Anda di halaman 1dari 4

PEMERINTAH KABUPATEN SUKABUMI

BLUD RUMAH SAKIT UMUM PALABUHANRATU


Jalan Jendral Ahmad Yani No. 2 Palabuhanratu Telpon/Fax. (0266)
432081, 432082
E-mail : rsudpalabuhanratu@y7mail.com
Palabuhanratu – Sukabumi Kode Pos 43364

KEPUTUSAN DIREKTUR RSUD PALABUHANRATU


KABUPATEN SUKABUMI
NOMOR : 445/029/Kep.Dir/PKPO/VIII/2019

TENTANG
KEBIJAKAN BATASAN PENULISAN RESEP DI RUMAH SAKIT 

DIREKTUR RUMAH SAKIT 

MENIMBANG          :
1. Bahwa resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi
atau dokter hewan kepada Apoteker untuk membuat dan
memberikan obat kepada pasien.
2. Bahwa rumah sakit perlu memperhatikan tentang tata cara
peresepan dan pembatasan penulisan resep sesuai dengan
kebijakan rumah sakit.
3. Bahwa untuk mekanisme penulisan resep dan batasan penulisan
resep diatas maka rumah sakit perlu menerbitkan kebijakan
batasan penulisan resep.

                                   
MENGINGAT          :
1. Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit.
2. Undang-Undang RI Nomor 7 tahun 1963 tentang Farmasi.
3. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1197 tahun 2004
tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.

MEMUTUSKAN
MENETAPKAN :
KESATU           :  KEPUTUSAN KEBIJAKAN BATASAN PENULISAN RESEP
DIATUR OLEH RUMAH SAKIT.

KEDUA : Batasan penulisan resep adalah dokter yang memiliki SIP, DPJP,
dokter umum, dokter gigi.

KETIGA  : Resep yang ditulis oleh dokter yang berwenang dalam hal penulisan
item obat. Untuk obat golongan Narkotik, Psikotropik, OOT dan
Prekursor farmasi harus diresepkan oleh dokter yang berstatu
sebagai karyawan Rumah Sakit yang memiliki STR dan SIP lengkap
dengan Tanda tangan asli.
KEEMPAT : Obat golongan Analgesik Injeksi untuk pasien post operasi bisa
diberikan paling lama 3 (tiga) hari setelah operasi.

KELIMA : Obat Analgesik narkotik injeksi hanya boleh diresepkan oleh dokter
anestesi dan DPJP untuk pasien dengan tindakan operasi dan post
op, pengecualian untuk pasien kanker bisa menggunakan fentanyl /
pethidin dan pasien dengan serangan jantung bisa menggunakan
morphine sesuai DPJP yang terkait.
KEENAM : Obat golongan Narkotik, Psikotropik bisa diberikan paling lama
untuk pengobatan 3 ( tiga ) hari pada pasien rawat jalan atau pasien
pulang.

KETUJUH : Obat golongan Narkotik, Psikotropik dapat diberikan hanya untuk 1 (


satu ) hari pada pasien yang dirawat di Rumah Sakit, jika masih
memerlukan obat di hari berikutnya dapat diberikan dengan
permintaan resep baru.

KEDELAPAN : Kebijakan ini berlaku selama 3 tahun dan akan dilakukan evaluasi
minimal 1 tahun sekali.

KESEMBILAN : Apabila hasil evaluasi mensyaratkan adanya perubahan, maka akan


dilakukan perubahan dan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Palabuhanratu
Pada tanggal : 21 Agustus 2019
Direktur,

dr. H. Asep Rustandi


NIP.196106261989031005
 

TEMBUSAN Yth :
1. Kasie Pelayanan Medis
2. Komite Medis
3. Seluruh Dokter di Rumah Sakit 
4. Kasie Keperawatan
5. Seluruh Kepala Ruang Keperawatan
6. Instalasi Farmasi
7. Arsip
KAIDAH PENULISAN RESEP

1. Yang berhak menulis resep adalah staf medis purnawaktu, dan dokter tamu yang
bertugas dan mempunyai surat izin praktik di RS
2. Yang berhak menulis resep narkotika adalah dokter yang memiliki nomor SIP (Surat
Izin Praktik) atau SIPK (Surat Izin Praktik Kolektif) di RS 
3. Yang berhak menulis obat anestesi untuk sedasi adalah dokter anestesi yang memiliki
nomor SIP (Surat Izin Praktik) atau SIPK (Surat Izin Praktik Kolektif) di RS  dan
memiliki kewenangan melalui ketetapan dari direktur utama RS 
4. Obat-obat yang sedang digunakan pasien sebelum masuk rumah sakit harus dicatat
pada rekam medis dan diketahui oleh petugas farmasi, dan dapat diakses oleh petugas
kesehatan lain yang terkait.
5. Resep pertama harus dilakukan penyelarasan obat (medication reconciliation).
Penyelarasan obat adalah membandingkan antara daftar obat yang sedang digunakan
pasien sebelum admisi dan obat yang akan diresepkan agar tidak terjadi duplikasi,
terhentinya terapi suatu obat (omission) atau kesalahan obat lainnya.
6. Penulis resep harus memperhatikan kemungkinan adanya kontraindikasi, interaksi obat,
dan reaksi alergi.
7. Terapi obat dituliskan dalam resep dan rekam medik hanya ketika obat pertama kali
diresepkan, rejimen berubah, atau obat dihentikan. Untuk terapi obat lanjutan pada
rekam medik dituliskan “terapi lanjutkan” dan pada catatan pemberian obat tetap
dicantumkan nama obat dan rejimennya.
8. Resep dibuat secara manual pada blanko lembar resep berkop RS  yang telah dibubuhi
stempel Unit Pelayanan tempat pasien dirawat/berobat.
9. Tulisan harus jelas dan dapat dibaca, menggunakan istilah dan singkatan yang lazim
sehingga tidak disalahartikan.
10. Dokter harus mengenali obat-obat yang masuk dalam daftar Look Alike Sound
Alike (LASA) yang diterbitkan oleh Unit Farmasi, untuk menghindari kesalahan
pembacaan oleh tenaga kesehatan lain.
11. Obat yang diresepkan harus sesuai dengan Formularium RS.
12. Pasien dengan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) harus diresepkan obat sesuai
Formularium Nasional (Fornas). Jika dibutuhkan  obat non Fornas, maka harus
mendapatkan persetujuan Tim Pengendali di Unit Pelayanan.
13. Alat kesehatan yang diresepkan harus sesuai dengan yang tercantum dalam Daftar Alat
Kesehatan RS.
14. Jenis-jenis resep yang dapat dilayani : resep reguler, resep  cito, resep pengganti obat
emergensi.
15.   Penulisan resep harus dilengkapi/memenuhi hal-hal sebagai berikut :
 Nama pasien
 Nomor rekam medis
 Tanggal lahir
 Berat badan pasien (untuk pasien anak)
 Nama dokter
 Tanggal penulisan resep
 Nama ruang pelayanan
 Memastikan ada tidaknya riwayat alergi obat dengan mengisi kolom riwayat alergi
obat pada bagian kanan atas lembar resep.
 Obat ditulis dengan nama generik atau sesuai dengan nama Formularium , dilengkapi
dengan bentuk sediaan obat (contoh : injeksi, tablet, kapsul, salep), serta
kekuatannya (contoh : 500 mg, 1 gram).
 Jumlah sediaan
 Bila obat berupa racikan dituliskan nama setiap jenis/bahan obat dan jumlah bahan
obat (untuk bahan padat : microgram, miligram, dan gram dan untuk cairan : tetes,
mililiter, liter).
 Pencampuran beberapa obat jadi dalam satu sediaan tidak dianjurkan, kecuali sediaan
dalam bentuk  tersebut campuran tersebut telah terbukti aman dan efektif.
 Penggunaan obat off-label (obat yang indikasinya di luar indikasi yang disetujui oleh
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI) harus berdasarkan clinical pathway atau
panduan pelayanan medik yang ditetapkan.
 Aturan pakai (frekuensi, dosis, rute pemberian). Untuk aturan pakai jika perlu atau
“prn” atau “pro re nata”, harus dituliskan indikasi (contoh : bila nyeri, bila demam
dsb) dan dosis maksimal dalam sehari.

16. Pasien diberi penjelasan tentang efek tidak diharapkan yang mungkin terjadi akibat
penggunaan obat.
17. Perubahan terhadap resep/instruksi pengobatan yang telah diterima oleh
apoteker/asisten apoteker harus diganti dengan resep/instruksi pengobatan baru.
18. Resep/instruksi pengobatan yang tidak memenuhi kelengkapan  yang ditetapkan, tidak
akan dilayani oleh petugas farmasi.
19. Jika resep/instruksi pengobatan tidak dapat dibaca atau tidak jelas, maka
perawat/apoteker/asisten apoteker yang menerima resep/instruksi pengobatan tersebut
harus menghubungi dokter penulis resep sesuai dengan Standar Prosedur
Operasional Penanganan Resep Yang Tidak Jelas.
20. Instruksi lisan (Verbal Order) harus diminimalkan. Instruksi lisan untuk obat High
Alert tidak diperbolehkan kecuali dalam situasi emergensi. Instruksi lisan tidak
diperbolehkan saat dokter berada di ruang rawat. Pelaksanaan instruksi lisan
mengikuti Standar Prosedur Operasional Instruksi Lisan.
21. Setiap obat yang diresepkan harus sesuai dengan yang tercantum dalam rekam medik.
22. Kelanjutan terapi obat yang sempat dihentikan karena operasi atau sebab lain harus
dituliskan kembali dalam bentuk resep/instruksi pengobatan baru.
23. Instalasi Farmasi Rumah Sakit hanya dapat melayani resep obat berdasarkan resep dari
rumah sakit tersebut.

Anda mungkin juga menyukai