SKRIPSI
Disusun oleh:
NIM 6411414119
ABSTRAK
Isna Lutfiyatul Faizah
Evaluasi Penanggulangan TB Paru dengan Strategi DOTS (Directly Observed
Treatment Short Course) Studi Kasus di Puskesmas Kandangan
XVIII + 181 halaman + 12 tabel + 4 gambar + 10 lampiran
ii
Public Health Science Department
Faculty of Sport Science
Semarang State University
Oktober 2018
ABSTRACT
The success rate and case detection rate in Kandangan primary health care
until 2017 was still low at 34,2% an 75%. This number didn‟t reach the target are
least 70% and 85%. The purpose of this study to evaluate the efforts to overcome
pulmonary tuberculosis with the case study DOTS strategy at primary health care.
This type of research is qualitative research with descriptive methods,
source of reseacrch by primary and secondary data, primary data by interviews.
The interviews on 3 main informants and 7 triangulation informants. The
instruments used are interview guidelines.
The results of this study is inputs, human resources, infrastructure and
SOP‟s are sufficient but the funds are not enough. In process, the political
commitment of has supported each other but in terms of funding not yet, case
detection and distribution of drugs are in accordance with Permenkes No. 67 of
2016, PMO has not worked according to its function, recording and reporting
online with SITT has not been carried out properly. In output, the number of cases
reached August 2018 was 20% and success rates was 83%.
Suggestions from the results of this study are to improve the quality of the
process and supervision of patients.
iii
iv
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Ibu (Khibaniyah)
vi
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan ridho-Nya
Temanggung.” Penulisan ini tidak lepas dari bantuan dan kerjasama berbagai
pihak, dengan segenap kerendahan hati dan rasa hormat, penulis menyampaikan
terimakasih kepada:
2. Bapak Irwan Budiono, S.KM, M.Kes (Epid)., Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan
3. Bapak Dr. Bambang Budi Raharjo, M.Si, selaku dosen pembimbing yang
skripsi ini.
4. Bapak Drs. Bambang Wahyono, M.Kes., selaku dosen penguji 1 yang telah
5. Ibu Galuh Nita Prameswari, S.K.M., M.Si., selaku dosen penguji 2 yang juga
6. Bapak dan Ibu dosen jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat atas bekal ilmu
vii
7. Kepala Kesbangpol Kabupaten Temanggung yang telah memberikan izin
penelitian.
11. Pasien TB paru di Puskesmas Kandangan dan Pengawas minum obat atas
12. Bapak, Ibu, Kakak dan keluarga besar tercinta yang telah memberi bantuan
13. Sahabat terbaik saya Pratu Sukur Penggalih dan Anindyta Affantin.,S.Pd
14. Seluruh sahabat saya, dan semua yang telah membantu dalam penyelesaian
skripsi ini.
Penulis,
viii
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ......................................................................................... ii
PRAKATA .............................................................................................. iv
ix
2.1.1.3 Faktor Risiko ...................................................................... 15
x
3.1 Alur Pikir ............................................................................................ 56
xi
4.2 Hasil Pelaksanaan Penanggulangan TB Paru ...................................... 69
xii
5.1.1.3 Sarana dan Prasarana ........................................................... 96
xiii
DAFTAR TABEL
xiv
DAFTAR GAMBAR
xv
DAFTAR LAMPIRAN
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
balita hingga usia lanjut. TB paru merupakan salah satu penyakit infeksi yang
akibat tuberkulosis sebesar 40% dan menurunkan angka kesakitan sebesar 30%
Shotcourse) yang telah direkomendasikan oleh WHO sejak tahun 1995 sebagai
di masyarakat akan tetapi Tuberkulosis sampai dengan saat ini masih merupakan
program dan ketersedian sumber daya sebagai upaya pencapaian tujuan yang
efektif dan efisien (Kemenkes RI, 2014). Pelaksanaan stategi DOTS (Directly
1
2
dan prasarana serta peran petugas kesehatan agar penemuan kasus dan pengobatan
pun naik menjadi 10% terhadap seluruh kasus TB di seluruh dunia. Angka ini
angka keberhasilan pengobatan pasien TB pada tahun 2014 sebesar 87,03%, tahun
2015 sebesar 79,49% dan tahun 2016 sebesar 68,9%. Angka ini belum mencapai
penemuan kasus selama 3 tahun terakhir mengalami penurunan yaitu pada tahun
2015 sebesar 37,66%, pada tahun 2016 menjadi 31,2%, tahun 2017 menjadi
24,1% dan belum mencapai target 70%. Dengan Angka Keberhasilan Pengobatan
TB di Temanggung tahun 2015 sebesar 88%, tahun 2016 sebesar 79,9%, dan
tahun 2017 sebesar 84%. Angka ini belum mencapai target minimal nasional
sebesar 85%.
kasus pada tahun 2015 sebesar 13,6% atau 7 dari 51 pekiraan kasus baru, tahun
2016 sebesar 54,2% (32 dari 59 pekiraan kasus), dan tahun 2017 adalah 34,2%
mengalami penurunan yaitu tahun 2015 sebesar 100%, tahun 2016 sebesar 88,8%
seperti penemuan kasus atau diagnosis yang tidak baku, paduan obat yang tidak
pelaporan yang baku, masih kurangnya keterlibatan lintas program dan lintas
pendapatan per kapita, kondisi sanitasi, papan, sandang dan pangan yang tidak
puskesmas maupun para petugas dalam program TB. Selain itu penerapan
serta pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan
penularan TB, sehingga diharapkan dapat mencapai target dari indikator angka
sehingga menambah beban kerja yang cukup berat dan waktu untuk pelaksanaan
dalam mengawasi pasien untuk menelan obat, masih terdapat pasien yang tidak
patuh minum obat, terhentinya kerja sama pendanaan lintas sektor, promosi aktif
pengelola program, dan tenaga laboratorium telah ada yang pernah mengikuti
belum mencapai hasil yang maksimal. Peralatan, OAT, dan formulir tersedia
mencukupi baik secara kualitas maupun kuantitas, tetapi insentif dari beban kerja
berjalan dengan baik, yaitu telah ada penjaringan kasus, pembentukan PMO, dan
Kabupaten Temanggung”
Kabupaten Temanggung?”
6
1.2.2.1 Bagaimana input yang meliputi sumber daya manusia, pendanaan, sarana
Temanggung?
Temanggung.
Negeri Semarang
dalam bidang administrasi dan kebijakan kesehatan sebagai salah satu bentuk
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan dalam melakukan
sebagai berikut:
12
b. Fokus pada penelitian ini adalah mengevaluasi Input meliputi sumber daya
Sedangkan output terdiri dari capaian angka penemuan kasus dan angka
keberhasilan pengobatan.
Temanggung.
dalam bidang ilmu administrasi kebijakan kesehatan dengan kajian evaluasi pada
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Tuberkulosis
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
antara lain berbentuk batang dengan panjang 1-10 mikron, lebar 0,2- 0,6 mikron,
bersifat tahan asam dalam pewarnaan dengan metode Ziehl Neelsen, berbentuk
media khusus untuk biakan antara lain Lowenstein Jensen, Ogawa, tahan terhadap
suhu rendah sehingga dapat bertahan hidup dalam jangka waktu lama pada suhu
antara 40C sampai -700C, kuman sangat peka terhadap panas, sinar matahari dan
kuman akan mati dalam waktu beberapa menit, dalam dahak pada suhu antara 30-
37oC akan mati dalam waktu lebih kurang 1 minggu, kuman dapat bersifat
2.1.1.2 Penularan TB
batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan
13
14
adalah 65%, pasien TB BTA negatif dengan hasil kultur positif adalah 26%
sedangkan pasien TB dengan hasil kultur negatif dan foto toraks positif adalah
17%. Infeksi akan terjadi apabila orang lain menghirup udara yang mengandung
percik renik dahak yang infeksius tersebut. Pada waktu batuk atau bersin, pasien
renik). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak yang
a. Paparan
masyarakat, peluang kontak dengan kasus menular, tingkat daya tular dahak
b. Infeksi
Reaksi daya tahan tubuh akan terjadi setelah 6–14 minggu setelah infeksi.
Lesi umumnya sembuh total namun dapat saja kuman tetap hidup dalam lesi
tersebut (dormant) dan suatu saat dapat aktif kembali tergantung dari daya tahan
tubuh manusia. Penyebaran melalui aliran darah atau getah bening dapat terjadi
a. Jenis Kelamin
dari pada wanita. Jumlah kasus pada laki-laki lebih tinggi daripada perempuan
lebih banyak melakukan aktifitas sehingga lebih sering terpajan oleh penyebab
b. Umur
(2016a) Pada Tahun 2016 kasus tuberkulosis terbanyak ditemukan pada kelompok
umur 25-34 tahun yaitu sebesar 18,07% diikuti kelompok umur 45-54 tahun
sebesar 17,25% dan pada kelompok umur 35-44 tahun sebesar 16,81%.
TB, 10% diantaranya akan menjadi sakit TB. Namun pada seorang dengan HIV
positif akan meningkatkan kejadian TB. Orang dengan HIV berisiko 20-37 kali
untuk sakit TB dibandingkan dengan orang yang tidak terinfeksi HIV, dengan
Seseorang dengan daya tahan tubuh yang rendah diantaranya infeksi HIV
(sakit TB).
positif pada hasil pemeriksaan contoh uji biologinya (sputum dan jaringan)
tahan asam (BTA), biakan maupun tes cepat dari contoh uji jaringan yang
terkena.
aktif oleh dokter, dan diputuskan untuk diberikan pengobatan TB. Termasuk
mendukung TB.
2) Pasien TB paru BTA negatif dengan tidak ada perbaikan klinis setelah
diklasifikasikan menurut:
Pasien TB dianggap sebagai TB paru karena adanya lesi pada jaringan paru.
2) Tuberkulosis ekstra paru adalah TB yang terjadi pada organ selain paru,
selaput otak dan tulang. Limfadenitis TB dirongga dada (hilus dan atau
2) Pasien yang pernah diobati TB: adalah pasien yang sebelumnya pernah
dosis).
yaitu:
adalah pasien yang pernah diobati dan dinyatakan lost to follow up.
19
berupa:
dari satu jenis OAT lini pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R)
secara bersamaan.
terhadap Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan dengan atau
4) Extensive drug resistan (TB XDR): adalah TB MDR yang sekaligus juga
fluorokuinolon dan minimal salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan
2.1.3 Penanggulangan TB
dan evaluasi serta menjamin ketersediaan sumber daya (dana, tenaga, sarana
dan prasarana).
Penanggulangan TB.
Pemerintah, non pemerintah dan Swasta, Rumah Sakit Paru (RSP), Balai
penanggulangan TB.
tahun 2035.
dukungan pengobatan TB
23
2) Logistik
terhadap terduga pasien TB, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang
(MTDS).
masyarakat, dapat dibantu oleh kader dari posyandu, pos TB desa, tokoh
masyarakat, dan tokoh agama. Kegiatan ini dapat berupa: Investigasi kontak
pada paling sedikit 10 - 15 orang kontak erat dengan pasien TB, Penemuan di
2.1.3.3.2 Diagnosis
a. Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2 minggu atau
lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur
darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat
badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam
meriang lebih dari satu bulan. Pada pasien dengan HIV positif, batuk sering
kali bukan merupakan gejala TB yang khas, sehingga gejala batuk tidak harus
b. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain
TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain.
25
diatas, dianggap sebagai seorang terduga pasien TB, dan perlu dilakukan
faktor risiko, seperti : kontak erat dengan pasien TB, tinggal di daerah padat
a. Pemeriksaan Bakteriologi
(fasyankes).
b) P (Pagi): dahak ditampung pada pagi segera setelah bangun tidur. Dapat
pengobatan.
3) Pemeriksaan Biakan
Jensen) dan media cair (Mycobacteria Growth Indicator Tube) untuk identifikasi
dicurigai TB ekstraparu.
M.tuberculosis terhadap obat anti tuberkulosis (OAT). Uji kepekaan obat tersebut
Pasien baru, tidak ada riwayat pengobatan TB, Pasien dengan riwayat pengobatan TB, pasien
tidak ada riwayat kontak erat dengan pasien dengan riwayat kontak erat dengan pasien TB RO,
TB RO, pasien dengan HIV (-) atau tidak pasien dengan HIV (+)
diketahui status HIV nya
TB
Pemeriksaan TCM
(- -) (+ +) TB
(+ -)
MTB Pos, Rif MTB Pos, Rif MTB Pos, Rif MTB
Terapi Sensitive Indeterminate Resistance Neg
Foto
Toraks Antibiotika Foto Toraks
TB Ulangi TB
Non OAT (Mengikuti
Terkonfirmasi pemeriksaan RR
alur yang sama
Gambaran Tidak Bakteriologis TCM
dengan alur
Mendukung Mendukung Pengobatan Mulai Pengobatan TB RO; Lakukan pada hasil
TB TB; Bukan TB Lini 1 pemeriksaan Biakan dan Uji Kepekaan pemeriksaan
TB; Cari mikrokopis
OAT Lini 1 dan Lini 2
TB kemungkinan BTA negatif (-
Terkonfi penyebab
TB RR; TB TB Pre XDR TB XDR -) )
rmasi penyakit lain
MDR
Klinis
Pengobatan TB RO dengan
Paduan Baru
Ada Tidak Ada
Perbaikan Perbaikan Klinis, Lanjutkan Pengobatan TB RO
Klinis ada faktor risiko
TB, dan atas
Bukan TB; Cari
pertimbangan
kemungkinan
dokter
penyebab
penyakit lain
TB Terkonfirmasi
Pengobatan TB Lini Klinis
1
Keterangan alur:
biakan.
pemeriksaan mikroskopis.
toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang spesifik
underdiagnosis.
sebanyak 2 (dua) dengan kualitas yang bagus. Satu contoh uji untuk
diperiksa TCM, satu contoh uji untuk disimpan sementara dan akan
29
cepat)
c) Contoh uji non-dahak yang dapat diperiksa dengan MTB/RIF terdiri atas
d) Pasien dengan hasil Resistan Rifampisin tetapi bukan berasal dari kriteria
terdapat perbedaan hasil, maka hasil pemeriksaan TCM yang terakhir yang
e) Jika hasil TCM indeterminat, lakukan pemeriksaan TCM ulang. Jika hasil
kepekaan.
g) Pasien dengan hasil TCM negatif, lakukan pemeriksaan foto toraks. Jika
a) Faskes yang tidak mempunyai alat TCM dan kesulitan mengakses TCM,
dengan kualitas yang bagus. Contoh uji dapat berasal dari dahak Sewaktu-
c) Basil Tahan Asam (BTA) (+) adalah jika salah satu atau kedua contoh uji
dapat segera ditegakkan sebagai pasien dengan BTA (+). BTA (-) adalah
jika kedua contoh uji dahak menunjukkan hasil BTA negatif. Apabila
terapi antibiotika spektrum luas (Non OAT dan Non kuinolon) terlebih
dahulu selama 1-2 minggu. Jika tidak ada perbaikan klinis setelah
pemberian antibiotik, pasien perlu dikaji faktor risiko TB. Pasien dengan
a. Prinsip Pengobatan TB
penyebaran lebih lanjut dari kuman TB. Pengobatan yang adekuat harus
memenuhi prinsip:
3) Ditelan secara teratur dan diawasi langsung oleh pengawas minum obat
4) Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup, terbagi dalam dua (2)
tahap yaitu tahap awal serta tahap lanjutan, sebagai pengobatan yang adekuat
b. Tahapan Pengobatan
1) Tahap awal
Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada tahap ini adalah
dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada dalam
tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang
Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru, harus diberikan selama 2 bulan.
Pada umumnya dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya
2) Tahap lanjutan
masih ada dalam tubuh, khususnya kuman persister sehingga pasien dapat
2) Apabila hasil pemeriksaan pada akhir tahap awal positif : Pada pasien baru
lanjutan satu bulan. Apabila hasil pemeriksaan dahak ulang tetap positif,
c. Apabila tidak bisa dilakukan pemeriksaan uji kepekaan obat atau dirujuk ke
(tanpa pemberian OAT sisipan) dan diperiksa ulang dahak kembali pada
a) Baik pada pengobatan pasien baru atau pengobatan ulang apabila hasil
MDR.
Rujukan TB MDR.
dari awal.
**Tidak termasuk obat suntik lini kedua, tetapi dapat diberikan pada kondisi
2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)E.
4) Paduan OAT untuk pasien TB Resistan Obat: terdiri dari OAT lini ke-2
obat TB baru lainnya serta OAT lini-1, yaitu pirazinamid and etambutol.
Catatan:
Indonesia dapat diberikan dengan dosis harian maupun dosis intermiten (diberikan
direkomendasikan. Penyediaan OAT dengan dosis harian saat ini sedang dalam
kategori-2 disediakan dalam bentuk paket obat anti tuberkulosis kombinasi dosis
tetap (OAT KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 dan 4 jenis obat
dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini
dikemas dalam 1 (satu) paket untuk 1 (satu) pasien untuk 1 (satu) masa
pengobatan.
Paket Kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid (H),
Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan Etambutol (E) yang dikemas dalam bentuk
37
blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk pasien yang tidak bisa
menggunakan paduan obat anti tuberkulosis kombinasi dosis tetap (OAT KDT).
Paduan OAT kategori anak disediakan dalam bentuk paket obat kombinasi
dosis tetap (OAT KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 3 jenis obat
dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini
dikemas dalam satu paket untuk satu pasien untuksatu (1) masa pengobatan.
pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien untuk satu (1)
masa pengobatan.
c. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat
d. Paduan obat anti tuberkulosis kombinasi dosis tetap (OAT KDT) Lini
(diberikan 3 kali perminggu) dengan mengacu pada dosis terapi yang telah
direkomendasikan.
b. Kategori-2
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah diobati
1) Pasien kambuh.
3) Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up). Dan
pemeriksaan dua contoh uji dahak sewaktu dan pagi (SP). Hasil dari pemeriksaan
ulang dahak apakah masih tetap BTA positif atau sudah menjadi BTA negatif,
pasien harus memulai pengobatan tahap lanjutan. Pemberian OAT sisipan sudah
tidak dilakukan. Semua pasien TB baru yang tidak konversi pada akhir 2 bulan
pengobatan. Bila hasil tetap BTA positif, pasien ditetapkan sebagai pasien terduga
TB Resistan Obat. Semua pasien TB pengobatan ulang yang tidak konversi akhir
ulang dahak kembali pada akhir pengobatan. Bila mana hasil pemeriksaan
pengobatan pasien TB ekstra paru (ISTC Standar 10). Sebagaimana pada pasien
untuk menilai hasil pengobatan, antara lain peningkatan berat badan pasien,
Pasien baru (= = =) (= = =) (- - - ) (- - -) (- - -) (- - -)
2(HRZE) / X (X) X X
4(HR)3 Apabila Apabila Apabila
hasilnya hasilnya hasilnya
BTA BTA BTA
Positif,din Positif, Positif,
yatakan dinyatak dinyatak
tidak an gagal*an gagal*
konversi*
Pasien (= = =) (= = =) (= = =) (- - -) (- - -) (- - -) (- - -) (- - -)
pengobatan X Apabila X
ulang Apabila (X) hasilnya Apabila
2(HRZE)S / hasilnya BTA hasilnya
(HRZE) / 5 BTA Positif, BTA
(HR)3E3 Positif,di dinyatak Positif,
nyatakan an gagal* dinyatak
tidak an gagal*
konversi
*
Keterangan :
(X) : pemeriksaan dahak ulang pada bulan ini dilakukan hanya apabila hasil
tes cepat molekuler TB, apabila hasil nya Resisten Rifampisin rujuk ke RS
rujukan psien dan lakukan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan. Apabila
3) Gagal yaitu pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali positif pada bulan ke-5 atau lebih selama masa pengobatan; atau
5) Putus berobat yaitu pasien TB yang tidak memulai pengobatanya atau yang
kabupaten atau kota lain dimana hasil akhir pengobatanya tidak diketahui
a. D (Directly)
kuman TB atau tidak. Jadi, penderita dengan pemeriksaan sputum BTA positif
b. O (Observed)
Ada observer yang mengamati pasien dalam minum obat dengan dosis
c. T (Treatment)
diyakinkan bahwa mereka akan sembuh setelah pengobatan selesai. Alat monitor
berupa buku laporan yang merupakan bagian dari sistem dokumen kemajuan
dalam penyambuhan.
d. S (Shortcourse)
infeksi baru dan perkembangan resistensi ganda TB, dan efisiensi sehingga perlu
pendanaan.
Salah satu unsur penting dalam penerapan DOTS adalah komitmen yang
kuat dari pimpinan, termasuk kerja sama lintas sektor, dukungan adminitrasi
tingkat pelayanan kesehatan yang harus dipenuhi tidak hanya dalam jumlah
penggajiannya. Program hanya bisa berjalan jika digerakkan oleh manusia dan
sektor kesehatan secara umum, setidaknya meliputi dua hal penting, yaitu
Paru harus merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari reformasi sektor
terjamin mutunya.
kepada orang lain. Kegiatan ini membutuhkan adanya pasien yang memahami dan
sadar akan keluhan dan gejala TB, akses terhadap fasilitas kesehatan dan adanya
(SP). Adapun strategi penemuan pasien TB dapat dilakukan secara pasif, intensif,
orang kontak erat dengan pasien TB, penemuan di tempat khusus seperti
kumuh.
diantaranya kurangnya kepatuhan penderita untuk berobat dan minum obat, harga
obat yang mahal, timbulnya resistensi ganda, kurangnya daya tahan tubuh
terhadap mikobakteria, berkurangnya daya bakterisid obat yang ada. Untuk ini
diperlukan pencatatan dan pelaporan penggunaan obat yang baik, seperti misalnya
jumlah kasus pada setiap kategori pengobatan, kasus yang ditangani pada waktu
yang ada, dan lain-lain. Obat yang umum dipakai adalah Isoniazid, Etambutol,
obat primer. Isoniazid adalah obat TB paling poten dalam hal membunuh bakteri,
47
(Anengsih, 2017).
paduan OAT Lini Pertama yang digunakan di Indonesia dapat diberikan dengan
mengacu pada dosis terapi yang telah direkomendasikan Penyediaan OAT dengan
dosis harian saat ini sedang dalam proses pengadaan oleh Program TB Nasional.
obat kombinasi dosis tetap (OAT KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari
kombinasi 2 dan 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat
badan pasien. Paduan ini dikemas dalam 1 (satu) paket untuk 1 (satu) pasien untuk
Paket Kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid (H),
Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan Etambutol (E) yang dikemas dalam bentuk
blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk pasien yang tidak bisa
Paduan OAT kategori anak disediakan dalam bentuk paket obat anti
tuberkulosis kombinasi dosis tetap (OAT KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari
kombinasi 3 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat
badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien untuksatu
pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien untuk satu (1)
masa pengobatan.
Pemberian obat yang diawasi secara langsung, atau dikenal dengan istilah
menelan obatnya, dimana obat yang diberikan harus sesuai standar. DOT
penderita menelan obatnya secara teratur dan benar oleh Pengawas Minum Obat
(PMO). Salah satu usaha untuk memperkecil putus obat adalah adanya pengawas
munculnya kuman resistan obat. Agar hal hal tersebut tercapai, sangat penting
memastikan bahwa pasien menelan seluruh obat yang diberikan sesuai anjuran,
dengan pengawasan langsung oleh seorang PMO (Pengawas Minum Obat) untuk
kediaman pasien atau PMO datang berkunjung kerumah pasien. Apabila tidak ada
disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani
dan dihormati oleh pasien, seseorang yang tinggal dekat dengan pasien, bersedia
49
membantu pasien dengan sukarela, bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan
misalnya Bidan di Desa, perawat, pekarya, sanitarian, juru immunisasi, dan lain
lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal
dari kader kesehatan, guru, anggota PKK (program kesejahteraan keluarga), atau
obat secara teratur sampai selesai pengobatan, memberi dorongan kepada pasien
agar mau berobat teratur, mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada
waktu yang telah ditentukan, memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien
obat dimakan dengan kombinasi yang benar dan jangka waktu yang tepat.
Pengawas menelan obat yang paling ideal sebaiknya dapat mengawasi secara
langsung setiap penderita menelan obat setiap hari terutama pada fase awal yaitu
pengobatan secara langsung, pasien tidak memikul sendiri tanggung jawab akan
masyarakat, pemerintah dan masyarakat semua harus berbagi tanggung jawab dan
50
terlatih, bertanggung jawab, dapat diterima oleh pasien dan bertanggung jawab
program
monitoring dan evaluasi diperlukan suatu sistem pencatatan dan pelaporan baku
yang dilaksanakan dengan baik dan benar, dengan maksud mendapatkan data
yang sah atau valid untuk diolah, dianalisis, diinterpretasi, disajikan dan
tuberkulosis dengan sistem elektronik dan jalur online dengan aplikasi software
Dalam hal ini yang digunakan untuk sistematika evaluasi kemajuan pasien
dan hasil pengobatan. Sistem ini terdiri dari daftar laboratorium yang berisi
catatan dari semua pasien yang diperiksa sputumnya, kartu pengobatan pasien
yang merinci penggunaan obat dan pemeriksaan sputum lanjutan. Setiap pasien
51
tuberkulosis yang diobati harus mempunyai kartu identitas penderita yang telah
pergi, dia harus menggunakan kartu yang sama sehingga dapat melanjutkan
harus sudah selesai mengisi laporannya sebelum tanggal 2 setiap bulan yang
ulang oleh petugas dinas. Formulir yang harus ada yaitu daftar terduga TB yang
dahak (TB 05), kartu pengobatan pasien (TB 01), kartu identitas pasien (TB02),
formulir hasil akhir pengobatan dari pasien TB Pidahan (TB 10), Register
2.1.5 Evaluasi
Evaluasi baru dapat dilakukan setelah suatu kebijakan sudah berjalan cukup waktu
berjalan serta meningkatkan perencanaan yang lebih baik dengan seleksi yang
tolak ukur yang ditetapkan di awal program. Menurut the american public
association dalam Azwar (2010) evaluasi adalah suatu proses untuk menentukan
nilai atau tingkat keberhasilan dari pelaksanaan suatu program dalam mencapai
tujuan dengan cara membandingkan hasil kegiatan dengan standar nilai yang
keberhasilan dari suatu program yang dilakukan yang dapat dilihat dari dampak
yang ditimbulkan.
kelompok yaitu :
sumber daya, baik sumber daya manusia (man), dana (money), saran-prasarana
masyarakat.
pada ketersediaan dana kurang, maka moral dan motivasi kerja staf akan akan
menurun dan pada akhirnya akan memengaruhi kinerja yang dihasilkan sehingga
menyelenggarakan pelayanan dan mencapai suatu tujuan. Apabila sarana atau alat
tidak sesuai dengan standar, maka suatu pelayanan yang bermutu akan sulit
dihasilkan.
program, apakah sudah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan atau tidak.
Evaluasi terhadap proses ini bertujuan untuk mengetahui apakah metode yang
apakah motivasi dan komunikasi dalam organisasi telah berkembang dengan baik
dihadapinya.
2. Dengan evaluasi juga dapat diketahui berpa biaya dan manfaat dari suatu
kebijakan.
negatif.
pencapaian target.
Lingkungan
Umpan Balik
METODE PENELITIAN
INPUT
1. Manusia
PROSES
Tersedianya tenaga
DOTS 1. Komitmen politis
2. Metode 2. Penemuan kasus
Ketersediaan buku 3. Distribusi obat
pedoman 4. Pengawasan minum obat
penyelenggaraan DOTS,
standar prosedur 5. Pencatatan dan
operasional (SOP) pelaporan
3. Dana
Tersedianya dana
penyelenggaraan,
alokasi pendanaan
4. Material
Logistik OAT dan
Logistik Non OAT
OUTPUT
1. Capaian angka penemuan kasus
2. Capaian angka keberhasilan
pengobatan
56
57
Fokus penelitian pada evaluasi strategi DOTS terdiri atas masukan (input),
proses, dan keluaran (output). Masukan dan proses merupakan elemen penting
penelitian ini terdiri atas 4M (man, money, method, dan material). Proses terdiri
atas komitmen politis, penemuan kasus, distribusi obat, pengawas menelan obat,
pencatatan dan pelaporan. Serta keluaran terdiri dari capaian angka keberhasilan
penelitian yang bermaksut untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami
holistik dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suau
alamiah.
paru dengan strategi DOTS melalui pemahaman peneliti tentang pengalaman atau
deskripsi dari informan penelitian. Data yang dikumpulkan adalah berupa kata-
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari data
primer dan data sekunder yang selanjutnya akan diolah menjadi informasi sesuai
yang dibutuhkan.
Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari hasil wawancara langsung
orang tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau
(Notoatmojo, 2012:125).
b. Koordinator TB.
c. Petugas laboratorium.
c. Pasien Tuberkulosis.
memberikan data kepada pengumpul data, misalnya melalui orang lain atau
dokumen (Sugiyono, 2013:225). Data sekunder dalam penelitian ini adalah data
TB Dunia, Indonesia, Jawa Tengah dari profil kesehatan Provinsi Jawa Tengah,
wawancara.
60
Agar hasil wawancara dapat terekam dengan baik dan peneliti memiliki
bukti telah melakukan wawancara kepada informan atau sumber data, maka
diperlukan alat seperti buku catatan yang berfungsi mencatat percakapan dengan
sumber data. Alat perekam untuk merekam semua percakapan, dan kamera untuk
(Sugiyono. 2013:229).
itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara dan narasumber atau yang
3.5.2.2 Observasi
peneiti dalam melakukan pengambian data ikut terlibat atau berpartisipasi dengan
kegiatan orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data
penelitian. Hali ini bertujuan untuk memperoleh data yang lengkap,tajam dan
sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak
(Sugiyono, 2013:227).
3.5.2.3 Dokumentasi
lapangan yang terekam dalam alat perekam dan kamera, tulisan,gambar dan lain-
Kegiatan yang akan dilakukan dalam penelitian ini secara garis besar
diteliti.
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu
untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik
triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi dengan sumber.
wawancara dan observasi dengan pedoman yang telah ada dan membandingkan
data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara. Triangulasi sumber pada
penelitian ini adalah Pengawas minum obat (PMO), Pasien TB Paru, dan
diperoleh suatu data. Oleh karena itu perlu segera dilakukan analisis data melalui
reduksi data. Reduksi data merupakan proses merangkum, memilih hal-hal yang
pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting dan transformasi data kasar yang
memberikan gambaran data yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk
(Sugiyono, 2013:247).
Dalam penelitian ini, penyajian data yang digunakan adalah dengan teks
yang bersifat naratif. Penyajian data akan memudahkan untuk memahami apa
yang terjadi dan merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah
dipahami.
berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti kuat yang mendukung pada tahap
pengumpulan berikutnya. Dan kesimpulan akan kredibel bila didukung oleh bukti
6.1 SIMPULAN
dengan fungsinya.
baik. Akan tetapi, Untuk pencatatan dan pelaporan secara online nya
121
122
7. Dari segi output, capaian angka penemuan kasus sampai pada bulan Agustus
tahun 2018 sebesar 20% (12 dari 70 target). Sedangkan capaian angka
keberhasilan pengobatan sebesar 83%. Hal ini belum memenuhi target yang
6.2 SARAN
sebagai berikut:
maksimal.
mengkaji lebih mendalam teerhadap informan mengenai strategi DOTS dari segi
komitmen Politis, penemuan kasus, distribusi obat, kinerja PMO serta pencatatan dan
pelaporan.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M.K., Karanja, S & Karama,M. (2017). Factors associated with tuberculosis
treatment outcomes among tuberculosis patients attending tuberculosis
treatment centres in 2016-2017 in Mogadishu, Somalia. Pan African Medical
Journal. 28(1): 197-211.
Dewanty, L.I., Haryanti, Titik., & Kurniawan, T.P. (2016). Kepatuhan Berobat
Penderita Tb Paru Di Puskesmas Nguntoronadi I Kabupaten Wonogiri. Jurnal
Kesehatan. 1(1): 39-43.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. (2014). Profil Kesehatan Jawa Tengah
Tahun 2014. Semarang: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. (2016) Profil Kesehatan Jawa Tengah
Tahun 2016. Semarang: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.
124
125
Endjala, Tuwilika., Mohamed. S.& Ashilapa, D.O. (2017). Factors that contribute to
treatment defaulting amongst tuberculosis patients inWindhoek District,
Namibia. International Journal of Clinical Nursing Studies. 5(4): 12-22.
Gube, A. A., Deblkie, M., Seid, K., Bisete, K., Mengesha, Asfaw., Zeynu, A.,
Shimelis, F., & Gebremeskel, Feleke. (2018). Assessment of Anti-TB Drug
Nonadherence and Associated Factors among TB Patients Attending TB
Clinics in Arba Minch Governmental Health Institutions, Southern Ethiopia.
International Journal of Clinical Medicine Hindawi. 4(2): 1-8.
Joseph, B.N., Sariem, C.N., Dangiwa, D.A., David, S., Joseph, S.I & Egah, D.Z.
(2015). Comparative assessment of Directly Observed Treatment Short-
course (DOTS) for tuberculosis patients in a primary and a tertiary health
centre in Nigeria. Journal of Pharmacy and Bioresources. 12(1): 22-29.
Muture, N.Bernard., Keraka, M.N.,Kimuu, P.K,. Kabiru, E.W., Ombeka, V.O., &
Oguya, Francis. (2011). Factors associated with default from treatment
among tuberculosis patients in nairobi province, Kenya: A case control study.
Journal of BioMed Central Public Health. 11(1): 696-706.
Okeke, T,A dan E,N Abuwa. (2006). Evaluation of The Implementation of Directly
Observed Treatment Short Course By Private Medical Practitioner In The
Management of Tuberculosis In Enugu, Nigeria. Journal of Community
Medicine. 8(2): 86-89.
Rosita, yanti. (2014). Studi Mutu Pelayanan Sentra Directly Observed Treatment
Short-Course (Dots) Di Balai Besar Kesehatan Paru. Jurnal Kesmas. 5(2)
Sakajiki, M.A., Garba, B., Ibrahim, Y., Mohammed, B.A., Abdullahi, Uar., Sada,
K.B & Ibrahim, T.M. (2017). Treatment outcome of Tuberculosis at a
specialist hospitalin North Western Nigeria - A 30 months retrospective
study. PJCM. 24(1): 4-9.