Anda di halaman 1dari 25

Laporan Kasus

KONJUNGTIVITIS
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas program internsip dokter Indonesia

Oleh:
dr. Ardy Oktaviandi

Pembimbing:
dr. Eva Lestari, M.Kes

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


PUSKESMAS AIR ITAM
PANGKALPINANG
2018-2019
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kasus

Judul: Konjungtivitis

Disusun oleh : dr. Ardy Oktaviandi

Telah diterima sebagai salah satu syarat mengikuti Program Internsip Dokter
Indonesia periode Maret 2019 – Juli 2019.

Pangkal Pinang, Juli 2019


Pembimbing

dr. Eva Lestari, M.Kes

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan diskusi kasus dengan
judul “Konjungtivitis” untuk memenuhi tugas diskusi kasus yang merupakan bagian
dari sistem pembelajaran dan penilaian program internsip dokter Indonesia di stase
Puskesmas, yaitu Puskesmas Air Itam.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr.
Eva Lestari M.Kes, selaku pendamping dokter internsip di Puskesmas Air Itam juga
pembimbing yang telah membantu memberikan ajaran dan masukan sehingga
laporan kasus ini dapat selesai.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan ini
disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan di masa
yang akan datang. Semoga makalah ini dapat memberi manfaat dan pelajaran bagi
kita semua.

Pangkalppinang, Juli 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ ..i


HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
BAB II KASUS ...................................................................................................... 3
A. IDENTITAS .............................................................................................. 3
B. ANAMNESIS ............................................................................................ 3
C. PEMERIKSAAN FISIK .......................................................................... 4
D. STATUS OFTAMOLOGI ....................................................................... 4
E. RESUME.................................................................................................... 5
F. DIAGNOSIS ............................................................................................. 5
G. PENATALAKSANAAN .......................................................................... 6
H. PROGNOSIS ............................................................................................ 6

BAB III TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 7


A. ANATOMI & FISIOLOGI MATA ......................................................... 7
B. DEFINISI ................................................................................................... 8
C. ETIOLOGI DAN PREDISPOSISI .......................................................... 9
D. MANIFESTASI KLINIS .......................................................................... 10
E. PATOFISIOLOGI .................................................................................... 12
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG ............................................................. 13
G. DIAGNOSIS BANDING .......................................................................... 15
H. KOMPLIKASI .......................................................................................... 16
I. PENATALKSANAAN .............................................................................. 17

BAB IV ANALISA KASUS ................................................................................. 19


DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 21

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian putih


mata dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya
berbagai macam gejala, salah satunya adalah mata merah. Konjungtivitis dapat
disebabkan oleh virus, bakteri, alergi, atau kontak dengan benda asing, misalnya
kontak lensa. Konjungtivitis alergi merupakan bentuk radang konjungtiva akibat
reaksi alergi terhadap noninfeksi, dapat berupa reaksi cepat seperti alergi biasa dan
reaksi terlambat sesudah beberapa hari kontak seperti pada reaksi terhadap obat,
bakteri, dan toksik. Merupakan reaksi antibodi humoral terhadap alergen. Biasanya
dengan riwayat atopi. Konjungtivitis alergi biasanya mengenai kedua mata.
Tandanya, selain mata berwarna merah, mata juga akan terasa gatal. Produksi air
mata juga berlebihan sehingga mata sangat berair.
Konjungtivitis vernal adalah bentuk konjungtivitis alergi yang lebih serius
dimana penyebabnya tidak diketahui. Kondisi paling sering terjadi pada anak laki-
laki, khususnya yang berumur kurang dari 10 tahun yang memiliki eksema, asma,
atau alergi musiman. Konjungtivitis vernal biasanya kambuh setiap musim semi dan
hilang pada musim gugur dan musim dingin. Banyak anak tidak mengalaminya lagi
pada umur dewasa muda.
Penyebaran konjungtivitis vernal merata di dunia, terdapat sekitar 0,1%
hingga 0,5% pasien dengan masalah tersebut. Penyakit ini lebih sering terjadi pada
iklim panas (misalnya di Italia, Yunani, Israel, dan sebagian Amerika Selatan)
daripada iklim dingin (seperti Amerika Serikat, Swedia, Rusia dan Jerman).
Semua penelitian tentang penyakit ini melaporkan bahwa biasanya kondisi
akan memburuk pada musim semi dan musim panas dibelahan bumi utara, itulah
mengapa dinamakan konjungtivitis ”vernal” (atau musim semi). Di belahan bumi
selatan penyakit ini lebih menyerang pada musim gugur dan musim dingin. Akan
tetapi, banyak pasien mengalami gejala sepanjang tahun, mungkin disebabkan
berbagai sumber alergi yang silih berganti sepanjang tahun.

1
Kelopak mata atau palpebra di bagian depan memiliki lapisan kulit yang
tipis, sedang di bagian belakang terdapat selaput lendir tarsus yang disebut
konjungtiva tarsal. Pada kelopak terdapat bagian-bagian berupa kelenjar-kelenjar
dan otot. Kelenjar yang terdapat pada kelopak mata di antaranya adalah kelenjar
Moll atau kelenjar keringat, kelenjar Zeiss pada pangkal rambut, dan kelenjar
Meibom pada tarsus yang bermuara pada margo palpebra. Kalazion merupakan
radang granulomatosa kronik yang steril dan idiopatik pada kelenjar meibom,
umumnya ditandai oleh pembengkakan setempat yang tidak terasa sakit dan
berkembang dalam beberapa minggu. Kalazion terjadi pada semua umur; sementara
pada umur yang ekstrim sangat jarang, kasus pediatrik mungkin dapat dijumpai.
Pengaruh hormonal terhadap sekresi sabaseous dan viskositas mungkin menjelaskan
terjadinya penumpukan pada masa pubertas.

2
BAB II
KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. RS
Umur : 13 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Temberan
No. RM : 26xxxx
Tgl Pemeriksaan : 20 Mei 2019

B. ANAMNESIS (Autoanamnesis)
 Keluhan Utama
Kedua mata merah sejak ± 1 minggu SMRS
 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poli Umum PKM Air Itam dengan keluhan kedua
mata merah sejak ± 1 minggu SMRS. Ibu pasien mengatakan, saat pagi
hari tampak mata pasien terdapat kotoran berwarna putih kekuningan
Keluhan juga disertai mata berair, rasa gatal dan terdapat bengkak pada
kelopak mata dan bawah mata. Keluhan-keluhan tersebut sering
dirasakan pasien sejak lama terlebih saat pasien bermain dibawah terik
matahari.
Penglihatan kabur disangkal. Adanya penglihatan ganda disangkal,
keluhan sakit kepala disertai rasa sakit pada daerah mata juga disangkal,
terasa ada yang mengganjal (-).
 Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya 1 tahun
sebelumnya. Riwayat operasi disangkal, Riwayat trauma (-), Riwayat
asma (-).
 Riwayat Penyakit Keluarga

3
Dikeluarga pasien tidak ada yang pernah mengalami keluhan seperti
pasien. Riwayat asma dalam keluarga disangkal.
 Riwayat Pengobatan
Pasien pernah berobat ke dokter sekitar beberapa minggu yang lalu
dan diberikan obat namun keluhan pada pasien timbul kembali.
 Riwayat Alergi
Alergi terhadap makanan, cuaca, debu disangkal oleh ibu pasien

C. PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Composmentis
Tanda-tanda vital
Nadi : 80x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 36,5oC

D. STATUS OFTALMOLOGI

OD OS
6/15 Visus 6/10
Orthoforia Kedudukan Bola Orthoforia
Mata
Baik ke segala arah Pergerakan Bola Baik ke segala arah
Mata
Udem ( - ), Udem ( - ),
Hiperemis (-), Hiperemis (-)
Hematom (-) Hematom (-)
Sikatriks (-) Palpebra Superior Sikatriks (-)
Benjolan (-) Benjolan (-)
Nyeri (-) Nyeri (-)
Panas (-) Panas (-)

4
Pus (-) Pus (-)
Udem (-) Udem (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Hematom (-) Palpebra Inferior Hematom (-)
Sikatriks (-) Sikatriks (-)
Benjolan (-) Benjolan (-)
Hiperemis (-), papil (-), Hiperemis (-), papil (-),
Konjungtiva
folikel (-), folikel (-),
Tarsalis Superior
Cobble stone (-) Cobble stone (-)
Injeksi siliar (-) Injeksi siliar (-)
Iinjeksi konjungtiva (+) Konjungtiva Bulbi Injeksi konjungtiva (+)
Trantas dot (+) Trantas dot (+)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Papil (-) Konjungtiva Papil (-)
Folikel (-) Tarsalis Inferior Folikel(-)
Sekret (-) Sekret (-)
Jernih Jernih
Kornea
Ulkus (-) Ulkus (-)
Sedang Sedang
Hifema (-) COA Hifema (-)
Hipopion (-) Hipopion (-)
Warna coklat kehitaman Warna coklat kehitaman
Iris
Sinekia anterior (-) Sinekia anterior (-)
Bulat isokor Bulat isokor
Pupil
Reflex cahaya (+) Reflex cahaya (+)
Jernih Lensa Jernih
Tidak dapat dievaluasi Vitreous Humor Tidak dapat dievaluasi
Tidak dilakukan Funduskopi Tidak dilakukan

E. RESUME
Anak laki-laki berusia 13 tahun, datang dengan keluhan kedua mata merah
sejak ± 1 minggu SMRS. Ibu pasien mengatakan, saat pagi hari tampak mata
pasien terdapat kotoran berwarna putih kekuningan Keluhan juga disertai mata
berair, gatal pada mata dan terdapat bengkak pada kelopak mata dan bawah
mata. Keluhan-keluhan tersebut sering dirasakan pasien sejak lama terlebih saat
pasien bermain dibawah terik matahari. Status oftalmikus terdapat, terdapat
injeksi konjungtiva ODS, terdapat trans dot ODS.

F. DIAGNOSIS
Konjungtivitis Vernal ODS

5
G. PENATALAKSANAAN
 Non-medikamentosa
 Tindakan preventif yang harus dilakukan penderita ialah dengan
menghindari faktor pencetus seperti menghindari terik matahari
dan debu.
 Tidak menggosok-gosok mata
 Kompres dingin
 Medikamentosa
 Cendo xytrol 4dd1 gtt ODS
 Anti histamin sistemik: Cetirizin 2 x 1 tab

H. PROGNOSIS

Quo ad vitam : ad bonam


Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

6
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI & FISIOLOGI KONJUNGTIVA


Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis)
dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva
bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak (persambungan mukokutan)
dan dengan epitel kornea limbus.
Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel goblet.
Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea.
Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :
a. Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar
digerakkan dari tarsus.
b. Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di
bawahnya.
c. Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat
peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.
Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan
jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.

7
Gambar 1. Anatomi Konjungtiva
Secara histologis, konjungtiva terdiri atas lapisan :
a. Lapisan epitel konjungtiva, terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel
silinder bertingkat, superficial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di
dekat limbus, di atas karankula, dan di dekat persambungan mukokutan
pada tepi kelopak mata terdiri dari sel-sel epitel skuamosa.
b. Sel-sel epitel superfisial, mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang
mensekresi mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan
diperlukan untuk dispersi lapisan air mata secara merata diseluruh
prekornea. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat daripada sel-sel
superficial dan di dekat limbus dapat mengandung pigmen.
c. Stroma konjungtiva, dibagi menjadi lapisan adenoid (superficial) dan
lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan
limfoid dan dibeberapa tempat dapat mengandung struktur semacam
folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang
sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa
konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat papiler bukan folikuler dan
mengapa kemudian menjadi folikuler. Lapisan fibrosa tersusun dari
jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus. Hal ini
menjelaskan gambaran reksi papiler pada radang konjungitiva. Lapisan
fibrosa tersusun longgar pada bola mata.
d. Kelenjar air mata aksesori (kelenjar Krause dan wolfring), yang struktur
dan fungsinya mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian
besar kelenjar krause berada di forniks atas, dan sedikit ada di forniks
bawah. Kelenjar wolfring terletak ditepi atas tarsus atas.

B. DEFINISI
Konjungtivitis vernal adalah peradangan konjungtiva bilateral dan berulang
(recurrence) yang khas, dan merupakan suatu reaksi alergi. Penyakit ini juga
dikenal sebagai “catarrh musim semi” dan “konjungtivitis musiman” atau

8
“konjungtivitis musim kemarau”. Sering terdapat pada musim panas di negeri
dengan empat musim, atau sepanjang tahun di negeri tropis (panas).

C. ETIOLOGI DAN PREDISPOSISI


Konjungtivitis vernal terjadi akibat reaksi hipersensitivitas tipe I yang
mengenai kedua mata, sering terjadi pada orang dengan riwayat keluarga yang
kuat alergi.
Mengenai pasien usia muda 3-25 tahun dan kedua jenis kelamin sama.
Biasanya pada laki-laki mulai pada usia dibawah 10 tahun. Penderita
konjungtivitis vernal sering menunjukkan gejala-gejala alergi terhadap tepung
sari rumput-rumputan.
Reaksi hipersentsitivitas memiliki 4 tipe reaksi seperti berikut:
a. Tipe I : Reaksi Anafilaksi
Di sini antigen atau alergen bebas akan bereaksi dengan antibodi, dalam hal
ini IgE yang terikat pada sel mast atau sel basofil dengan akibat terlepasnya
histamin. Keadaan ini menimbulkan reaksi tipe cepat. Contoh: Konjungtivitis
vernal dan anterior uveitis disebabkan oleh makanan.
b. Tipe II : reaksi sitotoksik
Di sini antigen terikat pada sel sasaran. Antibodi dalam hal ini IgE dan IgM
dengan adanya komplemen akan diberikan dengan antigen, sehingga dapat
mengakibatkan hancurnya sel tersebut. Contoh: Melanoma Maligna
c. Tipe III : reaksi imun kompleks
Di sini antibodi berikatan dengan antigen dan komplemen membentuk
kompleks imun. Keadaan ini menimbulkan factor neurotrophichemotactic
yang dapat menyebabkan terjadinya peradangan atau kerusakan lokal. Pada
umumnya terjadi pada pembuluh darah kecil. Reaksi demikian juga terjadi
pada keratitis Herpes simpleks dan uveitis rekurens.
d. Tipe IV : Reaksi tipe lambat
Pada reaksi hipersensitivitas tipe I, II dan III yang berperan adalah antibodi
(imunitas humoral), sedangkan pada tipe IV yang berperan adalah limfosit T
atau dikenal sebagai imunitas seluler. Limfosit T peka (sensitized T

9
lymphocyte) bereaksi dengan antigen, dan menyebabkan terlepasnya
mediator (limfokin) yang jumpai pada reaksi penolakan pasca keratoplasti,
keratokonjungtivitis flikten, keratitis Herpes simpleks dan keratitis
diskiformis.

Gambar 2. Peranan sel Mast pada inflamasi konjungtiva

D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang mendasar adalah rasa gatal, manifestasi lain yang menyertai
meliputi mata berair, sensitif pada cahaya, rasa pedih terbakar, dan perasaan
seolah ada benda asing yang masuk. Penyakit ini cukup menyusahkan, muncul
berulang, dan sangat membebani aktivitas penderita sehingga menyebabkan ia
tidak dapat beraktivitas normal.
 Keluhan utama: gatal
Pasien pada umumnya mengeluh tentang gatal yang sangat. Keluhan gatal ini
menurun pada musim dingin.
 Ptosis
Terjadi ptosis bilateral, kadang-kadang yang satu lebih ringan dibandingkan
yang lain. Ptosis terjadi karena infiltrasi cairan ke dalam sel-sel konjungtiva
palpebra dan infiltrasi sel-sel limfosit plasma, eosinofil, juga adanya degenerasi
hyalin pada stroma konjungtiva.
 Kotoran mata
Keluhan gatal umumnya disertai dengan bertahi mata yang berserat-serat.
Konsistensi kotoran mata/tahi mata elastis ( bila ditarik molor).

10
 Kelainan pada palpebra
Terutama mengenai konjungtiva palpebra superior. Konjungtiva tarsalis
pucat, putih keabu-abuan disertai papil-papil yang besar (papil raksasa). Inilah
yang disebut “cobble stone appearance”. Susunan papil ini rapat dari samping
tampak menonjol. Seringkali dikacaukan dengan trakoma. Di permukaannya
kadang-kadang seperti ada lapisan susu, terdiri dari sekret yang mukoid. Papil
ini permukaannya rata dengan kapiler di tengahnya. Kadang-kadang konjungtiva
palpebra menjadi hiperemi, bila terkena infeksi sekunder.
 Horner Trantas dots
Gambaran seperti renda pada limbus, dimana konjungtiva bulbi menebal, berwar
na putih susu, kemerah-merahan, seperti lilin. Merupakan penumpukan eosinofil
dan merupakan hal yang patognomosis pada konjungtivitis vernal yang
berlangsung selama fase aktif.
 Kelainan di kornea
Dapat berupa pungtat epithelial keratopati. Keratitis epithelial difus khas ini
sering dijumpai. Kadang-kadang didapatkan ulkus kornea yang berbentuk bulat
lonjong vertikal pada superfisial sentral atau para sentral, yang dapat
diikuti dengan pembentukan jaringan sikatrik yang ringan. Kadang juga
didapatkan panus, yang tidak menutupi seluruh permukaan kornea, sering berupa
mikropannus. Penyakit ini mungkin juga disertai keratokonus. Kelainan di
kornea ini tidak membutuhkan pengobatan khusus, karena tidak satu pun lesi
kornea ini berespon baik terhadap terapi standar.

Terdapat dua bentuk utama konjungtivitis vernalis (yang dapat berjalan


bersamaan), yaitu:
1. Bentuk palpebra  terutama mengenai konjungtiva tarsal superior.
Terdapat pertumbuhan papil yang besar ( Cobble Stone ) yang diliputi sekret
yang mukoid. Konjungtiva tarsal bawah hiperemi dan edem, dengan kelainan
kornea lebih berat dari tipe limbal. Secara klinik, papil besar ini tampak
sebagai tonjolan bersegi banyak dengan permukaan yang rata dan dengan
kapiler ditengahnya.

11
Gambar 3. Konjungtivitis Vernal Palpebra dengan Tanda cobble stone

2. Bentuk Limbal  hipertrofi papil pada limbus superior yang dapat


membentuk jaringan hiperplastik gelatin, dengan Trantas dot yang
merupakan degenarasi epitel kornea atau eosinofil di bagian epitel
limbus kornea, terbentuknya pannus, dengan sedikit eosinofil.

Gambar 4. Konjungtivitis Vernal Limbal dengan Tanda Trantas Dot

E. PATOFISIOLOGI
Perubahan struktur konjungtiva erat kaitannya dengan timbulnya radang
insterstitial yang banyak didominasi oleh reaksi hipersensitivitas tipe I. Pada
konjungtiva akan dijumpai hyperemia dan vasodilatasi difus, yang dengan cepat
akan diikuti dengan hiperplasi akibat proliferasi jaringan yang menghasilkan
pembentukan jaringan ikat yang tidak terkendali. Kondisi ini akan diikuti oleh
hyalinisasi dan menimbulkan deposit pada konjungtiva sehingga terbentuklah
gambaran cobblestone. Jaringan ikat yang berlebihan ini akan memberikan
warna putih susu kebiruan sehingga konjungtiva tampak buram dan tidak
berkilau. Proliferasi yang spesifik pada konjungtiva tarsal, oleh von Graefe

12
disebut pavement like granulations. Hipertrofi papil pada konjungtiva tarsal
tidak jarang mengakibatkan ptosis mekanik dan dalam kasus yang berat akan
disertai keratitis serta erosi epitel kornea.
Pada bentuk palpebral, jaringan epitel membesar pada beberapa area dan
menular ke area lainnya. Kadangkala, eosinofil (warna kemerahan) tampak kuat
di antara sel-sel jaringan epitel. Perubahan yang menonjol dan parah terjadi pada
substansi propria (jaringan urat). Pada tahap awal jaringan terinfiltrasi dengan
limfosit, sel plasma, eosinofil, dan basofil. Sejalan dengan perkembangan
penyakit, semakin banyak sel yang berakumulasi dan kolagen baru terbentuk,
sehingga menghasilkan bongkol-bongkol besar pada jaringan yang timbul dari
lempeng tarsal. Terkait dengan perubahan-perubahan tersebut adalah adanya
pembentukan pembuluh darah baru dalam jumlah yang banyak. Peningkatan
jumlah kolagen berlangsung cepat dan menyolok.
Limbus konjungtiva juga memperlihatkan perubahan akibat vasodilatasi dan
hipertropi yang menghasilkan lesi fokal. Pada tingkat yang berat, kekeruhan
pada limbus sering menimbulkan gambaran distrofi dan menimbulkan gangguan
dalam kualitas maupun kuantitas stem cells limbus. Sekresi mukus yang kental
dan melekat pada penderita konjungtivitis vernalis, menurut Neumann dan
Krantz, mengandung banyak mukopolisakarida serta asam hyaluronat. Walaupun
karakteristik klinis dan patologi konjungtivitis vernal telah digambarkan secara
luas, namun patogenesis spesifik masih belum dikenali.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada eksudat konjungtiva yang dipulas dengan Giemsa terdapat banyak
eosinofil dan granula eosinofilik bebas. Pada pemeriksaan darah ditemukan
eosinofilia dan peningkatan kadar serum IgE.
Pada konjungtivitis vernal, terdapat sebagian besar sel yang secara rutin
tampak dalam jaringan epitel. Pengawetan yang lebih baik adalah menggunakan
glutaraldehyde, lapisan plastik, dan ditampilkan pada media sehingga dapat
memungkinkan untuk menghitung jumlah sel ukuran 1m berdasarkan jenis dan
lokasinya. Jumlah rata-rata sel per milimeter persegi tidak melampaui jumlah

13
normal. Diperkirakan bahwa peradangan sel secara maksimum seringkali berada
dalam kondisi konjungtiva normal. Jadi, untuk mengakomodasi lebih banyak sel
dalam proses peradangan konjungtivitis vernal maka jaringan akan membesar
dengan cara peningkatan jumlah kolagen dan pembuluh darah.
Jaringan tarsal atas yang abnormal ditemukan dari empat pasien
konjungtivitis vernal yang terkontaminasi dengan zat imun, yaitu: dua dari empat
pasien mengandung spesimen IgA-, IgG-, dan IgE- secara berlebih yang
akhirnya membentuk sel plasma. Sel-sel tersebut tidak ditemukan pada
konjungtiva normal dari dua pasien lainnya.
Kandungan IgE pada air mata yang diambil dari sampel serum 11 pasien
konjungtivitis vernal dan 10 subjek control telah menemukan bahwa terdapat
korelasi yang signifikan antara air mata dengan level kandungan serum pada
kedua mata. Kandungan IgE pada air mata diperkirakan muncul dari serum
kedua mata, kandungan IgE dalam serum (1031ng/ml) dan pada air mata
(130ng/ml) dari pasien konjungtivitis vernal melebihi kandungan IgE dalam
serum (201ng/ml) dan pada air mata (61ng/ml) dari orang normal. Butiran
antibodi IgE secara spesifik ditemukan pada air mata lebih banyak daripada
butiran antibodi pada serum. Selain itu, terdapat 18 dari 30 pasien yang memiliki
level antibodi IgG yang signifikan yang menjadi butiran pada air matanya. Orang
normal tidak memiliki jenis antibodi ini pada air matanya maupun serumnya.
Hasil pengamatan ini menyimpulkan bahwa baik IgE- dan IgG- akan menjadi
perantara mekanisme imun yang terlibat dalam patogenesis konjungtivitis vernal,
dimana sistesis lokal antibody terjadi pada jaringan permukaan mata. Kondisi ini
ditemukan negatif pada orang-orang yang memiliki alergi udara, tetapi pada
penderita konjungtivitis vernal lebih banyak berhubungan dengan antibodi IgG
dan mekanisme lainnya daripada antibody IgE.
Kandungan histamin pada air mata dari sembilan pasien konjungtivitis vernal
(38ng/ml) secara signifikan lebih tinggi daripada kandungan histamin air mata
pada 13 orang normal (10ng/ml, P<0.05). Hal ini sejalan dengan pengamatan
menggunakan mikroskopi elektron yang diperkirakan menemukan tujuh kali
lipat lebih banyak sel mastosit dalam substantia propia daripada dengan

14
pengamatan yang menggunakan mikroskopi cahaya. Sejumlah besar sel mastosit
ini terdapat pada air mata dengan level histamin yang lebih tinggi.
Hapusan konjungtiva pada daerah-daerah yang terinfeksi menunjukkan
adanya banyak eosinofil dan butiran eosinofilik. Ditemukan lebih dari dua
eosinofil tiap pembesaran 25x dengan sifat khas penyakit (pathognomonic)
konjungtivitis vernal. Tidak ditemukan adanya akumulasi eosinofil pada daerah
permukaan lain pada level ini.

G. DIAGNOSIS BANDING
Walaupun secara prinsip konjungtivitis vernal sangat berbeda dengan
trakoma dan konjungtivitis demam rumput, namun seringkali gejalanya
membingungkan dengan dua penyakit tersebut. Trakoma ditandai dengan
banyaknya serabut-serabut sejati yang terpusat, sedangkan pada konjungtivitis
vernal jarang tampak serabut sejati. Pada trakoma, eosinofil tidak tampak pada
hapusan konjungtiva maupun pada jaringan, sedangkan pada konjungtivitis
vernal, eosinofil memenuhi jaringan. Trakoma meninggalkan parut-parut pada
tarsal, sedangkan konjungtivitis vernal tidak, kecuali bila terlambat ditangani.
Tanda konjungtivitis demam rumput adalah edema, sedangkan tanda
konjungtivitis vernal adalah infiltrasi selular. Demam rumput memiliki
karakteristik sedikit eosinofil, tidak ada sel mastosit pada jaringan epitel, tidak
ada peningkatan sel mastosit pada substantia propria, dan tidak terdapat basofil,
sedangkan konjungtivitis vernal memiliki karakteristik adanya tiga serangkai,
yaitu: sel mastosit pada jaringan epitel, adanya basofil, dan adanya eosinofil
pada jaringan.

Tabel 1. Diagnosis banding Trakoma, Konjungtivitis folikularis,


Konjungtivitis vernalis.1

Pembanding Trakoma Konjungtivitis Konjungitvitis


folikularis vernalis
Gambaran (kasus dini) papula kecil Penonjolan Nodul lebar datar
lesi atau bercak merah merah-muda dalam susunan

15
bertaburan dengan bintik pucat tersusun “cobble stone”
putih-kuning (folikel teratur seperti pada konjungtiva
trakoma). Pada deretan “beads” tarsal atas dan
konjungtiva tarsal (kasus bawah, diselimuti
lanjut) granula lapisan susu
(menyerupai butir sagu)
dan parut, terutama
konjungtivatarsal atas
Ukuran lesi Penonjolan besar lesi Penonjolan kecil Penonjolan besar
Lokasi lesi konjungtiva tarsal atas terutama tipe tarsus atau
dan teristimewa lipatan konjungtiva palpebra;
retrotarsal kornea-panus, tarsal bawah dan konjungtiva tarsus
bawah infiltrasi abu-abu forniks bawah terlibat, forniks
dan pembuluh tarsus tarsus tidak bebas. Tipe limbus
terlibat. terlibat. atau bulbus; limbus
terlibat forniks
bebas, konjungtiva
tarsus bebas (tipe
campuran lazim)
tarsus tidak terlibat.
Tipe sekresi Kotoran air berbusa atau Mukoid atau Bergetah, bertali,
“frothy” pada stadium purulen seperti susu
lanjut.
Pulasan Kerokan epitel dari Kerokokan tidak Eosinofil
konjungtiva dan kornea karakteristik karakteristik dan
memperlihatkan (Koch-Weeks, konstan pada
ekfoliasi, proliferasi, Morax- sekresi
inklusi seluler. Axenfeld,
mikrokokus
kataralis
stafilokokkus,
pneumokokkus)
Penyulit atau Kornea: panus, Kornea: ulkus Kornea: infiltrasi
sekuela kekeruhan kornea, kornea kornea (tipe limbal)
xerosis, kornea Palpebra: Palpebra:
Konjungtiva: simblefaron blefaritis, pseudoptosis (tipe
Palpebra: ektropion atau ektropion tarsal)
entropion trikiasis

H. KOMPLIKASI
Dapat menimbulkan keratitis epitel atau ulkus kornea superfisial sentral
atau parasentral, yang dapat diikuti dengan pembentukan jaringan sikatriks yang

16
ringan. Penyakit ini juga dapat menyebabkan penglihatan menurun. Kadang-
kadang didapatkan panus, yang tidak menutupi seluruh permukaan kornea.
Perjalanan penyakitnya sangat menahun dan berulang, sering menimbulkan
kekambuhan terutama di musim panas.

I. PENATALAKSAAN
Karena konjungtivitis vernalis adalah penyakit yang sembuh sendiri, perlu
diingat bahwa medikasi yang dipakai terhadap gejala hanya memberi hasil
jangka pendek, berbahaya jika dipakai jangka panjang.
Pilihan perawatan konjungtivitis vernalis berdasarkan luasnya gejala yang
muncul dan durasinya, yaitu:
1. Tindakan Umum
Dalam hal ini mencakup tindakan-tindakan konsultatif yang membantu
mengurangi keluhan pasien berdasarkan informasi hasil anamnesis.
Beberapatindakan tersebut antara lain:
o Menghindari tindakan menggosok-gosok mata dengan tangan
atau jari tangan, karena telah terbukti dapat merangsang
pembebasan mekanis dari mediator-mediator sel mast.
o Pemakaian mesin pendingin ruangan
o Menghindari daerah berangin kencang yang biasanya juga
membawa serbuk sari
o Menggunakan kaca mata untuk mengurangi kontak dengan
alergen di udara terbuka. Pemakaian lensa kontak justru
harus dihindari karena lensa kontak akan membantu retensi
allergen;
o Kompres dingin di daerah mata;
o Pengganti air mata (artifisial). Selain bermanfaat untuk cuci mata
juga berfungsi protektif karena membantu menghalau alergen

2. Terapi topikal

17
o Untuk menghilangkan sekresi mucus, dapat digunakan irigasi saline
steril dan mukolitik seperti asetil sistein 10%-20% tetes mata.
Dosisnya tergantung pada kuasntitias eksudat serta beratnya
gejala. Dalam hal ini,larutan 10% lebih dapat ditoleransi daripada
larutan 20%. Larutan alkalin seperti 1-2% sodium karbonat
monohidrat dapat membantu melarutkan atau mengencerkan musin,
sekalipun tidak efektif sepenuhnya.
o Antihistamin
o NSAID (Non-Steroid Anti-Inflamasi Drugs)
o Untuk konjungtivitis vernalis yang berat, bisa diberikan steroid
topikal prednisolon fosfat 1%, 6-8 kali sehari selama satu minggu.
Kemudian dilanjutkan dengan reduksi dosis sampai ke dosis terendah
yang dibutuhkan oleh pasien tersebut. Bila sudah terdapat ulkus
kornea maka kombinasi antibiotik steroid terbukti sangat efektif.
o Antibiotik broad-spectrum

3. Terapi Sistemik
o Pada kasus yang lebih parah, bisa juga digunakan steroid sistemik
seperti prednisolone asetat, prednisolon fosfat, atau deksamethason
fosfat 2-3 tablet 4 kali sehari selama 1-2 minggu.
o Antihistamin, baik lokal maupun sistemik, dapat dipertimbangkan
sebagai pilihan lain, karena kemampuannya untuk mengurangi rasa
gatal yang dialami pasien. Apabila dikombinasi dengan
vasokonstriktor, dapat memberikan kontrol yang memadai
pada kasus yang ringan atau memungkinkan reduksi dosis.

4. Tindakan Bedah
Berbagai terapi pembedahan, krioterapi, dan diatermi pada papil raks
asa konjungtiva tarsal kini sudah ditinggalkan mengingat banyaknya efek
samping dan terbukti tidak efektif, karena dalam waktu dekat akan tumbuh
lagi.

18
BAB IV
ANALISA KASUS

Pada kasus ini, dilaporkan seorang anak laki-laki, usia 13 tahun, datang
dengan keluhan kedua mata terasa merah sejak 1minggu yang lalu. keluhan
mata merah pada kedua mata sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan disertai
rasa sangat gatal, keluar cairan bening banyak yang terasa lengket pada
mata, serta mengganjal pada kelopak mata atas dan bawah. Pasien sering
mengalami keluhan yang sama sejak 1 tahun terakhir, terutama saat cuaca
panas, terkadang sembuh sendiri. Pasien menyangkal adanya penglihatan
kabur, belekan, nyeri pada mata, mata seperti berpasir, mata kering, sulit
menggerakkan kelopak mata, demam, batuk, riwayat trauma.
Hal ini sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa pada anamnesis
kasuskonjungtivitis vernal didapatkan adanya keluhan seperti mata merah,
gatal, dan biasanya dipicu oleh kondisi kemarau, atau terik matahari, atau
musiman. Dan tidak terdapat gangguan penglihatan.
Dari pemeriksaan status oftalmologis, didapatkan adanya penebalan di
konjungtiva tarsal superior berupa papil berbentuk polygonal dengan
permukaan yang rata.Tidak tampak kekeruhan pada kornea dan
lensa.Refleks cahaya pada kedua pupil baik, pupil isokor.
Menurut literatur inspeksi pada konjungtivitis vernal tipe palpebral biasanya
akan mengenai konjungtiva tarsal superior. Terdapat pertumbuhan papil
yang besar (cobble stone) yang diliputi secret yang mukoid.Secara klinik
papil besar ini tampak sebagai tonjolan berbentuk polygonal dengan
permukaan yang rata dengan kapiler ditengahnya.Kasus ini juga didukung
dengan adanya faktor resiko yaitu paparan sinar matahari pada mata pasien.
Adapun pemeriksaan tambahan yang perlu dilakukan pada kasus ini adalah
pemeriksaan laboratorium, seperti kultur untuk menilai penyebab dan untuk
menentukan pengobatan pasien.

19
Terapi atau penatalaksanaan pada kasus ini adalah pemberian antihistamin
topikal dan sistemik serta pemberian kortikosteroid topical hal ini sesuai
dengan literatur.
Untuk prognosis pada kasus ini adalah baik walaupun dapat terjadi
rekurensi jika pasien tidak menghindari faktor risiko terhadap peyakit ini.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan & Asbury. Oftalmologi Umum, Edisi 14, Jakarta: Widya Medika, 2000.

2. Ilyas Sidharta, Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Edisi ke

empat, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2013

3. A.K. Khurana. Comprehenship Opthalmology 4th Edition dalam Chapter 12-New Age

International 2007.

4. Wijana Nana S,D, Ilmu Penyakit Mata, Cetakan ke 6, Abdi Tegal.Jakarta 1993.

5. Medicastore. Konjungtivitis Vernalis. Diunduh dari

http://www.medicastore.com/penyakit/865/Keratokonjungtivitis_Vernalis.html.

6. PubMed Central Journal list. Vernal Keratoconjunctivitis. Diunduh dari

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1705659/.

21

Anda mungkin juga menyukai