Anda di halaman 1dari 21

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DAERAH PAPUA
RUMKIT BHAYANGKARA TK.III JAYAPURA

PANDUAN
PERESEPAN OBAT

2021
DAFTAR ISI
COVER
DAFTAR ISI
BAB I DEFINISI ...................................................................................................... 1
A. DEFINISI .......................................................................................................... 1
B. TUJUAN ........................................................................................................... 1
C. KEBIJAKAN ..................................................................................................... 2
BAB II RUANG LINGKUP ..................................................................................... 7
A. KERTAS RESEP ............................................................................................. 7
B. MODEL RESEP YANG LENGKAP ................................................................. 9
C. SENI DAN KEAHLIAN MENULIS RESEP YANG TEPAT DAN
RASIONAL ...................................................................................................... 11
D. BAHASA LATIN DALAM RESEP .................................................................... 11
E. RESEP CITO ................................................................................................... 12
BAB III TATA LAKSANA ....................................................................................... 13
A. KETENTUAN PENULISAN RESEP ................................................................ 13
B. KAIDAH PENULISAN RESEP ........................................................................ 14
C. PEMBATASAN PENULISAN RESEP ............................................................. 17
D. DAFTAR STAF MEDIS YANG BERHAK MENULISKAN RESEP .................. 18
BAB IV PENUTUP ............................................................................................... 19

2
BAB I
DEFINISI

A. DEFINISI
Resep dalam arti sempit ialah suatu permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, atau
dokter hewan kepada apoteker untuk membuatkan obat dalam bentuk sediaan
tertentu dan menyerahkannya kepada penderita.
Suatu resep umumnya hanya diperuntukkan bagi satu penderita. Pada
kenyataannya resep lebih besar maknanya dari yang disebutkan di atas, karena resep
merupakan perwujudan akhir dari kompetensi + pengetahuan + keahlian dokter dalam
menerapkan pengetahuannya dalam farmakologi dan terapi. Selain sifat-sifat obat
yang diberikan dan dikaitkan dengan variable dari penderita, angka dokter yang
menulis resep idealnya perlu pula mengetahui nasib obat dalam tubuh : penyerapan,
distribusi, metabolisme dan ekskresi obat; toksikologi serta penentuan dosis regimen
yang rasional bagi setiap penderita secara individual. Resep juga perwujudan
hubungan profesi antara dokter, apoteker dengan penderita.
Menurut undang-undang yang dibolehkan menulis resep ialah dokter umum, dokter
spesialis, dokter gigi, dan dokter hewan. Bagi dokter umum dan dokter spesialis tidak
ada pembatasan mengenai jenis obat yang boleh diberikan kepada penderitanya.
Bagi dokter gigi ada pembatasan, yaitu dokter gigi hanya boleh menuliskan resep
berupa jenis obat yang berhubungan dengan penyakit gigi. Juga bagi dokter hewan
ada pembatasan, tetapi bukan terletak pada jenis obatnya melainkan pada
penderitanya; dokter hewan hanya boleh menuliskan resep untuk keperluan hewan
semata.

B. TUJUAN
1. Menyediakan panduan untuk pemberi pelayanan mengenai kebijakan penulisan
resep.
2. Meningkatkan kesadaran sejawat penulisan resep akan pentingnya penulisan
resep yang dapat dibaca.
3. Mengurangi tidak terbacanya resep yang dapat memperpanjang waktu tunggu
obat.

3
4. Memberikan pelayanan kesehatan dengan kualitas tinggi dan meminimalisasi
terjadinya kesalahan-kesalahan medis dan menurunkan potensi resiko terhadap
pasien.

C. KEBIJAKAN
1. Yang berhak menulis resep adalah dokter tetap, dokter tamu, dokter gigi yang
diberi wewenang oleh Kepala Rumkit Bhayangkara Tk.III Jayapura untuk praktek
medis di Rumkit Bhayangkara Tk.III Jayapura, dan mempunyai Surat Ijin Praktek
(SIP) di Rumkit Bhayangkara Tk.IIIJayapura
2. Resep yang dilayani hanya dari yang berhak menulis resep.
3. Resep ditulis secara manual pada blanko resep dengan kop surat Rumkit
Bhayangkara Tk.III Jayapura, disiapkan oleh rumah sakit dan telah dibubuhi
stempel unit pelayanan tempat pasien dirawat/berobat.
4. Penulisan resep harus memenuhi persyaratan lengkap : tulisan harus jelas dan
dapat dibaca, mencantumkan nama pasien, tanggal lahir, nomor rekam medis,
berat badan (pasien pediatri), tanggal resep; memenuhi penggunaan obat yang
rasional.
5. Sebelum menulis resep harus melakukan penyelarasan obat (rekonsiliasi obat).
Penyelarasan obat adalah membandingkan antara daftar obat yang sedang
digunakan pasien dan obat yang akan diresepkan agar tidak terjadi duplikasi atau
terhentinya suatu obat.
6. Dokter gigi diberi izin untuk menulis segala macam obat dengan cara parenteral
(injeksi) atau cara-cara pemakaian lain, khusus untuk mengobati penyakit gigi dan
mulut.
7. Selalu menulis huruf R/ setiap penulisan item obat
8. Tulisan harus jelas dan dapat dibaca, bila tidak jelas maka petugas farmasi
melakukan konfirmasi kepada dokter penulis resep.
9. Obat- obat Herbal, suplemen makanan, dan kosmetik tidak dapat dilayani.
10.Peresepan obat mengikuti aturan restriksi obat baik jumlah dan penggunaan obat
yang terdapat di Formularium Nasional yang diterbitkan oleh Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia dan Formularium Rumah Sakit.
11. Tulisan resep harus jelas dan dapat dibaca, menggunakan istilah dan singkatan
lazim sesuai dalam buku daftar singkatan sehingga tidak disalah artikan.

4
Beberapa tulisan berikut dalam resep sering digunakan dibakukan untuk
digunakan:
a) CPG= Clopidogrel.
b) ISDN= Isosorbid Dinitrat.
c) CPZ= Chlorpromazin.
d) THD= Trihexyphenidil.
e) ASA= Asam asetil salilisat.
f) PCT= Parasetamol.
g) RHZE= Rifampisin, isoniazid, pirazinamid, etambutol.
h) UDCA= Urso Decholic Acid
i) NAC= N-Acetyl Cystein

1) Syarat elemen kelengkaan resep di RS Bhayangkara Tk III Jayapura Identitas


pasien (nama pasien, tanggal lahir dan nomor RM)
2) Penulisan resep obat dengan mencantumkan nama obat, dosis, atau
kekuatan obat, serta aturan pakai.
3) Penulisan nama obat dapat menggunakan nama generik atau paten sesuai
formularium dan fornas RS Bhayangkara Tk III Jayapura.
4) peresepan obat prn atau bila perlu atau “pro re nata” harus menuliskan
indikasi pemakaian, kekuatan obat, dan pemakaian maksimal dalam sehari
pada resep. Contoh penulisan resep yang benar : Parasetamol 1 tablet prn
untuk demam.
5) Untuk penulisan resep anak lansia harus dengan mencantumkan berat badan
6) Insruksi khusus, sebagai contoh:Standing Order, Automatic stop
order/penghentian terapi oleh dokter, perubahan dosis
12. Penulisan resep/pemesanan resep khusus ada beberapa jenis meliputi :
1) Standing Order
Merupakan pemesanan pengobatan yang diberikan pada jangka waktu
tertentu.
a) Tenaga Kesehatan yang diperbolehkan oleh Rumah Sakit  untuk
melaksanakan Standing order adalah perawat.
b) Perawat harus mengikuti instruksi pemberian yang tercantum dalam
Standing order.
c) Standing order yang berlaku di Rumah Sakit adalah :

5
(1) Standing order pemberian Magnesium sulfat untuk pre eklampsia dan
eklampsia
(2) Standing order pemberian Kalium Klorida.
d) Perawat yang telah melakukan standing order harus mendokumentasikan
pemberian obat tersebut ke dalam “lembar Intruksi” dan dimasukkan dalam
rekam medis pasien.
e) Lembar instruksi harus mencantumkan nama lengkap dan tanda tangan
perawat.
f) Lembar instruksi harus ditandatangani oleh dokter yang merawat / DPJP
(Dokter Penanggung Jawab Pasien).
2) Automatic stop order/penghentian terapi oleh dokter
Dokter pemberi order harus menulis tanggal pada lembar intruksi untuk
menghentikan terapi dengan jelas (memberi paraf dan tanggal untuk
menetapkan penghentian terapi).
3) Perubahan pemberian terapi obat (jenis dan dosis), maka obat sebelumnya
harus dihentikan dan ditulis sesuai aturan penghentian terapi. Penulisan resep
yang salah tidak boleh dihapus akan tetapi dengan cara mencoret dengan satu
garis lurus kemudian resep yang benar di tulis di atas resep yang dicoret
tersebut.
a) Penulisan pesanan obat /resep harus jelas, lengkap dan dapat terbaca oleh
tenaga teknis kefarmasian dan apoteker.
b) Petugas farmasi (Tenaga teknis kefarmasian dan Apoteker) harus melakukan
klarifikasi kepada penulis resep bila pesanan obat/resep tidak jelas, tidak
terbaca, atau tidak lengkap.
c) Penulis resep harus menulis resep atau instruksi pengobatan yang baru jika
ingin meneruskan terapi obat yang sempat terhenti karena adanya automatic
stop order, tindakan operasi maupun karena alasan lain.
d) Penulis resep harus membandingkan order pertama obat dengan daftar obat
pasien sebelum masuk rawat inap yang diperoleh dari anamnesa oleh dokter
atau perawat.
e) Penulis resep harus menggunakan singkatan, symbol dan penunjukan dosis
yang diperbolehkan oleh rumah sakit.
f) Tenaga Kesehatan yang menerima order/perintah/resep yang menggunakan
singkatan, symbol, dan penunjuk dosis yang dilarang harus melakukan

6
klarifikasi dan konfirmasi kepada penulis order/perintah/resep jika
order/perintah/resep tersebut tidak jelas/tidak terbaca.
g) Setiap dokter harus mengikuti cara penulisan resep yang benar sesuai
dengan kebijakan peresepan.
13.Resep yang mengandung narkotika/psikotropika/khusus :
1) Harus ditulis tersendiri
2) Tidak boleh ada iterasi (ulangan)
3) Dituliskan nama pasien, tidak boleh m.i/mihi ipsi atau u.p/usus propius (untuk
pemakaian sendiri)
4) Alamat pasien ditulis dengan jelas
5) Aturan pakai (signa) ditulis dengan jelas, tidak boleh ditulis s.u.c /signa usus
cognitus (sudah tahu aturan pakai)
6) Agar sah harus dibubuhi tanda tangan dokter (bukan paraf)
7) Obat narkotika injeksi hanya oleh dokter spesialis.
8) Selain obat narkotika injeksi, boleh diresepkan oleh semua dokter yang memilik
SIP di lingkungan Rumkit Bhayangkara Tk.III Jayapura.
9) Petugas farmasi menandai resep dengan tanda garis merah dibawah nama obat.
14.Jika dokter sengaja memberi obat dosis maksimum harus diberi tanda seru
dibelakang nama obat.
15.Penulisan obat tappering up/down :
1) Dokter memberi penjelasan cara minum obat tersebut ke pasien.
2) Di lembar resep ditulis lengkap dosisnya
3) Petugas farmasi memberi etiket sesuai dengan resep dokter dan memberi
penjelasan cara minum obat ke pasien.
16.Penulisan nama dagang obat ditulis di lembar resep sesuai nama karakteristik
obat, misalnya : Depakote 250 mg tab ER
17.Penulisan obat dalam 1 lembar resep maksimal 5 (lima) item obat. Jika lebih,
maka ditulis di lembar resep berikutnya.
18.Setelah signature harus diberi garis penutup dan diparaf kemudian ditandatangani
oleh dokter yang bersangkutan, menunjukkan keabsahan atau legalitas dari resep
tersebut terjamin.
Misalnya : Asam Mefenamat tab 500 mg No. X
S 3 dd I Paraf Dokter

7
19.Peresepan obat golongan Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan OOT (Obat-obat
tertentu) dilakukan oleh dokter yang berwenang sesuai dengan ketentuan yang
berlaku dan pemberian dalam bentuk tunggal dibatasi maksimal 20 tablet dalam
tiap resep.

8
BAB II
RUANG LINGKUP

A. KERTAS RESEP
Resep dituliskan di atas suatu kertas resep. Ukuran kertas yang ideal ialah lebar
10-12 cm dan panjang 15-18 cm. untuk dokumentasi, pemberian obat kepada
penderita memang seharusnya dengan resep: permintaan obat melalui telepon
hendaknya dihindarkan.
Berikut format kertas resep di lingkungan Rumkit Bhayangkara Tk.III Jayapura:

Resep Tampak Depan

9
Resep Tampak Belakang

10
B. MODEL RESEP YANG LENGKAP
Resep harus ditulis dengan lengkap, supaya dapat memenuhi syarat untuk
dibuatkan obatnya di Apotek/Depo Obat. Resep yang lengkap memenuhi 3 (tiga)
persyaratan :
1. Persyaratan Administrasi
a. Nama, umur, jenis kelamin, BB, TB
b. Nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter
c. Tanggal resep
d. Ruangan / unit asal resep
e. Kejelasan tulisan
2. Persyaratan Farmasetik
a. Nama obat, bentuk & kekuatan sediaan
b. Dosis & jumlah obat
c. Stabilitas
d. Aturan & cara penggunaan
3. Persyaratan Klinis
a. Tepat indikasi, dosis & waktu penggunaan obat
b. Duplikasi pengobatan
c. Alergi & ROTD (Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki)
d. Kontra indikasi
e. Interaksi Obat
Resep yang lengkap mengandung informasi berikut :
1. Inscriptio
meliputi :
a. Nama dan alamat dokter serta nomor surat ijin praktik, dan dapat pula II
dilengkapi dengan nomer telepon, jam, dan hari praktik
b. Nama kota serta tanggal resep itu ditulis oleh dokter
c. Tanda RI, singkatan dari recipe yang berarti "harap diambil".
2. Praescriptio
meliputi:
a. Nama setiap jenis / bahan obat yang diberikan serta jumlahnya:
1) Jenis / bahan obat dalam resep terdiri dari:
a) Remedium cardinal atau obat pokok yang mutlak harus ada. Obat pokok ini
dapat berupa bahan tunggal, tetapi juga dapat terdiri dari beberapa bahan.

11
b) Remedium adjuvans, yaitu bahan yang membantu kerja obat pokok;
adjuvans tidak mutlak perlu ada dalam tiap resep.
c) Corrigens, hanyakalau diperlukan untuk memperbaiki rasa, warna atau bau
obat (coorigens saporis, coloris dan odoris).
d) Constituens atau vehikulum, sering kali perlu, terutama kalau resep berupa
komposisi dokter sendiri dan bukan obat jadi. Misalnya konstituens obat
minum umumnya air.
2) Jumlah bahan obat dalam resep dinyatakan dalam satuan berat untuk bahan
padat (microgram, milligram, gram) dan satuan isi untuk cairan (tetes, milliliter,
liter). Perlu diingat bahwa dengan menuliskan angka tanpa keterangan lain,
yang dimaksud ialah "gram"
a) Cara pembuatan atau bentuk sediaan yang dikehendaki, misalnya f.l.a.
pulv = fac lege artis pulveres = buatlah sesuai aturan, obat berupa puyer
3. Signatura
meliputi:
a. Aturan pemakaian obat oleh penderita umumnya ditulis dengan singkatan
bahasa Latin. Aturan pakai ditandai dengan signa, biasanya disingkat S.
b. Nama penderita di belakang kata Pro: merupakan identifikasi penderita, dan
sebaiknya dilengkapi dengan alamatnya yang akan memudahkan penelusuran
bila terjadi sesuatu dengan obat pada penderita.
1) Dalam hal penderita seorang anak, maka harus dituliskan umurnya; sehinga
apoteker dapat mengecek apakah dosis yang diberikan sudah cocok untuk
anak umur sekian. Penulisan nama penderita tanpa umur pada resep, dapat
dianggap resep itu diperuntukkan bagi orang dewasa. Idealnya, bila
menuliskan resep untuk orang dewasa, dicantumkan di belakang nama,
contohnya Pro: Anwar, Tn; Aliya, An.
2) Pada resep dokter hewan di belakang Pro: harus ditulis jenis hewan serta
nama dan alamat pemiliknya.
4. Subscriptio
Tanda tangan atau paraf dari dokter/dokter gigi/dokter hewan yang menuliskan
resep tersebut yang menjadikan suatu resep itu otentik. Resep obat suntik dari
golongan Narkotika harus dibubuhi tanda tangan lengkap oleh dokter/dokter
gigi/dokter hewan yang menulis resep, dan tidak cukup dengan paraf saja.

12
C. SENI DAN KEAHLIAN MENULIS RESEP YANG TEPAT DAN RASIONAL
Penulisan resep yang tepat dan rasional merupakan penerapan berbagai ilmu,
karena begitu banyak variabel yang harus diperhatikan, maupun variabel unsur obat
dan kemungkinan kombinasi obat, ataupun variabel penderitanya secara individual.
Dalam farmakoterapi dipakai motto:
Berikanlah selalu 5 BENAR : Benar Obat
Benar Dosis
Benar Bentuk sediaan
Benar Waktu Pemberian
Benar Pasien
Untuk dapat menuliskan resep yang tepat dan rasional seperti diuraikan di atas,
seorang dokter harus memiliki cukup pengetahuan dasar mengenai ilmu-ilmu
Farmakologi, Farmakodinamik, Farmakoterapi, di samping pengetahuan mengenai
sifat-sifat fisiko-kimia obat yang diberikan.
Idealnya juga ada pengetahuan mengenai "nasib" di dalam tubuh dari obat yang
diberikan, yaitu penyerapan, distribusi, metabolisme serta ekskresi obat. Hal “nasib”
obat dalam tubuh ini merupakan bagian dari ilmu farmakokinetik. Kurang pengetahuan
dari ilmu mengenai obat dapat mengakibatkan:
1. Bertambahnya kemungkinan toksisitas obat yang diberikan
2. Terjadi interaksi antara obat satu dengan obat lain
3. Terjadi interaksi antara obat dengan makanan/minuman tertentu
4. Tidak tercapai efektivitas obat yang dikehendaki
5. Meningkatnya biaya pengobatan bagi penderita yang sebetulnya dapat dihindarkan
Hal-hal di atas dapat merupakan bahaya langsung bagi penderita karena
keracunan, ataupun bahaya tidak langsung berupa kerugian waktu karena
pengobatan dini yang seharusnya didapat oleh penderita menjadi tertunda.

D. BAHASA LATIN DALAM RESEP


Bahasa latin digunakan dalam resep, tidak saja untuk penulisan nama-nama obat
tetapi juga untuk ketentuan-ketentuan mengenai pembuatan atau bentuk obat,
termasuk petunjuk-petunjuk aturan pemakaian obat yang pada umumnya ditulis
berupa singkatan. Untuk menghindarkan salah interpretasi, singkatan-singkatan
bahasa Indonesia untuk obat dan juga aturan pakainya sedapat mungkin dihindarkan,

13
karena dapat meragukan makna. Beberapa contoh singkatan bahasa Indonesia yang
hendaknya dihindari adalah sebagai berikut:
1. Kalau hendak memberikan "obat batuk hitam" jangan disingkat o.b.h., tetapi ditulis
Potio nigra contra tussim (boleh disingkat Pot. Nigra c.t.).Demikian juga "obat batuk
putih" tidak disingkat o.b.p. tetapi ditulis Potio alba contra tussim *boleh disingkat
Pot. Alba c.t.)
2. Bila dimaksud obatnya hanya diminum bilamana penderita memerlukaanya, aturan
pakai "kalau perlu" tidak disingkat k.p. tetapi ditulis p.r.n. yaitu singkatan dari pro re
nata.
Beberapa alasan penggunaan bahasa Latin adalah:
1. Bahasa Latin adalah bahasa yang mati, artinya tidak dipakai lagi dalam
percakapan sehari-hari. Denan demikian bahasaini tidak bertumbuh dengan
pembentukan kosakata baru.
2. Bahasa Latin merupakan bahasa internasional dalam dunia/profesi kedokteran
dan kefarmasian, (misalnya untuk nama-nama anatomis bagian tubuh, nama
oenyakit dan gejala penyakit, nama bahan obat, nama tumbuhan obat
berkhasiat, dan sebagainya).
3. Dengan menggunakan bahasa Latin tidak akan terjadi dualisme tentang
bahan/zat apa yang dimaksud dalam resep.
4. Dalam hal-hal tertentu,, karena faktor-faktor psikologis, ada baiknya penderita
tidak perlu mengetahui bahan obat apa yang diberikan kepadanya.

E. RESEP CITO
Bilamana karena suatu sebab seorang penderita harus mendapat obatnya dengan
segera, maka dokter memberi tanda pada bagian atas resep dengan menuliskan
citoatau CITO!(digarisbawahi dan diberi tanda seru dan diparaf atau ditandatangani
dibelakang Cito). Resep cito pembuatannya harus didahulukan dari resep-resep
lainnya; dengan demikian untuk tidak menggangu tugas rutin di apotek, dokter
meminta resep cito hendaknya betul-betul bila penderita dalam keadaan gawat dan
penundaan pemberian obatnya dapat membahayakan. Istilah yang sama maknanya
dengan Cito ialah Statim (amat segera) atau Urgents (mendesak); juga dapat dipakai
singkatan P.I.M. (Periculum in Mora = berbahaya bila ditunda)

14
BAB III
TATA LAKSANA

A. KETENTUAN PENULISAN RESEP


1. Secara hukum dokter yang menandatangani suatu resep bertanggung jawab
sepenuhnya tentang resep yang ditulisnya untuk penderitanya.
2. Resep ditulis sedemikian rupa sehingga dapat dibaca, sekurang-kurangnya oleh
petugas farmasi.
3. Resep ditulis dengan tinta atau lainnya, sehingga tidak mudah terhapus.
4. Tanggal suatu resep ditulis dengan jelas. Tanggal resep ditebus oleh penderita di
apotek tidak mutlak sama dengan tanggal resep yang ditulis dokter, obat bisa saja
baru diambil oleh penderita satu atau beberapa hari setelah resep diterimanya dari
dokter (oleh karena sebab/alasan tertentu).
5. Bila penderita seorang anak, maka harus dicantumkan umurnya. Ini penting bagi
apoteker untuk mengkalkulasi apakah dosis obat yang ditulis pada resep sudah
cocok dengan umur si anak. Ada nama penderita tanpa umur, resep tersebut
dianggap untuk seorang dewasa.Pencantuman umur ini terutama berlaku bila
penderita berumur 12 tahun ke bawah.
6. Di bawah nama penderita hendaknya dicantumkan juga alamatnya; ini penting,
dalam keadaan darurat (misalnya salah obat) penderita langsung dapat dihubungi.
Alamat penderita di resep juga akan mengurangi kesalahan tertukar memberikan
obat bila pada suatu waktu ada dua orang yang menunggu resepnya dengan nama
obat yang kebetulan sama.
7. Untuk jumlah obat yang diberikan dalam resep dihindari memakai angka desimal,
untuk menghindari kemungkinan kesalahan. Contoh :
a. Untuk obat yang diberikan dalam jumlah kurang dari satu gram, ditulis dalam
miligram; misalnya 500 mg dan tidak 0,5 gram
b. Untuk obat yang diberikan dalam jumlah kurang dari satu miligram, ditulis dalam
microgram, misalnya 100 microgram dan tidak 0,1 mg
8. Untuk obat yang dinyatakan dengan satuan Unit, jangan disingkat menjadi "U".
9. Untuk obat atau jumlah obat berupa cairan, dinyatakan dengan satuan ml,
hindarkan menulis cc atau cm3.

15
B. KAIDAH PENULISAN RESEP
1. Jangan sekali-kali menuliskan gr. Untuk suatu bahan obat dalam resep bilamana
yang dimaksud adalah gram. Suatu "angka" di belakang nama bahan obat dalam
resep otomatis berarti “gram", sedangkan gr. Adlah singkatan dari “granum" yang
beratnya 65 mg atau hanya 1/15 gram.
2. Titik desimal untuk dosis obat harus ditempatkan dengan tepat. Kesalahan
penempatan titik desimal dapat menyebabkan dosis/kekuatan obat menjadi 10 kali
1/10 kali dosis/kekuatan yang dimaksud. Untuk dosis obat yang diberikan kurang
dari 1 gram, sebaiknya bilangannya ditulis sebagai bilangan miligram untuk
menghindarkan perhitungan desimal. Contoh :
Dosis suatu obat A = 10 mg, sebaiknya memang ditulis 10 mg, di atas kertas
resep, jangan ditulis sebagai 0,01 atau 0,010. Dalam praktik sering "salah": ditulis
0,10 (100 mg), padahal yang dimaksud ialah 10 mg.
3. Tuliskan nama obat dengan jelas. Penulisan nama yang tidak jelas dapat
menyebabkan obat yang keliru diberikan kepada penderita. Terutama untuk obat
golongan High Alert Medication (Obat-obat yang perlu diwaspadai). Contoh :
a. Obat yang tergolong NORUM (Nama Obat Rupa Ucapan Mirip) / LASA (Look
alike Sound Alike) seperti Mefinal 250 mg dan Mefinal 500 mg yang kemasan
mirip dan ucapan yang mirip
b. Elektrolit konsentrat/pekat seperti Natrium Klorida 3% berbeda dengan yang
Natrium Klorida 0,9%
c. Obat Kemoterapi
4. Dispesifikasi dengan jelas kekuatan serta jumlah obat yang dituliskan dalam resep.
5. Harus hati-hati bila hendak memberikan beberapa obat secara bersamaan berupa
a. Beberapa bahan obat yang dicampurkan dalam satu R/ atau
b. Beberapa bentuk sediaan diberikan dengan beberapa R/ dalam satu kertas
resep; setiap sediaan itu oleh penderita harus diminum pada waktu
bersamaanDapat dipakai kebijakan yaitu Bila cukup satu bahan obat diperlukan
untuk terapi berikanlah sebagai bahan tunggal; tetapi bilamana kombinasi dari
beberapa bahan dianggap perlu (misalnya untuk memberikan efek sinergistik)
maka hendaknya dipastikan tidak ada pertentangan (incompatibility/interactin)
antara obat-obat tersebut. Interaksi obat dapat berupa pertentangan secara
fisik, secara kimia dan juga pertentangan ditinjau dari segi terapeutik. Bila n
jumlah jenis obat diminum bersamaan oleh penderita, maka kemungkinan

16
interaksi yang terjadi adalah ? n(n1). Perlu pula diperhitungkan faktor intrinsik
dari penderita.
6. Dosis tiap obat yang diberikan seharusnya diperhitungkan dengan tepat serta
diperhitungkan juga semua faktor individual penderita, terutama umur dan berat
badannya. Dosis yang relatif terlalu rendah (subterapeutik) akan tidak efektif,
sebaliknya dosis yang terlalu tinggi (overdosis) akan menyebabkan keracunan atau
mungkin maut. Ini menyangkut terutama obat-obat yang batas antara dosis
terapeutik dan dosis toksik relatif kecil.
7. Dalam hal ada kelainan metabolisme karena sakit hepar atau kelainan ekskresi
obat karena sakit ginjal, maka kegagalan menyesuaikan dosis dapat berakibat
fatal; ketahuilah lebih dahulu kondisi penderita secara akurat (patofisiologi)
sebelum menentukan suatu pengobatan.
8. Terapi dengan suatu obat (terutama yang termasuk golongan Narkotika dan obat
Psikotropika) diberikan hanya bila ada indikasi yang jelas dan tidak karena
penderita mendesak meminta sesuatu obat tertentu. Berikan penyuluhan, kalau hal
ini dirasa perlu, mengenai bahaya obat kepada penderita.
9. Ketentuan mengenai obat dituliskan dengan jelas di atas resep (boleh berupa
singkatan, tetapi jelas) sehingga nanti akan tertera pada etiket yang dipasang pada
wadah obat, misalnya:
a. Bentuk sediaan yang dikehendaki (tablet, kapsul, suppositoria, ampul, dsb)
b. Aturan pakai (berapa kali sehari berapa tablet, kapsul, dsb)
c. Waktu memakai/meminum obat (a.c., p.c., mane, dsb)
d. Di mana diperlukan juga cara pemakaian obat (gargarisma, rektal, sublingual,
dsb)
e. Lamanya obat diminum
10.Hindarkan pemberian obat yang terlalu banyak.
Bahayanya adalah:
a. Obat yang tersisa akan disimpan untuk "lain kali" (belum tentu pada waktu "lain
kali" obatnya masih baik
b. Obat yang tersisa diberikan kepada orang lain (ini berarti si pemberi obat
menentukan sendiri "anamnesis, diagnosis, serta terapi" orang lain dan
sekaligus juga berfungsi sebagai penyalur obat.
11.Juga hindarkan pemberian obat dalam jangka lama, karena kalau penderita telah
merasa "sembuh", sisa obat disimpan dengan tujuan-tujuan seperti yang tertera di

17
atas pada nomer 10. Jangka waktu pemberian obat-obat yang termasuk golongan
Narkotika, Psikotropika dan juga obat dari golongan analgesik-antipiretik,
antispasmodik, antiinfeksi (termasuk antibiotika), sedatif-hipnotik, transquilizer,
hendaknya jangan lebih dari tujuh hari, kecuali pada kasus-kasus yang sangat
khusus. Narkotika dan obat-obat golongan Psikotropika dapat saja disalahgunakan
oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
12.Terangkan kepada penderita dengan jelas tentang cara penggunaan obatnya.
Dalam hal aturan pakai obat terlalu panjang untuk ditulis di kertas resep (misalnya
corticosteroid oral dengan penurunan dosis berkala) boleh disingkat u.c.(usus
cognitus) atau u.n. (usus notus). Kepada penderita diserahkan kertas secara
terpisah dengan keterangan lengkap cara penggunaan obatnya hari demi hari.
13.Peringatkan penderita akan kemungkinan bahaya bila meminum obat lain di
samping obat yang diberikan dokter. Hanya dengan demikian dokter yang
mengobati dapat mengevaluasi terapinya. (Contoh : ada efek sinergistik dari
obatobat yang memberikan depresi pada SSP seperti barbiturat, sedatif-hipnotik
dan transquilizer, alkohol pun akan memberikan efek sinergistik ini); efek
gabungan melebihi efek total.
14.Beritahukan penderita bila obat yang diberikan akan menyebabkan efek samping
atau kelainan tertentu. Misalnya:
a. Penderita yang diberikan terapi dengan dosis obat SSP depresan (sedatif,
hipnotik, transquilizer, antihistamin, dll) sebaiknya dokter memperingatkan
penderita jangan membawa kendaraan atau mengerjakan pekerjaan yang
berbahaya
b. Terjadinya perubahan warna pada faeces penderita, misalnya hitam setelah
terapi Fe
c. Terjadinya perubahan warna pada urine penderita, misalnya warna merah
sesudah terapi Rifampicin.
15.Laksanakan sistem "recording" pada status penderita sebaik-baiknya : selain
nama, jenis kelamin, umur, alamat, anamnesis, diagnosis, prognosis perlu dicatat
pengobatan yang pernah didapat penderita (termasuk ATS dan sera lainnya); juga
semua obat yang diberikan pada waktu penderita diperiksa sekarang. Juga perlu
dicantumkan pada status bilamana penderita hipersensitif atau alergi terhadap
sesuatu bahan obat atau makanan tertentu.

18
C. PEMBATASAN PENULISAN RESEP
1. Yang berhak menuliskan resep narkotika adalah dokter yang memiliki nomor SIP
(Surat Izin Praktik)
2. Jumlah obat yang diberikan untuk penyakit yang sifatnya akut maksimal untuk 7
hari pemakaian dan untuk penyakit kronis dapat diberikan maksimal 30 hari.
3. Yang berhak menulis obat anastesi untuk sedasi adalah dokter anastesi yang
memiliki nomor SIP (Surat Izin Praktik)
4. Daftar obat untuk maksimal pemberian atau peresepan sesuai dengan formularium
nasional
NO GOLONGAN BENTUK PERESEPAN DOKTER
OBAT SEDIAAN MAKSIMAL PENULIS RESEP
1 Narkotika Tablet 20 tab tiap resep Semua dokter
Injeksi 1 amp tiap Dokter spesialis
2 Psikotropika Tablet 20 tab tiap resep Semua dokter
3 Prekursor Tablet 20 tab tiap resep Semua dokter
4 OOT Tablet 20 tab tiap resep Semua dokter
5 Anastesi Injeksi 1 amp tiap resep Dokter anastesi

D. DAFTAR STAF MEDIS YANG BERHAK MENULISKAN RESEP

19
Berikut daftar staf medis yang mempunyai wewenang/ berhak menuliskan resep di
Rumah sakit Bhayangkara TK. III Jayapura.

NO NAMA DOKTER SIP


1 drg. Denny Tan 08/Sip.Drg/VIII-DKKJ/2016
2 dr. Agustinus Udam 52/Sip. Dr/XI-DPM&PPTSP/2015
3 dr. Claudya Ferda S 035/Sip. dr/DPM&PPTSP/2012
5 dr. Irjani Korwa 05/Sip.Dr/TP.I/I-DPM&PTSP/2019
6 dr. Evalina Diodoran Malau 858.Sip.dr.449.DKKJ 2009
7 dr. Alfin Amelia 17/Sip. Dr.V-DKKJ/2015
8 dr. Bergita Farida . S 16/Sip.Dr/V-DPM&PPTSP/2015
9 dr. Wahid Nor Huda 66/Sip.Dr/IX-DPM&PTSP/2018
10 dr. Fatmawati 53/Sip.Dr/X-DKKJ/2017
11 dr. Nita Ketlin A.N 38/Sip.Dr/VII-DKKJ/2017
12 dr. Fitri Ria Dini, Sp.OG 025/Sip.Dr.Sp/IV-DPM&PTSP/2016
13 dr. Jefferson Nelson, Sp.OG 752.SIP.Dr.Sp.449 DKKJ 2009
14 dr. Alberthzon Kris Silo, Sp.OG 401/Sip.Dr.Sp/449DPM&PTSP/2005
15 dr. Erick.W.N.Akwan, Sp.B 10/Sip.Dr.Sp/III-DPM&PTSP/2018
16 dr. Trajanus, SP.B 14/Sip.Dr. Sp/IV-DPM&PTSP/2018
17 dr. Alva.S.I.Djitmau, Sp.PD 22/Sip.Dr.Sp/VI-DPM&PTSP/2018
18 dr. Viktor Paulus Manuhutu, Sp.P 047/Sip.Dr.Sp/XII-DKKJ/2015
19 dr. Yusuf Asmunandar, Sp.AN 11/Sip.Dr.Sp/II-DKKJ/2016

BAB IV
PENUTUP

Demikian panduan peresepan untuk para Dokter di Rumkit Bhayangkara Tk.III


Jayapura ini dibuat agar dijadikan dasar dalam menulis resep dan digunakan
sebagaimana mestinya.

20
21

Anda mungkin juga menyukai