Anda di halaman 1dari 51

KERATITIS OCCULI DEXTRA & OCCULI SINISTRA

CASE REPORT

JUDUL

DISUSUN OLEH:
IBNU AJI SETYAWAN 21360150

PRECEPTOR
dr. MELSA ESTER LETARENI SITUMEANG, Sp. M

PERIODE:
13 FEBRUARI-18MARET 2023

KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


RSUD JENDRAL AHMAD YANI METRO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
2023
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus

“ KERATITIS ODS”

Dokter Muda
Ibnu Aji Setyawan 21360150

Case Report ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas

dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Mata

RSUD Jendral Ahmad Yani Metro

Metro, Maret 2023

dr.Melsa Ester Letareni Situmeang, Sp.M

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas

berkat, rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul

”KERATITIS ODS”. Laporan kasus ini merupakan salah satu syarat Kepaniteraan Klinik

di Bagian/Departemen bagian Ilmu Penyakit Mata RSUD Jendral Ahmad Yani Metro.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Melsa Ester Letareni Situmeang, Sp. M,

selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan dan penyusunan

laporan kasus ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan kasus

ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis harapkan. Semoga

laporan ini dapat memberi manfaat bagi pembaca.

Metro, Maret 2023

Ibnu Aji Setyawan, S.Ked

iii
DAFTAR ISI

JUDUL .................................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .......................................................................................... 1
BAB II STATUS PASIEN
2.1 Identitas Pasien ......................................................................................... 2
2.2 Anamnesis ................................................................................................. 2
2.3 Pemeriksaan Fisik ..................................................................................... 4
2.4 Resume ...................................................................................................... 7
2.5 Dokumentasi ............................................................................................. 7
2.6 Diagnoisis Banding ................................................................................... 8
2.7 Pemeriksaan Tambahan ............................................................................ 8
2.8 Diagnosis Kerja ......................................................................................... 8
2.9 Penatalaksanaan ........................................................................................ 9
2.10 Prognosis ................................................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.11 Anatomi dan Histologi Kornea ............................................................... 10
2.12 Fisiologi Kornea...................................................................................... 13
2.13 Definisi Keratitis ..................................................................................... 14
2.14 Etiologi .................................................................................................... 15
2.15 Epidemiologi ........................................................................................... 16
2.16 Klasifikasi ............................................................................................... 17
2.17 Patofisiologi ............................................................................................ 28
2.18 Manifestasi klinis .................................................................................... 30
2.19 Diagnosis................................................................................................. 31
2.20 Tatalaksana.............................................................................................. 34
2.21 Komplikasi .............................................................................................. 39
2.22 Prognosis ................................................................................................. 39

iv
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Analisis Kasus ......................................................................................... 41
BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan ............................................................................................. 43
DAFTAR PUSTAKA

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kornea adalah lapisan mata terluar yang jernih, transparan, berbentuk

kubah, yang memainkan peran penting dalam ketajaman visual. Kornea terdiri

atas 5 lapisan, yaitu epitel, membrane Bowman, stroma, membrane Descemet, dan

endotel. Tidak seperti kebanyakan jaringan di tubuh, kornea tidak mengandung

pembuluh darah untuk memberi makan atau melindunginya dari infeksi. Ada

beberapa kondisi seperti; cedera, alergi, keratitis dan mata kering yang

mempengaruhi kornea.

Keratitis adalah suatu kondisi terjadinya inflamasi pada kornea yang

memiliki etiologi infektif dan non-infeksi. Keratitis non-infeksius dapat

disebabkan oleh cedera ringan atau goresan kuku, atau penggunaan lensa kontak

dalam waktu lama. Keratitis infektif dan noninfektif dapat tumpang tindih satu

sama lain. Keratitis non-infeksi dapat menjadi infeksi oleh beberapa mikroba dan

dapat mengakibatkan komplikasi yang mengancam penglihatan. Keratitis infektif

adalah infeksi pada kornea, yang disebabkan oleh bakteri, jamur, virus, atau

protozoa, jika tidak ditangani sedini mungkin dapat menyebabkan gangguan

penglihatan permanen.

Infeksi kornea minor biasanya diobati dengan obat tetes mata antibakteri,

tetapi jika infeksinya parah dan berkepanjangan, mungkin memerlukan

pengobatan antimikroba yang lebih tepat untuk menghilangkan infeksi, dan untuk

mengurangi peradangan.

1
BAB II

STATUS PASIEN

2.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. B
Umur : 28 Tahun
Alamat : Sukadana Lampung
Suku : Jawa
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status : Belum menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
No. RM 447636

2.2 Anamnesis

A. Keluhan Utama

Pasien datang dengan keluhan mata kanan merah disertai nyeri sejak

kurang lebih 3 hari yang lalu

B. Keluhan Tambahan

Pasien juga mengatakan mata kanan sering berair disertai rasa panas pada

mata. Pasien juga mengaku pandangan mata kanan pasien menjadi sedikit kabur,

dan juga rasa seperti ada benda yang mengganjal, keluhan juga dialami di mata

kiri pasien terasa gatal dan seperti ada yang mengganjal serta terasa silau bila

terkena cahaya sehingga menggangu aktivitas pasien.

C. Riwayat Perjalanan Penyakit

Pasien datang ke poli Mata RSUD Ahmad Yani Metro pada tanggal

20/02/2022 dengan keluhan mata kanan merah disertai nyeri sejak ±1 minggu

yang lalu dan keluhan memberat 3 hari SMRS.

2
Pasien mengatakan awalnya mata kanannya menjadi merah secara tiba-

tiba setelah bangun tidur. Mata merah pada mata kanan pasien terjadi ± 1minggu

yang lalu tanpa disertai rasa nyeri, kemudian pasien membeli obat tetes mata

(insto) diapotek, namun keluhan mata merah pada mata kanan pasien tidak

membaik.

Kemudian sekitar 3 hari sebelum datang ke rumah sakit, pasien merasa

mata kanan semakin memburuk mata kanan pasien menjadi beraiar, terasa nyeri,

dan juga seperti ada yang mengganjal, keluhan serupa seperti mata berarir dan

seperti ada yang mengganjal dialami di mata kiri pasien. Nyeri pada mata kanan

bersifat hilang timbul, Pasien juga mengeluhkan pandangan mata kanan pasien

± 2 hari SMRS menjadi sedikit kabur dan juga kedua mata pasien rasa seperti

mengganjal, serta kedua mata terasa silau bila terkena cahaya, untuk mata kanan

terasa lebih dominan sakitnya sehingga menggangu aktivitas pasien. Riwayat

pasien setiap hari bekerja dekat dengan jalan raya dan sering terpapar debu ,

polusi dan saat bekerja pasien tidak menggunakan kacamata pelindung.

D. Riwayat Penyakit Dahulu

Penyakit Serupa : Disangkal

Hipertensi : Disangkal

DM : Disangkal

Jantung : Disangkal

Alergi obat : Disangkal

E. Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit Serupa : Disangkal

Hipertensi : Disangkal

3
DM : Disangkal

Jantung : Disangkal

Alergi obat : Disangkal

F. Riwayat Pengobatan

Pasien mengaku telah mengobati mata kanannya dengan menggunakan

obat tetes insto

G. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien merupakan seorang wiraswasta dan berobat menggunakan umum.

H. Riwayat Kebiasaan

Riwayat pekerjaan pasien setiap hari bekerja dekat dengan jalan raya dan

sering terpapar debu ,polusi, dan tidak menggunakan kacamata saat bekerja,

Konsumsil Alkohol (-).

2.3 Pemeriksaan Fisik

A. Vital Sign

Keadaan umum : Baik


Kesadaran : Compos Mentis E4 V5M6
TTV
TD : 118/90 mmHg
HR : 88 x/m
RR : 19 x/m
Suhu : 36,3o C
SpO2 :
97 %

4
B. Status Present

Kepala : Bentuk normocephal, rambut putih kehitama, Alopesia(-)

Mata : Status Oftamologi

THT : Tonsil T1/T1, Faring normal

Mulut : Bibir pucat (-), Perdarahan gusi (-), Atrofi pupil lidah (-)

Leher : JVP + 0 cm H2O, Pembesaran kelenjar (-), Ptekie (-)

Thoraks : Pulmo

I : Bentuk dada normal, Simetris (statis dan dinamis), retraksi (-)

P : Vocal fremitus N |N N|N N |N

P : Sonor | SonorSonor | SonorSonor | Sonor

A : Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)


Jantung

I : Ictus cordis tidak terlihat


P : Ictus cordis tidak teraba, Thrill (-)
P : Batas atas jantung ICS 2 sinistra, Batas kanan jantung
parasternal line dekstra Batas kiri jantung midclavicula line
sinistra ICS 5
A : S1S2 regular, murmur (-)

Ekstremitas Superior Inferior

Edema -/- -/-

Akral hangat +/+ +/+

Echimosis -/- -/-

5
C. Status Oftalmologi

Oculi Dextra Oculi sinistra


6/15 Visus 6/6
Tidak dilakukan Koreksi Tidak dilakukan
DBN Supersilia DBN
Edem (-), Spasme (-) Palbebra superior Edem (-), Spasme (-)
Edem (-), Spasme (-) Palbebra inferior Edem (-), Spasme (-)

Dalam batas normal Silia Dalam batas normal


Orthoforia (+) Orthoforia (+)
Eksoftalmus (-) Bulbus oculi Eksoftalmus (-)
Strabismus (-) Strabismus (-)
Baik ke segala arah Gerak bola mata Baik ke segala arah

Hiperemis (+) Conjungtiva bulbi Hiperemi (+)


Injeksi konjungtiva (+)
Injeksi konjungtiva (+)
Injeksi sillier (+)
Injeksi sillier (+)
Secret (-), Congjungtiva Secret (-),
Edem (-), hiperemi (-) fornices Edem (-), hiperemi (-)
Hiperemi (-) Congjungtiva Hiperemi (+)
Sikatrik (-) palpebra Sikatrik (-)
putih, ikterik (-), putih, ikterik (-),
Siliar injeksi (-) Sclera Siliar injeksi (-)

Keruh, infiltrat (+) berupa Kornea Jernih


bercak putih (hipopion)
Kedalaman DBN, Bilik Mata Depan Kedalaman DBN,
jernih, jernih,

Warna : Coklat Iris Warna : Coklat

Bulat, Reguler, Bulat, Reguler,


Sentral, 3 mm, Pupil Sentral, 3 mm,
Reflek Cahaya (+) Reflek Cahaya (+)

Shadow test (-) Shadow test Shadow test (-)


Jernih Lensa Jernih
Tidak diperiksa Fundus refleks Tidak diperiksa

6
Tidak diperiksa Korpus vitreum Tidak diperiksa
Normal per palpasi Tensio oculi Normal per palpasi
TN 0 TN 0
Lakrimasi + Sistem canalis Lakrimasi +
lakrimalis

2.4 Resume

Seorang Laki laki berusia 28 tahun datang ke Poli Mata RSUD Jend A.

Yani dengan keluhan mata kanan merah disertai nyeri, berair, seperti ada yang

mengganjal sejak kurang lebih 1 minggu dan memberat 3 hari SMRS. Pasien

mengaku mata kanan pasien memerah secara tiba-tiba setelah bangun tidur.

serta terasa silau bila terkena cahaya, dan juga pandangan matanya menjadi

sedikit kabur Pasien juga mengeluh mata kirinya juga seperti ada yang

mengganjal, sering berair, Riwayat pasien setiap hari bekerja dekat dengan

jalan raya dan sering terpapar debu dan polusi dan tidak menggunakan

kacamata pelindung. Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama sebelumnya

(-).Riwayat alergi (-) Pemeriksaan fisik dalam batas normal, pemerikssaan

oftalmologi didapatkan visus VOD 6/15 dan VOS 6/6, konjungtiva bulbi

hiperemis (+) ODS ,Injeksi konjungtiva (+) Injeksi sillier (+) ODS, Kornea OD

Keruh, infiltrat (+) berupa bercak putih,

2.5 Dokumentasi

7
OD OS

2.6 Diagnoisis Banding

1. Keratitis

2. Konjungtivitis

2.7 Pemeriksaan Tambahan

- Pemeriksaan tajam penglihatan

- Uji dry eye

- Ofthalmoskop

- Keratometri (pegukuran kornea)

- Tonometri digital palpasi

2.8 Diagnosis Kerja

Keratitis Punctata Superfisialis Oculus dextra & Oculus Sinistra

8
2.9 Penatalaksanaan

Medika Mentosa Non medikamentosa

R/ Cendo Floxa 0.6 mL (4 dd gtt ODS) Edukasi:

R/ Cendo Hervis EO 3,5 G (4 dd gtt 1. Edukasi untuk menghindari


paparan sinar matahari, debu, asap
ODS) rokok, maupun polusi lainnya.
2. Istirahat yang cukup atau tidak
R/ Cendo Protagenta ( 4 dd gtt ODS) bergadang.
3. Jangan mengucek mata bila terasa
R/Vitamin C 3x1
gatal.
4. Kompres dingin 3-4 kali sehari
selama 5-10 menit tiap kalinya.
Lakukan dengan mata tertutup
2.10 Prognosis

Quo ad vitam Dubia ad bonam


Qua ad functionam Dubia ad bonam
Quo ad sanam Dubia ad bonam

9
TINJAUAN PUSTAKA

2.11 Anatomi dan Histologi Kornea

Gambar 1. Anatomi dan Histologi Kornea5

Kornea merupakan jaringan yang avaskular, bersifat transparan, berukuran

11-12 mm horizontal dan 10-11 mm vertikal, serta memiliki indeks refraksi 1,37.

Kornea memberikan kontribusi 74 % atau setara dengan 43,25 dioptri (D) dari

total 58,60 kekuatan dioptri mata manusia. Kornea juga merupakan sumber

astigmatisme pada sistem optik. Dalam nutrisinya, kornea bergantung pada difusi

glukosa dari aqueus humor dan oksigen yang berdifusi melalui lapisan air mata.

Sebagai tambahan, kornea perifer disuplai oksigen dari sirkulasi limbus. Kornea

adalah salah satu organ tubuh yang memiliki densitas ujung-ujung saraf terbanyak

dan sensitifitasnya adalah 100 kali jika dibandingkan dengan konjungtiva. Kornea

dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus,

saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus yang berjalan suprakoroid, masuk

ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepas selubung

Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan.

Sensasi dingin oleh Bulbus Krause ditemukan pada daerah limbus.6

10
Kornea dalam bahasa latin “cornum” artinya seperti tanduk, merupakan

selaput bening mata, bagian dari mata yang bersifat tembus cahaya, merupakan

lapis dari jaringan yang menutup bola mata sebelah depan. Dari anterior ke

posterior, kornea memiliki 5 lapisan yang saling berhubungan yaitu epitel (yang

merupakan kelanjutan dari epitel di konjungtiva bulbi), membrana bowman,

stroma, membrana descement dan endotel.

A. Epitel

Terdiri dari sel epitel squamos yang bertingkat, terdiri atas 5 lapis

sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih; sel poligonal dan sel

gepeng. Tebal lapisan epitel kira-kira 5 % (0,05 mm) dari total seluruh

lapisan kornea. Epitel dan film air mata merupakan lapisan permukaan dari

media penglihatan. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda

ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan

menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal di sampingnya

dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan makula okluden;

ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa melalui barrier.

Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila

11
terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren. Sedangkan epitel

berasal dari ektoderem permukaan. Epitel memiliki daya regenerasi. 6

B. Membran Bowman

Membran yang jernih dan aselular, Terletak di bawah membran

basal dari epitel. Merupakan lapisan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti

stroma dan berasal dari epitel bagian depan stroma. Lapisan ini tidak

mempunyai daya generasi.6

C. Stroma

Lapisan ini mencakup sekitar 90% dari ketebalan kornea. Merupakan

lapisan tengah pada kornea. Bagian ini terdiri atas lamel fibril-fibril kolagen

dengan lebar sekitar 1 μm yang saling menjalin yang hampir mencakup seluruh

diameter kornea, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di

bagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen

memakan waktu lama, dan kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel

stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen

stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam

perkembangan embrio atau sesudah trauma.6

D. Membran Descemet

Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma

kornea yang dihasilkan oleh endotel. Bersifat sangat elastis dan jernih yang

tampak amorf pada pemeriksaan mikroskop elektron, membran ini

berkembang terus seumur hidup dan mempunyai tebal + 40 mm. Lebih kompak

dan elastis daripada membran Bowman. Juga lebih resisten terhadap trauma

12
dan proses patologik lainnya dibandingkan dengan bagian-bagian kornea yang

lain.6

E. Endotel

Berasal dari mesotelium, terdiri atas satu lapis sel berbentuk

heksagonal, tebal antara 20-40 mm melekat erat pada membran descemet

melalui taut. Endotel dari kornea ini dibasahi oleh aqueous humor. Lapisan

endotel berbeda dengan lapisan epitel karena tidak mempunyai daya

regenerasi, sebaliknya endotel mengkompensasi sel-sel yang mati dengan

mengurangi kepadatan seluruh endotel dan memberikan dampak pada regulasi

cairan, jika endotel tidak lagi dapat menjaga keseimbangan cairan yang tepat

akibat gangguan sistem pompa endotel, stroma bengkak karena kelebihan

cairan (edema kornea) dan kemudian hilangnya transparansi (kekeruhan) akan

terjadi. Permeabilitas dari kornea ditentukan oleh epitel dan endotel yang

merupakan membrane semipermeabel, kedua lapisan ini mempertahankan

kejernihan daripada kornea, jika terdapat kerusakan pada lapisan ini maka akan

terjadi edema kornea dan kekeruhan pada kornea.6

2.12 Fisiologi Kornea

Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan “jendela” yang dilalui

berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan oleh strukturnya

yang uniform, avaskuler dan deturgesensi. Deturgesensi atau keadaan dehidrasi

relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh “pompa” bikarbonat aktif pada endotel

dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Dalam mekanisme dehidrasi ini, endotel

jauh lebih penting daripada epitel, dan kerusakan kimiawi atau fisis pada endotel

berdampak jauh lebih parah daripada kerusakan pada epitel. Kerusakan sel-sel

13
endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya,

kerusakan pada epitel hanya menyebabkan edema stroma kornea lokal sesaat yang

akan meghilang bila sel-sel epitel telah beregenerasi. Penguapan air dari lapisan

air mata prekorneal menghasilkan hipertonisitas ringan lapisan air mata tersebut,

yang mungkin merupakan faktor lain dalam menarik air dari stroma kornea

superfisial dan membantu mempertahankan keadaan dehidrasi.7

Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut-lemak

dapat melalui epitel utuh dan substansi larut-air dapat melalui stroma yang utuh.

Karenanya agar dapat melalui kornea, obat harus larut-lemak dan larut-air

sekaligus. Epitel adalah sawar yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme

kedalam kornea. Namun sekali kornea ini cedera, stroma yang avaskular dan

membran bowman mudah terkena infeksi oleh berbagai macam organisme, seperti

bakteri, virus, amuba, dan jamur.6

Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya,

dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan sel

dan seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama terjadi

di permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea,

segera mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya

kelainan sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang

hebat terutama bila letaknya di daerah pupil.7

2.13 Definisi Keratitis

Keratitis adalah peradangan kornea yang dapat disebabkan oleh infeksi

bakteri, jamur, virus atau suatu proses alergi-imunologi1. Keratitis adalah radang

pada kornea atau infiltrasi sel radang pada kornea yang akan mengakibatkan kornea
14
menjadi keruh sehingga tajam penglihatan menurun. Infeksi pada kornea biasanya

diklasifikasikan menurut lapisan kornea yang terkena, yaitu keratitis superfisialis

apabila mengenai lapisan epitel atau membran bowman dan keratitis profunda atau

interstisialis (disebut juga keratitis parenkimatosa) apabila sudah mengenai lapisan

stroma.3

Keratitis punctata didefinisikan sebagai peradangan pada kornea, dimana

dengan slit –lamp akan tampak bintik kemerahan. Penyebab keratitis bisa karena

bakteri, virus maupun jamur. 3

2.14 Etiologi

Keratitis dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti kurangnya air mata,

keracunan obat, reaksi alergi terhadap yang diberi topikal, dan reaksi

terhadapkonjungtivitis menahun.3 Infeksi korena pada umumnya didahului trauma,

penggunaan lensa kontak, pemakaian kortikosteroid topikal yang tidak terkontrol.

Kelainan ini merupakan penyebab kebutaan ketiga terbanyak di Indonesia.2

Berdasarkan agen penyebabnya, keratitis dapat diklasifikasikan sebagai:1,8,9

A. Keratitis Infeksi

• Keratitis bakteri - termasuk Pseudomonas, Staphylococcus,


Streptococcus,Moraxella, Nocardia, dan Atypical Mycobacteria
• Keratitis protozoa - termasuk Acanthamoeba
• Keratitis oleh Oomycete - Pythium keratitis. Secara morfologis,
sangat mirip dengan jamur; Namun, tidak seperti jamur, dinding sel
di sini mengandung (1-3) (1-6) beta D glukan
• Keratitis jamur - Ini termasuk infeksi oleh Aspergillus, Fusarium,
Candida (ragi), Cladosporium, Alternaria, Curvularia, dan
Microsporidia
• Keratitis virus - Ini termasuk infeksi oleh virus Herpes simplex

15
(HSV), virus Herpes zoster (HZV), Adenovirus, dan lainnya.
• Helminths- Keratitis onchocercal (sclerosing keratitis)

B. Keratitis Non-Infeksi

• Penyebab lokal - termasuk trichiasis, papila raksasa, benda asing di


sulcus subtarsalis
• Keratitis ulseratif perifer
• Penyakit pembuluh darah kolagen, seperti rheumatoid arthritis,
granulomatosis dengan poliangiitis, poliarteritis nodosa, polikondritis
relaps, lupus eritematosus sistemik, dan lain-lain
• Ulkus kornea neurotrofik (post-herpes zoster ophthalmicus,
kerusakan saraf trigeminal akibat pembedahan atau tumor)
• Xerophthalmia
2.15 Epidemiologi

Variasi geografi yang luas dari epidemiologi keratitis bakteri dipengaruhi

oleh faktor ekonomi dan iklim. Keratitis jamur terhitung sebanyak 50% dariseluruh

kasus dari kultur keratitis di beberapa negara berkembang. Penelitian yang

dilakukan oleh Marlon M. Ibrahim dkk menunjukkan bahwa angka kejadian

keratitis bakteri di Banglades 82%, India 68,4%, dan yang terendah yaitu diTaiwan

40%. Fusarium sp merupakan penyebab keratitis jamur paling umum di Florida,

Nigeria, Tanzania, dan Singapura. Spesies Aspergillus lebih banyak ditemukan di

India bagian utara, Nepal, dan Banglades. Di India dan Nepal, Steptococcus

pneumoniae merupakan bakteri patogen yang lebih dominan. Sedangkan

Pseudomonas sp merupakan spesies bakteri yang lebih banyak ditemukan dalam

penelitian di Banglades, Hongkong dan Paraguai.10

Perbedaan tersebut dipegaruhi oleh faktor ikim dan lingkungan. Keratitis

jamur dan keratitis bakteri lebih sering terjadi pada musim semi. Hal ini

16
berhubungan dengan peningkatan aktivitas agrikultur dan/ atau peningkatan

proliferasi dari agen patogen pada periode tersebut. Faktor predisposisi keratitis

bakteri yang sering di Brazil adalah taruma, khususnya taruma pada kornea.

Penelitian Marlon M. Ibrahim dkk menunjukkan bahwa iklim, lingkungan tempat

tinggal mempengaruhi karakteristik dari keratitis bakteri.10

Menurut Murillo Lopez, sekitar 25.00 orang Amerika terkena keratitits

bakteri per tahun. Kejadian keratitis bakteri bervariasi, dengan lebih sedikit pada

negara negara industri yang secara signifikan lebih sedikit memiliki jumlah

pengguna lensa kontak. Insiden keratitis jamur bervariasi sesuai dengan lokasi

geografis dan berkisar 2% dari kasus keratitis di New York dan 35% di Florida.

Spesies Fusarium merupakan penyebab paling umum dari infeksi jamur kornea di

Amerika Serikat bagian selatan (45-76% dari keratitis jamur). Sedangkan spesies

Candida dan Aspergillus lebih umum di negara negara utara. Secara signifikan lebih

sedikit yang berkaitan dengan infeksi lensa kontak.11,12

2.16 Klasifikasi

Berdasarkan tempatnya keratitis secara garis besar dapat dibagi menjadi

keratitis pungtata superfisialis, keratitis marginal dan keratitis interstitial.

Berdasarkan penyebabnya keratitis digolongkan menjadi keratitis bakterialis,

keratitis fungal, keratitis viral, keratitis akibat alergi. Kemudian berdasarkan bentuk

klinisnya dapat dibagi menjadi keratitis sika, keratitis flikten, keratitis nurmularis

dan keratitis neuroparalitik.6

17
2.16.1. Klasifikasi Berdasarkan Tempatnya

A. Keratitis Pungtata Superfisialis

Gambar Keratitis Pungtata Superfisialis

Keratitis yang terkumpul di daerah membran Bowman dengan infiltrat

berbentuk bercak bercak halus. Penyebab: Moluscum kontagiosum, acne

rosasea, Herpes simpleks, Herpes zoster, Blefaritis neuroparalitik, Infeksi

virus, vaksinia,Trakoma dan trauma radiasi, dryeyes, trauma, lagoftalmus,

keracunan obat seperti: neomisin, tobramisin.

Keratitis Pungtata biasanya terdapat bilateral, berjalan kronis tanpa

terlihat gejala konjungtiva atau tanda akut yang biasanya terjadi pada dewasa

muda. Keratitis Pungtata Superfisial memberikan gambaran seperti infiltrat

halus bertitik-titik pada permukaan kornea. Merupakan cacat halus kornea

superfisial dan hijau bila diwarnai fluoresein. Dapat disebabkan sindrom dry

eye, blefaritis, keratopati logaftalmos, keracunan obat topical (neomisin,

tobramisin ataupun obat lainnya), sinar ultraviolet, trauma kimia ringan dan

pemakaian lensa kontak.Pasien akan mengeluh sakit, silau, mata merah dan

rasa kelilipan. Pasien diberi air mata buatan, tobramisin tetes mata dan

siklopegik.

18
Keratitis Pungtata Subepitel: keratitis yang terkumpul di membran

Bowman. Pada keratitis ini biasanya terdapat bilateral dan berjalan kronis

tanpa terlihatnya gejala kelainan konjungtiva ataupun tanda akut yang

biasanya terjadi pada dewasa muda. 14

B. Keratitis Marginal

Gambar keratitis Marginal

Merupakan infiltrat yang tertimbun pada tepi kornea sejajar dengan

limbus. Penyakit infeksi lokal konjungtiva dapat menyebabkan keratitis

kataral/marginal. Keratitis marginal kataral biasanya terdapat pada pasien

setengah umur dengan adanya blefarokonjungtivitis. Bila tidak diobati

dengan baik maka akan mengakibatkan tukak kornea. Penderita mengeluh

sakit seperti kelilipan, lakrimasi, fotofobia berat. Pada mata akan terlihat

blefarospasme satu mata, Injeksi konjungtiva, Infiltrat atau ulkus memanjang,

dangkal unilateral dapat tunggal atau multiple, sering disertai

neovaskularisasi dari arah limbus14

19
C. Keratitis Interstisial

Gambar Keratitis Interstisial dengan sifilis Kongenital

Keratitis yang ditemukan pada jaringan kornea yang lebih dalam.

Seluruh kornea keruh sehingga iris susah dilihat. Keratitis Interstisial akibat

lues kogenital didapatkan neovaskularisasi dalam. Keratitis interstisial

merupakan keratitis nonsuppuratif profunda disertai neovaskularisasi disebut

juga Keratitis Parenkimatosa.14

Pasien mengeluh fotofobia, lakrimasi dan menurunnya visus.

Keluhan akan bertahan seumur hidup. Seluruh kornea keruh sehingga iris

sukar dilihat. Permukaan kornea seperti permukaan kaca. Terdapat injeksi

Siliar disertai serbukan pembuluh ke dalam sehingga memberi gambaran

merah kusam yang disebut “Salmon Patch” dari Hutchinson. Seluruh kornea

dapat berwarna merah cerah.Keratitis disebabkan sifilis kogenital atau bisa

juga oleh tuberkulosis, trauma. Pengobatan tergantung penyebabnya.

Diberikan juga Sulfas Atropin tetes mata untuk mencegah sinekia akibat

uveitis dan kortikosteroid tetes mata14.

20
2.16.2. Klasifikasi Bedasarkan Penyebab

A. Keratitis Bakterial

Gambar keratitis Bakterial

Lebih dari 90 % inflamasi kornea disebabkan oleh bakteri. Bakteri

yang dapat menginfeksi kornea yaitu Staphylococcus epidermis,

Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumonia, Koliformis,

Pseudomonas dan Haemophilus. Kebanyakan bakteri tidak dapat menetrasi

kornea sepanjang epitel kornea masih intak kecuali gonococci dan difteri

yang dapat menetrasi epittel korna yang masih intak. Gejalanya antara lain

yaitu nyeri, fotofobia, visus lemah, lakrimasi dan secret purulen. Sekret

purulen khas untuk keratitis bakteri sedangkan keratitis virus mempunyai

secret yang berair. Terapi konservatif pada keratitis bakteri adalah antibiotic

topical (ofloxacin dan polymixin) yang berspektrum luas untuk bakteri gram

positif dan negative sampai hasil kultur pathogen dan resistensi diketahui.

Immobilisasi badan siliar dan iris oleh terapi midriasis diindikasikan jika

ada iritasi intraocular. Keratitis bakteri dapat diterapi dengan tetes mata atau

salep. Terapi pembedahan berupa keratoplasty emergency dilakukan jika

terdapat descematocel atau ulkus kornea yang perforasi. 14

21
B. Keratitis Fungal

Gambar keratitis Fungal

Penyebab: trauma kornea oleh ranting pohon, daun dan bagian

tumbuhtumbuhan. Dapat juga akibat efek samping penggunaan antibiotik dan

kortikosteroid yang tidak cepat. Keluhan timbul setelah 3 minggu kemudian.

Keluhan sakit mata hebat, berair dan silau. Pada mata terlihat infiltrat berhifa

dan satelit bila terletak didalam stroma, disertai cincin endotel dengan

plaque bercabang-cabang dengan endotelium plaque, gambaran satelit pada

kornea dan lipatan Descemet 14.

C. Keratitis Virus

Keratitis Pungtata Superfisial dengan gambaran Infiltrat halus

bertitik-titik pada dataran depan kornea yang dapat terjadi pada herpes

simpleks, herpes zoster, infeksi virus, vaksinia dan trakoma. Keratitis

terkumpul di daerah membran Bowman, bilateral dan kronis tanpa terlihat

kelainan konjungtiva. Jenis Keratitis Virus: Keratitis herpetik, Keratitis

dendritik, Keratitis Disformis, Infeksi Herpes Zoster, Keratokonjuntivitis

Epidemi14

22
a) Keratitis Hepatik

Gambar Keratitis Hepatik

Disebabkan herpes simpleks dan herpes zoster. Keratitis

karena herpes Simpleks dibagi 2 bentuk: Epitelial adalah Keratitis

dendritik. Pada epitelial terjadi pembelahan virusdi dalam sel epitel

yang mengakibatkan kerusakan sel dan membentuk tukak kornea

superfisial. Stromal adalah Keratitis diskiformis. Pada Stromal

diakibat reaksi imunologik tubuh terhadap virus yang menyerang.

Antigen (virus) dan antibodi (tubuh pasien) bereaksi di dalam stroma

kornea dan menarik sel leukosit dan sel radang lainnya. Sel ini

mengeluarkan bahan proteolitik untuk merusak antigen (virus) yang

juga merusak jaringan stromal di sekitarnya. Biasanya infeksi Herpes

Simpleks berupa campuran antara Epitelial dan Stromal.14.

23
b) Keratitis Dendritik

Gambar Keratitis Dendritik

Merupakan Keratitis Superfisial yang membentuk garis

infiltrate pada permukaan kornea kemudian membentuk cabang.

Disebabkan oleh virus Herpes Simpleks. Gejala : Fotofobia, kelilipan,

tajam penglihatan menurun, konjungtiva hiperemia disertai

sensibilitas kornea yang hipestesia. Karena gejala ringan, pasien

terlambat berkonsultasi. Dapat menjadi tukak kornea14.

c) Gambar Keratitis Disiformis

Gambar Keratitis Disiformis

Merupakan keratitis yang membentuk kekeruhan infiltrat yang

bulat atau lonjong di dalam jaringan kornea. Penyebab: Infeksi virus

24
Herpes Simpleks Merupakan reaksi alergi atau imunologik terhadap

virus Herpes Simpleks pada permukaan kornea14.

d) Keratokonjungtivitis epidemi

Gambar Keratitis Epidemi

Merupakan keratitis akibat reaksi peradangan kornea dan

konjungtiva yang disebabkan adenovirus tipe 8. Biasanya unilateral,

suatu epidemi. Gejalanya demam, gangguan nafas, penglihatan

menurun, merasa ada benda asing, berair kadang nyeri. Pada mata

berupa edema kelopak dan folikel konjungtiva, pseudomembran

pada konjungtiva tarsal yang membentuk jaringan parut, pada

kornea terdapat Keratitis Pungtata pada minggu pertama. Kelenjar

preaurikel membesar. Kekeruhan subepitel kornea menghilang

sesudah 2 bulan sampai 3 tahun atau lebih 14.

25
2.16.3. Klasifikasi Berdasarkan Klinis

1. Keratitis Filamentosa

Gambar Keratitis Filamentosa

Merupakan keratitis yang disertai filamen mukoid dan deskuamasi sel

epitel pada permukaan kornea. Penyebab tidak diketahui. Disertai penyakit

lain seperti keratokonjungtivitis sika, sarkoidosis, trakoma, pempigoid

okular, pemakaian lensa kontak, edema kornea, keratokonjuntivitis limbik

superior DM, trauma dasar otak dan pemakaian antihistamin. Ditemukan

pada dry eyes, DM, Post op Katarak, keracunan kornea oleh zat tertentu.

Gambaran: filamen mempunyai dasar bentuk segitiga yang menarik

epitel, epitel pada filamen terlihat tidak melekat pada epitel kornea. Di dekat

filamen terdapat defek filamen dan kekeruhan epitel berwarna abu abu.

Gejala: rasa kelilipan, sakit, silau, blefarospasme dan epiforia. Mata merah

dan terdapat defek kornea.14.

26
2. Keratitis Neuroparalitik

Gambar Keratitis Neuroparalitik

Merupakan keratitis akibat kelainan saraf trigeminus sehingga

terdapat kekeruhan kornea yang tidak sensitif disertai kekeringan kornea.

Gangguan persarafan dapat terjadi akibat herpes zoster, tumor fossa

posterior kranium, peradangan sehingga kornea menjadi anestetis.

Kemudian kornea menjadi kehilangan pertahanannya terhadap iritasi luar.

Kornea menjadi mudah infeksi dan terbentuk tukak kornea. Gejalanya :

tajam penglihatan menurun, silau, tidak nyeri. Refleks berkedip hilang,

injeksi siliar, permukaan kornea keruh, infiltrat dan vesikel pada kornea14.

27
3. Keratokonjongtivitis Sika

Gambar Keratokonjungtivitis Sika

Merupakan keringnya permukaan kornea dan konjungtiva. Gejala :

mata berpasir, gatal, silau, penglihatan kabur, sekresi mukus mata yang

berlebihan, sukar menggerakkan kelopak mata, mata kering karena ada erosi

kornea, Edema kojungtiva bulbi, filamen (benang) di kornea. Pemeriksaan

yang dilakukan: Tes Schimer : resapan air mata pada kertas Schimer normal

10-25 mm dalam waktu 5 menit. Abnormal < 10 mm. Tes zat warna Rose

Bengal konjungtiva zat warna ini akan mewarnai sel epitel kornea. Terdapat

titik merah di konjungtiva bila mata kering. Tear film break up time14.

2.17 Patofisiologi

Epitel adalah sawar yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme

kedalam kornea. Namun sekali kornea mengalami cedera, stroma yang avaskuler

dan membrane Bowman mudah terinfeksi oleh berbagai macam mikroorganisme

seperti amoeba, bakteri dan jamur. Streptococcus pneumonia

(pneumokokus)adalah bakteri pathogen kornea sejati, pathogen lain memerlukan

inokulum yang berat atau hospes yang lemah (misalnya pada pasien yang

mengalami defisiensi imun) agar dapat menimbulkan infeksi 7.

28
Kornea adalah struktur yang avaskuler oleh sebab itu pertahanan pada waktu

peradangan, tidak dapat segera ditangani seperti pada jaringan lainnya yang banyak

mengandung vaskularisasi. Sel-sel di stroma kornea pertama-tama akan bekerja

sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang ada

di limbus dan tampak sebagai injeksi pada kornea. Sesudah itu terjadilah infiltrasi

dari sel-sel lekosit, sel-sel polimorfonuklear, sel plasma yang mengakibatkan

timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak kelabu, keruh dan permukaan

kornea menjadi tidak licin.6,7

Epitel kornea dapat rusak sampai timbul ulkus. Adanya ulkus ini dapat

dibuktikan dengan pemeriksaan fluoresin sebagai daerah yang berwarna kehijauan

pada kornea. Bila tukak pada kornea tidak dalam dengan pengobatan yang baik

dapat sembuh tanpa meninggakan jaringan parut, namun apabila tukak dalam

apalagi sampai terjadi perforasi penyembuhan akan disertai dengan terbentuknya

jaringan parut. Mediator inflamasi yang dilepaskan pada peradangan kornea juga

dapat sampai ke iris dan badan siliar menimbulkan peradangan pada iris.

Peradangan pada iris dapat dilihat berupa kekeruhan di bilik mata depan. Kadang-

kadang dapat terbentuk hipopion.7

Pada keratitis bakteri adanya gangguan dari epitel kornea yang intak dan atau

masuknya mikroorganisme abnormal ke stroma kornea, dimana akan terjadi

proliferasi dan menyebabkan ulkus. Faktor virulensi dapat menyebabkan invasi

mikroba atau molekul efektor sekunder yang membantu proses infeksi. Beberapa

bakteri memperlihatkan sifat adhesi pada struktur fimbriasi dan struktur non

fimbriasi yang membantu penempelan ke sel kornea. Selama stadium inisiasi, epitel

dan stroma pada area yang terluka dan infeksi dapat terjadi nekrosis. Sel inflamasi

29
akut (terutama neutrofil) mengelilingi ulkus awal dan menyebabkan nekrosis

lamella stroma. Difusi produk-produk inflamasi (meliputi cytokines) di bilik

posterior, menyalurkan sel-sel inflamasi ke bilik anterior dan menyebabkan adanya

hipopion. Toksin bakteri yang lain dan enzim (meliputi elastase dan alkalin

protease) dapat diproduksi selama infeksi kornea yang nantinya dapat

menyebabkan destruksi substansi kornea.7,13

Keratitis herpes simplek dibagi dalam 2 bentuk yaitu epitelial dan stromal

Kerusakan terjadi pada pembiakan virus intraepitelial, mengakibatkan kerusakan

sel epitelial dan membentuk tukak kornea superfisial. Pada yang stromal terjadi

reaksi imunologik tubuh terhadap virus yang menyerang yaitu reaksi antigen

antibodi yang menarik sel radang kedalam stroma. Sel radang ini mengeluarkan

bahan proteolitik untuk merusak virus tetapi juga akan merusak jaringan stroma

disekitarnya. Hal ini penting diketahui karena manajemen pengobatan pada yang

epitelial ditujukan terhadap virusnya sedang pada yang stromal ditujukan untuk

menyerang virus dan reaksi radangnya. Perjalanan klinik keratitis dapat

berlangsung lama kaena stroma kornea kurang vaskuler, sehingga menghambat

migrasi limfosit dan makrofag ketempat lesi. Infeksi okuler HSV pada hospes

imunokompeten biasanya sembuh sendiri, namun pada hospes yang secara

imunologik tidak kompeten, perjalanannya mungkin menahun dan dapat

merusak.7,13

2.18 Manifestasi klinis

Tanda patognomik dari keratitis ialah terdapatnya infiltrat di kornea. Infiltrat

dapat ada di seluruh lapisan kornea, dan menetapkan diagnosis dan pengobatan

keratitis. Pada peradangan yang dalam, penyembuhan berakhir dengan

30
pembentukan jaringan parut (sikatrik), yang dapat berupa nebula, makula, dan

leukoma. Adapun gejala umum adalah:

• Keluar air mata yang berlebihan

• Nyeri

• Penurunan tajam penglihatan

• Radang pada kelopak mata (bengkak, merah)

• Mata merah

• Sensitif terhadap cahaya

2.19 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, gejala klinik dan hasil

pemeriksaan mata. Dari hasil anamnesis sering diungkapkan riwayat trauma,

adanya riwayat penyakit kornea, misalnya pada keratitis herpetik akibat infeksi

herpes simpleks yang kambuh. Anamnesis mengenai pemakaian obat lokal oleh

pasien, karena kortikosteroid merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi,

atau virus terutama keratitis herpes simpleks.6,7

Pasien dengan keratitis biasanya datang dengan keluhan iritasi ringan,adanya

sensasi benda asing, mata merah, mata berair, penglihatan yang sedikit kabur, dan

silau (fotofobia) serta sulit membuka mata (blepharospasme). Penderita akan

mengeluh sakit pada mata karena kornea memiliki banyak serabut nyeri, sehingga

amat sensitif. Kebanyakan lesi kornea superfisialis maupun yang sudah dalam

menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit diperberat oleh kuman kornea

bergesekan dengan palpebra. Karena kornea berfungsi sebagaimedia untuk refraksi

sinar dan merupakan media pembiasan terhadap sinar yang masuk ke mata maka

31
lesi pada kornea umumnya akan mengaburkan penglihatan terutama apabila lesi

terletak sentral pada kornea.6,13

Fotofobia yang terjadi biasanya terutama disebabkan oleh kontraksi iris yang

meradang. Dilatasi pembuluh darah iris adalah fenomena refleks yang disebabkan

iritasi pada ujung serabut saraf pada kornea. Pasien biasanya juga mengeluhkan

mata berair namun tidak disertai dengan pembentukan kotoran mata yang banyak

kecuali pada ulkus kornea yang purulen. Dalam mengevaluasi peradangan kornea

penting untuk membedakan apakah tanda yang kita temukan merupakan proses

yang masih aktif atau merupakan kerusakan dari struktur kornea hasil dari proses

di waktu yang lampau. Sejumlah tanda dan pemeriksaan sangat membantu dalam

mendiagnosis dan menentukan penyebab dari suatu peradangan kornea seperti:

pemeriksaan sensasi kornea, lokasi dan morfologi kelainan, pewarnaan dengan

fluoresin, neovaskularisasi, derajat defek pada epithel, lokasi dari infiltrat pada

kornea, edema kornea, keratik presipitat, dan keadaan di bilik mata depan. Tanda-

tanda yang ditemukan ini juga berguna dalam mengawasi perkembangan penyakit

dan respon terhadap pengobatan.6,13

Pemeriksaan diagnostik yang biasa dilakukan adalah


1. Pemeriksaan tajam penglihatan
Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan untuk mengetahui fungsi

penglihatan setiap mata secara terpisah. Pemeriksaan dapat dilakukan

dengan menggunakan kartu Snellen maupun secara manual yaitu

menggunakan jari tangan.

2. Uji dry eye


Pemeriksaan mata kering (dry eye) termasuk penilaian terhadap lapis

32
film air mata (tear film), danau air mata ( teak lake ), dilakukan uji

break up time tujuannya yaitu untuk melihat fungsi fisiologik film air

mata yang melindungikornea. Penilaiannya dalam keadaan normal film

air mata mempunyai waktu pembasahan kornea lebih dari 25 detik.

Pembasahan kornea kurang dari 15 detik menunjukkan film air mata

tidak stabil

3. Ofthalmoskop
Tujuan pemeriksaan untuk melihat kelainan serabut retina, serat yang

pucat atropi, tanda lain juga dapat dilihat seperti perdarahan

peripapilar.

4. Keratometri (pegukuran kornea)


Keratometri tujuannya untuk mengetahui kelengkungan kornea, tear

lake juga dapat dilihat dengan cara fokus kita alihkan kearah lateral

bawah, secara subjektif dapat dilihat tear lake yang kering atau yang

terisi air mata.

5. Tonometri digital palpasi


Cara ini sangat baik pada kelainan mata bila tonometer tidak dapat

dipakai atau sulit dinilai seperti pada sikatrik kornea, kornea ireguler

dan infeksi kornea. Pada cara ini diperlukan pengalaman pemeriksa

karena terdapat factor subjektif, tekanan dapat dibandingkan dengan

tahahan lentur telapak tangan dengan tahanan bola mata bagian

superior. :6,13

33
2.20 Tatalaksana

Tujuan penatalaksanaan keratitis adalah mengeradikasi penyebab keratitis,

menekan reaksi peradangan sehingga tidak memperberat destruksi pada kornea,

mempercepat penyembuhan defek epitel, mengatasi komplikasi, serta memperbaiki

ketajaman penglihatan. Ada beberapa hal yang perlu dinilai dalam mengevaluasi

keadaan klinis keratitis meliputi: rasa sakit, fotofobia, lakrimasi,rasa mengganjal,

ukuran ulkus dan luasnya infiltrat.1,13

Sebagian besar para pakar menganjurkan melakukan debridement

sebelumnya. Debridement epitel kornea selain berperan untuk pengambilan

spesimen diagnostik, juga untuk menghilangkan sawar epitelial sehingga obat lebih

mudah menembus. Dalam hal ini juga untuk mengurangi subepithelial "ghost"

opacity yang sering mengikuti keratitis dendritik. Diharapkan debridement juga

mampu mengurangi kandungan virus epithelial jika penyebabnya virus,

konsekuensinya reaksi radang akan cepat berkurang.15

A. Keratitis Bakteri

Untuk keratitis bakterial, pasien mulai diberikan antibiotik topikal yang

diperkaya secara empiris sampai laporan kultur tersedia. Cefazolin 5% yang

diperkuat atau vankomisin dan fluoroquinolon atau tobramycin atau

gentamisin memberikan perlindungan lengkap terhadap organisme gram

positif dan gram negatif. Untuk keratitis yang disebabkan oleh Staphylococcus

aureus yang resistenterhadap methicillin (MRSA), vankomisin topikal adalah

obat pilihan. Linezolid 0,2% topikal juga dapat digunakan untuk MRSA.1

34
Pseudomonas Keratitis: Olesan langsung pada pewarnaan Gram

menunjukkanbatang dan kultur gram negatif tumbuh Pseudomonas aeruginosa.

Pasien mulai diberikan fluoroquinolon topikal setiap jam. Perawatan diubah

setelah laporan kultur dan sensitivitas tersedia. Doksisiklin oral ditambahkan

untuk menghentikan perkembangan kolagenolisis. Untuk strain resisten,

digunakan imipenem-cilastatin(1%) atau colistin (0,19%) topikal.1,15

Nocardia Keratitis: Apusan kornea dilakukan pewarnaan Gram rutin dan

pewarnaan tahan asam 1%. [69] Nocardia adalah basil aerobik gram positif

dengan filamen manik-manik tipis yang menunjukkan percabangan luas pada

suhu 90 °. [70] Nocardia tumbuh baik pada media kultur konvensional,

meskipun lebih lambat dari organisme lain. Amikasin yang diperkuat topikal

(2,5%) adalah pengobatan pilihan. Perawatan awal dengan steroid topikal

memperburukprognosis.15

Mikobakteri atipikal: Pewarnaan Ziehl Neelsen digunakan untuk

mengidentifikasi organisme dalam noda. Amikasin yang diperkuat topikal

(4%) adalah pengobatan pilihan. Klaritromisin (2%) adalah lini manajemen

kedua. Namun, fluoroquinolones (ciprofloxacin 0,3%) juga dapat

digunakan.15,16

B. Keratitis Virus

Pewarnaan ganda dengan pewarnaan Rose-Bengal dan fluorescein

adalah alat klinis yang sangat penting untuk membuat diagnosis penyakit epitel

HSV. Pewarnaan fluorescein membuat dendrit dan ulkus geografis lebih jelas

dengan pewarnaan dasar ulkus, dan Rose-Bengal menodai sel di tepi ulkus,

35
yang sarat dengan virus. Diagnosis penyakit epitel sebagian besar bersifat

klinis. Pengikisan kornea untuk reaksi berantai polimerase untuk DNA virus

HSV dilakukan pada kasus yang meragukan. Antiviral topikal (asiklovir 3% -

5 kali sehari) adalah andalan pengobatan penyakit epitel. Untuk penyakit

stroma HSV dan endotelitis, steroid topikal adalah pengobatan andalan.

Namun, antivirus oral (asiklovir 400 mg, 5 kali sehari) juga ditambahkan untuk

mencegah kekambuhan lebih lanjut. Untuk HSV necrotizing stromal keratitis,

pengobatan harus diberikan sedini mungkin untuk menghindari pencairan

kornea dan perforasi berikutnya. Dosis awal antivirus baik asiklovir topikal

(3%) dan oral (asiklovir 400 mg 5 kali sehari) diberikan selama tiga hari

pertama. Steroid topikal ditambahkan pada hari ketiga. Untuk kasus yang

menunjukkan penipisan atau perforasi yang parah, perekat jaringan (lem

cyanoacrylate) dan lensa kontak perban diaplikasikan. Lebih disukai, steroid

topikal dimulai setelah menerapkan perekat jaringan untuk menghindari lisis

stroma lebih lanjut yang diinduksi steroid. Untuk keratitis HSV berulang, dosis

profilaksis antivirus oral (asiklovir 400 mg dua kali sehari) diberikan selama

satu tahun.17,18

Diagnosis HZO bersifat klinis. Lesi kulit yang berhubungan dengan lesi

dendritiformis kornea sangat khas. Berbeda dengan lesi cacar air, di sini lesi

kulit berada pada stadium yang sama. Ujung lesi dendrit meruncing, tidak

seperti ulkus dendritik pada keratitis epitel HSV. Pseudodendrit disebabkan

oleh pembengkakan sel epitel, sehingga tidak menyerap noda fluorescein.

Asiklovir oral (800 mg, 5 kali sehari selama 1 minggu) sangat efektif dalam

pengobatannya pada tahap awal. Erosi epitel rekuren sebagian besar harus

36
ditangani dengan pelumas dan antibiotik profilaksis. Ulkus neurotrofik

ditangani dengan serum, transplantasi membran ketuban, dan tarsorrhaphy.

Peran profilaksis jangka panjang dengan antivirus oral tidak jelas dan perlu

dievaluasi.19

Keratitis adenoviral: Diagnosis keratokonjungtivitis adenoviral terutama

secara klinis. Namun, jika diragukan, dapat dipastikan dengan menggunakan

teknik PCR. Mengingat sifat penyakit yang menular, pemeliharaan kebersihan

diri memiliki peran yang sangat penting dalam mencegah penularannya.

Povidone- iodine 1% topikal, dalam kombinasi dengan 0,1% deksametason,

telah menunjukkan hasil yang baik. Peran steroid pada tahap awal masih

kontroversial. Siklosporin topikal 2%, jika ditambahkan pada stadium akut

dikombinasikan dengan steroid topikal, mengakibatkan penghambatan infiltrat

subepitel.20

C. Keratitis Jamur

Terapi medikamentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya preparat

komersial yang tersedia, tampaknya diperlukan kreativitas dalam improvisasi

pengadaan obat, yang utama dalam terapi keratomikosis adalah mengenai jenis

keratomikosis yang dihadapi bisa dibagi:

1. Belum diidentifikasi jenis jamur penyebabnya.

2. Jamur berfilamen.

3. Ragi (yeast).

4. Golongan Actinomyces yang sebenarnya bukan jamur sejati.

37
❖ Untuk golongan I: Topikal Amphotericin B 1,02,5 mg/ml, Thiomerosal (10

mg/ml), Natamycin > 10 mg/ml, golongan Imidazole.

❖ Untuk golongan II: Topikal Amphotericin B 0,15%, Miconazole 1%,

Natamycin 5% (obat terpilih), econazole 1% (obat terpilih).

❖ Untuk golongan III: Econazole 1%, Amphoterisin B 0,15 %, Natamycin

5%,. Clotrimazole 1%, fluoconazol 2 %

❖ Untuk golongan IV: Golongan Sulfa, berbagai jenis Antibiotik 22

Steroid topikal adalah kontra indikasi, terutama pada saat terapi awal.

Diberikan juga obat sikloplegik (atropin) guna mencegah sinekia posterior

untuk mengurangi uveitis anterior.

Tidak ada pedoman pasti untuk penentuan lamanya terapi; kriteria

penyembuhan antara lain adalah adanya penumpulan (blunting atau rounding-

up) dari lesi-lesi ireguler pada tepi ulkus, menghilangnya lesi satelit dan

berkurangnya infiltrasi di stroma di sentral dan juga daerah sekitar tepi ulkus.

Perbaikan klinik biasanya tidak secepat ulkus bakteri atau virus. Adanya defek

epitel yang sulit menutup belum tentu menyatakan bahwa terapi tidak berhasil,

bahkan kadang- kadang terjadi akibat pengobatan yang berlebihan. Jadi pada

terapi keratomikosis diperlukan kesabaran, ketekunan dan ketelitian dari kita

semua.

Selain terapi medikamentosa sebaiknya diberikan pula edukasi pada

pasien keratitis. Pasien diberikan pengertian bahwa penyakit ini dapat

berlangsung kronik dan juga dapat terjadi kekambuhan. Pasien juga sebaiknya

dianjurkan agar tidak terlaru sering terpapar sinar matahari ataupun debu

38
karena keratitis ini dapat juga terjadi pada konjungtivitis vernal yang biasanya

tercetus karena paparan sinar matahari, udara panas, dan debu, terutama jika

pasien tersebut memang telah memiliki riwayat atopi sebelumnya. Pasien pun

harus dilarang mengucek matanya karena dapat memperberat lesi yang telah

ada. Pada keratitis dengan etiologi bakteri, virus, maupun jamur sebaiknya kita

menyarankan pasien untuk mencegah transmisi penyakitnya dengan menjaga

kebersihan diri dengan mencuci tangan, membersihkan lap atau handuk, sapu

tangan, dan tissue22.

2.21 Komplikasi

Komplikasi yang paling ditakuti dari keratitis adalah penipisan kornea dan

akhirnya perforasi kornea yang dapat mengakibatkan endophtalmitis sampai

hilangnya penglihatan (kebutaan). Beberapa komplikasi yang lain diantaranya:

• Gangguan refraksi

• Jaringan parut permanent

• Ulkus kornea

• Perforasi kornea

• Glaukoma sekunder22.

2.22 Prognosis

Prognosis bergantung pada virulensi organisme, lokasi dan perluasan ulkus

kornea, vaskularisasi dan deposit kolagen, diagnosis awal dan terapi tepat dapat

membantu mengurangi komplikasi. Keratitis pungtata superficial penyembuhan

biasanya berlangsung baik meskipun tanpa pengobatan. Imunitas tubuh merupakan

39
hal yang penting dalam kasus ini karena diketahui reaksi imunologik tubuh pasien

sendiri yang memberikan respon terhadap virus ataupun bakteri22.

40
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Analisis Kasus

Keterangan Berdasarkan Teori Berdasarkan Kasus

Gejala 1. Mata terlihat merah 1. Mata merah sejak 7


2. Mata terus mengeluarkan air hari yang lalu
mata atau kotoran (berair dan 2. Mata terasa seperti ada
belekan) yang mengganjal pada
3. Sensasi panas atau perih pada kelopak mata bagian
mata, seperti terbakar bawah (palpebra
4. Mata terasa seperti mengganjal inferior)
5. Pandangan kabur 3. Pandangan kabur dan
6. Kelopan mata sulit dibuka silau terkena cahaya
akibat iritasi atau rasa sakit sejak 3 hari yang lalu
7. Sensitivitas mata terhadap 4. Mata berair
cahaya yang meningkat 5. Mata terasa nyeri
hilang timbul
Pemeriksaan 1. Pemeriksaan menggunakan slit 1. Pemeriksaan
lamp: Berupa bintik – bintik menggunakan slit lamp
Fisik putih pada permukaan kornea :terdapat infiltrasi
yang dapat disebabkan oleh berupa bintik – bintik
berbagai penyakit infeksi virus kecil pada permukaan
antara lain virus herpes epitel kornea
simpleks, herpes zooster, dan
vaksini 2. Pemeriksaan mata :
2. Pemeriksaan menggunakan terlihat adanya injeksi
fluorosens >> menunjukan silliar dan injeksi
warna hijau conjungtiva.
Pemeriksaan Pemeriksaan kultur dari flora Belum dilakukan
kornea dilakukan selama infeksi pemeriksaan penunjang
Penunjang aktif yang berguna untuk pada pasien ini.
penanganan lebih lanju
Terapi 1. Terapi supportif : air mata 1. R/ Cendo Floxa 0.6
artificial >> berfungsi sebagai mL (4 dd gtt ODS)
lubricans, membantu
membentuk microvilae dan 2. R/ Cendo Hervis
membantu menstabilkan EO 3,5 G (4 dd gtt
lapisan musin pada kornea ODS)
2. Terapi causal : tergantung
jenis etiologinya. >> Bakteri : 3. R/ Cendo
diberikan antibiotic Protagenta ( 4 dd
levofloxacin atau ofloxacin> gtt ODS)
memiliki penetrasi humor

41
aquous dan vitreus yang baik 4. R/Vitamin C 3x1
Virus : diberikan antiviral
trifuridin, acyclovir 5. Terapi edukasi :
3. Terapi kortikosteroid >> mengedukasi cara
mencegah timbulnya jaringan menjaga higenitas
parut dan mencegah perforasi dan menggunakan
kornea, syarat: kornea harus obat yang
intak benarEdukasi
4. Terapi edukasi : memberikan untuk menghindari
edukasi bagaimana menjaga paparan sinar
higenitas dalam upaya matahari, debu,
tindakan pencegahan dan asap rokok,
menggunakan obat yang maupun polusi
benar lainnya.
6. Istirahat yang
cukup atau tidak
bergadang.
7. Jangan mengucek
mata bila terasa
gatal.
8. Kompres dingin 3-
4 kali sehari
selama 5-10 menit
tiap kalinya.
Lakukan dengan
mata tertutup

Prognosis Bila dilakukan dengan penangan Quo Ad Vitam : Ad


yang tepat dan segera maka Bonam
prognosis dari keratitis punctata Quo Ad Fungsionam : Ad
superfisial : Bonam
Quo Ad Vitam : Ad Bonam Quo Ad Sanactionam :Ad
Quo Ad Fungsionam : Ad Bonam Bonam
Quo Ad Sanactionam :Ad Bonam Quo Ad Cosmetican :Ad
Quo Ad Cosmetican :Ad Bonam Bonam

42
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Keratitis merupakan suatu proses peradangan kornea yang dapat bersifat

akut maupun kronis yang disebabkan oleh berbagai faktor antara lain bakteri,

jamur, virus atau karena alergi imunologi. Keratitis dapat dibagi menjadi beberapa

golongan berdasarkan kedalaman lesi pada kornea (tempatnya), penyebab dan

bentuk klinisnya. Berdasarkan tempatnya keratitis secara garis besar dapat dibagi

menjadi keratitis pungtata superfisialis, keratitis marginal dan keratitis interstitial.

Berdasarkan penyebabnya keratitis digolongkan menjadi keratitis bakterialis,

keratitis fungal, keratitis viral, keratitis akibat alergi. Kemudian berdasarkan

bentuk klinisnya dapat dibagi menjadi keratitis sika, keratitis flikten, keratitis

nurmularis dan keratitis neuroparalitik. Variasi geografi yang luas dari

epidemiologi keratitis bakteri dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan iklim.

Keratitis jamur terhitung sebanyak 50% dari seluruh kasus dari kultur keratitis di

beberapa negara berkembang.

Keratitis dapat sembuh dengan baik jika ditangani dengan tepat dan jika

tidak diobati dengan baik dapat menimbulkan ulkus yang akan menjadi sikatriks

dan dapat mengakibatkan hilang penglihatan selamanya. Prognosis visual

tergantung pada beberapa factor, yaitu tergantung dari virulensi organisme, luas

dan lokasi keratitis, hasil vaskularisasi dan atau deposisi kolagen.

43
DAFTAR PUSTAKA

6. Singh P, Gupta A, Tripathy K. Keratitis. NCBI. 2020. (Accessed: 18 November

2020). From:https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559014/

7. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI). Panduan

manajemen klinis Perdami. Jakarta: PP Perdami. 2006. h 30-33.

8. Roderick B. Kornea. In: Vaughan & Asbury. Oftalmologi umum. Edisi 17.

Jakarta: EGC. 2009. h 125-49.

9. Ilyas Sidarta. Ilmu penyakit mata. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

2009. h 147-158.

10. Sridhar MS. Anatomy of cornea and ocular surface. Indian Journal of

Opthalmology. 2018. NCBI. (Accessed: 18 November 2020). From:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5819093/

11. Ilyas, Sidarta. 2006. Ilmu Penyakit Mata, Edisi 3. Balai Penerbit FKUI Jakarta.

12. Vaughan, Daniel. Oftalmologi Umum. Edisi 14 Cetakan Pertama. Widya

Medika Jakarta, 2009

13. Tondolo JSM, Ledur PC, Loreto ÉS, Verdi CM, Bitencourt PER,de Jesus FPK,

Rocha JP, Alves SH, Sassaki GL, Santurio JM. Extraction, characterization and

biological activity of a (1,3)(1,6)-β-d-glucan from the pathogenic oomycete

Pythium insidiosum. Carbohydr Polym. 2017. Pp 719-27

14. American Academy of Ophthalmology. External eye disease and cornea. San

Fransisco. 2012

15. Ibrahim MM, Vanini R, et al. Epidemiology and medical protection of

microbial keratitis on southeast Brazil. Brazil: Arq Bras Oftalmol. 2011.

44
16. Thygeson P. Superfisial punctate keratitis. Journal of the American Medical

Association. 1997.

17. Reed KK. Thygeson’s SPK photos. Nova Southeastem University College of

Optometry 3200 South University Drive Ft. Lauderdale Florida. 2007.

18. Dahl, A. Keratitis. Diunduh dari : http: //www . medicinenet . com/keratitis/

article . html American Academy of Opthalmology, External Disease and

Cornea. Section 8. Chapter 9. Basic and Clinical Sciencde Course ; 2019- 2020.

Pp. 218-220Chatterjee S, Agrawal D. Multi-drug resistant Pseudomonas

aeruginosa keratitis and its effective treatment with topical colistimethate.

Indian J Ophthalmol. 2016. Pp 153-7

19. Moorthy RS, Valluri S, Rao NA. Nontuberculous mycobacterial ocular and

adnexal infections. Surv Ophthalmol. 2012. Pp 202-35

20. Wilhelmus KR. Antiviral treatment and other therapeutic interventions for

herpes simplex virus epithelial keratitis. Cochrane Database Syst Rev. 2015

21. Dutt S, Acharya M, Gour A, Sapra N, Chauhan L, Mathur U. Clinical efficacy

of oral and topical acyclovir in herpes simplex virus stromal necrotizing

keratitis. Indian J Ophthalmol. 2016. Pp 292-5

22. Reichstein JB, Patel V, Mekaroonkamol P, Dacha S, Keilin SA, Cai Q,

Willingham FF. Practice Patterns and Use of Endoscopic Retrograde

Cholangiopancreatography in the Management of Recurrent Acute

Pancreatitis. Clin Endosc. 2020. Pp 73-81

23. Omari AA, Mian SI. Adenoviral keratitis: a review of theepidemiology,

pathophysiology, clinical features, diagnosis, and management. Curr Opin

Ophthalmol. 2018. Pp 365-72.

45
24. Das S, Wallang BS, Sharma S, Bhadange YV, Balne PK, Sahu SK. The efficacy

of corneal debridement in the treatment of microsporidial keratoconjunctivitis:

a prospective randomized clinical trial. Am J Ophthalmol. 2014. Pp 1151-5

25. Sharma N, Sahay P, Maharana PK, Singhal D, Saluja G, Bandivadekar P,

Chako J, Agarwal T, Sinha R, Titiyal JS, Satpathy G, Velpandian T.

Management Algorithm for Fungal Keratitis: The TST (Topical, Systemic, and

Targeted Therapy) Protocol. Cornea. 2019. Pp 141-145

46

Anda mungkin juga menyukai