Anda di halaman 1dari 30

KATARAK SENILIS

Case Report

Pembimbing :
dr. Yuda Saputra, Sp.M

Disusun Oleh :

Amira Ainul Wildad 21360051

Aditya Haryadi 21360106

Vidi Aulia Alpian 21360224

Zahrotul Fuadiyah 21360235

Masa KKM : September 2022 - Oktober 2022

KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


RSUD JENDRAL AHMAD YANI METRO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
MALAHAYATI
2022

i
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

“KATARAK SENILIS IMMATUR”

Mahasiswa:

Amira Ainul Wildad 21360051

Aditya Haryadi 21360106

Vidi Aulia Alpian 21360224

Zahrotul Fuadiyah 21360235

Case Report ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti Kepaniteraan
Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Mata RSUD Jendral Ahmad Yani Metro

Metro , Oktober 2022

dr. Yuda Saputra, Sp.M

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat,

rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul ”KATARAK

SENILIS”. Laporan kasus ini merupakan salah satu syarat Kepaniteraan Klinik di

Bagian/Departemen bagian ilmu penyakit mata RSUD Jendral Ahmad Yani Metro.Penulis

mengucapkan terima kasih kepada dr. Yuda Saputra, Sp.M, selaku pembimbing yang telah

memberikan bimbingan selama penulisan dan penyusunan laporan kasus ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan kasus ini.

Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis harapkan. Semoga laporan

ini dapat memberi manfaat bagi pembaca.

Metro , September 2022

Tim Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN................................................................................................................ii
KATA PENGANTAR..........................................................................................................................iii
DAFTAR ISI........................................................................................................................................iv
BAB I. PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
BAB II. LAPORAN KASUS.................................................................................................................2
BAB III. TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................................9
BAB IV. KESIMPULAN....................................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................................27

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Lensa mata adalah bagian mata yang terdapat di belakang pupil mata,

yang berfungsi sebagai media penglihatan sehingga harus jernih atau transparan

dan memfokuskan agar cahaya jatuh tepat ke retina. Lensa merupakan salah satu

media refraksi penting yang berfungsi memfokuskan cahaya masuk ke mata. Jika

terjadi kekeruhan pada lensa maka akan terganggu proses penglihatan yang

disebut katarak. Katarak merupakan penyebab utama kebutaan di seluruh dunia

yang sebenarnya dapat dicegah. Penyakit katarak merupakan penyakit mata yang

ditandai dengan kekeruhan lensa mata sehingga mengganggu proses masuknya

cahaya ke mata. Katarak dapat disebabkan karena terganggunya mekanisme

kontrol keseimbangan air dan elektrolit, karena denaturasi protein lensa atau

gabungan keduanya.2 Sekitar 90% kasus katarak berkaitan dengan usia,

penyebab lain adalah kongenital dan trauma. (Astari, 2018).

Katarak berasal dari bahasa Yunani katarrhakies, Inggris cataract, dan

Latin cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular

dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak

adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi

(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa terjadi akibat kedua-duanya

(Ilyas,2018). Saat ini, sekitar 314 juta orang mengalami penurunan visus dan 45

juta diantaranya merupakan kasus kebutaan. Berdasarkan hasil survei kebutaan

Rapid Assesment of Avoidable Blindness (RAAB) di Indonesia tahun 2014-

1
2016, sebanyak 15 provinsi menunjukkan penyebab utama gangguan penglihatan

dan kebutaan adalah kelainan refraksi 10-15% dan katarak 70-80%. Kebutaan

yang disebabkan katarak, dialami oleh usia lebih dari 50 tahun dan berdasarkan

analisis penelitian dari Global Burden of Disease, Injuries, and Risk Factors

2010 menyatakan bahwa katarak merupakan masalah serius mengenai kebutaan.

Di Indonesia, jumlah penderita kebutaan akibat katarak selalu bertambah

210.000 orang per tahun, 16% diantaranya diderita penduduk usia produkif.

Salah satu factor resiko yang tidak dapat dimodifikasi utama ialah usia. Katarak

senilis terjadi pada usia >50 tahun, dimana pada usia tersebut terjadi banyak

kelainan degeneratif seperti diabetes mellitus (DM) yang dapat menyebabkan

komplikasi pada mata berupa katarak dan retinopati diabetik. Beberapa pendapat

menyatakan bahwa pada keadaan hiperglikemia terdapat penimbunan sorbitol

dan fruktosa di dalam lensa (Ilyas,2018).

Kebutaan yang terjadi akibat katarak akan terus meningkat karena

penderita tidak menyadarinya, daya penglihatan baru terpengaruh setelah katarak

berkembang sekitar 3-5 tahun dan menyadari penyakitnya setelah memasuki

stadium kritis. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan mengenai gejala

katarak. Salah satu penyebab tingginya kasus kebutaan yang diakibatkan oleh

katarak karena kurangnya perhatian masyarakat terhadap kesehatan mata

(Irawan, 2018).

2
BAB II

LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN

Nama : Semi Finali

Umur : 14 Agustus 1941 (81 tahun)

Alamat : Tejo Agung, Metro Timur

Suku : Jawa

Bangsa : Indonesia

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status : Kawin

Pekerjaan : Petani

No. RM : 058833

2. ANAMNESIS

1. Keluhan utama

Pasien mengeluhkan kedua mata buram seperti melihat asap sejak 9 tahun yang lalu

dan semakin parah sejak 1 bulan.

2. Keluhan tambahan

Pasien ngeluhkann silau ketika melihat cahaya dan terkadang mata terasa sakit.

3. Riwayat Perjalanan penyakit

Pasien perempuan usia 82 tahun datang ke poli Mata RSUD Ahmad Yani Metro

pada tanggal 26/09/2022 diantar anakya dengan keluhan kedua mata buram seperti

melihat asap sejak 9 tahun yang lalu dan semakin parah sejak 1 bulan terakhir. Mata

3
buram tersebut dirasakan seprti melihat asap dan seperti melihat kabut. Keluhan

dirasakan sepanjang hari dan tidak ada faktor yang memperingan dan memperburuk

gejala tersebut.

Keluhan lain juga dirasakan seperti silau ketika terkena cahaya dan saat pasien

melihat orang. Pasien juga mengeluhkan mata kanan dan kiri terasa sakit yang

hilang timbul sejak 1 minggu terakhir. Pasien sudah berobat ke klinik dokter

sebanyak dua kali dan sudah diberikan obat, namun keluhan tak kunjung mereda dan

dirasakan semakin parah.

4. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Asam Urat : (-) Disangkal

Riwayat Gastritis : (-) Disangkal

Riwayat DM : (-) Disangkal

Riwayat HT : (-) Disangkal

Riwayat Alergi : (-) Disangkal

Riwayat Trauma : (-) Disangkal

5. Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien mengatakan tidak ada riwayat penyakit

keluarga. Riwayat DM : Disangkal

Riwayat Hipertensi : Disangkal

Riwayat Alergi : Disangkal

6. Riwayat Pengobatan

Pasien sudah berobat ke poliklinik dokter mata sebanyak dua kali dan sudah

diberikan obat, namun keluhan tak kunjung hilang dan semakin parah.

7. Riwayat Kebiasaan

Pasien beraktivitas seperti biasa dirumahnya dan tidak ada aktivitas berat yang

4
dikerjakan.

4. PEMERIKSAAN FISIK

o Vital sign

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

Tanda-tanda Vital

- TD : 170/95 mmHg

- Nadi : 71 x/ menit

- RR : 20 x/ menit

- Suhu : 36,5oC

- SpO₂ : 98%

Status gizi

- BB : 55kg

- TB : 158 cm

- IMT : (normoweig)

o Status Present

- Kepala : Bentuk normocephal, rambut putih kehitaman, Alopesia (-)

- Mata : Status Oftamologi

- THT : Tonsil T1/T1, Faring normal,

- Mulut : Bibir pucat (-), Perdarahan gusi (-), Atrofi pupil lidah (-)

- Leher : JVP + 0cm H2O, Pembesaran kelenjar (-), Ptekie (-)

5
- Thoraks

a. Pulmo
I : Bentuk dada normal, Simetris (statis dan dinamis), retraksi

(-)

P : Vocal fremitus N|N

N|N

N|N

P : Sonor |

Sonor Sonor

| Sonor

Sonor |

Sonor

A : Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

b. Jantung

I : Ictus cordis tidak terlihat

P : Ictus cordis tidak teraba, Thrill

(-)

P : Batas atas jantung ICS 2 sinistra

Batas kanan jantung parasternal line dekstra

Batas kiri jantung midclavicula line sinistra ICS

A : S1S2 tunggal regular, murmur (-)

- Abdomen

I : Distensi (-)

A : Bising usus (+) Normal

P : Timpani (+), shifting dullness (-)

6
P : Nyeri tekan (-), nyeri ketok CVA (-), hepar dan lien

tidak teraba

- Ekstremitas

Superior Inferior

Edema -/- -/-

Akral hangat +/+ +/+

Echimosis -/- -/-

7
5. STATUS OFTAMOLOGI

Oculi Dextra Oculi sinistra


1/4 Visus 1/4
Tidak dilakukan Koreksi Tidak dilakukan
DBN Supersilia DBN
Edem (-), Spasme (-) Palbebra superior Edem (-), Spasme (-)
Edem (-), Spasme (-) Palbebra inferior Edem (-), Spasme (-)
DBN Silia DBN
Orthoforia (+) Orthoforia (+)
Eksoftalmus (-) Bulbus oculi Eksoftalmus (-)
Strabismus (-) Strabismus (-)
Baik ke segala arah Gerak bola mata Baik ke segala arah

Hiperemi (-) Hiperemi (-)


Conjungtiva bulbi

Secret (-), Edem (-), Congjungtiva fornices Secret (-), Edem (-),
hiperemi (-) hiperemi (-)
Hiperemi (-) Sikatrik (-) Congjungtiva palpebra Hiperemi (+) Sikatrik (-)

putih, ikterik (-), Siliar putih, ikterik (-), Siliar


injeksi (-) Sclera injeksi (-)

Keruh
Keruh Kornea

Kedalaman DBN, jernih, Bilik Mata Depan Kedalaman DBN,


hipopion (+) jernih, hipopion (+)

Warna : Coklat
Iris Warna : Coklat

Bulat, Reguler, Sentral, 3


mm, Reflek Cahaya (-) Bulat, Reguler, Sentral,
Pupil 3 mm, Reflek Cahaya
(-)
Shadow test (+) Shadow test Shadow test (+)
Sulit dinilai Lensa Sulit dinilai
Tidak diperiksa Fundus refleks Tidak diperiksa
Tidak diperiksa Korpus vitreum Tidak diperiksa
Normal per palpasi Tensio oculi Normal per palpasi
DBN Sistem canalis lakrimalis DBN

8
6. RESUME
Pasien perempuan usia 82 tahun datang ke poli Mata RSUD Ahmad Yani Metro

pada tanggal 26/09/2022 diantar anakya dengan keluhan kedua mata buram seperti

melihat asap sejak 9 tahun yang lalu dan semakin parah sejak 1 bulan terakhir. Mata

buram tersebut dirasakan seprti melihat asap dan seperti melihat kabut. Keluhan

dirasakan sepanjang hari dan tidak ada faktor yang memperingan dan memperburuk

gejala tersebut. Keluhan lain juga dirasakan seperti silau ketika terkena cahaya dan saat

pasien melihat orang. Pasien juga mengeluhkan mata kanan dan kiri terasa sakit yang

hilang timbul sejak 1 minggu terakhir. Pasien sudah berobat ke klinik dokter sebanyak

dua kali dan sudah diberikan obat, namun keluhan tak kunjung mereda dan dirasakan

semakin parah. Pemeriksaan oftalmologi mata kanan dan kiri didapatkan visus 1/4,

reflek cahaya pada pupil mata kanan dan kiri midriasis, lensa/korea keruh dan

didapatkan shadow test (+).

7. DIAGNOSA BANDING

1. Katarak sinilis Immatur


2. Katarak sinilis hipermatur
3. Glaukoma

8. PEMERIKSAAN TAMBAHAN

- Pemeriksaan sinar celah (Slitlamp)


- Funduskopi
9. DIAGNOSA KERJA

Katarak sinilis immatur Oculi dextra et sinistra

9
10. PENATALAKSANAAN

Medika Mentosa Non medikamentosa

Catarlent eye drop 5 kali sehari 1 tetes Disaranakan pada pasien untuk

dilakukan tindakan pembedahan Ekstraksi

Kandungan Catarlent : Katarak Ekstra Kapsular (EKEK)

Calcium Chloride Anhydrous 5 Setelah pembedahan lensa diganti

Potassium lodide 5 mg dengan kacamata afakia, lensa kontak atau

Sodium Thiosulfate 0,5 mg lensa tanam intraocular.

Edukasi:

1. Edukasi untuk menghindari paparan

paparan sinar matahari

2. Jangan mengucek mata bila terasa gatal

3. Jgan telat kontrol ke poli jika sudah

waktunya

4. Menerapkan hidup sehat seperti

konsumsi makanan yang bergizi dan

bernutrisi serta stirahat yang cukup.

11. PROGNOSIS
Quo ad vitam Dubia ad bonam
Qua ad functionam Dubia ad bonam
Quo ad sanam Dubia ad bonam

10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Dan Fisiologi Mata

Lensa adalah bagian dari bola mata yang berbentuk bikonveks, avaskular,

transparan, terletak di belakang iris dan di depan vitreus, ditopang oleh Zonula Zinii yang

melekat ke korpus siliaris. Lensa terdiri dari kapsul, epitel, korteks, dan nukleus. Kapsul

lensa yang bersifat elastik berfungsi untuk mengubah bentuk lensa pada proses akomodasi

Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskuler, tak berwarna dan hampir

transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameter 9 mm. Dibelakang iris lensa

digantung oleh zonula yang menghubungkan dengan korpus ciliaris. Di anterior lensa

terdapat humor aquaeus; disebelah posteriornya, vitreus. Kapsul lensa adalah membran

yang semipermeable (sedikit lebih permiabel dari pada kapiler) yang menyebabkan air

dan elektrolit masuk. Didepan lensa terdapat selapis tipis epitel supkapsuler. Nucleus

lensa lebih tebal dari korteksnya. Semakin bertambahnya usia laminar epitel supkapsuler

terus diproduksi sehingga lensa semakin besar dan kehilangan elastisitas (Murril A.C,

2019; Vaugan G. D, 2019).

11
Lensa dapat membiaskan cahaya karena indeks bias - biasanya sekitar 1,4 pada

sentral dan 1,36 pada perifer-hal ini berbeda dari dengan aqueous dan vitreus yang

mengelilinginya. Pada tahap tidak berakomodasi, lensa memberikan kontribusi sekitar

15-20 dioptri (D) dari sekitar 60 D kekuatan konvergen bias mata manusia rata-rata.

(Zorab, 2020).

Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Untuk

memfokuskan cahaya yang datang dari jauh m. ciliaris berelaksasi, menegangkan serat

zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai ukuran terkecil; dalam

posisi ini daya refraksi lensa diperkecil sehingga berkas cahaya akan terfokus pada

retina. Sementara untuk cahaya yang berjarak dekat m.ciliaris berkontrasi sehingga

tegangan zonula berkurang, artinya lensa yang elastis menjadi lebih sferis diiringi oleh

peningkatan daya biasnya. Kerja sama fisiologis antara korpus siliaris, zonula dan lensa

untuk memfokuskan benda jatuh pada retina dikenal dengan akomodasi. Hal ini

berkurang seiring dengan bertambahnya usia. (Vaugan G. D, 2019; Zorab, 2020).

Gangguan pada lensa dapat berupa kekeruhan, distorsi, dislokasi dan anomaly

geometri. Keluhan yang di alami penderita berupa pandangan kabur tanpa disertai nyeri.

Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada penyakit lensa adalah pemeriksaan ketajaman

penglihatan dan dengan melihat lensa melalui sliplamp, oftalmoskop, senter tangan, atau

kaca pembesar, sebaiknya dengan pupil dilatasi (Ilyas S. 2018).

12
2.2. Katarak Senilis

2.2.1. Definisi

Katarak adalah kekeruhan lensa yang menyebabkan penurunan ketajaman

visual dan/atau cacat fungsional yang dirasakan oleh pasien. Katarak dapat

memiliki derajat kepadatan (density) yang sangat bervariasi dan dapat disebabkan

oleh berbagai hal, namun umumnya disebabkan oleh proses degeneratif.

(Kemenkes, 2018).

Katarak merupakan penyebab utama kebutaan di seluruh dunia yang

sebenarnya dapat dicegah. Penyakit katarak merupakan penyakit mata yang

ditandai dengan kekeruhan lensa mata sehingga mengganggu proses masuknya

cahaya ke mata. Katarak dapat disebabkan karena terganggunya mekanisme

kontrol keseimbangan air dan elektrolit, karena denaturasi protein lensa atau

gabungan keduanya. Sekitar 90% kasus katarak berkaitan dengan usia; penyebab

lain adalah kongenital dan trauma. (Astari, 2018).

2.2.2. Faktor Resiko

Katarak adalah penyakit degeneratif yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik

internal maupun eksternal. Faktor internal yang berpengaruh antara lain adalah umur dan

jenis kelamin sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh adalah pekerjaan dan

pendidikan yang berdampak langsung pada status sosial ekonomi dan status kesehatan

seseorang, serta faktor lingkungan, yang dalam hubungannya dalam paparan sinar

Ultraviolet yang berasal dari sinar matahari (Sirlan F, 2020).

2.2.3 Usia

Proses normal ketuaan mengakibatkan lensa menjadi keras dan keruh. Dengan

meningkatnya umur, maka ukuran lensa akan bertambah dengan timbulnya serat-serat

lensa yang baru. Seiring bertambahnya usia, lensa berkurang kebeningannya, keadaan ini

13
akan berkembang dengan bertambahnya berat katarak. Prevalensi katarak meningkat tiga

sampai empat kali pada pasien berusia >65 tahun (Pollreisz dan Schmidt, 2019).

2.2.4 Jenis Kelamin

Usia harapan hidup wanita lebih lama dibandingkan oleh laki-laki, ini

diindikasikan sebagai faktor resiko katarak dimana perempuan penderita katarak lebih

banyak dibandingkan laki-laki.

2.2.5 Riwayat Penyakit

Diabetes Mellitus (DM) dapat mempengaruhi kejernihan lensa,indeks refraksi, dan

kemampuan akomodasi. Meningkatnya kadar gula darah, juga akan meningkatkan kadar

gula di aqueous humor. Glukosa dari aqueous akan masuk ke lensa melalui difusi

dimana sebagian dari glukosa ini diubah menjadi sorbitol oleh enzim aldose reduktase

melalui jalur poliol, yang tidak dimetabolisme dan tetap tinggal di lensa.Telah terbukti

bahwa akumulasi intraselular sorbitol menyebabkan perubahan osmotic sehingga air

masuk ke lensa, yang akan mengakibatkan pembengkakkan serabut lensa.Penelitian pada

hewan telah menunjukkan bahwa akumulasi poliol intraseluler menyebabkan kolaps dan

likuifaksi(pencairan) serabut lensa, yang akhirnya terjadi pembentukan kekeruhan pada

lensa (Pollreisz dan Schmidt, 2019).

2.2.6 Patogenesis

Katarak senilis adalah penyebab utama gangguan penglihatan pada orang tua.

Patogenesis katarak senilis bersifat multifaktorial dan belum sepenuhnya dimengerti.

Walaupun sel lensa terus bertumbuh sepanjang hidup, tidak ada sel- sel yang dibuang.

Seiring dengan bertambahnya usia, lensa bertambah berat dan tebal sehingga

kemampuan akomodasinya menurun. Saat lapisan baru dari serabut korteks terbentuk

secara konsentris, sel-sel tua menumpuk ke arah tengah sehingga nukleus lensa

mengalami penekanan dan pengerasan (sklerosis nuklear). Crystallin (protein lensa)

14
mengalami modifikasi dan agregasi kimia menjadi high-molecular-weight-protein.

Agregasi protein ini menyebabkan fluktuasi mendadak pada index refraksi lensa,

penyebaran sinar cahaya, dan penurunan transparansi. Perubahan kimia protein lensa

nuklear ini juga menghasilkan pigmentasi yang progresif sehingga seiring berjalannya

usia lensa menjadi bercorak kuning kecoklatan sehingga lensa yang seharusnya jernih

tidak bisa menghantarkan dan memfokuskan cahaya ke retina. Selain itu, terjadi

penurunan konsentrasi Glutathione dan Kalium diikuti meningkatnya konsentrasi

Natrium dan Kalsium.

2.2.7 Tipe Katarak Senilis

2.2.7.1 Katarak Nuklear

Dalam tingkatan tertentu sklerosis dan penguningan nuclear dianggap normal

setelah usia pertengahan. Pada umumnya, kondisi ini hanya sedikit mengganggu fungsi

penglihatan. Jumlah sklerosis dan penguningan yang berlebihan disebut katarak nuklear,

yang menyebabkan opasitas sentral. Tingkat sklerosis, penguningan dan opasifikasi

dinilai dengan menggunakan biomikroskop slit-lamp dan pemeriksaan reflex merah

dengan pupil dilatasi.

Katarak nuklear cenderung berkembang dengan lambat. Sebagian besar katarak

nuklear adalah bilateral, tetapi bisa asimetrik. Cirri khas dari katarak nuklear adalah

membaiknya penglihatan dekat tanpa kacamata, keadaan inilah yang disebut sebagai

“penglihatan kedua”. Ini merupakan akibat meningkatnya kekuatan focus lensa bagian

sentral, menyebabkan refraksi bergeser ke myopia (penglihatan dekat). Kadang-kadang,

perubahan mendadak indeks refraksi antara nukleus sklerotik dan korteks lensa dapat

menyebabkan monocular diplopia . Penguningan lensa yang progresif menyebabkan

diskriminasi warna yang buruk. Pada kasus yang sudah lanjut, nukleusnlensa menjadi

opak dan coklat dan disebut katarak nuklear brunescent. Secara histopatologi,

15
karakteristik katarak nuklearis adalah homogenitas nukleus lensa dengan hilangnya

lapisan tipis seluler.

2.2.8 Stadium Katarak Senilis

2.2.8.1 Katarak Insipien

Pada stadium ini akan terlihat hal-hal berikut :

1.Katarak kortikal : kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju korteks

anterior dan posterior. Vakuol mulai terlihat di dalam korteks.

2.Katarak subkapsular posterior : kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular posterior,

celah terbentuk antara serat lensa dan korteks berisi jaringan degenerative (benda

Morgagni). Kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang

tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu

yang lama (Ilyas, 2018).

2.2.8.2 Katarak Imatur

Katarak imatur, sebagian lensa keruh atau katarak. Katarak yang belum mengenai

seluruh lapis lensa. Pada katarak imatur akan dapat bertambah volume lensa akibat

meningktnya tekanan osmotic bahan lensa yang degenerative. Pada keadaan lensa

mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil, sehingga terjadi glaukoma

sekunder.

2.2.8.3 Katarak Matur

Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh massa lensa. Kekeruhan ini

bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak imatur atau intumesen

tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar, sehingga lensa kembali pada ukuran

yang normal. Akan terjadi kekeruhan seluruh lensa yang bila lama akan mengakibatkan

kalsifikasi lensa. Bilik mata depan akan berukuran kedalaman normal kembali, tidak

terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga uji bayangan iris negative (Ilyas,

16
2018).

2.2.8.4 Katarak Hipermatur

Katarak hipermatur, katarak yang mengalami proses degenerasi lanjut, dapat

menjadi keras atau lembek dan mencair. Masa lensa yang berdegenerasi keluar dari

kapsul lensa sehingga lensa menjadi kecil, berwarna kuning dan kering. Pada pemeriksaan

terlihat bilik mata dalam dan lipatan kapsul lensa. Bila proses katarak berjalan lanjut

disertai dengan kapsul yang tebal maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat

keluar, maka korteks akan memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan

nukleus yang terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat. Keadaan ini disebut

sebagai katarak Morgagni.

2.2.9 Gejala Klinis

Seorang pasien dengan katarak senilis biasanya datang dengan riwayat

kemunduran secara progesif dan gangguan dari penglihatan. Penyimpangan penglihatan

bervariasi, tergantung pada jenis dari katarak ketika pasien datang.

a. Penurunan visus, merupakan keluhan yang paling sering dikeluhkan pasien dengan

katarak senilis.

b. Silau, Keluhan ini termasuk seluruh spectrum dari penurunan sensitivitas kontras

terhadap cahaya terang lingkungan atau silau pada siang hari hingga silau ketika endekat

ke lampu pada malam hari.

c. Perubahan miopik, Progesifitas katarak sering meningkatkan kekuatan dioptrik lensa

yang menimbulkan myopia derajat sedang hingga berat. Sebagai akibatnya, pasien

presbiop melaporkan peningkatan penglihatan dekat mereka dan kurang membutuhkan

kaca mata baca, keadaan ini disebut dengan second sight. Secara khas, perubahan miopik

dan second sight tidak terlihat pada katarak subkortikal posterior atau anterior.

d. Diplopia monocular. Kadang-kadang, perubahan nuclear yang terkonsentrasi pada

17
bagian dalam lapisan lensa, menghasilkan area refraktil pada bagian tengah dari lensa,

yang sering memberikan gambaran terbaik pada reflek merah dengan retinoskopi atau

ophtalmoskopi langsung. Fenomena seperti ini menimbulkan diplopia monocular yang

tidak dapat dikoreksi dengan kacamata, prisma, atau lensa kontak. (Titcomb, 2018;

Vajpayee, 2018).

e. Noda, berkabut pada lapangan pandang.

f. Ukuran kaca mata sering berubah.

2.2.10 Diagnosis

Katarak biasanya didiagnosis melalui pemeriksaan rutin mata. Sebagian besar

katarak tidak dapat dilihat oleh pengamat awam sampai menjadi cukup padat (matur atau

hipermatur) dan menimbulkan kebutaan. Namun, katarak, pada stadium

perkembangannya yang paling dini, dapat diketahui melalui pupil yang didilatasi

maksimum dengan ophtalmoskop, kaca pembesar, atau slitlamp. (Murril, et all, 2019).

Fundus okuli menjadi semakin sulit dilihat seiring dengan semakin padatnya kekeruhan

lensa, sampai reaksi fundus sama sekali hilang. Pada stadium ini katarak biasanya telah

matang dan pupil mungkin tampak putih (Vaugan G. D, 2019).

Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien katarak adalah pemeriksaan sinar celah (slit-

lamp), funduskopi pada kedua mata bila mungkin, tonometer selain daripada pemeriksaan

prabedah yang diperlukan lainnya seperti adanya infeksi pada kelopak mata, konjungtiva,

karena dapat penyulit yang berat berupa panoftalmitis pasca bedah dan fisik umum.

2.2.11 Penatalaksanaan

Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Akan tetapi jika gejala

katarak tidak mengganggu, tindakan operasi tidak diperlukan. Kadang kala cukup dengan

mengganti kacamata. Sejauh ini tidak ada obat-obatan yang dapat menjernihkan lensa

yang keruh. Namun, aldose reductase inhibitor, diketahui dapat menghambat konversi

18
glukosa menjadi sorbitol, sudah memperlihatkan hasil yang menjanjikan dalam

pencegahan katarak gula pada hewan. Obat anti katarak lainnya sedang diteliti termasuk

diantaranya agen yang menurunkan kadar sorbitol, aspirin, agen glutathione-raising, dan

antioksidan vitamin C dan E.

Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi lensa. Lebih dari

bertahun-tahun, tehnik bedah yang bervariasi sudah berkembang dari metode yang kuno

hingga tehnik hari ini phacoemulsifikasi. Hampir bersamaan dengan evolusi IOL yang

digunakan, yang bervariasi dengan lokasi, material, dan bahan implantasi. Bergantung

pada integritas kapsul lensa posterior, ada 2 tipe bedah lensa yaitu intra capsuler cataract

ekstraksi (ICCE) dan ekstra capsuler cataract ekstraksi (ECCE). Berikut ini akan

dideskripsikan secara umum tentang tiga prosedur operasi pada ekstraksi katarak yang

sering digunakan yaitu ICCE, ECCE, dan phacoemulsifikasi.

2.2.11.1 Intra Capsuler Cataract Ekstraksi (ICCE)

Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul.

Seluruh lensa dibekukan di dalam kapsulnya dengan cryophake dan depindahkan dari

mata melalui incisi korneal superior yang lebar. Sekarang metode ini hanya dilakukan

hanya pada keadaan lensa subluksatio dan dislokasi. Pada ICCE tidak akan terjadi katarak

sekunder dan merupakan tindakan pembedahan yang sangat lama populer. ICCE tidak

boleh dilakukan atau kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang masih

mempunyai ligamen hialoidea kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini

astigmatisme, glukoma, uveitis, endoftalmitis, dan perdarahan. (Vaugan G. D, 2000;

Titcomb, 2010; Ocampo, 2009)

2.2.11.2Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE)

Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi lensa

dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dan kortek

19
lensa dapat keluar melalui robekan. Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda,

pasien dengan kelainan endotel, bersama-sama keratoplasti, implantasi lensa intra ocular

posterior, perencanaan implantasi sekunder lensa intra ocular, kemungkinan akan

dilakukan bedah glukoma, mata dengan prediposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca,

mata sebelahnya telah mengalami prolap badan kaca, sebelumnya mata mengalami ablasi

retina, mata dengan sitoid macular edema, pasca bedah ablasi, untuk mencegah penyulit

pada saat melakukan pembedahan katarak seperti prolaps badan kaca. Penyulit yang dapat

timbul pada pembedahan ini yaitu dapat terjadinya katarak sekunder.

2.2.11.3 Phakoemulsifikasi

Phakoemulsifikasi (phaco) maksudnya membongkar dan memindahkan kristal

lensa. Pada tehnik ini diperlukan irisan yang sangat kecil (sekitar 2-3mm) dikornea.

Getaran ultrasonic akan digunakan untuk menghancurkan katarak, selanjutnya mesin

PHACO akan menyedot massa katarak yang telah hancur sampai bersih. Sebuah lensa

Intra Okular yang dapat dilipat dimasukkan melalui irisan tersebut. Karena incisi yang

kecil maka tidak diperlukan jahitan, akan pulih dengan sendirinya, yang memungkinkan

pasien dapat dengan cepat kembali melakukan aktivitas sehari-hari.

Tehnik ini bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik, dan kebanyakan katarak

senilis. Tehnik ini kurang efektif pada katarak senilis padat, dan keuntungan incisi limbus

yang kecil agak kurang kalau akan dimasukkan lensa intraokuler, meskipun sekarang

lebih sering digunakan lensa intra okular fleksibel yang dapat dimasukkan melalui incisi

kecil seperti itu.

20
2.2.12 Komplikasi

2.2.12.1 Komplikasi Intra Operatif

Edema kornea, COA dangkal, ruptur kapsul posterior, pendarahan atau efusi

suprakoroid, pendarahan suprakoroid ekspulsif, disrupsi vitreus, incacerata kedalam luka

serta retinal light toxicity.

2.2.12.2 Komplikasi dini pasca operatif

- COA dangkal karena kebocoran luka dan tidak seimbangnya antara cairan yang keluar

dan masuk, adanya pelepasan koroid, block pupil dan siliar, edema stroma dan epitel,

hipotonus, brown-McLean syndrome (edema kornea perifer dengan daerah sentral yang

bersih paling sering)

- Ruptur kapsul posterior, yang mengakibatkan prolaps vitreus

- Prolaps iris, umumnya disebabkan karena penjahitan luka insisi yang tidak adekuat yang

dapat menimbulkan komplikasi seperti penyembuhan luka yang tidak sempurna,

astigmatismus, uveitis anterior kronik dan endoftalmitis

- Pendarahan, yang biasa terjadi bila iris robek saat melakukan insisi

2.2.12.3 Komplikasi lambat pasca operatif

- Ablasio retina

- Endoftalmitis kronik yang timbul karena organissme dengan virulensi rendah yang

terperangkap dalam kantong kapsuler.

2.2.13 Pencegahan

80 persen kebutaan atau gangguan penglihatan mata dapat dicegah atau dihindari.

Edukasi dan promosi tentang masalah mata dan cara mencegah gangguan kesehatan mata.

sebagai sesuatu yang tidak bisa ditinggalkan. Usaha itu melipatkan berbagai pihak,

termasuk media massa, kerja sama pemerintah, LSM, dan Perdami. (Vaugan G. D, 2019)

Katarak dapat dicegah, di antaranya dengan menjaga kadar gula darah selalu normal pada

21
penderita diabetes mellitus, senantiasa menjaga kesehatan mata, mengonsumsi makanan

yang dapat melindungi kelainan degeneratif pada mata dan antioksidan seperti buah-

buahan banyak yang mengandung vitamin C, minyak sayuran, sayuran hijau, kacang-

kacangan, kecambah, buncis, telur, hati dan susu yang merupakan makanan dengan

kandungan vitamin E, selenium, dan tembaga tinggi.

Vitamin C dan E dapat memperjelas penglihatan. Vitamin C dan E merupakan

antioksidan yang dapat meminimalisasi kerusakan oksidatif pada mata, sebagai salah satu

penyebab katarak. Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 3.000 orang dewasa selama

lima tahun menunjukkan, orang dewasa yang mengonsumsi multivitamin atau suplemen

lain yang mengandung vitamin C dan E selama lebih dari 10 tahun, ternyata risiko terkena

katarak 60%.

Seseorang dengan konsentrasi plasma darah yang tinggi oleh dua atau tiga jenis

antioksidan ( vit C, vit E, dan karotenoid) memiliki risiko terserang katarak lebih rendah

dibandingkan orang yang konsentrasi salah satu atau lebih antioksidannya lebih rendah.

Hasil penelitian lainnya yang dilakukan Farida menunjukkan, masyarakat yang pola

makannya kurang riboflavin (vitamin B2) berisiko lebih tinggi terserang katarak. Menurut

Farida, ribovlafin memengaruhi aktivitas enzim glutation reduktase. Enzim ini berfungsi

mendaur ulang glutation teroksidasi menjadi glutation tereduksi, agar tetap menetralkan

radikal bebas atau oksigen.

2.2.14 Prognosis

Dengan tehnik bedah yang mutakhir, komplikasi atau penyulit menjadi sangat

jarang. Hasil pembedahan yang baik dapat mencapai 95%. Pada bedah katarak resiko ini

kecil dan jarang terjadi. Keberhasilan tanpa komplikasi pada pembedahan dengan ECCE

atau fakoemulsifikasi menjanjikan prognosis dalam penglihatan dapat meningkat hingga 2

garis pada pemeriksaan dengan menggunakan snellen chart.

22
2.2.15 Perawatan Pasca Bedah.

Jika digunakan tehnik insisi kecil, maka penyembuhan pasca operasi biasanya

lebih pendek. Pasien dapat bebas rawat jalan pada hari itu juga, tetapi dianjurkan untuk

bergerak dengan hati-hati dan menghindari peregangan atau mengangkat benda berat

selama sekitar satu bulan, olahraga berat jangan dilakukan selama 2 bulan. Matanya dapat

dibalut selama beberapa hari pertama pasca operasi atau jika nyaman, balutan dapat

dibuang pada hari pertama pasca operasi dan matanya dilindungi pakai kacamata atau

dengan pelindung seharian. Kacamata sementara dapat digunakan beberapa hari setelah

operasi, tetapi biasanya pasien dapat melihat dengan baik melui lensa intraokuler sambil

menantikan kacamata permanen ( Biasanya 6-8 minggu setelah operasi).

Selain itu juga akan diberikan obat untuk :

- Mengurangi rasa sakit, karena operasi mata adalah tindakan yang menyayat maka

diperlukan obat untuk mengurangi rasa sakit yang mungkin timbul benerapa jam setelah

hilangnya kerja bius yang digunakan saat pembedahan.

- Antibiotik mencegah infeksi, pemberian antibiotik masih dianggap rutin dan perlu

diberikan atas dasar kemungkinan terjadinya infeksi karena kebersihan yang tidak

sempurna.

- Obat tetes mata streroid. Obat yang mengandung steroid ini berguna untuk mengurangi

reaksi radang akibat tindakan bedah.

- Obat tetes yang mengandung antibiotik untuk mencegah infeksi pasca bedah.

Hal yang boleh dilakukan antara lain :

- Memakai dan meneteskan obat seperti yang dianjurkan

- Melakukan pekerjaan yang tidak berat

- Bila memakai sepatu jangan membungkuk tetapi dengan mengangkat kaki keatas.

Yang tidak boleh dilakukan antara lain :

23
- Jangan menggosok mata

- Jangan membungkuk terlalu dalam

- Jangan menggendong yang berat

24
BAB IV
KESIMPULAN

Katarak adalah kekeruhan lensa yang menyebabkan penurunan ketajaman visual

dan/atau cacat fungsional yang dirasakan oleh pasien. Katarak dapat memiliki derajat

kepadatan (density) yang sangat bervariasi dan dapat disebabkan oleh berbagai hal,

namun umumnya disebabkan oleh proses degeneratif. (Kemenkes, 2018).Katarak

merupakan penyebab utama kebutaan di seluruh dunia yang sebenarnya dapat dicegah.

Penyakit katarak merupakan penyakit mata yang ditandai dengan kekeruhan lensa mata

sehingga mengganggu proses masuknya cahaya ke mata. Katarak dapat disebabkan

karena terganggunya mekanisme kontrol keseimbangan air dan elektrolit, karena

denaturasi protein lensa atau gabungan keduanya. Sekitar 90% kasus katarak berkaitan

dengan usia; penyebab lain adalah kongenital dan trauma.

Katarak senilis adalah penyebab utama gangguan penglihatan pada orang tua.

Patogenesis katarak senilis bersifat multifaktorial dan belum sepenuhnya dimengerti.

Walaupun sel lensa terus bertumbuh sepanjang hidup, tidak ada sel- sel yang dibuang.

Seiring dengan bertambahnya usia, lensa bertambah berat dan tebal sehingga kemampuan

akomodasinya menurun.

Katarak ada beberapa jenis menurut etiologinya yaitu katarak senile, congenital,

traumatic, toksis, asosiasi, dan komplikata. Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur

operasi. Ada 4 jenis teknis operasi katarak yaitu Ekstraksi Katarak Intrakapsuler (EKIK) ,

Ekstraksi Katarak Ekstrakapsuler (EKEK) EKEK konvensional, Small Incision Cataract

Surgery(SICS), Fakoemulsifikasi. Akan tetapi gejala tidak mengganggu tindakan operasi

tidak diperlukan, kadang kala hanya dengan mengganti/menggunakan kacamata. Karena

kekeruhan (opasitas) sering terjadi akibat bertambahnya usia sehingga tidak diketahui

pencegahan yang efektif untuk katarak yang paling sering terjadi.

25
DAFTAR PUSTAKA

Arifani A, F. 2018. Lensa dan Katarak. Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo
Bandung
Browling B. Kanski's Clinical Ophthalmology. Edisi ke-8. Australia: Elsevier;2016. hlm. 270-280.
Ilyas. S (2018). Indeks massa tubuh berhubungan dengan angka kejadian katarak. Jurnal
Biomedika dan Kesehatan, 4(4), 170-177.
Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010.
Murrill, A. U., Artini, I., & Yulian, V. R. (2019). Karakteristik Faktor Risiko Penderita Katarak.
Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 10(1), 12-17.
Pascolini D, Mariotti SP. Global estimates of visual impairment:2010 BR J Ophthalmol. 2011.
Permenkes . 2018. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
Hk.01.07/Menkes/557/2018 Tentang Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Tata Laksana Katarak Pada Dewasa
Polresz. Lens and cataract. 2019 Basic and clinical Science course. San Francisco, CA: American
Academy of Ophthalmology; 2015.
Prilly Astari. 2018. Katarak: Klasikasi, Tatalaksana, dan Komplikasi Operasi. Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia. CDK-269/ vol. 45 no. 10
th. 2018
Titcomb. Ilmu Kesehatan Mata. 2nd ed. Yogyakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada; 2018.
WHO. Global Data on Visual Impairments 2010. Marotti SP, editor Switzerland: 2012. hlm. 1-3.
Zorab Cataract, Senile Differential Diagnosis and Workup 2020. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com/article/1210914-overview, tanggal 08
Februari 2014.

26

Anda mungkin juga menyukai