Anda di halaman 1dari 4

RUMAH SAKIT ISLAM PKU MUHAMMADIYAH PALANGKA RAYA

Jalan RTA. Milono Km. 2,5 Palangka Raya


Telp. (0536) 3244802 Fax (0536) 3239444
http : www.rsipalangkaraya.net E-mail rsipalangkaraya@yahoo.co.id

PERATURAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT ISLAM PKU MUHAMMADIYAH PALANGKA RAYA
NOMOR : .AKR/FAR/RSI-PKUM/PER/V/2017

TENTANG
KEBIJAKAN PERESEPAN

Menimbang : a. Bahwa resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi atau dokter
hewan kepada Apoteker untuk membuat dan memberikan obat kepada pasien
b. Bahwa rumah sakit perlu memperhatikan tentang tata cara peresepan dan
pembatasan penulisan resep sesuai dengan kebijakan rumah sakit
c. Bahwa untuk mekanisme penulisan resep dan batasan penulisan resep diatas
maka rumah sakit perlu menerbitkan kebijakan batasan penulisan resep.
Mengingat : 1. Undang-Undang RI Nomor 7 tahun 1963 tentang Farmasi
2. peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/menkes/per/x/1993 tentang ketentuan
dan tata cara pemberian izin Apotik
3. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan;
4. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027 tahun 2004 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian Di Apotek.
5. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1197 tahun 2004, tentang Standar
Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.
6. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 129 tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit
7. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 35 tahun 2014 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian Di Apotek.
8. Peraturan Menteri Kesehatan RI No 58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit.
9. Peraturan Menteri Kesehatan No.72 Tahun 2016, tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit.

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

KESATU : Penulisan resep obat dan perbekalan farmasi diatur oleh rumah sakit

KEDUA : Penulis resep adalah dokter yang memiliki surat ijin praktek yaitu dokter spesialis,
dokter umum, dokter gigi

KETIGA : Obat farmasi yang ditulis oleh petugas yang berwenang dalam resep adalah obat
yang tercantum dalam formularium rumah sakit dan formularium nasional dengan
jumlah maksimal 5 item dalam satu lembar resep.
KEEMPAT : Kebijakan ini berlaku selama 3 tahun dan akan dilakukan evaluasi minimal 1 tahun
sekali.

KELIMA : Apabila hasil evaluasi mensyaratkan adanya perubahan, maka akan dilakukakan
perubahan dan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Palangka Raya


pada tanggal : 12 Muharam 1438 H.
01 Oktober 2017 M.

Direktur RSI PKU Muhammadiyah Palangka Raya,

dr. SUYANTO, Sp.PD.


NPRSI. 13071967 01032013 1 2 0001

Tembusan disampaikan kepada Yth :


1. Wadir Pelayanan Medis
2. Komite Medis
3. Seluruh Dokter di Rumah Sakit
4. Kepala Bagian Keperawatan
5. Seluruh Kepala Ruang Keperawatan
6. Instalasi Farmasi
7. Arsip
LAMPIRAN
PERATURAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT ISLAM PKU MUHAMMADIYAH PALANGKA RAYA
NOMOR : .AKR/FAR/RSI-PKUM/PER/V/2017

KEBIJAKAN PERESEPAN

1. Penulis resep adalah staf medis purnawaktu, dan dokter tamu yang bertugas dan mempunyai surat
izin praktik di Rumah Sakit Islam PKU Muhammadiyah Palangka Raya
2. Penulis resep narkotika adalah dokter umum atau spesialis yang memiliki nomor SIP (Surat Izin
Praktik) atau SIPK (Surat Izin Praktik Kolektif) di Rumah Sakit Islam PKU Muhammadiyah
Palangka Raya
3. Penulis resep obat anestesi untuk sedasi adalah dokter spesialis anastesi yang memiliki nomor SIP
(Surat Izin Praktik) atau SIPK (Surat Izin Praktik Kolektif) di Rumah Sakit Islam PKU
Muhammadiyah Palangka Raya
4. Sebelum resep pertama ditulis harus dilakukan rekonsiliasi obat (medication reconciliation).
Rekonsiliasi obat adalah membandingkan antara daftar obat yang sedang digunakan pasien
sebelum admisi dan obat yang akan diresepkan agar tidak terjadi duplikasi, terhentinya terapi suatu
obat (omission) atau kesalahan obat lainnya.
5. Penulis resep harus memperhatikan kemungkinan adanya kontraindikasi, interaksi obat, dan reaksi
alergi.
6. Terapi obat dituliskan dalam resep dan rekam medik hanya ketika obat pertama kali diresepkan,
rejimen berubah, atau obat dihentikan. Untuk terapi obat lanjutan pada rekam medik dituliskan
“terapi lanjutkan” dan pada catatan pemberian obat tetap dicantumkan nama obat dan rejimennya.
7. Resep dibuat secara manual pada blanko lembar resep berkop Rumah Sakit yang telah
dibubuhi stempel Unit Pelayanan tempat pasien dirawat/berobat
8. Tulisan harus jelas dan dapat dibaca, menggunakan istilah dan singkatan yang lazim
sehingga tidak disalahartikan.
9. Dokter harus mengenali obat-obat yang masuk dalam daftar Look Alike Sound Alike
(LASA) yang diterbitkan oleh Unit Farmasi, untuk menghindari kesalahan pembacaan
oleh tenaga kesehatan lain.
10. Obat yang diresepkan harus sesuai dengan Formularium Rumah Sakit
11. Pasien dengan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) harus diresepkan obat sesuai
Formularium Nasional (Fornas). Jika dibutuhkan obat non Fornas, maka harus
mendapatkan persetujuan Tim Pengendali di Unit Pelayanan.
12. Alat kesehatan yang diresepkan harus sesuai dengan yang tercantum dalam Daftar
Alat Kesehatan RS .
13. Jenis-jenis resep yang dapat dilayani : resep reguler, resep cito, resep pengganti obat
emergensi.
14. Penulisan resep harus dilengkapi/memenuhi hal-hal sebagai berikut : Nama pasien,
Nomor rekam medis, Tanggal lahir, Berat badan pasien (untuk pasien anak), Nama dokter,
Tanggal penulisan resep, Nama ruang pelayanan, Memastikan ada tidaknya riwayat alergi
obat dengan mengisi kolom riwayat alergi obat pada bagian kanan atas lembar resep, Obat
ditulis dengan nama generik atau sesuai dengan nama Formularium , dilengkapi dengan
bentuk sediaan obat (contoh : injeksi, tablet, kapsul, salep), serta kekuatannya (contoh :
500mg, 1gram), Jumlah sediaan, Bila obat berupa racikan dituliskan nama setiap
jenis/bahan obat dan jumlah bahan obat (untuk bahan padat : microgram, miligram, dan
gram dan untuk cairan : tetes, mililiter, liter).
15. Pencampuran beberapa obat jadi dalam satu sediaan tidak dianjurkan, kecuali sediaan
dalam bentuk tersebut campuran tersebut telah terbukti aman dan efektif
16. Penggunaan obat off-label (obat yang indikasinya di luar indikasi yang disetujui oleh
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI) harus berdasarkan clinical pathway atau panduan
pelayanan medik yang ditetapkan.
17. Aturan pakai (frekuensi, dosis, rute pemberian). Untuk aturan pakai jika perlu atau
“prn” atau “pro re nata”, harus dituliskan indikasi (contoh : bila nyeri, bila demam dsb)
dan dosis maksimal dalam sehari.
18. Pasien diberi penjelasan tentang efek tidak diharapkan yang mungkin terjadi akibat
penggunaan obat.
19. Perubahan terhadap resep/instruksi pengobatan yang telah diterima oleh
apoteker/asisten apoteker harus diganti dengan resep/instruksi pengobatan baru.
20. Resep/instruksi pengobatan yang tidak memenuhi kelengkapan yang ditetapkan, tidak
akan dilayani oleh petugas farmasi.
21. Jika resep/instruksi pengobatan tidak dapat dibaca atau tidak jelas, maka
perawat/apoteker/asisten apoteker yang menerima resep/instruksi pengobatan tersebut
harus menghubungi dokter penulis resep sesuai dengan Standar Prosedur Operasional
Penanganan Resep Yang Tidak Jelas.
22. Instruksi lisan (Verbal Order) harus diminimalkan. Instruksi lisan untuk obat High
Alert tidak diperbolehkan kecuali dalam situasi emergensi. Instruksi lisan tidak
diperbolehkan saat dokter berada di ruang rawat. Pelaksanaan instruksi lisan mengikuti
Standar Prosedur Operasional Instruksi Lisan.
23. Setiap obat yang diresepkan harus sesuai dengan yang tercantum dalam rekam medik.
24. Kelanjutan terapi obat yang sempat dihentikan karena operasi atau sebab lain harus
dituliskan kembali dalam bentuk resep/instruksi pengobatan baru.

Anda mungkin juga menyukai