Anda di halaman 1dari 23

Laporan Kasus

Entropion
Diajukan sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Pada Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Unsyiah/
RSUD dr Zainoel Abidin Banda Aceh

Disusun oleh:

Aulia Dirma
NIM. 2007501010003

Pembimbing:
dr. Rahmi H. Adriman, M. Kes, Sp. M

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan
penulisan laporan kasus yang berjudul “Entropion”. Shalawat dan salam kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa perubahan besar diseluruh aspek kehidupan manusia
khususnya di bidang ilmu pengetahuan.
Penyusunan laporan kasus ini disusun sebagai salah satu tugas dalam menjalani
Kepaniteraan Klinik pada Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSUD dr. Zainoel Abidin
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.
Ucapan terima kasih dan penghormatan penulis sampaikan kepada dr. Rahmi Adriman,
M. Kes, Sp. M yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing penulis dalam
penulisan laporan kasus ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para sahabat dan
rekan-rekan yang telah memberikan dorongan moril dan materil sehingga tugas ini dapat selesai.
Akhir kata penulis berharap semoga laporan kasus ini dapat menjadi sumbangan
pemikiran dan memberikan manfaat bagi semua pihak khususnya bidang kedokteran dan
berguna bagi para pembaca dalam mempelajari dan mengembangkan ilmu. Semoga Allah SWT
selalu memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, Amin.

Banda Aceh, 17 Mei 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................3
2.1 Definisi.............................................................................................................................3
2.2 Epidemiologi....................................................................................................................3
2.3 Faktor Risiko...................................................................................................................4
2.4 Patogenesis.......................................................................................................................6
2.5 Patofisiologi.....................................................................................................................7
2.6 Manifestasi Klinis...........................................................................................................8
2.7 Klasifikasi dan Diagnosis...............................................................................................9
2.8 Tatalaksana...................................................................................................................11
2.9 Prognosis........................................................................................................................13
BAB III LAPORAN KASUS......................................................................................................14
3.1 Identitas Pasien.............................................................................................................14
3.2 Anamnesis......................................................................................................................14
BAB IV ANALISA MASALAH.................................................................................................20
BAB V KESIMPULAN...............................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................23

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Entropion adalah suatu keadaan melipatnya kelopak mata bagian tepi atau margo
palpebra ke arah dalam sehingga bulu mata menggeser jaringan konjungtiva dan kornea.
Entropion pada kelopak mata bawah lebih sering karena proses involusional pada proses
penuaan, sedangkan pada kelopak mata atas sering karena sikatrikal (jaringan ikat yang
menggantikan epidermis dan dermis yang sudah hilang) seperti akibat trakhoma. 1,2
Masing-masing tipe entropion memiliki patofisiologi yang berbeda, namun secara umum,
entropion disebabkan oleh penipisan lamela dan disinsersi retraktor kelopak mata bawah,
menyebabkan kelopak mata bawah melengkung ke dalam. Entropion dapat berupa unilateral
atau bilateral. Ada empat jenis etiologi entropion yaitu entropion kongenital, involutional, spastik
akut, dan sikatriks. Entropion kelopak mata bawah jauh lebih umum daripada entropion kelopak
mata atas. 3,4
Penatalaksanaan entropion harus berdasarkan pada etiologi spesifik. Penatalaksanaan
medis sering berupa pelumasan mata, air mata buatan, atau lensa kontak. Injeksi toksin
botulinum juga dapat dipertimbangkan pada pasien dengan entropion spastik. Terapi definitif
adalah dengan tindakan bedah untuk koreksi palpebra. 4
Malposisi pada entropion dapat menyebabkan kerusakan kornea dan konjungtiva yang
berujung pada abrasi kornea, jaringan parut, penipisan kornea, atau neovaskularisasi kornea
Apabila entropion berlangsung terusmenerus, maka entropion dapat menyebabkan komplikasi
seperti keratitis mikroba, ulserasi kornea, formasi pannus hingga kehilangan penglihatan.3,5
Entropion pada umumnya memiliki prognosis yang baik. Keefektifan pengobatan
entropion tergantung pada penyebab utama dan tingkat keparahan penyakitnya. Pentingnya
pengetahuan mengenai etiologi, patofisiologi, diagnosis dini dan tatalaksana yang tepat amat
berguna untuk meningkatkan kulitas hidup pasien yang lebih baik dan meminimalisasi
komplikasi pada kasus entropion ini sehingga penulis tertarik untuk menyajikan dan membahas
laporan kasus dengan topik ini.

1
2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Entropion merupakan inversi tepi kelopak mata (margo palpebra). Pada entropion terjadi
kelainan palpebra yaitu adanya pelipatan dari tepi palpebra ke arah dalam bola mata. Entropion
dapat menyebabkan bulu mata,tepi palpebra dan kulit pada palpebra mengalami kontak dengan
bola mata. 3,5,6

2.2 Epidemiologi
Entropion dapat ditemukan pada seluruh kelompok umur, dan lebih sering pada wanita,
ini mungkin disebabkan lempeng tarsal pada wanita rata-rata lebih kecil dibandingkan pada pria.
peningkatan angka kejadian bersamaan dengan meningkatnya usia. Entropion involusional
biasanya terjadi pada usia lanjut diatas umur 60 tahun dengan prevalensi 2,1% dari setiap 25.000
individu (1,9% pada laki-laki dan 2,4% pada wanita). Entropion kongenital jarang ditemukan
dengan prevalensi 20% dan lebih banyak didapatkan pada ras Asia daripada ras Eropa. Pada ras
Eropa lebih sering terjadi entropion tipe sikatrik dan tipe spastik. 5,7
Angka harapan hidup di Indonesia yang meningkat menjadi 70,76 tahun sehingga
menyebabkan bertambahnya populasi penduduk berusia lanjut. Semakin bertambahnya populasi
penduduk berusia lanjut maka diperkirakan pula kasus entropion juga bertambah terutama
entropion involusional.. Dengan demikian prevalensi entropion terutama entropion karena proses
penuaan juga diperkirakan akan terus meningkat dari tahun pertahun. 5

2.3 Etiologi
Berdasarkan etiologinya, entropion diklasifikasikan menjadi empat tipe, yaitu
senilis/involusional, akut spastik, sikatriks, dan kongenital. 3,8
a. Entropion senilis/involusional adalah tipe yang paling banyak ditemukan. Pada tipe ini, kulit
palpebra mengalami atrofi akibat degenerasi progresif jaringan fibrosa dan berkurangnya
elastisitas.
b. Entropion akut spastik muncul setelah iritasi atau inflamasi okular yang menyebabkan
kontraksi orbikularis okuli yang menetap atau blefarospasme sehingga menimbulkan
perubahan arah margo palpebra dan iritasi pada permukaan mata karena silia mengarah ke
dalam mata.
3

c. Entropion sikatriks dapat disebabkan oleh inflamasi, infeksi (trachoma, herpes zoster),
autoimun (sikatriks pemfigoid, sindrom Stevens-Johnson), trauma (luka bakar, bahan kimia),
dan tindakan bedah (enukleasi, koreksi ptosis) yang menarik kelopak mata ke dalam.
d. Entropion kongenital dialami sejak lahir hingga usia 1 tahun pada anak-anak dan jarang
terjadi, biasanya terkait dengan kelainan-kelainan seperti hipoplasia tarsus atau mikroftalmia.

Gambar 1. Entropion Sikatriks (tampak jaringan parut pada konjungtiva tarsal)

2.4 Patofisiologi
Masing-masing tipe entropion memiliki patofisiologi yang berbeda, namun secara umum,
entropion disebabkan oleh penipisan lamela dan disinsersi retraktor kelopak mata bawah,
menyebabkan kelopak mata bawah melengkung ke dalam. Pada keadaan normal, palpebra
distabilkan oleh M.orbikularis okuli, M.retraktor palpebra, tarsus, dan tendon kantus. Apabila
tegangan horizontal struktur ini melonggar, margo palpebra dapat terputar. Pada entropion terjadi
beberapa perubahan seperti berpindahnya posisi orbikularis preseptal ke tepi bawah tarsus,
kelemahan retraktor palpebra inferior, berkurangnya kekakuan tarsus karena proses atrofi,
involusi tendon kantus medial dan lateral, perubahan komposisi tarsus dari serat kolagen menjadi
serat elastis, dan proses atrofi lemak periorbital. 3
Tendon canthal dan pelat tarsal secara horizontal menstabilkan kelopak mata.
Melemahnya struktur ini menimbulkan inversi pada kelopak mata. Retraktor pada palpabra
inferior menstabilkaan palpebra secara vertikal. Pada kelopak mata atas, levator aponeurosis dan
otot Mueller berperan dalam hal ini. Retraktor kelopak mata bawah terhubung ke otot orbicularis
dan kulit di atasnya. Saat ekstensi ini melemah, orbicularis preseptal dapat berjalan ke superior
dan menimpa otot pretarsal yang menyebabkan margin kelopak mata berputar melawan mata.
4

Inversi tepi kelopak mata juga diduga karena atrofi tarsal dengan hilangnya stabilisasi dari
soongan vertikal kelopak kelopak mata dan atrofi lemak orbital.4,6,7
Entropion dapat disebabkan oleh kelemahan kelopak mata horizontal, atenuasi atau
disinsersi retraktor kelopak mata, ditimpa oleh otot orbicularis oculi preseptal, operasi
sebelumnya, infeksi, peradangan, atau asal bawaan. Jenis involusional adalah penyebab paling
umum dari entropion. Seiring bertambahnya usia, tendon canthal mengendur, dan retraktor
kelopak mata menipis, menyebabkan perubahan posisi margin kelopak mata. Infeksi, iritasi, dan
peradangan adalah penyebab utama entropion spastik akut. Kondisi ini paling sering terjadi
setelah operasi intraokular pada pasien yang memiliki perubahan kelopak mata involusional yang
tidak diketahui sebelum operasi. Kontraksi otot orbicularis oculi yang terus menerus
menyebabkan rotasi tepi kelopak mata ke dalam. Hal ini berujung menyebabkan iritasi mata,
khususnya kornea, karena gesekan bulu mata. Kontraktur tarsokonjungtiva menyebabkan
entropion sikatrikal. Mekanisme apa pun yang menghasilkan pembentukan jaringan parut dapat
meningkatkan risiko pembentukan entropion sikatrik. Beberapa faktor risiko umum antara lain
luka bakar sebelumnya, trauma, infeksi, atau peradangan.4

2.5 Diagnosis
Beberapa kondisi seperti retraksi palpebra (misalnya pada penyakit Graves), distikiasis,
trikiasis, dermatokalasis, dan epiblefaron dapat menyerupai entropion. Entropion harus dapa
dibedakan dengan epiblefaron (otor pretarsal berlebihan), trikiasis (misdireksi tumbuhnya silia
tanpa entropion), dan distrikiasis (anomali tumbuhnya bulu mata). 9

a. Anamnesis
Diagnosis entropion umumnya dapat ditegakkan dengan anamnesis, manifestasi klinis,
dan pemeriksaan fisik. Manifestasi klinis antara lain sesuatu yang mengganjal di mata dan
terkadang menimbulkan nyeri. Gejala lain antara lain epifora, fotofobia, mata merah, kelopak
mata menjadi keras, kotoran mata, dan pandangan buram. Perlu ditanyakan riwayat trauma dan
riwayat tindakan bedah pada mata. 3

b. Pemeriksaan Fisik
Pada inspeksi palpebra, harus diperhatikan adanya tanda-tanda iritasi atau inflamasi kulit
dan spasme otot-otot wajah. Pada pemeriksaan oftalmologi, margo palpebra harus diperhatikan
5

untuk evaluasi adanya trikiasis, distikiasis, dan epiblefaron yang dapat menyerupai entropion.
Dapat ditemukan kerusakan epitel konjungtiva atau kornea akibat trauma, hiperemia konjungtiva
terlokalisasi, injeksi konjungtiva dan/atau siliar, blefarospasme, kelemahan kelopak mata
(entropion involusional), jaringan parut pada konjungtiva (entropion sikatriks), atau
pertumbuhan kelopak mata bawah abnormal (entropion kongenital). Pemeriksaan kornea juga
harus dilakukan untuk menilai adanya abrasi, jaringan parut, penipisan, atau neovaskularisasi
pada kornea.3
Tes diagnosis sederhana antara lain tes snapback, medial canthal laxity test, dan lateral
canthal laxity test. Tes snapback dilakukan dengan cara menarik kelopak mata dengan hati-hati
ke arah luar lalu dilihat apakah dapat kembali ke posisi semula, biasanya tidak menimbulkan rasa
sakit. Medial canthal laxity test dilakukan dengan menarik palpebra inferior ke sebelah lateral
dari kantus medial; sedangkan lateral canthal laxity test dilakukan dengan menarik palpebra
inferior ke sebelah medial dari kantus lateral. Jarak pergeseran yang makin besar menunjukkan
palpebra yang makin lemah. Pergeseran normal berkisar antara 0-1 mm untuk kantus medial dan
0-2 mm untuk kantus lateral. 3,4
Entropion dapat tidak tampak, sehingga perlu tes provokasi, yaitu meminta pasien untuk
menatap ke bawah, kemudian palpebra superior ditahan setinggi mungkin oleh pemeriksa,
kemudian pasien diminta memejamkan matanya serapat mungkin. Tes ini dapat dilakukan
dengan atau tanpa instilasi zat anestetik tetrakain. 3

c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang umumnya tidak diperlukan untuk diagnosis, namun dapat
mengidentifikasi kelainan-kelainan yang mendasari atau didasari entropion. Pemeriksaan slit
lamp dapat mengidentifikasi lipatan tepi palpebra, kelemahan palpebra, enoftalmus, injeksi
konjungtiva, trikiasis, entropion memanjang, keratitis punctata superfisial yang dapat menjadi
ulkus dan membentuk pannus, serta keratinisasi tepi palpebra dan simblefaron pada entropion
sikatriks. Tes lain adalah tes Schirmer untuk menilai produksi air mata, tes fluorescein untuk
melihat tanda-tanda kerusakan kornea akibat gesekan bulu mata atau kulit palpebra, dan
eksoftalmometri untuk menilai enoftalmus relatif. Pemeriksaan histopatologis pada entropion
involusional menunjukkan adanya degenerasi kolagen, serat-serat kolagen tersusun tidak teratur,
dan elastogenesis yang abnormal. Hal ini karena seiring pertambahan usia, komposisi tarsus
6

berubah dari sebagian besar tersusun dari serat kolagen menjadi serat elastis, akibatnya terjadi
peningkatan laxitas horizontal palpebra dan atrofi tarsus. Namun, entropion juga dapat memiliki
tarsus yang menebal, mungkin disebabkan inflamasi atau disinsersi M. retractor palpebra. 3

2.6 Tatalaksana
Penatalaksanaan entropion umumnya nonfarmakologis. Terapi sementara yaitu dengan
penarikan kulit palpebra ke arah pipi, sehingga menjauh dari bola mata, pencukuran bulu mata di
lokasi trikiasis, lensa kontak untuk melindungi kornea, dan air mata artifisial dan salep mata
lubrikan untuk melindungi permukaan mata, peletakan tape untuk mengurangi laxitas tarsus
horizontal dan memungkinkan eversi tepi palpebra, dan kauterisasi termal untuk menginduksi
pemendekan retraktor palpebra inferior dan orbikularis. Namun, setiap tindakan memiliki level of
evidence rendah dan strength of recommendation berbeda-beda. 3
Penatalaksanaan entropion harus berdasarkan pada etiologi spesifik. Penatalaksanaan
medis sering berupa pelumasan mata, air mata buatan, atau lensa kontak. Ini dapat digunakan
untuk melindungi permukaan mata dari kerusakan sekunder akibat iritasi bulu mata. Teknik
sederhana ini seringkali dapat memutus siklus entropion spastik. Injeksi toksin botulinum juga
dapat dipertimbangkan pada pasien dengan entropion spastik. Botulinum toksin merupakan
eksotoksin yang diproduksi oleh Clostridium botulinnum yang bekerja dengan cara memblokade
pelepasan asetilkolin pada taut neuromuskular. Injeksi botox ini memberikan hasil koreksi
sementara, terapi ini bermanfaat pada pasien yang menolak tindakan bedah atau mengalami
kegagalan pada pembedahan. Jika penyebabnya adalah sikatrik, manajemen medis dari etiologi
yang mendasarinya perlu dilakukan terlebih dahulu, dan kemudian koreksi bedah dapat
dipertimbangkan. Jika peradangan atau infeksi tidak terkontrol, prognosisnya lebih buruk dan
umumnya progresif.4,10
Terapi definitif adalah dengan tindakan bedah untuk eversi palpebra. Setiap tipe
entropion diterapi dengan prosedur bedah yang berbeda-beda. Intervensi bedah diindikasikan
apabila terdapat salah satu dari kondisi klinis berikut muncul secara persisten, yaitu iritasi okular
berulang, konjungtivitis bakteri, refleks hipersekresi air mata, keratopati superfisial, keratitis, dan
ulkus kornea. 3
Penatalaksanaan entropion adalah dengan operasi plastik atau suatu tindakan tarsotomi.
Pembedahan untuk memutar keluar kelopak mata efektif pada semua jenis entropion. Operasi
7

entropion transkonjungtiva merupakan prosedur yang aman dan lebih efisien pada entropion
involusional. Pembedahan untuk memperbaiki entropion biasanya dilakukan melalui anestesi
lokal dengan atau tanpa sedasi sebagai kasus perawatan satu hari (one day care). Dalam
kebanyakan kasus, dokter akan mengencangkan kelopak mata, bersamaan dengan penggunaan
jahitan. Dalam beberapa kasus entropion kelopak mata atas yang parah, cangkok selaput mukosa
dari dalam bibir mungkin diperlukan. Pasien akan menggunakan patch selama semalam dan
kemudian biasanya akan menggunakan tetes antibiotik atau salep selama sekitar 2 minggu.11, 2,12
Manajemen bedah dapat dipertimbangkan pada semua jenis entropion dan merupakan
terapi definitif. Teknik jahitan, seperti jahitan Quickert, terkadang membantu dan dapat
dilakukan langsung bedside atau di praktik klinik. Teknik ini hanya bersifat sementara dan
sering mengakibatkan kekambuhan. Selain itu, eksplorasi dan perbaikan retraktor kelopak mata
bawah melalui insisi kulit atau pendekatan transkonjungtiva dapat dilakukan untuk menstabilkan
batas inferior tarsus. Sejumlah kecil orbicularis oculi pretarsal dapat direseksi untuk mencegah
overriding tarsus lebih lanjut. Jika hanya kelemahan horizontal yang terlibat, prosedur
pengencangan canthal medial atau lateral dapat dilakukan. Operasi strip tarsal lateral atau reseksi
baji mengoreksi ketiga faktor etiologi dalam entropion involusi (kelemahan kelopak mata
horizontal, atenuasi atau disinsersi retraktor kelopak mata, dan digantikan oleh otot orbicularis
oculi preseptal). Operasi fraktur tarsal berguna dalam kasus entropion sikatrikal ringan hingga
sedang. Insisi tarsal posterior horizontal dibuat 2 mm distal dari margin kelopak mata. Insisi
ketebalan penuh dari tarsus memungkinkan margin kelopak mata diputar menjauh dari bola
mata. Margin harus distabilkan dengan jahitan. Seringkali pada entropion sikatrik, tarsus tergores
atau terdistorsi. Pasien-pasien ini akan sering membutuhkan penggantian tarsus.
Tarsokonjungtiva, cangkok sklera, mukosa langit-langit keras, kartilago telinga autogenous, dan
cangkok mukosa lainnya adalah jenis alternatif yang dapat dilakukan dalam kasus entropion
tersebut.4

Gambar 1.Prosedur Quickert


8

Gambar 2. Prosedur Quickert yang Dimodifikasi

Adapun teknik baru dalam pembedahan entropion involusi adalah dengan mengggunakan
jahitan yang tertanam transkonjungtiva yang mengikutsertakan dan mengembangkan retraktor
palpebra inferior di batas tarsal plate inferior. Teknik in efektif untuuk memperbaiki kelopak
mata yang mengalami inversi dengan cedera minimal pada jaringan palpebra. 6,13

Gambar 3. Modified Tarsotomy


9

Selain dengan tindakan operasi terdapat juga tindakan sementara untuk entropion
involusional yaitu menempelkan bulu mata ke pipi dengan selotip dengan tegangan mengarah ke
temporal dan inferior untuk mencegah bulu mata menyentuh permukaan kornea (hindari
tegangan selotip yang terlalu besar agar mata tidak berair), tindakan injeksi toksin botulinum,
serta menggunakan obat tetes dan salep lubrikan. 1,2,12
Pada entropion involusi tindakan rekonstruksi dilakukan dengan cara menarik kelopak
mata bawah dan menempelkannya dengan ‘tape’ ke pipi tegangannya mengarah ke temporal dan
inferior. Rekonstruksi palpebra dapat menggunakan beberapa prosedur antara lain: jahitan
quickertrathbun sementara, jahitan kelopak mata dengan ketebalan penuh, jahitan pengencangan
secara horizontal. Prosedur yang dilakukan tersebut memiliki efektif dan tingkat kekambuhan
yang rendah. 2
Prosedur operasi memiliki risiko rendah. Kelopak mata yang memar dan bengkak
selama 1-2 minggu setelah operasi merupakan hal yang normal. Mata terkadang dapat terasa
berpasir da penggunaan tetes mata topikal dapat membantu mengatasi hal ini. Jaringan parut
dijaga seminimal mungkin dan munculnya bekas luka dapat diperbaiki dengan masase.
Komplikasi yang jarang terjadi mencakup kekambuhan ektropion atau ektropion yang
membutuhkan operasi berulang dan infeksi. 1
10

2.9 Prognosis

Entropion dapat menimbulkan komplikasi seperti konjungtivitis, keratitis, ulkus kornea,


dan komplikasi bedah seperti perdarahan, infeksi, dan nyeri. Gesekan yang terus menerus
terhadap kornea dapat meberikan gejala iritasi berupa rasa tidak nyaman pada mata dan epifora.
Apabila entropion berlangsung terusmenerus, maka entropion dapat menyebabkan komplikasi
seperti keratitis mikroba, ulserasi kornea, formasi pannus hingga kehilangan penglihatan.
Komplikasi bedah termasuk perdarahan, hematoma, infeksi, rasa sakit, dan posisi tarsal yang
buruk. Pada umumnya, entropion memiliki prognosis baik apabila didiagnosis lebih dini dan
ditatalaksana dengan tepat.3,5,12
11

BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : Aisyah binti Mude Saat


No. CM : 1-29-03-32
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 63 Tahun
Suku : Aceh
Agama : Islam
Alamat : Takengon
Tanggal Pemeriksaan : 25-04-2022

3.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Pasien mengeluhkan nyeri pada mata kanan
Keluhan Tambahan : Tidak ada
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan nyeri dan kemerahan pada mata kanan yang
dirasakan sejak 1 bulan yang lalu. Pasien merasakan kelopak mata bawah
seperti tergulung ke dalam dan bulu mata kanan masuk mengenai
permukaan mata. Pasien terkadang merasakan sensasi seperti mata
kanannya berpasir dan mengeluarkan banyak air mata sehingga merasa
tidak nyaman dan pandangan mata kanan seperti buram. Riwayat trauma,
infeksi, peradangan, dan pembedahan pada mata kanan disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien pernah mengalami keluhan yang sama pada mata sebelah kiri dan
sudah menjalani operasi entropion pada bulan November 2021. Riwayat
hipertensi dan DM disangkal. Riwayat mengonsumsi obat-obatan jangka
panjang disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat penyakit keluarga disangkal
Riwayat Pemakaian Obat :
12

Riwayat pemakaian obat disangkal

Riwayat Kebiasaan Sosial :


Pasien adalah ibu rumah tangga

3.3 Pemeriksaan Fisik


Tanda Vital
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 84x/i, regular, isi cukup, kuat angkat
Pernafasan : 20x/i, regular
Suhu : 36,7oC

Pemeriksaan Fisik Ophtalmologi

Pemeriksaan Okuli Dekstra (OD) Okuli Sinistra (OS)


Visus 6/6 1/60 S+2.00 C-2.00 x
85 6/20 add +3.00
Supra cilia
Madarosis Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Palpebra superior
Edema Tidak ada Tidak ada
Spasme Tidak ada Tidak ada
Hiperemi Tidak ada Tidak ada
Entropion Tidak ada Tidak ada
Ektropion Tidak ada Tidak ada
Benjolan Tidak ada Tidak ada
Palpebra inferior
Edema Tidak ada Tidak ada
Hiperemi Tidak ada Tidak ada
Enteropion Ada Tidak ada
Ekteropion Tidak ada Tidak ada
Jaringan Parut Tidak ada Tidak ada
Pungtum lakrimalis
Pungsi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Benjolan Tidak ada Tidak ada
13

Konjungtiva palpebra superior


Hiperemis Tidak ada Tidak ada
Folikel Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Benjolan Tidak ada Tidak ada
Sekret Tidak ada Tidak ada
Papil Tidak ada Tidak ada
Konjungtiva palpebra inferior
Hiperemis Ada Tidak ada
Folikel Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Benjolan Tidak ada Tidak ada
Konjungtiva bulbi
Kemosis Tidak ada Tidak Ada
Injeksi Konjungtiva Tidak ada Tidak Ada
Injeksi Silier Tidak ada Tidak Ada
Perdarahan di bawah konjungtiva Tidak ada Tidak ada
Pterigium Tidak ada Tidak ada
Pinguecula Tidak ada Tidak ada
Sklera
Warna Normal Normal
Pigmentasi Tidak ada Tidak ada
Limbus
Arkus senilis Tidak ada Tidak ada
Kornea
Edema Tidak ada Tidak Ada
Infiltrat Tidak ada Tidak Ada
Ulkus Tidak ada Tidak Ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Pterigium Tidak ada Tidak ada
Bilik Mata Depan
Kejernihan Jernih Jernih
Kedalaman Dalam Dalam
Hipopion Tidak ada Tidak Ada
14

Iris/Pupil
Refleks cahaya langsung (+) (+)
Refleks cahaya tidak langsung (+) (+)
Lensa
Kejernihan Jernih Keruh
Dislokasi/subluksasi Tidak ada Tidak ada
Pergerakan bola mata Dalam batas normal Dalam batas normal
Vitreous Jernih Jernih
Fundus Retina baik Retina baik

3.4. Resume
Pasien perempuan 63 tahun datang dengan keluhan mata merah, nyeri dan sensasi
berpasir pada mata kanan karena kelopak mata bawah kanan tergulung ke bawah
sehingga mengenai permukaan mata. Keluhan yang sama juga pernah dialami
pada mata kiri dan suudah dilakukan operasi pada mata kiri. Riwayat penyaki
mata sebelumnya seperti infeksi, trauma, maupun perdarahan pada mata kiri
disangkal. Pada pemeriksaan lokalis mata adalah sebagai berikut:
PEMERIKSAAN LOKAL

OD Pemeriksaan OS
6/6 Visus 1/60 S+2.00 C-2.00 x 85
6/20 add +3.00
Tergulung ke dalam Palpebra Tenang
Tenang Konjungtiva Tenang
Jernih Kornea Jernih
Limbus
Dalam Bilik Mata Depan Dalam
Bulat, reguler Iris Bulat, reguler
Isokor, Refleks cahaya Pupil Isokor, Refleks cahaya
(+) (+)
Jernih Lensa Jernih
Normal perpalpasi Tekanan Intraokuli Normal perpalpasi
15

3.5. Diagnosis
Entropion OD

3.6. Tata Laksana


Pembedahan : operasi koreksi entropion OD
Medikamentosa:
 Cefadroxil 2x500 mg
 Moxifloxacin 4 gtt 1 OD
 Natrium diclofenac 2 x 500 mg

3.7. Foto Klinis

Gambar 3.1 Mata Kanan dan Kiri


BAB IV
ANALISA MASALAH

Pasien perempuan umur 63 tahun datang dengan keluhan mata kanan nyeri dan
kemerahan yang diakibatkan oleh kelopak mata kanan bawah tergulung ke dalam. Berdasarkan
teori sebelumnya telah diketahui bahwa entropion lebih sering ditemukan pada perempuan
dibandingkan laki-laki karena ukuran tarsal plate pada perempuan yang lebih kecil. Hasil
penelitian ini juga menunjukkan hal yang sama dengan penelitian sebelumnya bahwa entropion
lebih sering ditemukan pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki. 5
Kasus ini selaras dengan teori yang sudah ada sebelumnya bahwa entropion involusional
lebih sering ditemukan pada usia diatas 60 tahun. Usia terbanyak ditemukan entropion secara
kesuluruhan berkisar pada usia 63-70 tahun. Apabila dilihat dari klasifikasi entropion tertentu,
entropion involusional lebih sering ditemukan pada usia diatas 60 tahun dengan presentase
sebesar 83,3% dan entropion sikatrik lebih sering ditemukan pada usia dibawah 60 tahun dengan
presentase sebesar 80%. 5,9

Entropion involusional disebabkan karena perubahan degeneratif dari struktur palpebra


pada usia lanjut. Perubahan degeneratif yang terjadi seperti penipisan dari tarsal plate, kelemahan
dari otot retraktor dan otot orbikularis okuli, penipisan dari septum orbita, kelemahan horizontal
progresif dari tarsus dan tendon canthal, disinsersi retraktor kelopak mata bawah, dan orbicularis
preseptal yang berlebihan dll. dimana semua perubahan tersebut lebih sering terjadi pada usia
diatas 60 tahun.. Atrofi lemak umum dengan enophthalmos dan peningkatan tekanan aposisi
selama penutupan paksa kelopak mata mungkin juga berperan. 9
Terdapat kelainan berupa kelopak mata bawah tergulung ke dalam. Normalnya bulu mata
atau silia melengkung ke arah luar, tetapi pada kasus ini bulu mata melengkung ke dalam, margo
palpebra inferior oculi dextra melipat ke dalam sehingga bulu mata yang tumbuh di daerah ini
pun ikut melipat ke dalam Hal ini sesuai dengan teori bahwa entropion involusional lebih sering
pada palpebra inferior dikarenakan ukuran tarsal plate pada palpebra inferior yang lebih kecil
dibandingkan dengan palpebra superior, dimana tarsal plate berfungsi untuk menyokong
palpebra. Semakin kecil ukuran tarsal plate maka akan semakin tidak stabil palpebra sehingga
memudahkan tepi palpebra mengalami pelipatan ke arah dalam. 5

16
Hasil anamnesis diketahui juga mengalami sensasi mata kanan seperti mata berpasir dan
banyak air mata. Gejala seperti pandangan kabur, ketidaknyamanan, sensasi benda asing,
kemerahan, gatal, hiperlakrimasi dan discharge pada entropion dapat terjadi karena silia da
keratin dapat menggesek permukaan bola mata akibat kontak langsung dengan bagian palpebra
yang tergulung. Entropion dikarakteristikkan dengan gesekan terus-menerus pada tepi kelopak
mata, bulu mata dan kulit terhadap permukaan bola mata yang menghasilkan suatu inflamasi
abrasi konjungtiva dan abrasi. Hal ini dapat menimbulkan kersakan epitel yang persisten, ulkus
kornea, hingga ke keadaan yang lebih parah seperti perforasi.9,6,7
Pasien pernah mengalami keluhan yang sama pada mata sebelahnya dan sudah dilakukan
operasi pada bulan November 2021. Riwayat trauma, infeksi, inflamasi pada mata disangkal. Hal
ini mengarahkan bahwa kemungkinan jenis entropion yang dialami pasien merupakan entropion
involusional karena satu-satunya faktor yang berperan adalah penuaan. Tipe entropion yang
sering ditemukan adalah entropion involusional dibandingkan tipe entropion lainnya.Entropion
lebih sering mengenai 1 mata dibandingkan 2 mata dengan presentase masing-masing sebesar
66,7% dan 33,3%. Pasien tidak menglami spasme pada kelopak mata sehingga entropion tipe
spastik akut disangkal. Keluhan baru dialami satu bulan ini sehingga kemungkinan entropion tipe
kongenital bisa disingkirkan. Tidak adanya riwaya trauma, inflamasi dan pembedahan
sebelumnya pada mata yang sakit menyingkirkan kmungkinan adanya entropion tipe sikatrik.
Apabila entropion sikatrik disebabkan oleh trakoma, maka entropion sikatrik akan lebih sering
ditemukan pada usia anak-anak hingga dewasa. Sedangkan entropion sikatrik yang disebabkan
oleh sindroma steven jhonson, maka entropion sikatrik akan lebih sering ditemukan pada usia
±35 tahun. 5
Pasien didiagnosis entropion OD dan akan dilakukan koreksi entropion OD. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan hiperemis pada konjungtiva palpebra dan margo palpebra inferior
oculi dekstra melipat ke dalam. Seperti yang dipaparkan mengenai definisi dari entropion dengan
kelainan yang terletak pada kelopak mata yang terputar ke dalam, sedangkan trikiasis merupakan
kelainan dimana silia tumbuh mengarah ke dalam mata tanpa disertai dengan adanya kelainan
pada kelopak mata, sehingga diagnosis banding trikiasis dapat disingkirkan. Meskipun
tatalaksana konservatif menggunakan lubrikan atau pemasangan tape dapat mengurangi gejala
sementara, intervensi bedah diperlukan secara definitif untuk memperbaiki posisi anatomis
kelopak mata. Intervensi bedah diindikasikan apabila terdapat salah satu dari kondisi klinis

17
berikut muncul secara persisten, yaitu iritasi okular berulang, konjungtivitis bakteri, refleks
hipersekresi air mata, keratopati superfisial, keratitis, dan ulkus kornea. 3,9
Tatalaksana yang diberikan pada pasien berupa Cefadroxil 2x500 mg, Moxifloxacin 4 gtt
1 OD, dan Natrium diclofenac 2 x 500 mg. Terapi Moxifloxacin umumnya digunakan sebagai
terapi topikal infeksi mata luar. Terapi ini diberikan kepada pasien untuk mencegah iritasi pada
kornea dan konjungtiva mata akibat gesekan berulang oleh bulu mata atau silia dapat
mempermudah terjadinya infeksi oleh bakteri patogen yag berisiko menyebabkan konjungtivitis.
Ntrium diclofenac bertujuan untuk mengurangi inflamasi dan nyeri.7

18
BAB V
KESIMPULAN

Entropion merupakan inversi margo palpebra, dapat berupa palpebra superior maupun
inferior. Pada kasus ini, pasien diketahui mengalami keluhan berupa nyeri dan kemerahan serta
sensasi berpasir dan hiperlakrimasi pada mata kanan akibat kelopak mata bawah kanan
menggulung ke dalam. Pasien berusia 63 tahun dan tidak adaya riwayat penyakit lainnya
mengarahkan diagnosis entropion involusional oleh karena proses penuaan.

Penegakan diagnosis entropion harus ditegakkan sedini mungkin serta ditatalaksana


sebaik mungkin terkait komplikasi berupa abrasi kornea, keratitis, hingga ulkus kornea yang
terjadi bila terus mengalami gesekan progresif pada permukaan konjungtiva dan kornea.
Tatalaksana berupa konservatif melalui lubrikasi, pemasangan tape, penggunaan botulinum
toksin, hingga tatalaksana baku emas berupa pembedahan koreksi entropion.

19
20

DAFTAR PUSTAKA

1. Imperial College Healthcare NHS. Ectropion and Entropion. NHS. 2022;


(2242):1–3.
2. Feryadi H, Khaizar Y. MALE WITH INVOLUTIONAL ENTROPION OF
INFERIOR EYELID. J Medula Unila. 2014;3(September):23–7.
3. Yaumil Reiza. Diagnosis Dan Tatalaksana Entropion. J Med Utama.
2020;02(01):402–6.
4. Reece Bergstrom; Craig N. Czyz. Entropion. In: National Library of
Medicine. Ohio: Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021.
5. Rachmania A, Iskandar E, Hasyim YE. Prevalensi Entropion di RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang. J Kedokt Sriwij. 2014;46(4):289–94.
6. Han J, Lee S, Shin HJ. Mini-incisional entropion repair for correcting
involutional entropion. Medicine (Baltimore). 2019;98(33):1–5.
7. Farazyta Purnama Sari. Entropion Kelopak Bawah Mata Kanan pada
Wanita Usia 78 Tahun Faraztya. J Medula FK Univ Lampung.
2016;4(4):58–63.
8. Chrstopher DeBacker. Entropion. In: Medscape. 2021.
9. Lo C, Glavas I. Diagnosis and Management of Involutional Entropion. Am
Acad Ophthalmol [Internet]. 2016;25(APRIL):467–72. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21659780
10. Iozzo I, Tengattini V, Antonucci VA. Senile lower lid entropion
successfully treated with botulinum toxin A. J Cosmet Dermatology,.
2016;15:158–61.
11. University Hospitals Coventry and Warwickshire. Entropion. NHS. 2022;
(62).
12. Oxford Eye Hospital. Temporary treatment for Entropion: Information for
patients. Oxford Radcliffe Hosp NHS Trust [Internet]. 2014; Available
from:
https://www.ouh.nhs.uk/patient-guide/leaflets/files/110705entropion.pdf
13. Erdian DN. ENTROPION SENILIS OCULI DEKSTRA, ENTROPION
SIKATRIKS OCULI SINISTRA DAN KATARAK SENILIS IMATUR
OCULI DEKSTRA SINISTRA PADA WANITA 75 TAHUN. J Medula
FK Univ Lampung. 2013;1(4):54–9.

Anda mungkin juga menyukai