Anda di halaman 1dari 19

PEMERINTAH KABUPATEN ENDE

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


Jl.Prof.Dr.WZ.Yohanes, Ende, Propinsi Nusa Tenggara Timur
Telepon/Fax (0381) 21031-2627100

PEDOMAN
TENTANG PENYIAPAN DAN PENYERAHAN OBAT

INSTALASI FARMASI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ENDE
JL.PROF.DR. WZ YOHANES
ENDE
2019
PEMERINTAH KABUPATEN ENDE
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
Jl. Prof. Dr.WZ. YohanesEndeTelepon (0381) 2627100

KEPUTUSAN DIREKTUR RSUD ENDE


NOMOR :

PEDOMAN
TENTANG PENYIAPAN DAN PENYERAHAN OBAT

Menimbang :
a. Bahwa untuk mendapatkan pelayanan kefarmasian yang bermutu,
berkualitas, dan mempertimbangkan keselamatan pasien di Rumah Sakit
diperlukan suatu pedoman penyiapan dan peyerahan obat
b. Bahwa penyiapan dan peyerahan obat yang tepat adalah penentu utama
dari ketepatan pemberian obat dan dapat mengurangi kesalahan penyiapan
dan pemberian obat
c. Bahwa untuk mendapatkan pelayanan kefarmasian yang bermutu,
berkualitas, dan mempertimbangkan keselamatan pasien di rumah sakit
diperlukan suatu pedoman penyiapan dan penyerahan obat
d. Bahwa untuk menyiapkan dan menyerahkan obat yang tepat dan benar,
maka perlu ditetapkan Surat Keputusan Direktur tentang Pedoman
penyiapan dan penyerahan obat di Rumah sakit Umum Daerah Ende

Mengingat :
1. Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
2. Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2014 tentangTenaga Kesehatan;
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit;
Memutuskan :
1. Menetapkan Pedoman penyiapan dan penyerahan obat di RSUD Ende
2. Surat Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ini ditetapkan.

Ende, Agustus 2019

Direktur RSUD Ende

dr. Aries Dwi Lestari, SpPD, FINASIM.


Pembina Tingkat I
Nip. 19770324 200502 2 004
DAFTAR ISI

Halaman
COVER ……………………………….....................................……………….....
SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR ..…………………………………………..... 2
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………….... 4
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………. 5
A. Latar belakang ………………………………………………….................. 5
B. Tujuan………………………………………………..........................…...... 5
C. Definisi................................................................................................... 6
D. Ruang lingkup....................................................................................... 6
BAB II TATA LAKSANA …………………………….....………........................... 7
A. Penyiapan.............................................................................................. 7
B. Penyimpanan.........................................................................................
C. Pendistribusian......................................................................................
D. Pencatatan dan pelaporan.....................................................................

E. Penghapusan.......................................................................................

BAB III. PENUTUP........................................................................................... 8


PEDOMAN
TENTANG PENYIAPAN DAN PENYERAHAN OBAT

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Obat sebagai sebagai suatu sumber penting dalam pelayanan


pasien, harus diorganisir dengan efektif dan efisian.Untuk itu penyiapan dan
penyerahan obat maupun produk steril harus dilakukan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, agar tercipta pelayanan yang prima.
Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Depkes RI (2003)
memberikan ruang lingkup pengelolaan obat sebagai suatu rangkaian
kegiatan yang mencakup perencanaan,permintaan obat, penerimaan obat,
penyimpanan, distribusi,pengendalian, pelayanan obat, serta pencatatan dan
pelaporan. Fungsi-fungsi pada pengelolaan obat membentuk suatu siklus
dimana setiap fungsi sangat berperan dalam menunjang fungsi lainnya.
Penyiapan dan penyerahan obat adalah merupakan kegiatan yang
berawal dari pengkajian resep setelah resep diterima oleh petugas farmasi sampai
penyerahan obat baik steril maupun non steril setelah sediaan di siapkan oleh
petugas farmasi kemudian dihantarkan kepada perawat, dokter atau
professional pelayanan kesehatan lain untuk diberikan pada penderita dan
difungsikan untuk proses terapi bagi pasien rawat inap atau rawat jalan serta
untuk menunjang pelayanan medis.Penyiapan dan penyerahan obat harus
dilakukan di dalam lingkungan yang aman dan bersih,ini dimaksudkan
agar petugas maupun obat serta lingkungan yang bersangkutan terhindar
dari efek toksik dan kontaminasi yang berbahaya, untuk itu perlu adanya
dibuat buku pedoman tentang Penyiapan dan Penyerahan Obat serta Produk
Steril di Rumah Sakit Umum Daerah Ende
B. TUJUAN

 Umum

Memberikan pelayanan farmasi yang dapat menjamin efektifitas,


kemanan dan efesiensi penggunaan obat di Rumah Sakit Umum Daerah
Ende

 Khusus

a. Mempertahankan mutu dan kondisi obat agar tetap stabil selama


proses penyerahan
b. Terlaksananya pengiriman obat secara merata dan teratur
sehingga data diperoleh pada saat dibutuhkkan
c. Menjamin agar pasien menerima obat sesuai dengan dosis yang
dibutuhkan
d. Meminimalkan kesalahan obat dan memaksimalkan keamanan
pada penderita
e. Menghindari penyalahgunaan obat

C. DEFINISI

a. Obat adalah bahan atau paduan bahan termasuk, termasuk produk biologi
yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi
atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk
manusia
b. Produk steril adalah sediaan terapetis dalam bentuk terbagi-bagi
yang bebas dari mikroorganisme
BAB II
PENGKAJIAN RESEP

Pengkajian resep dilakukan untuk menganalisa adanya masalah terkait obat,


bila ditemukan masalah terkait obat harus dikonsultasikan kepada dokter penulis
resep. Apoteker harus melakukan pengkajian resep sesuai persyaratan administrasi,
persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun
rawat jalan.

A. PENGKAJIAN ADMINISTRATIF

Setelah melakukan pengkajian administratif, diketahui bahwa resep sudah


dilengkapi:
1. Nama pasien, umur, alamat, jenis kelamin, berat badan, dan tinggi badan
pasien
2. Nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter
3. Tanggal resep dan
4. Ruangan/unit asal resep
Nama pasien dan alamat pasien penting untuk mencegah terjadinya
kesalahan dalam pemberian obat. Berat badan dan umur pasien penting untuk
menentukan dosis obat untuk pasien tersebut (untuk obat-obat khusus). Umur dan
jenis kelamin diperlukan untuk pertanyaan lebih lanjut terkait kondisi khusus yang
mungkin ada pada pasien. Selain itu, alamat pasien akan sangat diperlukan pada
pasien yang mendapat obat dengan efek adiksi.
Tanggal resep diperlukan untuk mengetahui aktualitas dari resep. Ruangan/
unit asal resep dan nama dari dokter penting ditulis pada resep adalah untuk
keperluan konfirmasi ulang jika ada instruksi yang tidak jelas atau instruksi yang
dirasa perlu untuk dikomunikasikan kembali kepada dokter.

B. PENGKAJIAN FARMASETIK

Setelah melakukan pengkajian farmasetis, diketahui bahwa resep sudah


dilengkapi:
1. Nama obat, bentuk dan kekuatan obat,
2. Dosis dan jumlah obat
3. Stabilitas, dan
4. Aturan dan cara penggunaan
Nama, bentuk dan jumlah perlu dituliskan dengan jelas pada resep untuk
menghindari adanya kerancuan ketika petugas farmasi mengambil obat. Kekuatan
obat penting karena beberapa obat tersedia dalam berbagai kekuatan. Dosis obat
sangat penting untuk menghindari kesalahan pemberian obat sehingga efektifitas
terapi dapat tercapai. Bentuk sediaan perlu dituliskan untuk menghindari kesalahan
pengambilan dan pemberian obat karena beberapa obat tersedia dalam bentuk
sediaan tablet maupun syrup.Untuk Bentuk sediaan yang tidak dituliskan, misalnya
tablet, kapsul atau sirup, Pada saat pengambilan obat, biasanya hanya berdasarkan
signa dan bentuk sediaan yang tersedia di Instalasi farmasi. Misalnya untuk sediaan
sirup biasanya memakai signa c atau cth. Jika sediaan tablet atau kapsul memakai
signa tab.
Stabilitas obat penting untuk menentukan kondisi penyimpanan yang baik
untuk obat tersebut sehingga pasien mendapatkan efek terapi yang diinginkan.
Ketersediaan obat adalah ada atau tidaknya stok obat di Instalasi farmasi. Jika obat
tidak tersedia, maka petugas farmasi akan melakukan konfirmasi kepada dokter dan
menawarkan obat pengganti yakni dengan merek lain yang memiliki komposisi sama
atau obat lain yang memiliki khasiat yang sama.

C. PENGKAJIAN FARMASI KLINIS

Setelah melakukan pengkajian klinik, terlihat bahwa obat yang ditulis di resep
sudah sesuai dengan formularium nasional dan formularium rumah sakit. Demi
melengkapi kajian farmasi klinik ini, pasien perlu ditanyakan tentang riwayat alergi
pada saat penyerahan obat. Selain itu, pada saat penyerahan obat juga perlu
disampaikan mengenai beberapa hal penting seperti efek aditif yang dimiliki obat
(jika ada) dan ESO yang serig terjadi dan perlu diwaspadai oleh pasien (jika ada).
BAB III
PENYIAPAN DAN PENYERAHAN OBAT NON STERIL

A. PENYIAPAN

 memeriksa dan mengecek kecocokan jenis obat serta jumlahnya


dengan resep
 memeriksa kecocokan dosis obat kecuali obat injeksi sesuai dengan
resep yang tertulis
 memastikan nama pasien sudah benar apa tidak, bahwa obat yang dimaksud
untuk pasien yang dimaksud
 memberikan label secara tepat yang meliputi nama pasien, nama obat,dosis /
konsentrasi,rute pemberian, waktu pemberian, tanggal penyiapan,tanggal
kadaluarsa dan nomor resep
 pengemasan, dilakukan pengemasan sesuai dengan kaidah
pengemasan yang benar untuk menghindari terjadinya kerusakan
obat dan menstabilkan mutu obat pada waktu disalurkan

B. PENYERAHAN
.

a. Untuk pasien rawat jalan

Obat yang sudah disiapkan dan sudah diberi etiket / label sesuai
dengan nama pasien dan langsung diserahkan kepada pasien yang
bersangkutan dengan memberi informasi tentang cara penggunaan, efek samping
dan cara penyimpanan obat.

b. Untuk pasien rawat inap

Obat yang sudah disiapkan dan sudah diberi etiket / label sesuai dengan
nama pasien di antarkan keruang perawat untuk diberikan kepada pasien oleh
perawat
BAB IV

PENYIAPAN DAN PEYERAHAN OBAT STERIL

Obat steril adalah sediaan steril bebas pirogen yang dimaksudkan untuk
diberikan secara parenteral.Istilah parenteral seperti yang umum digunakan,
menunjukkan pemberian lewat suntikkan.Salah satu bentuk sediaan steril adalah
injeksi. Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau
serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan
yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit
atau selaput lendir. Dimasukkan ke dalam tubuh dengan menggunakan alat
suntik.Suatu sediaan parenteral harus steril karena sediaan ini unik yang
diinjeksikan atau disuntikkan melalui kulit atau membran mukosa ke dalam
kompartemen tubuh yang paling dalam.Sediaan parenteral memasuki pertahanan
tubuh yang memiliki efesiensi tinggi yaitu kulit dan membran mukosa sehingga
sediaan parenteral harus bebas dari kontaminasi mikroba dan bahan-bahan beracun
dan juga harus memiliki kemurnian yang dapat diterima.

A. PERSYARATAN SEDIAAN INJEKSI

Kerja optimal dari larutan obat yang diberikan secara parenteral hanya akan
diperoleh jika memenuhi persyaratan,yaitu:
1. Aman
Injeksi tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan atau menimbulkan efek toksik.
2. Harus jernih
Injeksi yang berupa larutan harus jernih dan bebas dari partikel asing, serat dan
benang. Pada umumnya kejernihan dapat diperoleh dengan penyaringan. Alat-
alat penyaringan harus bersih dan dicuci dengan baik sehingga tidak terdapat
partikel dalam larutan. Penting untuk menyadari bahwa larutan yang jernih
diperoleh dari wadah dan tutup wadah yang bersih, steril dan tidak melepaskan
partikel.
3. Sedapat mungkin isohidris. Isohidris artinya pH larutan injeksi sama dengan pH
darah dan cairan tubuh lain, yaitu pH 7,4. Hal ini dimaksudkan agar bila
diinjeksikan ke badan tidak terasa sakit dan penyerapan obat dapat maksimal.
4. Sedapat mungkin isotonis
Isotonis artinya mempunyai tekanan osmosa yang sama dengan tekanan
osmosa darah dan cairan tubuh yang lain, yaitu sebanding dengan tekanan
osmosa larutan natrium klorida 0,9%. Penyuntikan larutan yang tidak isotonis ke
dalam tubuh dapat menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan. Bila larutan yang
disuntikkan hipotonis (mempunyai tekanan osmosa yang lebih kecil) terhadap
cairan tubuh, maka air akan diserap masuk ke dalam sel-sel tubuh yang
akhirnya mengembang dan dapat pecah. Pada penyuntikan larutan yang
hipertonis (mempunyai tekanan osmosa yang lebih besar) terhadap cairan-
cairan tubuh, air dalam sel akan ditarik keluar, yang mengakibatkan
mengerutnya sel. Meskipun demikian, tubuh masih dapat mengimbangi
penyimpangan-penyimpangan dari isotonis ini hingga 10%. Umumnya larutan
yang hipertonis dapat ditahan tubuh dengan lebih baik daripada larutan yang
hipotonis. Zat-zat pembantu yang banyak digunakan untuk membuat larutan
isotonis adalah natrium klorida dan glukosa.
5. Tidak berwarna
Pada sediaan obat suntik tidak diperbolehkan adanya penambahan zat warna
dengan maksud untuk memberikan warna pada sediaan tersebut, kecuali bila
obatnya memang berwarna.
6. Steril
Suatu bahan dikatakan steril jika terbebas dari mikroorganisme hidup yang
patogen maupun yang tidak, baik dalam bentuk vegetatif maupun dalam bentuk
tidak vegetatif (spora).
7. Bebas pirogen
Hal ini harus diperhatikan terutama pada pemberian injeksi dengan volume
besar, yaitu lebih dari 10 ml untuk satu kali dosis pemberian. Injeksi yang
mengandung pirogen dapat menimbulkan demam.
B. PENGGOLONGAN SEDIAAN INJEKSI
Menurut USP, obat suntik dibagi dalam lima jenis yang secara umum
didefinisikan sebagai berikut:
1. Obat larutan atau emulsi yang sesuai untuk obat suntik, disebut injection.
(Contoh: Insulin Injection).
2. Bubuk kering atau larutan pekat, tidak mengandung dapar, pengencer atau zat
tambahan lain dan bila ditambah pelarut lain yang sesuai dengan pemberikan
larutan yang memenuhi semua aspek persyaratan untuk obat suntik disebut
Sterile. (Contoh: Sterile Ampicillin Sodium).
3. Sediaan-sediaan seperti dijelaskan di nomor 2 kecuali bahwa mereka
mengandung satu atau lebih dapar, pengencer atau zat penambah lain disebut
for injection. (Contoh: Methicillin Sodium for Injection).
4. Padatan yang disuspensikan di dalam media cair yang sesuai dan tidak untuk
disuntikkan intravena atau ke dalam ruang spinal disebut Sterile Suspension.
(Contoh: Sterile Cortisol Suspension).
5. Padatan kering, yang bila ditambahkan pembawa yang sesuai menghasilkan
sediaan yang memenuhi semua aspek persyaratan untuk Sterile Suspension
dan yang dibedakan dengan judul Sterile for Suspension. (contoh: Sterile
Ampicillin for Suspension).

Berdasarkan cara pemberiannya, sediaan injeksi dapat digolongkan dalam


beberapa jenis, yaitu :
1. Injeksi intraderma atau intrakutan
Injeksi intrakutan dimasukkan langsung ke lapisan epidermis tepat dibawah
startum korneum. Umumnya berupa larutan atau suspensi dalam air, volume
yang disuntikkan sedikit (0,1-0,2 ml). Digunakan untuk tujuan diagnosa.
2. Injeksi subkutan atau hipoderma
Injeksi subkutan dimasukkan ke dalam jaringan lembut dibawah permukaan
kulit. Jumlah larutan yang disuntikkan tidak lebih dari 1 ml. Larutan harus
sedapat mungkin isotonis dan isohidris, dimaksudkan untuk mengurangi iritasi
jaringan dan mencegah terjadinya nekrosis (mengendornya kulit).
3. Injeksi intramuskular
Injeksi intramuskular dimasukkan langsung ke otot, biasanya pada lengan atau
daerah gluteal. Sediaannya biasa berupa larutan atau suspensi dalam air atau
minyak, volume tidak lebih dari 4 ml. Penyuntikan volume besar dilakukan
dengan perlahan-lahan untuk mencegah rasa sakit.
4. Injeksi intravena
Injeksi intravena langsung disuntikkan ke dalam pembuluh darah, berupa larutan
isotoni atau agak hipertoni, volume 1-10 ml. Larutan injeksi intravena harus
bebas dari endapan atau partikel padat, karena dapat menyumbat kapiler dan
menyebabkan kematian. Injeksi intravena yang diberikan dalam volume besar,
umumnya lebih dari 10 ml, disebut infus. Jika volume dosis tunggal lebih dari 15
ml, injeksi intravena tidak boleh mengandung bakterisida dan jika lebih dari 10
ml harus bebas pirogen.
5. Injeksi intraarterium
Injeksi intraarterium dimasukkan langsung ke dalam pembuluh darah perifer,
digunakan jika efek obat diperlukan segera. Umumnya berupa larutan, dapat
mengandung cairan non iritan yang dapat bercampur dengan air, volume 1-10
ml. Tidak boleh mengandung bakterisida.
6. Injeksi intrakardial
Dimasukkan langsung ke dalam otot jantung atau ventrikulus, hanya digunakan
untuk keadaan gawat. Tidak boleh mengandung bakterisida.
7. Injeksi intratekal atau subaraknoid
Injeksi intratekal digunakan untuk menginduksi spinal atau lumbal anestesi
dengan menyuntikkan larutan ke ruang subaraknoid, biasanya volume yang
diberikan 1-2 ml. Tidak boleh mengandung bakterisida dan diracik untuk wadah
dosis tunggal.
8. Injeksi intraperitonial
Disuntikkan langsung ke dalam rongga perut. Penyerapannya cepat, bahaya
infeksi besar sehingga jarang dipakai.
9. Injeksi intraartikulus
Injeksi intraartikulus digunakan untuk memasukkan material seperti obat anti
inflamasi langsung ke luka atau jaringan yang teriritasi. Injeksi berupa larutan
atau suspensi dalam air.
10. Injeksi subkonjungtiva
Larutan atau suspensi dalam air untuk injeksi selaput lendir bawah mata,
umumnya tidak lebih dari 1 ml.
11. Injeksi intrasisternal dan peridual
Injeksi ini disuntikkan ke intrakarnial sisternal dan lapisan dura dari spinalcord.
Keduanya merupakan prosedur yang sulit dengan peralatan yang rumit.

C. TENAGA KESEHATAN YANG DAPAT MELAKUKAN PENCAMPURAN OBAT

Rumah Sakit Umum Derah Ende memiliki keterbatasan dalam jumlah apoteker
dan tenaga tekhnis kefarmasian dalam melakukan pencampuran obat suntik. Oleh
karena itu apoteker dan tenaga tekhnis kefarmasian mendelegasikan pencampuran
obat suntik yang akan digunakan pasien kepada perawat yang telah mendapatkan
pelatihan pencampuran obat yang dibuktikan dengan sertifikat yang diberikan oleh
Rumah Sakit Umum Daerah Ende. Dengan adanya pendelegasian tersebut
diharapkan akan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan dengan
mempersingkat waktu tunggu obat suntik untuk pasien sehingga obat dapat
diberikan tepat waktu. Pelatihan yang diberikan juga diharapkan dapat menghindari
terjadinya kesalahan pemberian obat dan menjamin sterilitas dan stabilitas produk
obat tersebut.

D. TEKNIK PENCAMPURAN OBAT SUNTIK

a. Penyiapan

Sebelum menjalankan proses pencampuran obat suntik, perlu dilakukan


langkah langkah sebagai berikut:

1) Memeriksa kelengkapan dokumen dan peresepan


2) Menghitung kesesuaian dosis
3) Memilih pelarut yang sesuai dengan melihat inkompatibilitas obat
cairan atau infus yang akan dicampurkan
4) Menghitung volume pelarut yang digunakan

5) Menggunakan alat pelindung diri (APD)

6) Melakukan dekontaminasi dan desinfeksi.


b. Tehnik memindahkan obat dari ampul
 Membuka ampul larutan obat
1) Memindahkan semua larutan obat dari leher ampul dengan mengetuk-
ngetuk bagian atas ampul atau dengan melakukan gerakan j-motion
2) Seka bagian leher ampul dengan alkohol 70% biarkan mengering
3) Lilitkan kasa sekitar ampul
4) Pegang ampul dengan posisi 45°, patahkan bagian atas ampul dengan
arah menjauhi petugas. Pegang ampul dengan posisi ini sekitar 5 detik
5) Berdirikan ampul
6) Bungkus patahan ampul dengan kasa dan buang ke dalam kantong
buangan
 Memindahkan obat dari ampul
1) Pegang ampul dengan posisi 45°, masukkan spuit ke dalam ampul, tarik
seluruh larutan dari ampul, tutup needle
2) Pegang ampul dengan posisi 45°, sesuaikan volume larutan dalam
syringe sesuai yang diinginkan dan menyuntikkan kembali larutan obat
yang berlebih kembali ke ampul
3) Tutup kembali needle
4) Untuk permintaan infus intra vena, suntikkan larutan obat ke dalam botol
infus dengan posisi 45° perlahan-lahan melalui dinding agar tidak
berbuih dan tercampur sempurna
5) Untuk permintaan intravena bolus ganti needle dengan ukuran yang
sesuai dengan penyuntikkan
6) Setelah selesai, buang seluruh bahan yang telah terkontaminasi ke
dalam kantong buangan tertutup

c. Tehnik memindahkan obat dari vial


 Membuka vial larutan obat

1) Buka penutup vial.


2) Seka bagian karet vial dengan alkohol 70 %, biarkan mengering.
3) Berdirikan vial
4) Bungkus penutup vial dengan kassa dan buang ke dalam kantong
buangan tertutup
 Memindahkan obat dari vial
1) Pegang vial dengan posisi 45º,masukkan spuit kedalam vial.
2) Masukan pelarut yang sesuai ke dalam vial, gerakan perlahan- lahan
memutar untuk melarutkan obat.
3) Ganti needle dengan needle yang baru.
4) Beri tekanan negatif dengan cara menarik udara ke dalam spuit
kosong sesuai volume yang diinginkan.
5) Pegang vial dengan posisi 45º, tarik larutan ke dalam spuit
tersebut.
6) Untuk permintaan infus intravena (iv),suntikkan larutan obat ke dalam
botol infus dengan posisi 45º perlahan-lahan melalui dinding agar
tidak berbuih dan tercampur sempurna.
7) Untuk permintaan intra vena bolus ganti needle dengan ukuran yang
sesuai untuk penyuntikan.
8) Bila spuit dikirim tanpa needle, pegang spuit dengan posisi jarum ke
atas angkat jarum dan buang ke kantong buangan tertutup.
9) Pegang spuit dengan bagian terbuka keatas,tutup dengan”luer
lockcap”.
10) Seka cap dan syring dengan alkohol.
11) Setelah selesai, buang seluruh bahan yang telah terkontaminasi ke
dalam kantong buangan tertutup.
12) Memberi label yang sesuai untuk setiap spuit dan infus yang sudah
berisi obat hasil pencampuran.
13) Membungkus dengan kantong hitam atau alumunium foil untuk obat-
obat yang harus terlindung dari cahaya.
14) Memasukkan spuit atau infus ke dalam wadah untuk pengiriman.
15). Mengeluarkan wadah yang telah berisi spuit atau infus melalui pass
box.
16) Membuang semua bekas pencampuran obat ke dalam wadah
pembuangan khusus.
E. DOKUMENTASI

Perawat yang telah melakukan pencampuran obat akan melakukan proses


“labeling” pada obat. Proses “labeling” tersebut antara lain :
1. Menuliskan nama pasien.
2. Menuliskan tanggal lahir pasien.
3. Menuliskan nomor Rekam Medik pasien.
4. Menuliskan nama obat.
5. Menuliskan rute pemberian obat.
6. Menuliskan waktu pemberian pasien.
Dengan proses “labeling” yang dilakukan perawat tersebut diharapkan dapat
menghindari kesalahan pemberian obat kepada pasien.

1. Obat steril

 obat / produk steril harus disiapkan oleh staf yang sudah terlatih dalam
prinsip-prinsip tehnik aseptik
 mengambil wadah yang telah berisi obat / produk steril dari tempat
penyimpanan
 memeriksa isi dan mencocokkan kondisi obat- obatan tersebut
dengan formulir permintaan atau resep yang dibuat (nama
obat,jumlah,jenis,nomer batc dan tanggal kadaluarsa)
 beri label secara tepat dengan nama obat,dosis / konsentrasi
,tanggal penyiapan, tanggal kadaluarsa dan nama pasien

BAB V
PENUTUP
Pedoman ini dibuat sebagai dasar dalam melakukan pelayanan penyiapan dan
penyerahan obat non steril dan obat steril

Anda mungkin juga menyukai