di

RSUD Sanjiwani Gianyar periode Januari-Desember tahun 2016. Sampel yang

dibutuhkan berjumlah 160 sampel diambil dari rekam medis rawat jalan.

Karakteristik sampel bisa dilihat pada Tabel 4 yang telah dicantumkan.

Tabel 4. Karakteristik Sampel Penelitian (n=160)


Karakteristik f (%)
Jenis Kelamin
Laki 76 (47,5)
Perempuan 84 (52,5)
Usia (Tahun)
45-54 58 (36,3)
55-64 70 (43,8)
65-74 29 (18,1)
>74 3 (1,9)
Indeks Masa Tubuh (kg/m2)
<18 0 (0)
18-22,9 32 (20)
23-24,9 39 (24,4)
25-29,9 64 (40)
≥30 25 (15,6)
Riwayat Keluarga DM tipe 2
Tidak Ada 54 (33,8)
Ada 106 (66,3)
Pendidikan
Tidak Sekolah 27 (16,9)
Tamat SD 32 (20)
Tamat SMP 31 (19,4)
Tamat SMA 50 (31,3)
Tamat Perguruan Tinggi 20 (12,5)
Pekerjaan
Tidak Bekerja 33 (20,6)
Pegawai 24 (15)
Wiraswasta 30 (18,8)
Petani/Nelayan/Buruh 22 (13,8)

20
21

Lanjutan Tabel 4.
Karakteristik f (%)
Pekerjaan
Pensiunan 36 (22,5)
IRT 15 (9,4)

Menurut Tabel 4, perempuan lebih banyak yang berjumlah 84 orang (52,5%)

dibandingkan laki-laki yang berjumlah 76 orang (47,5%). Dilihat dari usia sampel,

usia terbanyak pada usia 55-64 tahun berjumlah 70 orang (43,8%), diikuti usia 45-54

tahun berjumlah 58 orang (36,3%), dan usia 65-74 tahun berjumlah 29 orang (18,1%)

serta usia >74 tahun berjumlah 3 orang (1,9%). Pada data Indeks Masa Tubuh (IMT)

sampel didapatkan IMT terbanyak adalah IMT 25-29,9 kg/m2 yang dikategorikan

obese I berjumlah 64 orang (40%), diikuti IMT 23-24,9 kg/m2 yang dikategorikan

dengan risiko berjumlah 39 orang (24,4%), dan IMT 18-22,9 kg/m2 yang

dikategorikan normal berjumlah 32 orang (20%) serta IMT ≥30 kg/m2 dikategorikan

obese II berjumlah 25 orang (15,6%). Sebagian besar sampel penelitian mempunyai

riwayat keluarga DM tipe 2 berjumlah 106 orang (66,3%) daripada tidak mempunyai

riwayat DM tipe 2 berjumlah 54 orang (33,8%). Tingkat pendidikan pada sampel

penelitian ini terbanyak pada kategori tamat SMA berjumlah 50 orang (31,3%),

diikuti tamat SD berjumlah 32 orang (20%), kemudian tamat SMP berjumlah 31

orang (19,4%), dan tidak sekolah berjumlah 27 orang (16,9%) serta terendah pada

kategori tamat Perguruan Tinggi berjumlah 20 orang (12,5%). Pekerjaan pada

sampel penelitian diatas yang paling banyak terlihat pada pekerjaan kategori

pensiunan berjumlah 36 orang (22,5%), kemudian pekerjaan kategori tidak berkerja

berjumlah 33 orang (20,6%), diikuti pekerjaan kategori wiraswasta 30 orang

(18,8%), kemudian pekerjaan kategori pegawai berumlah 24 orang (15%) dan


22

pekerjaan kategori petani/nelayan/buruh berjumlah 22 orang (13,8%) serta paling

sedikit terdapat pada pekerjaan kategori IRT berjumlah 15 orang (9,4%).

5.2 Efektivitas Metformin dan Glilkazid untuk Menurunkan Glukosa Darah

pada Penderita DMT2

Efektivitas metformin dan gliklazid dilihat dari penurunan rerata gula darah sewaktu

(GDS) selama 3 bulan terapi. Perbandingan rerata GDS bisa dilihat pada Tabel 5

yang telah dicantumkan.

Tabel 5. Perbandingan Rerata GDS Selama Pemakaian 3 Bulan Terapi Menggunakan


Metformin dan Gliklazid (n=160)
ADO N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Metformin
Bulan 1 80 149 478 204,11 43,444
Bulan 2 80 113 418 163,16 38,512
Bulan 3 80 86 350 146,96 52,904
Gliklazid
Bulan 1 80 201 302 253.39 26,678
Bulan 2 80 169 287 211,73 25,253
Bulan 3 80 135 247 173,84 21,889

Tabel 5 menunjukkan bahwa pemakaian pada bulan pertama, metformin

memiliki rerata GDS lebih kecil sebesar 204,11 daripada rerata GDS pada gliklazid

yaitu 253,39. Diketahui pada bulan kedua, rerata GDS pada metformin lebih kecil

sebesar 163,16 daripada rerata GDS pada gliklazid yaitu 211,73. Dilihat kembali

pada bulan ketiga, metformin memiliki rerata GDS lebih kecil sebesar 146,96

daripada rerata GDS pada gliklazid yang berjumlah 173,84.


23

Tabel 6. Efektivitas Metformin dan Gliklazid untuk Menurunkan Glukosa Darah


pada Penderita DMT2 (n=160)
Efektivitas f (%)
Metformin
Terkendali 56 (70)
Tidak Terkendali 24 (30)
Gliklazid
Terkendali 42 (52,5)
Tidak Terkendali 38 (47,5)

Tabel 6 menunjukkan bahwa pemakaian metformin dengan GDS terkendali

sebanyak 56 orang (70%) dan tidak terkendali sebanyak 24 orang (30%) sedangkan

pemakaian gliklazid dengan GDS terkendali sebanyak 42 orang (52,5%) dan tidak

terkendali sebanyak 38 orang (47,5%). Dilihat pada Tabel 6 tersebut, peneliti

menarik kesimpulan bahwa metformin lebih efektif menurunkan glukosa darah

dibandingkan dengan gliklazid.

5.3 Perbedaan Efektivitas Metformin dan Gliklazid untuk Menurunkan

Glukosa Darah pada Penderita DMT2

Analisis bivariat ini untuk mengetahui perbedaan efektivitas metformin dan gliklazid

untuk menurunkan glukosa darah. Perbedaan efektivitas metformin dan gliklazid bisa

dilihat pada Tabel 6 yang telah dicatumkan.

Tabel 7. Hasil Analisis Chi Square dengan Persentase Total ke Arah Baris (n=160)
Efektivitas
Nilai P
ADO Tidak Terkendali Terkendali
n % n %
Metformin 24 30 56 70
Gliklazid 38 47,5 42 52,5 0,035
Total 62 38,8 98 61,2
24

Tabel 7 menunjukkan bahwa nilai p sebesar 0,035 (p<0,05). Hal ini berarti

H0 ditolak sehingga terdapat perbedaan efektivitas metformin dan gliklazid untuk

menurunkan glukosa darah pada penderita diabetes melitus tipe 2 rawat jalan di

RSUD Sanjiwani Gianyar. Maka dapat dikatakan bahwa secara statisik perbedaan

efektivitas metformin dan gliklazid untuk menurunkan glukosa darah berbeda

bermakna.
BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Karakteristik Sampel Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian, jenis kelamin pada sampel penelitian didapatkan

perempuan lebih banyak mengalami DMT2 sebanyak 52,5%. Hasil ini sejalan

dengan penelitian yang dilakukan oleh Udayani & Meriyani (2016) di UPT.

Puskesmas Dawan II Kabupaten Klungkung Periode November 2015-Februari 2016

yaitu didapatkan perempuan sebanyak 56%. Hasil ini juga didukung oleh penelitian

yang dilakukan Trisnawati et al (2013) di Puskesmas III Wilayah Kecamatan

Denpasar Selatan yang melaporkan bahwa kejadian DMT2 lebih banyak pada

perempuan sebesar 55,8%. Hasil berbeda didapatkan pada penelitian Tjekyan (2014)

di 78 RT Kotamadya Palembang Tahun 2010 yang melaporkan bahwa DMT2

banyak diderita oleh laki-laki sebesar 51,3%. Hal ini dikarenakan pada penelitian

Tjekyan (2014) sampel yang digunakan adalah semua penderita DMT2 yang berada

di 78 RT Kotamadya Palembang Tahun 2010 tanpa ada kriteria inklusi maupun

eksklusi. Menurut penelitian yang dilakukan Nuryanti & Bantas (2014), DMT2

terjadi pada perempuan dikarenakan perempuan lebih berisiko mengalami

peningkatan indeks masa tubuh (IMT) lebih besar dibanding laki-laki, akibat hormon

estrogen yang mempengaruhi aktifitas dan metablisme jaringan lemak pada tubuh

perempuan. Perempuan memiliki jumlah lemak lebih banyak dibanding laki-laki

sehingga peningkatan kadar lemak pada perempuan lebih tinggi yang menyebabkan

perempuan 3-7 kali rentan mengalami DMT2 dibandingkan dengan laki-laki

(Mutmainah, 2013).

25
26

Hasil penelitian menunjukan usia sampel penelitian terbanyak pada kelompok

55-64 tahun sebesar 43,8%. Hasil ini sejalan dengan penelitian Udayani & Meriyani

(2016) di UPT. Puskesmas Dawan II Kabupaten Klungkung Periode November

2015-Februari 2016 sebanyak 44% sampel berusia 56-65 tahun. Penelitian ini

berbeda dengan hasil yang didapatkan oleh Tamara et al (2014) di RSUD Arifin

Achmad Provinsi Riau yaitu sebesar 45,7% sampel berusia 46-55 tahun. Hasil

berbeda pada penelitian Tamara et al (2014) dikarenakan bahwa kriteria inklusi

sampel tersebut berbeda dengan kriteria inklusi sampel peneliti yaitu mengalami

DMT2 minimal 1 tahun. Banyak penderita DMT2 berusia diatas 50 tahun

dikarenakan sel beta pankreas yang menyusut akibat dari penurunan proses

penurunan fisiologis. Umumnya sel beta pankreas masih aktif tetapi mengalami

penurunan sekresi insulin sehingga terjadi defisiensi insulin (Khotimah, 2013).

Pada IMT sampel penelitian, paling banyak didapatkan pada IMT 25-29,9

kg/m2 yang dikategorikan obese I sebesar 40%. Hasil ini sesuai dengan penelitian

yang dilakukan Lestari (2013) di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati yang

melaporkan bahwa sebanyak 38% sampel didapatkan IMT 25-29,9 kg/m2 yang

dikategorikan obese I. Hasil ini didukung juga oleh penelitian Adnan et al (2013) di

RS Tugurejo Semarang yang melaporkan bahwa sebanyak 51,4% sampel memiliki

IMT 25-29,9 kg/m2. Hasil berbeda didapatkan pada penelitian Amir et al (2015) di

Puskesmas Bahu Kota Manado yang menunjukan bahwa penderita DMT2 lebih

banyak pada IMT 18,5-24,9 kg/m2 yang dikategorikan normal sebesar 45,5%. Hal ini

disebabkan karena perbedaan karakteristik sampel antara penelitian Amir et al

(2015) dengan peneliti. Berdasarkan penelitian Adnan et al (2013) menjelaskan

bahwa IMT tinggi berbanding lurus dengan kadar gula darah yang diartikan semakin

tinggi nilai IMT maka semakin tinggi pula kadar gulanya. Penelitian tersebut
27

menjelaskan juga bahwa orang dengan obesitas, kadar leptin dalam tubuhnya

meningkat yang mengakibatkan penghambatan kerja dari fosforilasi Insulin Receptor

Substrate-1 (IRS) sehingga menghambat ambilan glukosa oleh insulin (Adnan et al,

2013).

Hasil penelitian ini menunjukan sebanyak 66,3% sampel ada riwayat

keluarga DMT2. Hasil ini sesuai dengan penelitian Kekenusa et al (2013) di

Poliklinik Penyakit Dalam BLU RSUP Prof. Dr. R.D Kandou Manado yang

melaporkan sebanyak 60% sampel ada riwayat keluarga menderita DMT2. Hasil ini

juga didukung oleh penelitian Kawalot et al (2017) di Puskesmas Tenga Kecamatan

Tenga yang menyatakan bahwa 70% sampel ada riwayat keluarga menderita DMT2.

Hasil berbeda didapatkan pada penelitian Sukmaningsih (2016) di Wilayah Kerja

Puskesmas Purwodiningratan Surakarta yang melaporkan bahwa sebanyak 57,5%

sampel tidak ada riwayat keluarga menderita DMT2. Hasil berbeda pada penelitian

Sukmaningsih (2016) dengan peneliti dikarenakan perbedaan metode penelitian.

Menurut penelitian Kekenusa et al (2013), orang yang ada riwayat keluarga DMT2

berisiko 5 kali lebih besar terkena penyakit DMT2 dibandingkan yang tidak ada

riwayat keluarga DMT2. Menurut Trisnawati & Setyorogo (2013), risiko menderita

penyakit DMT2 lebih besar didapatkan dari Ibu yaitu 10-30% dikarenakan

penurunan gen sewaktu dalam kandungan. Buku Naskah Lengkap Diabetes Melitus

(2007:32) menjelaskan bahwa faktor genetik sangat kuat mendukung untuk

terjadinya penyakit DMT2 meskipun gen spesisifk penyebab penyakit tersebut belum

diketahui (Martono et al, 2007).

Dilihat pada tingkat pendidikan sampel penelitian, didapatkan tingkat

pendidikan tamat SMA paling banyak yaitu 31,3%. Hasil penelitian ini sesuai dengan

penelitian Ketsia Worang et al (2013) di RSUD Manembo Nembo Bitung yang


28

melaporkan bahwa prevalensi DMT2 di RSUD Manembo Nembo Bitung

berpendidikan tamat SMA sebanyak 57,1%. Hasil penelitian ini didukung juga oleh

penelitian Mamangkey et al (2014) di Poliklinik Penyakit Dalam BLU RSUP Prof.

Dr. R. D. Kandou Manado yang menyatakan bahwa 36,7% sampel berpendidikan

tamat SMA. Penelitian ini berbeda dengan hasil yang didapatkan oleh Anani et al

(2012) di RSUD Arjawinangun Kabupaten Cirebon yaitu sebanyak 53,2% sampel

berpendidikan tamat SD. Perbedaan ini dikarenakan pada penelitian Anani et al

(2012) pengambilan sampel menggunakan jenis purposive sampling yang berbeda

dengan peneliti. Menurut penelitian Nainggolan et al (2013) menyatakan bahwa

pendidikan rendah dan menengah tidak ada hubungannya dengan kejadian DMT2

serta bersifat protektif dibandingkan dengan pendidikan tinggi. Pendidikan tinggi

memiliki risiko 1,43 kali lebih tinggi menderita DMT2.

Pekerjaan pada sampel penelitian, didapatkan terbanyak pada pekerjaan

kategori pensiunan sebanyak 22,5%. Hal ini sesuai dengan penelitian Kekenusa et al

(2013) di Poliklinik Penyakit Dalam BLU RSUP Prof. Dr. R.D Kandou Manado

yang melaporkan bahwa sebanyak 48,3% sampel yang dikategorikan pensiunan

merupakan pekerjaan paling banyak. Hasil berbeda didapatkan oleh penelitian

Sudaryanto et al (2014) di Wilayah Kerja Puskesmas Nusukan, Banjarsari yang

melaporkan bahwa pekerjaan terbanyak pada kategori wiraswasta/pedagang sebesar

30%. Hal ini disebabkan karena perbedaan metode penelitian antara penelitian

Sudaryanto et al (2014) dengan peneliti. Pada pensiunan, gaya hidup cenderung

hanya menonton televisi serta banyak menghabiskan waktu di rumah, hal ini

menyebabkan peningkatan lemak tubuh yang akhirnya dapat mengganggu kerja

insulin sehingga terjadi penyakit DMT2 (Tarita Dewi, 2017).


29

6.2 Efektivitas Metformin dan Glilkazid untuk Menurunkan Glukosa Darah

pada Penderita DMT2

Berdasarkan hasil penelitian ini, rerata GDS selama 3 bulan terapi pada penggunaan

metformin lebih kecil dibandingkan dengan gliklazid. Belum ada penelitian yang

membandingkan rerata menggunakan GDS namun pada penelitian Vilar et al (2010)

menggunakan Fasting Plasma Glucose (FPG) atau Gula Darah Puasa (GDP)

didapatkan rerata menggunakan metformin sebesar 33.3% ± 4.5 sedangkan rerata

menggunakan gliklazid sebesar 34% ± 6.8. Ini membuktikan bahwa ADO metformin

memiliki profil keamanan obat yang baik. Walaupun demikian, ADO metformin

maupun gliklazid sama-sama sebagai monoterapi yang efektif dalam pengontrolan

gula darah.

Tabel 6 menunjukkan bahwa metformin lebih efektif dibandingkan dengan

glilkazid. Efektivitas kedua ADO ini selain dilihat dari penurunan glukosa darah,

dilihat juga dari mekanisme kerjanya. Mekanisme kerja metformin dengan cara tidak

meningkatkan kadar insulin plasma dan meningkatkan sensitivitas insulin melalui

efek peningkatan ambilan glukosa di perifer. Selain itu studi invivo dan invitro

membuktikan efek metformin terhadap fluidity membran plasma, plasticity dari

reseptor dan transporter, supresi dari mitochondrial respiratory chain, peningkatan

insulin-stimulated receptor phosphorylation dan aktivitas tirosin kinase, stimulasi

translokasi GLUT4 transporters serta efek enzimatik metabolic pathways (Ndraha,

2014). Sedangkan mekanisme kerja gliklazid berikatan dengan reseptor sel beta

sulfonilurea 1 (SUR1) dan menstimulasi sekresi insulin melalui transport kalsium

intraseluler. Hal ini menyebabkan terjadinya kejadian hipoglikemia dan kenaikan

berat badan pada pemakaian gliklazid (Sarkar et al, 2011).


30

6.3 Perbedaan Efektivitas Metformin dan Gliklazid untuk Menurunkan

Glukosa Darah pada Penderita DMT2

Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat perbedaan efektivitas metformin dan

gliklazid untuk menurunkan glukosa darah pada penderita diabetes melitus tipe 2 di

RSUD Sanjiwani yang dilihat dari terkendalinya GDS. Hasil penelitian ini

menunjukkan penderita yang menggunakan metformin dengan GDS terkendali

sebanyak 70% dan tidak terkendali sebanyak 30% sedangkan penderita yang

menggunakan gliklazid dengan GDS terkendali sebanyak 52,5% dan tidak terkendali

sebanyak 47,5%. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Lestari (2013) yang

menggambarkan efektivitas metformin lebih tinggi dibandingkan dengan gliklazid.

Penelitian yang dilakukan Dinaryanti et al (2012) di RSUD Sleman Yogyakarta

menyatakan bahwa pencapaian glukosa darah terkendali menggunakan metformin

sebesar 87,5% sedangkan menggunakan gliklazid sebesar 71,4% yang berarti bahwa

kelompok metformin lebih efektif dalam menurunkan glukosa darah pada penderita

DMT2.

Metformin merupakan obat DMT2 golongan biguanida dan diketahui ADO

pilihan utama untuk penyakit DMT2 (Perkeni, 2015). Menurut Manaf (2014),

metformin bekerja dengan cara meghambat pengosongan lambung dan rangsangan

lapar sehingga mempertahankan rasa kenyang lebih lama. Pemberian metformin ini

umumnya pada penderita dengan obesitas atau kegemukan yang dilihat dari hasil

penelitian ini bahwa penderita DMT2 banyak yang memiliki IMT 25-29,9 kg/m2

yaitu obesitas I (Lestari, 2013). Sedangkan gliklazid yang termasuk golongan

sulfonilurea dapat diberikan jika ada kontraindikasi terhadap metformin. Pemberian

gliklazid biasanya diberikan kepada penderita yang mengalami penurunan berat


31

badan serta menyebabkan terjadinya kejadian hipoglikemia dan menurunkan risiko

komplikasi mikrovaskular (Perkeni, 2015).

Terkendalinya glukosa darah dapat dilihat dari kadarnya yaitu 70-140 mg/dl

untuk GDS. Kadar glukosa yang digunakan pada penelitian ini adalah kadar GDS

selama 3 bulan terapi berturut-turut. Pada Tabel 7 menunjukkan bahwa 61,2% dalam

kategori terkendali dan 38,8% termasuk kategori tidak terkendali. Hasil tersebut

sejalan dengan penelitian Tarita Dewi (2017) yang menyatakan 55,1% sampel

mengalami glukosa darah yang terkendali. Hasil ini didukung juga oleh penelitian

Kurnia Putri & Isfandiari (2013) yang menyatakan bahwa 32,1% sampel memiliki

glukosa darah yag terkendali. Hal ini dikarenakan pemberian obat pada penderita

DMT2 di RSUD Sanjiwani Gianyar tepat indikasi. Tepat indikasi adalah pemberian

obat sesuai dengan diagnosis dokter dan terbukti manfaat terapinya (Keban &

Ramdhani, 2016). Selain itu, perilaku kepatuhan obat menjadi salah satu upaya untuk

pengontrolan dalam pengandalian gula darah. Terjadinya penurunan kadar gula

darah, bila penderita minum obat secara teratur dan diimbangi dengan gaya hidup

sehat. Mengubah aturan minum obat yang tidak sesuai dengan petunjuk dokter pada

akhirnya dapat mengurangi efektivitas obat tersebut dan tidak tercapainya kadar

glukosa darah yang terkendali (Kurnia Putri & Isfandiari, 2013).


BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pada sampel penelitian, mayoritas penderita DMT2 adalah perempuan

yaitu 52,5%. Usia penderita DMT2 terbanyak pada kelompok 55-64 tahun

sebanyak 43,8%. Sebagian besar penderita DMT2 memiliki IMT 25-29,9

kg/m2 yang dikategorikan obese I yaitu 40%. Sebanyak 66,3%

menunjukkan ada riwayat keluarga DMT2. Banyak penderita DMT2

memiliki pendidikan tamat SMA yang berjumlah 31,3% serta didapatkan

pekerjaan paling banyak pada kategori pensiunan yaitu 22,5%.

2. Efektivitas metformin dan gliklazid untuk menurunkan glukosa darah

pada penderita DMT2 rawat jalan di RSUD Sanjiwani didapatkan bahwa

metformin lebih efektif dan memiliki rerata GDS lebih kecil dibandingkan

dengan gliklazid.

3. Berdasarkan uji statistik, didapatkan bahwa terdapat perbedaan bermakna

efektivitas metformin dan gliklazid untuk menurunkan glukosa darah

(p=0,035).

7.2 Saran

7.2.1 Kepada rumah sakit

Perlu dilakukan perbaikan standar penulisan rekam medis terkait arsip dan

kelengkapan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Hal

32
33

tersebut diharapkan agar kedepannya mempermudah dalam pencarian data jika

dilakukan penelitian lebih lanjut maupun kepentingan terkait rumah sakit.

7.2.2 Kepada petugas kesehatan

Diharapkan dokter maupun petugas kesehatan lainnya dalam menangani kasus

DMT2 lebih komprehensif karna dilihat dari jumlah penderita tiap tahunnya

meningkat. Tindakan ini dilakukan untuk membantu keberhasilan terapi pada

penderita DMT2.

7.2.3 Kepada masyarakat

Setelah mengetahui berbagai faktor risiko terjadinya DMT2, diharapkan masyarakat

maupun keluarga penderita DMT2 mampu mengupayakan pencegahan DMT2 di

lingkungan sekitar dalam menjaga perilaku gaya hidup sehat.


DAFTAR PUSTAKA

Adnan, M., Mulyati, T. & Isworo, J.T., 2013. Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT)
dengan kadar gula darah penderita diabetes mellitus (DM) tipe 2 rawat jalan di RS
Tugurejo Semarang. Jurnal Gizi Universitas Muhammadiyah Semarang: 2; 18-25.
Viewed 21 December 2017, from: http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/jgizi/
article/viewFile/752/806

American Diabetes Association. 2015. Standards of medical care in diabetes.


Diabetes Care: 38; S1–S2. Viewed 6 December 2016, from:
http://care.diabetesjournals.org/content/suppl/2014/12/23/38.Supplement_1.DC1/Jan
uary_Supplement_Combined_Final.6-99.pdf.

American Diabetes Association. 2014. Diagnosis and classification of diabetes


mellitus. Diabetes Care: 37; 81–90. Viewed 7 December 2016, from:
http://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/33955057/ADA_-_Diagnosis_
and_Classification_of_Diabetes_Mellitus_2014.pdf?AWSAccessKeyId=AKIAJ56T
QJRTWSMTNPEA&Expires=1481123102&Signature=GvMSqLZvyPdCAp35APy
TaggRD%2B0%3D&response-content-disposition=inline%3B%20filename%3
DADA_-_Diagnosis_and_Classification_of_Di.pdf

Amir, S.M.J., Wungouw, H. & Pangemanan, D., 2015. Kadar glukosa darah sewaktu
pada pasien diabetes melitus tipe 2 di puskesmas bahu kota manado. Jurnal e-
Biomedik (eBm): 3; 32–40. Viewed 21 November 2017.

Anani, S., Udiyono, A. & Ginanjar, P., 2012. Hubungan antara perilaku
pengendalian diabetes dan kadar glukosa darah pasien rawat jalan diabetes melitus
(Studi Kasus di RSUD Arjawinangun Kabupaten Cirebon). Jurnal Kesehatan
Masyarakat: 1; 446–478. Viewed 18 December 2017.

Awad, N., A.Langi, Y. & Pandelaki, K., 2013. Gambaran faktor resiko pasien
diabetes melitus tipe II di poliklinik endokrin bagian/SMF FK-UNSRAT RSU Prof.

34
35

Dr. R.D Kandou Manado periode mei 2011-oktober 2011. Jurnal e-Biomedik (eBm):
1; 45–49. Viewed 23 December 2017.

Cho, N.H. et al., 2015. IDF Diabetes Atlas Seventh Ed. J. da R. F. David Cavan, K.
O. Lydia Makaroff, & S. Webber, eds., Brussels: International Diabetes Federation.
Viewed 7 December 2016, from: www.diabetesatlas.org.

Dinaryanti, P., Fundholi, A. & Andayani, T.M., 2012. Analisis biaya dan efektivitas
terapi pasien diabetes melitus tipe 2. Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi: 2 ;
14–19. Viewed 18 December 2017.

Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar. 2015. Profil kesehatan kabupaten gianyar


tahun 2015. Gianyar: Dinas Kesehatan. Viewed 5 December 2016, from:
http://www.diskes.baliprov.go.id/files/subdomain/diskes/Profil%20Kesehatan%20Pr
ovinsi%20Bali/Tahun%202015/Bali_kab.gianyar_profil_2015.pdf

Fatimah, R.N., 2015. Diabetes melitus tipe 2. Fakultas Kedokteran Universitas


Lampung: 4; 93–101. Viewed 21 December 2016.

Guyton, A.C. & Hall, J.E., 2011. Buku ajar fisiologi kedokteran edisi keduabelas.
Singapore: Saunders Elsevier; 1029.

Hastuti, R.T., 2008. Faktor-faktor risiko ulkus diabetika pada penderita diabetes
melitus studi kasus di RSUD Dr. Moewardi Surakarta [thesis]. Surakarta (Indonesia):
Universitas Diponegoro.

Hirst, J.A. et al., 2012. Quantifying the effect of metformin treatment and dose on
glycemic control. Reviews/Consensus Reports/ADA Statements (Meta - Analysis):
35; 446–454. Viewed 16 January 2017, from:
http://care.diabetesjournals.org/content/diacare/35/2/446.full.pdf

Kawalot, A.P., Kandou, G.D. & Kolibu, F.K., 2017. Hubungan antara aktivitas fisik
dan riwayat keluarga dengan kejadian diabetes melitus tipe 2 pada pasien rawat jalan
36

di wilayah kerja Puskesmas Tenga kecamatan Tenga. Jurnal Media Kesehatan: 9.


Viewed 11 December 2017, from: ejournalhealth.com.

Keban, S.A. & Ramdhani, U.A., 2016. Hubungan rasionalitas pengobatan dan self-
care dengan pengendalian glukosa darah pada pasien rawat jalan di Rumah Sakit
Bina Husada Cibinong. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia: 14 No. 1; 66–72.
Viewed 21 November 2017

Kekenusa, J.S., Ratag, B.T. & Wuwungan, G., 2013. Analisis hubungan antara umur
dan riwayat keluarga menderita DM dengan kejadian penyakit DM Tipe 2 pada
pasien rawat jalan di Poliklinik Penyakit Dalam BLU RSUP Prof. Dr. R.D Kandou
Manado. Jurnal Media Kesehatan; 1–6. Viewed 18 December 2017, from:
ejournalhealth.com.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset


kesehatan dasar (RISKESDAS) 2013. Laporan Nasional 2013; 1–384. Viewed 7
December 2016, from: http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil
Riskesdas 2013.pdf.

Ketsia Worang, V.H., Bawotong, J. & Untu, F.M., 2013. Hubungan pengendalian
diabetes melitus dengan kadar glukosa darah pada pasien diabetes melitus di RSUD
Manembo Nembo Bitung. ejournal Keperwatan (eKp): 1 No. 1. Viewed 11
December 2017

Khotimah, K., 2013. Gambaran faktor risiko diabetes melitus tipe 2 di Klinik Dr.
Martha Ungaran. Ungaran: Stikes Ngudi Waluyo. Viewed 21 December 2017

Kurnia Putri, N.H. & Isfandiari, M.A., 2013. Hubungan empat pilar pengendalian
DM Tipe 2 dengan rerata kadar gula darah. Jurnal Berkala Epidemiologi: 1 No. 2;
234–243. Viewed 21 December 2017, from:
http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/jbed89640f867full.pdf
37

Landman, G.W.D. et al., 2014. Safety and efficacy of gliclazide as treatment for type
2 diabetes : A Systematic Review and Meta-Analysis of Randomized Trials. Plos
One: 9. Viewed 16 January 2017, from: plosone.org

Lestari, W., 2013. Gambaran efektivitas penggunaan obat antidiabetik tunggal dan
kombinasi dalam mengendalikan gula darah pada pasien diabetes mellitus tipe II di
Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP Fatmawati Tahun 2012 [skripsi]. Jakarta
(Indonesia): UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Mamangkey, I. V., Kapantow, N.H. & Ratag, B.T., 2014. Hubungan antara tingkat
pendidikan dan riwayat keluarga menderita DM dengan kejadian DM Tipe 2 pada
pasien rawat jalan di Poliklinik Penyakit Dalam BLU RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou
Manado. Jurnal Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi. Viewed 21
December 2017, from: ejournal.unsrat.ac.id.

Manaf, A., 2014. Insulin resistance as a predictor of worsening of glucose tolerance


in type 2 diabetes melitus. Scientific Journal of Pharmaceutical Development and
Medical Application: 27; 7. Viewed 18 December 2017.

Martono, H.P. et al., 2007. Diabetes melitus pada lanjut usia. In S. Darmono, ed.
Naskah Lengkap Diabetes Melitus. Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro.

Medical, K., 2016. Metformin tetap menjadi lini pertama untuk DM tipe 2. Cermin
Dunia Kedokteran: 43; 862080. Viewed 1 December 2017, from:
http://www.kalbemed.com/Portals/6/13_226Berita Terkini-Penggunaan Metformin
sebagai Terapi Awal Diabetes Tipe 2 Masih Rendah.pdf.

Mutmainah, I., 2013. Hubungan kadar gula darah dengan hipertensi pada pasien
diabetes melitus tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar [skripsi].
Surakarta (Indonesia): Universitas Muhammadiyah Surakarta.
38

Nainggolan, O., Kristanto, A.Y. & Edison, H., 2013. Determinan diabetes melitus
analisis baseline data studi kohort penyakit tidak menular Bogor 2011. Buletin
Penelitian Sistem Kesehatan: 16 No. 3; 331–339. Viewed 21 December 2017, from:
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/viewFile/3471/3435

Ndraha, S., 2014. Diabetes melitus tipe 2 dan tatalaksana terkini. Scientific Journal
of Pharmaceutical Development and Medical Application: 27; 9–16. Viewed 21
December 2016, from:
http://cme.medicinus.co/file.php/1/LEADING_ARTICLE_Diabetes_Mellitus_Tipe_
2_dan_tata_laksana_terkini.pdf

Nuryanti, I. & Bantas, K., 2014. Prevalensi dan faktor risiko kejadian diabetes
mellitus pada wanita dewasa di Indonesia. Viewed 21 November 2017

Perkeni. 2011. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di


Indonesia 2011. Jakarta: PB Perkeni. Viewed 7 December 2016, from:
pbperkeni.or.id

Perkeni. 2015. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di


Indonesia 2015. Jakarta: PB Perkeni. Viewed 21 November 2017, from:
pbperkeni.or.id

Sarkar, A. et al., 2011. Pharmacological and pharmaceutical profile of gliclazide: a


review. Journal of Applied Pharmaceutical Science: 1(9); 11–19. Viewed 31
December 2016, from: http://www.japsonline.com/admin/php/uploads/253_pdf.pdf

Soegondo, S., 2014. Farmakoterapi pada pengendalian glikemia diabetes melitus tipe
2. In S. Setiawati et al., eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta Pusat:
Interna Publishing; 2328–2335.
39

Sudaryanto, A., Setiyadi, N.A. & Frankilawati, D.A., 2014. Hubungan antara pola
makan, genetik dan kebiasaan olahraga terhadap kejadian diabetes melitus tipe II di
wilayah kerja Puskesmas Nusukan, Banjarsari. Prosiding SNST ke-5; 19–24. Viewed
18 December 2017

Sukmaningsih, Wahyu Ratri. 2016. Faktor risiko kejadian diabetes mellitus tipe II di
Wilayah Kerja Puskesmas Purwodiningratan Surakarta [publikasi ilmiah]. Surakarta
(Indonesia): Universitas Muhammadiyah Surakarta

Tamara, E., Bayhakki & Nauli, F.A., 2014. Hubungan antara dukungan keluarga dan
kualitas hidup pasien diabetes melitus tipe II di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau.
JOM PSIK: 1 No. 2;.1–7. Viewed 22 December 2017

Tarita Dewi, N., 2017. Hubungan rasionalitas penggunaan obat hipoglikemik oral
dan self care dengan kendali glukosa darah pasien geriatri diabetes melitus tipe 2 di
Puskesmas Denpasar Barat II [skripsi]. Denpasar (Indonesia): Universitas
Warmadewa.

Tjekyan, R.M.S., 2014. Angka kejadian dan faktor risiko diabetes melitus tipe 2 di
78 RT Kotamadya Palembang Tahun 2010. MKS, Th. 46: 401(2); 85–94. Viewed 21
November 2017.

Tjokroprawiro, A. & Murtiwi, S., 2014. Terapi nonfarmakologi pada diabetes


melitus. In S. Setiawati et al., eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta
Pusat: Interna Publishing; 2336–2345.

Trisnawati, S., Widarsa, T. & Suastika, K., 2013. Laporan hasil penelitian Faktor
risiko diabetes mellitus tipe 2 pasien rawat jalan di Puskesmas Wilayah Kecamatan
Denpasar Selatan. Public Health and Preventive Medicine Archive: 1. Viewed 22
December 2016, from:
http://ojs.unud.ac.id/index.php/phpma/article/download/6636/5069.
40

Trisnawati, S.K. & Setyorogo, S., 2013. Faktor risiko kejadian diabetes melitus tipe
II di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun 2012. Jurnal Ilmiah
Kesehatan: 5(1); 6–11. Viewed 11 December 2017.

Udayani, N.N.W. & Meriyani, H., 2016. Perbedaan efektivitas penggunaan obat
antidiabetik oral tunggal dan kombinasi pada pasien DM Tipe 2 di UPT. Puskesmas
Dawan II Kabupaten Klungkung periode november 2015-februari 2016.
Medicamento: 2(2); 47–52. Viewed 27 November 2017.

Vilar, L. et al., 2010. Comparison of metformin, gliclazide MR and rosiglitazone in


Monotherapy and In Combination for Type 2 Diabetes. Arq Bras Endocrinal Metab:
54 No. 1; 311–318. Viewed 21 December 2017, from:
http://www.scielo.br/pdf/abem/v54n3/v54n3a10.pdf

Viollet, B. et al., 2012. Cellular and molecular mechanisms of metformin: an


overview. Clinical science (London, England : 1979): 122(6); 253–70. Viewed 18
December 2016, from:
http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=3398862&tool=pmcentre
z&rendertype=abstract.

Waspadji, S., 2009. Kaki diabetes. In S. Setiawati et al., eds. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta Pusat: Interna Publishing; 1961.
LAMPIRAN

41
42
43
44

Frequency Table

Statistics

Jenis Riwayat
Usia IMT Pendidikan Pekerjaan
Kelamin Keluarga

Valid 160 160 160 160 160 160


N
Missing 0 0 0 0 0 0

Jenis Kelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent

Laki-laki 76 47.5 47.5 47.5

Valid Perempuan 84 52.5 52.5 100.0

Total 160 100.0 100.0

Usia

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent

45-54 58 36.3 36.3 36.3

55-64 70 43.8 43.8 80.0

Valid 65-74 29 18.1 18.1 98.1

>74 3 1.9 1.9 100.0

Total 160 100.0 100.0

IMT

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent

18,5-22,9 32 20.0 20.0 20.0


23-24,9 39 24.4 24.4 44.4

Valid 25-29,9 64 40.0 40.0 84.4

30+ 25 15.6 15.6 100.0

Total 160 100.0 100.0


45

Riwayat Keluarga

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent

Tidak Ada 54 33.8 33.8 33.8

Valid Ada 106 66.3 66.3 100.0

Total 160 100.0 100.0

Pendidikan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent

Tidak Sekolah 27 16.9 16.9 16.9

Tamat SD 32 20.0 20.0 36.9

Tamat SMP 31 19.4 19.4 56.3


Valid
Tamat SMA 50 31.3 31.3 87.5

Tamat Perguruan Tinggi 20 12.5 12.5 100.0

Total 160 100.0 100.0

Pekerjaan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent

Tidak Bekerja 33 20.6 20.6 20.6

Pegawai 24 15.0 15.0 35.6


Wiraswasta 30 18.8 18.8 54.4

Valid Nelayan/Petani/Buruh 22 13.8 13.8 68.1

Pensiunan 36 22.5 22.5 90.6

IRT 15 9.4 9.4 100.0

Total 160 100.0 100.0

Statistics

Met Bln 1 Met Bln 2 Met Bln 3 Gli Bln 1 Gli Bln 2 Gli Bln 3

Valid 80 80 80 80 80 80
N
Missing 0 0 0 0 0 0
Mean 204.11 163.16 146.96 253.39 211.73 173.84
Std. Deviation 43.444 38.512 52.904 26.678 25.253 21.889
Minimum 149 113 86 201 169 135
Maximum 478 418 350 302 287 247
46

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

ADO * Efektivitas 160 100.0% 0 0.0% 160 100.0%

ADO * Efektivitas Crosstabulation

Efektivitas Total

Tidak Terkendali
Terkendali

Count 24 56 80
Metformin
% within ADO 30.0% 70.0% 100.0%
ADO
Count 38 42 80
Gliklazid
% within ADO 47.5% 52.5% 100.0%
Count 62 98 160
Total
% within ADO 38.8% 61.2% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 5.161 1 .023
b
Continuity Correction 4.450 1 .035
Likelihood Ratio 5.196 1 .023
Fisher's Exact Test .034 .017
Linear-by-Linear
5.129 1 .024
Association
N of Valid Cases 160

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 31.00.
b. Computed only for a 2x2 table
47

Anda mungkin juga menyukai