Anda di halaman 1dari 6

PEDOMAN PEMBATASAN JUMLAH RESEP ATAU JUMLAH PEMESANAN

OBAT OLEH STAF MEDIS

DI INSTALASI FARMASI

RUMAH SAKIT UMUM ALMANSYUR MEDIKA

Disusun Oleh :

Rosalin Monica, S.Farm., Apt

KOTA BANJARBARU

2019
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
PENULISAN RESEP

1. Yang berhak menulis resep adalah dokter umum atau spesialis, dokter gigi
(terbatas pada pengobatan gigi dan mulut), dokter hewan (terbatas pengobatan
hewan)
2. Yang berhak menulis resep narkotika adalah dokter yang memiliki nomor
SIP (Surat Izin Praktik) atau SIPK (Surat Izin Praktik Kolektif) di RS
3. Yang berhak menulis obat anestesi untuk sedasi adalah dokter yang
memiliki nomor SIP (Surat Izin Praktik) atau SIPK (Surat Izin Praktik Kolektif)
di RS dan memiliki kewenangan melalui ketetapan dari direktur utama RS
4. Obat-obat yang sedang digunakan pasien sebelum masuk rumah sakit
harus dicatat pada rekam medis dan diketahui oleh petugas farmasi, dan
dapat diakses oleh petugas kesehatan lain yang terkait.
5. Resep pertama harus dilakukan penyelarasan obat (medication reconciliation).
Penyelarasan obat adalah membandingkan antara daftar obat yang sedang
digunakan pasien sebelum admisi dan obat yang akan diresepkan agar tidak
terjadi duplikasi, terhentinya terapi suatu obat (omission) atau kesalahan obat
lainnya.
6. Penulis resep harus memperhatikan kemungkinan adanya kontraindikasi,
interaksi obat, dan reaksi alergi.
7. Terapi obat dituliskan dalam resep dan rekam medik hanya ketika obat
pertama kali diresepkan, rejimen berubah, atau obat dihentikan. Untuk terapi
obat lanjutan pada rekam medik dituliskan “terapi lanjutkan” dan pada
catatan pemberian obat tetap dicantumkan nama obat dan rejimennya.
8. Resep dibuat secara manual pada blanko lembar resep berkop RS yang telah
dibubuhi stempel Unit Pelayanan tempat pasien dirawat/berobat.
9. Tulisan harus jelas dan dapat dibaca, menggunakan istilah dan singkatan
yang lazim sehingga tidak disalahartikan.
10. Dokter harus mengenali obat-obat yang masuk dalam daftar Look Alike Sound
Alike (LASA) yang diterbitkan oleh Unit Farmasi, untuk menghindari kesalahan
pembacaan oleh tenaga kesehatan lain.

11. Obat yang diresepkan harus sesuai dengan Formularium RS .

12.Alat kesehatan yang diresepkan harus sesuai dengan yang tercantum dalam
Daftar Alat Kesehatan RS .
13. Jenis-jenis resep yang dapat dilayani : resep reguler, resep cito, resep
pengganti obat emergensi.
14. Penulisan resep harus dilengkapi/memenuhi hal-hal sebagai berikut :
- Nama pasien
- Nomor rekam medis
- Tanggal lahir
- Berat badan pasien (untuk pasien anak)
- Nama dokter
- Tanggal penulisan resep
- Nama ruang pelayanan
- Memastikan ada tidaknya riwayat alergi obat dengan mengisi kolom
riwayat alergi obat pada bagian kanan atas lembar resep.
- Obat ditulis dengan nama generik atau sesuai dengan nama
Formularium , dilengkapi dengan bentuk sediaan obat (contoh : injeksi, tablet,
kapsul, salep), serta kekuatannya (contoh : 500mg, 1gram)
- Jumlah sediaan
- Bila obat berupa racikan dituliskan nama setiap jenis/bahan obat dan
jumlah bahan obat (untuk bahan padat : microgram, miligram, dan gram dan
untuk cairan : tetes, mililiter, liter).
- Pencampuran beberapa obat jadi dalam satu sediaan tidak dianjurkan,
kecuali sediaan dalam bentuk tersebut campuran tersebut telah terbukti
aman dan efektif.
- Penggunaan obat off-label (obat yang indikasinya di luar indikasi yang
disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan RI) harus berdasarkan
clinical pathway atau panduan pelayanan medik yang ditetapkan.
- Aturan pakai (frekuensi, dosis, rute pemberian). Untuk aturan pakai jika
perlu atau “prn” atau “pro re nata”, harus dituliskan indikasi (contoh : bila
nyeri, bila demam dsb) dan dosis maksimal dalam sehari.
15. Pasien diberi penjelasan tentang efek tidak diharapkan yang mungkin terjadi
akibat penggunaan obat.
16. Perubahan terhadap resep/instruksi pengobatan yang telah diterima oleh
apoteker/asisten apoteker harus diganti dengan resep/instruksi pengobatan
baru.
17. Resep/instruksi pengobatan yang tidak memenuhi kelengkapan yang
ditetapkan, tidak akan dilayani oleh petugas farmasi.
18. Jika resep/instruksi pengobatan tidak dapat dibaca atau tidak jelas, maka
perawat/apoteker/asisten apoteker yang menerima resep/instruksi
pengobatan tersebut harus menghubungi dokter penulis resep sesuai dengan
Standar Prosedur Operasional Penanganan Resep Yang Tidak Jelas.
19. Instruksi lisan (Verbal Order) harus diminimalkan. Instruksi lisan untuk obat
High Alert tidak diperbolehkan kecuali dalam situasi emergensi. Instruksi lisan
tidak diperbolehkan saat dokter berada di ruang rawat. Pelaksanaan instruksi
lisan mengikuti Standar Prosedur Operasional Instruksi Lisan.
20. Setiap obat yang diresepkan harus sesuai dengan yang tercantum dalam
rekam medik.
21. Kelanjutan terapi obat yang sempat dihentikan karena operasi atau sebab
lain harus dituliskan kembali dalam bentuk resep/instruksi pengobatan baru.

Anda mungkin juga menyukai