Anda di halaman 1dari 38

Laporan Kasus

KATARAK SENILIS IMATUR ODS

Disusun Oleh :

Siti Sabrina (712021006)

Pembimbing
dr.Hj. Hasmeinah Bambang, Sp.M.

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA


RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

Judul:
Katarak Senilis Imatur ODS

Disusun Oleh:
Siti Sabrina, S.Ked
(712021006)

Telah dilaksanakan pada bulan Oktober 2021 sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Ilmu Penyakit Mata
Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang.

Palembang, Oktober 2021


Pembimbing

dr.Hj. Hasmeinah Bambang, Sp.M.

ii
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT, Zat Yang Maha Indah dengan segala
keindahan-Nya, Zat Yang Maha Pengasih dengan segala Kasih Sayang-Nya,
yang terlepas dari segala sifat lemah semua makhluk.
Alhamdulillah berkat kekuatan dan pertolongan-Nya penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Katarak Senilis Immatur ODS”
sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior
(KKS) Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang di Bagian
Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih kepada :
1. dr. Hj. Hasmeinah Bambang, Sp.M selaku pembimbing Kepaniteraan
Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Muhammadiyah
Palembang yang telah memberikan masukan, arahan, serta bimbingan
selama penyusunan referat ini.
2. Orang tua dan saudara tercinta yang telah banyak membantu dengan doa
yang tulus dan memberikan bantuan moral maupun spiritual.
3. Rekan-rekan co-assistensi atas bantuan dan kerjasamanya.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini masih
banyak kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat kami harapkan.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang telah
diberikan dan semoga referat ini dapat bermanfaat bagi semua dan
perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam lindungan
Allah SWT. Amin.

Palembang, Oktober 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN..................................................................................ii
KATA PENGANTAR..............................................................................................iii
DAFTAR ISI.............................................................................................................iv

BAB I. PENDAHULUAN........................................................................................ 1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Lensa........................................................................................... 3
2.2. Fisiologi Lensa........................................................................................... 6
2.3. Metabolisme Lensa Normal....................................................................... 7
2.4. Tajam Penglihatan......................................................................................
2.5. Katarak....................................................................................................... 8
2.5.1. Definisi Katarak.............................................................................. 9
2.5.2. Epidemiologi Katarak.....................................................................
2.5.3. Klasifikasi Katarak.......................................................................... 10
2.5.4. Faktor Resiko Katarak..................................................................... 14
2.5.5. Patofisiologi Katarak Senilis........................................................... 14
2.5.6. Manifestasi Klinis Katarak.............................................................. 17
2.5.7. Penatalaksanaan Katarak................................................................. 18

BAB III. LAPORAN KASUS.................................................................................. 26


BAB IV. ANALISA KASUS.................................................................................... 33
BAB V. KESIMPULAN........................................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 37

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Katarak merupakan penyebab utama kebutaan di seluruh dunia yang


sebenarnya dapat dicegah. Penyakit katarak merupakan penyakit mata yang
ditandai dengan kekeruhan lensa mata sehingga mengganggu proses masuknya
cahaya ke mata.1
World Hearth Organization (WHO), sedikitnya terdapat 135 juta orang yang
mengalami disabilitas penglihatan yang sangat signifikan dan terdapat lebih dari
50 juta orang buta di seluruh dunia saat ini, dengan penyebab kebutaan terbanyak
adalah katarak (51%).2 Pada tahun 2010, prevalensi katarak di Amerika Serikat
adalah 17,1%. Katarak paling banyak mengenai ras putih (80%) dan perempuan
(61%).3 Menurut hasil survei Riskesdas 2013, prevalensi katarak di Indonesia
adalah 1,4%, dengan responden tanpa batasan umur.4
Katarak disebabkan oleh beberapa faktor seperti fisik, kimia, penyakit
predisposisi, genetik, gangguan perkem-bangan, infeksi virus dimasa
pertumbuhan janin, dan usia. Berdasarkan usia katarak dapat diklasifikasikan
atas:katarak kongenital, yaitu katarak yang sudah terlihat pada usia di bawah 1
tahun; katarak juvenil yaitu katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun; dan katarak
senilis yang disebabkan karena usia tua. Pada keadaan ini umumnya katarak
timbul pada saat usia 50 tahun keatas. Katarak senilis dibagi dalam empat
tingkatan, yaitu: insipen, imatur, matur, dan hipermatur.5
Katarak senilis sampai sejauh ini merupakan bentuk katarak yang paling
sering didapatkan, yaitu sekitar 90% dari insiden katarak seluruhnya. Keadaan ini
merupakan salah satu penyebab kebutaan terbesar di dunia saat ini.6
Penyakit katarak dapat dicegah dengan menjauhi faktor risiko (faktor yang
memudahkan timbulnya katarak) yang meliputi diabetes melitus, terpapar sinar
ultraviolet, merokok, serta trauma pada bola mata. Katarak merupakan kasus
umum penderita diabetes melitus karena kondisi hiperglikemi mengakibatkan
akumulasi sorbitol yang menutupi permukaan lensa.7
Pekerjaan dalam hubungannya dengan paparan sinar matahari, sinar
ultraviolet, yang berasal dari sinar matahari (>4 jam) akan diserap oleh protein

5
6

lensa terutama asam amino aromatik, yaitu triptofan, fenil alanin dan tirosin dan
kemudian akan menimbulkan reaksi fotokimia sehingga terbentukradikal bebas
atau spesies oksigen yang bersifat sangat reaktif. Reaksi oksidatif ini akan
mengganggu struktur protein pada lensa sehingga terjadi cross linkantar dan intra
protein dan menambah jumlah high molecular weight protein yang menyebabkan
agregasi protein, kemudian akan menimbulkan kekeruhan lensa atau yang disebut
katarak.7
Menurut Amanda (2015), seseorang yang merokok 10 batang atau lebih per
harinya mempunyai risiko 2 kali lebih banyak mengalami katarak.7

6
7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Lensa


Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskuler, tak berwarna dan hamper
transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameter 9 mm. Dibelakang iris
lensa digantung oleh zonula yang menghubungkan dengan korpus ciliaris.
Dianterior lensa terdapat humor aquaeus; disebelah posteriornya, vitreus. Kapsul
lensa adalah membran yang semipermeable (sedikit lebih permiabel dari pada
kapiler) yang menyebabkan air dan elektrolit masuk. Didepan lensa terdapat
selapis tipis epitel supkapsuler. Nucleus lensa lebih tebal dari korteksnya.
Semakin bertambahnya usia laminar epitel supkapsuler terus diproduksi sehingga
lensa semakin besar dan kehilangan elastisitas.8,9

Gambar 2.1. Anatomi Lensa 10

Lensa dapat membiaskan cahaya karena indeks bias sekitar 1,4 pada sentral
dan 1,36 pada perifer. Hal ini berbeda dari dengan aqueous dan vitreus yang
mengelilinginya. Pada tahap tidak berakomodasi, lensa memberikan kontribusi
sekitar 15-20 dioptri (D) dari sekitar 60 D kekuatan konvergen bias mata manusia
rata-rata.11 Lensa terdiri dari 65% air dan 35% protein (tertinggi kandungan nya di
antara seluruh tubuh) dan sedikit sekali mineral. Kandungan kalium lebih tinggi
pada lensa dibanding area tubuh lainnya. Asam askorbat dan glutation terdapat
dalambentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh
darah, atausaraf pada lensa.9

7
8

2.2. Fisiologi Lensa


Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Untuk
memfokuskan cahaya yang datang dari jauh m. ciliaris berelaksasi, menegangkan
serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai ukuran
terkecil; dalam posisi ini daya refraksi lensa diperkecil sehingga berkas cahaya
akan terfokus pada retina. Sementara untuk cahaya yang berjarak dekat m.ciliaris
berkontrasi sehingga tegangan zonula berkurang, artinya lensa yang elastis
menjadi lebih sferis diiringi oleh peningkatan daya biasnya. Kerja sama fisiologis
antara korpus siliaris, zonula dan lensa untuk memfokuskan benda jatuh pada
retina dikenal dengan akomodasi. Hal ini berkurang seiring dengan bertambahnya
usia.9,10

2.3. Metabolisme Normal Lensa


Proses metabolisme glukosa di dalam lensa akan mempengaruhi transparansi
lensa. Metabolisme dalam lensa dilakukan melalui beberapa jalur, glikosis
anaerob (78%), Hexose Monophosphate Shunt (HMPShunt) (5%) dan jalur
sorbitol (5%). Secara keseluruhan glukosa dalamlensa akan dirubah menjadi
fruktosa dalam proses metabolismenya. Dalam jalur HMP shunt akan terbentuk
nicotinamide adenine dinucleotide phosphate (NADPH) yang akan digunakan
untuk merubah glukosa menjadi sorbitol oleh enzim aldose reduktase (AR) pada
jalur sorbitol. Peningkatan AR dapat menyebabkan pembentukan kristal katarak
pada manusia.12,13
Selain itu keseimbangan air dan kation (sodium dan kalium) juga akan
mempengaruhi transparansi lensa. Kedua kation ini berasal dari humor aqueous
dan vitreous humor. Perbedaan kadar kalium yang lebih tinggi pada bagian
anterior akan menyebabkan pergerakan ion kalium menuju bagian posterior dan
keluar menuju aquoeus humor. Dari bagian luarnatrium / sodium akan masuk
menuju bagian anterior lensa.12,13

2.4. Tajam Penglihatan


Tajam penglihatan atau visus secara umum didefinisikan sebagai
suatukemampuan mata atau daya refraksi mata untuk melihat suatu objek. Visus

8
9

dipergunakan untuk menentukan penggunaan kacamata, visus penderita bukan


saja memberi pengertian tentang optiknya (kacamata) tetapi mempunyai arti yang
lebih luas yaitu memberikan keterangan tentang baik buruknya fungsi mata secara
keseluruhan.5
Pemeriksaan tajam penglihatan merupakan pemeriksaan fungsi mata.
Gangguan penglihatan memerlukan pemeriksaan untuk mengetahui sebab
kelainan mata yang mengakibatkan turunnya tajam penglihatan. Tajam
penglihatan perlu dicatat pada setiap mata yang memberikan keluhan mata. Untuk
mengetahui tajam penglihatan seseorang, dapat dilakukan menggunakan kartu
Snellen dan bila penglihatan kurang maka tajam penglihatan diukur dengan
menentukan kemampuan melihat jumlah jari (hitung jari), ataupun proyeksi sinar.
Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan pada mata tanpa atau dengan kacamata
dan setiap mata diperiksa terpisah. Biasakan memeriksa tajam penglihatan kanan
terlebih dahulu kemudian kiri lalu mecatatnya. 5
Ketajaman penglihatan diukur dengan memperlihatkan objek dalam
berbagai ukuran, alat yang umum digunakan adalah kartu snellen yang terdiri atas
deretan huruf acak yang tersusun mengecil untuk menguji penglihatan jauh.
Setiap baris diberi angka yng sesuai dengan suatu jarak (dalam kaki atau meter),
yaitu jarak yang memungkinkan semua huruf dalam baris tersebut terbaca oleh
mata normal. Berdasarkan WHO (2012), klasifikasi gangguan penglihatan yang
digunakan adalah berdasarkan tajam penglihatan. Seseorang dikatakan Low vision
jika tajam penglihatan berkisar <6/18 - ≥3/60 dan buta dikatakan jika tajam
penglihatan kurang dari 3/60.5

2.5. Katarak
2.5.1. Definisi Katarak
Katarak berasal dari bahasa yunani katarrhakies, bahasa Inggris cataract
dan bahasa latin cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia
disebut bular karena penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang
keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa mata yang dapat
terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa mata
atau akibat kedua-duanya.5

9
10

2.5.2. Epidemiologi Katarak


World Hearth Organization (WHO), sedikitnya terdapat 135 juta orang
yang mengalami disabilitas penglihatan yang sangat signifikan dan terdapat
lebih dari 50 juta orang buta di seluruh dunia saat ini, dengan penyebab
kebutaan terbanyak adalah katarak (51%).2 Pada tahun 2010, prevalensi katarak
di Amerika Serikat adalah 17,1%. Katarak paling banyak mengenai ras putih
(80%) dan perempuan (61%).3 Menurut hasil survei Riskesdas 2013, prevalensi
katarak di Indonesia adalah 1,4%, dengan responden tanpa batasan umur.4

2.5.3. Klasifiksi Katarak


A. Klasifikasi Berdasarkan Usia
1. Katarak Kongenital
Katarak kongenital merupakan katarak atau kekeruhan pada lensa
yang sudah didapat sejak masih didalam kandungan hingga 1 tahun.
Katarak kongenital umunya tidak meluas dan sangat jarang
mengakibatkan keruhnya seluruh lensa. Letak kekeruhan tergantung
dari letak dan waktu terjadinya kelainan lensa. Katarak kongenital ini
juga dapat terjadi bersamaan dengan proses penyakit pada ibu yang
sedang mengandung seperti rubella.5,12,13
2. Katarak Juvenil
Katarak juvenil merupakan jenis katarak yang terdapat pada anak–
anak yang didapat setelah lahir (1 tahun) hingga umur dibawah 20
tahun. Katarak juvenil terjadi sangat jarang dan biasanya terjadi
akibat adanya kesalahan pada proses perkembangan serat lensa yang
baru sehingga didapatkan seratlensa yang lembek dan seperti bubur,
sering disebut sebagai soft cataract.Katarak juvenil ini sering
dianggap sebagai manifestasi dari penyakit keturunan lainnya.
Tindakan akan dilakukan pada penderita katarak juvenil akan
dilakukan bila sudah mengganggu penglihatan karena ditakutkan
akan mengakibatkan ambliopia.Tindakan yang dilakukan adalah
pembedahan. 5,12,13
3. Katarak Presenilis

10
11

Katarak senilis merupakan katarak yang terjadi akibat proses


penuaan seseorang yang terjadi akibat adanya perubahan
pembentukan lensa, terjadi pada orang dengan usia diantara 30-40
tahun.Proses pembentukan katarak pada usia tua terjadi akibat
adanya perkembangan seratlensa yang akan terus bertambah.
Pertumbuhan serat lensa yang baru ini akan menyebabkan adanya
pergeseran dan penekanan serat lensa yang lama ke arah nukleus
sehingga meningkatkan densisitas lensa dan akan menyebabkan
kekeruhan pada lensa.5,12,13
4. Katarak Senilis
Katarak senilis merupakan katarak yang terjadi akibat proses
penuaan seseorang yang terjadi akibat adanya perubahan
pembentukan lensa, terjadi pada orang dengan usia diatas 40
tahun.Hal ini ditandai dengan adanya bertambah tebalnya nukleus
lensa. Penebalan nukleus disebabkan karena adanya pergeseran dan
penekanan serat lensa tua ke nukleus. Secara klinis proses penuaan
ini sebenarya sudah terjadi sejak dekade 4 kehidupan manusiadimana
terjadinya proses pelemahan akomodasi lensa yang ditandai adanya
presbiopia.5,12,13
B. Berdasarkan Lokasi Kekeruhan
1. Katarak nuklearis
Katarak nuklearis ditandai dengan kekeruhan sentral dan
perubahan warna lensa menjadi kuning atau cokelat secara progresif
perlahan-lahan yang mengakibatkan turunnya tajam penglihatan.
Derajat kekeruhan lensa dapat dinilai menggunakan slitlamp.
Katarak jenis ini biasanya terjadi bilateral, namun dapat juga
asimetris. Perubahan warna mengakibatkan penderita sulit untuk
membedakan corak warna. Katarak nuklearis secara khas lebih
mengganggu gangguan penglihatan jauh daripada penglihatan dekat. 1
Nukleus lensa mengalami pengerasan progresif yang menyebabkan
naiknya indeks refraksi, dinamai miopisasi. Miopisasi menyebabkan

11
12

penderita presbiopia dapat membaca dekat tanpa harus mengenakan


kacamata, kondisi ini disebut sebagai second sight.1,14,15

Gambar 2.2. Katarak Nukelaris 1

2. Katarak kortikal
Katarak kortikal berhubungan dengan proses oksidasi dan
presipitasi protein pada sel-sel serat lensa. Katarak jenis ini biasanya
bilateral, asimetris, dan menimbulkan gejala silau jika melihat ke
arah sumber cahaya. Tahap penurunan penglihatan bervariasi dari
lambat hingga cepat. Pemeriksaan slitlamp berfungsi untuk melihat
ada tidaknya vakuola degenerasi hidropik yang merupakan
degenerasi epitel posterior, dan menyebabkan lensa mengalami
elongasi ke anterior dengan gambaran seperti embun.1,14,15

Gambar 2.1. Katarak Kortikal 1

3. Katarak subkapsuler
Katarak ini dapat terjadi di subkapsuler anterior dan posterior.
Pemeriksaannya menggunakan slitlamp dan dapat ditemukan

12
13

kekeruhan seperti plak di korteks subkapsuler posterior. Gejalanya


adalah silau, penglihatan buruk pada tempat terang, dan penglihatan
dekat lebih terganggu daripada penglihatan jauh.1,14,15

Gambar 2.2. Katarak Subkapsuler 1


C. Berdasarkan Stadium Katarak
1. Katarak Insipiens
Kekeruhan tampak seperti bercak–bercak halus yang menyebar
dengan daerah jernih diantaranya. Kekeruhan ini biasanya terletak di
korteks anterior atau posterior. Keluhan yang paling sering muncul
adalah poliopia disebabkan adanya ketidaksamaan indeks refraksi
pada seluruh lensa. 5,12,13
2. Katarak Immatur
Pada katarak immatur kekeruhan terlihat menebal namun belum
rata pada keseluruhan lensa, masih terdapat bagian jernih
diantaranya. Selain itu mulai terlihat adanya hidrasi kornea yang
menyebabkan bertambah cembungnya lensa. Pertambahan
kecembungan lensa ini akan menyebabkan terjadinya miopisasi yang
dapat mempengaruhi status refraksi seseorang. Selain itu
kecembungan lensa yang bertambah (intumesensi) menyebabkan
pendorongan iris ke depan sehingga menyempitkan bilik matadepan
dan dapat menyebabkan glaukomas ekunder (fakomorfik).5,12,13
3. Katarak Matur
Pada katarak matur proses degenerasi terus berjalan, sehingga
menyebabkan terjadinya pengeluaran air yang akan keluar bersama
dengan hasil disintegrasi lensa melalui kapsul. Lensa akan berukuran

13
14

normal kembali. Pada stadium ini akan terlihat lensa berwarna sangat
putih secara menyeluruh karena adanya deposit kalsium. 5,12,13
4. Katarak Hipermatur
Bila degenerasi masih berlanjut maka korteks lensa dapat mencair
dan keluar melalui kapsul lensa. Hal ini dapat mengakibatkan
pengeriputan lensa dan mencairnya korteks danakan menyebabkaan
nukleus turun kebawah (Katarak Morgagni) serta iris bergetar
(tremulans). Selain itu massa lensa yang keluardapat mengakibatkan
uveitis fakotoksik dan glaukoma fakolitik. 5,12,13

Tabel 2.1. Perbedaan stadium katarak.5


Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan lensa Normal Bertamba Normal Berkurang
h (air (air+masa lensa
masuk) berkurang
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik mata Normal Dangkal Normal Dalam
depan
Sudut bilik mata Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow test Negatif Positif Negatif Pseudopos
Penyulit - Glaukoma - Uveitis +
Glaukoma

D. Berdasarkan Etiologi
1. Katarak Komplikata 5,12
Katarak komplikata timbul karena adanya penyakit intraokular,
penyakit di bagian tubuh lainnya (penyakit ekstraokular), dan faktor
lingkungan. Penyakit intraokular yang paling sering menyebabkan
kekeruhan lensa adalah iridosiklitis, glaukoma,ablasio retina, miopia
tinggi, uveitis. Biasaya kekeruhan lensahanya terdapat pada satu
mata.
Penyakit umum yang sering menimbulkan katarak adalah diabetes
mellitus, galaktosemia, hipoparatiroid, miotonia distrofia ,tetani
infantil. Bisanya timbul pada usia yang lebih muda danmengenai

14
15

kedua mata. Katarak pada pasien diabetes mellitus dapat terjadi


dalam 3 bentuk:
1) Pada pasien dengan dehidrasi berat, hiperglikemia dan asidosis
akan terlihat kekeruhan berupa garis akibat kapsul lensa yang
berkerut. Kekeruhan ini akan hilang setelah terjadi rehidrasi dan
kadar gula normal kembali.
2) Pasien diabetes mellitus juvenil dan tua tidak terkontrol akan
terlihat pembentukan katarak secara serentak pada kedua mata
dalam 48 jam, berbentuk snow flake atau piring subkapsular.
3) Bila pada katarak pasien diabetes mellitus dewasa dengan
gambaran histopatologik dan biokimia yang sama, maka bentuk
katarak seperti pasien non diabetes.
2. Katarak Sekunder 5,16,17
Sering disebut after cataract. Merupakan kekeruhan lensa yang
timbul setelah ekstraksi katarak ekstrakapsular atau setelah
emulsifikasi fako. Terlihat adanya penebalan kapsul posterior akibat
proliferasi sel–sel radang pada sisa–sisa korteks yang tertinggal.
3. Katarak Trauma 5,12,13
Kekeruhan lensa terjadi akibat adanya trauma pada bola mata.
Paling sering terlihat dengan kekeruhan berbentuk bintang pada
subkapsular anterior. Jarak antara kekeruhan dengan kapsul anterior
dapat memberikan gambaran kapan trauma tersebut terjadi. Perforasi
pada trauma lensa akan memberikan suatu gambaran khas
“perforation rossete” kekeruhan berwarna kemerahan dengan bentuk
menyerupai bintang pada supkapsular posterior.
4. Katarak Terinduksi Obat 12,13
Corticosteroid–induced subcapsular cataract merupakan efek
samping yang sering ditemukan pada pemakaian kortikosteroid
topikal jangka panjang. Katarak timbul karena ada ikatan kovalen
antara steroid dan protein lensa yang menyebabkan oksidasi protein
struktural.
5. Katarak karena Radiasi 5,12

15
16

Faktor lingkungan juga kan berpengaruh pada pembentukan


katarak. Kondisi lingkungan yang memiliki banyak polutan akan
meningkatkan resiko terkena katarak. Selain itu kadar radiasi
yangada pada lingkungan juga akan mempengaruhi pembentukan
katarak. Banyaknya paparan sinar UV, terutama sinar UVB, juga
sangat berpengaruh pada pembentukan katarak dibandingkan dengan
faktor lingkungan yang lain. Semakin banyak mata terpapar langsung
dengan sinar UVB maka resiko terkena katarak semakin besar.

2.5.4. Faktor Resiko Katarak


A. Ada riwayat keluarga terkena katarak 5,13
Riwayat keluarga katarak akan meningkatkan risiko terkena
katarak. Seseorang dengan riwayat keluarga katarak akan memiliki gen
autosomal dominan untuk katarak. Sehingga memiliki risiko lebih tinggi
terkena katarak.
B. Adanya kelainan metabolik yaitu diabetes melitus dan galaktosemia
5,10,18,19

Adanya kelainan metabolik tubuh akan menyebabkan gangguan


metabolik lensa. Proses metabolisme lensa digunakan untuk menjaga
transparansi lensa, sehingga apabila metabolisme lensa terganggu akan
menyebabkan turunnya transparansi lensa.
C. Pemakaian kortikosteroid 17
Perjalanan steroid menyebabkan katarak belum terlalu jelas.Namun
diduga bahwa steroid akan menyebabkan perubahan transkripsi gen pada
epitel lensa sehingga mempengaruhi perubahan–perubahan sel lensa.
Perubahan sel lensa ini dapat mempercepat perubahan densitas lensa
akibat perubahan perkembangan serat lensa.
D. Faktor lingkungan 20
Faktor lingkungan yang paling berpengaruh adalah banyaknya
sinar UV yang terpapar pada mata kita. Sinar UVB dapat meningkatkan
percepatan pembentukan katarak. Namun belum adayg dapat

16
17

menjelaskan dengan pasti bagaimana perjalanan pengaruh UVB terhadap


pembentukan katarak.
E. Umur, semakin tua umur semakin berisiko terkena katarak. 5,12,19
Seiring dengan pertambahan usia berjalan pula perkembangan serat
lensa. Serat lensa yang tua akan bergeser dan ditekankan kearah nukleus.
Semakin tua maka densitas lensa akan meningkat dan menyebabkan
terjadinya kekeruhan lensa.
F. Riwayat trauma mata 21
Trauma pada mata seperti trauma langsung pada mata,tersengat
listrik, ataupun terkena radiasi yang terionisasi dapat menyebabkan
pergeseran dan sublukasi lensa yang dapat memicu terjadinya
kekeruhan lensa. Ketika terjadi trauma pada mata maka akan terjadi
pemendekan diameter antero posterior lensa disertai dengan
pelebaran ekuator lensa. Pelebaran ekuator lensa ini akan
menyebabkan kerusakan pada kapsul lensa, zonula lensa maupun
keduanya dan menyebabkan kekeruhan lensa. Pada beberapa kasus
dimana trauma mata terjadi hingga menembus lensa maka padasaat
kejadian dapat terjadi opafikasi kortikal lensa mata.

2.5.5. Patofisiologi Katarak Senilis


Proses penuaan seseorang akan menyebabkan mulainya
pembentukan katarak terkait usia. Pada usia lebih dari 40 tahun
perubahan lensa akan mulai terjadi. Selama hidup, lensa akan terus
berkembang dan menghasilkan serabut–serabut lensa yang baru.Serabut
lensa tua akan mengalami degenerasi dan dipadatkan menuju nukleus.
Selain itu protein–protein yang terdapat pada lensa akan menjadi water
insoluble sehingga dapat membentuk suatu pigmen coklat kekuningan
pada lensa dan menyebabkan terjadinya kekeruhan. 12,13

2.5.6. Manifestasi Klinis Katarak 10,12,13

17
18

1) Turunnya tajam penglihatan tanpa disertai tanda radang pada mata.


Keparahan penurunan tajam penglihatan tergantung dari letak dan
stadium kekeruhan lensa.
2) Diplopia atau pandangan ganda
3) Pandangan kabur atau berkabut
4) Sensitif terhadap cahaya, yang dikeluhkan pasien adalah rasa silau ketika
melihat cahaya
5) Melihat halo disekitar lampu
6) Sering berganti kacamata
7) Lensa berubah menjadi putih

2.5.7. Penatalaksanaan Katarak


A. Penatalaksanaan Non Bedah
Penatalaksanaan non bedah hanya dilakukan untuk perbaikan visus
sementara waktu saja dan memperlambat proses pembentukan katarak
saja. Penatalaksanaan non bedah dapat dilakukan pada penderita katarak
insipien dan katarak immatur.22
Penatalaksaan yang dilakukan adalah observasi dan
medikamentosa untuk mengurangi keluhan atau penyulit saja.
Medikamentosa yang diberikan adalah vitamin A, vitamin C,vitamin E
dan antioksidan untuk memperlambat progresifitas katarak.22
Penatalaksanaan non bedah untuk visus lebih baik atausama
dengan 6/12, yaitu pemberian kacamata dengan koreksi terbaik.Jika
visus masih lebih baik dari 6/12 tetapi sudah mengganggu untuk
melakukan aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan pasien atau ada
indikasi medis lain untuk operasi, dapat dilakukan operasi katarak.22

B. Penatalaksanaan Bedah
Tujuan tindakan bedah katarak adalah untuk mengoptimalkan
fungsi penglihatan. Keputusan melakukan tindakan bedah tidak spesifik
tergantung dari derajat tajam penglihatan, namun lebih pada berapa besar
23
penurunan tersebut mengganggu aktivitas pasien. Indikasi lainnya

18
19

adalah bila terjadi gangguan stereopsis, hilangnya penglihatan perifer,


rasa silau yang sangat mengganggu, dan simtomatik anisometrop. 23
Indikasi medis operasi katarak adalah bila terjadi komplikasi antara
lain: glaukoma fakolitik, glaukoma fakomorfik, uveitis fakoantigenik,
dislokasi lensa ke bilik depan, dan katarak sangat padat sehingga
menghalangi pandangan gambaran fundus karena dapat menghambat
diagnosis retinopati diabetika ataupun glaukoma. 23
Beberapa jenis tindakan bedah katarak :
1. Ekstraksi Katarak Intrakapsuler (EKIK)
EKIK adalah jenis operasi katarak dengan membuang lensa dan
kapsul secara keseluruhan. EKIK menggunakan peralatan sederhana
dan hampir dapat dikerjakan pada berbagai kondisi. Terdapat
beberapa kekurangan EKIK, seperti besarnya ukuran irisan yang
mengakibatkan penyembuhan luka yang lama, menginduksi
astigmatisma pasca operasi, cystoid macular edema (CME), dan
ablasio retina. Meskipun sudah banyak ditinggalkan, EKIK masih
dipilih untuk kasus-kasus subluksasi lensa, lensa sangat padat, dan
eksfoliasi lensa. Kontraindikasi absolut EKIK adalah katarak pada
anak-anak, katarak pada dewasa muda, dan ruptur kapsul traumatik,
sedangkan kontraindikasi relatif meliputi miopia tinggi, sindrom
Marfan, katarak Morgagni, dan adanya vitreus di kamera okuli
anterior. 23
2. Ekstraksi Katarak Ekstrakapsuler (EKEK)
EKEK adalah jenis operasi katarak dengan membuang nukleus dan
korteks lensa melalui lubang di kapsul anterior. EKEK meninggalkan
kantong kapsul (capsular bag) sebagai tempat untuk menanamkan
lensa intraokuler (LIO). Teknik ini mempunyai banyak kelebihan
seperti trauma irisan yang lebih kecil sehingga luka lebih stabil dan
aman, menimbulkan astigmatisma lebih kecil, dan penyembuhan
luka lebih cepat.2 Pada EKEK, kapsul posterior yang intak
mengurangi risiko CME, ablasio retina, edema kornea, serta
mencegah penempelan vitreus ke iris, LIO, atau kornea. 23

19
20

3. Small Incision Cataract Surgery (SICS)


Teknik EKEK telah dikembangkan menjadi suatu teknik operasi
dengan irisan sangat kecil (7-8 mm) dan hampir tidak memerlukan
jahitan, teknik ini dinamai SICS. Oleh karena irisan yang sangat
kecil, penyembuhan relatif lebih cepat dan risiko astigmatisma lebih
kecil dibandingkan EKEK konvensional. SICS dapat mengeluarkan
nukleus lensa secara utuh atau dihancurkan. Teknik ini populer di
negara berkembang karena tidak membutuhkan peralatan
fakoemulsifikasi yang mahal, dilakukan dengan anestesi topikal, dan
bisa dipakai pada kasus nukleus yang padat. Beberapa indikasi SICS
adalah sklerosis nukleus derajat II dan III, katarak subkapsuler
posterior, dan awal katarak kortikal. 23
4. Fakoemulsifikasi
Teknik operasi fakoemulsifikasi menggunakan alat tip ultrasonik
untuk memecah nukleus lensa dan selanjutnya pecahan nukleus dan
korteks lensa diaspirasi melalui insisi yang sangat kecil. Dengan
demikian, fakoemulsifikasi mempunyai kelebihan seperti
penyembuhan luka yang cepat, perbaikan penglihatan lebih baik, dan
tidak menimbulkan astigmatisma pasca bedah. Teknik
fakoemulsifikasi juga dapat mengontrol kedalaman kamera okuli
anterior serta mempunyai efek pelindung terhadap tekanan positif
vitreus dan perdarahan koroid. Teknik operasi katarak jenis ini
menjadi pilihan utama di negara-negara maju. 23

Komplikasi operasi katarak dapat terjadi selama operasi maupun


setelah operasi. Pemeriksaan periodik pasca operasi katarak sangat
penting untuk mendeteksi komplikasi operasi.
Komplikasi selama operasi:
1. Pendangkalan kamera okuli anterior
Pada saat operasi katarak, pendangkalan kamera okuli anterior
(KOA) dapat terjadi karena cairan yang masuk ke KOA tidak cukup,
kebocoran melalui insisi yang terlalu besar, tekanan dari luar bola

20
21

mata, tekanan vitreus positif, efusi suprakoroid, atau perdarahan


suprakoroid. Jika saat operasi ditemukan pendangkalan KOA, hal
pertama yang harus dilakukan adalah mengurangi aspirasi,
meninggikan botol cairan infus, dan mengecek insisi. Bila insisi
terlalu besar, dapat dijahit jika perlu. Tekanan dari luar bola mata
dapat dikurangi dengan mengatur ulang spekulum kelopak mata. Hal
berikutnya adalah menilai tekanan vitreus tinggi dengan melihat
apakah pasien obesitas, bull-necked, penderita PPOK, cemas, atau
melakukan manuver Valsava. Pasien obesitas sebaiknya diposisikan
anti-trendelenburg. 23
2. Posterior Capsule Rupture (PCR)
PCR dengan atau tanpa vitreous loss adalah komplikasi
intraoperatif yang sering terjadi. Studi di Hawaii menyatakan bahwa
0,68% pasien mengalami PCRdan vitreous loss selama prosedur
fakoemulsifikasi. Beberapa faktor risiko PCR adalah miosis, KOA
dangkal, pseudoeksfoliasi, floppy iris syndrome, dan zonulopati.
Apabila terjadi PCR, sebaiknya lakukan vitrektomi anterior untuk
mencegah komplikasi yang lebih berat. PCR berhubungan dengan
meningkatnya risiko cystoid macular edema, ablasio retina, uveitis,
glaukoma, dislokasi LIO, dan endoftalmitis postoperatif katarak. 23
3. Nucleus drop
Salah satu komplikasi teknik fakoemulsifikasi yang paling
ditakutkan adalah nucleus drop, yaitu jatuhnya seluruh atau bagian
nukleus lensa ke dalam rongga vitreus. Jika hal ini tidak ditangani
dengan baik, lensa yang tertinggal dapat menyebabkan peradangan
intraokular berat, dekompensasi endotel, glaukoma sekunder, ablasio
retina, nyeri, bahkan kebutaan. Sebuah studi di Malaysia melaporkan
insidensi nucleus drop pasca fakoemulsifikasi sebesar 1,84%.12
Faktor risiko nucleus drop meliputi katarak yang keras, katarak polar
posterior, miopia tinggi, dan mata dengan riwayat vitrektomi. 23
Komplikasi setelah operasi:
1. Edema kornea

21
22

Edema stromal atau epitelial dapat terjadi segera setelah operasi


katarak. Kombinasi dari trauma mekanik, waktu operasi yang lama,
trauma kimia, radang, atau peningkatantekanan intraokular (TIO),
dapat menyebabkan edema kornea. Pada umumnya, edema akan
hilang dalam 4 sampai 6 minggu. Jika kornea tepi masih jernih, maka
edema kornea akan menghilang. Edema kornea yang menetap
sampai lebih dari 3 bulan biasanya membutuhkan keratoplasti
tembus. 23
2. Perdarahan
Komplikasi perdarahan pasca operasi katarak antara lain
perdarahan retrobulbar, perdarahan atau efusi suprakoroid, dan
hifema. Pada pasien-pasien dengan terapi antikoagulan atau
antiplatelet, risiko perdarahan suprakoroid dan efusi suprakoroid
tidak meningkat. Sebagai tambahan, penelitian lain membuktikan
bahwa tidak terdapat perbedaan risiko perdarahan antara kelompok
yang menghentikan dan yang melanjutkan terapi antikoagulan
sebelum operasi katarak. 23
3. Glaukoma sekunder
Bahan viskoelastik hialuronat yang tertinggal di dalam KOA pasca
operasi katarak dapat meningkatkan tekanan intraokular (TIO),
peningkatan TIO ringan bisa terjadi 4 sampai 6 jam setelah operasi,
umumnya dapat hilang sendiri dan tidak memerlukan terapi anti
glaukoma, sebaliknya jika peningkatan TIO menetap, diperlukan
terapi anti-glaukoma. Glaukoma sekunder dapat berupa glaukoma
sudut terbuka dan tertutup. Beberapa penyebab glaukoma sekunder
sudut terbuka adalah hifema, TASS, endoftalmitis, serta sisa masa
lensa. Penyebab glaukoma sekunder sudut tertutup adalah blok pupil,
blok siliar, glaukoma neovaskuler, dan sinekia anterior perifer. 23
4. Uveitis kronik
Inflamasi normal akan menghilang setelah 3 sampai 4 minggu
operasi katarak dengan pemakaian steroid topikal. Inflamasi yang
menetap lebih dari 4 minggu, didukung dengan penemuan keratik

22
23

presipitat granulomatosa yang terkadang disertai hipopion, dinamai


uveitis kronik. Kondisi seperti malposisi LIO, vitreus inkarserata,
dan fragmen lensa yang tertinggal, menjadi penyebab uveitis kronik.
Tatalaksana meliputi injeksi antibiotik intravitreal dan operasi
perbaikan posisi LIO, vitreus inkarserata, serta pengambilan fragmen
lensa yang tertinggal dan LIO. 23
5. Edema Makula Kistoid (EMK)
EMK ditandai dengan penurunan visus setelah operasi katarak,
gambaran karakteristik makula pada pemeriksaan oftalmoskopi atau
FFA, atau gambaran penebalan retina pada pemeriksaan OCT.1
Patogenesis EMK adalah peningkatan permeabilitas kapiler
perifovea dengan akumulasi cairan di lapisan inti dalam dan
pleksiformis luar. Penurunan tajam penglihatan terjadi pada 2 sampai
6 bulan pasca bedah. 23
6. Ablasio retina
Ablasio retina terjadi pada 2-3% pasca EKIK, 0,5-2% pasca
EKEK, dan <1% pasca fakoemulsifikasi. Biasanya terjadi dalam 6
bulan sampai 1 tahun pasca bedah katarak. Adanya kapsul posterior
yang utuh menurunkan insidens ablasio retina pasca bedah,
sedangkan usia muda, miopia tinggi, jenis kelamin laki-laki, riwayat
keluarga dengan ablasio retina, dan pembedahan katarak yang sulit
dengan rupturnya kapsul posterior dan hilangnya vitreus
meningkatkan kemungkinan terjadinya ablasio retina pasca bedah. 23
7. Endoftalmitis
Endoftalmitis termasuk komplikasi pasca operasi katarak yang
jarang, namun sangat berat. Gejala endoftalmitis terdiri atas nyeri
ringan hingga berat, hilangnya penglihatan, floaters, fotofobia,
inflamasi vitreus, edem palpebra atau periorbita, injeksi siliar,
kemosis, reaksi bilik mata depan, hipopion, penurunan tajam
penglihatan, edema kornea, serta perdarahan retina. Gejala muncul
setelah 3 sampai 10 hari operasi katarak. Penyebab terbanyak adalah
Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus aureus, dan

23
24

Streptococcus. Penanganan endoftalmitis yang cepat dan tepat


mampu mencegah infeksi yang lebih berat. Tatalaksana pengobatan
meliputi kultur bakteri, antibiotik intravitreal spektrum luas, topikal
sikloplegik, dan topikal steroid. 23
8. Toxic Anterior Segment Syndrome
TASS merupakan inflamasi pasca operasi yang akut dan non-
infeksius. Tanda dan gejala TASS dapat menyerupai endoftalmitis,
seperti fotofobia, edema kornea, penurunan penglihatan, akumulasi
leukosit di KOA, dan kadang disertai hipopion. TASS memiliki
onset lebih akut, yaitu dalam 24 jam pasca operasi katarak,
sedangkan endoftalmitis terjadi setelah 3 sampai 10 hari operasi.
TASS juga menimbulkan keluhan nyeri minimal atau bahkan tanpa
nyeri. Beberapa penyebab TASS adalah pembilasan alat-alat operasi
yang tidak adekuat, penggunaan pembersih enzimatik, salah
konsentrasi detergen, ultrasonic bath, antibiotik, epinefrin yang
diawetkan, alat single-use yang digunakan berulang kali saat
pembedahan. Meskipun kebanyakan kasus TASS dapat diobati
dengan steroid topikal atau NSAIDs topikal, reaksi inflamasi terkait
TASS dapat menyebabkan kerusakan parah jaringan intraokular,
yang dapat mengakibatkan kehilangan penglihatan. 23
9. Posterior Capsule Opacification (PCO) / kekeruhan kapsul posterior
PCO merupakan komplikasi pasca operasi katarak yang paling
sering. Sebuah penelitian melaporkan PCO rata-rata terjadi pada
28% pasien setelah lima tahun pasca operasi katarak. Insidensi PCO
lebih tinggi pada anak-anak. Mekanisme PCO adalah karena
tertinggalnya sel-sel epitel lensa di kantong kapsul anterior lensa,
yang selanjutnya berproliferasi, lalu bermigrasi ke kapsul posterior
lensa. Berdasarkan morfologi, terdapat 2 jenis PCO, jenis fibrosis
(fibrosis type) dan jenis mutiara (pearl type). Jenis kedua lebih sering
menyebabkan kebutaan. PCO dapat efektif diterapi dengan
kapsulotomi Nd:YAG laser; beberapa komplikasi prosedur laser ini
seperti ablasio retina, merusak LIO, cystoid macular edema,

24
25

peningkatan tekanan intraokular, perdarahan iris, edema kornea,


subluksasi LIO, dan endoftalmitis. Pencegahan PCO lebih
ditekankan. Teknik operasi pada anak-anak menggunakan
kapsuloreksis posterior (posterior continuous curvilinear
capsulorrhexis) dan vitrektomi anterior telah terbukti menurunkan
kejadian PCO. Pemakaian LIO dengan sisi tajam (sharp-edge optic)
yang terbuat dari akrilik dan silikon, serta penggunaan agen
terapeutik seperti penghambat proteasome, juga menurunkan
kejadian PCO. 23
10. Surgically Induced Astigmatism (SIA)
Operasi katarak, terutama teknik EKIK dan EKEK konvensional,
mengubah topografi kornea dan akibatnya timbul astigmatisma pasca
operasi. Risiko SIA meningkat dengan besarnya insisi (> 3 mm),
lokasi insisi di superior, jahitan, derajat astigmatisma tinggi sebelum
operasi, usia tua, serta kamera okuli anterior dangkal. AAO
menyarankan untuk membuka jahitan setelah 6-8 minggu
postoperatif untuk mengurangi astigmatisma berlebihan. 23
11. Dislokasi LIO (Lensa Intra Okuler)
Angka kejadian dislokasi LIO dilaporkan sebesar 0,19-3,00%.20
Dislokasi LIO dapat terjadi di dalam kapsul (intrakapsuler) atau di
luar kapsul (ekstrakapsuler). 23 Penyebab dislokasi LIO intrakapsuler
adalah satu atau kedua haptik terletak di sulkus, sedangkan beberapa
penyebab dislokasi LIO ekstrakapsuler mencakup pseudoeksfoliasi,
gangguan jaringan ikat, uveitis, retinitis pigmentosa, miopia tinggi,
dan pasien dengan riwayat operasi vitreoretina. 23 Tatalaksana kasus
ini adalah dengan reposisi atau eksplantasi LIO.23

BAB III
LAPORAN KASUS
ANAMNESIS Nama : Neti Ruang : -
Umur : 56 tahun Kelas : -

25
26

Nama Lengkap : Ny. NETI BINTI KARIM


Tanggal Lahir : 01-07-1965
Umur : 56 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl. KM 19 Desa Sebokor RT/RW 007/002 Air
Kumbang Palembang-Banyuasin III

Jenis Kelamin : Perempuan


Pendidikan :-

Dokter yang Merawat : dr. Hj. Hasmeinah, Sp.M


Dokter Muda : Siti Sabrina

Tanggal Pemeriksaan : 28-10-2021

Keluhan Utama : Mata kabur

Keluhan Tambahan : Mata kabur kanan dan kiri seperti berasap sejak 1 tahun
yang lalu dan silau saat melihat cahaya.

1. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke poli mata Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang


dengan keluhan mata kanan kabur seperti berasap sejak 1 tahun yang lalu.
Keluhan disertai mata silau saat melihat cahaya. Keluhan dirasai makin
memberat namun keluhan mata merah, mata berair dan mata nyeri disangkal.
Mata kiri juga mengeluh kabur seperti berasap sejak 1 tahun yang lalu.
Keluhan mata kiri juga disertai mata silau saat melihat cahaya. Keluhan dirasai
makin memberat namun keluhan mata merah, mata berair dan mata nyeri
disangkal. Keluhan riwayat darah tinggi, kencing manis juga disangkal.
Keluhan lain seperti mual dan muntah serta pusing tidak ada.

2. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat kencing manis (-)


Riwayat darah tinggi (-)
Riwayat penggunaan kacamata (-)

26
27

Riwayat operasi mata (-)


Riwayat trauma pada mata (-)

3. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat darah tinggi disangkal


Riwayat kencing manis disangkal
Riwayat penggunaan kacamata disangkal
Riwayat keluhan yang sama pada keluarga disangkal

Nama : Ny. Neti Ruang : -


PEMERIKSAAN FISIK
Umur : 56 tahun Kelas : -

Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital :
- Tekanan Darah : 130/80
- Nadi : 90x/menit
- Laju Napas : 20x/menit
- Suhu : 36,6℃

Status Oftalmologis

OD OS

Shadow test (+) ODS

No. Pemeriksaan OD OS
1. Visus 2/60 2/60
2. Tekanan Intra Okuler 10,9 mmHg 12 mmHg
3. Kedudukan Bola Mata
Posisi Ortoforia Ortoforia

27
28

Eksoftalmus (-) (-)


Enoftalmus (-) (-)
4. Pergerakan Bola Mata
Atas Baik Baik
Bawah Baik Baik
Temporal Baik Baik
Temporal atas Baik Baik
Temporal bawah Baik Baik
Nasal Baik Baik
Nasal atas Baik Baik
Nasal bawah Baik Baik
Nistagmus (-) (-)
5. Palpebrae
Hematom (-) (-)
Edema (-) (-)
Hiperemis (-) (-)
Benjolan (-) (-)
Ulkus (-) (-)
Fistel (-) (-)
Hordeolum (-) (-)
Kalazion (-) (-)
Ptosis (-) (-)
Ektropion (-) (-)
Entropion (-) (-)
Sekret (-) (-)
Trikiasis (-) (-)
Madarosis (-) (-)
6. Punctum Lakrimalis
Edema (-) (-)
Hiperemis (-) (-)
Benjolan (-) (-)
Fistel (-) (-)
7. Konjungtiva Tarsal Superior
Edema (-) (-)
Hiperemis (-) (-)
Sekret (-) (-)
Epikantus (-) (-)
8. Konjungtiva Tarsalis Inferior
Kemosis (-) (-)
Hiperemis (-) (-)
Anemis (-) (-)
Folikel (-) (-)
Papil (-) (-)
Lithiasis (-) (-)
Simblefaron (-) (-)
9. Konjungtiva Bulbi

28
29

Kemosis (-) (-)


Pterigium (-) (-)
Pinguekula (-) (-)
Flikten (-) (-)
Simblefaron (-) (-)
Injeksi konjungtiva (-) (-)
Injeksi siliar (-) (-)
Injeksi episklera (-) (-)
Perdarahan subkonjungtiva (-) (-)
10. Kornea
Kejernihan Jernih Jernih
Edema (-) (-)
Ulkus (-) (-)
Erosi (-) (-)
Infiltrat (-) (-)
Flikten (-) (-)
Keratik presipitat (-) (-)
Macula (-) (-)
Nebula (-) (-)
Leukoma (-) (-)
Leukoma adherens (-) (-)
Stafiloma (-) (-)
Neovaskularisasi (-) (-)
Imbibisi (-) (-)
Pigmen iris (-) (-)
Bekas jahitan (-) (-)
Tes sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
11. Limbus kornea
Arkus senilis (-) (-)
Bekas jahitan (-) (-)
12. Sklera
Sklera biru (-) (-)
Episkleritis (-) (-)
Skleritis (-) (-)
13. Kamera Okuli Anterior
Kedalaman Dalam Dalam
Kejernihan Jernih Jernih
Flare (-) (-)
Sel (-) (-)
Hipopion (-) (-)
Hifema (-) (-)
14. Iris
Warna Kecoklatan Kecoklatan
Gambaran radier Jelas Jelas
Eksudat (-) (-)
Atrofi (-) (-)

29
30

Sinekia posterior (-) (-)


Sinekia anterior (-) (-)
Iris bombe (-) (-)
Iris tremulans (-) (-)
15. Pupil
Bentuk Bulat Bulat
Besar ±3mm ±3mm
Regularitas Reguler Reguler
Isokoria Isokor Isokor
Letak Central Central
Refleks cahaya langsung (+) (+)
Seklusio pupil (-) (-)
Oklusi pupil (-) (-)
Leukokoria (-) (-)
16. Lensa
Kejernihan Keruh Keruh
Shadow test (-) (-)
Refleks kaca (-) (-)
Luksasi (-) (-)
Subluksasi (-) (-)
Pseudofakia (-) (-)
Afakia (-) (-)
17. Funduskopi
Refleks fundus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Papil Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- warna papil Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- bentuk Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- batas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Retina Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- perdarahan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- eksudat Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Makula lutea Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Pemeriksaan Penunjang:
Perencanaan pemeriksaan penunjang :
Pemberian midriatil dilanjutkan dengan pemeriksaan funduskopi

RINGKASAN ANAMNESIS DAN Nama : Ny. Neti Ruang : -


PEMERIKSAAN JASMANI Umur : 56 tahun Kelas : -

Daftar Masalah:
Pasien datang ke poli mata Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang dengan
keluhan mata kanan kabur seperti berasap sejak 1 tahun yang lalu. Keluhan disertai

30
31

mata silau saat melihat cahaya. Keluhan dirasai makin memberat namun keluhan
mata merah, mata berair dan mata nyeri disangkal.
Mata kiri juga mengeluh kabur seperti berasap sejak 1 tahun yang lalu.
Keluhan mata kiri juga disertai mata silau saat melihat cahaya. Keluhan dirasai
makin memberat namun keluhan mata merah, mata berair dan mata nyeri
disangkal. Keluhan riwayat darah tinggi, kencing manis juga disangkal. Keluhan
lain seperti mual dan muntah serta pusing tidak ada.
Pemeriksaan oftalmologi :
- VOD : 2/60
- VOS : 2/60
- TIO OD = 10,9 mmHg OS = 12 mmHg
- Lensa ODS keruh sebagian
- Shadow test ODS (+)

Daftar Masalah:
1. Mata kanan dan kiri kabur seperti melihat asap, silau jika melihat cahaya, gatal
dan berair
2. VOD : 20/60 VOS 20/60
3. TIO OD 10,9 mmHg/ OS 12,0 mmHg
4. Lensa ODS keruh sebagian
5. Shadow test ODS (+)

Kemungkinan Penyebab Masalah :


Katarak Senilis Immatur ODS

Nama : Neti Ruang : -


RENCANA PENGELOLAAN
Umur : 56 tahun Kelas : -

- Terapi farmakologi : Pemberian Catarlent Eye Drop 3 x 2 tetes


- Akan dilakukan pembedahan ekstrasi katarak ODS

31
32

- Memberikan edukasi terhadap pasien mengenai penyakit katarak


- Menjelaskan definisi penyakit katarak
- Faktor risiko penyakit katarak
- Komplikasi penyakit katarak
- Kontrol ke dokter spesialis mata

Nama dan tanda tangan dokter muda : Siti Sabrina

Diperiksa dan disahkan oleh : dr. Hj. Hasmeinah, Sp.M

Dokter Pembimbing: dr. Hj. Hasmeinah, Sp.M

Tanggal : 28 Oktober 2021

Tanda tangan,

(dr. Hj. Hasmeinah, Sp.M)

BAB IV
ANALISA KASUS

Pasien datang ke Poli Mata Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang


dengan keluhan penglihatan kabur pada mata kiri dan kanan sejak 1 tahun yang

32
33

lalu, penglihatan kabur dirasakan perlahan lahan yang semakin lama semakin
memberat. Pasien juga mengatakan jika penglihatan seperti berasap dan merasa
silau. Keluhan ini tidak disertai mata merah (-/-), seperti ada yang mengganjal
(-/-), Mata terasa gatal (-/-), nyeri (-/-), sakit kepala (-/-), dan mual muntah (-/-).
Pasien belum pernah mengalami operasi mata (-), riwayat memakai kacamata
baca (-), riwayat diabetes melitus (-), hipertensi (-), riwayat alergi (-), penyakit
mata lainnya (-), riwayat pemakaian obat-obatan (-), dan trauma pada mata (-).
Riwayat dalam keluarga memiliki penyakit katarak (-).

Berdasarkan anamnesis yang didapatkan bahwa pasien mengeluh


penglihatan bertambah kabur sejak 1 tahunn yang lalu, penglihatan kabur
dirasakan perlahan lahan yang semakin lama semakin memberat. Pasien juga
mengatakan jika penglihatan seperti berasap serta merasa silau. Keluhan
tersebut sesuai dengan keluhan pada penyakit katarak. Gejala katarak adalah
merasa silau, berkabut, berasap, melihat ganda, melihat halo sign di sekitar
sinar, dan tajam penglihatan menurun. Pada pemeriksaan oftalmologis tanggal
28 Oktober 2021 didapatkan Visus Oculus Dextra (VOD) 2/60 dan Visus
Oculus Sinistra (VOS) 2/60. Visus Oculus Dextra (VOD) 2/60 maknanya
adalah pasien hanya mampu melihat objek pada jarak 2 meter sedangkan pada
orang normal dapat melihat objek sampai jarak 60 meter yang menandakan
terdapat penurunan visus pada mata kanan pasien. Sedangkan Visus Oculus
Sinistra (VOS) 2/60 maknanya adalah pasien hanya mampu melihat objek pada
jarak 2 meter sedangkan pada orang normal dapat melihat objek sampai jarak
60 meter yang menandakan terdapat penurunan visus pada mata kiri pasien.

Pada pemeriksaan tampak kekeruhan pada lensa. Hal ini sesuai dengan
kepustakaan, bahwa proses penuaan seseorang akan menyebabkan mulainya
pembentukan katarak terkait usia. Pada usia lebih dari 40 tahun perubahan lensa
akan mulai terjadi. Selama hidup, lensa akan terus berkembang dan
menghasilkan serabut–serabut lensa yang baru. Serabut lensa tua akan
mengalami degenerasi dan dipadatkan menuju nukleus. Selain itu protein–
protein yang terdapat pada lensa akan menjadi water insoluble sehingga dapat

33
34

membentuk suatu pigmen coklat kekuningan pada lensa dan menyebabkan


terjadinya kekeruhan.

Stadium katarak dibagi menjadi empat yaitu, Insipiens, Pada stadium ini,
lensa bengkak karena termasuki air, kekeruhan lensa masih ringan, visus
biasanya > 6/60. Pada pemeriksaan dapat ditemukan iris normal, bilik mata
depan normal, sudut bilik mata normal, serta shadow test negatif. Kedua,
stadium Imatur, pada tahap berikutnya, opasitas lensa bertambah dan visus
mulai menurun menjadi 5/60 sampai 1/60. Cairan lensa bertambah akibatnya
iris terdorong dan bilik mata depan menjadi dangkal, sudut bilik mata sempit,
dan sering terjadi glaukoma. Pada pemeriksaan didapatkan shadow test positif.
Ketiga, stadium matur, jika katarak dibiarkan, lensa akan menjadi keruh
seluruhnya dan visus menurun drastis menjadi 1/300 atau hanya dapat melihat
lambaian tangan dalam jarak 1 meter. Pada pemeriksaan didapatkan shadow
test positif. Keempat, stadium hipermatur, pada tahap akhir, korteks mencair
sehingga nukleus jatuh dan lensa jadi turun dari kapsulnya (Morgagni). Lensa
terlihat keruh seluruhnya, visus sudah sangat menurun hingga bisa mencapai 0,
dan dapat terjadi komplikasi berupa uveitis dan glaukoma. Pada pemeriksaan
didapatkan iris tremulans, bilik mata depan dalam, sudut bilik mata terbuka,
serta shadow test positif palsu.

Katarak yang dialami pada pasien merupakan katarak senilis yang


dikarenakan seiring berjalannya usia, lensa mengalami kekeruhan, penebalan,
serta penurunan daya akomodasi. Dan berdasarkan stadium nya pada pasien
didapatkan katarak senilis imatur dikarenakan pada pemeriksaan ditemukan
adanya lensa yang Sebagian keruh, dan shadow test (+).

Tatalaksana pada katarak terbagi menjadi tindakan non-bedah dan


tindakan bedah. Indikasi pembedahan terbagi menjadi dua yaitu indikasi visus
bila gangguan yang ditimbulkan katarak terhadap aktivitas sehari-harinya dan
indikasi medis yaitu stadium katarak adalah matur serta bila terdapat penyulit
yang diakibatkan katarak seperti glaukoma. Pada kasus pasien diberikan
tatalaksana berupa medikamentosa dan nonmedikamentosa. Pada
medikamentosa diberikan Pemberian obat tetes mata seperti Catarlent Eye Drop

34
35

3 x 2 tetes. Sedangkan untuk non medikamentosa yaitu memberikan edukasi


terhadap pasien mengenai penyakitnya, bahwa katarak yang dialami pasien
masih imatur (belum matang), sehingga akan terus mengalami kekeruhan dan
penglihatanya akan semakin menurun. Pasien juga harus Kontrol rutin minimal
1 bulan sekali untuk melihat maturitas katarak dan kemungkinan penyulit yang
ditimbulkan. Rencana tindakan pembedahan ECCE + IOL (Intra Okular Lens)
pada penderita setelah katarak menjadi matur.

BAB V
KESIMPULAN

35
36

Katarak ditandai dengan adanya gangguan penglihatan seperti turunnya tajam


penglihatan, diplopia atau pandangan ganda, Pandangan seperti berkabut atau
melihat asap,penglihatan sensitif terhadap cahaya sehingga merasa silau ketika
melihat cahaya, melihat halo disekitar lampu dan lensa berubah menjadi putih
(keruh). Katarak terus berkembang seiring waktu, menyebabkan kerusakan
penglihatan secara progresif. Jenis katarak yang paling sering ditemukan adalah
katarak senilis dimana juga terjadi pada kasus. Tatalaksana yang diberikan pada
kasus berupa medikamentosa dan nonmedikamentosa.

DAFTAR PUSTAKA

36
37

1. Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. Lens and cataract. 2014-2015 Basic
and clinical Science course. San Francisco, CA: American Academy of
Ophthalmology; 2015.
2. World Health Organization 2013.Blindness: Vision 2020
3. Cataracts statistics and data [Internet]. National Eye Institute; 2010
4. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, 2013
5. Ilyas S. Penglihatan turun perlahan tanpamata merah. Ilmu penyakit mata
(3rd ed). Jakarta: Balai penerbit FKUI, 2007; p. 200-11
6. Ocampo VVD, Foster S, Talavera F, Rowsey JJ, Sheppard JD. Senile
cataract. 15 September 2005. Available
from:http://www.emedicine.com/oph/topic49.htm
7. Amanda Nazira, 2015. Dkk. Jurnal, Katarak Senilis, Risiko bagi orang
yang berusia lanjut.
8. Murril A.C, Stanfield L.D, Vanbrocklin D.M, Bailey L.I, Denbeste P.B,
DilomoC.R,et all.(2004).Optometric clinical practice guideline. American
optometricassociation: U.S.A
9. Vaugan G. D, Asbury T, Eva R.P. (2000).Oftalmologi umum.Bab.20 lensa
hal401-406. Edisi 14. Widya medika : Jakarta.
10. American Academy of Ophtalmology. Basic and clinical science
course.section 11. Lens and cataract.Singapore : 2010
11. Zorab, A. R, Straus H, Dondrea L. C, Arturo C, Mordic R, Tanaka S,et all.
(2005-2006).Lens and Cataract. Chapter 5 Pathology page 45-69. Section
11.American Academy of Oftalmology : SanFrancisco.
12. Paul Riordan–Eva,John P. Whitcher. Vaughan & Asbury’s General
Ophtalmology. 17 th Edition. Jakarta : EGC ; 2009
13. Probst LE, Tsai JH, Goodman GOD. Ophtalmology : Clinical and
SurgicalPrinciples. USA : SLACK incorporated ; 2012
14. Suhardjo SU, Agni AN. Ilmu Kesehatan Mata. 2nd ed. Yogyakarta:
Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas
Gadjah Mada; 2012.

37
38

15. Khan MT, Jan S, Hussain Z, Karim S, Khalid MK, Mohammad L. Visual
outcome and complications of manual sutureless small incision cataract
surgery. Pak J Ophthalmol. 2010;26(1):32-8.
16. Lang, GK, Amann J, Gareis O, Lang GE, Racker D, Spraul
CW.Opthalmology a Short Textbook. New York : Thieme Stuttgart ; 2000
17. James B, Chew C, Bron A. Lectures Notes on Opthalmology.
9thEdition.Blackwell Science Ltd ; 2003
18. Pollreiz A, Erfurth US. Diabetic cataract : pathogenesis, epidemiology,and
treatment. J of Ophtalmology. 2010
19. National Eye Institute. Cataract in 2010. National Eye Institute ; 2010
20. World Health Organization. The known healt effect of UV. Geneva :WHO
; 2015
21. Graham HR, Mulrooney BC. Traumatic Cataract. US : America
Academyof Opthalmology ; 2014
22. Boyd Benjamin. Indiction for Surgery-Preoperative Evaluation. Dalam
:The Art and The Science of Catarct Surgery. Colombia : Highlight of
Ophtalmology ; 2001
23. Astari, P. Katarak: Klasikasi, Tatalaksana, dan Komplikasi Operasi.
Cermin Dunia Kedokteran. 2018:45(10):748-753

38

Anda mungkin juga menyukai