Anda di halaman 1dari 3

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT

Nomor:
KEBIJAKAN BATASAN PENULISAN RESEP DI RUMAH SAKIT
DIREKTUR RUMAH SAKIT

MENIMBANG :
1. Bahwa resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi kepada apoteker untuk
membuat dan memberikan obat kepada pasien
2. Bahwa rumah sakit perlu memperhatikan tata cara peresepan dan pembatasan penulisan
resep sesuai dengan kebijakan rumah sakit
3. Bahwa untuk mekanisme penulisan resep dan batasan penulisan resep diatas maka rumah
sakit perlu menerbitkan kebijakan batasan penulisan resep.

MENGINGAT :
1. Undang- Undang RI nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
2. Undang- undang RI nomor 7 tahun 1963 tentang farmasi
3. Undang- Undang PERMENKES nomor 72 tahun 2016 tentang standar pelayanan
kefarmasian.
4. Undang- Undang nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika.

MENETAPKAN :
Kesatu : KEPUTUSAN KEBIJAKAN BATASAN PENULISAN RESEP DIATUR
OLEH RUMAH SAKIT
Kedua : Batasan penulisan resep adalah dokter yang memiliki SIP
Ketiga : Batasan penulisan resep dan jumlah peresepan golongan Narkotika,
Psikotropika dan Kemotherapi yang disesuaikan oleh kewenangan profesinya.
Pendahuluan

1. Latar Belakang
Narkotika dan psikotropika merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang
pengobatan, pelayanan kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan, dan pada sisi lain dapat
menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila dipergunakan tanpa pengendalian,
pengawasan yang ketat dan seksama.
Rumah sakit merupakan salah satu peranan penting dalam rangka meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan
gawat darurat menurut undang- undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Pengelolaan
sediaan farmasi dan alat kesehatan harus aman, bermanfaat, bermutu dan terjangkau. Di Rumah
sakit pengelolaan obat dilaksanakan oleh instalasi farmasi Rumah sakit. Pengelolaan obat yang
baik terlebih khusus yaitu pengelolaan jenis obat yang bersifat sebagai psikoaktif seperti pada
obat-obat golongan narkotik dan psikotropika. Narkotik dan psikotropika dapat merugikan
apabila disalahgunakan atau digunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat, jika
digunakan tidak rasional salah satu efek samping dari pemakaian obat ini, yaitu dapat mengalami
ketergantungan berat terhadap obat dan menyebabkan fungsi vital organ tubuh bekerja secara
tidak normal.
Untuk itu, Dengan banyaknya peresepan obat-obat narkotika dan psikotropika di Rumah
Sakit. Sehingga diperlukan adanya peraturan peresepan pembatasan sesuai dengan peraturan
PERMENKES nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika.

2. Tujuan Pedoman
1. Membatasi jumlah peresepan obat-obat narkotika psikotropika
2. Membatasi profesi dokter sesuai dengan kewenangan dalam peresepan obat narkotika
psikotropika

3. Ruang Lingkup pelayanan


1. Dokter Spesialis Psikiatri
2. Dokter Spesialis Anestesi
3. Dokter Spesialis non Psikiatrik
4. Dokter Umum
5. Apoteker

4. Batasan Operasional
1. Yang berhak menulis resep adalah Dokter FullTimer, dan dokter Spesialis Part Timer
yang mempunyai surat izin praktik (SIP) di RS
2. Yang berhak menulis obat anestesi untuk sedasi adalah dokter yang memiliki nomor SIP
(Surat Izin Praktik) memiliki kewenangan melalui ketetapan dari direktur utama RS
3. Obat-obat yang sedang digunakan pasien sebelum masuk rumah sakit harus dicatat pada
rekam medis dan diketahui oleh petugas farmasi, dan dapat diakses oleh petugas
kesehatan lain yang terkait.
4. Resep dibuat secara elektronik (Online) yang sudah di sahkan keabsahannya oleh
Direktur Rumah Sakit.
5. Obat diinput dengan nama generik atau sesuai dengan nama Formularium , dilengkapi
dengan bentuk sediaan obat (contoh : injeksi, tablet, kapsul, salep), serta kekuatannya
(contoh : 500mg, 1gram) Jumlah sediaan
6. Bila obat berupa racikan dituliskan nama setiap jenis/bahan obat dan jumlah bahan obat
(untuk bahan padat : microgram, miligram, dan gram dan untuk cairan : tetes, mililiter,
liter).
7. Pencampuran beberapa obat jadi dalam satu sediaan tidak dianjurkan, kecuali sediaan
dalam bentuk tersebut campuran tersebut telah terbukti aman dan efektif.
8. Untuk peresepan yang dilakukan oleh Dokter Umum dilakukan pembatasan jumlah max
3 tab.
9. Untuk peresepan obat yang dilakukan oleh Dokter Non-Psikiatri dilakukan pembatasan
jumlah maksimal 7 tab.
10. Dan untuk peresepan obat yang dilakukan oleh Dokter Psikiatri tidak di lakukan
pembatasan peresepan obat.

5. Landasan Hukum
1. Undang – undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
2. Undang – undang nomor 72 tahun 2016 tentang Standart Pelayanan Kefarmasian
3. Undang – undang nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika
4. Undang – undang nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika

Anda mungkin juga menyukai