Anda di halaman 1dari 55

HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP DENGAN

KEJADIAN PENYAKIT HIPERTENSI PADA USIA


DEWASA MUDA DI PUSKESMAS SIMBAWARINGIN
TRIMURJO LAMPUNG TENGAH
TAHUN 2020

(Skripsi)

Oleh:

ZENIRA SARI PITALOKA


NPM. 17310316

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG
2020
HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP DENGAN
KEJADIAN PENYAKIT HIPERTENSI PADA USIA
DEWASA MUDA DI PUSKESMAS SIMBAWARINGIN
TRIMURJO LAMPUNG TENGAH
TAHUN 2020

SKRIPSI
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
SARJANA KEDOKTERAN

Oleh:
ZENIRA SARI PITALOKA
NPM. 17310316

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa berkat Rahmat, Hidayah dan Karunia-
Nya kepada kita semua sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP DENGAN KEJADIAN PENYAKIT
HIPERTENSI PADA USIA DEWASA MUDA DI PUSKESMAS
SIMBAWARINGIN TRIMURJO LAMPUNG TENGAH TAHUN 2020”.

Proses penulisan ini dapat terselesaikan atas bantuan berbagai pihak, maka dengan

selesainya skripsi ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. dr. Achmad Farich, M.M, selaku Rektor Universitas Malahayati.


2. dr. Toni Prasetia, Sp. PD, FINASIM selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Malahayati Bandar lampung dan selaku pembimbing satu yang telah bersedia
meluangkan waktu, memberikan bimbingan, ilmu, kritik, saran, semangat dan
nasihat yang bermanfaat dalam penyusunan dan penyelesaian sehingga skripsi ini
dapat diselesaikan.
3. dr. Sri Maria Puji Lestari, M.Pd. Ked selaku Ka Prodi Sarjana Kedokteran Fakultas
Kedokteran Universitas Malahayati.
4. dr. Esteria M, M, Kes selaku Pembimbing Kedua yang telah bersedia meluangkan
waktu, memberikan bimbingan, ilmu, kritik, saran, semangat dan nasihat yang
bermanfaat dalam penyusunan dan penyelesaian sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan.
5. dr. selaku penguji yang telah meluangkan waktu membimbing dan
menguji dalam penyusunan proposal ini.
6. Seluruh dosen beserta staf Program Pendidikan Kedokteran Umum yang dengan
penuh dedikasi memberikan ilmu pengetahuan
7. Bapak tercinta Acep Saepullah yang telah mengajarkan untuk terus kuat dalam hal
menjalani hidup dan Mama tersayang Hayati yang telah menjadi motivasi untuk terus
berjuang dalam perkuliahan, yang selalu memberikan doa, dukungan, serta hasil
kerja kerasnya lah penulis dapat mengenyam pendidikan di Universitas Malahayati
ini serta dapat menyelesaikan skripsi ini.
8. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini baik secara
langsung ataupun tidak langsung.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kata kesempurnaan,
oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan.

Bandar Lampung,

Zenira Sari Pitaloka


Daftar Isi

BAB I................................................................................................................................6
PENDAHULUAN............................................................................................................6
1.1 Latar Belakang..................................................................................................6
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................10
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................................10
1.4 Manfaat Penelitian..........................................................................................11
1.5. Judul Penelitian...............................................................................................12
BAB II.............................................................................................................................13
TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................13
2.1 Hipertensi........................................................................................................13
2.2 Gaya Hidup.....................................................................................................29
2.3 Usia dewasa muda...........................................................................................36
2.4 Tinjauan umum...............................................................................................37
2.5 Kerangka Teori...............................................................................................42
2.6 Kerangka Konsep...........................................................................................43
BAB III...........................................................................................................................44
METODE PENELITIAN.............................................................................................44
3.1 Jenis penelitian dan Rancangan Penelitian..................................................44
3.2 Tempat dan Waktu.........................................................................................44
3.3 Subjek Penelitian............................................................................................45
3.4 Variabel Penelitian.........................................................................................47
3.5 Definisi Operasional.......................................................................................47
3.6 Alat ukur dan Cara pengumpulan data.......................................................48
3.7 Pengolahan data..............................................................................................48
3.8 Analisis Data....................................................................................................49
3.9 Alur Penelitian................................................................................................50
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2015, hipertensi membunuh

hampir 8 miliar orang setiap tahun di dunia dan hampir 1,5 juta orang setiap

tahunnya di Kawasan Asia Timur Selatan. Sekitar sepertiga dari orang dewasa di

Wilayah Asia Timur-Selatan menderita hipertensi. Prevalensi penyakit hipertensi

akan terus meningkat tajam dan diprediksi pada tahun 2015 sebanyak 29% orang

dewasa terkena hipertensi. Penyakit Hipertensi telah mengakibatkan kematian sekitar

8 juta orang setiap tahun, di mana 1,5 juta kematian di Asia Tenggara yang sepertiga

populasinya menderita hipertensi sehingga dapat menyebabkan peningkatan beban

biaya kesehatan (Kemenkes, 2017).

Hipertensi sering juga disebut penyakit tidak menular, penyakit degeneratif ini

banyak terjadi dan mempunyai tingkat mortalitas yang cukup tinggi serta

mempengaruhi kualitas hidup dan produktifitas seseorang. Selain itu penyakit

hipertensi sering diberi gelar The Sillent Killer karena penyakit ini merupakan

pembunuh tersembunyi. Penyakit hipertensi atau tekanan darah telah membunuh 9,4

juta warga di dunia setiap tahunnya. Saat ini pun World Health Organization (WHO)

memperkirakan jumlah penderita hipertensi akan terus meningkat seiring dengan

jumlah penduduk yang meningkat. Diperkirakan pada tahun 2025 mendatang,

diproyeksikan sekitar 29% warga di dunia terkena hipertensi (WHO, 2013).

Hipertensi masih merupakan tantangan besar di Indonesia. Prevalensi penyakit

hipertensi di Indonesia yang didapat melalui pengukuran pada kelompok umur ≥18
tahun sebesar 25,8%, Prevalensi penyakit hipertensi pada setiap propinsi di Indonesia

pada kelompok umur ≥18 tahun tergolong cukup tinggi. Sebagai contoh prevalensi

penyakit hipertensi di beberapa provinsi antara lain Provinsi Bangka Belitung,

Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur dan Jawa Barat pada tahun 2013 rata-rata di

atas 29,4%. Sedangkan prevalensi hipertensi pada kelompok umur ≥18 tahun di Jawa

Tengah pada tahun 2013 sebesar 26,4%. Jika saat ini penduduk Indonesia sebesar

252.124.458 jiwa maka terdapat 65.048.110 jiwa yang menderita penyakit hipertensi.

Suatu kondisi yang cukup mengejutkan. Di Indonesia terdapat 13 provinsi yang

persentasenya melebihi angka nasional, dengan tertinggi di Provinsi Bangka Belitung

(30,9%) atau secara absolut sebanyak 30,9% x 1.380.762 jiwa = 426.655 jiwa

(Kemenkes RI, 2014).

Data Batlitbangkes (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan) Riset

Kesehatan Dasar tahun 2013, menunjukkan bahwa, prevalensi hipertensi di Indonesia

pada tahun 2013 pada kelompok usia muda, yaitu kelompok usia 18-24 tahun sebesar

8.7%, kelompok usia 25-34 tahun sebesar 14.7% dan pada kelompok usia 35-44

tahun sebesar 24.8%.

Prevalensi nasional berdasarkan Riskesdas 2013 sebesar 20,8% tertinggi di

Kepulauan Bangka Belitung (30,9%), sedangkan yang terendah di Papua sebesar

(16,8%). Selanjutnya, Menurut Joint National Committee (JNC) VII 2013 didapatkan

prevalensi hipertensi sebesar 5,3% (laki-laki 6,0% dan perempuan 4,7%), pedesaan

(5,6%) lebih tinggi dari perkotaan (5,1%). Peningkatan tekanan darah dipengaruhi

oleh beberapa faktor risiko antara lain umur, jenis kelamin, riwayat keluarga, genetik

(faktor risiko yang tidak dapat diubah/dikontrol) dan gaya hidup seperti kebiasaan

merokok, konsumsi garam, konsumsi lemak jenuh, penggunaan jelantah, kebiasaan


konsumsi minum-minuman beralkohol, obesitas, kurang aktifitas fisik, stres,

penggunaan estrogen (Kemenkes RI, 2014).

Berdasarkan data Profil Kesehatan Provinsi Lampung (2010), kejadian

hipertensi menduduki urutan ke 4 dari 10 besar penyakit dengan diagnosa terbanyak

di Lampung. Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Hi. Abdul Moeloek Provinsi

Lampung, kunjungan pasien dengan hipertensi rata-rata pertahun sebanyak 1000

pasien.

Di Puskesmas Simbarwaringin Kecamatan Trimurjo, Lampung Tengah,

hipertensi menempati proporsi penyakit dengan diagnosa terbanyak ke dua, dengan

jumlah pasien hipertensi tahun 2017 sebanyak 1.065 pasien, sedangkan pada tahun

2018 meningkat menjadi 1.174 pasien. Tingginya kejadian hipertensi di Puskesmas

Simbawaringin, yang semakin tahun semakin meningkat, namun belum ada

penelitian terkait hubungan antara gaya hidup dengan kejadian hipertensi pada usia

dewasa muda.

Penyakit Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah Dimana terjadinya

peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik

lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit

dalam keadaan cukup istirahat/tenang. Peningkatan tekanan darah ini yang

berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten) dan dapat menimbulkan kerusakan

pada ginjal (gagal ginjal), jantung (penyakit jantung koroner) dan otak

(menyebabkan) bila tidak dideteksi secara dini dan mendapat pengobatan yang

memadai (Kemenkes RI, 2014).

Menurut Kotler dan Keller gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia

yang tercermin dalam kegiatan, minat dan pendapat sedangkan menurut Mowen
Gaya hidup adalah menunjukkan bagaimana orang hidup, bagaimana membelanjakan

uangnya, dan bagaimana mengalokasikan waktu. Konsep gaya hidup di atas sangat

umum dan luas, oleh karena itu konstruk gaya hidup perlu difokuskan pada gaya

hidup tertentu yakni gaya hidup teknologi

Modifikasi gaya hidup sehat bagi setiap orang sangat penting untuk menjaga

kesehatan dan merupakan bagian yang penting dalam penanganan hipertensi. Semua

pasien hipertensi harus melakukan perubahan gaya hidup. Di samping menurunkan

tekanan darah pada pasien-pasien dengan hipertensi, modifikasi gaya hidup juga

dapat mengurangi berlanjutnya tekanan darah ke hipertensi pada pasien-pasien

dengan tekanan darah prehipertensi. (Panjaitan, 2015).

Gaya hidup sehat telah menjadi bagian yang penting dalam penanganan

hipertensi dengan mengurangi berat badan untuk individu yang gemuk, mengadopsi

pola makan DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension), melakukan aktifitas

fisik/olahraga, menghindari alkohol, kafein dan kebiasaan merokok agar tidak

menimbulkan hipertensi berat yang mungkin disertai dengan komplikasi yang

berbahaya (Triyanto, 2014).

Menurut hasil penelitian Fadhli (2018), tidak ada hubungan gaya hidup

(konsumsi kopi) dengan kejadian hipertensi pada usia dewasa muda dengan p=0,453

(p value >0,05). Selain itu tidak ada hubungan bermakna antara hubungan gaya

hidup (kebiasaan merokok) dengan kejadian hipertensi pada usia dewasa p=0,303 (p

value >0,05) serta tidak ada hubungan gaya hidup (aktifitas fisik) dengan kejadian

hipertensi pada usia dewasa muda p=0,249 (p value >0,05).

Sedangkan hasil penelitian dari Rachmawati (2013), menjelaskan bahwa tidak

ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi pada usia
dewasa muda di nilai p=0,747. Selanjutnya, ada hubungan antara aktifitas fisik

dengan kejadian hipertensi pada usia dewasa muda dengan nilai p=0,012 dan tidak

ada hubungan antara sering mengkonsumsi kopi dengan kejadian hipertensi dengan

nilai p=0,457>0,05.

Berdasarkan latar belakang di atas peniliti tertarik untuk melakukan penelitian

tentang Hubungan Antara Gaya Hidup Dengan Kejadian Penyakit Hipertensi pada

Usia Dewasa Muda di Puskesmas Simbawaringin Kecamatan Trimurjo Lampung

Tengah Tahun 2020.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian di atas peneliti merasa tertarik untuk menggali lebih

dalam mengenai penelitian dengan “Hubungan Antara Gaya Hidup Dengan

Kejadian Penyakit Hipertensi pada Usia Dewasa Muda di Puskesmas

Simbawarangin Trimurjo Lampung Tengah Tahun 2020”.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui “Hubungan Antara Gaya

Hidup Dengan Kejadian Penyakit Hipertensi pada Usia Dewasa Muda di

Puskesmas Simbawaringin Trimurjo Lampung Tengah Tahun 2020”.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui gambaran hipertensi pada usia dewasa muda.

2. Untuk mengetahui gambaran gaya hidup dengan kebiasaan merokok.

3. Untuk mengetahui gambaran gaya hidup dengan aktifitas fisik.


4. Untuk mengetahui gambaran gaya hidup dengan kebiasaan minum kopi.

5. Untuk mengetahui hubungan antara kebiasaaan merokok dengan kejadian

penyakit hipertensi pada usia dewasa muda.

6. Untuk mengetahui hubungan antara aktifitas fisik dengan kejadian penyakit

hipertensi pada usia dewasa muda.

7. Untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan minum kopi dengan kejadian

penyakit hipertensi pada usia dewasa muda.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti


1. Sebagai salah satu syarat kelulusan untuk memperoleh gelar kesarjanaan

jenjang pendidikan Strata-1.

2. Untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dan wawasan mengenai pentingnya

hubungan gaya hidup dengan kejadian penyakit hipertensi pada usia dewasa

muda.

1.4.2 Bagi institusi Pendidikan


Hasil penelitian ini di harap kan dapat memberikan informasi yang telah ada

sebelumnya serta menunjang kegiatan penelitian selanjutnya di Fakultas

Kedokteran Universitas Malahayati.

1.4.3 Bagi peneliti lain


Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu sumber pengembangan

ilmu pengetahuan, bahan bacaan dan pembanding bagi peneliti.


1.5. Judul Penelitian
Judul penelitian adalah” Hubungan Antara Gaya Hidup Dengan Kejadian

Penyakit Hipertensi pada Usia Dewasa Muda di Puskesmas Simbawaringin

Kecematan Trimurjo Lampung Tengah 2020”.

1.5.1 Ruang Lingkup Tempat


Penelitian ini akan dilaksanakan di Puskesmas Simbawaringin Kecamatan

Trimurjo Lampung Tengah.

1.5.2 Ruang Lingkup Subjek


Penelitian ini akan mengambil subjek penelitian yaitu warga desa dengan usia

muda yang mengalami hipetensi di Puskesmas Simbarwaringin Kecematan

Trimurjo Lampung Tengah.

1.5.3 Ruang Lingkup waktu


Penelitian ini akan di lakasanakan pada bulan September 2020.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi

2.1.2 Definisi
Definisi Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan

darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90

mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam

keadaan cukup istirahat/tenang. (Kemenkes,2013).

Menurut kamus saku kedokteran Dorland Hipertensi (Hypertension)

adalah Tingginya tekanan darah arteri secara peristen, Penyebab nya mungkin

tidak diketahui (essential, idophatic, atau primary h) atau mungkin disebabkan

oleh penyakit lain (secondary h) (Dorland, 2008).

Hipertensi adalah masalah kesehatan masyarakat nasional yang serius.

Tetapi penyebabnya umumnya tidak di ketahui. Kadang-kadang mekanisme

kontrol tekanan darah tidak berfungsi dengan benar atau tidak mampu secara

sempurna mengompensasi perubahan yang berlangsung. Tekanan darah dapat

selalu tinggi (hipertensi jika di atas 140/90 mm Hg) (hipotensi jika dibawah

90/60 mm Hg). (Sherwood, L, 2011).

Semua definisi Hipertensi adalah angka kesepakatan berdasarkan bukti

klinis (evidence besed) atau berdasarkan consensus atau berdasarkan

epidemiologi studi meta analisis. Sebab bila tekanan darah lebih tinggi dari

angka normal yang disepakati, maka resiko morbiditas dan mortalitas kejadian
kardiovaskular akan meningakat. Yang paling penting ialah tekanan darah harus

persistens di atas atau sama dengan 140/90 mmHg (Yogiantoro, M. 2014).

2.1.2 Etiologi

Hipertensi disebut primer bila penyebabnya tidak diketahui (90%), bila

ditemukan sebabnya disebut sekunder (10%). Penyebabnya antara lain:

 Penyakit: penyakit ginjal kronik, sindroma cushing, koarktasi aorta,

obstuctive sleep apnea, penyakit paratiroid, feokromositoma, aldosteronism

primer, penyakit renovaskular, penyakit tiroid.

 Obat-obatan: prednison, fludrokortison, triamsinolon.

- Amfetamin/anorektik: phendimetrazine, phentermine, sibutramine.

- Antivascular endothelin growth factor agents.

- Estrogen: biasanya kontrasepsi oral.

- Calcineurin inhibitors: siklosporin, tacrolimus.

- Dekongestan: phenylpropanolamine & analog.

- Erythropoiesis stimulating agents: erythropoietin, darbepoietin.

- NSAIDs, COX-2 inhibitors, venlafaxine, bupropion, bromokriptin,


buspirone, carbamazepine, clozapine, ketamin, metoklopramid.

 makanan: sodium, etanol, licorice .

 Obat jalanan yang mengandung bahan-bahan sebagai berikut: cocaine,

cocaine withdrawal, ephedra alkaloids (e.g., ma-huang), "herbal ecstasy",

phenylpropanolamine analogs, nicotine withdrawal, anabolic steroids,

narcotic withdrawal, methylphenidate, phencyclidine, ketamin, ergot-

containing herbal products. (Yogiantoro, M. 2014).


2.1.3 Epidemiologi

Hipertensi ditemukan pada semua populasi dengan angka kejadian yang

berbeda-beda, sebab ada faktor-faktor genetik, ras, ragional, sosiobudaya yang

juga menyangkut gaya hidup yang juga berbeda. Hipertensi akan makin

meningkat bersama dengan bertambahnya umur (Yogiantoro,2015).

Hasil analisa The Third National Health and Nutrition Examination Survey

(NHANES III) blood pressure data, hipertensi dapat di bagi menjadi dua

katagori: 26% pada pupulasi muda (umur ≤ 50 tahun), terutama pada laki-laki

(63%) yang biasanya didapatkan lebih banyak IDH di banding ISH. 74% pada

populasi tua (umur >50 tahun), utamanya pada wanita (58%) yang biasanya

didapatkan lebih banyak ISH di banding IDH. (Yogiantoro, M. 2014).

Hipertensi mengambil porsi sekitar 60% dari seluruh kematian dunia. Pada

anak-anak yang tumbuh kembang, hipertensi meningkat mengikuti dengan

pertumbuhan badan. Dengan bertambahnya umur, angka kejadian hipertensi

juga semakin meningkat, sehingga di atas umur 60 tahun prevalensinya

mencapai 65,4%. Obesitas sindrom metabolik, kenaikan berat badan adalah

faktor resiko independen untuk kejadian hipertensi. Faktor asupan NaCl pada

diet juga sangat erat hubunganya dengan kejadian hipertensi. Mengkonsumsi

alkohol, rokok, stres kehidupan sehari-hari, kurang olah raga juga berperan

dalam kontribusi kejadian hipertensi. Bila anamnesa keluarga ada yang

didapatkan hipertensi, maka sebelum umur 55 tahun resiko menjadi hipertensi

diperkirakan sekitar empat kali dibandingkan dengan anamnesa keluarga yang

tidak didapatkan hipertensi setelah umur 55 tahun, semua orang akan menjadi

hipertensi (90%). (Yogiantoro, M. 2014).


2.1.4 Klasifikasi
Menurut Iskandar (2010), pada umumnya sekitar 90% penyebab hipertensi

tidak diketahui dan faktor turunan memegang peranan besar. Hipertensi jenis ini

dikenal sebagai hipertensi esensial atau hipertensi primer. Ada juga hipertensi

yang penyebabnya diketahui, yang disebut dengan hipertensi sekunder.

1) Hipertensi Esensial

Merupakan 95% dari kasus penderita hipertensi. Dimana sampai saat ini

belum diketahui penyebabnya secara pasti. Ada beberapa faktor yang

berpengaruh dalam terjadinya hipertensi esensial, seperti: faktor genetik,

stres dan psikologi, serta faktor lingkungan dan diet (peningkatan

penggunaan garam dan berkurangnya asupan kalium atau kalsium).

Peningkatan tekanan darah tidak jarang merupakan satu-satunya tanda

hipertensi primer. Umumnya gejala baru terlihat setelah terjadi komplikasi

pada organ target seperti ginjal, mata, otak dan jantung. (Panjaitan, 2015).

2) Hipertensi Sekunder

Pada hipertensi sekunder, penyebab dan patofisiologi dapat diketahui dengan

jelas sehingga lebih mudah dikendalikan dengan obat-obatan. Penyebab

hipertensi sekunder di antaranya berupa kelainan ginjal seperti tumor,

diabetes, kelaianan adrenal, kelainan aorta, kelainan endokrin lainnya seperti

obesitas, resistensi insulin, hipertiroidisme, dan pemakaian obat-obatan

seperti kontrasepsi oral dan kortikosteroid. (Panjaitan, 2015).

Klasifikasi berdasarkan derajat hipertensi berdasarkan JNC VII (European


Society of Cardiologi)

Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan Darah


Tekanan Darah Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Normal <120 <80


Prahipertensi 120-139 80-89
Hipertensi derajat 1 140-159 90-99
Hipertensi derajat 2 >160 >100
Tabel 2.1. Klasifikasi hipertensi menurut JNC (Joint National Committe)
menurut (Panjaitan, 2015).
2.1.5 Patofisiologi
Tekanan darah dipengaruhi volume sekuncup dan tingkat resistensi

perifer. Apabila terjadi peningkatan salah satu variabel tersebut dan tidak

terkompensasi, maka dapat menyebabkan timbulnya hipertensi. Tubuh memiliki

sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah secara akut yang

disebabkan oleh gangguan sirkulasi dan mempertahankan stabilitas tekanan

darah dalam jangka panjang. Sistem pengendalian tekanan darah sangat

kompleks. Pengendalian dimulai dari sistem reaksi cepat seperti refleks

kardiovaskuler melalui sistem saraf, refleks kemoreseptor, respon iskemia, dan

susunan saraf pusat yang berasal dari atrium, dan arteri pulmonalis otot polos.

Sedangkan sistem pengendalian reaksi lambat melalui perpindahan cairan antara

sirkulasi kapiler dan rongga intertisial yang dikontrol oleh hormon angiotensin

dan vasopresin. Kemudian dilanjutkan sistem poten dan berlangsung dalam

jangka panjang yang dipertahankan oleh sistem pengaturan jumlah cairan tubuh

yang melibatkan berbagai organ (Nuraini, 2015).

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya Angiotensin

II dari Angiotensin I oleh Angiotensin I Converting Enzyme (ACE). ACE

memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah


mengandung Angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh

hormon, senyawa renin yang diproduksi oleh ginjal akan diubah menjadi

Angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, Angiotensin I diubah

menjadi Angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci

dalam meningkatkan tekanan darah melalui dua aksi utama. Aksi pertama adalah

meningkatkan sekresi hormon Antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH

diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk

mengatur osmolalitas dan volume urin (Nuraini, 2015). Dengan meningkatnya

ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis),

sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya,

volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari

bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya

akan meningkatkan tekanan darah. Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi

hormon Aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid

yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan

ekstraseluler, Aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara

mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan

kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada

gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah (Nuraini, 2015).

Menurut Elizabeth J. Corwin adalah sebagian besar gejala klinis

(manifestasi klinis) timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun.

Manifestasi klinis yang timbul dapat berupa nyeri kepala saat terjaga yang

kadang-kadang disertai mual dan muntah akibat peningkatan tekanan darah

intrakranium, penglihatan kabur akibat kerusakan retina, ayunan langkah tidak


mantap karena kerusakan susunan saraf, nokturia (peningkatan urinasi pada

malam hari) karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus,

edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler. Keterlibatan pembuluh

darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien yang

bermanifestasi sebagai paralisis sementara pada satu sisi atau hemiplegia atau

gangguan tajam penglihatan. Gejala lain yang sering ditemukan adalah

epistaksis, mudah marah, telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur,

dan mata berkunang-kunang (Nuraini, 2015).

2.1.6 Manifestasi klinis


Menurut Ardiansyah (2012) muncul setelah penderita mengalami

hipertensi selama bertahun-tahun, gejalanya antara lain:

1) Terjadi kerusakan susunan saraf pusat yang menyebabkan ayunan langkah

tidak mantap.

2) Nyeri kepala yang terjadi saat bangun dipagi hari yang disertai mual dan

muntah.

3) Epistaksis / mimisan karena kelainan vaskuler akibat hipertensi yang diderita.

4) Sakit kepala, pusing dan keletihan.

5) Penglihatan kabur akibat kerusakan pada retina sebagai dampak hipertensi .

6) Sering berkemih pada malam hari akibat dari peningkatan aliran darah ke

ginjal. (Jannah, R. 2018).

2.1.7 Faktor-Faktor Hipertensi


Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik.

Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan

tekanan perifer. Adapun faktor-faktor resiko hipertensi ada yang dapat dikontrol

dan tidak dapat dikontrol menurut (Nuraini B, 2015) antara lain:

a. Faktor yang dapat dikontrol: Faktor penyebab hipertensi yang dapat

dikontrol pada umumnya berkaitan dengan gaya hidup dan pola makan.

Faktor-faktor tersebut antara lain:

1. Kegemukan (obesitas)

Berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah pada

kebanyakan kelompok etnik di semua umur. Menurut National Institutes for

Health USA (NIH,1998), prevalensi tekanan darah tinggi pada orang dengan

Indeks Massa Tubuh (IMT) >30 (obesitas) adalah 39% untuk pria dan 34%

untuk wanita, dibandingkan dengan prevalensi 18% untuk pria dan 18%

untuk wanita bagi yang memiliki IMT <25 (status gizi normal menurut

standar internasional). Sedangkan Menurut Hall (1994) perubahan fisiologis

dapat menjelaskan hubungan antara kelebihan berat badan dengan tekanan

darah, yaitu terjadinya resistensi insulin dan hiperinsulinemia, aktivasi saraf

simpatis dan sistem reninangiotensin, dan perubahan fisik pada ginjal.

2. Kurang Olahraga

Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit tidak menular,

karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang

akan menurunkan tekanan darah (untuk hipertensi) dan melatih otot jantung

sehingga menjadi terbiasa apabila jantung harus melakukan pekerjaan yang

lebih berat karena adanya kondisi tertentu. Kurangnya aktivitas fisik


menaikan risiko tekanan darah tinggi karena bertambahnya risiko untuk

menjadi gemuk. Orang-orang yang tidak atau kurang aktif olahraga pada

umumnya cenderung mempunyai detak jantung lebih cepat dan otot jantung

mereka harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi, semakin keras dan

sering jantung harus memompa semakin besar pula kekuaan yang mendesak

arteri.

3. Kosumsi garam berlebihan

Sebagai masyarakat kita sering menghubungkan antara konsumsi garam

berlebihan dengan kemungkinan mengidap hipertensi. Konsumsi natrium

yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan

ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya cairan intraseluler ditarik

ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya

volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume

darah, sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi.

4. Merokok

Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat dapat

dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan risiko

terjadinya stenosis arteri renal yang mengalami ateriosklerosis.

Nikotin yang terdapat pada rokok sangat membahayakan kesehatan selain

dapat meningkatkan penggumpalan darah dalam pembuluh darah. Nikotin

dapat menyebabkan pengapuran pada dinding pembuluh darah.

Mengkonsusmsi alkohol juga dapat membahayakan kesehatan karena dapat


meningkatakan sistem katekholamin, adanya ketekholamin memicu tekanan

darah naik.

5. Stres

Stres dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara. Jika ketakutan,

tegang atau dikejar masalah maka tekanan darah kita dapat meningkat.

Tetapi pada umumnya, begitu kita sudah kembali rileks maka tekanan darah

akan turun kembali. Dalam keadaan stres maka terjadi respon sel-sel saraf

yang mengakibatkan kelainan pengeluaran atau pengangkutan natrium.

Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf

simpatis (saraf yang bekerja ketika beraktivitas) yang dapat meningkatkan

tekanan darah secara bertahap. Stres berkepanjanngan dapat mengakibatkan

tekanan darah menjadi tinggi.

b. Faktor yang tidak dapat dikontrol

1. Keturunan (genetika)

Faktor keturunan (genetik) memang memiliki peran penting peran yang

sangat besar terhadap munculnya hipertensi. Hal ini berhubungan dengan

peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara

potasium terhadap sodium Individu dengan orang tua dengan hipertensi

mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari

pada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi.

Selain itu didapatkan 75-80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat

hipertensi dalam keluarga.

2. Jenis kelamin
Pada umumnya pria lebih terserang hipertensi dibandingkan dengan

wanita. Hal ini disebabkan pria banyak mempunyai faktor yang

mendorong terjadinya hipertensi seperti kelelahan, perasaan kurang

nyaman, terhadap pekerjaan, pengangguran dan makan tidak terkontrol.

Biasanya wanita akan mengalami peningkatan resiko hipertensi setelah

masa menopause.

3. Umur

Dengan semakin bertambahannya usia, kemungkinan seseorang

menderita hipertensi juga semakin besar. Penyakit hipertensi merupakan

penyakit yang timbul akibat adanya interaksi dari berbagai faktor risiko

terhadap timbulnya hipertensi.

2.1.8 Diagnosis Hipertensi


Pada umumnya penderita hipertensi tidak mempunyai keluhan.

Hipertensi adalah the silent killer penderita baru mempunyai keluhan setelah

mengalami komplikasi di TOD. Secara sistematik anamnesa dapat dilaksanakan.

2.1.8.1 Anamnesis
Anamnesis meliputi:

1. lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah.

2. indikasi adanya hipertensi sekunder.

3. faktor-faktor risiko.

4. gejala kerusakan organ.

5. pengobatan anti hipertensi sebelumnya .

6. faktor-faktor pribadi, keluarga dan lingkungan (Yogiantoro, M. 2014).


2.1.8.2 Pemeriksaan Fisik
Pengukuran tekanan darah (TD) dilakukan pada penderita yang dalam keadaan

nyaman dan relaks, dan dengan tidak tertutup/tertekan pakaian. (Yogiantoro, M.

2014).

2.1.8.3 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang pasien hipertensi terdiri dari:

Tes darah rutin, glukosa darah (sebaiknya puasa), kolesterol total serum,

kolesterol LDL dan HDL serum, trigliserida serum (puasa), asam urat serum,

kreatinin serum, kalium serum, hemoglobin dan hematokrit, urinalisis (uji carik

celup serta sedimen urin), elektrokardiogram.

Beberapa pedoman penanganan hipertensi menganjurkan tes lain seperti:

ekokardiogram, USG karotis (dan femoral), C-reactiveprotein,

mikroalbuminuria atau perbandingan albumin/kreatinin urin, proteinuria

kuantitatif (jika uji carik positif), funduskopi (pada hipertensi berat).

Evaluasi pasien hipertensi juga diperlukan untuk menentukan adanya

penyakit penyerta sistemik, yaitu: aterosklerosis (melalui pemeriksaan profil

lemak), diabetes (terutama pemeriksaan gula darah), fungsi ginjal (dengan

pemeriksaan proteinuria, kreatinin serum, serta memperkirakan laju filtrasi

glomerulus). (Yogiantoro, M. 2014).

2.1.8.4 Penatalaksanaan

a. Farmakologi

Farmakologi dasar obat-obatan hipertensi:


1) Diuretika

Adalah obat yang menurun kan tekanan darah dengan menghentiksn

natrium tubuh dan mengurangi voleme darah serta barangkali juga dengan

mekanisme lainnya.

2) Obat simpatomegalik

Adalah obat yang menurkan tekanan darah dengan cara mengurangi

resistensi vaskular tepi, mengahambat fungsi jantung, dan meningkatkan

penyimpnan darah vena dalam pembuluh darah vena yang besar. (kedua

efek terakhir mengurangi curah jantung). Obat ini dibagi lagi menurut

kerjanya pada arkus refleks simpatis.

3) Vasolidator langsung

Adalah obat yang mengurangi tekanan darah cara merelaksasi otot polos

vaskular, sehingga mendilatasi pembuluh resisten dan sampai derajat yang

berbeda-beda meningkatkan juga kepasitan.

4) Obat-obat yang menghambat produksi dan kerja angiotensin

Oleh karena itu mengurangi tahanan perifer vaskular dan volume darah

(secara potensial). (Katzung, B, G. 2014)

b. Non Farmakologi

Terapi non farmakologi ialah Dengan Menerapkan gaya hidup sehat bagi

setiap orang sangat penting karena untuk mencegah tekanan darah tinggi

dan merupakan bagian yang penting dalam penanganan hipertensi. Dalam

hal ini Semua pasien dengan prehipertensi dan hipertensi harus melakukan

perubahan gaya hidup. Perubahan yang sudah terlihat menurunkan tekanan

darah dapat terlihat pada tabel 2 dan sesuai dengan rekomendasi dari JNC
VII. Disamping menurunkan tekanan darah pada pasien-pasien dengan

hipertensi, modifikasi gaya hidup juga dapat mengurangi berlanjutnya

tekanan darah ke hipertensi pada pasien-pasien dengan tekanan darah

prehipertensi.

Modifikasi gaya hidup yang penting yang terlihat menurunkan tekanan

darah adalah mengurangi berat badan untuk individu yang obesitas atau

gemuk dengan mengadopsi pola makan DASH (Dietary Approach to Stop

Hypertension) yang kaya akan kalium dan kalsium, Diet rendah natrium,

Aktifitas fisik, dan mengkonsumsi alkohol sedikit saja. Pada sejumlah pasien

dengan pengontrolan tekanan darah cukup baik dengan terapi satu obat

antihipertensi; mengurangi garam dan berat badan dapat membebaskan

pasien dari menggunakan obat (Muchid, A. 2006).

Modifikasi Rekomendasi Kira-kira penurunan


tekanan darah, range
Penurunan berat badan (BB) Pelihara berat badan normal 5-20 mmHg/10-kg
(BMI 18.5 – 24.9 penurunan BB
Adopsi pola makan DASH Diet kaya dengan buah, sayur, 8-14 mm Hg
dan produk susu rendah lemak
Diet rendah sodium Mengurangi diet sodium, tidak 2-8 mm Hg
lebih dari 100meq/L (2,4 g
sodium atau 6 g sodium
klorida)
Aktifitas fisik Regular aktifitas fisik aerobik 4-9 mm Hg
seperti jalan kaki 30
menit/hari, beberapa
hari/minggu
Minum alkohol sedikit saja Limit minum alkohol tidak 2-4 mm Hg
lebih dari 2/hari (30 ml etanol
[mis.720 ml beer, 300ml wine)
untuk laki-laki dan 1/hari
untuk perempuan
Singkatan: BMI, body mass index, BB, berat badan, DASH, Dietary Approach to Stop Hypertension
* Berhenti merokok, untuk mengurangi resiko kardiovaskular secara keseluruhan

Tabel 2.2 Modifikasi Gaya Hidup untuk Mengontrol Hipertensi


2.1.10 Komplikasi
Menurut (Ahmad,2011) Hipertensi dapat diketahui dengan mengukur

tekanan darah secara teratur. Penderita hipeertensi, apabila tidak ditangani

dengan baik, akan mempunyai resiko besar untuk meninggal karena komplikasi

kardovaskular seperti stoke, serangan jantung, gagal jantung, dan gagal ginjal,

target kerusakan akibat hipertensi antara lain:

a) Otak: Menyebabkan stroke.

b) Mata: Menyebabkan retinopati hipertensi dan dapat

menimbulkan kebutaan.

c) Jantung: Menyebabkan penyakit jantung koroner (termasuk infark

jantung).

d) Ginjal: Menyebabkan penyakit ginjal kronik, gagal ginjal.

2.1.11 Pengukuran tekanan darah


Tekanan darah dapat diukur dengan menggunakan tensimeter atau biasa

disebut dengan sphygmomanometer atau blood pressure monitor. Hasil

pengukuran tekanan darah berupa dua angka yang menunjukkan tekanan sistolik

dan tekanan diastolik. Tekanan darah selalu diukur dalam milimeter (mmHg)

karena manometer air raksa merupakan standar manometer yang dipakai dalam

pengukuran tekanan darah. (Marhaendra, Y. A., Basyar, E., dkk. 2016). 

Saat ini terdapat beberapa tipe tensimeter yaitu:

1. Tensimeter Air Raksa

Pada mula-Nya semua alat tensimeter menggunakan air raksa untuk

mengukur tekanan darah. Satuan pengukuran tekanan darah pada manusia yaitu
mmHg (millimeter hydrargyrum/raksa) yang maksudnya ialah berapa tinggi air

raksa yang dapat diangkat oleh tekanan darah. Dalam penggunaannya,

dibutuhkan alat tambahan yaitu stetoskop untuk membantu mendengarkan bunyi

sistolik dan diastolik. Keunggulan yang dimiliki oleh tensimeter air raksa adalah

akurasinya yang tinggi, sedangka n kelemahannya pada ukurannya yang besar

sehingga akan sangat merepotkan untuk dibawa kemana-mana.

Prinsip kerja tensimeter air raksa adalah udara yang berada di manset akan

bereaksi pada air raksa yang menyebabkan pergerakan pada manometer.

(Marhaendra, Y. A., Basyar, E., dkk. 2016). 

2. Tensimeter digital

Tensimeter Digital adalah sebuah alat pengukur tensi darah secara digital/

elektronis. Alat kesehatan ini biasanya digunakan untuk mengukur tensi darah

secara mudah dan langsung menunjukkan angka tensi darah dengan hasil yang

akurat. Pengukur tekanan darah digital ini beroperasi dengan menggunakan

tenaga Baterai selanjutnya, hasil pengukurannya pun dapat langsung terlihat

pada layar monitor yang memunculkan angka pengukuran tekanan darah.

Udara akan dipompa ke manset sekitar 20 mmHg di atas tekanan sistolik

rata-rata (sekitar 120 mmHg untuk rata-rata). Setelah itu perlahan-lahan udara

akan dilepaskan dari manset dengan mengendorkan knop pada tensimeter

sehingga menyebabkan tekanan dalam manset akan menurun. Secara perlahan

manset akan mengempes, kita akan mengukur osilasi kecil dalam tekanan

udara dari manset lengan. Tekanan sistolik merupakan tekanan di mana denyut

nadi mulai terjadi atau bisa dikatakan sebagai batas bawah. Kami akan

menggunakan MCU untuk mendeteksi titik di mana osilasi ini terjadi dan
kemudian merekam tekanan dalam manset. Kemudian tekanan dalam manset

akan menurun lebih lanjut. Tekanan diastolik akan diambil pada titik di mana

osilasi mulai menghilang. (Marhaendra, Y. A., Basyar, E., dkk. 2016). 

2.2 Gaya Hidup


Menurut Kotler dan Keller gaya hidup adalah pola hidup seseorang di

dunia yang tercermin dalam kegiatan, minat dan pendapat sedangkan menurut

Mowen Gaya hidup adalah menunjukkan bagaimana orang hidup, bagaimana

membelanjakan uangnya, dan bagaimana mengalokasikan waktu. Konsep gaya

hidup di atas sangat umum dan luas, oleh karena itu konstruk gaya hidup perlu

difokuskan pada gaya hidup tertentu yakni gaya hidup teknologi.

Modifikasi gaya hidup sehat bagi setiap orang sangat penting untuk

menjaga kesehatan dan merupakan bagian yang penting dalam penanganan

hipertensi. Semua pasien hipertensi harus melakukan perubahan gaya hidup. Di

samping menurunkan tekanan darah pada pasien-pasien dengan hipertensi,

modifikasi gaya hidup juga dapat mengurangi berlanjutnya tekanan darah ke

hipertensi pada pasien-pasien dengan tekanan darah prehipertensi. (Panjaitan,

2015)

Modifikasi gaya hidup yang dapat menurunkan tekanan darah meliputi

mengurangi berat badan untuk individu yang obes atau gemuk, perencanaan pola

makan DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension) yang kaya akan

potasium dan kalsium, diet rendah natrium, mengkonsumsi alcohol seperlunya,

olahraga aerobik secara teratur minimal 30 menit/hari seperti jogging, berenang,

jalan kaki, dan menggunakan sepeda, menghentikan rokok, mempelajari cara

mengendalikan diri/stres seperti melalui relaksasi atau yoga (Panjaitan, 2015).


2.2.1 Aspek-aspek yang berkaitan dengan gaya hidup

Menurut Panjaitan (2015), ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam

menerapkan gaya hidup sehat bagi penderita hipertensi yaitu sebagai berikut:

a. Pola makan

Pola makan merupakan perilaku yang paling penting dan dapat

mempengaruhi keadaan gizi. Hal ini disebabkan karena kuantitas dan

kualitas makanan dan minuman yang dikonsumsi akan mempengaruhi

asupan gizi sehingga akan mempengaruhi kesehatan individu dan

masyarakat. Gizi yang optimal sangat penting untuk pertumbuhan normal

serta perkembangan fisik dan kecerdasan bayi, anak-anak, serta seluruh

kelompok umur sedangkan gizi yang baik akan membuat berat badan

normal ataupun sehat, tubuh tidak mudah terkena penyakit infeksi,

selanjutnya produktivitas kerja akan meningkat serta terlindung dari

penyakit kronis dan kematian dini. Agar tubuh tetap sehat dan terhindar dari

berbagai penyakit kronis atau penyakit tidak menular terkait gizi, maka pola

makan masyarakat perlu ditingkatkan ke arah konsumsi gizi seimbang.

Keadaan gizi yang baik dapat meningkatkan kesehatan individu dan

masyarakat. (Permenkes, R. I. 2014).

Sebaliknya Gizi yang tidak optimal akan berkaitan sekali dengan

kesehatan yang buruk, serta dapat meningkatkan risiko penyakit infeksi, dan

penyakit tidak menular seperti penyakit kardiovaskular (penyakit jantung

dan pembuluh darah, hipertensi dan stroke), diabetes serta kanker yang

merupakan penyebab utama kematian di Indonesia. Lebih separuh dari


semua kematian di Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

(Permenkes, R. I. 2014).

Penerapan aturan makan atau diet bagi penderita hipertensi bertujuan

untuk membantu menurunkan tekanan darah menjadi normal. Selain itu

dapat menstabilkan tekanan darah, penerapan aturan makan pada penderita

hipertensi juga dapat mengurangi faktor risiko timbulnya penyakit

degenerative, seperti menstabilkan kadar kolestrol dan menurunkan berat

badan yang berlebih (Sari, 2017).

b. Aktifitas fisik/olahraga

Aktifitas fisik termasuk olahraga diperlukan untuk menjaga dan

memperbaiki metabolisme tubuh, termasuk memperlancar peredaran darah

serta membuat tubuh menjadi bugar. Olahraga yang dilakukan secara rutin

dapat menjaga agar tidak terjadi berat badan yang berlebih akibaat

kurangnya aktivitas fisik dan asupan yang berlebih.

Melakukan olahraga secara rutin sangat baik untuk penderita hipertensi.

Olahraga seperti jalan santai, jogging, bersepeda dan aerobic yang dilakukan

3-4 kali dalam seminggu dengan durasi 30-45 menit dapat menurunkan

tekanan darah tinggi. (Muhadi, 2016).

Dalam JNC 8: Evidence-Based Guideline penanganan pasien hipertensi

dewasa menyatakan bahwa aktivitas fisik dapat menurunkan tekanan darah

sisitolik 4-9 mmHg. Selain itu, sebuah studi di 68th annual conference of

cardiologi society of india (CSI) mengungkapkan bahwa yoga yang


dilakukan satu jam sehari dapat mengurangi tekanan darah tinggi (Sari,

2017).

Latihan fisik atau olahraga yang teratur dapat meningkatkan kesehatan

jasmani dan rohani secara menyeluruh. Metabolisme tubuh akan membaik

dari segi fisik, dan mental. Peningkatan pada sistem tubuh selama tingginya

berolahraga, tekanan darah pasti naik selama olahraga. Pada umumnya,

tekanan darah sistolik naik 8-12 mmHg untuk setiap ekuvalen metabolik

(MET lebih tinggi) di atas saat istirahat. Satu MET adalah jumlah oksigen

yang dipergunakan atau dikonsumsi saat beristirahat. Suatu aktivitas yang

setara dengan 2 MET membutuhkan dua kali jumlah oksigen, 3 MET

membutuhkan tiga kali jumlah oksigen, dan seterusnya. Karena aliran darah

lebih banyak dibutuhkan selama berolahraga, tubuh akan secara otomatis

menurunkan tingkat ketahanan terhadap aliran darah di dalam pembuluh

darah selama melakukan olahraga untuk memenuhi kebutuhan ini.

Demikian tekanan diastolik akan turun dengan melakukan olahraga.

Agar darah secara efisien terkirim ke otot-otot pada saat melakukan

olahraga, ketahanan dalam pembuluh harus diturunkan. Ketika intensitas

olahraga meningkat, pembuluh nadi tubuh melebar memungkinkan lebih

banyak aliran yang tidak terhalang ke otot-otot aktif. Selain pelebaran

pembuluh nadi ke otot-otot yang berkerja, aliran pembuluh nadi ke jaringan

tidak aktif lainnya dalam tubuh juga diturunkan atau dijauhkan dari aliran

darah ekstra yang tidak dilakukan pada saat itu. Proses ini dicapai dengan

kontraksi tak sadar otot polos dalam pembuluh darah. Peningkatan kontraksi

otot polos mengakibatkan penurunan aliran darah melalui kontraksi. Jumlah


total ketahanan atau resistensi perifer total (total peripheral resistence/ TPR)

ke aliran darah biasanya turun selama melakukan olahraga.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat melakukan olahraga atau aktivitas

fisik:

1) Frekuensi artinya berapa banyak latihan yang dilakukan dalam kurun

waktu tertentu. Menurut berbagai penelitian, selain intensitas latihan,

frekuensinya latihan akan mempengaruhi efek latihan secara keseluruhan.

Bila hal ini dilakukan terlalu sering, contohnya setiap hari otot tidak

mempunyai kesempatan untuk istirahat, tetapi jika tidak terlalau jarang

hasilnya pun tidak akan akan efektif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

dengan berolahraga yang teratur dalam waktu seminggu 1-2 hari

seminggu, rutin 3-5 kali seminggu.

2) Intensitas artinya ukuran berat ringannya atau beban suatu latihan. Jika

ingin melakukan olahraga atau latihan, perlu diketahui terlebih dahulu

berapa jauh intensitas yang ingin dicapai.

3) Tempo atau waktu artinya berapa lama (durasi) waktu latihan saat berlangsung.

Sirkulasi atau aliran darah dalam tubuh akan meningkat sesuai

denganbertambahnya denyut nadi. Bila dipertahankan denyut nadi pada zona

latihan, kemampuan kerja dan daya tahan jantunng serta otot-otot yang

bersangkutan akan meningkat dan sistem kardiovaskuler akan semakin

tanggguh. Untuk memulai latihan olahraga maka dilakukan sesuai dengan

kemampuan, kemudian ditambah secara perlahan/bertahap selama 30 menit.

c. Kebiasaan Merokok
Berhenti merokok merupakan gaya hidup yang paling kuat untuk

mencegah penyakit kardiovaskular pada penderita hipertensi. Merokok

sangat besar perannya meningkatkan tekanan darah, hal ini disebabkan oleh

nikotin yang terdapat di dalam rokok yang memicu hormone adrenalin yang

menyebabkan tekanan darah meningkat. Nikotin diserap oleh pembuluh-

pembuluh darah di dalam paru dan diedarkan ke seluruh aliran darah lainnya

sehingga terjadi penyempitan pembuluh darah. Hal ini menyebabkan kerja

jantung semakin meningkat untuk memompa darah ke seluruh tubuh melalui

pembuluh darah yang sempit (Triyanto, 2014 dalam Panjaitan, 2015).

Merokok dapat menyebabkan hipertensi akibat zat-zat kimia yang

terkandung di dalam tembakau yang dapat merusak lapisan dalam dinding

arteri, sehingga arteri lebih rentan terjadi penumpukan plak

(arterosklerosis). Hal ini terutama disebabkan oleh nikotin yang dapat

merangsang saraf simpatis sehingga memacu kerja jantung lebih keras dan

menyebabkan penyempitan pembuluh darah, serta peran karbonmonoksida

yang dapat menggantikan oksigen dalam darah dan memaksa jantung

memenuhi kebutuhan oksigen tubuh. Tiap rokok mengandung kurang lebih

4000 bahan kimia, dan hampir 200 diantaranya beracun dan 43 jenis yang

dapat menyebabkan kanker bagi tubuh. Racun utama pada rokok adalah

sebagai berikut:

(1) Nikotin

Komponen ini paling banyak dijumpai di dalam rokok. Nikotin

merupakan alkaloid yang bersifat stimulant dan pada dosis tinggi dan
beracun. Nikotin bekerja secara sentral di otak dengan mempengaruhi

neuron dopaminergik yang akan memberikan efek fisiologis seperti rasa

nikmat, tenang dan nyaman dalam sesaat.

Nikotin berpengaruh dalam peningkatan darah sebab nikotin dalam

tembakau menyebabkan meningkatnya tekanan darah segera setelah hisapan

pertama. Seperti zat-zat kimia lain dalam asap rokok, nikotin diserap oleh

pembuluh-pembuluh darah amat kecil di dalam paru-paru dan diedarkan ke

aliran darah. Hanya dalam beberapa detik, nikotin sudah mencapai otak.

Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal

untuk melepas epinefrin (adrenalin). Hormon yang kuat ini akan

menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih

berat karena tekanan yang lebih tinggi. Dengan menghisap sebatang rokok

akan memberi pengaruh besar terhadap naiknya tekanan darah. (Saputra, O.,

& Anam, K. 2016).

(2) Karbonmonoksida (CO)

Gas CO mempunyai kemampuan mengikat hemoglobin yang terdapat

dalam sel darah merah, lebih kuat dibandingkan oksigen, sehingga setiap

ada asap tembakau, di samping kadar oksigen udara yang sudah berkurang,

ditambah lagi sel darah merah akan semakin kekurangan oksigen karena

yang diangkut adalah CO dan bukan oksigen.

(3) Tar

Tar merupakan komponen padat asap rokok yang bersifat karsinogen.

Pada saat rokok dihisap, tar masuk ke dalam rongga mulut dalam bentuk
uap padat. Setelah dingin, tar akan menjadi padat dan membentuk endapan
Faktor yang tidak
dapat diberwarna
kendalikan
coklat pada permukaan gigi, saluran pernafasan dan paru.
1. Umur
2. Jenis kelamin
3. Etnis
4. GenetikSedangkan menurut Roza (2016), kebiasaan konsumsi kafein dapat

mempengaruhi penderita hipertensi. Kopi dapat mempengaruhi tekanan

darah
Faktor karena
yang dapat mengandung polifenol,Hipertensi
kalium, dan kafein. Kafein memiliki
dikendalikan
efek yang antagonis kompetitif terhadap reseptor adenosin. Adenosin
Gaya hidup
1. Obesitas
2. Konsumsi garam
3. Konsumsi alkohol
merupakan neuromodulator yang mempengaruhi sejumlah fungsi pada
4. Kebiasaan olahraga
5. Konsumsi kopi
6. Merokok
susunan saraf pusat. Hal ini berdampak pada vasokonstriksi dan
7. Stres
8. Sosial Ekonomi
meningkatkan total resistensi perifer, yang akan menyebabkan tekanan

darah. Kandungan kafein pada secangkir kopi sekitar 80-125 mg.

d. Konsumsi minuman yang mengandung kafein

Kafein di dalam tubuh manusia bekerja dengan cara memicu produksi

hormon adrenalin yang berasal dari reseptor adinosa di dalam sel saraf yang

mengakibatkan peningkatan tekanan darah, pengaruh dari konsumsi kafein

dapat dirasakan dalam waktu 5-30 menit dan bertahan hingga 12 jam.

Efeknya akan berlanjut dalam darah selama sekitar 12 jam. Konsumsi satu

atau dua cangkir kopi dalam sehari dapat membuat seseorang merasa lebih

terjaga dan waspada untuk sementara. Peningkatan resistensi pembuluh

darah tepi dan vasokonstriksi di sebabkan oleh kafein yang memiliki sifat

antagonis endogenus adenosin. Peningkatan tekanan darah dipengaruhi oleh

dosis kafein yang dikonsumsi. Dosis kecil kafein yang biasa dikonsumsi oleh

seseorang mempunyai adaptasi/efek yang rendah. (Bistara, D. N., & Kartini,

Y. 2018).
2.3 Usia dewasa muda
Dewasa muda merupakan tahapan dalam perkembangan kehidupan

manusia yang harus dijalani. Pada usia masa muda seseorang diawali dengan

masa transisi dari masa remaja menuju dewasa muda yang melibatkan

eksperimentasi dan eksplorasi yang disebut emerging adulthood. Perkembangan

dewasa dibagi menjadi 3, yaitu dewasa muda (young adulthood) dengan usia

antara 20-40 tahun, dewasa menengah (middle adulthood) dengan usia antara

40-65 tahun dan dewasa akhir (late adulthood) dengan usia ≥ 65 tahun

(Supratman, A. 2019)

Usia dewasa muda menurut WHO yaitu pada usia 20-44 tahun. Usia ini

disebut juga usia pekerja pada kelompok populasi dengan usia tertentu. Rentang

usia 20-44 tahun merupakan usia dimana manusia sudah matang secara fisik dan

biologisnya. Pada usia ini pula manusia sedang berada pada puncak aktivitas

yang cenderung lebih berat dari usia remaja dan lansia. Padatnya aktivitas

menyebabkan seseorang mengalami stres. Timbulnya stess dapat mengubah

fungsi-fungsi normal tubuh yang berpengaruh terhadap pola makan seseorang

dan menimbulkan penyakit degeneratif seperti hipertensi (Pebriyandini, 2015).

2.4 Tinjauan umum


Gaya hidup dapat secara luas diartikan sebagai cara hidup yang dapat

ditentukan oleh bagaimana orang menghabiskan waktu (aktifitas) mereka, apa

yang dianggap penting bagi lingkungan (manfaat) dan pandangan mereka (sudut

pandang) tentang diri mereka sendiri dan dunia di sekitar mereka.

Gaya hidup dan pola hidup sehat adalah merupakan hal yang saling

berhubungan dan berkaitan. Selain itu para pakar kesehatan berpendapat bahwa
terciptanya atau terbentuknya pola hidup yang sehat akan bergantung dari gaya

atau pola hidup yang dijalani oleh seseorang. Gaya hidup individu, yang

dicirikan dengan pola perilaku individu, akan memberi dampak pada kesehatan

individu dan selanjutnya pada kesehatan orang lain. Pola hidup dan pola makan

modern yang sekarang ini dianut orang ternyata sangat berpotensi rawan

mengganggu kesehatan dan menimbulkan penyakit. Untuk Mendapatkan pola

hidup yang sehat serta wajib diikuti oleh penderita hipertensi yaitu dengan

melaksanakan pola hidup yang sehat serta dapat menurunkan tekanan darah,

mencegah, atau menunda terjadinya hipertensi, meningkatkan efektivitas obat

anti hipertensi, dan menurunkan resiko terjadinya penyakit kardiovaskuler.

(Sunarti, S dkk., 2015).

Masa dewasa muda dimulai sekitar usia 18 sampai 22 tahun dan berakhir

pada usia 35 sampai 40 tahun (Lemme, 1995 dalam Priajaya, S., & Sirait, A.

2019). Kedewasaan dalam bahasa latin disebut dengan adult atau “adolescene”

yang berarti tumbuh menjadi kedewasaan. Akan tetapi kata adult berasal dari

bentuk lampau partisipel dari kata kerja adultus yang berarti telah tumbuh

menjadi kekuatan dan ukuran yang sempurna atau telah menjadi dewasa. Di

Indonesia batas kedewasaan adalah usia 21 tahun. Hal ini bahwa pada usia

tersebut seseorang sudah dianggap dewasa dan sudah mempunya tanggung

jawab terhadap perbuatannya. Dewasa awal adalah rentang usia 20-40 tahun

dimana tahap perkembangan seseorang sedang berada pada puncaknya. Dengan

kondisi fisik dan intelektual yang baik. Peningkatan yang terjadi pada masa

dewasa ini akan dimanifestasikan melalui berbagai macam hal, seperti sosialisasi

yang luas, penelitian karir, semangat hidup yang tinggi, perencanaan yang jauh
kedepan dan sebagainya. Berbagai keputusan yang penting yang berkaitan

dengan kesehatan, karir dan hubungan antar pribadi juga akan dialami pada

masa dewasa awal (Priajaya, S., & Sirait, A. 2019).

Merokok merupakan salah satu faktor risiko meningkatnya tekanan

darah. Karena merokok dapat menurunkan aktivitas dimethylarginine

dimethylaminohydrolase (DDAH) sehingga asymmetric dimethylarginine

(ADMA) meningkat. Menurut jurnal American Heart Association (AHA), kadar

ADMA pada perokok 80% lebih tinggi dibandingkan bukan perokok. Ketika

ADMA meningkat maka fungsi Nitric Oxide Synthase (NOS) terhambat dan

arginine tidak dapat diubah menjadi NO.

Rokok dapat mengakibatkan vasokontriksi pembuluh darah perifer dan

pembuluh darah di ginjal mengalami peningkatan tekanan darah. Merokok setiap

batang per hari meningkatan tekanan sistolik 10-25 mmHg dan menambah detak

jantung 5-20 kali per menit. Hal ini dibuktikan oleh penelitian Heart Survey for

England yang melaporkan bahwa terdapat perbedaan 2 mmHg tekanan darah

sistolik terhadap kelompok perokok dan bukan perokok yang diukur pada usia

diatas 16 tahun dikelompok menurut interval usia setiap 5 tahun.9 Perokok aktif

ataupun pasif pada dasarnya menghisap karbon monoksida yang bersifat

merugikan. Gas karbon monoksida menyebabkan pasokan oksigen (O2) ke

jaringan berkurang sehingga sel kekurangan O2. Hal ini dapat terjadi karena

karbon monoksida mempunyai kemampuan mengikat Hb yang terdapat dalam

sel darah merah lebih kuat dibanding O2. Seharusnya, Hb berikatan dengan O2

yang sangat penting untuk sistem pernapasan sel-sel tubuh. Oleh karena itu, sel

tubuh berusaha memenuhi O2 dengan cara kompensasi pembuluh darah dengan


jalan vasokontriksi yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya peningkatan

tekanan darah. Bila proses spasme berlangsung lama dan terus menerus maka

pembuluh darah akan sangat mudah mengalami kerusakan sehingga terjadi

aterosklerosis (penyempitan pembuluh darah). Selain itu, nikotin yang

terkandung dalam asap rokok menyebabkan adanya rangsangan terhadap

hormon epinefrin (adrenalin) yang memacu peningkatan frekuensi denyut

jantung, kebutuhan O2 pada jantung, tekanan darah, serta menyebabkan

gangguan irama jantung. Namun, pada saat yang bersamaan hal itu

menyebabkan arteri terus berkontraksi dan elastisitas arteri berkurang. Sehingga,

jantung memompa lebih banyak tetapi asupan darah yang didapat berkurang.

(Susi, S dkk., 2019).

Kopi menjadi salah satu minuman paling popular dan digemari semua

kalangan, salah satunya pada anak muda dewasa muda. Di sisi lain kopi sering

dikaitkan dengan sejumlah faktor risiko penyakit jantung koroner, termasuk

meningkatkan tekanan darah dan kadar kolesterol darah karena kopi mempunyai

kandungan polifenol, kalium dan kafein. Kafein dikatakan sebagai penyebab

berbagai penyakit khususnya hipertensi, tapi masih banyak kalangan seperti

dewasa muda yang tidak mengetahui hal tersebut bahkan walaupun mereka

sudah mengetahui hal tersebut mereka akan tetap menganggap minuman

tersebut adalah kewajiban minuman yang harus dinikmati setiap hari. (Martiani,

A., & Lelyana, R. 2012). 

Kopi dapat mempengaruhi tekanan darah karena adanya polifenol,

kalium, dan kafein yang terkandung di dalamnya. Polifenol dan kalium bersifat

menurunkan tekanan darah. Polifenol menghambat terjadinya atherogenesis dan


memperbaiki fungsi vaskuler. Kalium menurunkan tekanan darah sistolik dan

diastolik dengan menghambat pelepasan renin sehingga terjadi peningkatan

ekskresi natrium dan air. Hal tersebut menyebabkan terjadinya penurunan

volume plasma, curah jantung, dan tekanan perifer sehingga tekanan darah akan

turun. Kafein memiliki efek yang antagonis kompetitif terhadap reseptor

adenosin. Adenosin merupakan neuromodulator yang mempengaruhi sejumlah

fungsi pada susunan saraf pusat. Hal ini berdampak pada vasokonstriksi dan

meningkatkan total resistensi perifer, yang akan menyebabkan tekanan darah

naik. (Martiani, A., & Lelyana, R. 2012). 

Aktifitas fisik atau Olahraga merupakan serangkaian gerak raga yang

teratur dan terencana untuk memelihara kehidupan, meningkatkan kualitas hidup

dan mencapai tingkat kemampuan jasmani yang sesuai dengan tujuan. Olahraga

yang teratur dapat menurunkan risiko aterosklerosis yang merupakan salah satu

penyebab hipertensi. Selain itu, dengan melakukan olahraga yang teratur

khususnya aerobik seperti jalan cepat, jogging, bersepeda, renang dan senam

dapat menurunkan tekanan darah sebanyak 5–10 mmHg. (Putriastuti, L. 2016).

Aktivitas fisik sangat mempengaruhi stabilitas tekanan darah. Pada orang

yang tidak aktif melakukan kegiatan fisik cenderung mempunyai denyut jantung

yang lebih tinggi. Hal tersebut mengakibatkan otot jantung bekerja lebih keras

lagi pada kontraksi. Aktivitas fisik membantu seseorang mengontrol berat

badan. Aktivitas fisik yang dilakukan rutin selama 30-45 menit setiap hari akan

membantu mengontrol tekanan darah


Aktivitas fisik atau olahraga yang teratur dapat membantu meningkatkan

efisiensi jantung secara keseluruhan. Mereka yang secara fisik aktif umumnya

mempunyai tekanan darah yang lebih rendah dan lebih jarang terkena tekanan

darah tinggi. Mereka yang secara fisik aktif cenderung mempunyai fungsi otot

dan sendi yang lebih baik, karena organ-organ lebih kuat dan lentur. Aktivitas

seperti gerakan atau latihan aerobik bermanfaat untuk meningkatkan dan

mempertahankan kebugaran, serta ketahanan kardio-respirator. (Supratman, A.

2019).

2.5 Kerangka Teori

GAYA HIDUP

- Kebiasaan Merokok - Pola makan


- Aktifitas Fisik (Panjaitan, 2015)
- Kebiasaan Minum-Minuman
Berkafein (kopi)
(Panjaitan, 2015)

HIPERTENSI
Penyebab:
Penyakit penyerta Penatalaksanaan:
1. Farmakologi
Obat-obatan
- Diuretic
Makanan - Obat simpatomegalik
- Vasilidator Langsung
- Obat-obat yang menghambat produksi & kerja
(Yogiantoro, M. 2014) angiotensin

(Katzung, B, G. 2014),
Komplikasi 2. Non farmakologi
- Olahraga secara teratur
Menyebabkan stroke, Menyebabkan - menghindari stress
- menghindari obesitas
retinopati hipertensi, Menyebabkan - menghindari stres
penyakit jantung coroner,
(Muchid, 2006)
Menyebabkan penyakit ginjal kronik,

gagal ginjal terminal (Ahmad,2011).


Keterangan: : Diteliti

: Tidak Diteliti

Sumber: (Yogiantoro, M. 2014), (Ahmad,2011). (Katzung, B, G. 2014), (Muchid, A.

2006), (Panjaitan, 2015)

Gambar 3. Kerangka Teori


2.6 Kerangka Konsep

Variabel Independent Variabel Dependan

Gaya hidup: Hipertensi


- Kebiasaan Merokok
- Aktifitas Fisik
- Kebiasaan Minum-
Minuman Berkafein
(kopi)

Gambar 4. Kerangka Konsep


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis penelitian dan Rancangan Penelitian


Penelitan ini bersifat kuantitatif dengan pendekatan analitik cross

sectional, Penelitian kuantitatif adalah penelitian dengan memperoleh data yang

berbentuk angka atau data kualitatif yang diangkakan (Sugiyono, 2003).

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah analitik

observasional. Pendekatan cross sectional untuk menjelaskan hubungan kausal

antara variabel-variabel atau mempelajari dinamika korelasi antara faktor-

faktor risiko dengan efek dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan

data sekaligus pada suatu saat (point time approach) (Notoatmodjo, 2012).

3.2 Tempat dan Waktu

3.2.1 Tempat Penelitian


Penelitian dilaksanakan di Puskesmas Simbarwaringin Kecamatan

Trimurjo, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung, tahun 2020.

3.2.2 Waktu penelitian


Penelitian ini dilaksanakan bulan September 2020. Pengumpulan data

diambil dengan wawancara langsung menggunakan panduan wawancara atau

daftar pertanyaan kepada responden yang dipandu oleh peneliti itu sendiri

tentang pola aktifitas fisik, merokok, dan kosumsi kafein pada pasien hipertensi

di Puskesmas Simbarwaringin, Kecamatan Trimurjo, Kabupaten Lampung

Tengah, Provinsi Lampung, tahun 2020.


3.3 Subjek Penelitian
3.3.1 Populasi
Populasi merupakan keseluruhan individu yang akan menjadi sasaran

generalisasi dari sampel yang akan diambil dalam suatu penelitian (Sumantri,

2011). Populasi dalam penelitian kali ini adalah seluruh pasien hipertensi pada di

Puskesmas Simbarwaringin Kecamatan Trimurjo, Kabupaten Lampung Tengah,

Provinsi Lampung, tahun 2020. Dengan jumlah pasien hipertensi yang datang ke

Puskesmas Simbarwaringin pada bulan Januari hingga bulan September 2020

berjumlah 771 pasien.

3.3.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari kuantitas dan karakteristik yang terdapat dalam

populasi, dan merupakan sekumpulan elemen yang akan dipilih untuk penelitian.

(Sugiyono,2015).

Adapun rumus slovin pengambilan sampel adalah:

N
n=
1+ N e 2

771
n=
1+771. 0,12

771
n=
8,71

n=88,5=88

Keterangan:

1 = Kostanta

N = Besar populasi

n = Besar sampel
e² = Kesalahan pengambilan sampel yang dapat ditolerir (10%)

Sehingga didapatkan jumlah sampel minimal yang dapat diambil adalah sebanyak

88 sampel. Akan tetapi, untuk meningkatkan validitas hasil penelitian yang

diambil oleh penulis, maka penulis dalam penelitian kali ini mengambil sampel

sebanyak 100 sampel.

3.3.3 Kriteria Sampel


Kriteria inklusi adalah subjek penelitian dapat mewakili sampel

penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel (Notoatmodjo, 2014). Pada

penelitian ini penulis menentukan kriteria inklusi sebagai berikut:

1. Pasien poliklinik Puskesmas Simbarwaringin kecamatan Trimurjo, Lampung

Tengah, yang terdiagnosis hipertensi.

2. Responden berusia 21 – 65 tahun.

3. Tinggal di wilayah setempat.

4. Warga desa berpatisipasi menjadi responden di penelitian ini.

Kriteria eksklusi adalah subjek penelitian tidak dapat mewakili sampel

karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel penelitian (Notoatmodjo, 2014).

Pada penelitian ini penulis menentukan kriteria eksklusi sebagai berikut:

1 Responden mengalami ganguan jiwa.

2 Responden yang memiliki penyakit penyerta seperti stroke, DM, CHF, dan

Gagal ginjal.
3.4 Variabel Penelitian
Variabel adalah suatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran

yang dimiliki atau didapatkan oleh suatu penelitian tentang suatu konsep

pengertian tertentu (Notoatmodjo, 2014). Variabel penelitian ini terdiri dari:

3.4.1 Variabel Dependen


Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh variable

independen (Notoatmodjo, 2014). Pada penelitian ini yang menjadi variable

dependennya adalah Hipertensi.

3.4.2 Variabel Independen


Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi variable

dependen (Notoatmodjo, 2014). Pada penelitian ini yang menjadi variable

independennya adalah Gaya hidup yang terdiri dari mengkonsumsi kafein

(kopi), aktifitas fisik/olagraga dan merokok.

3.5 Definisi Operasional


Untuk lebih memudahkan pelaksanaan penelitian dibuat definisi

operasional seperti pada table di bawah ini:

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara ukur Hasil Ukur Skala Ukur
Variabel
terikat

Hipertensi Suatu kondisi dimana Sfigmomano Data rekam 1. Normal <120 -


tekanan darah sistolik Meter (Air Medik <80 mmHg
140mmHg atau lebih dan raksa/digital) 2. Prehipertensi Ordinal
tekanan diastolik 90 120-139/80-89
mmHg atau lebih mmHg
3. Hipertensi
derajat 1 140-
159/90-99 mmHg
4. Hipertensi
derajat 2 >160 /
>100 mmHg
(Panjaitan, 2015)
Variabel
Bebas

Konsumsi Kebiasaan dalam Kuesioner Wawancara 1. Selalu Ordinal


Kopi mengonsumsi kafein 2. Sering
3. Kadang-kadang
4. Tidak pernah
(Panjaitan, 2015)

Aktifitas Latihan fisik atau aktifitas Kuesioner Wawancara 1. Selalu Ordinal


Fisik/Olahraga yang dilakukan sekurang– 2. Sering
kurangnya 30 menit/hari 3. Kadang-kadang
selama 3-4 hari/minggu 4. Tidak pernah
(Panjaitan, 2015)

Merokok Kebiasaan/perilaku Kuesioner Wawancara 1. Selalu Ordinal


mengisap rokok dan atau 2. Sering
pernah merokok dalam 3. Kadang-kadang
sehari-hari 4. Tidak pernah
(Panjaitan, 2015)

3.6 Alat ukur dan Cara pengumpulan data


3.6.1 Alat ukur
Alat penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini berupa alat

untuk pengambilan data seperti Sfigmomanometer (air raksa / digital),

kuesioner, alat tulis, dan alat pengolah data berupa kalkulator dan computer.

3.6.2 Cara pengumpulan data


Pada penelitian ini menggunakan jenis instrumen kuesioner yaitu

merupakan daftar pertanyaan yang telah disusun untuk memperoleh data sesuai

yang diinginkan peneliti.

3.6.3 Uji Validitas dan Reabilitas

Uji validitas dan reliabilitas dari Hubungan Gaya Hidup dengan Kejadian

Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Helvetian Tahun 2015 yang

sudah pernah dilakukan sebelumnya oleh Panjaitan,2015 terdahulu mendapatkan

hasil Kebiasaan tidak berolahraga menunjukkan ada hubungan dengan kejadian

hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia dengan nilai p value 0,000,

r=0,889. Kebiasaan merokok menunjukkan ada hubungan dengan kejadian


hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia dengan nilai p value 0,000,

r=0,806. Kebiasaan minum alkohol menunjukkan ada hubungan dengan

kejadian hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia dengan nilai p value

0,000, r=0,669 dan kebiasaan mengkomsumsi makanan tidak sehat

menunjukkan ada hubungan dengan kejadian hipertensi di Wilayah Kerja

Puskesmas Helvetia dengan nilai p value 0,000, r=0,945.

3.7 Pengolahan data


Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data akan diubah ke

dalam bentuk tabel-tabel, kemudian data diolah menggunakan program

komputer. Kemudian, proses pengolahan data menggunakan program komputer

ini terdiri beberapa langkah:

a. Coding, untuk mengkonversikan untuk mengkonversikan (menerjemahkan)

data yang dikumpulkan selama penelitian kedalam simbol yang cocok untuk

keperluan analisis.

b. Data entry, memasukkan data ke dalam komputer.

c. Verifikasi, memasukkan data pemeriksaan secara visual terhadap data yang

telah dimasukkan ke dalam komputer.

d. Output komputer, hasil yang telah dianalisis oleh komputer kemudian

dicetak.

3.8 Analisis Data


1. Analisis Univariat

Analisa ini digunakan untuk mengetahui distribusi frekuensi dan juga gambaran

dari variabel bebas dan variable terikat, sehingga analisis berikutnya dapat
berjalan lebih mudah (Notoadmodjo, 2018). Dengan menggunakan rumus

sebagai berikut :

f
P= X 100 %
N
Keterangan :
P : Persentase
N : Jumlah populasi
F : Jumlah yang didapat
2. Analisis Bivariat

Analisa ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara variabel

bebas dan variable terikat. Hubungan antara satu keadaan dengan keadaan yang

lain dapat digunakan uji statistik “Spearman” yaitu dengan melihat besar

hubungan antara Gaya Hidup Dengan Kejadian Penyakit Hipertensi pada Usia

Dewasa Muda di wilayah kerja Puskesmas Simbarwaringin dengan tingkat

kesalahan 5%.

3.9 Alur Penelitian


Penyusunan proposal penelitian

Mengurus perizinan

Subjek bersedia untuk menjadi responden (Informed consent)


dengan memenuhi kreteria inklusi dan ekslusi.

Pengukuran tekanan darah dan wawancara

Pengolahan data dan analisis data

Kesimpulan

Gambar 3. Alur Penelitian


DAFTAR PUSTAKA
Bistara, D. N., & Kartini, Y. 2018. Hubungan kebiasaan mengkonsumsi kopi
dengan tekanan darah pada dewasa muda. Jurnal Kesehatan
Vokasional, 3(1), 23-28.

Depkes 2017. Sebagian Besar Penderita Hipertensi tidak Menyadarinya, Biro

Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI.

Dewi, E. U., Bakri, M, dkk. 2017. The Relation of Knowledge and Life Style
with Hipertension at Puskesmas Depok 2 Condong Catur
Sleman. Journal of Health (JoH), 4(2), 100-106.
Dorland N. 2008. Kamus Saku Kedokteran Dorland. 28th ed. Jakarta: EGC, 540
Ismanto, I., & Rahmawati, T. 2013. Hubungan Olahraga Terhadap Tekanan
Darah Penderita Hipertensi Rawat Jalan di Rumah Sakit Pku
Muhammadiyah Surakarta. Profesi: Media Publikasi Penelitian, 10(01),
162020
Jannah, R. (2018). Kejadian Hipertensi Di Tinjau Dari Gaya Hidup Di
Kalangan Dewasa Muda.

Katzung, B.G. 2014. Farmakologi Dasar dan Klinik. Antihipertensi. 4th ed.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 160.

Kemenkes RI 2013. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)

Indonesia tahun 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan

Kesehatan Kemenkes RI. 2013

Kemenkes RI. 2014. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014. Jakarta:

Kementerian Kesehatan RI

Marhaendra, Y. A., Basyar, E., & Adrianto, A. A. (2016). Pengaruh Letak


Tensimeter Terhadap Hasil Pengukuran Tekanan Darah (Doctoral
dissertation, Diponegoro University).
Martiani, A., & Lelyana, R. 2012. Faktor Risiko Hipertensi Ditinjau Dari
Kebiasaan Minum Kopi (Studi Kasus di Wilayah Kerja Puskesmas
Ungaran pada Bulan Januari-Februari 2012) (Doctoral dissertation,
Diponegoro University).
Memah, M., Kandou, G. D, dkk. 2019. Hubungan antara kebiasaan merokok
dan konsumsi alkohol dengan kejadian hipertensi di Puskesmas Kombi
Kecamatan Kombi Kabupaten Minahasa. KESMAS, 8(1).
Muchid, A. 2006. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hipertensi. Jakarta:
Direktorat Bina Farmasi Komonitas Dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian
Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan
Muhadi. 2016. JNC 8: Evidence-based Guidline Penanganan Pasien Hipertensi
Dewasa. Divisi Kardiologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Vol. 43,
No. 1, pp. 56-57

Notoatmodjo S. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT

Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. 2014. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nuraini B, 2015. Risk Factors of Hypertension. J Majorty. 4(5): 10-17

Organization WH. A global brief on Hypertension: silent killer, global public

health crises (World Health Day 2013). Geneva: WHO. 2013.

Panjaitan, R. 2015. Hubungan Gaya Hidup Dengan Kejadian Hipertensi di

wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Medan. Skripsi. Medan: Univeristas

Sari Mutiara Indonesia. https://docplayer.info/54801408-Skripsi-

hubungan-gaya-hidup-dengan-kejadian-hipertensi-di-wilayah-kerja-

puskesmas-helvetia-medan-tahun-oleh-renianti-panjait.5 Oktober 2020

(11.15)

Permenkes, R. I. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.


14 tahun 2014 tentang Pedoman Gizi Seimbang.
Profil kesehatan provinsi lampung 2016
https://dinkes.lampungprov.go.id/download/profilkesehatan-lampung-
tahun-2016/ 5 Oktober 2020 (14.12)
Putriastuti, L. (2016). Analisis hubungan antara kebiasaan olahraga dengan
kejadian hipertensi pada pasien usia 45 tahun keatas. Jurnal Berkala
Epidemiologi, 4(2), 225-236.
Roza, A. A. (2017). Hubungan gaya hidup dengan kejadian hipertensi di
Puskesmas Dumai Timur Dumai-Riau. Jurnal Kesehatan, 7(1).
Saputra, O., & Anam, K. 2016. Gaya hidup sebagai faktor risiko hipertensi
pada masyarakat pesisir pantai. Jurnal Majority, 5(3), 118-123.

Sari, A., Lolita, & Fauzia. 2017. Pengukuran Kualitas Hidup Pasien Hipertensi

Di Puskesmas Mergangsan Yogyakarta Menggunakan European Quality

of Life 5 Dimensions (Eq5d) Questionnaire Dan Visual Analog Scale

(Vas). Jurnal Ilmiah Ibnu Sina, 1-12

Setyanda, Y. O. G., Sulastri, D. dkk. 2015. Hubungan merokok dengan kejadian


hipertensi pada laki-laki usia 35-65 tahun di Kota Padang. Jurnal
kesehatan andalas, 4(2).
Sherwood, L. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Pembuluh Darah dan
Tekanan Darah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 403
Sugiyono. 2016. “Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D”.
Bandung: CV Alfabeta
Sunarti, S., Sunarno, I., & Alvino, dkk. 2015. Upaya Penderita Hipertensi untuk
Mempertahankan Pola Hidup Sehat. Jurnal Ners dan Kebidanan
(Journal of Ners and Midwifery), 2(2), 120-124.
Susi, S., & Ariwibowo, D. D. 2019. Hubungan antara kebiasaan merokok
terhadap kejadian hipertensi essensial pada laki-laki usia di atas 18
tahun di RW 06, Kelurahan Medan Satria, Kecamatan Medan Satria,
Kota Bekasi. Tarumanagara Medical Journal, 1(2), 434-441.

Triyanto, E. 2014. Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi Secara

Terpadu. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Yogiantoro, M. 2014. Pendekatan Klinis Hipertensi. Buku Ajar Ilmu Penyakit


Dalam. 6th ed. Jilid II. Jakarta: Interna Publishing, 2262-2276.
Yusnita, E. 2019. Pengaruh Merokok Bagi Remaja Terhadap Faktor Resiko
Hipertensi.

Anda mungkin juga menyukai