Anda di halaman 1dari 100

ESTIMASI KADAR TUNAK GENTAMISIN DALAM DARAH

PADA PASIEN PNEUMONIA DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


RATU ZALECHA MARTAPURA

Skripsi

Untuk memenuhi persyaratan


dalam menyelesaikan program sarjana strata-1 Farmasi

Oleh
Henni Selvina
NIM SF14031

PROGRAM STUDI S-1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BORNEO LESTARI
BANJARBARU

JUNI 2018
ii
iii
ABSTRAK

ESTIMASI KADAR TUNAK GENTAMISIN DALAM DARAH PADA


PASIEN PNEUMONIA DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RATU
ZALECHA MARTAPURA (Oleh Henni Selvina ; Pembimbing : Satrio
Wibowo Ramatullah M.Sc., Apt., Hj. Helmina Wati M.Sc., Apt.; 2018: xiii:
78 halaman)
Antibiotik gentamisin merupakan salah satu terapi utama yang menjadi pilihan
terapi rasional yang direkomendasikan WHO untuk pneumonia berat yang
disebabkan oleh bakteri serta memiliki kisaran terapi sempit antara 2 mg/L sampai
10 mg/L, dimana perubahan sejumlah kecil kadar obat dalam darah dapat
menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan atau bahkan menimbulkan efek
toksik. Penelitian ini bertujuan untuk melihat berapa estimasi kadar gentamisin di
dalam darah, melihat kesesuaian kadar gentamisin dalam darah serta melihat hasil
terapi yang didapat pasien pneumonia yang di rawat inap di RSUD Ratu Zalecha
Martapura. Metode penelitian ini dilakukan secara retrospektif melalui data rekam
medik pasien pneumonia yang mendapat terapi gentamisin serta diketahui nilai
Scr pada bulan Agustus 2017 sampai Februari 2018. Hasil outcome terapi yang
diamati adalah suhu tubuh, kejadian batuk, angka leukosit dan respiatory rate.
Analisis perhitungan estimasi kadar menggunakan rumus farmakokinetika dari
Bauer 2008, yang kemudian dianalisis statistik dengan Chi-Square Test. Hasil
penelitian diperoleh estimasi kadar gentamisin dalam darah untuk 87 pasien
dengan nilai rata-rata Cssmin & Cssmaks 2,2738 mg/L ± 3,0052 mg/L. Sebanyak
10 pasien memiliki kadar < 2 mg/L, dan 77 pasien memiliki kadar 2-10 mg/L.
Hasil terapi menunjukkan bahwa sebanyak 11 pasien belum mengalami perbaikan
terapi dan 76 pasien lainnya telah mengalami perbaikan terapi. Secara keseluruhan
adanya hubungan antara estimasi kadar gentamisin dalam darah dengan hasil
outcome terapi yang diterima pasien yang terlihat signifikan secara statistik
(p<0,05).

Kata kunci : pneumonia, gentamisin, estimasi kadar, hasil terapi.

iv
ABSTRACT

ESTIMATION STEADY OF GENTAMICIN LEVES IN BLOOD IN


PNEUMONIA PATIEN IN GENERAL HOSPITALS OF RATU ZALECHA
MARTAPURA (By Henni Selvina, Supervised : Satrio Wibowo Ramatullah
M.Sc., Apt., Hj Helmina Wati M.Sc., Apt .; 2018: xiii: 78 pages)

Antibiotics gentamicin is the preferred rational therapy recommended by WHO a


major therapy of severe pneumonia caused by bacteria and have narrow
therapeutic range of 2 mg/L - 10 mg/L, where changes in small amounts of the
drug in the blood may cause undesirable side effects or even toxic effects. This
study aims to see how many estimates of gentamicin levels in the blood, to see the
suitability of gentamicin levels in the blood and to see the results of therapy
obtained by pneumonia patients who are hospitalized in RSUD Ratu Zalecha
Martapura. This study was conducted retrospectively through medical record data
of pneumonia patients receiving gentamicin therapy and known value of Scr in
August 2017 to February 2018. The outcomes observed were the body
temperature, the incidence of cough, respiratory rate and leukocyte count.
Analysis of calculation of estimated using the pharmacokinetic formulation of
Bauer 2008. Statistical analysis using Chi-Square Test. The result of the research
was estimated the blood gentamicin level for 87 patients with Cssmin & Cssmaks
average 2,2738 mg/L ± 3,0052 mg/L. A total of 10 patients had levels < 2 mg/L,
and 77 patients had levels of 2-10 mg/L. The results of the therapy showed that as
many as 11 patients had not improved therapy and 76 other patients had
undergone therapy improvement. Overall there was an association between
estimated levels of gentamicin in the blood and the result of therapy outcomes
received by patients which were seen to be statistically significant (p<0,05).

Keywords: pneumonia, gentamicin, estimated levels, therapeutic results.

v
PRAKATA

Puji dan syukur kepada Allah S.W.T. atas segala rahmat dan hidayah-Nya,
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Estimasi Kadar Tunak
Gentamisin Dalam Darah Pada Pasien Pneumonia Di RSUD Ratu Zalecha
Martapura”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menempuh
ujian akhir guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Borneo Lestari Banjarbaru.
Secara garis besar, skripsi ini berisi tentang perkiraan kadar tunak
gentamisin dalam darah pasien infeksi pneumonia yang dirawat inap di RSUD
Ratu Zalecha Martapura meliputi perhitungan kadar tunak minimum dan
maksimum serta melihat hasil terapi yang didapat oleh pasien infeksi pneumonia.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis dibantu oleh berbagai pihak, oleh
karena itu pada kesempatan ini, izinkan penulis mengucapkan terimakasih yang
sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak Satrio Wibowo Rahmatullah M.Sc.,Apt. Dan Ibu Hj. Helmina Wati
M.Sc.,Apt. selaku dosen pembimbing I dan II yang telah memberikan
pengarahan, nasehat, serta dukungannya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
2. Ibu Dita Ayulia Dwi Sandi, M.Sc., Apt. Dan Bapak Muhammad Reza
Fahlevi, M.Farm., Apt. yang telah bersedia menjadi penguji I dan II serta
memberikan bimbingan dalam penulisan skripsi ini agar lebih baik.
3. Bapak Hafiz Ramadhan M.Sc.,Apt. Selaku Ketua Program Studi Farmasi S-1
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Borneo Lestari Banjarbaru.
4. Bapak Irmawan Amd. PerKes., Selaku Kepala Bidang Rekam Medik di
RSUD Ratu Zalecha Martapura yang telah banyak membantu penulis dalam
melakukan penelitian di bagian rekam medik.
5. Ibu drg. Yasna Kharina,MM. Selaku Direktur Utama RSUD Ratu Zalecha
Martapura yang telah mengizinkan penulis melakukan penelitian di RSUD
Ratu Zalecha Martapura.

vi
6. Dosen-dosen program studi Farmasi yang tidak bisa disebutkan keseluruhan,
yang telah memberikan banyak ilmu dan wawasan yang bermanfaat.
7. Kedua orang tua, Bapak H. Umar dan Ibu Hj. Siti Aisyah S.Pd. yang tak
pernah henti memberikan suntikan penyemangat dalam menyelesaikan tugas
ini.
8. Teman-teman anak emulgator yang saling mendukung dan saling
menyemangati dalam menyelesaikan ujian akhir ini.
9. Sahabat penelitian, Risdiati Fauziah yang bersama-sama berjuang dalam
menyelesaikan ujian akhir ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kesalahan dalam


penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
demi hasil yang lebih baik untuk kedepannya. Semoga skripsi ini dapat
memberikan manfaat untuk kita semua.

Banjarbaru, 29 Juni 2018

Penulis

vii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN PENGESAHAN.............................................................. ii
PERNYATAAN................................................................................... iii
ABSTRAK........................................................................................... iv
PRAKATA........................................................................................... vi
DAFTAR ISI........................................................................................ viii
DAFTAR TABEL................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR........................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................ xii
BAB I. PENDAHULUAN................................................................... 1
1.1. Latar Belakang............................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ..........................................................................
4
1.3. Tujuan Penelitian........................................................................... 5
1.4. Manfaat Penelitian......................................................................... 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA......................................................... 7
2.1. Pneumonia.................................................................................... 7
2.2. Aminoglikosida............................................................................ 10
2.3. Gentamisin.................................................................................... 12
2.4. Farmakokinetika........................................................................... 14
2.5. Farmakokinetika Gentamisin........................................................ 18
2.6. Keterangan Empiris...................................................................... 19
BAB III. METODE PENELITIAN..................................................... 20
3.1. Desain dan Rancangan Penelitian................................................. 20
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian....................................................... 20
3.3. Populasi dan Sampel..................................................................... 21
3.4. Variabel dan Definisi Operasional.................................................. 22
3.5. Cara Penelitian................................................................................ 23

viii
3.6. Cara Pengolahan Data.................................................................... 23
3.7. Analisis Data................................................................................... 23
3.8 Kerangka Konsep............................................................................ 24
3.9. Jadwal Penelitian ............................................................................ 25
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN............................................... 26
4.1. Hasil Penelitian............................................................................... 26
4.2. Pembahasan.................................................................................... 32
BAB V. PENUTUP............................................................................... 51
5.1. Kesimpulan..................................................................................... 51
5.2. Saran............................................................................................... 52
DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 53
LAMPIRAN.......................................................................................... 54
RIWAYAT HIDUP............................................................................... 80

ix
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Variabel dan Definisi Operasional dalam Penelitian............... 22


2 Jadwal penelitian...................................................................... 25
3 Nilai rata-rata kadar gentamisin dalam darah pada pasien
dengan Cssmin dan Cssmaks < 2mg/L..................................... 27
4 Data parameter hasil outcome terapi dilihat pad a pasien yang
belum mengalami perbaikan .................................................... 29
5 Data parameter hasil outcome terapi secara keseluruhan yang
telah mengalami perbaikan ...................................................... 29
6 Hasil analisis dengan uji Fisher’s Exact Test........................... 30
7 Klasifikasi penurunan fungsi ginjal dilihat dari GFR................ 38
8 Nilai normal GFR pada anak-anak hingga remaja..................... 38

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1 Model kompartemen................................................................ 16
2 Kerangka konsep penelitian..................................................... 25
3 Presentase kelompok umur pada bulan Agustus 2017 sampai
Februari 2018 di RSUD Ratu Zalecha Martapura.................... 27
4 Presentase kelompok jenis kelamin pada bulan Agustus 2017
sampai Februari 2018 di RSUD Ratu Zalecha Martapura........ 27
5 Gambaran kadar kesesuaian kisaran terapi pada pasien
pneumonia yang mendapat terapi gentamis.............................. 29
6 Presentase hasil outcome terapi pada pasien pneumonia yang
mendapat terapi gentamisin...................................................... 31

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1 Surat izin penelitian dari STIKES Borneo Lestari
Banjarbaru............................................................................... 56
2 Surat izin penelitian dari Dinas Kesehatan Kab. Banjar......... 57
3 Surat izin penelitian dari Rumah Sakit Umum Daerah
Ratu Zalecha Martapura.......................................................... 58
4 Kwitansi pembayaran penelitian di Rumah Sakit Umum
Daerah Ratu Zalecha Martapura............................................. 59
5 Data parameter farmakokinetika gentamisin dalam darah
pada pasien pneumonia dengan usia < 1 tahun di Rumah
Sakit Umum Daerah Ratu Zalecha Martapura........................ 60
6 Data parameter farmakokinetika gentamisin dalam darah
pada pasien pneumonia dengan usia 1-4 tahun di Rumah
Sakit Umum Daerah Ratu Zalecha Martapura........................ 62
7 Data parameter farmakokinetika gentamisin dalam darah
pada pasien pneumonia dengan usia 5-14 tahun di Rumah
Sakit Umum Daerah Ratu Zalecha Martapura......................... 65
8 Data parameter farmakokinetika gentamisin dalam darah
pada pasien pneumoniadibawah kisaran terapi di Rumah
Sakit Umum Daerah Ratu Zalecha Martapura........................ 66
9 Data parameter farmakokinetika gentamisin dalam darah
pada pasien pneumonia yang masuk dalam kisaran terapi
di Rumah Sakit Umum Daerah Ratu Zalecha Martapura...... 56
10 Data parameter farmakokinetik dalam darah pada pasien
pneumonia yang masih belum menunjukkan perbaikan
hasil outcome terapi di Rumah Sakit Umum Daerah
Ratu Zalecha Martapura.......................................................... 71
11 Data parameter farmakokinetik dalam darah pada pasien

xii
pneumonia yang telah menunjukkan perbaikan hasil outcome
terapi pada kelompok kategori tidak sesuai dengan kisaran
terapi di Rumah Sakit Umum Daerah Ratu Zalecha
Martapura................................................................................ 72
12 Data parameter farmakokinetik dalam darah pada pasien
pneumonia yang telah menunjukkan perbaikan hasil outcome
terapi pada kelompok kategori sesuai dengan kisaran terapi
di Rumah Sakit Umum Daerah Ratu Zalecha Martapura....... 73
13 Contoh perhitungan estimasi kadar gentamisin....................... 74
14 Hasil analisis uji statistik dengan SPSS... ............................... 76
15 Contoh lembar pengambilan data............................................. 77
16 Dokumentasi............................................................................. 78

xiii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Menurut hasil Riskesdas (2013), Period prevalence pneumonia pada

tahun 2013 sebesar 1,8 persen dan 4,5 persen. Berdasarkan kelompok umur

penduduk, Period prevalence pneumonia yang tinggi terjadi pada kelompok umur

1 - 4 tahun, kemudian mulai meningkat pada umur 45 - 54 tahun dan terus

meninggi pada kelompok umur berikutnya. Period prevalence pneumonia balita

di Indonesia adalah 18,5 per mil, sedangkan balita pneumonia yang berobat hanya

1,6 per mil.

Pneumonia adalah peradangan akut pada parenkim paru, bronkiolus

respiratorius dan alveoli, menimbulkan konsolidasi jaringan paru sehingga dapat

mengganggu pertukaran oksigen dan karbon dioksida di paru-paru. Pneumonia

dapat terjadi sepanjang tahun pada semua usia. Manifestasi klinik yang berat

dapat terjadi pada usia sangat muda, manula dan pasien dengan kondisi kritis

(Farida & Soleqah, 2016).

Gejala dari pneumonia antara lain panas tinggi disertai batuk berdahak,

napas cepat (frekuensi nafas > 50 kali/menit), sesak nafas, dan gejala lainnya

(sakit kepala, gelisah dan nafsu makan berkurang) (Riskesdas, 2013). Bakteri

penyebab pneumonia dibagi menjadi organisme gram positif atau gram negatif

seperti : Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus, Enterococcus,

Streptococus piogenes, Pseudomonas aeruginosa, dan Klebsiella pneumoniae.

(Farida et al., 2017).

1
2

Antibiotik merupakan terapi utama pneumonia yang disebabkan bakteri.

Penggunaan antibiotik gentamisin intravena kombinasi betalaktam seperti

ampisilin menjadi pilihan terapi rasional yang direkomendasikan WHO untuk

pneumonia berat (Endriastuti et al., 2015).

Ikatan aminoglikosida dan protein sangat lemah (protein binding < 10%),

dengan nilai klirens 90 ± 25 mL/menit, dan volume distribusi 18 ± 6 L. Lebih

90% dari dosis aminoglikosida yang diberikan secara intravena akan terdeteksi

pada urin dalam bentuk utuh pada 24 jam pertama, sebagian kecil secara perlahan

akan mengalami resiklus kedalam lumen tubulus proksimalis, akumulasi dari

resiklus ini yang akan mengakibatkan toksik ginjal (Shargel et al., 2012).

Efek samping aminoglikosida yang tersering adalah nefrotoksik dan

ototoksisitas. Risiko kejadian nefrotoksik yang perlu diketahui oleh para klinisi

sebelum memberikan aminoglikosida yaitu : usia tua, komorbid penyakit ginjal

dan gangguan hati (Istiantoro & Vincent, 2007). Toksisitas aminoglikosida

tergantung pada waktu pemberian dan dosis. Banyak penelitian yang telah

dilakukan menunjukkan bahwa pemberian aminoglikosida harian dosis tunggal

sama efektifnya dan tidak lebih toksik dibandingkan dengan pemberian dosis kecil

berulang (Lintong et al., 2012).

Gentamisin adalah salah satu antibiotik golongan aminoglikosida yang

digunakan pada infeksi berat yang disebabkan oleh bakteri negatif aerob terutama

aktivitas bakterisidal terhadap Pseudomonas aeroginosa dan spesies

Enterobacter. Gentamisin memiliki kisaran terapi sempit dengan Kadar Efek

Minimum (KEM) atau Minimum Effeective Concentration (MEC) sebesar 2 mg/L


3

dan Kadar Toksik Minimum (KTM) atau Minimum Toxic Concentration (MTC)

sebesar 10 mg/L (Bauer, 2014). Dimana perubahan sejumlah kecil kadar obat

dalam darah dapat menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan atau bahkan

menimbulkan efek toksik seperti nefrotoksik dan ototoksik, sehingga penggunaan

gentamisin memerlukan pengawasan level obat dalam plasma dan penyesuaian

dosis untuk mencegah timbulnya efek toksik (Endriastuti et al., 2015).

Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nialiana Endah

Endriastuti, Djoko Wahyono dan Ristantio Sukarno (2015) mengenai Evaluasi

Pendosisan Gentamisin Pada Pasien Anak Pneumonia Berat, Estimasi kadar

gentamisin dalam darah untuk 31 pasien pneumonia berat pada anak yang

menjalani rawat inap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta menunjukkan sebanyak 20

pasien anak (64,52%) memiliki kadar > 10 mg/L, dan sebanyak 10 pasien anak

(32,26%) memiliki kadar < 0,5 mg/L Estimasi kadar gentamisin dalam darah

yang sesuai dengan kisaran terapetik setelah pemberian 3 hari kepada pasien anak

penderita pneumonia berat memperlihatkan clinical outcome sembuh pada 8

pasien dan 23 pasien tidak sembuh belum mengalami perbaikan parameter clinical

outcome.

Dari penjelasan diatas mengenai gentamisin yang menjadi salah satu

pillihan terapi dalam pneumonia dan gentamisin yang memiliki kisaran terapi

sempit serta efek samping dari gentamisin yang pasti muncul dan merugikan bila

tidak dipantau kadar obat didalam darah, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai estimasi kadar obat gentamisin dalam darah pada pasien

pneumonia rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Ratu Zalecha Martapura.
4

Peneliti memilih sampel penelitian yaitu pasien pneumonia yang diterapi

gentamisin di RSUD Ratu Zalecha, karena RSUD Ratu Zalecha merupakan rumah

sakit umum milik pemerintah yang menjadi rujukan dari puskesmas-puskesmas di

wilayah Kabupaten Banjar. Kabupaten Banjar sendiri memiliki populasi nomor 2

terbanyak dari provinsi di Kalimantan Selatan dengan jumlah penduduk 506.204

jiwa. (Srikartika et al., 2014).

Selain itu, penggunaan gentamisin di RSUD Ratu Zalecha Martapura

sebagai salah satu terapi untuk pasien pneumonia cukup banyak sehingga sampel

penelitian yang diambil dari RSUD Ratu Zalecha diharapkan dapat

merepresentasikan kondisi pengobatan gentamisin pada pasien pneumonia di

Kabupaten Banjar.

1.2. Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah yang hendak dicari jawabannya melalui

penelitian ini adalah :

1. Berapakah estimasi kadar tunak gentamisin di dalam darah pada pasien

pneumonia yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Ratu Zalecha

Martapura?

2. Bagaimana gambaran kesesuaian kadar tunak gentamisin dalam darah pada

pasien pneumonia yang dirawat inap di Rumah Sakit Ratu Umum Daerah

Zalecha Martapura dengan kisaran terapi?

3. Bagaimana gambaran hasil terapi gentamisin pada pasien pneumonia yang

dirawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Ratu Zalecha Martapura dilihat
5

dari penurunan suhu tubuh, perbaikan respiratory rate, kejadian batuk dan

penurunan angka leukosit?

1.3. Tujuan Penelitian


Secara umum penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui berapa estimasi kadar tunak gentamisin dalam darah pada pasien

pneumonia yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Ratu Zalecha

Martapura.

2. Mengetahui gambaran kesesuaian kadar tunak gentamisin dalam darah pada

pasien pneumonia yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Ratu

Zalecha Martapura dengan kisaran terapi.

3. Mengetahui gambaran hasil terapi gentamisin pada pasien pneumonia yang

dirawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Ratu Zalecha Martapura dilihat

dari penurunan suhu tubuh, perbaikan respiratory rate, kejadian batuk dan

penurunan angka leukosit.

1.4. Manfaat Penelitian

Bagi Peneliti

Dari penelitian ini diharapkan mampu menambah pengalaman dan

wawasan dalam penelitian dibidang farmakokinetika mengenai perkiraan kadar

obat gentamisin pada pasien pneumonia di Rumah Sakit Umum Daerah Ratu

Zalecha Martapura.

Bagi Institusi

Sebagai bahan untuk menambah referensi diperpustakaan STIKES Borneo

Lestari dan sebagai parameter untuk menilai pemahamam mahasiswa dalam

penelitian.
6

Bagi Rumah Sakit

Dari penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan peran aktif dalam

melakukan pemantauan dan evaluasi penggunaan antibiotik guna mengendalikan

dan menurunkan potensi terjadinya resistensi.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pneumonia
Menurut hasil RISKESDAS (2013), Period prevalence pneumonia pada

tahun 2013 sebesar 1,8 persen dan 4,5 persen. Berdasarkan kelompok umur

penduduk, Period prevalence pneumonia yang tinggi terjadi pada kelompok umur

1 - 4 tahun, kemudian mulai meningkat pada umur 45 - 54 tahun dan terus

meninggi pada kelompok umur berikutnya. Period prevalence pneumonia balita

di Indonesia adalah 18,5 per mil, sedangkan balita pneumonia yang berobat hanya

1,6 per mil.

Survey RISKESDAS pada tahun 2007 di Kalimantan Selatan, jumlah

penderita pneumonia di kabupaten Banjar sebanyak 3,82% dan pada tahun 2013

sebanyak 8,9%. Bila dibandingkan dengan kabupaten lain yang ada di Kalimantan

Selatan, terjadi peningkatan yang cukup tinggi pada penderita pneumonia yang

ada di kabupaten Banjar.

Pneumonia adalah radang paru yang disebabkan oleh bakteri dengan gejala

panas tinggi disertai batuk berdahak, napas cepat (frekuensi nafas > 50

kali/menit), sesak, dan gejala lainnya (sakit kepala, gelisah dan nafsu makan

berkurang) (Riskesdas, 2013). Penyebabnya adalah bakteri, bakteri yang biasa

menyebabkan pneumonia adalah Streptococcus dan Mycoplasma pneumonia,

sedangkan virus yang menyebabkan pneumonia adalah adenoviruses, rhinovirus,

influenza virus, respiratory syncytial virus (RSV) dan para influenza virus

(Anwar & Ika, 2014).

7
8

Pada umumnya, pneumonia dikategorikan dalam penyakit menular yang

ditularkan melalui udara, dengan sumber penularan adalah penderita pneumonia

yang menyebarkan kuman dalam bentuk droplet ke udara pada saat batuk atau

bersin. Untuk selanjutnya, kuman penyebab pneumonia masuk ke saluran

pernapasan melalui proses inhalasi (udara yang dihirup), atau dengan cara

penularan langsung, yaitu percikan droplet yang dikeluarkan oleh penderita saat

batuk, bersin, dan berbicara langsung terhirup oleh orang di sekitar penderita, atau

memegang dan menggunakan benda yang telah terkena sekresi saluran pernapasan

penderita (Anwar & Ika, 2014).

Dari kepustakaan PDPI (2003) menyebutkan, pneumonia yang diderita

oleh masyarakat luar negeri banyak disebabkan bakteri gram positif, sedangkan

pneumonia di rumah sakit banyak disebabkan bakteri gram negatif sedangkan

pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob. Akhir-akhir ini

laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang

ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri

gram negatif.

Berdasarkan data dari WHO dan Departemen Kesehatan Republik

Indonesia pada tahun 2008, pneumonia merupakan salah satu jenis ISPA yang

paling banyak menyebabkan kematian balita di dunia dan di Indonesia.

Berdasarkan data WHO pada tahun 2015, angka kematian anak dibawah 5 tahun

sebanyak 15% atau menewaskan sekitar 922.000 anak anak (Kaunang et al.,

2016).
9

Kemudian, berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)

pada tahun 2001, angka kematian balita akibat sistem pernafasan sebanyak

4,9/1.000 balita. Artinya terdapat sekitar 5 dari 1.000 balita yang meninggal setiap

bulan akibat pneumonia (Kaunang et al., 2016).

Faktor resiko pneumonia pada anak dan balita meliputi malnutrisi, berat

badan lahir rendah, ASI non eksklusif, kurangnya imunisasi campak, polusi udara

didalam rumah, kepadatan rumah, orang tua merokok, kekurangan zinc, penyakit

penyerta misalnya penyakit jantung dan asma, kelembaban udara, serta

kekurangan vitamin A (Hartati et al., 2012).

Pneumonia sendiri juga merupakan salah satu masalah kesehatan yang

sering dijumpai dan mempunyai dampak yang signifikan di seluruh dunia,

terutama pada populasi usia lanjut. Insiden pneumonia dilaporkan meningkat

sesuai dengan bertambahnya usia. Pada pasien usia ≥ 65 tahun yang dirawat di

rumah sakit, pneumonia merupakan diagnosis terbanyak ketiga. Angka ini

menjadi semakin penting mengingat bahwa diperkirakan sebanyak 20% dari

penduduk dunia akan berusia lebih dari 65 tahun di tahun 2050 (Sari et al.,

2016).

Pneumonia pada lansia menjadi penyebab kematian kelima pada lanjut

usia, serta menjadi penyebab terbanyak kematian pada penderita demensia berat.

Pneumonia pada lanjut usia susah terdiagnosis karena sering asimptomatik. Lansia

sering hanya mengeluh badan terasa tidak enak, jarang mengeluhkan tanda dan

gejala penyakit. Penurunan aktivitas fisik, penyakit penyerta, proses penuaan, dan
10

status gizi kurang menjadi penyebab lanjut usia rentan terjadi pneumonia berat

(Surjanto et al., 2013).

Angka pneumonia yang terjadi pada lansia 5 - 10 kali lebih besar di

bandingkan orang dewasa. Pneumonia pada lansia biasanya disebabkan oleh

bakteri patogen Pneumococcus, gram negatif basil (Klebsiella pneumoniae,

Pseudomonas aeruginosa) (Kuluri et al., 2015).

Penatalaksanaan pneumonia yang disebabkan oleh bakteri sama seperti

infeksi pada umumnya yaitu dengan pemberian antibiotik yang dimulai secara

empiris dengan antibiotik spektrum luas sambil menunggu hasil kultur. Setelah

bakteri patogen diketahui, antibiotik diubah menjadi antibiotik yang berspektrum

sempit sesuai patogen (Depkes, 2005).

Penggunaan antibiotik untuk pneumonia dengan rawat inap secara intensif

atau lebih dari 5 hari dengan resiko infeksi bakteri Pseudomonas aeroginosa

dapat diberikan terapi antibiotik secara iv dari golongan aminoglikosida yang

dikombinasikan dengan golongan sefalosforin generasi ketiga (Depkes, 2005).

2.2. Aminoglikosida
Antibiotik merupakan zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama

fungi yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain. Banyak

antibiotik dewasa ini dibuat secara semisintetik atau sintetik penuh (Istiantoro &

Vincent, 2007).

Pemberian antibiotik harus diberikan sedini mungkin terutama pada kasus

infeksi yang berat. Surviving Sepsis Campaigne (2008), menganjurkan secara

empiris menggunakan antibiotik berspektrum luas untuk menangani sepsis berat

atau syok septik dan merekomendasikan kombinasi antibiotik yang sinergik


11

selama 3 sampai 5 hari pertama untuk penanganan infeksi akibat Pseudomonas sp

atau infeksi neutropenia.

Aminoglikosida adalah golongan antibiotik bakterisidal yang terkenal

toksik terhadap saraf otak kranial VIII mengenai komponen vestibular dan

komponen koklear (ototoksik) dan terhadap ginjal (nefrotoksik). Antibiotik ini

merupakan produk berbagai spesies streptomyces (Istiantoro & Vincent, 2007).

Aminoglikosida diekskresi terutama dalam bentuk tidak berubah melalui

ginjal atau filtrasi glomerolus. Fungsi ginjal merupakan parameter yang harus

dipertimbangkan dalam menghitung regimen dosis. Eliminasi melalui ginjal

sebesar 85% - 95% dari dosis yang diberikan dan hanya sedikit yang ditemukan di

dalam empedu. Waktu paruh pada fungsi ginjal normal 2–3 jam. Waktu paruh

akan diperpanjang 24-48 jam pada pasien dengan kerusakan fungsi ginjal. Waktu

paruh gentamisin bervariasi khususnya pada penderita sepsis meskipun tes fungsi

ginjalnya normal (Hasibuan, 2008).

Ikatan aminoglikosida dan protein sangat lemah (protein binding < 10%),

dengan nilai klirens 90 ± 25 mL/menit, dan volume distribusi 18 ± 6 L. Lebih

90% dari dosis aminoglikosida yang diberikan secara intravena akan terdeteksi

pada urin dalam bentuk utuh pada 24 jam pertama, sebagian kecil secara perlahan

akan mengalami resiklus kedalam lumen tubulus proksimalis, akumulasi dari

resiklus ini yang akan mengakibatkan toksik ginjal (Shargel et al., 2012).

Toksisitas aminoglikosida tergantung pada waktu pemberian dan dosis.

Banyak penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pemberian


12

aminoglikosida harian dosis tunggal sama efektifnya dan tidak lebih toksik di-

bandingkan dengan pemberian dosis kecil berulang (Lintong et al., 2012).

Umumnya konsentrasi aminoglikosida rendah dalam sekresi dan jaringan.

Aminoglikosida tidak berpenetrasi masuk ke dalam sel mast, susunan saraf pusat,

atau mata. Konsentrasi tinggi hanya ditemukan pada korteks ginjal serta endolimf

dan perilimf telinga bagian dalam, hal ini yang menyokong terjadinya

nefrotoksisitas dan ototoksisitas (Lintong et al., 2012)

Nefrotoksisitas ringan dan reversibel dapat terjadi pada 5-25% pasien yang

menggunakan obat ini selama 3 - 5 hari. Beratnya nefrotoksisitas berhubungan de-

ngan kadar obat yang tinggi dalam plasma. Insiden gagal ginjal akut disebabkan

karena nefrotoksisitas sebesar 15%. Diperkirakan 10% dari semua kasus gagal

ginjal akut disebabkan karena penggunaan antibiotik aminoglikosida (Lintong et

al., 2012).

2.3. Gentamisin
Gentamisin adalah antibiotika golongan aminoglikosida yang diisolasi dari

Micromonosphora purpurea. Bila gentamisin dikombinasi dengan antibiotika beta

laktam akan menghasilkan efek sinergis terhadap pseudomonas, proteus,

enterobacter, klebsiella, serratia, stenotrophomonas, dan strain-strain gram

negatif lain yang kemungkinan resisten dengan antibiotik lainnya. Gentamisin

tidak memiliki aktifitas terhadap organisme anaerob (Hasibuan, 2008).

Dibandingkan neomisin dan kanamisin, penggunaan gentamisin secara

klinis paling luas, sebagai antibiotika pilihan terutama untuk terapi gram negatif.

Jumlah sediaan mengandung gentamisin biasanya diberikan dalam bentuk garam

sulfat, dan yang beredar di pasar lebih kurang 47 macam. Bentuk sediaan yang
13

paling banyak (80%) dijumpai adalah salep atau krim untuk pemakaian topikal,

sedangkan sediaan lain berbentuk injeksi, tetes (telinga dan mata), serta salep

mata (Isnaeni, et al., 2016).

Dosis gentamisin pada infeksi dengan dosis konvensional 1- 2,5 mg/Kg

tiap 8 sampai 12 jam. Sedangkan untuk dosis sehari sekali atau tunggal 4 - 7

mg/Kg/hari. Untuk dosis gentamisin pada penyakit pneumonia 7 mg/Kg/hari

diberikan secara intravena. Onset dari gentamisin 1 - 2 jam, sedangkan durasi

gentamisin berkisar 6 - 8 jam (Lacy et al., 2009).

Saat ini gentamisin terutama diterapkan pada infeksi berat (misalnya sepsis

dan pneumonia) yang disebabkan bakteria gram negatif yang cenderung kebal

terhadap obat lain, khususnya bakteri pseudomonas, enterobacter, serratia,

proteus, acinetobacter, dan klebsiella. Gentamisin maupun aminoglikosida

lainnya tidak boleh digunakan sebagai agen tunggal untuk terapi pneumonia sebab

penetrasinya buruk ke dalam jaringan paru yang terinfeksi, kondisi setempat

seperti tekanan oksigen dan pH yang rendah turut memperburuk aktifitas obat ini

(Hasibuan, 2008).

Monitoring kadar gentamisin pada payah ginjal merupakan pendekatan

yang tepat. Dikemukakan bahwa pengukuran kadar lembah lebih bersifat

prediktif untuk mencegah tidak timbulnya efek terapi, sedang kadar puncak

prediktif untuk efek terapi maupun toksisitas. Efek samping yang sering terjadi

antaranya ototoksik dan nefrotoksik. Ototoksisitas aminoglikosida ditingkatkan

oleh berbagai faktor antaranya: besarnya dosis, adanya gangguan faal ginjal, usia
14

tua dan penggunaan obat ototoksik lain seperti pemberian asam etakrinat (suatu

diuretik kuat) (Istiantoro & Vincent, 2007).

Penisilin anti pseudomonas seperti karbenisilin, tikarsilin, mezlosilin,

azosilin dan piperasilin yang umumnya diberikan dalam dosis besar, ternyata

menginaktivasi gentamisin. Karena itu jangan mencampurkan gentamisin dan

penilisin dosis besar dalam larutan intravena. Digunakan terpisah interaksi tidak

akan menimbulkan masalah pada pasien dengan fungsi ginjal normal (Istiantoro &

Vincent, 2007).

Belum ada bukti bahwa furosemid dan asam etakrinat meningkatkan

ototoksisitas sebelum ada kepastian bahwa tidak ada interaksi, penggunaan

gabungan kedua obat yang ototoksik tersebut memerlukan pengamatan cermat

terhadap tanda dan gejala dari nefrotoksik dan ototoksik. Pada pemberian

kombinasi obat tersebut, keaaan dehidrasi dapat meningkatkan kadar obat dan

tokisisitasnya (Istiantoro & Vincent, 2007).

Peningkatan nefrotoksik juga dilaporkan terjadi bila gentamisin diberikan

bersamaan metoksifluran, sefaloridin, amfoterisin B, siklosforin atau indometasin

intravena yang diberikan untuk menutup dulkus arteriosus pada neonatus

(Istiantoro & Vincent, 2007).

2.4. Farmakokinetika
Farmakokinetika berasal dari perkataan pharmacon (= obat) dan kinetics

(=sesuatu yang berubah dengan pertambahan waktu). Farmakokinetika dapat di

defenisikan sebagai setiap proses yang dilakukan tubuh terhadap obat, yaitu

absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi. Farmakokinetika juga diterapkan

untuk pemantauan obat terapeutik (TDM) untuk obat-obat yang sangat poten
15

seperti obat-obat dengan rentang terapeutik sempit, untuk mengoptimalkan

kemajuan dan mencegah berbagai toksisitas yang merugikan (Shargel et al.,

2012).

Aplikasi konsep farmakokinetika untuk menentukan besarnya dosis dan

interval pemberian obat untuk individu sehingga diperoleh terapi yang rasional

disebut sebagai farmakokinetika klinis. Cara bagaimana obat digunakan, berapa

besarnya dosis dan interval pemberian serta lama penggunaan disebut regimen

dosis (Dosage regimen). Lama pengobatan dan regimen dosis tergantung kepada

tujuan pengobatan yaitu apakah untuk penghilang rasa sakit, pencegahan ataupun

penyembuhan penyakit (Nasution, 2015).

Aplikasi konsep farmakokinetika klinis merupakan salah satu pendekatan

yang harus dilakukan untuk menghindari kemungkinan terjadinya efek toksik,

meminimalkan efek samping obat, serta mengoptimalkan terapi. Pemahaman

tentang prinsip-prinsip farmakokinetika yang mencakup proses absorpsi,

distribusi, metabolisme dan eksresi obat di dalam tubuh dan parameter-

parameternya, perubahan nilai parameter farmakokinetika akibat kondisi klinik

pasien, keberadaan obat lain serta metabolit perlu dipahami agar dapat

diaplikasikan untuk merancang regimen dosis yang rasional, sebagaimana akan

dibahas dalam bab-bab berikut ini (Nasiution, 2015).

Model-model matematika dapat direncanakan untuk menstimulasi proses

laju absorbsi, distribusi, dan eliminasi obat untuk menggambarkan dan

meramalkan konsetnrasi obat dalam tubuh sebagai fungsi waktu. Model

farmakokinetika digunakan untuk :


16

1. Memprediksi kadar obat dalam plasma, jaringan dan urine pada berbagai

pengaturan dosis.

2. Menghitung pengaturan dosis optimum untuk tiap pasien secara individual.

3. Memperkiraan kemungkinan akumulasi obat dan/atau metabolit-metabolitnya.

4. Menghubungkan konsetrasi obat dengan aktivitas farmakologik atau

toksikologis.

5. Menilai perubahan laju atau tingkat availabilitas antarformasi (bioekuivalensi).

6. Menggambarkan perubahan faal atau penyakit yang mempengaruhi absorpsi,

distribusi atau eliminasi.

7. Menjelaskan interaksi obat (Shargel, et al., 2012).

Profil kinetika obat memiliki bentuk yang berbeda, berbanding lurus

dengan rute pemberian obat seperti parenteral (intravena, intramuscular), infus,

oral (tablet,kapsul,sirup), transdermal (Salep,krim,gel) dll. Pada masing-masing

rute kita dapat memperoleh beberapa ketetapan kecepatan proses yang ditetapkan

dengan bantuan regresi linear dari slope yang diperoleh (Aryarie,2009).


K Satu kompartemen terbuka (iv)
1

Ka K Satu kompartemen terbuka dengan absorpsi


1
orde 1

K12
1 2 Dua kompartemen terbuka (iv)
K21
K

Ka K12 Dua kompartemen terbuka dengan absorpsi


1 2 orde 1
K21
K
Gambar 1. Model Kompartemen
17

Adapun beberapa parameter-parameter farmakokinetika :

a. Klirens Kreatinin, untuk melihat fungsi ginjal pasien, yang mana bila

terjadi peningkatan klirens kreatinin menunjukkan gangguan pada fungsi ginjal.

Menggunakan rumus sebagai berikut (Bauer,2008).

(0 , 45∗tinggi Badan Pasien)


ClCr = mg
nil ai Serum Kreatinin
dl

Untuk anak anak dibawah 1 tahun

(0 , 55∗tinggi Badan Pasien)


ClCr = mg
nilai Serum Kreatinin
dl

Untuk anak anak 1-20 tahun

b. Konstanta laju eliminasi menunjukkan laju penurunan kadar obat setelah

proses-proses kinetik mencapai keseimbangan, nilai ini menggambarkan proses

eliminasi (Bauer, 2008).

ke = (0,00293 (ClCr) + 0,014)

Dimana ClCr adalah hasil dari perhitungan klirens kreatinin, 0,00293 + 0,014

merupakan ketetapan.

c. Volume Distribusi (Vd) adalah volume kadar obat dalam darah (Bauer,

2008).

V = 0,26L/Kg

Dimana V adalah Volume distribusi, 0,26L/Kg adalah ketetapan dalam obat

gentamisin.
18

d. Kadar tunak maksimum (Cssmaks) kadar maksimum obat didalam darah

pada kedaan tunak (steady-state), setelah obat diberikan berulang (multiple

dosing) (Bauer, 2008).

Cssmaks = D= (e-ke)
Vd (1-e-keτ)
Di mana D adalah dosis antibiotik yang digunakan, V adalah volume distribusi, k e

adalah konstanta laju eliminasi, τ adalah interval pemberian dosis.

e. Kadar tunak minimum (Cssmin) kadar minimum obat didalam darah pada

keadaan tunak (steady-state), setelah diberikan berulang (multiple dosing) (Bauer,

2008).

Cssmin = Cssmaks . e-ke

Di mana Cssmaks adalah hasil perhitungan dari Cssmaks , k e adalah konstanta laju

eliminasi, τ adalah interval pemberian dosis.

Steady state (SS) atau kondisi tunak adalah suatu keadaan yang mana tidak

terjadi perubahan jumlah atau konsentrasi obat di dalam tubuh dengan

bertambahnya waktu. Bila kecepatan masuknya (input rate) obat ke dalam tubuh

adalah konstan (order nol) sedangkan kecepatan eliminasi (output rate) adalah

eksponensial, maka obat akan terakumulasi sampai kondisi tunak dicapai

(Nasution, 2015).

2.5. Farmakokinetika Gentamisin

Aminoglikosida khususnya gentamisin menunjukkan jumlah ekskresi renal

yang kurang dari dosis yang diberikan. Karena ekskresi hampir seluruhnya

berlangusng melalui ginjal (Istiantoro & Vincent, 2007).


19

Gentamisin memiliki kisaran terapi sempit dengan Kadar Efek Minimum

(KEM) atau Minimum Effeective Concentration (MEC) sebesar 2 mg/L dan

Kadar Toksik Minimum (KTM) atau Minimum Toxic Concentration (MTC)

sebesar 10 mg/L (Bauer, 2014). Dimana perubahan sejumlah kecil kadar obat

dalam darah dapat menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan atau bahkan

menimbulkan efek toksik seperti nefrotoksik dan ototoksik, sehingga penggunaan

gentamisin memerlukan pengawasan level obat dalam plasma dan penyesuaian

dosis untuk mencegah timbulnya efek toksik (Endriastuti et al., 2015).

Pemberian gentamisin dosis tinggi (40 mg/kgBB atau lebih) dengan cepat

menginduksi terjadinya nekrosis korteks ginjal secara luas disertai disfungsi

ginjal. Pada keadaan ini terlihat sejumlah besar perubahan struktur metabolik, dan

perubahan-perubahan pada sel-sel epitel tubulus ginjal berupa disfungsi atau

kematian sel (Lintong et al., 2012).

Ototoksisitas dinyatakan dapat terjadi bila konsentrasi rendah gentamisin

dalam plasma melebihi 4mg/L selama lebih dari 10 hari. Apabila konsentrasi

rendah dikalikan dengan jumlah hari terapi, resiko ototoksisitas meningkat bila

hasil perkalian itu lebih besar dari 40mg/L (Winter, 2009).

Konsentrasi serum gentamisin dan fungsi ginjal harus dipantau apabila

gentamisin diberikan beberapa hari atau jika fungsi ginjal berubah (misalnya

dalam sepsis, yang sering menyebabkan terjadinya komplikasi dengan gagal ginjal

akut). Untuk pasien yang menerima pemberian dosis setiap 8 jam, konsentrasi

tinggi yang ditargetkan adalah 5-10 mcg/ml dan konsentrasi rendah harus di

bawah 1-2 mcg/ml. Konsentrasi rendah di atas 2 mcg/ml mengindikasikan


20

akumulasi obat yang dapat menyebabkan toksisitas sehingga dengan demikian

dosis harus dikurangi atau interval diperpanjang untuk mencapai efek terapi

(Hasibuan, 2008).

2.6. Keterangan Empiris

Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai estimasi

kadar tunak obat gentamisin pada pasien infeksi pneumonia telah sesuai dengan

kisaran terapi, serta memberikan outcome klinik yang baik berupa penurunan suhu

tubuh, perbaikan respiratory rate, kejadian batuk dan penurunan angka leukosit

pada pasien rawat inap di RSUD Ratu Zalecha Martapura.


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Desain & Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian observasional dengan pendekatan Cross

Sectional yaitu penelitian yang menekankan pada waktu pengukuran atau

observasi data dalam satu kali pada satu waktu dengan variabel terikat dan

variabel bebas. Penelitian ini bersifat deskriptif artinya data yang diperoleh dari

sampel populasi dianalisis sesuai dengan metode analisis data yang digunakan

kemudian di interpretasikan. Pengumpulan data dilakukan secara retrospektif

dengan menggunakan catatan rekam medis pasien yang dirawat inap pada waktu

Agustus 2017 sampai dengan Februari 2018 Di Rumah Sakit Umum Daerah Ratu

Zalecha Martapura.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah nonprobability

sampling artinya teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang sama

pada setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel dan cara

penarikan sampel dengan samping jenuh, artinya semua anggota populasi

digunakan sebagai sampel.

3.2. Waktu & Tempat Penelitian

1. Waktu penelitian dimulai dari Februari 2018 sampai dengan Juni 2018.

2. Tempat penelitian di Rumah Sakit Umum Daerah Ratu Zalecha Martapura

21
22

3.3. Populasi dan Sampel

Sampel penelitian yang diambil adalah semua pasien infeksi Pneumonia

yang mendapat terapi gentamisin pada periode Agustus 2017 sampai dengan

Februari 2018 serta memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

a. Kriteria Inklusi

1. Pasien dengan rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Ratu Zalecha

Martapura.

2. Pasien dengan kategori umur : balita (0-5 tahun), anak-anak (5-11 tahun),

remaja (12-25 tahun), dewasa (26-45 tahun), lansia (46-65 tahun), manula (65

tahun keatas) (Depkes, 2009).

3. Pasien menderita infeksi pneumonia yang dirawat inap di Rumah Sakit

Umum Daerah Ratu Zalecha Martapura dan diterapi dengan gentamisin, baik

sebagai monoterapi maupun dikombinasi dengan obat antibiotik lain atau obat

lain yang tidak menimbulkan interaksi.

4. Pasien dengan data rekam medis yang lengkap ( nama, umur, berat badan,

tinggi badan, diagnosa, pola pengobatan, obat yang digunakan, dosis, hasil

terapi dan efek samping yang ditimbulkan).

5. Pasien yang diketahui nilai Scr.

b. Kriteria Eksklusi

1. Pasien dengan rawat jalan di Rumah Sakit Umum Daerah Ratu Zalecha

Martapura.

2. Pasien yang tidak menderita infeksi pneumonia.


23

3. Pasien dengan terapi gentamisin yang dikombinasikan dengan antibiotik lain

atau obat lain yang dapat menyebabkan interaksi.

4. Pasien yang tidak lengkap data rekam medis.

5. Pasien yang tidak diketahui nilai Scr.

3.4. Variabel & Definisi Operasional

Tabel 1. Variabel dan Definisi Operasional dalam penelitain

Variabel Definisi Operasional


Usia pasien infeksi pneumonia yang dihitung sejak
Usia tanggal lahir sampai dengan waktu penelitian yang
dinyatakan dalam tahun. Usia yang diambil.
Pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditemukan
Jenis Kelamin secara biologi yang melekat pada jenis kelamin
tertentu.
Massa tubuh meliputi otot, tulang, lemak, cairan tubuh,
Berat badan organ, dan lain-lain yang diukur menggunakan
timbangan.
Variabel Bebas Hasil jumlah pengukuran ruas-ruas tulang tubuh,
(Independen) meliputi tungkai bawah, tulang panggul, tulang
Tinggi Badan
belakang, tulang leher dan kepala yang diukur dengan
stadiometer.
Obat gentamisin yang digunakan sebagai terapi
Obat gentamisin
pneumonia
Dosis yang diberikan oleh klinisi untuk masing-masing
Dosis pasien berdasarkan pengalaman empiris dan pedoman
dari PDPI.
Serum kreatinin produk buangan dalam darah yang
Scr
kemudian disaring oleh ginjal dan dibuang dalam urin.
Kadar yang diperoleh dari dosis terapi gentamisin dan
Variabel Terikat Kadar gentamisin dihitung bedasarkan nilai parameter farmakokinetik
(Dependen) pustaka.
Hasil terapi Hasil terapi yang ditunjukkan oleh pasien infeksi
pneumonia berupa penurunan suhu tubuh, perbaikan
24

respiratory rate, kejadian batuk dan penurunan angka


leukosit.

3.5. Cara Penelitian


Penelitian ini akan dilaksanakan setelah mendapat izin dari STIKES

Borneo Lestari sebagai institusi, lalu mendapat persetujuan penelitian dari Kepala

Badan KESBANGPOL kabupaten Banjar dan Direktur Rumah Sakit Umum

Daerah Ratu Zalecha Martapura. Selanjutnya mencari dan menetapkan subjek

penelitian di rekam medik Rumah Sakit Umum Daerah ratu Zalecha Martapura

berdasarkan kriteria inklusi.

3.6. Cara Pengolahan Data

Ada beberapa tahap dalam pengolahan data yang dilakukan yakni:

a. Membuat ringkasan data subjek penelitian meliputi: nama, umur, berat

badan, tinggi badan, diagnosa, pola pengobatan, obat yang digunakan, dosis, hasil

terapi berupa penurunan suhu tubuh, perbaikan respiratory rate, kejadian batuk,

penurunan angka leukosit dan efek samping yang ditimbulkan.

b. Melakukan perhitungan dan analisis terhadap data yang telah diperoleh

sesuai dengan rumus dari pustaka.

c. Menganalisis dengan menggunakan SPSS 15.0 pada komputer.

3.7. Analisis Data


Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan kelengkapan data,

pemberian kode, dan perhitungan hasil. Perhitungan data disajikan dalam bentuk

tabel dan gambar. Untuk perhitungan perkiraan kadar gentamisin menggunakan

kadar tunak model satu-kompartemen intravena dengan rumus (Bauer, 2008):

Cssmaks = D (e-ke)
Vd (1-e-keτ)
Cssmin = Cssmaks . e-ke
25

Di mana :

D adalah dosis antibiotik yang digunakan

Vd adalah volume distribusi (0,26L/kg)

ke adalah konstanta laju eliminasi

τ adalah interval pemberian obat.

Analisis data dari perkiraan kadar gentamisin dengan hasil terapi yang

akan didapatkan dengan menggunakan uji Chi-square (X²). Uji Chi-square di

gunakan untuk melihat adanya pengaruh atau hubungan antara perkiraan kadar

gentamisin dengan hasil terapi. Adanya pengaruh atau hubungan jika p < 0,5 dan

memenuhi syarat dari Chi-square. Apabila hasil yang didapatkan tidak memenuhi

syarat dari Chi-square maka dilakukan uji alternatif lain, yaitu uji Fisher Exact

Test dengan program aplikasi SPSS 15.0 pada komputer.

3.8. Kerangka Konsep Penelitian

Infeksi Pneumonia Gentamisin Dosis Terapi

Sesuai dengan
kisaran terapi
Perhitungan
Estimasi Kadar &
Hasil Terapi Farmakokinetika
Tidak sesuai
dengan kisaran
terapi
Gambar 2. Kerangka konsep penelitian
26

3.9 Jadwal Penelitian

Tabel 2. Jadwal penelitian

Bulan ke
Kegiatan
Des Jan Feb Mar Apr Mei Juni
Penyusunan proposal X X
Penyusunan izin
X
penelitian
Persiapan pengumpulan
X
data
Pengumpulan data X X
Pengolahan data dan
X X
analisis data
Penyusunan laporan
X X X
penelitian
Sidang akhir X
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Karakteristik Usia

Data bulan Agustus 2017 hingga Februari 2018, penderita Pneumonia di

Rumah Sakit Umum Daerah Ratu Zalecha Martapura sebanyak 91 pasien, dan

yang memenuhi kriteria inklusi untuk penelitian kali ini sejumlah 87 pasien

dengan usia < 1 tahun sejumlah 28 pasien (32%), untuk usia 1 - 4 tahun sejumlah

51 pasien (60%), dan untuk usia 5 - 14 tahun sejumlah 8 pasien (8%). Sedangkan

4 pasien yang di eksklusikan dikarenakan data rekam medik yang kurang lengkap.

60%

32%

8%

Usia < 1 tahun 28 pasien Usia 1-4 tahun 51 pasien Usia 5-14 8 pasien

Gambar 3. Presentase kelompok umur pada bulan Agustus 2017 sampai


Februari 2018 di RSUD Ratu Zalecha Martapura

4.1.2. Karakteristik Jenis Kelamin

Berdasarkan kelompok jenis kelamin, pada penderita pneumonia yang

dirawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Ratu Zalecha Martapura, sebanyak 40

pasien (46%) anak perempuan dan 47 pasien (54%) anak laki-laki.

27
28

54%

46%

Laki Laki 47 pasien Perempuan 40 pasien

Gambar 4. Presentase kelompok jenis kelamin pada bulan Agustus 2017


sampai Februari 2018 di RSUD Ratu Zalecha Martapura

4.1.3 Data Parameter Farmakokinetika Pada Pasien Pneumonia Yang


Mendapat Terapi Gentamisin.

Pasien pneumonia yang mendapat nilai kadar gentamisin dalam darah

dengan nilai rata-rata Cssmin < 2 mg/L sebanyak 10 pasien (Tabel 3), dan

sebanyak 77 pasien yang mendapat nilai kadar gentamisin dalam darah dengan

nilai rata-rata Css 2-10 mg/L (Lampiran 9)

Tabel 3. Nilai rata-rata kadar gentamisin dalam darah pada pasien dengan
Cssmin dan Cssmaks < 2mg/L
Nilai Estimasi
No BB TB Scr Dosis ClCr
(mg/L)
urut (kg) (cm) (mg/dl) (mg/hari) (ml/menit)
Cssmin Cssmaks

53 1,5893
1 9 0,3 25 79,5000 1,2415
83 1,3907
2 15 0,43 50 106,1628 1,0048
79
1,6772
3 7,5 102 0,32 40 135,7813 1,1110

101 1,4900
4 22 0,52 80 107,8846 1,0711
118 1,6930
5 15 0,53 60 104,8113 1,2280
113
1,6964
6 16 0,51 40 127,2549 1,1522
112
1,4826
7 18 118 0,62 60 100,2419 1,0899
29

8 21 0,56 70 110,0000 0,9546 1,3363

9 18 115 0,65 80 99,8462 1,4613 1,9855

10 25 0,7 60 90,3571 0,9054 1,1964


MEAN 1,1220 ± 1,5537
SD 0,1612 ± 0,2244
Sumber : Data asli yang diolah

Adapun gambaran nilai kadar rata-rata Css secara keseluruhan untuk

pasien pneumonia yang mendapat terapi gentamisin dapat dilihat pada gambar 4.

4.5

4
Keterangan :
3.5
Kisaran terapi (mg/L)

Cssmaks 3.1937 Kategori 1 :


3
10 pasien yang tidak
2.5 masuk dalam kisaran
Cssmin 2.4287
terapi ( < 2 mg/L)
2 KEM
Cssmaks
Kategori 2 :
1.5 1.5597
77 pasien yang masuk
Cssmin 1.122 dalam kisaran terapi
1
(2 -10 mg/L)
0.5

0
0 1 2 3

Kategori Kisaran Terapi

Gambar 5. Gambaran kadar kesesuaian kisaran terapi pada pasien


pneumonia yang mendapat terapi gentamisin.

4.1.4. Hasil Outcome Terapi


Hasil terapi dikatakan baik apabila pasien pneumonia menunjukan

penurunan angka leukosit, perbaikan respiratory rate, penurunan kejadian batuk

dan penurunan suhu tubuh. Dalam penelitian ini ada 4 parameter yang digunakan
30

dalam melihat hasil terapi pasien pneumonia dari antibiotik gentamisin, baik yang

termasuk dalam kisaran terapi maupun diluar kisaran terapi.

Tabel 4. Data parameter hasil outcome terapi dilihat pada pasien yang belum
mengalami perbaikan
No. Dosis Cssmin ± Cssmaks Respiratory Angka Suhu Kejadian
Urut (mg/hari) (mg/L) Rate Leukosit Tubuh Batuk
1* 50 1,0048 ± 1,3907 Sembuh Tinggi Tinggi Ada
2* 40 1,1110 ± 1,6772 Sembuh Tinggi Tinggi Ada
3* 60 1,2280 ± 1,6930 Tinggi Sembuh Sembuh Sembuh
4* 80 1,1522 ± 1,6964 Tinggi Sembuh Sembuh Sembuh
5** 12 1,7878 ± 2,2886 Sembuh Tinggi Tinggi Ada
6** 40 1,6124 ± 2,1037 Sembuh Tinggi Tinggi Ada
7** 80 1,8530 ± 2,5250 Sembuh Sembuh Sembuh Ada
8** 50 1,4815 ± 2,0682 Sembuh Sembuh Sembuh Ada
9** 50 1,5560 ± 2,0603 Tinggi Sembuh Sembuh Sembuh
10** 70 1,5807 ± 2,1656 Tinggi Sembuh Sembuh Sembuh
11** 50 1,5245 ± 2,1048 Tinggi Sembuh Sembuh Sembuh

Sumber : Data asli yang diolah

Keterangan;

* Kelompok kategori tidak sesuai kisaran terapi

** Kelompok kategori sesuai kisaran terapi (Cssmin < 2mg/L, Cssmaks > 2mg/L)

Tabel 5. Data parameter hasil outcome terapi secara keseluruhan yang telah
mengalami perbaikan
Cssmin ± Cssmaks
Perkiraan kadar Parameter hasil outcome terapi Total
(mg/L)
Cssmin < 2 mg/L Angka leukosit 1,1206 ± 1,5133 6
Suhu tubuh
Kejadian batuk
31

Respiratory rate
Angka leukosit
Suhu tubuh
Css 2-10 mg/L 2,5088 ± 3,2944 70
Kejadian batuk
Respiratory rate
TOTAL 76

Sumber: Data asli yang diolah

87%

13%

Tidak sembuh 11 pasien Sembuh 76 pasien

Gambar 6. Presentasi hasil outcome terapi pada pasien pneumonia yang


mendapat terapi gentamisin

4.1.5. Hubungan estimasi kadar gentamisin dalam darah dengan


parameter hasil outcome terapi pada pasien pneumonia di RSUD
Ratu Zalecha Martapura
Data yang diperoleh dari penelitian ini dianalisis dengan uji homogenitas

dan uji normalitas. Karena hasil dari uji homogenitas dan normalitas

menunjukkan sig 0,000 yang artinya data tidak terdistribusi normal dan tidak

terdistribusi homogen (lampiran 14), maka data kemudian dianalisis dengan uji

chi-square (x²). Adanya syarat yang tidak terpenuhi pada uji chi-square yaitu

terdapat nilai expected count pada 1 cell yang lebih dari 20%, maka digunakan uji

alternatifnya yaitu uji Fisher’s Exact Test dan dianggap bermakna jika (p < 0,05).

Berikut tabel hasil analisis untuk mengetahui hubungan antara antara kisaran
32

terapi yang didapat pasien terhadap kesembuhan atau hasil outcome terapi pada

pasien.

Tabel 6. Hasil analisis dengan uji Fisher’s Exact Test

Kesembuhan N P Value

Kisaran terapi Sembuh 76

Tidak sembuh 11 0,02

Total 87

Sumber : Data asli yang diolah

Berdasarkan hasil analisis dengan uji Fisher’s Exact Test, didapat nilai

signifikan 0,02 artinya nilai tersebut ( p < 0,05), sehingga dapat dikatakan terdapat

hubungan yang signifikan antara kisaran terapi yang didapat pasien terhadap

kesembuhan atau hasil outcome terapi pada pasien.

4.2. Pembahasan

4.2.1. Karakteristik Usia

Dilihat dari data RISKESDAS pada tahun 2013 dan bila dibandingkan

dengan data pada tahun 2017 di Rumah Sakit Umum Daerah Ratu Zalecha

Martapura terjadi kesamaan yang mana pada kelompok 1 - 4 tahun lebih tinggi

nilai presentasenya dibandingkan dengan kelompok < 1 tahun dan 5 - 14 tahun

dengan jumlah 87 pasien untuk usia < 1 tahun sejumlah 28 pasien atau 32 %,

untuk usia 1 - 4 tahun sejumlah 51 pasien atau 60%, dan untuk usia 5 - 14 tahun

sejumlah 8 pasien atau 8% (Gambar 3).


33

Penelitian lain yang dilakukan di Inggris, anak pada usia dibawah 5 tahun

lebih signifikan terkena penyakit pneumonia ( Harris et al, 2011). Penelitian lain

yang dilakukan Nurjannah et al, (2012) mengenai profil pneumonia pada anak di

RSUD Dr. Zainoel Abidin mengatakan usia rata-rata kasus pneumonia yang

ditemukan dari awal 2008 hingga 2009 disana pada usia 15 bulan, dan penelitian

Michelow (2004) yang dilakukan di Texas didapatkan usia terbanyak terkena

penyakit pneumonia di usia 6 bulan hingga 2 tahun.

Lebih tingginya kelompok usia 1-4 tahun dapat disebabkan pada sistem

kekebalan anak-anak yang masih belum sempurna, dan pada umur 1-4 tahun

adalah masa dimana anak-anak sedang aktif, sehingga kemungkinan terkena

infeksi lebih besar dibanding kelompok usia lainnya.

4.2.2. Karakteristik Jenis Kelamin

Dilihat dari data RISKESDAS pada tahun 2013 dan bila dibandingkan

dengan data pada tahun 2017 di Rumah sakit Umum Daerah Ratu Zalecha

Martapura, terjadi kesamaan yang mana pada kelompok jenis kelamin laki-laki

lebih tinggi (54%) dibandingkan dengan kelompok jenis kelamin perempuan

(46%) (Gambar 4).

Penelitian lain yang mendukung lebih tingginya anak laki-laki terkena

pneumonia, dilihat dari penelitian Nurjannah et al, (2012) mengenai Profil

pneumonia pada anak di RSUD Dr. Zainoel Abidin yang mana presentase

pneumonia pada anak laki-laki (86 pasien) lebih besar dibandingkan anak

perempuan (58 pasien). Penelitian yang dilakukan Rasyid (2013) mengenai

Faktor-farktor yang berhubungan dengan kejadian pneumonia anak balita di


34

RSUD Bangkinang Kabupaten Kampar yang juga mengatakan anak laki-laki lebih

besar terkena pneumonia dibandingkan anak perempuan yang dapat disebabkan

karena anak laki-laki lebih banyak bermain diluar rumah sehingga besar

kemungkinan untuk terinfeksi kuman penyakit.

4.2.3 Data Parameter Farmakokinetika Pada Pasien Pneumonia Yang


Mendapat Terapi Gentamisin

Data parameter farmakokinetik pada pasien pneumonia yang mendapat

terapi gentamisin dapat dihitung berdasarkan dosis terapi yang diberikan oleh

klinisi pada masing-masing pasien. Penggolongan data parameter farmakokinetika

yang dilakukan berdasarkan kisaran terapi gentamisin yakni 2-10 mg/L.

Secara teoritis, kisaran terapi untuk gentamisin berada di 2 mg/L sampai

10 mg/L yang mana bila dibawah atau < 2 mg/L tidak menghasilkan efek terapi,

sedangkan diatas atau > 10 mg/L maka akan menimbulkan gejala toksik dari

gentamisin seperti nefrotoksik (gangguan pada ginjal) atau ototoksisitas

(gangguan pada sistem pendengaran).

Total 87 pasien anak yang menderita pneumonia di Rumah sakit Umum

Daerah Ratu Zalecha Martapura, sebanyak 10 pasien mendapat nilai Cssmin < 2

mg/L atau kelompok kategori yang tidak sesuai dengan kisaran terapi, dan

sebanyak 77 pasien mendapatkan nilai Css antara 2 mg/L – 10 mg/L atau

kelompok kategori yang sesuai dengan kisaran terapi, diantara 77 pasien tersebut

sebanyak 18 pasien mendapat Cssmin < 2mg/L dan Cssmaks 2 - 10 mg/L.


35

Masuknya 18 pasien dengan nilai Cssmin < 2 mg/L dan Cssmaks 2 - 10

mg/L kedalam kategori yang sesuai dengan kisaran terapi di karenakan

pertimbangan peneliti yang mana dilihat dari konsentrasi kadar tunak maksimal

pasien sudah masuk dalam kisaran terapi, sehingga pasien diharapkan mampu

mencapai kadar tertinggi dalam kisaran terapi.

Kelompok yang tidak sesuai dengan kisaran terapi atau < 2 mg/L dengan

jumlah pasien 10 orang yang terdiri dari 4 pasien perempuan dan 6 pasien laki-

laki. Dalam 10 pasien tersebut rata-rata pasien yang mendapat nilai rata-rata

Cssmin sekitar 1,1220 mg/L dan mendapat nilai rata-rata Cssmaks sekitar 1,5537

mg/L (Lampiran 8).

Tujuh puluh tujuh pasien lainnya yang termasuk dalam golongan kisaran

terapi 2 - 10 mg/L atau kelompok kategori yang sesuai dengan kisaran terapi yang

terdiri dari 36 pasien perempuan dan 41 pasien laki-laki. Nilai rata-rata dari

Cssmin dan Csssmaks yang dihasilkan sekitar 2,4287 mg/L dan 3,1937 mg/L

(Lampiran 9).

Penelitian sebelumnya yang dilakukan Endriastuti, et al (2015) di RSUP

Dr. Sarjito Yogyakarta, mengenai Evaluasi pendosisan gentamisin terhadap 31

pasien anak yang terinfeksi pneumonia didapat pada 10 pasien anak yang

mendapat nilai rata rata Cssmin < 0,5 mg/L sekitar 0,206 mg/L dan Cssmaks > 10

mg/L sekitar 13,7411 mg/L, 11 pasien lainnya mendapat Cssmin > 0,5 mg/L dan
36

Cssmaks > 10 mg/L dengan nilai rata-rata 2,191 mg/L dan 14,807 mg/L,

sedangkan 10 pasien lainnya masuk dalam kisaran terapi yang ditetapkan oleh

peneliti yakni 0,5 mg/L sampai 10 mg/L dengan nilai rata-rata Cssmin 2,56 mg/L

dan Cssmaks 9,47 mg/L.

Bila dibandingkan antara penelitian sebelumnya dengan hasil penelitian ini

terjadi perbedaan yang cukup jauh dari nilai Cssmin dan Cssmaks, yang mana

penelitian sebelumnya mendapat nilai Cssmin yang sangat rendah bila

dibandingkan dengan hasil penelitian saat ini, sedangkan dari nilai Cssmaks

dengan hasil penelitian saat ini lebih kecil nilainya dibandingkan dengan

penelitian sebelumnya.

Perbedaan hasil nilai Css dari penelitian sebelumnya dengan penelitian

saat ini dapat diakibatkan karena tingkat keparahan dari infeksi pasien yang

berbeda-beda, status gizi dari tiap pasien, dosis yang diberikan tiap klinisi pada

pasien yang berbeda-beda serta penetapan kisaran terapi pada penelitian ini

dengan sebelumnya juga berbeda, dikarenakan pada penelitian ini menggunakan

kadar efek minimum 2 mg/L dan kadar toksik minimum 10 mg/L (Bauer, 2014).

Adanya beberapa pasien yang masih mendapat perkiraan kadar dibawah

kisaran terapi dapat disebabkan status gizi pasien yang buruk dan dosis yang

diberikan klinisi tidak sesuai dengan teoritis, yang mana pemberian dosis
37

seharusnya didasarkan pada berat badan dan luas permukaan masing-masing

pasien dan memperhatikan fungsi ginjal pasien.

Berat badan pasien berhubungan dengan volume distribusi yang didapat

pasien, volume distribusi sendiri menerangkan sejumlah volume kadar obat yang

ada didalam darah. Sehingga berat badan pasien dapat mempengaruhi perkiraan

kadar obat yang diterima pasien. Semakin besar berat badan seorang pasien, maka

volume distribusinya akan semakin besar sehingga kadar obat didalam darah

kecil.

Dosis serta interval pemberian obat juga dapat mempengaruhi hasil

perkiraan perhitungan kadar pasien. Dosis sendiri ditentukan langsung oleh klinisi

yang menangani pasien, biasanya dosis yang diberikan tergantung dari tingkat

keparahan penyakit pasien. Padahal selain melihat dari tingkat keparahan penyakit

pasien, pemberian dosis harusnya didasari juga dengan kondisi fisik pasien.

Dosis obat yang tepat selain memperhatian tingkat keparahan pasien juga

harusnya disesuaikan dengan berat badan dan luas permukaan pasien.

Penyesuaian dosis yang didasari dengan berat badan dan luas permukaan dari

masing-masing pasien akan lebih efektif dalam hasil terapi yang didapatkan,

karena berat badan dan luas permukaan tubuh mempengaruhi dalam konsentrasi

kadar obat didalam darah.


38

Semakin besar berat badan dan luas permukaan tubuh pasien seharusnya

dosis yang diberikanpun lebih besar dibandingkan dengan berat badan dan luas

permukaan tubuh pasien yang kecil, karena berat badan dan luas permukaan tubuh

mempengaruhi kadar obat didalam darah dan mempengaruhi hasil terapi yang

diterima pasien.

Nilai serum kreatinin juga mempengaruhi perhitungan perkiraan kadar

obat didalam darah. Nilai serum kretainin sendiri pada penelitian ini sangat

penting karena selain dipergunaan dalam perhitungan perkiraan kadar, nilai serum

kreatinin juga dapat digunakan sebagai salah satu tanda dari fungsi ginjal pasien.

Apabila nilai serum kreatinin pasien tinggi maka dapat diartikan bahwa fungsi

dari ginjal pasien tersebut mengalami kerusakan. Kreatinin sendiri adalah hasil

pemecahan kreatin fosfat otot yang diproduksi oleh tubuh secara konstan

tergantung dari massa otot. Kreatinin berhubungan dengan massa otot sehingga

dapat menggambarkan perubahan kreatinin dengan fungsi ginjal. (Verdiansah,

2016).

Setelah mendapatkan nilai serum kreatinin, maka dapat dihitung pula

klirens kreatinin pasien dengan menggunakan rumus berdasarkan usia pasien.

Apabila pasien bayi hingga 20 tahun maka menggunakan rumus Schwartz dengan

menggunakan berat badan pasien, tinggi badan pasien, nilai serum kretainin

pasien dan nilai konstanta berdasarkan umur pasien (bayi = 0,45) (anak-anak 1-20

tahun = 0,55). Sedangkan bila pasien berusia diatas 18 tahun dapat menggunakan

rumus Cockroft Gault dengan menggunakan berat badan pasien, usia pasien, nilai
39

serum kreatinin pasien serta ketetapan dari rumus Cockroft Gault tersebut (Bauer,

2008).

Semakin tinggi nilai serum kreatinin yang didapat pasien, maka nilai

klirens kreatinin pasien semakin rendah dan menjadi tanda fungsi ginjal pasien

mengalami penurunan. Terdapat 5 klasifikasi dalam penurunan fungsi ginjal :

Tabel 7. Klasifikasi penurunan fungsi ginjal dilihat dari GFR (Glomerular


Filtration Rate) menurut KHA-CARI, 2012
GFR (mL/menit per luas permukaan
Stadium gagal ginjal kronik
tubuh 1,73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan eGFR normal ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan disfungsi ginjal ringan 60-89
3 Gagal ginjal kronik stadium menengah 30-59
4 Gagal ginjal kronik stadium berat 15-29
5 Gagal ginjal kronik stadium terminal (ESKD) < 15

Tabel 8. Nilai normal GFR pada anak-anak hingga remaja menurut NKF
KDOQI GUIDELINES of CKD 2002

Nilai rata-rata dan standar deviasi dari GFR


Umur
(mL/menit/1,73m2)
1 minggu 40,6 ± 14,8
2 – 8 minggu 65,8 ± 24,8
> 8 minggu 95,7 ± 21,7
2 – 12 tahun 133,0 ± 27,0
13 – 21 tahun (pria) 140,0 ± 30,0
13 – 21 tahun (wanita) 126,0 ± 22,0

Nilai normal dari serum kreatinin untuk pria 0,6 - 1,2 mg/dl, pada wanita

0,5 - 1,1 mg/dl, pada bayi 0,2 - 0,4 mg/dl dan pada anak-anak 0,3 - 0,7 mg/dl.

Nilai klirens kreatinin yang telah didapatkan juga dapat digunakan sebagai

pertimbangan dalam pemilihan dosis yang tepat bagi pasien berkondisi khusus

(salah satunya pasien dengan gangguan fungsi ginjal).


40

4.2.4. Hasil Outcome Terapi

Berdasarkan analisis dari hasil outcome terapi pasien pneumonia di Rumah

Sakit Umum Daerah Ratu Zalecha Martapura, dilihat dari semua parameter hasil

outcome terapi, sebanyak 76 pasien yang mengalami perbaikan pada semua hasil

outcome terapi dan sebanyak 11 pasien tidak menunjukkan perbaikan pada semua

hasil outcome terapi yang diamati.

Sebelas pasien yang belum menunjukkan perbaikan pada semua hasil

outcome terapi yang diamati sebanyak 4 pasien berada pada kelompok kategori

tidak sesuai dengan kisaran terapi atau < 2 mg/L, dan 7 pasien berada di

kelompok kategori sesuai dengan kisaran terapi atau 2 – 10 mg/L. Tetapi, 7 pasien

yang berada di kelompok kategori sesuai dengan kisaran terapi tersebut masih

mendapat nilai Cssmin < 2 mg/L sedangkan Cssmaks berada pada nilai 2 – 10

mg/L (Lampiran 10).

Total pasien yang belum menunjukkan perbaikan respiratory rate ada 5

pasien dimana 2 pasien berada di kategori yang tidak masuk dalam kisaran terapi,

sedangkan 3 pasien lainnya berada dalam kategori masuk dalam kisaran terapi

tetapi hanya Cssmaks nya saja yang masuk dalam kisaran terapi (Lampiran 10).

Tidak menunjukkan perbaikan pada parameter respiratory rate dapat

disebabkan oleh beberapa faktor, antaranya pemberian terapi utama dan terapi

kombinasi yang belum sesuai dengan dosis pada teoritisnya, atau dapat pula

disebabkan oleh terapi penunjang yang juga dosisnya belum sesuai dengan

teoritisnya.
41

Bila kembali dilihat, untuk ke 5 pasien yang belum menunjukkan

perbaikan dalam respiratory rate, pemberian dosis pada terapi utama dan terapi

kombinasi memang belum sesuai dari teoritisnya, dimana untuk terapi gentamisin

pada infeksi pnuemonia dosis yang diberikan 7mg/kg/hari. Serta, pemberian pada

terapi cefotaxime pada infeksi pneumonia untuk anak-anak dosis yang diberikan

200mg/kg/hari (Lacy, et al., 2009).

Kurangnya pemberian dosis pada terapi utama dan terapi kombinasi yang

didapat pada ke 5 pasien tersebut dapat membuat respiratory rate pasien masih

belum membaik. Hubungan antara respiratory rate dengan terapi utama

dikarnakan antibiotik gentamisin sendiri yang mampu secara efektif bekerja dalam

membunuh bakteri yang menjadi penyebab pneumonia, serta terapi kombinasi

(cefotaxime) yang juga didapat pasien, dapat membuat efek yang dihasilkan pada

kedua terapi tersebut menjadi lebih baik dalam menyembuhkan infeksi

pneumonia.

Walaupun pasien belum mendapatkan dosis dari terapi utama dan terapi

kombinasi yang sesuai dengan teoritisnya, tetapi untuk parameter angka leukosit

pada ke 5 pasien ini telah mengalami penurunan. Penurunan angka leukosit disini

bila dilihat kembali pada data laboratorium, jumlah awal pemeriksaan angka

leukosit ke 5 pasien tersebut tidak terlalu besar dan saat pengecekan angka

leukosit kembali, penurunan angka leukosit pasien tidak terlalu jauh dari angka

leukosit normal pada anak-anak.

Terjadinya peningkatan dalam respiratory rate sendiri timbul karena

adanya sputum yang disebabkan oleh bakteri pada paru-paru yang menyebabkan
42

peradangan di paru-paru tersebut, sehingga bila peradangan pada bakteri yang

menjadi penyebab pneumonia di bunuh maka peningkatan dalam respiratory rate

juga menjadi berkurang.

Faktor lain yang dapat membuat respiratory rate pasien masih belum

membaik juga dapat disebabkan kurangnya dosis pada terapi penunjang. Terapi

penunjang dalam respiratory rate yang didapat pasien adalah obat bronkodilator

(ventolin nebulizer) yang dapat membantu dalam perbaikan respiratory rate.

Dosis lazim pada ventolin untuk anak-anak 2 hingga 4 kali dalam sehari,

sedangkan pada ke 5 pasien ini rata-rata dalam pemberian ventolin hanya 1-2 kali

dalam sehari saja.

Kurangnya pemberian terapi penunjang (ventolin nebuizer) pada 5 pasien

yang belum mengalami perbaikan dalam respiratory rate, lebih dikarenakan 5

pasien tersebut dari awal masuk ke rumah sakit nilai respiratory rate yang dicatat

tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan pasien lainnya, sehingga para klinisi

hanya memberikan terapi bronkodilator 1-2 kali sehari dibandingkan dengan

pasien yang telah membaik nilai respiratory rate nya, karena mendapat terapi

ventolin 2 hingga 4 kali sehari tergantung tingkat nilai respiratory rate nya.

Adanya pengaruh dalam pemberian obat bronkodilator sebagai terapi

penunjang dalam terapi pneumonia didukung dari Supriyanto (2006) mengenai

infeksi respiratorik bawah akut pada anak, yang mana Supriyanto mengatakan

penggunaan brokodilator masih menjadi perdebatan yang masih cukup panjang

karna sebagian berpendapat bahwa peran bronkodilator cukup bermanfaat dan

sebagian lagi tidak bermanfaat. Namun pada hasil penelitian ini penggunaan
43

bronkodilator dalam terapi penunjuang pneumonia cukup bermanfaat dalam

membantu perbaikan respiratory rate.

Bronkodilator sendiri adalah obat utama untuk mengatasi atau mengurangi

penyempitan saluran nafas yang terdapat pada penyakit paru yang sempit. Dalam

pemberian bronkodilatr sendiri bertujuan untuk mengatasi penyempitan saluran

nafas. Pemilihan bronkodilator yang tepat dan cara pemberian yang akurat akan

memperoleh efek pengobatan yang optimal dengan efek samping yang minimal

(Yunus, 1997).

Sedangkan, untuk 8 pasien lainnya yang termasuk pada kategori tidak

sesuai dengan kisaran terapi dan 72 pasien yang termasuk pada kategori sesuai

dengan kisaran terapi yang telah mengalami perbaikan dalam parameter

respiratory rate, bila di lihat lagi pada rekam medik yang didapatkan untuk

pemberian terapi utama dan terapi kombinasi juga belum sesuai dengan

teoritisnya. Pada teoritisnya untuk terapi gentamisin harusnya diberikan

7mg/kg/hari dan untuk terapi cefotaxime harusnya diberikan 200mg/kg/hari

(Lacy, et al., 2009).

Adanya pasien belum mendapatkan dosis dari terapi utama dan terapi

kombinasi yang sesuai dengan teoritisnya, tetapi untuk parameter angka leukosit

pada ke 8 pasien lainnya yang termasuk pada kategori tidak sesuai dengan kisaran

terapi dan 72 pasien yang termasuk pada kategori sesuai dengan kisaran terapi ini

telah mengalami penurunan.

Penurunan angka leukosit disini bila dilihat kembali pada data

laboratorium, jumlah awal pemeriksaan angka leukosit ke 8 pasien lainnya yang


44

termasuk pada kategori tidak sesuai dengan kisaran terapi dan 74 pasien yang

termasuk pada kategori sesuai dengan kisaran terapi tersebut tidak terlalu besar

dan saat pengecekan angka leukosit kembali, penurunan angka leukosit pasien

tidak terlalu jauh dari angka leukosit normal pada anak-anak.

Sedangkan terapi penunjang yang didapat pasien pada 8 pasien yang

termasuk pada kategori tidak sesuai dan 74 pasien yang termasuk pada kategori

sesuai dengan kisaran terapi dengan kisaran terapi, telah sesuai dengan dosis

lazim pada obat bronkodilator (ventolin nebulizer), yang mana untuk pemberian

pada terapi lazim pada ventolin untuk anak-anak 2 hingga 4 kali dalam sehari.

Dalam parameter hasil outcome terapi pada kejadian batuk terdapat 6

pasien yang belum menunjukan perbaikan kejadian batuk. 2 pasien tersebut

diantaranya berada dalam kelompok kategori tidak sesuai dengan kisaran terapi.

Sedangkan 4 pasien lainnya berada di kelompok kategori sesuai dengan kisaran

terapi (Lampiran 10).

Enam pasien tersebut yang belum mengalami perbaikan kejadian batuk

bila dilihat kembali pada catatan rekam medik diakibatkan pemberian dosis pada

terapi utama belum sesuai dari teoritisnya, dimana untuk terapi gentamisin pada

infeksi pnuemonia dosis yang diberikan 7mg/kg/hari. Serta, pemberian pada terapi

kombinasi (cefotaxime) yang didapat pasien juga belum sesuai dengan teoritisnya,

dimana untuk terapi cefotaxime pada infeksi pneumonia untuk anak-anak dosis

yang diberikan 200mg/kg/hari (Lacy, et al., 2009).

Adanya hubungan dalam pemberian terapi utama dalam perbaikan

kejadian batuk karna terapi utama dan terapi kombinasi dari antibiotik yang
45

mampu secara efektif bekerja dalam membunuh bakteri yang menjadi penyebab

pneumonia, sedangkan batuk sendiri timbul karena adanya bakteri yang

menyebabkan adanya peradangan dan sputum pada paru-paru tersebut, sehingga

bila bakteri yang menjadi penyebab pneumonia di bunuh maka tingkat kejadian

batuk menjadi berkurang.

Walaupun pasien belum mendapatkan dosis dari terapi utama dan terapi

kombinasi yang sesuai dengan teoritisnya, tetapi untuk parameter angka leukosit

pada ke 6 pasien ini telah mengalami penurunan. Penurunan angka leukosit disini

bila dilihat kembali pada data laboratorium, jumlah awal pemeriksaan angka

leukosit ke 6 pasien tersebut tidak terlalu besar dan saat pengecekan angka

leukosit kembali, penurunan angka leukosit pasien tidak terlalu jauh dari angka

leukosit normal pada anak-anak.

Terapi penunjang yang didapat pasien saat itu juga dapat menjadi faktor

kejadian batuk pasien belum membaik. Terapi penunjang pasien adalah obat dari

golongan mukolitik (ambroxol). Pemberian mukolitik dalam terapi pneumonia

masih diperbolehkan karena mampu membantu dalam mengurangi batuk yang

ditimbulkan oleh bakteri penyebab pneumonia. Dosis lazim pada terapi penunjang

(ambroxol) untuk anak-anak 2,5 ml – 5 ml dengan interval pemberian 2 hingga 3

kali sehari.

Untuk ke 6 pasien yang belum mengalami perbaikan dalam kejadian batuk

bila dilihat kembali pada pemberian terapi penunjang (ambroxol), ke 6 pasien ini

memang lebih kecil dosis ambroxol yang didapatkan, Hal ini lebih dikarenakan

tidak terlalu parahnya batuk pasien. Tingkat keparahan dari batuk itu sendiri bisa
46

ditanyakan kepada pasien telah berapa lama kejadian batuk tersebut diderita

pasien dan dapat menjadi indikasi tingkat keparahan batuk tersebut.

Sedangkan, untuk 8 pasien lainnya yang termasuk pada kategori tidak

sesuai dengan kisaran terapi dan 73 pasien yang termasuk pada kategori sesuai

dengan kisaran terapi yang telah mengalami perbaikan dalam parameter kejadian

batuk, bila di lihat lagi pada rekam medik yang didapatkan untuk pemberian terapi

utama dan terapi kombinasi juga belum sesuai dengan teoritisnya. Pada teoritisnya

untuk terapi gentamisin harusnya diberikan 7mg/kg/hari dan untuk terapi

cefotaxime harusnya diberikan 200mg/kg/hari (Lacy, et al., 2009).

Adanya pasien yang belum mendapatkan dosis dari terapi utama dan terapi

kombinasi yang sesuai dengan teoritisnya, tetapi untuk parameter angka leukosit

pada ke 8 pasien yang termasuk pada kategori tidak sesuai dengan kisaran terapi

dan 73 pasien yang termasuk pada kategori sesuai dengan kisaran terapi ini telah

mengalami penurunan. Penurunan angka leukosit disini bila dilihat kembali pada

data laboratorium, jumlah awal pemeriksaan angka leukosit ke 8 pasien yang

termasuk pada kategori tidak sesuai dengan kisaran terapi dan 73 pasien yang

termasuk pada kategori sesuai dengan kisaran terapi, saat pengecekan angka

leukosit awal memang lebih besar, tetapi saat pengecekan kembali penurunan

angka leukosit pasien tidak terlalu jauh menurunnya dan tidak terlalu jauh

jaraknya dari angka leukosit normal pada anak-anak.

Delapan pasien yang berada di kelompok kategori tidak sesuai kisaran

terapi dan 73 pasien yang berada di kelompok kategori sesuai dengan kisaran

terapi yang telah menunjukkan perbaikan dalam kejadian batuk hampir sebagian
47

besar karna dosis yang diberikan dalam terapi penunjang (ambroxol) lebih besar

dibanding 2 pasien dari kelompok kategori yang tidak sesuai dengan kisaran

terapi dan 4 pasien dari kelompok kategori yang sesuai dengan kisaran terapi yang

belum menunjukkan perbaikan dalam kejadian batuk. Lebih besarnya pemberian

dosis ambroxol lebih dikarenakan tingkat keparahan dari batuk itu sendiri, dimana

lamanya kejadian batuk tersebut dapat menjadi indikasi tingkat keparahan batuk

tersebut.

Kemudian, dari 4 pasien yang masih belum mengalami penurunan angka

leukosit dan penurunan suhu tubuh, sebanyak 2 pasien dari kelompok kategori

tidak sesuai dengan kisaran terapi dan 2 pasien dari kelompok kategori sesuai

dengan kisaran terapi (Lampiran 10). Tidak menunjukkan perbaikan angka

leukosit dan penurunan suhu tubuh dianggap telah sesuai dengan teoritis, karena

pasien dengan kadar obat dalam darah tersebut ada yang belum mencapai kisaran

terapi, ada pula yang sudah mencapai efek terapi tetapi belum maksimal.

Empat pasien yang belum menunjukkan penurunan angka leukosit, lebih

diakibatkan kurangnya pemberian dosis untuk terapi utama yang diberikan klinisi.

Ada 2 terapi utama yang diberikan klinisi pada pasien pnuemonia yang di rawat di

Rumah Sakit Ratu Zalecha Martapura yakni antibiotik golongan aminoglikosida

(gentamisin) dan antibiotik golongan selaposforin generasi ketiga (cefotaxime).

Pemberian antibiotik secara kombinasi ini telah sesuai dengan

rekomendasi dari WHO untuk pengobatan pneumonia dimana penggunaan

antibiotik gentamisin intravena kombinasi golongan betalaktam (salah satunya

golongan sepalosforin) menjadi pilihan terapi rasional karna gentamisin


48

merupakan antibiotik spektrum luas terutama terhadap infeksi bakteri aerob gram

negatif dan berefek sinergis terhadap bakteri gram positif bila dikombinasikan

dengan antibiotik golongan β-laktam seperti golongan sefalosporin atau penisilin

untuk pneumonia berat (Untari, 2017).

Pemberian dosis serta interval pemberian obat antibiotik pada masing

masing pasien berbeda-beda, tergantung tingkat keparahan infeksi dari pasien

tersebut. Tingkat keparahan infeksi pasien dapat dilihat dari angka leukosit pasien

saat pertama kali diperiksa. Angka leukosit pada bayi hingga anak-anak

normalnya berkisar 4.000 sampai 11.000 µL (Dorland, 2011).

Para klinisi disini tidak hanya melihat dari tingkat keparahan pasien saja,

tetapi melihat juga kondisi fisik pasien yaitu berat badan serta umur pasien.

Pertimbangan berat badan serta umur pasien yang dibuat para klinisi disini lebih

dikarenakan salah satu obat yang didapatkan pasien yaitu gentamisin mempunyai

kisaran terapi yang sempit 2-10 mg/L, sehingga bila tidak memperhatikan

penggunaan dosis yang diberikan dapat menimbulkan efek samping yang berat

yakni nefrotoksik (gangguan pada ginjal) sehingga para klinisi sangat berhati-hati

dalam memberikan obat gentamisin karna pengguna obat gentamisin pada kasus

ini masih anak-anak.

Tetapi, bila dilihat kembali dengan hasil perkiraan perhitungan kadar yang

telah dilakukan, masih terdapat 8 pasien pada kelompok kategori tidak sesuai

dengan kisaran terapi dan 75 pasien dari kategori sesuai kisaran terapi mengalami

kesembuhan dalam parameter angka leukosit. Walaupun dosis yang diberikan bila

dihitung masih kurang dari dosis lazimnya. Hal ini dapat terjadi karena klinisi
49

memberikan dosis pada terapi kombinasi (cefotaxime) yang lebih sesuai dengan

teoritisnya, karena pada teoritisnya untuk infeksi pneuomnia terapi kombinasi

(cefotaxime) diberikan 200 mg/kg/hari (Lacy, et al., 2009).

Besarnya dosis pada terapi kombinasi (cefotaxime) yang didapat 8 pasien

pada kelompok kategori tidak sesuai dengan kisaran terapi dan 75 pasien dari

kategori sesuai kisaran terapi tersebut lebih dikarenakan pertimbangan dari para

klinisi. Hal ini dikarenakan pada terapi utama yang mempunyai kisaran terapi

sempit dan mempunyai efek samping yang berat seperti nefrotoksik (gangguan

ginjal) sehingga penggunaanya sangat diperhatikan jika dibandingkan dengan

terapi kombinasi yang tidak termasuk dalam kategori kisaran terapi sempit dan

tidak memiliki efek samping yang berat, walaupun resiko dari kedua terapi ini

sama yakni apabila tidak mendapatkan dosis yang sesuai dengan teoritisnya yaitu

resistensi (kebalnya bakteri terhadap obat tersebut sehingga bakteri tersebut tidak

akan mati).

Parameter selanjutnya yakni penurunan suhu tubuh, suhu tubuh disini

berkaitan dengan angka leukosit, karna semakin tingginya angka leukosit maka

suhu tubuh juga semakin meningkat. Kenaikan suhu tubuh disebabkan oleh

meningkatnya aktivitas sel imun (pertahanan) tubuh yang dilakukan leukosit.

Selain itu, adanya faktor yang mempengaruhi penurunan suhu tubuh karna

adanya terapi penunjang yang diberikan oleh klinisi yaitu terapi analgetik-

antipiretik (penahan nyeri dan penurun panas) dalam hal ini terapi analgetik-

antipiretik yang diberikan adalah golongan Acetaminofen (paracetamol).


50

Pemberian antipiretik disini selain membantu dalam menurunkan suhu tubuh, juga

membantu dalam mengurangi rasa nyeri yang ditimbulkan oleh pneumonia.

Berat badan sendiri mempunyai pengaruh yang besar dalam hasil terapi

yang didapat pasien, ini juga dijelaskan Rasyid (2013) didalam jurnalnya yang

berjudul Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian pneumonia anak balita

di RSUD Bangkinang kabupaten Kampar menjelaskan bahwa salah satu faktor

yang dapat mempengaruhi proses penyembuhan pneumonia akibat kekurangan

gizi, kurangnya gizi dapat mengakibatkan proses pertumbuhan menjadi terganggu

dan proses pertahanan tubuh, penurunan sistem imunitas dan antibodi berkurang

sehingga mudah terkena kembali bakteri yang ada disekitar. Adanya pengaruh

pemberian ASI secara eksklusif juga mempengaruhi proses penyembuhan pasien.

4.2.5. Hubungan estimasi kadar gentamisin dalam darah dengan parameter


hasil outcome terapi pada pasien pnuemonia di RSUD Ratu Zalecha
Martapura

Bila di klasifikasikan secara kisaran terapi yang dibuat maka kelompok

kategori tidak sesuai dengan kisaran terapi dengan 10 pasien, sebanyak 4 pasien

belum menunjukkan perbaikan parameter hasil outcome terapi dan 6 pasien telah

menunjukan perbaikan parameter hasil outcome terapi. Untuk kelompok kategori

sesuai dengan kisaran terapi dengan jumlah 78 pasien, sebanyak 7 pasien masih

belum menunjukan perbaikan parameter hasil outcome terapi. Tetapi 7 pasien

disini hanya Cssmaks nya saja yang masuk dalam kisaran terapi.

Secara keseluruhan terdapat hubungan antara estimasi kadar gentamisin

dengan parameter hasil outcome terapi yang ditunjukkkan dari nilai SPSS uji

Fisher Exact Test (Lampiran 14) dengan hasil nilai signifikan 0,02 artinya nilai
51

tersebut (p < 0,05), sehingga dapat dikatakan terdapat pengaruh yang signifikan

antara kisaran terapi yang didapat pasien terhadap kesembuhan atau hasil outcome

terapi pada pasien.


BAB V

PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut:

1. Estimasi kadar tunak gentamisin dalam darah pada pasien pneumonia yang

dirawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Ratu Zalecha Martapura pada 87

pasien dengan nilai rata-rata Cssmin 2,2785 mg/L dan nilai rata-rata Cssmaks

3,0052 mg/L.

2. Kesesuaian kadar tunak gentamisin dalam darah pada pasien pneumonia

yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Ratu Zalecha Martapura dari 87

pasien terbagi dalam 2 kelompok yakni nilai kadar < 2 mg/L atau kelompok

kategori tidak sesuai dengan kisaran terapi sebanyak 11% atau 10 pasien dan nilai

kadar 2-10 mg/L atau kelompok kategori sesuai dengan kisaran terapi sebanyak

89% atau 77 pasien.

3. Gambaran hasil terapi gentamisin pada pasien pneumonia yang dirawat

inap di Rumah Sakit Umum Daerah Ratu Zalecha Martapura dari 87 pasien, yang

mengalami perbaikan hasil outcome terapi sebanyak 76 pasien dan dilihat dari

yang belum mengalami perbaikan sebanyak 11 pasien terdiri dari 4 pasien yang

masih belum mengalami penurunan suhu tubuh dan penurunan angka leukosit, 5

pasien yang masih belum mengalami perbaikan respiratory rate dan 6 pasien

belum mengalami perbaikan kejadian batuk.

52
53

5.2. Saran

1. Perlunya penelitian yang lebih lanjut atau Therapeutic Drug Monitoring

(TDM) agar didapatkan data yang lebih tepat mengenai kadar gentamisin

dalam darah pada pasien pnuemonia.

2. Perlunya pengevaluasian pada dosis obat yang memiliki kisaran terapi

sempit (gentamisin), agar didapatkan kadar yang sesuai sehingga hasil

terapi lebih tercapai.


DAFTAR PUSTAKA

Anwar, A., & I. Dharmayanti. 2014. Pneumonia pada Anak Balita di Indonesia.
Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional.Vol. 8, No. 8.

Aryarie, S. 2009. Peran Teori Farmakokinetika Dalam Meningkatan Kualitas


kesehatan Masyarakat. Balai Pertemuan Ilmiah ITB. Bandung.

Bauer, L.A. 2008. Appleid Clinical Pharmacokinetics. Edisi II. The


McGraw-Hill Medical, Washington.

Bauer, L.A. 2014. Appleid Clinical Pharmacokinetics. Edisi III. The


McGraw-Hill Medical, Washington.

Depatemen Kesehatan RI, 2005, Pharmaceutical Care untuk Penyakit Infeksi


Saluran Pernafasan, Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik
DIRJEN Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta.

Departemen Kesehatan R.I. 2010. Profil Kesehatan Tahun 2009. Departemen


Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Dorland, N. 2011. Manhode, A.A., (Ed) Kamus Saku Kedokteran Edisi ke-28.
EGC. Jakarta.

Endriastuti, N.E., D. Wahyono, R. Sukarno. 2015. Evaluasi Pendosisan


Gentamisin Pada Pasien Anak Pneumonia Berat. Jurnal Manajemen dan
Pelayanan Farmasi. Vol. 5, No 1.

Farida,Y., A. Trisna, Deasy, N.W. 2017. Studi Penggunaan Antibiotik Pada


Pasien Pneumonia di Rumah Sakit Rujukan Daerah Surakarta. Journal of
Pharmaceutical Science and Clinical Research 02, 44 – 52.

Farida, Y., & A.D. Soleqah. 2016. Identifikasi Potensi Interaksi Obat Antibiotik
Pada Peresepan Pneumonia. Journal of Pharmaceutical Science and
Clinical Research 01.

Harris, M., J. Clark, N. Coote, P. Fletcher, A. Harnden, M. McKean, A. Thomson.


2011. British Thoracic Society Guidelines For the Management of
Community Acquired Pneumonia in Children:Update 2011;66. Thorax An
Internasional Journal of Respiratory Medicine.

Hartati, S., N. Nurhaeni, D. Gayatri. 2012. Faktor Resiko Terjadinya Pneumonia


Pada Anak Balitia. Jurnal Keperawatan Indonesia. Vol. 15, No 1. 13-20.

54
55

Hasibuan, P.A.Z. 2008. Pemantauan Efektivitas Terapi Gentamisin Dosis


Berganda Bolus Intravenus Terhadap Infeksi Pada Penyakit Paru
Obstruktif Kronis.Tesis,Program Pasca Sarjana, Universitas Sumatera
Utara, Medan.

Istiantoro, Y.H., & Vincent, H.S.G. 2007. Aminoglikosida. Dalam Gunawan,


S.G. (Ed) Farmakologi & Terapi. Edisi 5. Departemen Farmakologi dan
Terapeutik FKUI. Jakarta.

Johnson, D.W., Atai, E., Chan, M., Phoon, R.K., Scott, C. Toussaint, N.D. 2012.
KHA-CARI Guideline : Early Chronic Kidney Disease: detection,
prevention and management. Nephrology (Carlton). New York.

Kaunang, C.T., A.L. Runtunuwu, A.M.I.Wahani. 2016. Gambaran Karakteristik


Pnuemonia Pada Anak Yang Dirawat Di Ruang Perawatan Intensif Anak
RSUP Prof. Dr.R.D. Kandou Manado Periode 2013-2015. Jurnal e-Clinic
(eCl). Vol 4. No 2.

Kuluri, L.C.N., Fatimawati, W. Bodhi. 2015. Evaluasi Kerasionalan


Penggunaan Antibiotik Pada Pasien lansia Dengan Pneumonia Di Instalasi
Rawat Inap RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado Periode Juni 2013-Juli
2014. Jurnal Ilmiah Farmasi. Vol 4. No3.

Lacy, C.F., L.L Armstrong, M.P. Goldman, L.L. Lance, 2009. Drug
Information Handbook, Ed 17. Lexi-Comp For the American Pharmacists
Association.

Lintong, P.M., C.F. Kairupan, P.L.N. Sondakh. 2012. Gambaran Mikroskopik


Ginjal Tikus Wsitar (Rattus Norvegicus) Setelah Diinduksi Dengan
Gentamisin. Jurnal Biomedik. Vol 4, No 3.185-192.

Nasution, A. 2015. Farmakokinetika Klinis. USU Press. Medan.

NKF-DOQI. 2002. Clinical Practice Guidelines. For Chronic Kidney Disease :


Evaluation Classification and Stratification. National Kidney Foundation.
New York.

Nurjannah, N. Sovira, S. Anwar. 2012. Profil Pneumonia pada Anak di RSUD


Dr.Zainoel Abidin, Studi Retrospektif. Sari Pediatri, Vol. 13, No.5.

PDPI. 2003. Pneumonia Komunitas Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Di


Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Jakarta.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) . 2013. Badan Peneitian dan Pengembangan


Kesehatan. Kementrian Kesehatan RI, Jakarta. 105.
56

Sari, E.F., C.M. Rumende, K. Harimurti. 2016. Faktor-Faktor Yang Berhubugan


Dengan Diagnosis Pneumoni Pada Pasien Usia Lanjut. Jurnal Penyakit
Dalam Indonesia. Vol.3, No.4.

Shargel, L., S.W-Pong, A.B.C. Yu, 2012. Biofarmasetika & Farmakokinetika


Terapan. Edisi V. Airlangga University Press, Surabaya.

Srikartika, V.M., Difa, I., Nurlely. 2014. Prevalensi Karakteristik Pasien, dan
Profil Terapi Hipertensi Pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik Stadium
Akhir Di RSUD Ratu Zalecha, Martapura, Kalimantan Selatan. Jurnal
Pharmascience. Vol 1, No. 1. 47-54.
Sunytaningkamto, Z. Iskandar, R.T. Alan, I. Budiman, A. Surjono, T. Wibowo,
E.I. Lestari, D. Wastoro.2004.The Role of Indor Air pollutan and Other
Factor in the Incidence of Pneumonia in Under-Five Children.Paediatrica
Indonesiana. Vol.44, No. 1-2.

Supriyatni, B. 2006. Infeksi Respiratorik Bawah Akut pada Anak.Sari Pediatri.


Vol. 8, No.22.

Rasyid, Z. 2013. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian


Pneumonia Anak Balitia di RSUD Bangkinang Kabupaten
Kampar.Jurnal Kesehatan Komunitas, Vol. 2, No. 3.

Verdiansah. 2016. Pemeriksaan Fungsi Ginjal. CKD. Vol. 43, No. 2.

Winter, M.E. 2009. Farmakokinetika Klinis Dasar. Edisi 5. Penerjemah:


Setiawati, Nanny,M.C., Mutiarawati,S.A., Keban. Judul Buku Asli: Basic
Clinical Pharmakokinetics. Edisi kelima. Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Yunus, F. 1997. Pelaksanaan Penyakit Paru Obsruksi. Cermin Dunia Kedokteran.


Jakarta.
57

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian dari STIKES Borneo Lestari Banjarbaru.


58

Lampiran 2. Surat izin penelitian dari Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar


59

Lampiran 3. Surat izin penelitian dari Rumah Sakit Umum Daerah Ratu
Zalecha Martapura
60

Lampiran 4. Kwitansi pembayaran penelitian di Rumah Sakit Umum


Lampiran 5. Data parameter farmakokinetik gentamisin dalam darah pada pasien pneumonia pada umur < 1 tahun di
Rumah Sakit Umum Daerah Ratu Zalecha Martapura

Nilai Estimasi
No BB TB Scr Dosis ClCr Ke Vd
JK Umur (mg/L)
urut (Kg) (Cm) (ml/dl) (mg/hari) (ml/menit) (/Jam) (L)
Cssmin Cssmaks

1 P 1 bulan 3,5 38 0,2 20 85,5000 0,2645 0,9100 2,3214 3,0243

2 L 1 bulan 3 37 0,2 16 83,2500 0,2579 0,7800 2,2444 2,9048

3 L 1 bulan 4 38 0,3 16 57,0000 0,1810 1,0400 2,6956 3,2305

4 P 2 bulan 4,3 47 0,3 25 70,5000 0,2206 1,1180 3,0282 3,7755

5 P 2 bulan 5,8 47 0,3 30 70,5000 0,2206 1,5080 2,6941 3,3589

6 P 2 bulan 3 49 0,3 13 73,5000 0,2294 0,7800 2,1417 2,6939

7 P 2 bulan 4,8 45 0,3 25 67,5000 0,2118 1,2480 2,8633 3,5387

8 L 3 bulan 6,6 49 0,35 26 63,0000 0,1986 1,7160 2,3562 2,8738

9 P 3 bulan 3 53 0,3 12 79,5000 0,2469 0,7800 1,7878 2,2886

10 L 4 bulan 6,5 57 0,4 30 64,1250 0,2019 1,6900 2,7019 3,3063

11 P 4 bulan 5,4 55 0,35 30 70,7143 0,2212 1,4040 2,8827 3,5963

12 L 5 bulan 7 59 0,46 40 57,7174 0,1831 1,8200 3,7946 4,5571

60
13 L 5 bulan 7,7 53 0,37 40 64,4595 0,2029 2,0020 3,0219 3,7015

14 P 5 bulan 6 53 0,45 30 53,0000 0,1693 1,5600 3,6674 4,3438

15 P 5 bulan 9 53 0,3 25 79,5000 0,2469 2,3400 1,2415 1,5893

16 L 6 bulan 5,8 67 0,37 30 81,4865 0,2528 1,5080 2,2387 2,8825

17 L 8 bulan 6,5 72 0,5 50 64,8000 0,2039 1,6900 4,4460 5,4514

18 L 8 bulan 6,3 74 0,5 30 66,6000 0,2091 1,6380 2,6615 3,2806

19 L 8 bulan 7,4 78 0,52 40 67,5000 0,2118 1,9240 2,9717 3,6726

20 P 8 bulan 6,5 72 0,5 50 64,8000 0,2039 1,6900 4,4460 5,4514

21 P 9 bulan 7 75 0,4 80 84,3750 0,2612 1,8200 4,7250 6,1354

22 L 9 bulan 9,6 78 0,5 50 70,2000 0,2197 2,4960 2,7273 3,3973

23 P 10 bulan 6 85 0,44 60 86,9318 0,2687 1,5600 3,9735 5,1985

24 L 10 bulan 10 88 0,5 50 79,2000 0,2461 2,6000 2,2458 2,8723

25 P 10 bulan 8,7 80 0,5 50 72,0000 0,2250 2,2620 2,9154 3,6509

26 P 10 bulan 8,7 81 0,45 35 81,0000 0,2513 2,2620 1,7549 2,2563

27 P 10 bulan 12 81 0,5 80 72,9000 0,2276 3,1200 3,3293 4,1802

28 L 11 bulan 7,5 79 0,4 60 88,8750 0,2744 1,9500 3,0860 4,0604


MEAN 2,8916 ± 3,6169
SD 0,8370 ± 1,0382

61
Lampiran 6. Data parameter farmakokinetik gentamisin dalam darah pada pasien pneumonia pada umur 1-4 tahun di
Rumah Sakit Umum Daerah Ratu Zalecha Martapura

Nilai Estimasi
No BB TB Scr Dosis ClCr Ke Vd
JK Umur (mg/L)
urut (kg) (cm) (mg/dl) (mg/hari) (ml/menit) (/Jam) (L)
Cssmin Cssmaks

1 L 1 tahun 6,5 78 0,42 50 102,1429 0,3133 1,6900 2,4495 3,3507

2 L 1 tahun 8 82 0,4 80 112,7500 0,3444 2,0800 2,8303 3,9458

3 P 1 tahun 8 78 0,41 40 104,6341 0,3206 2,0800 1,5387 2,1202

4 L 1 tahun 6,5 80 0,34 50 129,4118 0,3932 1,6900 1,7273 2,5593

5 L 1 tahun 15 83 0,43 50 106,1628 0,3251 3,9000 1,0048 1,3907

62
6 P 1 tahun 7,5 79 0,32 40 135,7813 0,4118 1,9500 1,1110 1,6772

7 L 1,2 tahun 8,5 83 0,41 80 111,3415 0,3402 2,2100 2,6484 3,7217

8 L 1,2 tahun 8 85 0,4 60 116,8750 0,3564 2,0800 1,9651 2,8066

9 P 1,3 tahun 9 83 0,42 80 108,6905 0,3325 2,3400 2,4548 3,5161

10 P 1,3 tahun 10,5 86 0,43 80 110,0000 0,3363 2,7300 2,1658 3,0429

11 L 1,4 tahun 10,8 87 0,5 70 95,7000 0,2944 2,8080 2,2605 3,0343

12 L 1,4 tahun 10,3 88 0,4 70 121,0000 0,3685 2,6780 1,6907 2,4441

13 L 1,4 tahun 10 90 0,47 50 105,3191 0,3226 2,6000 1,5245 2,1048

14 P 1,4 tahun 10 89 0,42 60 116,5476 0,3555 2,6000 1,5786 2,2525

15 P 1,5 tahun 8,1 84 0,5 50 92,4000 0,2847 2,1060 2,2590 3,0031

16 P 1,5 tahun 8,4 86 0,4 80 118,2500 0,3605 2,1840 2,4523 3,5167

17 P 1,5 tahun 6,5 84 0,4 50 115,5000 0,3524 1,6900 2,0511 2,9177

18 P 1,5 tahun 15 87 0,52 70 92,0192 0,2836 3,9000 1,7174 2,2806

19 L 1,5 tahun 17 83 0,5 70 91,3000 0,2815 4,4200 1,5316 2,0296

20 L 1,5 tahun 10 84 0,43 50 107,4419 0,3288 2,6000 1,4815 2,0582

21 L 1,6 tahun 8 82 0,46 50 98,0435 0,3013 2,0800 2,1079 2,8489

22 P 1,7 tahun 11 80,3 0,55 50 80,3000 0,2493 2,8600 2,0054 2,5731

63
23 L 2 tahun 5,3 85 0,65 30 71,9231 0,2247 1,3780 2,8753 3,5998

24 P 2 tahun 8,5 86 0,4 80 118,2500 0,3605 2,2100 2,4235 3,4753

25 P 2 tahun 8 86 0,4 80 118,2500 0,3605 2,0800 2,5749 3,6925

26 P 2 tahun 10 90 0,5 80 99,0000 0,3041 2,6000 2,6618 3,6077

27 P 2 tahun 10 92 0,52 60 97,3077 0,2991 2,6000 2,0449 2,7578

28 L 2 tahun 8,8 91 0,52 60 96,2500 0,2960 2,2880 2,3591 3,1718

29 L 2 tahun 9 90 0,5 60 99,0000 0,3041 2,3400 2,2182 3,0064

30 L 2 tahun 7,5 91 0,51 60 98,1373 0,3015 1,9500 2,6945 3,6428

31 L 2 tahun 8 92 0,45 70 112,4444 0,3435 2,0800 2,4270 3,4216

32 P 2 tahun 11 92 0,57 60 88,7719 0,2741 2,8600 2,1074 2,7719

33 L 2 tahun 12 96 0,58 50 91,0345 0,2807 3,1200 1,5560 2,0603

34 L 2 tahun 10 86 0,55 40 86,0000 0,2660 2,6000 1,6124 2,1037

35 P 2,3 tahun 12 91 0,55 70 91,0000 0,2806 3,1200 2,1795 2,8856

36 L 2,4 tahun 10 82 0,49 80 92,0408 0,2837 2,6000 2,9432 3,9086

37 P 2,5 tahun 8,8 95 0,65 40 80,3846 0,2495 2,2880 2,0026 2,5702

38 P 2,5 tahun 8 93 0,51 60 100,2941 0,3079 2,0800 2,4505 3,3339

39 L 2,5 tahun 10,5 94 0,48 80 107,7083 0,3296 2,7300 2,2495 3,1276

64
40 P 3 tahun 7,8 93 0,6 48 85,2500 0,2638 2,0280 2,5097 3,2672

41 L 3 tahun 11 98 0,61 70 88,3607 0,2729 2,8600 2,4740 3,2503

42 L 3 tahun 12 97 0,55 80 97,0000 0,2982 3,1200 2,2821 3,0750

43 P 3 tahun 11 80,5 0,42 80 105,4167 0,3229 2,8600 2,2145 3,0584

44 P 3 tahun 11 103 0,5 70 113,3000 0,3460 2,8600 1,7456 2,4671

45 L 3 tahun 22 102 0,52 80 107,8846 0,3301 5,7200 1,0711 1,4900

46 L 3 tahun 15 101 0,53 60 104,8113 0,3211 3,9000 1,2280 1,6930

47 L 3,5 tahun 10 98 0,57 60 94,5614 0,2911 2,6000 2,1273 2,8460

48 L 3,5 tahun 12 103 0,54 70 104,9074 0,3214 3,1200 1,7885 2,4664

49 P 4 tahun 12 97 0,58 80 91,9828 0,2835 3,1200 2,4548 3,2594

50 L 4 tahun 14 110 0,6 80 100,8333 0,3094 3,6400 1,8530 2,5251

51 L 4 tahun 14 112 0,6 70 102,6667 0,3148 3,6400 1,5807 2,1656


MEAN 2,0640 ± 2,8215
SD 0,4801 ± 0,6440

65
Lampiran 7. Data parameter farmakokinetik gentamisin dalam darah pada pasien pneumonia pada umur 5-14 di Rumah
Sakit Umum Daerah Ratu Zalecha Martapura

Nilai Estimasi
No BB TB Scr Dosis ClCr Ke Vd
JK Umur (mg/L)
urut (kg) (cm) (mg/dl) (mg/hari) (ml/menit) (/Jam) (L)
Cssmin Cssmaks

1 P 4,5 tahun 16 118 0,51 80 127,2549 0,3869 4,1600 1,1522 1,6964

2 P 5 tahun 14 112 0,57 80 108,0702 0,3306 3,6400 1,6790 2,3369

3 P 5 tahun 18 113 0,62 60 100,2419 0,3077 4,6800 1,0899 1,4826

4 L 5 tahun 21 112 0,56 70 110,0000 0,3363 5,4600 0,9546 1,3363

5 L 5,2 tahun 11 99,5 0,54 80 101,3426 0,3109 2,8600 2,3418 3,1958

6 L 6 tahun 18 118 0,65 80 99,8462 0,3065 4,6800 1,4613 1,9855

7 L 7 tahun 25 115 0,7 60 90,3571 0,2787 6,5000 0,9054 1,1964

8 L 11 tahun 20 125 0,92 100 74,7283 0,2330 5,2000 2,4198 3,0546

MEAN 1,5005 ± 2,0356


SD 0,6010 ± 0,7646

66
Lampiran 8. Data parameter farmakokinetik gentamisin dalam darah pada pasien pneumonia dibawah kisaran terapi
Di Rumah Sakit Umum Daerah Ratu Zalecha Martapura

Nilai Estimasi
No BB TB Scr Dosis ClCr Ke Vd
JK Umur (mg/L)
urut (Kg) (Cm) (ml/dl) (mg/hari) (ml/menit) (/Jam) (L)
Cssmin Cssmaks

1 P 5 bulan 9 53 0,3 25 79,5000 0,2469 2,3400 1,2415 1,5893


83
2 L 1 tahun 15 0,43 50 106,1628 0,3251 3,9000 1,0048 1,3907
79
3 P 1 tahun 7,5 102 0,32 40 135,7813 0,4118 5,7200 1,1110 1,6772

4 L 3 tahun 22 101 0,52 80 107,8846 0,3301 1,9500 1,0711 1,4900


118
5 L 3 tahun 15 0,53 60 104,8113 0,3211 3,9000 1,2280 1,6930
113
6 P 4,5 tahun 16 0,51 80 127,2549 0,3869 6,5000 1,1522 1,6964
112
7 P 5 tahun 18 118 0,62 60 100,2419 0,3077 4,6800 1,0899 1,4826
115

67
8 L 5 tahun 21 0,56 70 110,0000 0,3363 5,4600 0,9546 1,3363

9 L 6 tahun 18 0,65 80 99,8462 0,3065 4,1600 1,4613 1,9855

10 L 7 tahun 25 0,7 60 90,3571 0,2787 4,6800 0,9054 1,1964


MEAN 1,1220 ± 1,5537
SD 0,1612 ± 0,2244

Lampiran 9. Data parameter farmakokinetik gentamisin dalam darah pada pasien pneumonia yang masuk dalam kisaran
terapi di Rumah Sakit Umum Daerah Ratu Zalecha Martapura

Ke Nilai Estimasi
BB TB Scr Dosis ClCr Vd
No urut JK Umur (/Jam) (mg/L)
(Kg) (Cm) (mg/dl) (mg/hari) (ml/menit) (L)
Cssmin Cssmaks

1 P 3 bulan 3 53 0,3 12 79,5000 0,2469 0,7800 1,7878 2,2886

2 P 1 tahun 8 78 0,41 40 104,6341 0,3206 2,0800 1,5387 2,1202

3 L 1 tahun 6,5 80 0,34 50 129,4118 0,3932 1,6900 1,7273 2,5593

4 L 1,2 tahun 8 85 0,4 60 116,8750 0,3564 2,0800 1,9651 2,8066

68
5 L 1,4 tahun 10,3 88 0,4 70 121,0000 0,3685 2,6780 1,6907 2,4441

6 L 1,4 tahun 10 90 0,47 50 105,3191 0,3226 2,6000 1,5245 2,1048

7 P 1,4 tahun 10 89 0,42 60 116,5476 0,3555 2,6000 1,5786 2,2525

8 P 1,5 tahun 15 87 0,52 70 92,0192 0,2836 3,9000 1,7174 2,2806

9 L 1,5 tahun 17 83 0,5 70 91,3000 0,2815 4,4200 1,5316 2,0296

10 L 1,5 tahun 10 84 0,43 50 107,4419 0,3288 2,6000 1,4815 2,0582

11 P 10 bulan 8,7 81 0,45 35 81,0000 0,2513 2,2620 1,7549 2,2563

12 L 2 tahun 12 96 0,58 50 91,0345 0,2807 3,1200 1,5560 2,0603

13 L 2 tahun 10 86 0,55 40 86,0000 0,2660 2,6000 1,6124 2,1037

14 P 3 tahun 11 103 0,5 70 113,3000 0,3460 2,8600 1,7456 2,4671

15 L 3,5 tahun 12 103 0,54 70 104,9074 0,3214 3,1200 1,7885 2,4664

16 L 4 tahun 14 110 0,6 80 100,8333 0,3094 3,6400 1,8530 2,5251

17 L 4 tahun 14 112 0,6 70 102,6667 0,3148 3,6400 1,5807 2,1656

18 P 5 tahun 14 112 0,57 80 108,0702 0,3306 3,6400 1,6790 2,3369

19 P 1 bulan 3,5 38 0,2 20 85,5000 0,2645 0,9100 2,3214 3,0243

20 L 1 bulan 3 37 0,2 16 83,2500 0,2579 0,7800 2,2444 2,9048

21 L 1 bulan 4 38 0,3 16 57,0000 0,1810 1,0400 2,6956 3,2305

69
22 P 2 bulan 4,3 47 0,3 25 70,5000 0,2206 1,1180 3,0282 3,7755

23 P 2 bulan 5,8 47 0,3 30 70,5000 0,2206 1,5080 2,6941 3,3589

24 P 2 bulan 3 49 0,3 13 73,5000 0,2294 0,7800 2,1417 2,6939

25 P 2 bulan 4,8 45 0,3 25 67,5000 0,2118 1,2480 2,8633 3,5387

26 L 3 bulan 6,6 49 0,35 26 63,0000 0,1986 1,7160 2,3562 2,8738

27 L 4 bulan 6,5 57 0,4 30 64,1250 0,2019 1,6900 2,7019 3,3063

28 P 4 bulan 5,4 55 0,35 30 70,7143 0,2212 1,4040 2,8827 3,5963

29 L 5 bulan 7 59 0,46 40 57,7174 0,1831 1,8200 3,7946 4,5571

30 L 5 bulan 7,7 53 0,37 40 64,4595 0,2029 2,0020 3,0219 3,7015

31 P 5 bulan 6 53 0,45 50 53,0000 0,1693 1,5600 3,6674 4,3438

32 L 6 bulan 5,8 67 0,37 30 81,4865 0,2528 1,5080 2,2387 2,8825

33 L 8 bulan 6,5 72 0,5 50 64,8000 0,2039 1,6900 4,4460 5,4514

34 L 8 bulan 6,3 74 0,5 30 66,6000 0,2091 1,6380 2,6615 3,2806

35 L 8 bulan 7,4 78 0,52 40 67,5000 0,2118 1,9240 2,9717 3,6726

36 P 8 bulan 6,5 72 0,5 50 64,8000 0,2039 1,6900 4,4460 5,4514

37 P 9 bulan 7 75 0,4 80 84,3750 0,2612 1,8200 4,7250 6,1354

38 L 9 bulan 9,6 78 0,5 50 70,2000 0,2197 2,4960 2,7273 3,3973

70
39 P 10 bulan 6 85 0,44 60 86,9318 0,2687 1,5600 3,9735 5,1985

40 L 10 bulan 10 88 0,5 50 79,2000 0,2461 2,6000 2,2458 2,8723

41 P 10 bulan 8,7 80 0,5 50 72,0000 0,2250 2,2620 2,9154 3,6509

42 P 10 bulan 12 81 0,5 80 72,9000 0,2276 3,1200 3,3293 4,1802

43 L 11 bulan 7,5 79 0,4 60 88,8750 0,2744 1,9500 3,0860 4,0604

44 L 1 tahun 6,5 78 0,42 50 102,1429 0,3133 1,6900 2,4495 3,3507

45 L 1 tahun 8 82 0,4 80 112,7500 0,3444 2,0800 2,8303 3,9458

46 L 1,2 tahun 8,5 83 0,41 80 111,3415 0,3402 2,2100 2,6484 3,7217

47 P 1,3 tahun 9 83 0,42 80 108,6905 0,3325 2,3400 2,4548 3,5161

48 P 1,3 tahun 10,5 86 0,43 80 110,0000 0,3363 2,7300 2,1658 3,0429

49 L 1,4 tahun 10,8 87 0,5 70 95,7000 0,2944 2,8080 2,2605 3,0343

50 P 1,5 tahun 8,1 84 0,5 50 92,4000 0,2847 2,1060 2,2590 3,0031

51 P 1,5 tahun 8,4 86 0,4 80 118,2500 0,3605 2,1840 2,4523 3,5167

52 P 1,5 tahun 6,5 84 0,4 70 115,5000 0,3524 1,6900 2,0511 2,9177

53 L 1,6 tahun 8 82 0,46 50 98,0435 0,3013 2,0800 2,1079 2,8489

54 P 1,7 tahun 11 80,3 0,55 50 80,3000 0,2493 2,8600 2,0054 2,5731

55 L 2 tahun 5,3 85 0,65 30 71,9231 0,2247 1,3780 2,8753 3,5998

71
56 P 2 tahun 8,5 86 0,4 80 118,2500 0,3605 2,2100 2,4235 3,4753

57 P 2 tahun 8 86 0,4 80 118,2500 0,3605 2,0800 2,5749 3,6925

58 P 2 tahun 10 90 0,5 80 99,0000 0,3041 2,6000 2,6618 3,6077

59 P 2 tahun 10 92 0,52 60 97,3077 0,2991 2,6000 2,0449 2,7578

60 L 2 tahun 8,8 91 0,52 60 96,2500 0,2960 2,2880 2,3591 3,1718

61 L 2 tahun 9 90 0,5 60 99,0000 0,3041 2,3400 2,2182 3,0064

62 L 2 tahun 7,5 91 0,51 60 98,1373 0,3015 1,9500 2,6945 3,6428

63 L 2 tahun 8 92 0,45 70 112,4444 0,3435 2,0800 2,4270 3,4216

64 P 2 tahun 11 92 0,57 60 88,7719 0,2741 2,8600 2,1074 2,7719

65 P 2,3 tahun 12 91 0,55 70 91,0000 0,2806 3,1200 2,1795 2,8856

66 L 2,4 tahun 10 82 0,49 80 92,0408 0,2837 2,6000 2,9432 3,9086

67 P 2,5 tahun 8,8 95 0,65 40 80,3846 0,2495 2,2880 2,0026 2,5702

68 P 2,5 tahun 8 93 0,51 60 100,2941 0,3079 2,0800 2,4505 3,3339

69 L 2,5 tahun 10,5 94 0,48 80 107,7083 0,3296 2,7300 2,2495 3,1276

70 P 3 tahun 7,8 93 0,6 48 85,2500 0,2638 2,0280 2,5097 3,2672

71 L 3 tahun 11 98 0,61 70 88,3607 0,2729 2,8600 2,4740 3,2503

72 L 3 tahun 12 97 0,55 80 97,0000 0,2982 3,1200 2,2821 3,0750

72
73 P 3 tahun 11 80,5 0,42 80 105,4167 0,3229 2,8600 2,2145 3,0584

74 L 3,5 tahun 10 98 0,57 60 94,5614 0,2911 2,6000 2,1273 2,8460

75 P 4 tahun 12 97 0,58 80 91,9828 0,2835 3,1200 2,4548 3,2594

76 L 5,2 tahun 11 99,5 0,54 80 101,3426 0,3109 2,8600 2,3418 3,1958

77 L 11 tahun 20 125 0,92 100 74,7283 0,2330 5,2000 2,4198 3,0546


MEAN 2,4287 ± 3,1937
SD 0,6819 ± 0,8061

73
Lampiran 10. Data rekam medik pada pasien pnuemonia yang belum menunjukkan hasil outcome terapi di Rumah
Sakit Umum Daerah Ratu Zalecha Martapura

Dosis Dosis Dosis obat


Dosis obat Dosis obat
No BB Scr Nilai Estimasi terapi terapi analgetik-
JK Umur bronkodilator mucolitik KET
urut (kg) (mg/dl) (mg/L) utama kombinasi antipiretik
(mg/hari) (ml/hari)
(mg/hari) (mg/hari) (ml/hari)
1 P 3 bulan 3 0,3 1,7878 ± 2,2886 12 750 2x 5 1,5
Angka leukosit,
2 L 1 tahun 15 0,43 1,0048 ± 1,3907 50 1950 3x 10 7,5
penurunan suhu tubuh
3 P 1 tahun 7,5 0,32 1,1110 ± 1,6772 40 1950 3x 5 7,5
dan kejadian batuk
4 L 2 tahun 10 0,55 1,6124 ± 2,1037 40 1950 2x 10 7,5
5 L 1,5 tahun 10 0,43 1,4815 ± 2,0582 50 1950 1x 5 7,5
Kejadian batuk
6 L 4 tahun 14 0,6 1,8530 ± 2,5254 80 2100 3x 5 15
7 L 1,4 tahun 10 0,47 1,5245 ± 2, 1048 50 1950 1x 10 7,5
8 P 2 tahun 12 0,58 1,5560 ± 2,0603 50 1500 1x 5 10
9 L 3 tahun 15 0,53 1,2280 ± 1,6930 60 1950 2x 10 15 Respiratory rate
10 L 4 tahun 14 0,6 1,5807 ± 2,1656 70 2100 2x 7,5 10
11 L 4,5 tahun 16 0,51 1,1522 ± 1,6964 80 3000 2x 10 15

71
Lampiran 11. Data rekam medik pada pasien pnuemonia yang telah menunjukkan hasil outcome pada kelompok kategori
tidak sesuai dengan kisaran terapi di Rumah Sakit Umum Daerah Ratu Zalecha Martapura

Dosis obat
Dosis terapi Dosis terapi Dosis obat Dosis obat
No BB Scr Nilai Estimasi analgetik-
JK Umur utama kombinasi bronkodilator mucolitik
urut (kg) (mg/dl) (mg/L) antipiretik
(mg/hari) (mg/hari) (mg/hari) (ml/hari)
(ml/hari)
1 P 5 bulan 9 0,3 1,2415 ± 1,5893 25 1200 2x 7,5 7,5
2 L 3 tahun 22 0,52 1,0711 ± 1,4900 80 3000 3x 10 10
3 P 5 tahun 18 0,62 1,0899 ± 1,4826 60 3000 3x 10 15
4 L 5 tahun 21 0,56 0,9546 ± 1,3363 70 3000 3x 10 15
5 L 6 tahun 18 0,65 1,4613 ± 1,9855 80 3000 3x 10 15
6 L 7 tahun 25 0,7 0,9054 ± 1,1964 60 3000 3x 15 15

72
Lampiran 12. Data rekam medik pada pasien pnuemonia yang telah menunjukkan hasil outcome pada kelompok kategori
yang sesuai dengan kisaran terapi (Cssmaks 2-10mg/L) di Rumah Sakit Umum Daerah Ratu Zalecha
Martapura

Dosis obat
Dosis terapi Dosis terapi Dosis obat Dosis obat
No BB Scr Nilai Estimasi analgetik-
JK Umur utama kombinasi bronkodilator mucolitik
urut (kg) (mg/dl) (mg/L) antipiretik
(mg/hari) (mg/hari) (mg/hari) (ml/hari)
(ml/hari)
1 P 1 tahun 8 0,41 1,5387 ± 2,1202 40 1200 3x 7,5 5
2 L 1 tahun 6,5 0,34 1,7273 ± 2,5593 50 1200 2x 7,5 5
3 L 1,2 tahun 8 0,4 1,9651 ± 2,8066 30 1500 2x 10 7,5
4 L 1,4 tahun 10,3 0,4 1,6907 ± 2,4441 35 1350 3x 7,5 7,5
5 P 1,4 tahun 10 0,42 1,5786 ± 2,2525 60 1200 3x 7,5 5
6 P 1,5 tahun 15 0,52 1,7174 ± 2,2806 70 1500 3x 7,5 7,5
7 L 1,5 tahun 17 0,5 1,5316 ± 2,0296 70 1950 4x 15 10
8 P 10 bulan 8,7 0,45 1,7549 ± 2,2563 70 1200 3x 10 7,5
9 P 3 tahun 11 0,5 1,7456 ± 2,4671 70 1500 3x 15 15
10 L 3,5 tahun 12 0,54 1,7885 ± 2,4664 70 1950 3x 10 15
11 P 5 tahun 14 0,57 1,6790 ± 2,3369 80 2250 4x 15 15

73
74
74

Lampiran 13. Contoh perhitungan estimasi kadar gentamisin

Pasien anak perempuan dengan umur 2 bulan, berat badan 4,8kg, panjang

badan 40cm, nilai serum kreatinin 0,3mg/dl didiagnosa mengidap penyakit

pnuemonia, dokter memberikan obat gentamisin secara intravena dan

dikombinasikan dengan obat cefotaxime. Dosis gentamisin yang diberikan 25mg

1 kali sehari dan cefotaxime 200mg 2 kali sehari.

a. Perhitungan Clirens Kreatinin (ClCr)


Menggunakan rumus (Bauer, 2008)
(0 , 45∗tinggi Badan Pasien)
ClCr = mg
nilai Serum Kreatinin
dl

(0 , 45∗40)
ClCr = mg
0 ,3
dl

18
ClCr = mg
0 ,3
dl

ClCr = 60 ml/menit

b. Perhitungan ketetapan eliminasi (Ke)

ke = (0,00293 (ClCr) + 0,014)

ke = (0,00293 (60) + 0,014)

ke = 0,00293 (60)

ke = 0,1758 + 0,014

ke = 0,1898/jam

c. Perhitungan Volume Distribusi

Vd = 0,26 x berat badan (kg)


75

Vd = 0,26 x 4,8

Vd = 1,248 L

d. Perhitungan Cssmax (steady-state maximum)


D (e-ke)
Cssmax = Vd (1-e-keτ)
25 mg 0,8271
Cssmax =
1,248 L (1−0,8271) 24 jam

0,8271
Cssmax = 20,0320 mg/L
0,1729∗24 jam

0,8271
Cssmax = 20,0320 mg/L
4,1496

Cssmax = 20,0320 mg/L * 0,1993

Cssmax = 3,9923 mg/L

e. Perhitungan Cssmin (steady-state minimum)

Cssmin = Cssmax . e-ke

Cssmin = 3,9923 mg/L * 0,8271

Cssmin = 3,3020 mg/L


76

Lampiran 14. Hasil analisis dengan SPSS 15.0 pada komputer

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnov(a) Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
kisaranterapi ,525 87 ,000 ,370 87 ,000
kesembuhan ,521 87 ,000 ,390 87 ,000
a Lilliefors Significance Correction
Kesimpulan : pada data tes normalitas didapat sig. < 0,05 yang artinya data tidak
terdistribusi secara normal.
Test of Homogeneity of Variances

kesembuhan
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
17,105 1 85 ,000
Kesimpulan : pada data tes homogenitas didapat sig. < 0,05 yang artinya data
tidak terdistribusi secara homogen.

kisaranterapi * kesembuhan Crosstabulation

kesembuhan Total
sembuh tidak sembuh sembuh
kisaranterapi Cssmin < 2mg/L Count 6 4 10
Expected Count 8,7 1,3 10,0
% within kisaranterapi 60,0% 40,0% 100,0%
Css 2-10mg/L Count 70 7 77
Expected Count 67,3 9,7 77,0
% within kisaranterapi 90,9% 9,1% 100,0%
Total Count 76 11 87
Expected Count 76,0 11,0 87,0
% within kisaranterapi 87,4% 12,6% 100,0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. Point


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided) Probability
Pearson Chi-Square 7,656(b) 1 ,006 ,020 ,020
Continuity
5,113 1 ,024
Correction(a)
Likelihood Ratio 5,669 1 ,017 ,020 ,020
Fisher's Exact Test ,020 ,020
Linear-by-Linear
Association 7,568(c) 1 ,006 ,020 ,020 ,018
77

N of Valid Cases 87
a Computed only for a 2x2 table
b 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,26.
c The standardized statistic is -2,751.
Lampiran 15. Contoh lembar pengambilan data
Nama
Umur Tanggal Dosis
& Obat yang Data yang
No & berat masuk & berapa
No.Rekam digunakan diperlukan
badan & keluar kali
medik
Nama : Umur : Tanggal Creatinin :
masuk :
Suhu Tubuh:

Berat Pernafasan :
1
badan
No. dan Batuk :
Rekam tinggi Tanggal
medik : badan : keluar : Leukosit :

Nama : Umur : Tanggal


Creatinin :
masuk :

Suhu Tubuh:

Berat
2 Pernafasan :
badan
No. dan
Batuk :
Rekam tinggi Tanggal
medik : badan : keluar :
Leukosit :
78

Lampiran 16. Dokumentasi

(Penyimpanan berkas rekam medik di ruang inaktif)

(Penyimpanan berkas rekam medik di ruang aktif)


79

(Proses pengambilan data rekam medik di ruang aktif)

(proses pengambilan data rekam medik di ruang inaktif)


80
RIWAYAT HIDUP

Henni Selvina, dilahirkan di Martapura pada tanggal 21 Maret 1995,

merupakan anak dari pasangan Bapak H. Umar U. dan Hj. Ibu Siti

Aisyah S.Pd. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara.

Jenjang akademis penulis dimulai dengan menyelesaikan pendidikan

di Taman Kanak-Kanak (TK) Bhayangkari 05 Martapura pada tahun 2001.

Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Jawa 5 pada

tahun 2007, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri

(SMPN) 1 Martapura dan lulus pada tahun 2010, penulis berhasil menyelesaikan

pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Kesehatan Borneo Lestari

Banjarbaru pada tahun 2013. Selanjutnya pada tahun 2013-2014, penulis pernah

bekerja sebagai Asisten Apoteker disalah satu Apotek yang ada di Martapura.

Kemudian pada tahun 2014, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Farmasi

di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Borneo Lestari dengan mengikuti tes seleksi

masuk jalur alumni.

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah melibatkan diri pada organisasi

Himpunan Mahasiswa Farmasi (Himafarma) Linnaeus sebagai anggota divisi

Pengembangan Akademik (2016-2017). Penulis menganggap organisasi

merupakan wadah pembelajaran kehidupan bermasyarakat disamping

pembelajaran formal yang didapat dibangku kuliah. Selama mengikuti kegiatan

organisasi tersebut, penulis juga pernah menjadi panitia Latihan Kepemimpinan

(LK) tahap I pada tahun 2017 dan menjadi anggota dalam kepanitianan Seminar
Nasional yang diadakan pihak kampus pada tahun 2017. Penulis mengikuti Kuliah

Kerja Nyata (KKN) pada tahun 2017 di Desa Karang Bunga, Kecamatan

Mandastana, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan.

Anda mungkin juga menyukai