CASE REPORT
JUDUL
DISUSUN OLEH:
IBNU AJI SETYAWAN 21360150
PRECEPTOR
dr. MELSA ESTER LETARENI SITUMEANG, Sp. M
PERIODE:
13 FEBRUARI-18MARET 2023
Laporan Kasus
“ KERATITIS ODS”
Dokter Muda
Ibnu Aji Setyawan 21360150
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas
berkat, rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
”KERATITIS ODS”. Laporan kasus ini merupakan salah satu syarat Kepaniteraan Klinik
di Bagian/Departemen bagian Ilmu Penyakit Mata RSUD Jendral Ahmad Yani Metro.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Melsa Ester Letareni Situmeang, Sp. M,
selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan dan penyusunan
ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis harapkan. Semoga
iii
DAFTAR ISI
JUDUL .................................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .......................................................................................... 1
BAB II STATUS PASIEN
2.1 Identitas Pasien ......................................................................................... 2
2.2 Anamnesis ................................................................................................. 2
2.3 Pemeriksaan Fisik ..................................................................................... 4
2.4 Resume ...................................................................................................... 7
2.5 Dokumentasi ............................................................................................. 7
2.6 Diagnoisis Banding ................................................................................... 8
2.7 Pemeriksaan Tambahan ............................................................................ 8
2.8 Diagnosis Kerja ......................................................................................... 8
2.9 Penatalaksanaan ........................................................................................ 9
2.10 Prognosis ................................................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.11 Anatomi dan Histologi Kornea ............................................................... 10
2.12 Fisiologi Kornea...................................................................................... 13
2.13 Definisi Keratitis ..................................................................................... 14
2.14 Etiologi .................................................................................................... 15
2.15 Epidemiologi ........................................................................................... 16
2.16 Klasifikasi ............................................................................................... 17
2.17 Patofisiologi ............................................................................................ 28
2.18 Manifestasi klinis .................................................................................... 30
2.19 Diagnosis................................................................................................. 31
2.20 Tatalaksana.............................................................................................. 34
2.21 Komplikasi .............................................................................................. 39
2.22 Prognosis ................................................................................................. 39
iv
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Analisis Kasus ......................................................................................... 41
BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan ............................................................................................. 43
DAFTAR PUSTAKA
v
BAB I
PENDAHULUAN
kubah, yang memainkan peran penting dalam ketajaman visual. Kornea terdiri
atas 5 lapisan, yaitu epitel, membrane Bowman, stroma, membrane Descemet, dan
pembuluh darah untuk memberi makan atau melindunginya dari infeksi. Ada
beberapa kondisi seperti; cedera, alergi, keratitis dan mata kering yang
mempengaruhi kornea.
disebabkan oleh cedera ringan atau goresan kuku, atau penggunaan lensa kontak
dalam waktu lama. Keratitis infektif dan noninfektif dapat tumpang tindih satu
sama lain. Keratitis non-infeksi dapat menjadi infeksi oleh beberapa mikroba dan
adalah infeksi pada kornea, yang disebabkan oleh bakteri, jamur, virus, atau
penglihatan permanen.
Infeksi kornea minor biasanya diobati dengan obat tetes mata antibakteri,
pengobatan antimikroba yang lebih tepat untuk menghilangkan infeksi, dan untuk
mengurangi peradangan.
1
BAB II
STATUS PASIEN
Nama : Tn. B
Umur : 28 Tahun
Alamat : Sukadana Lampung
Suku : Jawa
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status : Belum menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
No. RM 447636
2.2 Anamnesis
A. Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan mata kanan merah disertai nyeri sejak
B. Keluhan Tambahan
Pasien juga mengatakan mata kanan sering berair disertai rasa panas pada
mata. Pasien juga mengaku pandangan mata kanan pasien menjadi sedikit kabur,
dan juga rasa seperti ada benda yang mengganjal, keluhan juga dialami di mata
kiri pasien terasa gatal dan seperti ada yang mengganjal serta terasa silau bila
Pasien datang ke poli Mata RSUD Ahmad Yani Metro pada tanggal
20/02/2022 dengan keluhan mata kanan merah disertai nyeri sejak ±1 minggu
2
Pasien mengatakan awalnya mata kanannya menjadi merah secara tiba-
tiba setelah bangun tidur. Mata merah pada mata kanan pasien terjadi ± 1minggu
yang lalu tanpa disertai rasa nyeri, kemudian pasien membeli obat tetes mata
(insto) diapotek, namun keluhan mata merah pada mata kanan pasien tidak
membaik.
mata kanan semakin memburuk mata kanan pasien menjadi beraiar, terasa nyeri,
dan juga seperti ada yang mengganjal, keluhan serupa seperti mata berarir dan
seperti ada yang mengganjal dialami di mata kiri pasien. Nyeri pada mata kanan
bersifat hilang timbul, Pasien juga mengeluhkan pandangan mata kanan pasien
± 2 hari SMRS menjadi sedikit kabur dan juga kedua mata pasien rasa seperti
mengganjal, serta kedua mata terasa silau bila terkena cahaya, untuk mata kanan
pasien setiap hari bekerja dekat dengan jalan raya dan sering terpapar debu ,
Hipertensi : Disangkal
DM : Disangkal
Jantung : Disangkal
Hipertensi : Disangkal
3
DM : Disangkal
Jantung : Disangkal
F. Riwayat Pengobatan
H. Riwayat Kebiasaan
Riwayat pekerjaan pasien setiap hari bekerja dekat dengan jalan raya dan
sering terpapar debu ,polusi, dan tidak menggunakan kacamata saat bekerja,
A. Vital Sign
4
B. Status Present
Mulut : Bibir pucat (-), Perdarahan gusi (-), Atrofi pupil lidah (-)
Thoraks : Pulmo
5
C. Status Oftalmologi
6
Tidak diperiksa Korpus vitreum Tidak diperiksa
Normal per palpasi Tensio oculi Normal per palpasi
TN 0 TN 0
Lakrimasi + Sistem canalis Lakrimasi +
lakrimalis
2.4 Resume
Seorang Laki laki berusia 28 tahun datang ke Poli Mata RSUD Jend A.
Yani dengan keluhan mata kanan merah disertai nyeri, berair, seperti ada yang
mengganjal sejak kurang lebih 1 minggu dan memberat 3 hari SMRS. Pasien
mengaku mata kanan pasien memerah secara tiba-tiba setelah bangun tidur.
serta terasa silau bila terkena cahaya, dan juga pandangan matanya menjadi
sedikit kabur Pasien juga mengeluh mata kirinya juga seperti ada yang
mengganjal, sering berair, Riwayat pasien setiap hari bekerja dekat dengan
jalan raya dan sering terpapar debu dan polusi dan tidak menggunakan
oftalmologi didapatkan visus VOD 6/15 dan VOS 6/6, konjungtiva bulbi
hiperemis (+) ODS ,Injeksi konjungtiva (+) Injeksi sillier (+) ODS, Kornea OD
2.5 Dokumentasi
7
OD OS
1. Keratitis
2. Konjungtivitis
- Ofthalmoskop
8
2.9 Penatalaksanaan
9
TINJAUAN PUSTAKA
11-12 mm horizontal dan 10-11 mm vertikal, serta memiliki indeks refraksi 1,37.
Kornea memberikan kontribusi 74 % atau setara dengan 43,25 dioptri (D) dari
total 58,60 kekuatan dioptri mata manusia. Kornea juga merupakan sumber
astigmatisme pada sistem optik. Dalam nutrisinya, kornea bergantung pada difusi
glukosa dari aqueus humor dan oksigen yang berdifusi melalui lapisan air mata.
Sebagai tambahan, kornea perifer disuplai oksigen dari sirkulasi limbus. Kornea
adalah salah satu organ tubuh yang memiliki densitas ujung-ujung saraf terbanyak
dan sensitifitasnya adalah 100 kali jika dibandingkan dengan konjungtiva. Kornea
dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus,
saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus yang berjalan suprakoroid, masuk
Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan.
10
Kornea dalam bahasa latin “cornum” artinya seperti tanduk, merupakan
selaput bening mata, bagian dari mata yang bersifat tembus cahaya, merupakan
lapis dari jaringan yang menutup bola mata sebelah depan. Dari anterior ke
posterior, kornea memiliki 5 lapisan yang saling berhubungan yaitu epitel (yang
A. Epitel
Terdiri dari sel epitel squamos yang bertingkat, terdiri atas 5 lapis
sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih; sel poligonal dan sel
gepeng. Tebal lapisan epitel kira-kira 5 % (0,05 mm) dari total seluruh
lapisan kornea. Epitel dan film air mata merupakan lapisan permukaan dari
media penglihatan. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda
ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan
menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal di sampingnya
ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa melalui barrier.
Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila
11
terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren. Sedangkan epitel
B. Membran Bowman
basal dari epitel. Merupakan lapisan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti
stroma dan berasal dari epitel bagian depan stroma. Lapisan ini tidak
C. Stroma
lapisan tengah pada kornea. Bagian ini terdiri atas lamel fibril-fibril kolagen
dengan lebar sekitar 1 μm yang saling menjalin yang hampir mencakup seluruh
bagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen
memakan waktu lama, dan kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel
stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam
D. Membran Descemet
kornea yang dihasilkan oleh endotel. Bersifat sangat elastis dan jernih yang
berkembang terus seumur hidup dan mempunyai tebal + 40 mm. Lebih kompak
dan elastis daripada membran Bowman. Juga lebih resisten terhadap trauma
12
dan proses patologik lainnya dibandingkan dengan bagian-bagian kornea yang
lain.6
E. Endotel
melalui taut. Endotel dari kornea ini dibasahi oleh aqueous humor. Lapisan
cairan, jika endotel tidak lagi dapat menjaga keseimbangan cairan yang tepat
terjadi. Permeabilitas dari kornea ditentukan oleh epitel dan endotel yang
kejernihan daripada kornea, jika terdapat kerusakan pada lapisan ini maka akan
berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan oleh strukturnya
relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh “pompa” bikarbonat aktif pada endotel
dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Dalam mekanisme dehidrasi ini, endotel
jauh lebih penting daripada epitel, dan kerusakan kimiawi atau fisis pada endotel
berdampak jauh lebih parah daripada kerusakan pada epitel. Kerusakan sel-sel
13
endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya,
kerusakan pada epitel hanya menyebabkan edema stroma kornea lokal sesaat yang
akan meghilang bila sel-sel epitel telah beregenerasi. Penguapan air dari lapisan
air mata prekorneal menghasilkan hipertonisitas ringan lapisan air mata tersebut,
yang mungkin merupakan faktor lain dalam menarik air dari stroma kornea
dapat melalui epitel utuh dan substansi larut-air dapat melalui stroma yang utuh.
Karenanya agar dapat melalui kornea, obat harus larut-lemak dan larut-air
kedalam kornea. Namun sekali kornea ini cedera, stroma yang avaskular dan
membran bowman mudah terkena infeksi oleh berbagai macam organisme, seperti
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya,
dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan sel
dan seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama terjadi
di permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea,
bakteri, jamur, virus atau suatu proses alergi-imunologi1. Keratitis adalah radang
pada kornea atau infiltrasi sel radang pada kornea yang akan mengakibatkan kornea
14
menjadi keruh sehingga tajam penglihatan menurun. Infeksi pada kornea biasanya
apabila mengenai lapisan epitel atau membran bowman dan keratitis profunda atau
stroma.3
dengan slit –lamp akan tampak bintik kemerahan. Penyebab keratitis bisa karena
2.14 Etiologi
Keratitis dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti kurangnya air mata,
keracunan obat, reaksi alergi terhadap yang diberi topikal, dan reaksi
A. Keratitis Infeksi
15
(HSV), virus Herpes zoster (HZV), Adenovirus, dan lainnya.
• Helminths- Keratitis onchocercal (sclerosing keratitis)
B. Keratitis Non-Infeksi
oleh faktor ekonomi dan iklim. Keratitis jamur terhitung sebanyak 50% dariseluruh
keratitis bakteri di Banglades 82%, India 68,4%, dan yang terendah yaitu diTaiwan
India bagian utara, Nepal, dan Banglades. Di India dan Nepal, Steptococcus
jamur dan keratitis bakteri lebih sering terjadi pada musim semi. Hal ini
16
berhubungan dengan peningkatan aktivitas agrikultur dan/ atau peningkatan
proliferasi dari agen patogen pada periode tersebut. Faktor predisposisi keratitis
bakteri yang sering di Brazil adalah taruma, khususnya taruma pada kornea.
bakteri per tahun. Kejadian keratitis bakteri bervariasi, dengan lebih sedikit pada
negara negara industri yang secara signifikan lebih sedikit memiliki jumlah
pengguna lensa kontak. Insiden keratitis jamur bervariasi sesuai dengan lokasi
geografis dan berkisar 2% dari kasus keratitis di New York dan 35% di Florida.
Spesies Fusarium merupakan penyebab paling umum dari infeksi jamur kornea di
Amerika Serikat bagian selatan (45-76% dari keratitis jamur). Sedangkan spesies
Candida dan Aspergillus lebih umum di negara negara utara. Secara signifikan lebih
2.16 Klasifikasi
keratitis fungal, keratitis viral, keratitis akibat alergi. Kemudian berdasarkan bentuk
klinisnya dapat dibagi menjadi keratitis sika, keratitis flikten, keratitis nurmularis
17
2.16.1. Klasifikasi Berdasarkan Tempatnya
terlihat gejala konjungtiva atau tanda akut yang biasanya terjadi pada dewasa
superfisial dan hijau bila diwarnai fluoresein. Dapat disebabkan sindrom dry
tobramisin ataupun obat lainnya), sinar ultraviolet, trauma kimia ringan dan
pemakaian lensa kontak.Pasien akan mengeluh sakit, silau, mata merah dan
rasa kelilipan. Pasien diberi air mata buatan, tobramisin tetes mata dan
siklopegik.
18
Keratitis Pungtata Subepitel: keratitis yang terkumpul di membran
Bowman. Pada keratitis ini biasanya terdapat bilateral dan berjalan kronis
B. Keratitis Marginal
sakit seperti kelilipan, lakrimasi, fotofobia berat. Pada mata akan terlihat
19
C. Keratitis Interstisial
Seluruh kornea keruh sehingga iris susah dilihat. Keratitis Interstisial akibat
Keluhan akan bertahan seumur hidup. Seluruh kornea keruh sehingga iris
merah kusam yang disebut “Salmon Patch” dari Hutchinson. Seluruh kornea
Diberikan juga Sulfas Atropin tetes mata untuk mencegah sinekia akibat
20
2.16.2. Klasifikasi Bedasarkan Penyebab
A. Keratitis Bakterial
kornea sepanjang epitel kornea masih intak kecuali gonococci dan difteri
yang dapat menetrasi epittel korna yang masih intak. Gejalanya antara lain
yaitu nyeri, fotofobia, visus lemah, lakrimasi dan secret purulen. Sekret
secret yang berair. Terapi konservatif pada keratitis bakteri adalah antibiotic
topical (ofloxacin dan polymixin) yang berspektrum luas untuk bakteri gram
positif dan negative sampai hasil kultur pathogen dan resistensi diketahui.
Immobilisasi badan siliar dan iris oleh terapi midriasis diindikasikan jika
ada iritasi intraocular. Keratitis bakteri dapat diterapi dengan tetes mata atau
21
B. Keratitis Fungal
Keluhan sakit mata hebat, berair dan silau. Pada mata terlihat infiltrat berhifa
dan satelit bila terletak didalam stroma, disertai cincin endotel dengan
C. Keratitis Virus
bertitik-titik pada dataran depan kornea yang dapat terjadi pada herpes
Epidemi14
22
a) Keratitis Hepatik
kornea dan menarik sel leukosit dan sel radang lainnya. Sel ini
23
b) Keratitis Dendritik
24
Herpes Simpleks Merupakan reaksi alergi atau imunologik terhadap
d) Keratokonjungtivitis epidemi
menurun, merasa ada benda asing, berair kadang nyeri. Pada mata
25
2.16.3. Klasifikasi Berdasarkan Klinis
1. Keratitis Filamentosa
pada dry eyes, DM, Post op Katarak, keracunan kornea oleh zat tertentu.
epitel, epitel pada filamen terlihat tidak melekat pada epitel kornea. Di dekat
filamen terdapat defek filamen dan kekeruhan epitel berwarna abu abu.
Gejala: rasa kelilipan, sakit, silau, blefarospasme dan epiforia. Mata merah
26
2. Keratitis Neuroparalitik
injeksi siliar, permukaan kornea keruh, infiltrat dan vesikel pada kornea14.
27
3. Keratokonjongtivitis Sika
mata berpasir, gatal, silau, penglihatan kabur, sekresi mukus mata yang
berlebihan, sukar menggerakkan kelopak mata, mata kering karena ada erosi
yang dilakukan: Tes Schimer : resapan air mata pada kertas Schimer normal
10-25 mm dalam waktu 5 menit. Abnormal < 10 mm. Tes zat warna Rose
Bengal konjungtiva zat warna ini akan mewarnai sel epitel kornea. Terdapat
titik merah di konjungtiva bila mata kering. Tear film break up time14.
2.17 Patofisiologi
kedalam kornea. Namun sekali kornea mengalami cedera, stroma yang avaskuler
inokulum yang berat atau hospes yang lemah (misalnya pada pasien yang
28
Kornea adalah struktur yang avaskuler oleh sebab itu pertahanan pada waktu
peradangan, tidak dapat segera ditangani seperti pada jaringan lainnya yang banyak
sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang ada
di limbus dan tampak sebagai injeksi pada kornea. Sesudah itu terjadilah infiltrasi
timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak kelabu, keruh dan permukaan
Epitel kornea dapat rusak sampai timbul ulkus. Adanya ulkus ini dapat
pada kornea. Bila tukak pada kornea tidak dalam dengan pengobatan yang baik
dapat sembuh tanpa meninggakan jaringan parut, namun apabila tukak dalam
jaringan parut. Mediator inflamasi yang dilepaskan pada peradangan kornea juga
dapat sampai ke iris dan badan siliar menimbulkan peradangan pada iris.
Peradangan pada iris dapat dilihat berupa kekeruhan di bilik mata depan. Kadang-
Pada keratitis bakteri adanya gangguan dari epitel kornea yang intak dan atau
mikroba atau molekul efektor sekunder yang membantu proses infeksi. Beberapa
bakteri memperlihatkan sifat adhesi pada struktur fimbriasi dan struktur non
fimbriasi yang membantu penempelan ke sel kornea. Selama stadium inisiasi, epitel
dan stroma pada area yang terluka dan infeksi dapat terjadi nekrosis. Sel inflamasi
29
akut (terutama neutrofil) mengelilingi ulkus awal dan menyebabkan nekrosis
hipopion. Toksin bakteri yang lain dan enzim (meliputi elastase dan alkalin
Keratitis herpes simplek dibagi dalam 2 bentuk yaitu epitelial dan stromal
sel epitelial dan membentuk tukak kornea superfisial. Pada yang stromal terjadi
reaksi imunologik tubuh terhadap virus yang menyerang yaitu reaksi antigen
antibodi yang menarik sel radang kedalam stroma. Sel radang ini mengeluarkan
bahan proteolitik untuk merusak virus tetapi juga akan merusak jaringan stroma
disekitarnya. Hal ini penting diketahui karena manajemen pengobatan pada yang
epitelial ditujukan terhadap virusnya sedang pada yang stromal ditujukan untuk
migrasi limfosit dan makrofag ketempat lesi. Infeksi okuler HSV pada hospes
merusak.7,13
dapat ada di seluruh lapisan kornea, dan menetapkan diagnosis dan pengobatan
30
pembentukan jaringan parut (sikatrik), yang dapat berupa nebula, makula, dan
• Nyeri
• Mata merah
2.19 Diagnosis
adanya riwayat penyakit kornea, misalnya pada keratitis herpetik akibat infeksi
herpes simpleks yang kambuh. Anamnesis mengenai pemakaian obat lokal oleh
sensasi benda asing, mata merah, mata berair, penglihatan yang sedikit kabur, dan
mengeluh sakit pada mata karena kornea memiliki banyak serabut nyeri, sehingga
amat sensitif. Kebanyakan lesi kornea superfisialis maupun yang sudah dalam
menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit diperberat oleh kuman kornea
sinar dan merupakan media pembiasan terhadap sinar yang masuk ke mata maka
31
lesi pada kornea umumnya akan mengaburkan penglihatan terutama apabila lesi
Fotofobia yang terjadi biasanya terutama disebabkan oleh kontraksi iris yang
meradang. Dilatasi pembuluh darah iris adalah fenomena refleks yang disebabkan
iritasi pada ujung serabut saraf pada kornea. Pasien biasanya juga mengeluhkan
mata berair namun tidak disertai dengan pembentukan kotoran mata yang banyak
kecuali pada ulkus kornea yang purulen. Dalam mengevaluasi peradangan kornea
penting untuk membedakan apakah tanda yang kita temukan merupakan proses
yang masih aktif atau merupakan kerusakan dari struktur kornea hasil dari proses
di waktu yang lampau. Sejumlah tanda dan pemeriksaan sangat membantu dalam
fluoresin, neovaskularisasi, derajat defek pada epithel, lokasi dari infiltrat pada
kornea, edema kornea, keratik presipitat, dan keadaan di bilik mata depan. Tanda-
tanda yang ditemukan ini juga berguna dalam mengawasi perkembangan penyakit
32
film air mata (tear film), danau air mata ( teak lake ), dilakukan uji
break up time tujuannya yaitu untuk melihat fungsi fisiologik film air
tidak stabil
3. Ofthalmoskop
Tujuan pemeriksaan untuk melihat kelainan serabut retina, serat yang
peripapilar.
lake juga dapat dilihat dengan cara fokus kita alihkan kearah lateral
bawah, secara subjektif dapat dilihat tear lake yang kering atau yang
dipakai atau sulit dinilai seperti pada sikatrik kornea, kornea ireguler
superior. :6,13
33
2.20 Tatalaksana
ketajaman penglihatan. Ada beberapa hal yang perlu dinilai dalam mengevaluasi
spesimen diagnostik, juga untuk menghilangkan sawar epitelial sehingga obat lebih
mudah menembus. Dalam hal ini juga untuk mengurangi subepithelial "ghost"
A. Keratitis Bakteri
positif dan gram negatif. Untuk keratitis yang disebabkan oleh Staphylococcus
obat pilihan. Linezolid 0,2% topikal juga dapat digunakan untuk MRSA.1
34
Pseudomonas Keratitis: Olesan langsung pada pewarnaan Gram
pewarnaan tahan asam 1%. [69] Nocardia adalah basil aerobik gram positif
meskipun lebih lambat dari organisme lain. Amikasin yang diperkuat topikal
memperburukprognosis.15
digunakan.15,16
B. Keratitis Virus
adalah alat klinis yang sangat penting untuk membuat diagnosis penyakit epitel
HSV. Pewarnaan fluorescein membuat dendrit dan ulkus geografis lebih jelas
dengan pewarnaan dasar ulkus, dan Rose-Bengal menodai sel di tepi ulkus,
35
yang sarat dengan virus. Diagnosis penyakit epitel sebagian besar bersifat
klinis. Pengikisan kornea untuk reaksi berantai polimerase untuk DNA virus
Namun, antivirus oral (asiklovir 400 mg, 5 kali sehari) juga ditambahkan untuk
kornea dan perforasi berikutnya. Dosis awal antivirus baik asiklovir topikal
(3%) dan oral (asiklovir 400 mg 5 kali sehari) diberikan selama tiga hari
pertama. Steroid topikal ditambahkan pada hari ketiga. Untuk kasus yang
stroma lebih lanjut yang diinduksi steroid. Untuk keratitis HSV berulang, dosis
profilaksis antivirus oral (asiklovir 400 mg dua kali sehari) diberikan selama
satu tahun.17,18
Diagnosis HZO bersifat klinis. Lesi kulit yang berhubungan dengan lesi
dendritiformis kornea sangat khas. Berbeda dengan lesi cacar air, di sini lesi
kulit berada pada stadium yang sama. Ujung lesi dendrit meruncing, tidak
Asiklovir oral (800 mg, 5 kali sehari selama 1 minggu) sangat efektif dalam
pengobatannya pada tahap awal. Erosi epitel rekuren sebagian besar harus
36
ditangani dengan pelumas dan antibiotik profilaksis. Ulkus neurotrofik
Peran profilaksis jangka panjang dengan antivirus oral tidak jelas dan perlu
dievaluasi.19
telah menunjukkan hasil yang baik. Peran steroid pada tahap awal masih
subepitel.20
C. Keratitis Jamur
pengadaan obat, yang utama dalam terapi keratomikosis adalah mengenai jenis
2. Jamur berfilamen.
3. Ragi (yeast).
37
❖ Untuk golongan I: Topikal Amphotericin B 1,02,5 mg/ml, Thiomerosal (10
Steroid topikal adalah kontra indikasi, terutama pada saat terapi awal.
up) dari lesi-lesi ireguler pada tepi ulkus, menghilangnya lesi satelit dan
berkurangnya infiltrasi di stroma di sentral dan juga daerah sekitar tepi ulkus.
Perbaikan klinik biasanya tidak secepat ulkus bakteri atau virus. Adanya defek
epitel yang sulit menutup belum tentu menyatakan bahwa terapi tidak berhasil,
bahkan kadang- kadang terjadi akibat pengobatan yang berlebihan. Jadi pada
semua.
berlangsung kronik dan juga dapat terjadi kekambuhan. Pasien juga sebaiknya
dianjurkan agar tidak terlaru sering terpapar sinar matahari ataupun debu
38
karena keratitis ini dapat juga terjadi pada konjungtivitis vernal yang biasanya
tercetus karena paparan sinar matahari, udara panas, dan debu, terutama jika
pasien tersebut memang telah memiliki riwayat atopi sebelumnya. Pasien pun
harus dilarang mengucek matanya karena dapat memperberat lesi yang telah
ada. Pada keratitis dengan etiologi bakteri, virus, maupun jamur sebaiknya kita
kebersihan diri dengan mencuci tangan, membersihkan lap atau handuk, sapu
2.21 Komplikasi
Komplikasi yang paling ditakuti dari keratitis adalah penipisan kornea dan
• Gangguan refraksi
• Ulkus kornea
• Perforasi kornea
• Glaukoma sekunder22.
2.22 Prognosis
kornea, vaskularisasi dan deposit kolagen, diagnosis awal dan terapi tepat dapat
39
hal yang penting dalam kasus ini karena diketahui reaksi imunologik tubuh pasien
40
BAB III
PEMBAHASAN
41
aquous dan vitreus yang baik 4. R/Vitamin C 3x1
Virus : diberikan antiviral
trifuridin, acyclovir 5. Terapi edukasi :
3. Terapi kortikosteroid >> mengedukasi cara
mencegah timbulnya jaringan menjaga higenitas
parut dan mencegah perforasi dan menggunakan
kornea, syarat: kornea harus obat yang
intak benarEdukasi
4. Terapi edukasi : memberikan untuk menghindari
edukasi bagaimana menjaga paparan sinar
higenitas dalam upaya matahari, debu,
tindakan pencegahan dan asap rokok,
menggunakan obat yang maupun polusi
benar lainnya.
6. Istirahat yang
cukup atau tidak
bergadang.
7. Jangan mengucek
mata bila terasa
gatal.
8. Kompres dingin 3-
4 kali sehari
selama 5-10 menit
tiap kalinya.
Lakukan dengan
mata tertutup
42
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Keratitis merupakan suatu proses peradangan kornea yang dapat bersifat
akut maupun kronis yang disebabkan oleh berbagai faktor antara lain bakteri,
jamur, virus atau karena alergi imunologi. Keratitis dapat dibagi menjadi beberapa
bentuk klinisnya. Berdasarkan tempatnya keratitis secara garis besar dapat dibagi
bentuk klinisnya dapat dibagi menjadi keratitis sika, keratitis flikten, keratitis
Keratitis jamur terhitung sebanyak 50% dari seluruh kasus dari kultur keratitis di
Keratitis dapat sembuh dengan baik jika ditangani dengan tepat dan jika
tidak diobati dengan baik dapat menimbulkan ulkus yang akan menjadi sikatriks
tergantung pada beberapa factor, yaitu tergantung dari virulensi organisme, luas
43
DAFTAR PUSTAKA
2020). From:https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559014/
8. Roderick B. Kornea. In: Vaughan & Asbury. Oftalmologi umum. Edisi 17.
9. Ilyas Sidarta. Ilmu penyakit mata. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
2009. h 147-158.
10. Sridhar MS. Anatomy of cornea and ocular surface. Indian Journal of
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5819093/
11. Ilyas, Sidarta. 2006. Ilmu Penyakit Mata, Edisi 3. Balai Penerbit FKUI Jakarta.
13. Tondolo JSM, Ledur PC, Loreto ÉS, Verdi CM, Bitencourt PER,de Jesus FPK,
Rocha JP, Alves SH, Sassaki GL, Santurio JM. Extraction, characterization and
14. American Academy of Ophthalmology. External eye disease and cornea. San
Fransisco. 2012
44
16. Thygeson P. Superfisial punctate keratitis. Journal of the American Medical
Association. 1997.
17. Reed KK. Thygeson’s SPK photos. Nova Southeastem University College of
Cornea. Section 8. Chapter 9. Basic and Clinical Sciencde Course ; 2019- 2020.
19. Moorthy RS, Valluri S, Rao NA. Nontuberculous mycobacterial ocular and
20. Wilhelmus KR. Antiviral treatment and other therapeutic interventions for
herpes simplex virus epithelial keratitis. Cochrane Database Syst Rev. 2015
45
24. Das S, Wallang BS, Sharma S, Bhadange YV, Balne PK, Sahu SK. The efficacy
Management Algorithm for Fungal Keratitis: The TST (Topical, Systemic, and
46