Anda di halaman 1dari 45

Laporan Kasus

PSEUDOFAKIA OD + KATARAK SENILIS IMATUR OS + GLAUKOMA


SEKUNDER OD

Oleh:
Citra Trisdayuni, S. Ked
712022024

Pembimbing:
dr. Septiani Nadra Indawaty, Sp. M

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PALEMBANG BARI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PALEMBANG
2023
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus yang berjudul


PSEUDOFAKIA OD + KATARAK SENILIS IMATUR OS +
GLAUKOMA SEKUNDER OD

Dipersiapkan dan disusun oleh


Citra Trisdayuni, S. Ked (712022024)

Telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan
Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang di Departemen Ilmu Penyakit Mata
Rumah Sakit Umum Palembang Bari

Palembang, September 2023

Dosen Pembimbing

dr. Septiani Nadra Indawaty, Sp.M

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan kasih sayang-Nya,
Alhamdulillah berkat kekuatan dan pertolongan-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan
kasus yang berjudul “PSEUDOFAKIA OD + KATARAK SENILIS IMATUR OS +
GLAUKOMA SEKUNDER OD” sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Kepaniteraan
Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Palembang Bari.
Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. Beserta para
keluarga, sahabat, dan pengikutnya sampai akhir zaman. Pada kesempatan ini, penulis ingin
menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada:

1. dr. Septiani Nandra Indawaty, Sp.M, selaku pembimbing yang telah memberikan masukan,
arahan, serta bimbingan dalam penyelesaian Laporan Kasus ini.
2. Rekan-rekan co-assistensi dan perawat atas bantuan dan kerjasamanya.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna, karena
kesempurnaan itu hanya milik Allah SWT. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak
yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan di masa mendatang.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan dan
semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi semua dan perkembangan ilmu pengetahuan
kedokteran. Semoga selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin.

Palembang, September 2023

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN..........................................................................................ii

KATA PENGANTAR....................................................................................................iii

DAFTAR ISI....................................................................................................................iv

BAB I.................................................................................................................................5

PENDAHULUAN.............................................................................................................5

1.1 Latar Belakang.......................................................................................................5

1.2 Maksud dan Tujuan................................................................................................6

1.3 Mantaat..................................................................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................7

2.1 Anatomi dan Fisiologi Mata..................................................................................7

2.2 Glaukoma...............................................................................................................9

2.3. Katarak.................................................................................................................18

2.4. Pseudofakia..........................................................................................................29

BAB III LAPORAN KASUS........................................................................................31

BAB IV...........................................................................................................................39

ANALISA KASUS.........................................................................................................39

BAB V KESIMPULAN.................................................................................................42

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................43

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mata merupakan salah satu organ tubuh manusia yang diciptakan Tuhan yang
merupakan organ vital yang memiliki nilai dan fungsi yang sangat penting sebagai indra
pengelihatan. Mata berbentuk seperti bola, kecuali bagian yang lebih cembung dan
berada didepan mata yaitu tempat masuknya cahaya. Mata terdiri dari tiga lapisan
dinding mata yaitu, lapisan fibrosa (kornea dan sklera), lapisan vaskulosa (iris, corpus
ciliaris, dan koroid), dan lapisan nervosa yaitu retina. Sedangkan bola mata diisi oleh
struktur lain seperti lensa sebagai media refraksi, aqueous humor, dan vitreous humor.1

Fungsi mata yang tepat bergantung pada kemampuannya untuk menerima dan
memproses energi dari cahaya di lingkungan, menghasilkan potensial aksi dalam sel saraf
khusus, dan menyampaikan potensi tersebut melalui saraf optik (saraf kranial II) ke otak.
Kornea, iris, badan siliar, dan lensa semuanya berperan dalam mentransmisikan dan
memfokuskan cahaya ke komponen sensorik mata, retina. Struktur seperti koroid, humor
berair dan vitreous, dan sistem lakrimal penting untuk keseimbangan fisiologis,
pemeliharaan tekanan yang tepat, dan nutrisi jaringan ocular.1

Saat ini terdapat banyak gangguan atau penyakit pada mata. Setiap 5 detik
ditemukan 1 orang di dunia menderita kebutaan. Saat ini diperkirakan 180 juta orang
diseluruh dunia mengalami gangguan pengelihatan, dari angka tersebut terdapat antara
40-45 juta menderita kebutaan dan 1 diantaranya terdapat di South East Asia. World
Health Organization (WHO) mengestimasikan jumlah orang dengan gangguan
pengelihatan di seluruh dunia pada tahun 2018 adalah 1,3 milyar orang. Definisi
kebutaan menurut WHO yaitu visus < 3/60 pada mata terbaik dengan koreksi terbaik1.
WHO memperkirakan sekitar 18 juta orang mengalami kebutaan kedua mata akibat
katarak. Katarak merupakan penyebab gangguan pengelihatan terbanyak kedua di seluruh
dunia (33%) setelah gangguan refraksi yang tidak terkoreksi (42%). Namun, katarak
menepati posisi pertama sebagai penyebab kebutaan di dunia dengan prevalensi 51%.
Katarak atau kekeruhan lensa mata merupakan salah satu penyebab kebutaan terbanyak
di Indonesia maupun dunia. Perkiraan insiden katarak adalah 0,1% per tahun atau setiap
tahun di antara 1.000 orang terdapat seorang penderita baru katarak.2 Operasi katarak

5
melibatkan pengangkatan lensa mata yang keruh dan menggantinya dengan lensa
buatan.3

Glaukoma adalah penyebab utama kebutaan permanen di seluruh dunia. Sangat


penting untuk mengurangi prevalensi kebutaan yang disebabkan oleh glaukoma.4 Pada
tahun 2013, populasi global glaukoma adalah 64,3 juta, dan diperkirakan akan
meningkat menjadi 111,8 juta orang pada tahun 2040. Beberapa penelitian berbasis
populasi telah melaporkan prevalensi glaukoma di seluruh dunia. Tingkat yang
dilaporkan dari berbagai jenis glaukoma berkisar antara 1% dan 5%.2
Glaukoma akut adalah suatu keadaan di mana terjadi peningkatan tekana intra
okuler (TIO) secara mendadak akibat posisi iris dengan jalinan trabekular pada sudut
bilik mata. Kondisi iris yang terdorong atau menonjol ke depan menyebabkan outflow
humour aquous terhambat sehingga TIO meningkat.5 Glaukoma merupakan kasus
kedaruratan medis yang membutuhkan tatalaksana cepat dan tepat untuk memperoleh
prognosis yang baik.5

1.2 Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan dari laporan kasus ini adalah sebagai berikut :
1. Diharapkan bagi semua dokter muda agar dapat memahami mengenai
Pseudofakia OD + Katarak Senilis Imatur OS + Glaukoma Sekunder OD.

2. Diharapkan kemudian hari dokter muda mampu mengenali dan memberikan


tatalaksana secara tepat pada Pseudofakia OD + Katarak Senilis Imatur OS +
Glaukoma Sekunder OD.

1.3 Mantaat
A. Manfaat Teoritis

1. Bagi institusi, diharapkan laporan kasus ini dapat menambah bahan referensi dan
studi kepustakaan dalam bidang ilmu penyakit mata terutama tentang Pseudofakia
OD + Katarak Senilis Imatur OS + Glaukoma Sekunder OD
2. Bagi penulis selanjutnya, diharapkan laporan ini dapat dijadikan landasan untuk
penulisan laporan kasus selanjutnya.
B. Manfaat Praktis

Diharapkan agar dokter muda dapat mengaplikasikan ilmu yang diperoleh


6
dari laporan ini dalam kegiatan kepaniteraan klinik senior (KKS) dan diterapkan di
kemudian hari dalam praktik klinik.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Mata


2.1.1. Anatomi Mata
Mata berbentuk bulat dengan sedikit tonjolan dibagian depan. Bagian
yang bisa terlihat dari luar hanyalah setengah bagiannya saja, yaitu kornea, iris,
pupil, sclera, dan konjungtiva. Mata dilindungi oleh kelopak dan dan bulu mata.
Ketika berkedip kelopak mata juga membantu melumasi permukaan mata dengan
air mata5.

Gambar 1. Anatomi mata

Bagian pada mata yaitu:


A. Kornea
Kornea adalah kubah pelindung trnasparan yang berada dibagian depan bola
mata. Kornea berfungsi memfokuskan cahaya sebelum terima oleh lensa mata.
Kornea tidak memiliki pembuluh darah dan sangat sensitif terhadap rasa
sakit.4
B. Iris
Iris adalah bagian yang menentukan warna mata. Iris berfungsi mengatur
cahaya yang masuk ke mata, dengan mengatur ukuran pupil mata.4

8
C. Pupil
Pupil ini merupaka lubang kecil warna hitam. bagian ini yang menetukan
seberapa banyak cahaya yang masuk ke mata.4
D. Sklera
Sklera adalah bagian yang berwana putih pada mata. Bagian ini berfungsi
sebagai dinding keras yang melindungi jaringan mata lain yang halus sklem
dikelilingi oleh enam otot yang berfungsi untuk menggerakkan mata.4
E. Konjungtiva
Lapisan transparan yang menutupi bagian depan mata kecuali kornea.4
F. Lensa
Bagian ini berada tepat dibelakang iris dan pupil, bening tidak berwarna dan
berbentuk lonjong. Lensa berfungsi membiaskan cahaya yang masuk dan
memfokuskan ke retina.4
G. Rongga vitreous
Rongga ini membentang dari bagian belakang lensa hingga dinding belakang
bola mata, dan dipenuhi oleh cairan bening mirip jel yang disebut vitreous.4
H. Retina
Lapisan yang peka akan cahaya pada bagian dalam mata. Retina terdiri dari
jutaan sel yang mampu menangkap cahaya yang melewati kornea dan lensa.
Cara kerja retina hampir menyerupai rull film pada kamera.4
I. Makula
Bagian kuning pada retina mata, Makula adalah bagian khusus dari retina.
Bagian ini sangat berperan dalam pengelihatan dan bagian ini sangat berperan
dalam pengelihatan dan mungkinkan untuk melihat phyde dengan baik.4

2.1.2. Drainase Aquous Humor


Aqueous humor mengalir dari kamera okuli posterior melalui pupil ke
kamera okuli anterior, keluar ke aliran sistemik melalui 2 rute berbeda:

a) Trabecular Outflow / Pressure Dependent Outflow / Konvensional

Aliran utama aqueous humor dari sudut kamera okuli anterior. Kira-kira
90% aqueous humor total dialirkan melalui aliran ini. Aqueous humor
dialirkan dari sudut kamera okuli anterior ke trabecular meshwork kemudian

9
ke kanalis schlemm menuju ke vena episklera. Jaringan trabekular dibentuk
oleh beberapa lapisan yang masing-masing memiliki inti jaringan ikat
berkolagen dilapisi lapisan endotel. Ini merupakan tempat aliran bergantung
tekanan. Jaringan trabekular berfungsi sebagai katup satu arah yang
melewatkan aqueous humor meninggalkan mata tetapi membatasi aliran dari
arah lain tanpa menggunakan energi. Kanalis schlemm dilapisi oleh endotel
dan dipotong oleh tubuli. Kanal ini adalah saluran tunggal dengan diameter
rata-rata 370 μm. Dinding dalamnya berisi vakuola raksasa yang memiliki
hubungan langsung dengan ruang intertrabekular. Kanalis schlemm memiliki
lapisan endotel yang komplit dan tidak menempel pada membran basal.
Dinding luar berupa sel endotel satu lapis yang tidak berpori. Suatu sistem
yang kompleks menghubungkan kanalis schlemm dengan vena episklera,
yang kemudian dialirkan ke vena siliaris anterior dan vena opthalmica
superior yang selanjutnya diteruskan ke sinus kavernosus. Pengeluaran dari
rute trabecular dapat ditingkatkan oleh obat-obatan (miotik, simpatomimetik),
laser trabeculoplasty dan trabeculotomy.4
b) Uveoscleral Outflow/ Pressure Independent Outflow/ Non Konvensional.
Pada mekanisme aliran ini, aqueous humor mengalir dari sudut kamera
okuli anterior menuju ke otot siliar dan kemudian ke rongga suprasiliar dan
suprakoroidal. Cairan ini kemudian meninggalkan mata melalui sklera atau
mengikuti saraf dan pembuluh darah yang ada. Aliran ini meningkat pada
penggunaan sikloplegik dan obat-obatan adrenergik serta operasi seperti
cyclodialisis serta menurun pada penggunaan miotikum. Faktor yang banyak
mengatur tekanan intra okuli adalah keseimbangan dinamis produksi aqueous
humor oleh korpus siliaris dan pengeluarannya melalui kanalis schlemm.4

2.2 Glaukoma

2.2.1. Definisi

Glaukoma berasal dari kata Yunani “glaukos” yang berarti hijau kebiruan,
yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma.6
Glaukoma merupakan neuropati optik kronis ditandai dengan pencekungan diskus
optikus dan pengecilan lapang pandang, dapat disertai dengan peningkatan
tekanan intraokuler.7 Glaukoma akut adalah suatu keadaan di mana terjadi
10
peningkatan tekanan intra okuler (TIO) secara mendadak akibat aposisi iris
dengan jalinan trabekular pada sudut bilik mata. Kondisi iris yang terdorong atau
menonjol ke depan menyebabkan outflow humour aquous terhambat sehingga
TIO meningkat.8

Gambar 2. Mid-dilatasi pada glaukoma akut

Glaukoma akut biasanya muncul dengan penurunan penglihatan secara


tiba-tiba dan gejala akut berat lainnya, seperti nyeri pada mata dan sekitarnya,
lingkaran cahaya di sekitar lampu, mual dan muntah. Pasien glaukoma akut sering
mis-diagnosis karena keluhan sistemik yang lebih dominan seperti sakit kepala,
mual dan muntah8.

2.2.2. Epidemiologi

Glaukoma adalah salah satu dari 3 penyebab utama gangguan penglihatan


di seluruh dunia. Jenis glaukoma yang paling umum di Inggris adalah POAG
yang mempengaruhi 2% orang yang lebih tua dari 40 tahun dan 10% orang yang
lebih tua dari 75 tahun, terutama orang AfrikaKaribia. PACG tidak umum dan
hanya mempengaruhi 0,17% individu yang lebih muda dari 40 tahun, terutama
orang Asia Timur.9

Pada tahun 2013, populasi global glaukoma adalah 64,3 juta, dan
diperkirakan akan meningkat menjadi 111,8 juta orang pada tahun 2040.
Beberapa penelitian berbasis populasi telah melaporkan prevalensi glaukoma di
seluruh dunia. Tingkat yang dilaporkan dari berbagai jenis glaukoma berkisar
11
antara 1% dan 5%.10

2.2.3. Etiologi
1) Usia
Usia di atas 40 tahun beresiko tinggi mengalami glaukoma. Risiko ini
dikarenakan pada umur 40 tahun adanya penurunan fungsi mata.11
2) Ras
Pada ras kulit hitam risiko terjadinya glaukoma akan meningkat secara
signifikan. Ras asia beresiko mengalami glaukoma sudut tertutup.11
3) Riwayat keluarga dengan glaukoma
Riwayat keluarga dengan glaukoma memiliki potensi untuk terjadinya
glaukoma pada anggota keluarga lain. Riwayat keluarga dapat
meningkatkan risiko glaukoma 4 hingga 9 kali lipat.11
4) Kondisi Medis
Kondisi medis yang dapat beresiko terjadinya glaukoma adalah diabetes
melitus, riwayat hipertensi dan penyakit jantung lainnya.11
5) Cedera Fisik
Trauma parah yang terjadi pada mata dapat meningkatkan tekanan pada mata
sehingga beresiko untuk terjadinya glaukoma. Cedera ini juga dapat
menyebabkan terjadinya glaukoma sekunder sudut terbuka.11
6) Penggunaan kortikosteroid jangka panjang
Penggunaan kortikosteroid dalam waktu yang lama menyebabkan terjadinya
glaukoma.11
7) Kelainan pada mata
Kelainan struktur mata seperti pigmentary yang menyebabkan beresiko
terjadinya pigmentary glaukoma. Hal ini dikarenakan granule yang dilepaskan
dibelakang iris memblokir trabecular meshwork.11

2.2.4. Klasifikasi
Klasifikasi Vaughen untuk glaukoma adalah sebagai berikut:
a. Glaukoma primer
1. Glaukoma sudut terbuka

12
Glaukoma sudut terbuka primer (POAG) adalah neuropati optik
progresif kronis pada orang dewasa di mana terdapat karakteristik atrofi
yang didapat dari saraf optik dan hilangnya sel ganglion retina dan
aksonnya.12 Glaukoma tipe ini merupakan bentuk glaukoma yang umum
ditemukan. Penyebabnya tidak diketahui, biasanya bersifat diturunkan
dalam keluarga. Tekanan bola mata tinggi berjalan secara perlahan disertai
dengan tekanan pada saraf optik, yang tidak sakit dan penglihatan akan
turun secara perlahan. Penglihatan menurun sehingga diketahui sudah
terlambat dengan penglihatan sudah berbentuk terowongan (tunnel) yang
akan berakhir dengan kebutaan.6
2. Glaukoma sudut tertutup
Glaukoma sudut tertutup akut terjadi bila jalan keluar aqueous humor tiba-
tiba tertutup yang akan menyebabkan rasa sakit yang berat dengan tekanan
bola mata yang tinggi. Hal ini merupakan keadaan darurat yang gawat.
Penglihatan berkabut dan menurun, enek, muntah, hal sekitar sinar, mata
merah dan mata terasa bengkak adalah gejala khas pada glaukoma tipe
sudut tertutup.6 Glaukoma tipe ini akan menyebabkan mata merah dengan
penglihatan turun mendadak. Glaukoma ini disebabkan karena cairan
aqueous humor tidak dapat mengalir melalui pupil sehingga mendorong
iris ke depan, mencegah keluarnya cairan mata melalui sudut bilik mata
(mekanisme blokade pupil).6
b. Glaukoma sekunder
Peningkatan tekanan intraokuler yang disebabkan oleh kelainan mata
atau kelainan di luar mata yang menghambat aquos out flow, seperti :
1. Perubahan lensa
2. Kelainan uvea
3. Trauma
4. Bedah
5. Rubeosis
6. Steroid dan lainnya6
c. Glaukoma kongenital
Glaukoma kongenital adalah glaukoma yang terjadi pada bayi.
Glaukoma ini kemungkinan disebabkan oleh adanya riwayat dalam keluarga.

13
Saat lahir, terlihat kelainan perkembangan mata dengan adanya pembesaran
bola mata. Bola mata akan berukuran besar dengan kornea yang keruh. Mata
pada bayi akan bewarna merah, rasa takut terhadap sinar dan berair.
Glaukoma ini dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :6
1. Primer atau infantile
2. Menyertai kelainan kongenital lainnya
d. Glaukoma absolut
Glaukoma absolut adalah stadium akhir glaukoma baik sudut terbuka
maupun sudut tertutup. Glaukoma tipe ini sudah mengalami kebutaan total
akibat tekanan bola mata yang memberikan gangguan fungsi lanjut. Pada
glaukoma absolut, kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi
dengan ekskavasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dan disertai dengan
rasa sakit. Mata yang disertai kebutaan ini sering mengakibatkan
penyumbatan pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit berupa
neovaskularisasi pada iris. Keadaan ini akan memberikan rasa sakit sekali
akibat timbulnya glaukoma hemoragik.6
Menurut Martin Doyle dalam buku Ilyas dan Yulianti, beberapa tipe
glaukoma dapat dibedakan dengan melihat tabel berikut.6

Tabel 2.1 Perbedaan Tipe Glaukoma6


Gl. Sudut Tetutup Gl. Simpleks Gl. Infantil
Serangan Dekade ke 5 Dekade ke 6 Bayi
Tipe penderita Emosional Arteriosklerotik Lk > Pr
B.M.D. Dangkal Normal Dalam
sekali
Sudut BMD Sempit Biasa terbuka Kel.
Kongenital
Halo + serangan - -
Papil Ekskavasi bila lanjut +, dini Dalam
sekali
Tekanan Naik bila diprovokasi Variasi diurnal Tinggi
tinggi

14
Kampus + bila lanjut Bjerrum,
konstriksi
Pengobatan Dini. Iridektomi Obat bila gagal, Goniotomy
filtr.
Prognosis Dini, baik Sedang/buruk Buruk

2.2.5. Factor resiko


Glaukoma sekunder berhubungan dengan penyakit atau sistemik yang
berperan dalam penurunan akuos outflow. Penyakit yang menyebabkan glaukoma
sekunder sering asimetris atau unilateral. Pasien dengan glaukoma sekunder
biasanya memiliki riwayat penyakit mata baru- baru ini, trauma, atau kondisi
kesehatan seperti penyakit sistemik. yang menyebabkan neovaskularisasi seperti
diabetes. Namun, beberapa pasien tidak akan memiliki faktor pencetus yang jelas
dalam sejarah mereka tetapi kadang-kadang akan memiliki temuan pemeriksaan
klinis yang tidak kentara yang menunjukkan penyebab peningkatan TIO. Pada
pemeriksaan, temuan dapat mencakup bahan eksfoliatif pada kapsul lensa
anterior, deposisi pigmen pada endotel kornea, sel dan flare di bilik anterior khas
uveitis, pembuluh darah abnormal pada iris atau bukti trauma, tergantung pada
etiologi yang mendasarinya.13

2.2.6. Patofisiologi

Glaukoma akibat kelainan lensa dapat dalam berbagai bentuk yaitu


fakolitik, fakoantigenik, dan fakomorfik. Katarak senilis disebabkan oleh
penambahan jumlah serabut lensa yang terus menerus seumur hidup, sehingga
dapat mengakibatkan kekeruhan, penebalan, serta penambahan berat lensa. Proses
penuaan mengakibatkan penambahan tebal lensa sebesar 0,75–1,1 mm dan
pergerakan permukaan lensa ke arah anterior sebanyak 0,4–0,6 mm3. Pergeseran
permukaan lensa ke bagian anterior ini mengakibatkan kedalaman bilik mata
depan berkurang 0,04–0,6 mm3. Ukuran lensa yang berubah juga mampu
mengakibatkan penutupan sudut bilik mata depan. Menutupnya sudut bilik mata
depan mengakibatkan hambatan pada jalur aliran akuos ditandai dengan
peningkatan tekanan intraokular. Pada katarak hipermatur juga dapat terjadi
degenerasi kapsul lensa sehingga bahan lensa ataupun korteks lensa yang cair

15
akan keluar dan masuk ke dalam bilik mata depan. Akibat bahan lensa yang
keluar dari kapsul, maka akan timbul reaksi peradangan pada jaringan uvea
berupa uveitis, yang dapat menimbulkan glaukoma fakotoksik. Patogenesis
glaukoma neovaskular terbagi menjadi 3 tahap, yaitu :
1. Rubeosis iridis adalah proses pembentukan pembuluh darah baru berupa
bintik-bintik merah pada batas pupil yang dapat terlihat dengan pemeriksaan
teliti segmen anterior mata, lebih baik dengan pemeriksaan slit lamp. Hal ini
biasanya menjadi tanda awal karena neovaskularisasi tersering dimulai
pada area sekitar pupil baru kemudian daerah sudut iridokornea dan
merupakan tanda iskemia okular. Akan sangat baik apabila pasien dapat
terdiagnosis pada tahap ini, karena dengan penanganan tepat,
neovaskularisasi dapat ditekan dan gangguan penglihatan dapat dicegah.14

2. Glaukoma sudut terbuka sekunder adalah tahap lanjutan; pembuluh darah


dari daerah batas pupil mengarah ke radial yaitu menuju sudut iridokornea,
badan siliar, dan anyaman trabekular serta membentuk membran
fibrovaskular. Hal ini tampak melalui pemeriksaan gonioskopi dan pada tahap
ini akan mulai dijumpai peningkatan TIO.14
3. Tahap akhir glaukoma neovaskular adalah glaukoma sudut tertutup sekunder;
terbentuk myofibroblast pada membran fibrovaskular, sehingga terjadi
kontraksi dan menyempitkan sudut iridokornea.14

2.2.7. Diagnosis
Pemeriksaan menyeluruh dan seksama pada iris, segmen anterior, dan
sudut iridokornea penting sebelum mendilatasi pupil untuk memeriksa
area fundus. Pemeriksaan oftalmologis menggunakan slit lamp. Pada tahap awal
akan tampak pertumbuhan pembuluh darah pada batas pupil dan bendungan
arteri sirkulus mayor iris. Pembuluh darah normal terletak pada permukaan
stroma dan berorientasi radial, sedangkan pembuluh darah baru dari proses
neovaskularisasi cenderung ditemukan pada permukaan iris dengan pola
ireguler dan berkelok. Kondisi tersebut disebut rubeosis iridis dan menjadi
kunci diagnosis awal. Temuan lain adalah reaksi minimal segmen anterior, edema
kornea akibat peningkatan TIO, dan injeksi silier. Pemeriksaan lebih lanjut
dengan gonioskopi akan menampakkan pembuluh darah dari tepi pupil yang
bermigrasi ke arah sudut iridokornea dengan percabangan halus dan
16
melintasi scleral spur menuju anyaman trabekular, proses ini akan menciptakan
kondisi glaukoma sekunder sudut terbuka. Proses berlangsung cepat dan
neovaskularisasi mulai menyebabkan obstruksi dan disfungsi anyaman trabekular.
Tanda tipikal tahap ini adalah ektropi uvea dan pupil yang non-reaktif.
Gambaran Klinis Stadium Lanjut:
1. Penurunan tajam penglihatan signifikan
2. Nyeri bola mata
3. Kongesti dan injeksi konjungtiva
4. Edema kornea
5. Flare pada humor akuos
6. Tekanan intraokular meningkat
7. Neovaskularisasi iris dan/atau sudut iridokornea
8. Ektropi uvea
Pada tahap lebih lanjut, akan terbentuk membran fibrovaskular yang
dapat berkontraksi menyebabkan goniosinekia, menutup sudut iridokornea dan
meningkatkan TIO. Pada pemeriksaan fundus dapat ditemukan kerusakan
saraf optikus tergantung derajat dan durasi paparan peningkatan TIO.
Pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis, di antaranya
elektroretinografi, angiografi fluoresen iris, optical coherence tomography
(OCT) segmen anterior, dan biomicroscopy ultrasound. Elektroretinografi
dapat membedakan kasus iskemia dan non-iskemia pada oklusi vena
retina sentral. Angiografi fluoresen iris berfungsi pada kasus borderline
untuk melihat kebocoran pembuluh darah iris. Namun, alat diagnostik ini cukup
mahal dan belum tersedia di seluruh fasilitas kesehatan, sehingga sebagai
alternatif, prosedur gonioskopi dapat menjadi penunjang pemeriksaan
yang sederhana, murah, cepat, dan tersedia merata. OCT dan biomicroscopy
ultrasound dapat digunakan pada fasilitas rujukan tingkat menengah dan lanjut
untuk menentukan derajat keparahan.14

2.2.8. Pemeriksaan Penunjang


1). Pemeriksaan ketajaman penglihatan: menggunakan kartu mata Snellen;
melihat kemampuan visual, kelainan refraksi
2). Lapangan pandang: penurunan dapat disebabkan oleh patologi vaskuler

17
okuler, glaukoma.
3). Tonometry : mengukur tekanan intra okuler.
4). Slit Lamp Biomicroscopy: untuk menentukan kedalaman COA dan
iridocorneal contact, aqueous flare, dan synechia posterior.
5). Pemeriksaan oftalmoskopi: mengkaji struktur internal okuler.15

2.2.9. Tatalaksana
Penatalaksanaan glaukoma primer sudut tertutup akut pada dasarnya dapat
dibagi dalam 4 tahap, yaitu :

1. Segera menghentikan serangan akut dengan obat-obatan untuk menurunkan


TIO

2. Melindungi mata sebelahnya dari kemungkinan terkena serangan akut

3. Melakukan iridektomi perifer pada kedua mata sebagai terapi definitif

4. Penatalaksanaan sekuele jangka panjang.

Pada serangan akut sudut tertutup, biasanya digunakan terapi medikasi


menurunkan TIO untuk mengurangi nyeri dan menjernihkan kornea yang edem
sebagai persiapan iridotomi. Tujuan pengobatan segera adalah untuk
menghilangkan gejala akut dan menurunkan tekanan intraokular, yang biasanya
dicapai dengan terapi medis. Inhibitor anhidrase karbonat oral atau topikal, beta-
blocker topikal, dan agonis adrenergik alfa-2 topikal menurunkan TIO melalui
penekanan produksi aqueous humor. Beta-blocker mengurangi tekanan
intraokular sekitar 20% sampai 30% dalam waktu 1 jam setelah berangsur-angsur.
Agonis alfa mengurangi tekanan intraokular sekitar 26% dalam waktu 2 jam
setelah pemberian dosis. Inhibitor anhidrase karbonat, beta-blocker topikal, atau
agen adrenergik alfa-2 dapat digunakan sebagai terapi lini pertama baik sendiri
atau lebih biasanya dalam kombinasi. Pengobatan definitif adalah iridektomi
perifer setelah episode akut mereda. Iridektomi laser adalah pengobatan pilihan.
Iridektomi bedah diindikasikan ketika laser iridektomi tidak dapat dilakukan.
Iridektomi mengurangi blok pupil karena tekanan antara ruang posterior dan
anterior mendekati nol dengan memungkinkan aliran aqueous humor melalui rute
yang berbeda. Iridektomi harus sedekat mungkin dan ditutupi oleh kelopak mata
untuk menghindari diplopia monokuler melalui lubang kedua di pupil.16
18
Pengelolaan mata dengan glaukoma sekunder tergantung pada apakah ada
potensi penglihatan yang bermanfaat :
1. Jika ada, maka pengobatan harus ditujukan untuk menurunkan TIO,
mengurangi peradangan yang terkait, dan pengobatan penyebab yang
mendasari (yaitu, pengangkatan hifema; pengangkatan lensa hipermatur),
ditambah intervensi lain untuk memulihkan penglihatan. Perawatan jangka
panjang untuk mengontrol TIO mungkin diperlukan, atau operasi glaukoma
setelah mata menjadi tenang dan stabil.17
2. Jika tidak ada potensi penglihatan yang berguna (glaukoma sekunder karena
CRVO atau retinopati diabetik stadium akhir), tujuan penatalaksanaan adalah
untuk meredakan nyeri simtomatik.17

2.2.10. Komplikasi
Kasus Glaukoma akut adalah keadaan darurat, karena itu area mata perlu
dirawat dalam waktu 24-48 jam dengan perawatan medis. Jika obatnya tidak
bekerja, turunkan tekanan intra okular lalu lakukan tindakan operatif. Hal ini
dikarenakan apabila tidak ditangani dengan baik maka dapat menyebabkan
kebutaan yang irreversible.18

2.2.11. Prognosis

Glaukoma jika tidak segera ditangani akan menyebabkan penurunan


penglihatan irreversible (tidak dapat kembali seperti semula) yang dapat menuju
kebutaan.9

2.3. Katarak
2.3.1. Definisi

Penyakit katarak merupakan penyakit mata yang ditandai dengan


kekeruhan lensa mata sehingga mengganggu proses masuknya cahaya ke mata.
Katarak dapat disebabkan karena terganggunya mekanisme kontrol keseimbangan
air dan elektrolit, karena denaturasi protein lensa atau gabungan keduanya.2

2.3.2. Faktor Risiko

19
Beberapa faktor risiko katarak dapat dibedakan menjadi faktor individu,
lingkungan, dan faktor protektif. Faktor individu terdiri atas usia, jenis
kelamin, ras, serta faktor genetik. Faktor lingkungan termasuk kebiasaan merokok,
paparan sinar ultraviolet, status sosioekonomi, tingkat pendidikan, diabetes
mellitus, hipertensi, penggunaan steroid, dan obat-obat penyakit gout. Faktor
protektif meliputi penggunaan aspirin dan terapi pengganti hormon pada
wanita.

2.3.3. Patofisiologi
Perubahan fisik dan Kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi, ditandai dengan adanya perubahan pada serabut halus multiple
(zunula) yang memanjang dari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa Misalnya
dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Perubahan Kimia dalam
protein lensa dapat menyebabkan koagulasi. Sehingga terjadinya pengkabutan
pandangan /kekeruhan lensa sehingga dapat menghambat jalannya cahaya ke
retina. Hal ini diakibatkan karena protein pada lensa menjadi water insoluble dan
membentuk partikel yang lebih besar. Dimana diketahui dalam struktur lensa
terdapat dua jenis protein yaitu protein yang larut dalam lemak (soluble) dan tidak
larut dalam lemak (insolube) dan pada keadaan normal protein yang larut dalam
lemak lebih tinggi kadarnya dari pada yang larut dalam lemak. Salah satu teori
menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi karena disertai adanya
influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan
mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim
mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan
menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang
menderita katarak. Komponen terbanyak dalam lensa adalah air dan protein.
Dengan menjadi tuanya seseorang maka lensa mata akan kekurangan air dan
menjadi lebih padat. Adapun lensa akan menjadi padat di bagian tengahnya,
sehingga kemampuan fokus untuk melihat benda dekat berkurang. Pada usia tua
akan terjadi pembentukan lapisan kortikal yang baru pada lensa yang
mengakibatkan nukleus lensa terdesak dan mengeras (sklerosis nuklear). Pada saat
ini terjadi perubahan protein lensa yaitu terbentukanya protein dengan berat

20
molekul yang tinggi dan mengakibatkan perubahan indeks refraksi lensa sehingga
memantulkan sinar masuk dan mengurangi transparansi lensa. Perubahan kimia
ini juga diikut dengan pembentukan pigmen pada nuklear lensa. Pada keadaan
normal lensa mata bersifat bening. Seiring dengan pertambahan usia lensa mata
dapat mengalami perubahan warna menjadi kuning keruh atau coklat keruh. Proses
ini dapat menyebabkan gangguan penglihatan (pandangan kabur/buram) pada
seseorang. Sebagaimana lensa berkembang seiring usia, berat dan ketebalan terus
meningkat sedangkan daya akomodasi terus menurun. Bermacam mekanisme
memberikan kontribusi pada hilangnya kejernihan lensa. Epitelium lensa dipercaya
mengalami perubahan seiring dengan pertambahan usia, secara khusus melalui
penurunan densitas epitelial dan differensiasi abberan dari sel-sel serat lensa.
Sekali pun epitel dari lensa katarak mengalami kematian apoptotik yang rendah
di mana menyebabkan penurunan secara nyata pada densitas sel, akumulasi dari
serpihan-serpihan kecil epitelial dapat menyebabkan gangguan pembentukan serat
lensa dan homeostasis dan akhirnya mengakibatkan hilangnya kejernihan lensa.
Lebih jauh lagi, dengan bertambahnya usia lensa, penurunan ratio air dan mungkin
metabolit larut air dengan berat molekul rendah dapat memasuki sel pada nukleus
lensa melalui epitelium dan korteks yang terjadi dengan penurunan transport air,
nutrien dan antioksidan. Kemudian, kerusakan oksidatif pada lensa pada
pertambahan usia terjadi yang mengarahkan pada perkembangan katarak senilis.
Berbagai macam studi menunjukkan peningkatan produk oksidasi (contohnya
glutation teroksidasi) dan penurunan vitamin antioksidan serta enzim superoksida
dismutase yang menggaris-bawahi peranan yang penting dari proses oksidatif pada
katarak togenesis. Mekanisme lainnya yang terlibat adalah konversi sitoplasmik
lensa dengan berat molekul rendah yang larut air menjadi agregat berat molekul
tinggi larut air, fase tak larut air dan matriks protein membran tak larut air. Hasil
perubahan protein menyebabkan fluktuasi yang tiba-tiba pada indeks refraksi
lensa, menyebarkan jaras-jaras cahaya dan menurunkan kejernihan. Area lain yang
sedang diteliti meliputi peran dari nutrisi pada perkembangan katarak secara
khusus keterlibatan dari glukosa dan mineral serta vitamin.19

2.3.4. Klasifikasi
Berdasarkan usia katarak dapat diklasifikasikan dalam:

21
a. Katarak Kongenital
Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau
segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital
merupakan penyebab kebutaan pada bayi yang cukup berarti terutama akibat
penanganannya yang kurang tepat. Katarak kongenital digolongkan dalam
katarak:

1. Kapsulolentikular dimana pada golongan ini termasuk katarak kapsular dan


katarak polaris.

2. Katarak lentikular termasuk dalam golongan ini katarak yang mengenai


korteksatau nukleus lensa saja. Dalam kategori ini termasuk kekeruhan lensa
yang timbul sebagai kejadian primer atau berhubungan dengan penyakit ibu
danjanin lokal atau umum.
b. Katarak Juvenil
Katarak yang lembek yang terdapat pada orang muda, yang mulai
terbentuknya pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak
juvenil biasanya merupakan kelanjutan katarak kongenital
c. Katarak Senilis
Seiring berjalannya usia, lensa mengalami kekeruhan, penebalan, serta
penurunan daya akomodasi, kondisi ini dinamakan katarak senilis. Katarak
senilis merupakan 90% dari semua jenis katarak. Terdapat tiga jenis katarak
senilis berdasarkan lokasi kekeruhannya, yaitu:
1. Katarak Nuklearis
Katarak nuklearis ditandai dengan kekeruhan sentral dan perubahan
warna lensa menjadi kuning atau cokelat secara progresif perlahan-lahan
yang mengakibatkan turunnya tajam penglihatan. Derajat kekeruhan lensa
dapat dinilai menggunakan slitlamp. Katarak jenis ini biasanya terjadi
bilateral, namun dapat juga asimetris. Perubahan warna mengakibatkan
penderita sulit untuk membedakan corak warna.4 Katarak nuklearis secara
khas lebih mengganggu gangguan penglihatan jauh daripada penglihatan
dekat. Nukleus lensa mengalami pengerasan progresif yang menyebabkan
naiknya indeks refraksi, dinamai miopisasi. Miopisasi menyebabkan
penderita presbiopia dapat membaca dekat tanpa harusmengenakan
kacamata, kondisi ini disebut sebagai second sight.4
22
Gambar 3. Katarak Nuklearis

2. Katarak Kortikal
Katarak kortikal berhubungan dengan proses oksidasi dan presipitasi
protein pada sel-sel serat lensa. Katarak jenis ini biasanya bilateral,
asimetris, dan menimbulkan gejala silau jika melihat ke arah sumber cahaya.
Tahappenurunan penglihatan bervariasi dari lambat hingga cepat.
Pemeriksaan slitlamp berfungsi untuk melihat ada tidaknya vakuola
degenerasi hidropik yang merupakan degenerasi epitel posterior, dan
menyebabkan lensa mengalami elongasi ke anterior dengan gambaran
seperti embun.

Gambar 4. Katarak Kortikalis

3. Katarak Subkapsuler
Katarak ini dapat terjadi di subkapsuler anterior dan posterior.
Pemeriksaannya menggunakan slitlamp dan dapat ditemukan kekeruhan
seperti plak di korteks subkapsuler posterior. Gejalanya adalah silau,
penglihatan buruk pada tempat terang, dan penglihatan dekat lebih

23
terganggu dari pada penglihatan jauh.

Gambar 5. Katarak Subkapsular

Berdasarkan Stadium Katarak


1. Iminens/insipiens
Pada stadium ini, lensa bengkak karena termasuki air, kekeruhan lensa
masih ringan, visus biasanya > 6/60. Pada pemeriksaan dapat ditemukan
irisnormal, bilik mata depan normal, sudut bilik mata normal, serta shadow test
negatif.
2. Imatur
Pada tahap berikutnya, opasitas lensa bertambah dan visus mulai
menurun menjadi 5/60 sampai 1/60. Cairan lensa bertambah akibatnya iris
terdorong dan bilik mata depan menjadi dangkal, sudut bilik mata sempit, dan
sering terjadi glaukoma. Pada pemeriksaan didapatkan shadow test positif.4

Gambar 6. Katarak Imatur

3. Matur
Jika katarak dibiarkan, lensa akan menjadi keruh seluruhnya dan
24
visusmenurun drastis menjadi 1/300 atau hanya dapat melihat lambaian
tangan dalam jarak 1 meter. Pada pemeriksaan didapatkan shadow test
negatif.4

Gambar 7. Katarak Matur

4. Hipermatur
Pada tahap akhir, korteks mencair sehingga nukleus jatuh dan lensa
jadi turun dari kapsulnya (Morgagni). Lensa terlihat keruh seluruhnya, visus
sudah sangat menurun hingga bisa mencapai 0, dan dapat terjadi komplikasi
berupa uveitis dan glaukoma. Pada pemeriksaan didapatkan iris tremulans,
bilik mata depan dalam, sudut bilik mata terbuka, serta shadow test positif
palsu.4

Gambar 8. Katarak Hipermatur

Tabel 2.1 Perbedaan Stadium Katarak


25
Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan lensa Normal Bertambah Normal Berkurang (air +
(air masuk) masa lensa
Berkurang
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik mata Normal Dangkal Normal Dalam
depan
Sudut bilik mata Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow test Negatif Positif Negatif Pseudopositif

d. Katarak Traumatik
Katarak traumatik paling sering disebabkan oleh trauma benda asing
pada lensa atau trauma tumpul pada bola mata. Peluru senapan angin dan
petasanherupakan penyebab yang sering; penyebab lain yang lebih jarang
adalah anak panah, batu, kontusio, pajanan berlebih terhadap panas ("
glassblower's cataract"), dan radiasi pengion. Di dunia industri, tindakan
pengamanan terbaik adalah sepasang kacamata pelindung yang bermutu baik.4
Lensa menjadi putih segera setelah masuknya benda asing karena lubang pada
kapsul lensa menyebabkan humor aqueus dan kadang- kadang vitreus masuk
ke dalam struktur lensa. Pasien sering kali adalah seorang pekerja industri
yang pekerjaannya memukulkan baja ke baja lain. Sebagai contoh, potongan
kecil palu baja dapat menembus kornea dan lensa dengan kecepatan yang
sangat tinggi lalu tersangkut di vitreus atau retina.4
e. Katarak Komplikata
Katarak komplikata merupakan katarak akibat penyakit mata lain
seperti radang, dan proses degenerasi seperti ablasi retina, retinitis
pigmentosa, glaukoma, tumor intra okular, iskemia okular, nekrosis anterior
segmen,buftalmos, akibat suatu tráuma dan pasca bedah mata. Katarak
komplikata dapat juga disebabkan oleh penyakit sistemik endokrin (diabetes
melitus, hipoparatiroid, galaktosemia dan miotonia distrofi) dan keracunan
obat (tiotepa intra vena, steroidlokal lama, steroid sistemik, kontra septik oral
dan miotika antikolinesterase).20 Katarak komplikata memberikan tanda

26
khusus dimana mulai katarak selamanya di daerah bawah kapsul atau pada
lapis korteks, kekeruhan dapat difus, pungtata ataupun linear. Dapat
berbentuk rosete, retikulum dan biasanya rtihat vakuol. Dikenal 2 bentuk
yaitu bentuk yang disebabkan kelainan pada polusposterior mata dan akibat
kelainan pada polus anterior bola mata pada polus posterior terjadi akibat
penyakit koroiditis, retinitis Pigmentosa, ablasi retina,kontusio retina dan
miopia tinggi yang mengakibatkan kelainan badan kaca.20
f. Katarak Sekunder
Katarak sekunder terjadi akibat terbentuknya jaringan fibrosis pada
sisalensa yang tertinggal, paling cepat keadaan ini terlihat sesudah 2 hari
EKEK. Bentuk lain yang merupakan proliferasi epitel lensa pada katarak
sekunder berupa mutiara Elsching dan cincin Soemmering. Katarak sekunder
merupakan fibrin sesudah suatu operasi katarak ekstra kapsular atau sesudah
suatu trauma yang memecah lensa terjadi kapsul akibat anterior yang pecah
dan traksi ke arah pinggir- daya regenerasi epitel yang ada di dalamnya
Cincin Soemmering mungkin akan bertambah besar oleh karena pinggir yang
melekat pada kapsula posterior meninggalkan daerah yang jernih di tengah,
dan membentuk gambaran cincin. Pada cincin ini tertimbun Mutiara
Elschnig adalah epitel subkapsular yang berproliferasi dan serabut lensa epitel
yang berproliferasi. membesar sehingga tampak sebagai busa sabun atau telur
kodok. Mutiara elschnig ini mungkin akan menghilang dalam beberapa tahun
karena pecah dindingnya. Pengobatan katarak sekunder adalah pembedahan
seperti disisio katarak sekunder, kapsulotomi, memberanektomi, atau
mengeluarkan seluruh membran keruh.20
g. Katarak Diabetes
Katarak diabetes Katarak diabetik merupakan katarak yang terjadi
akibat adanya penyakit diabetes melitus. Katarak pada pasien diabetes melitus
dapat terjadi dalam 3 bentuk :20
1. Pasien dengan dehidrasi berat, asidosis dan hiperglikemia nyata, pada
lensa akan terlihat kekeruhan berupa garis akibat lensa kapsul berkerut.
Bila dehidrasi lama akan terjadi kekeruhan lensa, kekeruhan akan hilang
bila terjadi rehidrasi dan kadar gula normal kembali.
2. Pasien diabetes juvenil dan tua tidak terkontrol, dimana terjadi katarak

27
serentakpada kedua mata dalam 48 jam, bentuk dapat snow fiake atau
bentuk piring subkapsular.
3. Katarak pada pasien diabetes dewasa dimana gambaran secara histoiogik
dan biokimia sama dengan katarak pasien nondiabetik.21

2.3.5. Diagnosis
Katarak dapat didiagnosis pada saat dilakukannya pemeriksaan rutin mata.
Katarak akan mulai tampak pada stadium immatur, matur ataupun hipermatur,
yang berpotensi menimbulkan kebutaan. Namun, katarak pada stadium
perkembangannya yang paling awal, dapat diketahui melalui dilatasi maksimum
pupil dengan alat ophtalmoskop, kaca pembesar, atau slit lamp. Pemeriksaan
yang dilakukan pada pasien katarak antara lain pemeriksaan fisik mata, sinar
celah (slit lamp), funduskopi, serta tonometer. Berbagai jenis katarak memiliki
efek yang berbeda pada gejala visual. Pasien sering mengeluhkan pandangan
buram, silau, dan halo dari cahaya. Kekaburan yang dirasakan bersifat perlahan
dan penderita merasa melihat melalui kaca yang buram. Pada tahap awal
kekeruhan lensa penderita dapat melihat bentuk akan tetapi tidak dapat melihat
detail. Segala jenis katarak pada umumnya akan mengeluh silau akan tetapi
terbanyak pada katarak sub kapsular posterior. Katarak menyebabkan gangguan
penglihatan warna, lensa yang bertambah kuning atau kecokelatan akan
menyebabkan gangguan diskriminasi warna, terutama pada spektrum cahaya biru.
Katarak menyebabkan gejala penurunan tajam penglihatan baik jauh maupun
dekat tanpa rasa nyeri. Pada kasus stadium katarak imatur, opasitas lensa
bertambah dan visus mulai menurun menjadi 5/60 sampai 1/60. Pada
pemeriksaan didapatkan shadow test positif. Sedangkan pada stadium katarak
matur, jika katarak dibiarkan, lensa akan menjadi keruh seluruhnya dan visus
menurun drastis menjadi 1/300 atau hanya dapat melihat lambaian tangan dalam
jarak 1 meter. Pada pemeriksaan didapatkan shadow test negatif.4

2.3.6. Tatalaksana

Indikasi medis operasi katarak adalah bila terjadi komplikasi antara lain:
glaucoma fakolitik, glaukoma fakomorfik, uveitis fakoantigenik, dislokasi lensa
ke bilik depan, dan katarak sangat padat sehingga menghalangi pandangan

28
gambaran fundus karena dapat menghambat diagnosis retinopati diabetika
ataupun glaukoma. Beberapa jenis tindakan bedah katarak :20
1. Ekstraksi Katarak Ekstrakapsuler (EKEK)
Tindakan pembedahan pada lensa katarak yang dilakukan pengeluaran
isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga lensa
massa dan korteks lensa dapat keluar melalui robekan tersebut, kemudian
dikeluarkan melalui insisi 9-10 mm, lensa intraokular dietakkan pada kapsul
posterior. Termasuk ke dalam golongan ini ekstraksi linier, aspirasi dan
irigasi. Pembedahan ini dilakukan pada pasien dengan katarak imatur,
kelainan dotel, keratoplasti, implantasi lensa intra okular posterior,
implantasi lensa sekunder intra okular, kemungkinan dilakukan bedah
glaukoma, predisposisi prolaps vitreous, sebelumnya mata mengatasi ablasi
retina, dan sitoid macular edema.20
2. Ekstraksi Katarak Intrakapsuler (EKIK)
EKIK adalah jenis operasi katarak dengan membuang lensa dan
kapsulsecara keseluruhan. EKIK menggunakan peralatan sederhana dan
hampir dapat dikerjakan pada berbagai kondisi. Terdapat beberapa
kekurangan EKIK, seperti besarnya ukuran irisan yang mengakibatkan
penyembuhan luka yang lama, menginduksi astigmatisma pasca operasi,
cystoid macular edema (CME), dan ablasio retina.4,20 Meskipun sudah banyak
ditinggalkan, EKIK masih dipilih untuk kasus-kasus subluksasi lensa, lensa
sangat padat, dan eksfoliasi lensa.Kontraindikasi absolut EKIK adalah katarak
pada anak-anak, katarak pada dewasa muda, dan ruptur kapsul traumatik,
sedangkan kontraindikasi relatif meliputi miopia tinggi, sindrom Marfan,
katarak Morgagni, dan adanya vitreus di kamera okuli anterior.20
3. Small Incision Cataract Surgery (SICS)
Teknik EKEK telah dikembangkan menjadi suatu teknik operasi
dengan irisan sangat kecil (7-8 mm) dan hampir tidak memerlukan jahitan,
teknik ini dinamai SICS. Oleh karena irisan yang sangat kecil, penyembuhan
relative lebih cepat dan risiko astigmatisma lebih kecil dibandingkan
EKEK konvensional. SICS dapat mengeluarkan nukleus lensa secara utuh
atau dihancurkan. Teknik ini populer di Negara berkembang karena tidak
membutuhkan peralatan fakoemulsifikasi yang mahal, dilakukan dengan

29
anestesi topikal, dan bias dipakai pada kasus nukleus yang padat. Beberapa
indikasi SICS adalah sklerosis nucleus derajat II dan III, katarak subkapsuler
posterior, dan awal katarak kortikal.20
4. Fakoemulsifikasi
Pembedahan dengan menggunakan vibrator ultrasonik untuk
menghancurkan nukleus yang kemdian diaspirasi melalui insisi 2,5-3 mm,
kemudian dimasukkan lensa intraokular yang dapat dilipat. Keuntungan yang
didapat dengan tindakan insisi kecil ini adalah lebih cepat, induksi
astigmatis akibat operasi minimal, kompikasi dan inflamasi pasca bedah
minimal. Penyuli yang timbul dapat terjadi katarak sekunder yang dapat
dihilangkan / dikurangi dengan tindakan Yag Laser.21

2.4. Pseudofakia
2.4.1. Definisi
Pseudoafakia adalah sebuah kondisi dimana mata aphakia telah
dilengkapi dengan lensa intraocular untuk mengganti lensa kristal. Pseudofakia
adalah suatu keadaan dimana mata terpasang lensa tanam setelah operasi
katarak. Lensa intraocular adalah lensa buatan yang terbuat dari semacam
plastik (polimetilmetakrilat) yang stabil, transparan dan ditoleransi oleh tubuh
dengan baik. Lensa ini sangat kecil, lunak dengan diameter antara 5-7 mm dan
tebal 1-2 mm sehingga dapat menggantikan posisi lensa mata manusia yang
telah keruh/katarak. Karena dapat ditoleransi tubuh dengan baik maka lensa
tanam ini dipasang untuk seumur hidup.22
Karena lensa tanam ini menggantikan posisi lensa yang telah katarak
maka tidak akan terjadi pembesaran benda yang dilihat, pandangan samping
tetap jelas, tidak perlu buka pasang dan penglihatan terasa lebih nyaman. Lensa
tanam ini juga dapat menjadi infeksi yang disebut infeksi intraokuler, dimana
sebagian besar berasal dari :
a) Cairan yang tercemar

b) Konjungtivitis menahun atau infeksi pinggir kelopak mata menahun atau


dacriocystitis menahun.
c) Pembedahan yang memakan waktu terlalu lama.

30
A. Lensa Intraokuler dan Implan
Lensa intraocular (IOL) umum digunakan untuk memperbaiki atau
menyembuhkan cacat visual. IOL dikategorikan dalam dua jenis: monofocal
atau multifokal. Lensa intraokular monofocal atau multifokal dapat
dimanfaatkan dalam penggantian Lensa mata rusak.22
1. IOL monofokal
IOL monofokal yang berarti mereka memberikan visi pada satu jarak
saja (jauh, menengah atau dekat) berarti bahwa pasien harus memakai
kacamata atau lensa kontak untuk membaca, menggunakan komputer
atau melihat pada jarak lengan.
2. IOL multifokal
IOL multifokal menawarkan kemungkinan melihat dengan baik pada
lebih dari satu jarak, tanpa kacamata atau lensa kontak.
3. Toric IOL untuk Astigmatisme
4. Monovision dengan Lensa Intraokule
5. Aspheric IOL
6. Blue Light-Filtering IOLs
7. Piggyback IOL

31
BAB III
LAPORAN KASUS

ANAMNESIS Nama: Tn.S Ruang: -


Umur: 63 Tahun Kelas : -
Nama Lengkap : Tn. S
Tempat dan Tanggal Lahir : Palembang, 6 Juli 1960

Umur : 63 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Kertapati
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SMA
Dokter yang Merawat: dr. Septiani Nadra Indawaty , Sp.M
Dokter Muda : Citra Trisdayuni, S. Ked
Tanggal Pemeriksaan : 12 September 2023

Keluhan Utama:
Mata kanan tidak dapat melihat

Keluhan Tambahan:
Pengelihatan menurun (+) hanya melihat bayangan, Mata kiri seperti berkabut/
melihat asap, silau, pelangi. dan sering keluar air mata. Nyeri (+) pada kedua mata.

1. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke Poli Mata RSUD Palembang Bari dengan keluhan mata kanan
tidak dapat melihat. Keluhan sudah dialami pasien sejak 3 bulan yang lalu. Pasien
mengeluhkan bahwa pada saat melihat jauh hanya dapat melihat seperti bayangan.
Sebelumnya pasien mengatakan pada mata kiri seperti berkabut/melihat asap, pelangi,
silau, dan sering keluar air mata. Pasien merasakan nyeri pada kedua mata, dan sakit
kepala. Sejak 2 tahun yang lalu Tn.S melakukan operasi katarak sebelah mata kanan
dan memiliki riwayat DM.

Keluhan lainnya seperti mata mengganjal (-/-), seperti melihat asap (+/+), sakit
kepala (+/+), mual muntah (-/-), melihat seperti terowongan (-/-), penglihatan ganda
32
(-/-), gatal (+/+), mata merah (-/-).
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat operasi mata (+)
Riwayat memakai kacamata baca (-)
Riwayat hipertensi (-)
Riwayat diabetes melitus (+)
Riwayat alergi (-)
Riwayat pemakaian obat-obatan (-)
Riwayat trauma pada mata (-)

3. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat dalam keluarga yang memiliki keluhan yang serupa (-)

PEMERIKSAAN FISIK Nama: Tn. S Ruang: -


Umur: 63 Tahun Kelas : -
Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Kompos Mentis
Tanda Vital
- Tekanan Darah : 130/80 mmHg
- Nadi : 80 x/ Menit
- Laju Napas : 20 x/ Menit
- Suhu : 36,5 ℃

Status Oftalmologis

OD OS

Pergerakan bola mata kesegala arah baik. Pergerakan bola mata kesegala arah baik

33
No. Pemeriksaan OD OS
1. Visus 1/~ PSS 1/60
2. Tekanan Intra Okuler 59,1 mmHg 30,4 mmHg
3. Kedudukan Bola Mata
Posisi Ortoforia Ortoforia
Eksoftalmus (-) (-)
Enoftalmus (-) (-)
4. Pergerakan Bola Mata
Atas Baik Baik
Bawah Baik Baik
Temporal Baik Baik
Temporal atas Baik Baik
Temporal bawah Baik Baik
Nasal Baik Baik
Nasal atas Baik Baik
Nasal bawah Baik Baik
Nistagmus (-) (-)
5. Palpebrae
Hematom (-) (-)
Edema (-) (-)
Hiperemis (-) (-)
Benjolan (-) (-)
Ulkus (-) (-)
Fistel (-) (-)
Hordeolum (-) (-)
Kalazion (-) (-)
Ptosis (-) (-)
Ektropion (-) (-)
Entropion (-) (-)
Sekret (-) (-)
Trikiasis (-) (-)
Madarosis (-) (-)
6. Punctum Lakrimalis
Edema (-) (-)
Hiperemis (-) (-)
Benjolan (-) (-)
Fistel (-) (-)
7. Konjungtiva Tarsal Superior
Edema (-) (-)
Hiperemis (-) (-)
Sekret (-) (-)
Epikantus (-) (-)
8. Konjungtiva Tarsalis Inferior
Kemosis (-) (-)
Hiperemis (-) (-)
Anemis (-) (-)
Folikel (-) (-)
Papil (-) (-)
Lithiasis (-) (-)
Simblefaron (-) (-)
34
9. Konjungtiva Bulbi
Kemosis (-) (-)
Pterigium (-) (-)
Pinguekula (-) (-)
Flikten (-) (-)
Simblefaron (-) (-)
Injeksi konjungtiva (-) (-)
Injeksi siliar (+) (+)
Injeksi episklera (-) (-)
Perdarahan subkonjungtiva (-) (-)
10. Kornea
Kejernihan Jernih Jernih
Edema (-) (-)
Ulkus (-) (-)
Erosi (-) (-)
Infiltrat (-) (-)
Flikten (-) (-)
Keratik presipitat (-) (-)
Macula (-) (-)
Nebula (-) (-)
Leukoma (-) (-)
Leukoma adherens (-) (-)
Stafiloma (-) (-)
Neovaskularisasi (-) (-)
Imbibisi (-) (-)
Pigmen iris (-) (-)
Bekas jahitan (-) (-)
Tes sensibilitas Tidak diperiksa Tidak diperiksa
11. Limbus kornea
Arkus senilis (+) (+)
Bekas jahitan (-) (-)
12. Sklera
Sklera biru (-) (-)
Episkleritis (-) (-)
Skleritis (-) (-)
13. Kamera Okuli Anterior
Kedalaman Normal Normal
Kejernihan Jernih Jernih
Flare (-) (-)
Sel (-) (-)
Hipopion (-) (-)
Hifema (-) (-)
14. Iris
Warna Coklat Coklat
Gambaran radier Jelas Jelas
Eksudat (-) (-)
Atrofi (-) (-)
Sinekia posterior (-) (-)
Sinekia anterior (-) (-)
Iris bombe (-) (-)
35
Iris tremulans (-) (-)
15. Pupil
Bentuk Bulat Bulat
Besar ± 4 mm ± 4 mm
Regularitas Reguler Reguler
Isokoria Isokor Isokor
Letak Central Central
Refleks cahaya langsung (-) (+)
Seklusio pupil (-) (-)
Oklusi pupil (-) (-)
Leukokoria (-) (-)
16. Lensa
Kejernihan Jernih Keruh
Shadow test (-) (+)
Refleks kaca (+) (-)
Luksasi (-) (-)
Subluksasi (-) (-)
Pseudofakia (+) (-)
Afakia (-) (-)
17. Funduskopi
Refleks fundus Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Papil Tidak diperiksa Tidak diperiksa
- warna papil Tidak diperiksa Tidak diperiksa
- bentuk Tidak diperiksa Tidak diperiksa
- batas Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Retina Tidak diperiksa Tidak diperiksa
- warna Tidak diperiksa Tidak diperiksa
- perdarahan Tidak diperiksa Tidak diperiksa
- eksudat Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Makula lutea Tidak diperiksa Tidak diperiksa

Pemeriksaan Penunjang:
- Pemeriksaan Visus
- Tonometri
- Slit lamp

RINGKASAN ANAMNESIS DAN Nama : Tn.S Ruang : -


PEMERIKSAAN JASMANI Umur : 50 Tahun Kelas : -
Pasien datang ke Poli Mata RSUD Palembang Bari dengan keluhan mata kanan

36
tidak dapat melihat. Keluhan sudah dialami pasien sejak 3 bulan yang lalu. Pasien
mengeluhkan bahwa pada saat melihat jauh hanya dapat melihat seperti bayangan.
Sebelumnya pasien mengatakan pada mata kiri seperti berkabut/melihat asap, pelangi,
silau, dan sering keluar air mata. Pasien merasakan nyeri pada kedua mata, dan sakit
kepala. Sejak 2 tahun yang lalu Tn.S melakukan operasi katarak sebelah mata kanan
dan memiliki riwayat DM.

Keluhan lainnya seperti mata mengganjal (-/-), seperti melihat asap (+/+), sakit
kepala (+/+), mual muntah (-/-), melihat seperti terowongan (-/-), penglihatan ganda
(-/-), gatal (+/+), mata merah (-/-).

Pemeriksaan Oftalmologikus
OD OS
1/~ PSS Visus 1/60
59,1 mmHg TIO 30,4 mmHg
Injek siliar Injeksi siliar
Konjungtiva
bulbi
Arkus senilis Arkus senilis
Limbus
kornea
Refleks cahaya langsung tidak ada Pupil Refleks cahaya langsung (+)

Jernih, shadow test (-), reflek kaca Lensa Keruh, terdapat shadow test (+),
(+), pseudofakia (+) reflek kaca (-)

Daftar Masalah :
1. VOD 1/~ PSS, TIOD 59,1mmHg
2. VOS 1/60, TIOS 30,4 mmHg
3. Injeksi siliar ODS
4. Arkus senilis ODS
5. OS Refleks Cahaya langsung tidak ada
6. OS Lensa keruh, shadow test (+), refleks kaca (-)
7. OD Lensa Jernih, shadow test (-), reflek kaca (+), pseudofakia (+)

Diagnosis
Pseudofakia OD + Katarak Senilis Imatur OS + Glaukoma Sekunder OD

37
Tatalaksana
Edukasi :
a. Edukasi ke pasien mengenai penyakit yang di deritanya (pengertian, penyebab,
komplikasi, factor resiko, dan rencana tindakan selanjutnya)

b. Edukasi kepada pasien agar tidak langsung terpapar dengan debu dan sinar
matahari, bisa menggunakan kacamata

c. Edukasi pasien untuk selalu menjaga kebersihan mata, dan selalu mencuci tangan
d. Edukasi kepada pasien untuk menjaga pola makan, rajin berolahraga dan istirahat
yang cukup

Tatalaksana :

a. Pemberian pengobatan pencegahan progresivitas katarak seperti vitamin C,


vitamin E dan kalium iodide

b. Menurunkan TIO segera. Pada pasien diberikan asetazolamide yang merupakan


golongan carbonic anhidrase inhibitor yang berfungsi meneka produksi akuos.
Yaitu Asetazolamide 3x250 mg. Pemberian KSR digunakan untuk mencegah
hipokalemia yang merupakan efek samping pemberian asetazolamide.

c. Pemberian Timolol maleate 0,5 % yang merupakan golongan beta bloker yang
berfungsi untuk menurunkan produksi akuos humor.

d. Pemberian cytrol yang berisikan kortikosteroid topikal dengan antibiotik


digunakan untuk mengurangi inflamasi dan kerusakan saraf optic.

e. Rujuk kepada spesialis mata untuk penangan selanjutnya.

Prognosis :
Fungsionam : Dubia Ad Bonam
Vitam : Dubia Ad Bonam
Sanationam : Dubia Ad Bonam

Nama dan tanda tangan dokter muda : Citra Trisdayuni, S.Ked

Diperiksa dan disahkan oleh : dr. Septiani Nadra Indawaty, Sp.M

38
Tanggal : 12 September 2023

Tanda Tangan

( )

39
BAB IV

ANALISA KASUS

Pasien datang ke Poli Mata RSUD Palembang Bari dengan keluhan mata kanan tidak
dapat melihat. Keluhan sudah dialami pasien sejak 3 bulan yang lalu. Pasien mengeluhkan
bahwa pada saat melihat jauh hanya dapat melihat seperti bayangan. Sebelumnya pasien
mengatakan pada mata kiri seperti berkabut/melihat asap, pelangi, silau, dan sering keluar air
mata. Pasien merasakan nyeri pada kedua mata, dan sakit kepala. Sejak 2 tahun yang lalu
Tn.S melakukan operasi katarak sebelah mata kanan dan memiliki riwayat DM.

Keluhan lainnya seperti mata mengganjal (-/-), seperti melihat asap (+/+), sakit kepala
(+/+), mual muntah (-/-), melihat seperti terowongan (-/-), penglihatan ganda (-/-), gatal (+/+),
mata merah (-/-).

Dari anamnesis, didapatkan bahwa kemungkinan pasien mengalami glaukoma.


Glaukoma adalah suatu keadaaan di mana tekanan mata seseorang demikian tinggi atau tidak
normal sehingga mengakibatkan kerusakan saraf optik dan mengakibatkan gangguan pada
sebagian atau seluruh lapang pandang atau buta. Glaukoma adalah penyakit berbahaya yang
tetap asimtomatik untuk waktu yang lama, di mana manifestasi visual terjadi bila sudah ada
kerusakan permanen.

Pada pemeriksaan mata, didapatkan visus VOD 1/~ PSS dan VOS 1/60, terjadi
penurunan ketajaman penglihatan pada kedua mata pasien. Menurut WHO visus <3/60
adalah buta. Selain itu, saat dilakukan pemeriksaan tonometri didapatkan hasil TIOD 0/7,5
(59,1mmHg) dan TIOS 4/7,5 (30,4mmHg), dimana hal tersebut menunjukan adanya
peningkatan TIO. Serta, pupil mata kanan melebar dan tidak ada refleks cahaya yang
menandakan kerusakan pada saraf optikus. Hal tersebut dapat terjadi pada orang penderita
glaukoma. Glaukoma akan terjadi bila cairan mata di dalam bola mata pengalirannya
terganggu. Glaukoma ditandai dengan degenerasi trabecular meshwork (TM) (filter yang
bertanggung jawab untuk drainase aqueous humor dari ruang anterior mata), yang
meningkatkan tekanan intraokular (TIO). Hipertensi okular ini menyebabkan kerusakan
akson sel ganglion retina yang membentuk saraf optik, dan kemudian kehilangan konsentris
secara progresif dari sel ganglion retina.

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik mata kemungkinan pasien mengalami


40
glaukoma dengan klasifikasi glukoma sekunder. Glaukoma sekunder ialah peningkatan
tekanan intraokuler yang disebabkan oleh kelainan mata atau kelainan di luar mata yang
menghambat aquos outflow. Hal tersebut terjadi karena pasien memiliki riwayat kedua mata
nyeri, berair dan sakit kepala. Pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis, di
antaranya elektroretinografi, angiografi fluoresen iris, optical coherence tomography (OCT)
segmen anterior, dan biomicroscopy ultrasound. Tatalaksana yang dapat diberikan jika tidak
ada potensi penglihatan yang berguna adalah untuk meredakan nyeri simtomatik.

Saat dilakukan anamnesis, pasien mengeluh pada mata kiri seperti melihat asap dan
pasien merasa silau. Pada pemeriksaan selanjutnya didapatkan mata kiri pasien terlihat
kekeruhan pada lensa. Saat dilakukan shadow test, terdapat bayangan terbentuk yang berarti
shadow test (+) Hal ini menunjukkan bahwa pasien mengalami katarak. katarak merupakan
penyakit mata yang ditandai dengan kekeruhan lensa mata sehingga mengganggu proses
masuknya cahaya ke mata. Katarak dapat disebabkan karena terganggunya mekanisme
kontrol keseimbangan air dan elektrolit, karena denaturasi protein lensa atau gabungan
keduanya. Pada usia tua akan terjadi pembentukan lapisan kortikal yang baru pada lensa yang
mengakibatkan nukleus lensa terdesak dan mengeras (sklerosis nuklear). Pada saat ini terjadi
perubahan protein lensa yaitu terbentukanya protein dengan berat molekul yang tinggi dan
mengakibatkan perubahan indeks refraksi lensa sehingga memantulkan sinar masuk dan
mengurangi transparansi lensa. Pemberian edukasi kepada pasien katarak sangat penting.
Glaukoma sekunder juga dapat terjadi karena katarak. Proses penuaan mengakibatkan
penambahan tebal lensa sebesar 0,75–1,1mm dan pergerakan permukaan lensa ke arah
anterior sebanyak 0,4–0,6 mm3. Pergeseran permukaan lensa ke bagian anterior ini
mengakibatkan kedalaman bilik mata depan berkurang 0,04–0,6 mm3. Ukuran lensa yang
berubah juga mampu mengakibatkan penutupan sudut bilik mata depan. Menutupnya sudut
bilik mata depan mengakibatkan hambatan pada jalur aliran akuos ditandai dengan
peningkatan tekanan intraocular.

Mata kanan pasien sebelumnya mengalami katarak senilis matur dan telah di operasi
sejak 2 tahun yang lalu. Pasien diberi lensa baru (Pseudofakia). Pseudofakia adalah sebuah
kondisi dimana mata aphakia telah dilengkapi dengan lensa intraocular untuk mengganti
lensa kristal. Pseudofakia adalah suatu keadaan dimana mata terpasang lensa tanam setelah
operasi katarak. Terlihat dari pemeriksaan fisik yang didapatkan refleks kaca positif, yaitu
seperti pantulan cahaya dari senter mengindikasikan adanya lensa intraokular yang terpasang.

41
Pada pasien yang mengalami katarak imatur diberikan pengobatan seperti vitamin C
dan vitamin E sebagai antioksidan serta kalium iodide untuk mencegah progresivitas dari
katarak tetapi tidak menyembuhkan. Kemudian, pasien diberikan terapi Asetazolamide 3 x
250 mg, KSR 2x1 tablet, Timolol maleate 0,5 % ED 2x1 tetes ODS/hari, dan Cxytrol 3x1.

Pada pasien ini prognosis quo ad vitam, quo ad fungtionam dan sanationam adalah
dubia ad bonam. Hal ini dikarenakan glaukoma merupakan kegawat daruratan mata, yang
harus segera ditangani dalam 24–48 jam. Jika tekanan intraokular tetap terkontrol setelah
terapi akut glaukoma sudut tertutup, maka kecil kemungkinannya terjadi kerusakan
penglihatan progresif. Tetapi bila terlambat ditangani dapat mengakibatkan buta permanen.

42
BAB V
KESIMPULAN

1. Diagnosis pada Tn.S adalah Pseudophakia OD + Katarak Senilis imatur OS + Glaukoma


sekunder OD
2. Penegakkan diagnosis pada pasien Tn.S ini berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
oftalmologi, pemeriksaan penunjang dan pemeriksaan oleh dokter spesialis mata.
3. Glaukoma sekunder ialah peningkatan tekanan intraokuler yang disebabkan oleh kelainan
mata atau kelainan di luar mata yang menghambat aquos out flow.
4. Katarak merupakan penyakit mata yang ditandai dengan kekeruhan lensa mata sehingga
mengganggu proses masuknya cahaya ke mata.
5. Katarak dapat dicegah progrestivitasnya dengan farmakologi dan pengobatannya dengan
pembedahan.
6. Pseudofakia adalah suatu keadaan dimana mata terpasang lensa tanam setelah operasi
katarak.
7. Tatalaksana dapat diberikan pada pasien yaitu menjelaskan kepada pasien mengenai
penyakit yang dialami, menjelaskan kepada pasien untuk menggunakan pelindung mata
seperti kacamata saat berpergian untuk menghindari debu, angina, dan sinar matahari.

43
DAFTAR PUSTAKA

1. Ludwig, P.E., Jessu, R. dan Czyz, C.N., 2022. Physiology, Eye. Dalam: StatPearls
[Internet]. StatPearls Publishing.
2. Gusti Ngurah Anom SI, Anak Agung Ayu Lie Lhiannza Mahendra P, Putu Bayu Surya
PI, Kadek Dwiki AI, Ni Putu Narithya J, Pendidikan Profesi Dokter P. Laporan Kasus:
Katarak Senilis Matur. Ganesha Med J. 2022;2(2):84-89.
3. Germany: Institute for Quality and Efficiency in Health Care (IQWiG),2006-.
Cataracts: Overview. [Updated 2019 Oct 10]. InformedHealth.org.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK390302/ . Diakses pada 1 Mei 2023
4. Detty AU, Artini I, Yulian VR. Karakteristik Faktor Risiko Penderita Katarak. J Ilm
Kesehat Sandi Husada. 2021;10(1):12-17. doi:10.35816/jiskh.v10i1.494
5. Hajar S, Emril DR, Fijratullah, Rizkidawati. Gangguan Neurologis Pada Glaukoma. J
Sinaps. 2021;4(1):1-12.
6. Ilyas, S., dan Yulianti, S.R. 2015. Ilmu penyakit mata, edisi 5. Jakarta:Badan Penerbit
FK UI.
7. Siswoyo, dkk. 2018. Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Upaya Pencegahan
Penyakit Glaukoma pada Klien Berisiko di Wilayah Kerja Puskesmas Jenggawah
Kabupaten Jember. Jurnal Pustaka Kesehatan. 6(2):285-291.
8. Tobing, L.M. 2014. Acute Glaucoma on Right Eye. Journal Agromedicine Unila.
1(2):99-103.
9. Allison K, dkk. 2020. Epidemiology of Glaucoma: The Past, Present, and Predictions
for the Future. Cureus. 12(11).
10. Hashemi H, dkk. 2019. Prevalence and risk factors of glaucoma in an adult population
from Shahroud, Iran. J Curr Ophthalmol. (4):366–72.
11. Williams, L., dan Wilkins. 2010. Handbook for Brunner & Suddarth’s Textbook of
Medical Surgical Nursing. 12th edition. U.S: Library of Congress Cataloging in
Publication Data.
12. American Academy of Ophtalmology. Primary Open-Angle Glaucoma. 2015;
http://dx.doi.org/10.1016/j.ophtha.2015.10.053.
13. Desember PJ. Pre Operasi Di Rsup . Prof . Dr . R . D . Kandou Manado. Published
online 2011.
14. Leonardo K, Priscilia F. Glaukoma Neovaskular: Deteksi Dini dan Tatalaksana. Contin

44
Med Educ. 2020;47(2):93-96.
http://103.13.36.125/index.php/CDK/article/view/349%0A
http://103.13.36.125/index.php/CDK/article/viewFile/349/149.
15. Greco A, dkk. 2016. Emerging Concepts in Glaucoma and Review of the Literature.
Am J Med. 129(9):1000.e7- 1000.e13.
16. Prum BE, dkk. 2016. Primary angle closure preferred practice Pattern guidelines.
Ophthalmology. 2016;123(1):P1–40.
17. Krishnadas R, Ramakrishnan R. Secondary glaucomas: The tasks ahead. J Community
Eye Heal. 2001;14(39):40-42.
18. Mc Graw Hill Edisi ke-8. 2011. United States of America.
19. Mutiarasari D, Handayani F. Katarak Juvenil. Inspirasi. 2011;(XIV):3-25.
20. Pusdatin Kemenkes RI. InfoDatin Glaukoma 2019.pdf. Published online 2023:1-9.
21. Astari P. Katarak: Klasifikasi, Tatalaksana, dan Komplikasi Operasi. Astari, Prilly.
2018;45(10):748-753.
22. Vaughan, Daniel G, MD, Asbury, Taylor, MD, dan Riordan-Eva, Paul, FRCS,
FRCOphth. Editor; Diana Susanto. Oftalmologi Umum. EGC. Jakarta. 2009. hal; 12
dan 212-229.

45

Anda mungkin juga menyukai