Anda di halaman 1dari 36

Case Report Session

** Pembimbing/ dr.Mirna Marhami Iskandar, Sp.S

MYASTENIA GRAVIS OCULI DEXTRA

dr.Mirna Marhami Iskandar, Sp.S **

Oleh:

Anggia Sovina Ariska G1A218027


Dhafir Khallaf G1A218020
Robiatul Adawiyah G1A218032

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF RSUD RADEN MATTAHER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Case Report Session


MYASTENIA GRAVIS OCULI DEXTRA

Oleh :
Anggia Sovina Ariska G1A218027
Dhafir Khallaf G1A218020
Robiatul Adawiyah G1A218032

Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior


Bagian Ilmu Penyakit Saraf RSUD Raden Mattaher/ Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Jambi

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan


Jambi, Agustus 2020

PEMBIMBING

dr.Mirna Marhami Iskandar, Sp.S

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT sebab karena
rahmatNya, laporan kasus yang berjudul “MYASTENIA GRAVIS OCULI
DEXTRA” ini dapat terselesaikan.Laporan kasus ini dibuat agar penulis dan
teman–teman sesama koass periode ini dapat memahami tentang gejala klinis
yang sering muncul ini.Selain itu juga sebagai tugas dalam menjalankan
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu penyakit Saraf RSUD Raden Mattaher
Jambi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr.Mirna Marhami Iskandar,
Sp.Sselaku pembimbing dalam kepaniteraan klinik senior ini dan khususnya
pembimbing dalam laporan kasus ini.Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh
dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran agar lebih baik
kedepannya.Akhir kata, semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi kita semua dan
dapat menambah informasi serta pengetahuan kita.

Jambi, Agustus 2020

Penulis

3
BAB I
PENDAHULUAN

Miastenia gravis adalah salah satu karakteristik penyakit autoimun pada


manusia. Selama beberapa dekade terakhir telah dilakukan penelitian tentang
gejala miastenia gravis yang diimunisasi dengan acetylcholine receptor (AchR)
pada kelinci. Sedangkan pada manusia yang menderita miastenia gravis,
ditemukan kelainan pada neuromuscular junction akibat defisiensi dari
acetylcholine receptor (AchR). Pada hampir 90% penderita miastenia gravis,
transfer pasif IgG pada beberapa bentuk penyakit dari manusia ke tikus yang
diperantarai demonstrasi tentang sirkulasi antibodi AchR,sehingga lokalisasi imun
kompleks (IgG dan komplemen) pada membran post sinaptik dari plasmaparesis.
Kemudian terdapat perkembangan dalam pengertian tentang struktur dan fungsi
dari AchR serta interaksinya dengan antibodi AchR, telah dianalisis dengan sangat
hati-hati, dan mekanisme dimana antibodi AchR mempengaruhi transmisi
neuromuskular.ini diakibatkan adanya hubungan antara konsentrasi,spesifisitas,
dan fungsi dari antibodi terhadap manifestasi klinik pada miastenia gravis.
Kelainan miastenik yang terjadi secara genetik atau kongenital, dapat
terjadi karena berbagai faktor. Salah satu diantaranya adalah kelainan pada
transmisi neuromuskular yang berbeda dari miastenia gravis yaitu The Lambert-
Eaton Myasthenic Syndrome ternyata juga merupakan kelainan yang berbasis
autoimun. Pada sindrom ini, zona partikel aktif dari membran presinaptik
merupakan target dari autoantibodi yang patogen baik secara langsung maupun
tidak langsung. Sehingga tidak dapat diragukan bahwa terapi imunomodulasi dan
imunosupresif dapat memberikan prognosis yang baik pada penyakit ini.
Walaupun terdapat banyak penelitian tentang terapi miastenia gravis yang
berbeda-beda. Akan tetapi, beberapa dari terapi ini justru diperkenalkan saat
pengetahuan dan pengertian tentang imunopatogenesis masih sangat kurang.

4
BAB II
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : Nn.S
Umur : 18 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : RT 28 Paal Merah
Pekerjaan :IRT
Pendidikan : SMP
Status : Menikah
Tanggal Masuk Poli RS : 06/08/2020

DAFTAR MASALAH
No Masalah Aktif Tanggal Masalah Pasif Tanggal
.
1 Kelopak mata kanan 2019 -
turun

II. DATA SUBYEKTIF (Anamnesis tanggal 6 Agustus 2020)


Anamnesis : Autoanamnesis dilakukan di Poli Saraf RS.Abdul Manap

1.Keluhan Utama
Kelopak mata kanan turun dan tidak bisa membuka mata kanan secara sempurna
± 1 tahun yang lalu

2.Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke poli RS Abdul Manap dengan keluhan kelopak mata
kanan turun dan tidak bisa membuka mata kanan ± 1 tahun yang lalu disertai
pandangan mata kabur.Awalnya pasien tidak menyadari adannya keluhan namun
baru sadar setelah diberitahukan suaminya.Pasien mengeluhkan gejala memberat

5
saat beraktivitas serta memburuk saat sore hari dan membaik saat
istirahat.Keluhan lain seperti sulit menelan, suara sengau, sulit mengunyah,sesak
nafas,nyeri kepala berputar, mual-muntah, kelemahan anggota gerak, bicara pelo,
tremor,kesemutan/kebas/kekakuan anggota gerak,sulit menelan, keringat berlebih,
demam, batuk-batuk lama dan penurunan berat badan disangkal oleh pasien. BAK
dan BAB tidak terdapat keluhan.
Awalnya kelopak mata kanan turun dan terasa berat jika sedang
beraktivitasdan rasa berat pada mata kanan hilang dengan sendirinya.Awalnya
kelopak mata kanan yang turun dibandingkan kelopak mata kiri tidak
mengganggu aktivitas sehari-hari.Pasien merasa ada benjolan kecil dikelopak
mata kanannya ,namun pasien masih belum memeriksakan ke dokter karena
belum mengganggu aktivitas sehari-harinya.
Sejak 9 bulan yang lalu, pasien masih mengeluh kelopak mata kanannya
semakin turun dan semakin terasa berat kelopak mata kanannya terutama jika
sedang menonton tv dan membaca terlalu lama serta menjelang sore hari. Keluhan
membaik jika pasien beristirahat.Setelah itu pasien pergi berobat ke dokter dan
diberikan obat serta menurut dokter tidak ada benjolan dikelopak mata
nya.Namun pasien merasa tidak ada perbaikan setelah meminum obat karena mata
kananya masih terasa berat dan mulai mengganggu aktivitasnya.
Pada tanggal 6 Agustus jam 10.00 wib, pasien datang ke poli saraf di RS
Abdul Manap dengan keluhan kelopak mata kanannya semakin turun dan semakin
terasa berat.Pasien menyadari kelopak mata sebelah kanan lebih turun hampir
separuhnya terutama ketika mata lelah karena banyak membaca, didepan laptop,
menonton televisi dalam waktu yang lama atau saat sore hari dan pulih kembali
setelah pasien beristirahat atau berwudhu namun tidak disertai penglihatan ganda.
Pasien mengatakan keluhannya sudah mengganggu aktivitas keseharian.Di poli
Rs Abdul Manap dokter spesialis saraf menduga pasien menderita miastenia
gravis, kemudian dokter memberikan obat mestinon tablet 2x60 mg selama
sebulan dan mecobalamin 2x500 mg selama seminggu.

6
3.Riwayat Penyakit Dahulu
 Kelainan pada timus : disangkal
 Riwayat pneumonia : disangkal

4.Riwayat Pengobatan
Pasien mengatakan mengkonsumsi Rebusan daun sirsak sebanyak 11
lembar diminum segelas selama seminggu namun tidak ada perubahan

5.Riwayat Penyakit Keluarga


1. Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama : disangkal
2. Riwayat kelainan pada timus : disangkal
3. Riwayat Hipertensi, DM , keganasan : disangkal

6.Riwayat pribadi dan Sosial Ekonomi


Pasien tinggal dirumah bersama suami dan satu orang anaknya Pasien
tinggal di lingkungan padat penduduk dengan higienitas yang cukup baik.Kesan
ekonomi pasien cukup. Biaya pengobatan ditanggung oleh BPJS.

III. PEMERIKSAAN FISIK (OBJEKTIF)


Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 6 Agustus 2020
1. Keadaan Umum dan Tanda Vital
 Kesadaran : Compos MentisGCS : ( E4 V5 M6)
 Tekanan Darah : 110/70 mmHg
 Nadi : 80 kali/ menit
 Respirasi : 22 kali/ menit, pernapasan regular
 Suhu : 36,7 °C

2. Status Generalis
 Kepala : Normocephal (+)

7
 Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor, refleks cahaya (+/+), reflek kornea (+/+)
 Mulut : Bibir sianosis (-), mukosa kering (-)
 Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)
 Dada : Simetris kanan dan kiri
 Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba, di ICS VI linea midclavicula
sinistra
Perkusi :
Batas atas : ICS II linea parasternalis sinistra
Batas kiri : ICS VI linea midclavicula sinistra
Batas kanan : ICS IV linea parasternalis dextra
Auskultasi : BJ I dan BJ II regular, gallop (-), murmur (-)
 Paru :
Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris kanan dan kiri
Palpasi : Massa (-), nyeri tekan (-), fremitus taktil sama
kanan dan kiri
Perkusi : Fremitus vokal sama kiri dan kanan, Sonor (+/+)
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
 Abdomen :
Inspeksi : datar, distensi (-), massa (-).
Palpasi : Soepel, nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien
tidak teraba
Perkusi : Timpani (+)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
 Alat kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Ekstremitas :
Superior :Akral hangat, edema (-)/(-), CRT < 2 detik
Inferior :Akral hangat, edema (-)/(-), CRT < 2 detik

8
3. Status Psikitus : dalam batas normal

4. Status Neurologi
1. Kesadaran kualitatif : Compos mentis
2. Kesadaran kuantitatif (GCS) : E4V5M6
3. Kepala
a. Bentuk : Normocephal
b. Simetri : (+)
c. Pulsasi : (-)
4. Tanda Rangsang meningeal
a. Kaku kuduk :-
b. Brudzinsky 1 :-
c. Brudzinsky 2 : -/-
d. Brudzinsky 3 : -/-
e. Brudzinsky 4 : -/-
f. Laseque : -/-
g. Kernig : -/-

a. Nervus kranialis
Nervus Kranialis Kanan Kiri
N I (Olfaktorius)
Subjektif Baik Baik
Objektif (dengan bahan) Baik Baik
N II (Optikus)
Tajam penglihatan Baik Baik
Lapangan pandang Baik Baik
Melihat warna Baik Baik
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N III (Okulomotorius)
Sela mata Simetris Simetris
Ptosis Ada Tidak ada
Pergerakan bola mata Normal Normal
Nistagmus Tidak ada Tidak ada
Ekso/endotalmus Tidak ada Tidak ada

9
Pupil :
bentuk Bulat, isokor, 3 mm Bulat, isokor, 3 mm
reflex cahaya + +
reflex konvergensi + +
Melihat kembar - -
N IV (Trochlearis)
Pergerakan bola mata ke Normal Normal
bawah-dalam
Diplopia + -
N V (Trigeminus)
Motorik
Otot Masseter Normal Normal
Otot Temporal Normal Normal
Otot Pterygoideus Normal Normal
Sensorik
Oftalmikus Normal Normal
Maksila Normal Normal
Mandibula Normal Normal
N VI (Abdusen)
Pergerakan bola mata Normal Normal
(lateral)
Diplopia - -
N VII (Fasialis)
Mengerutkan dahi Simetris Simetris
Menutup mata Normal Normal
Memperlihatkan gigi Normal Normal
Senyum Normal Normal
Sensasi lidah 2/3 depan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N VIII (Vestibularis)
Suara berbisik Normal Normal
Detik arloji Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Rinne test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Weber test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Swabach test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Nistagmus Tidak ada Tidak ada
N IX (Glossofaringeus)
Sensasi lidah 1/3 blkg Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks muntah + +
N X (Vagus)

10
Arkus faring Simetris
Berbicara Baik
Menelan Baik
Refleks muntah Baik
Nadi Normal
N XI (Assesorius)
Menoleh ke kanan + +
Menoleh ke kiri + +
Mengangkat bahu + +
N XII (Hipoglosus)
Kedudukan lidah Simetris
dijulurkan
Atropi papil -
Disartria -
Tremor -

b. Badan dan Anggota Gerak


1. Badan
Motorik Kanan Kiri
Respirasi Simetris Simetris
Duduk Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Bentuk kolumna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Vertebralis

Sensibilitas
Raba Normal Normal
Nyeri Normal Normal
Thermi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Refleks
Reflek kulit perut atas Tidak dilakukan
Reflek kulit perut tengah Tidak dilakukan

11
Reflek kulit perut bawah Tidak dilakukan
Reflek kremaster Tidak dilakukan

2. Anggota Gerak atas


Motorik Kanan Kiri
Pergerakan Aktif Aktif
Kekuatan 5 5
Tonus Normal Normal

Sensibilitas
Raba Normal Normal
Nyeri Normal Normal
Thermi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Refleks Fisiologis
Biseps + +
Triseps + +
Radius + +
Ulna + +

Refleks Patologis
Hoffman-Tromner - -

3. Anggota gerak bawah


Motorik Kanan Kiri
Pergerakan Aktif Aktif
Kekuatan 5 5
Tonus Normal Normal

Sensibilitas

12
Raba Normal Normal
Nyeri Normal Normal
Thermi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Refleks Fisiologis
Patella Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Achilles Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Refleks Patologis
Babinsky - -
Oppenheim - -
Chaddock - -
Schaefer - -
Rosolimo - -

c.Gerakan Abnormal
Tremor : (-)
Atetosis : (-)
Miokloni : (-)
Khorea : (-)
Rigiditas : (-)

d. Alat Vegetatif
Miksi : Tidak dilakukan
Defekasi : Tidak dilakukan

e. Koordinasi, gait dan keseimbangan


Cara berjalan : Tidak dilakukan
Romberg Test : Tidak dilakukan
Disdiadokokinesis : Tidak dilakukan

13
Dismetri : Tidak dilakukan
Ataxia : Tidak dilakukan
Rebound Phenomena : Tidak dilakukan

f. Pemeriksaan Khusus
 Tes Wartenberg (+)Pasien melihat ke atas selama 2 menit ,kelopak mata
kanan pasien jatuh ke arah bawah
 Tes pita suara (-) : penderita disuruh menghitung 1-100, maka suara akan
menghilang secara bertahap.

f. Pemeriksaan Penunjang :
-

g. Diagnosa Klinis : Ptosis oculi unilateral


Diagnosa Topis : Neuromuscular junction
Diagnosa Etiologi : Autoimun susp myasthenia gravis dd/early onset
Myastenia Gravis dd/lambert-eaton myasthenia syndrome (LEMS) dd
Diagnosa sekunder :-

Terapi :
Non Medikamentosa :
 Tirah Baring
 Edukasi keluarga mengenai penyakitnya
- Diagnosis pasien
- Tata laksana yang akan dilakukan
- Prognosis dari penyakit yang diderita pasien

Medikamentosa :

14
 Mestinon tab 2x60 mg
 Mecobalamin 2x500 mg

 Lansoprazole 30 mg caps

V. PROGNOSIS
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
- Quo ad sanationam : dubia ad bonam

BAB III
Tinjauan Pustaka

Miastenia Gravis
1. Definisi
Miasthenia gravis (MG) adalah suatu penyakit autoimun yang disebabkan
oleh rusaknya reseptor asetilkolin pada post sinaptik sehingga menganggu
transmisi neuromuscular, ditandai dengan kelemahan otot secara fluktuatif yaitu
kelemahan otot memberat setelah aktivitas dan membaik dengan
istirahat.1,2Sedangkan krisis miastenik adalah salah satu kegawatan neurologi yang
terjadi pada kasus-kasus MG. Krisis miastenik ditandai oleh kelemahan otot-otot
bulbar dan otot pernafasan.Krisis miastenia adalah komplikasi MG yang paling
berbahaya dan mengancam hidup yang memerlukan perawatan intensif. Krisis
miastenia biasanya terjadi dalam 2 tahun pertama setelah onset MG (74% pasien)
dan 15-20% pasien dengan MG akan mengalami krisis miastenia.3,4

15
2. Epidemiologi
Insiden MG bervariasi antara 1-9 kasus/1000 penduduk, sedangkan
prevalensi MG diperkirakan antara 25-142 kasus/1000 penduduk.MG lebih
banyak dijumpai pada wanita ketimbang pria.Usia puncak pada wanita yaitu 20-
24 tahun dan 70-75 tahun, sedangkan pada pria 30-34 tahun dan 70-74 tahun.2

3. Faktor Pencetus
Sebuah studi menunjukan 38% kasus krisis miastenik dipresipitasi oleh
adanya infeksi sebelumnya.Infeksi yang paling sering adalah pneumonia
bakterialis. Kondisi lain yang dapat menyebabkan krisis miastenik antara lain
penggunaan obat-obatan tertentu, pneumonia aspirasi, premenstruasi, stess fisik
dan psikis, suhu ekstrim, nyeri, kurang tidur, dan kehamilan. Namun perlu diingat,
sekitar sepertiga sampai setengah dari pasien dengan krisis miastenik tidak
dijumpai faktor pemicunya.3,4
Kortikosteroid dapat digunakan dalam pengobatan MG, namun di sisi lain
pengobatan awal dengan prednison dapat menyebabkan eksaserbasi krisis
miastenik. Krisis miastenik yang disebabkan oleh penggunaan kortikosteroid
berkisar antara 9-18%.

4. Patofisiologi
Pada orang normal, bila ada impuls saraf mencapai hubungan
neuromuskular, maka membran akson terminal presinaps mengalami depolarisasi
sehingga asetilkolin akan dilepaskan dalam celah sinaps. Asetilkolin berdifusi
melalui celah sinaps dan bergabung dengan reseptor asetilkolin pada membran
postsinaps.Penggabungan ini menimbulkan perubahan permeabilitas terhadap
natrium dan kalium secara tiba-tiba menyebabkan depolarisasi lempeng akhir
dikenal sebagai potensial lempeng akhir (EPP). Jika EPP ini mencapai ambang
akan terbentuk potensial aksi dalam membran otot yang tidak berhubungan
dengan saraf, yang akan disalurkan sepanjang sarkolema. Potensial aksi ini
memicu serangkaian reaksi yang mengakibatkan kontraksi serabut otot. Sesudah
transmisi melewati hubungan neuromuscular terjadi, astilkolin akan dihancurkan

16
oleh enzim asetilkolinesterase.6
Pada miasteniagravis, konduksi neuromuskular terganggu.Abnormalitas
dalam penyakit miastenia gravis terjadi pada endplate motorik dan bukan pada
membran presinaps.Membran  postsinaptiknya rusak akibat reaksi imunologi.
Karena kerusakan itu maka jarak antara membran  presinaps dan postsinaps
menjadi besar sehingga lebih banyak asetilkolin dalam perjalanannya ke arah
motor endplate dapat dipecahkan oleh kolinesterase. Selain itu jumlah asetilkolin
yang dapat ditampung oleh lipatan-lipatan membran postsinaps motor end plate
menjadi lebih kecil. Karena dua faktor tersebut maka kontraksi otot tidak dapat
berlangsung lama.7,8

Gambar 1. Perbandingan NMJ normal dan NMJ pada MG

5. Manifestasi Klinis3
1. Gejala utama MG adalah kelemahan otot yang selalu sebelumnya terjadi
kelelahan otot
akibat aktivitas kegiatan fisik atau latihan berulang yang akan membaik dengan
istirahat atau tidur
2. Kelemahan yang timbul bersifat intermitten/fluktuatif
3. Distribusi kelemahan otot bervariasi, bisanya memiliki pola tipikal, yaitu
craniocaudal dimulai dari otot-otot kranialis terutama kelopak mata dan otot
ekstraokuler kemudian menyerang otot-otot ekstremitas yang dimulai dari

17
proksimal dan bersifat asimetrik. Kelemahan juga dapat menyerang otot-otot
pernapasan dan menyebabkan krisis miastenik
4. Berdasar distribusi otot yang terkena :
 otot-otot penggerak kelopak mata, menyebabkan diplopia(41%)
 otot kelopak mata menyebabkan ptosis (25%)
 Otot lidah menyebabkan disatria (16%)
 Otot-otot ekstremitas bawah menyebabkan gangguan gerak flasid (13%)
 Kelemahan otot tubuh secara umum (11%)
 Otot menelan-bulbar :kesulitan menelan(11%)
 Otot-otot ekstremitas atas meyebabkan kelemahan yang bersifat flasid
(7%)
 Otot-otot pengunyah (7%)
 Otot leher dan pernafasan akan menyebabkan gangguan nafas sampai
gagal nafas.

Gambar 2. Tanda dan gejala miasthenia gravis

18
6. Klasifikasi
6.1 Klasifikasi Osserman (derajat keparahan penyakit)1
I. Miastenia Okuler
hanya menyerang otot-otot okular, disertai ptosis dan diplopia. Sangat ringan
dan tidak ada kasus kematian (15-20 %)
II. A. Miastenia umum derajat ringan :
Progres lambat, biasanya pada mata , lambat laun menyebar ke otot-otot
rangka dan bulbar. Sistem pernafasan tidak terkena, respon terhadap terapi
obat baik angka kematian rendah (30 %).
B. Miastenia umum derajat sedang :
Progres bertahap dan sering disertai gejala-gejala okular, lalu berlanjut
semakin berat dengan terserangnya otot-otot rangka dan bulbar, tak terjadi
krisis.Respon terhadap terapi obat kurang memuaskan dan aktivitas pasien
terbatas. (25 %)
III. Miastenia Fulminasi Akut :
Progres yang cepat dengan kelemahan otot-otot rangka dan bulbar yang berat
disertai mulai terserangnya otot-otot pernafasan (terjadi krisis
pernafasan).Biasanya penyakit berkembang maksimal dalam waktu 6
bulan.Dalam kelompok ini, persentase thymoma paling tinggi.Respon
terhadap obat bururk dan angka kematian tinggi. (15%)
IV. Miastenia berat yang berkembang lamban :
Timbul paling sedikit 2 tahun sesudah progress gejala-gejala kelompok I atau

19
II. Respon terhadap obat dan prognosis buruk. (10 %)

6.2 Klasifikasi Myathenia Gravis Foundation (klinis )1

Tabel 2 . Klasifikasi Myasthenia berdasarkan klinis dari MGFA

6.3 Klasifikasi berdasarkan onset8


Pasien Myasthenia Gravis dibagi menjadi enam subtipe berdasarkan gambaran
klinis, onset kejadian, profil autoantibodi dan kelainan pada timus yaitu:

 Early onset Myasthenia Gravis:

20
onset kejadian pada umur < 40 tahun, lebih sering mengenai wanita dibanding
pria, dengan kelenjar timus pada umumnya mengalami hiperplasia dan adanya
autoantibodi terhadap AChR. Hiperplasia timus ditemukan pada 50-60%
pasien dari kelompok ini.
 Late onset Myasthenia Gravis:
onset kejadian pada umur > 40 tahun, terutama menyerang pria, dengan
kelenjar timus normal atau mengalami atrofi, autoantibodi terhadap AChR,
titin dan reseptor ryanodine. Antistriational muscle antibodies (anti-titin dan
reseptor ryanodine) ini dihubungkan dengan gambaran penyakit yang lebih
berat.
 Tymoma associated Myasthenia Gravis:
pada umumnya ditemukan pada umur 40-60 tahun, dengan kelenjar timus
mengalami neoplasia, autoantibodi terhadap AChR, titin, reseptor ryanodine,
dan KCNA4.

 Myasthenia Gravis with anti MuSK:


umumnya menyerang kelompok umur < 40 tahun, predominasi wanita dan
kelenjar timus normal.
 Seronegatif Myasthenia Gravis
yaitu pasien Myasthenia Gravis yang pada pemeriksaan tidak ditemukan
autoantibodi terhadap AChR dan MuSK. Subtipe ini ditemukan pada berbagai
kelompok umur dengan kelenjar timus mengalami hiperplasia.
 Ocular Myasthenia Gravis

6.4 Klasifiaksi berdasarkan Anti- AChR antibodies


a. Seropositif
Tipe ini merupakan tipe yang paling banyak dari acquired autoimmune MG.
Hampir 85% penderita generalized MG dan 50%-60% penderita ocular
myasthenia menunjukkan hasil yang positif untuk anti-AChR antibody dengan

radioimmunoassay.8 Antibodi AChR hampir selalu dijumpai pada pasien MG


dengan timoma. Selain itu, pasien tymoma associated MG juga memiliki antibodi

21
antivoltage gated K+ dan Ca2+, anti-Hu, antidihydropyrimidinase related protein 5,
dan antiglutamic acid decarboxylase).8

b. Seronegatif
Lebih kurang 15% pasien MG tidak ditemukan adanya antibodi AChR dan 40% di
antaranya didapatkan adanya antibodi MuSK.Pada pasien-pasien ini pada
umumnya didapatkan gejala kelemahan otot nafas, paralisis bulbar, kelemahan
otot leher, namun jarang dijumpai adanya gangguan pada otot mata.MG yang
tidak dijumpai adanya antibodi anti AChR dan anti MuSK disebut dengan MG
seronegative. MG seronegatif hanya memiliki gejala mata saja.8

7 Diagnosis
7.1 Anamnesis
Awitan biasanya tidak jelas dan progresivitas relatif lambat. Biasanya
diawali dengan mata, muka, rahang tenggorok dan leher. Tetapi ditemui juga yang
mulai dengan ekstremitas. Sembilan puluh persen kasus, awal mulanya mengeluh
kelemahan otot levator palpebrae (ptosis)dan otot ekstraokuler (diplopia). Ptosis
kemudian akan diikuti dengan kesulitan menutup mata (dikarenakan kelemahan
m.orbicularis oculi). Pada pemeriksaan waternberg (+)npada mata yang ptosis.
Pasien biasanya datang ke dokter dengan keluhan pada mata yaitu melihat dobel
atau kelopak mata sulit membuka. Keluhan pada mata relatif lebih dirasakan
mengganggu ketimbang kelemahan pada otot lainnya. Pada stadium selanjutnya
muncul akan mengenai otot wajah, otot pengunyah, otot menelan dan otot untuk
bicara (pada 80% kasus). Setelah banyak bicara suara dapat menghilang dan
menjadi sengau. Otot leher, gelang bahu dan panggul jarang terkena. Lebih sering
terkena adalah m.erector spinae.Bila otot leher terkena, maka ada keluhan sulit
untuk mempertahankan posisi tegak kepala.Pada kasus yang parah, semua otot
terkena termasuk otot abdomen, interkostal,diafragma bahkan otot sfingter
kandung kemih dan anus. Kelemahan yang timbul sering didahului emosional
upset dan infeksi. Sifat kelemahan akan membaik pada pagi hari atau saat
istirahat, kelemahan yang sedang atau berat bisa berlangsung sampai 1 bulan.

22
Gejala pada mata (diplopia atau pandangan kabur) akan memburuk saat membaca
lama, menonton TV, menyetir kendaraan atau mengunyah dalam waktu lama.7

7.2 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien MG meliputi otot yang
terkena atau dicurigai terkena, antara lain :
1. Tes watenberg/simpson test : memandang objek di atas bidang
antara kedua bola mata > 30 detik, lama-kelamaan akan terjadi ptosis (tes
positif).
Ini terjadi karena kelemahan m. Levator palpebra akan terlihat bila pasien
diminta untuk melihat ke atas selama 1 menit, kelemahan ini akan membaik
setelah pasien diminta untuk menutup mata secara maksimal (Tes
Wartenberg)

Gambar 3. Tes
Wartenberg

2. Tes pita suara : penderita disuruh menghitung 1-100, maka suara


akan menghilang secara bertahap (tes positif).
3. Diplopia stress test yaitu pasien diminta untuk melihat ke samping
secara maksimal selama 30 detik, bila positif akan muncul gejala diplopia
4. Red glass test yaitu gelas berwarna merah diletakan pada depan
mata kanan dan sumber cahaya diletakan pada depan mata kiri, hal ini
berfungsi untuk memeriksa apakah terdapat pandangan dobel

23
5. Tanda Cogan yaitu tampak kedutan transien pada kelopak mata
segera setelah pasien diminta untuk melihat ke bawah dan ke atas secara
cepat
6. Anggota gerak : penderita di suruh menggerakkan anggota gerak
abduksi ke atas kira-kira 20 kali atau menggerakkan tangan ke arah mulut dan
dibandingkan akan terjadi kelemahan

Tes Prostigmine
Prostigmin 0,5-1,0 mg dicampur dengan 0,1 mg atropin sulfas disuntikkan
intramuskular atau subkutan. Tes dianggap positif apabila gejala-gejala
menghilang dan tenaga membaik.2,6

Tes Edrophonium
Endrofonium merupakan antikolinesterase kerja pendek yang
memperpanjang kerja acetilkolin pada nerumuscular juction dalam beberapa
menit. Untuk uji tensilon, disuntikkan 2 mg tensilon secara intravena selama 15
detik, bila dalam 30 detik tidak terdapat reaksi maka disuntikkan lagi sebanyak 8-
9 mg tensilon secara intravena. Segera setelah tensilon disuntikkan kita harus
memperhatikan otot-otot yang lemah seperti misalnya kelopak mata yang
memperlihatkan adanya ptosis. Bila kelemahan itu benar disebabkan oleh
Miastenia gravis, maka ptosis itu akan segera lenyap. Pada uji ini kelopak mata
yang lemah harus diperhatikan dengan sangat seksama karena efektivitas tensilon
sangat singkat.Efek sampingnya dapat menyebabkan bradikardi dan untuk
mengatasinya dapat digunakan atropin.Tes dianggap positif apabila ada perbaikan
kekuatan otot yang jelas dalam waktu 30-45 menit setelah penyuntikan. Perbaikan
kekuatan otot akan bertahan selama 5 menit. Jika diperoleh hasil yang positif,
maka perlu dibuat diagnosis banding antara miastenia gravis yang sesungguhnya
dengan sindrom miastenik.

24
Gambar 4. Sebelum dan setelah tes edrophonium
Ice test
Prinsip dari pemeriksaan ini adalah fungsi otot pada pasien pasien MG akan
membaik pada kondisi temperatur yang rendah. Hal ini disebabkan oleh aktivitas
AChE akan turun pada temperatur yang rendah dan efek depolarisasi ACh akan
meningkat pada NMJ.2,6
Pemeriksaan dilakukan dengan cara mengkompres keloopak mata yang
tertutup dengan es selama 2 menit. Hasil dianggap positif bila celah kelopak mata
membuka lebih dari 2 mm daripada sebelumnya.2,6

Gambar 5. Sebelum dan setelah ice test

7.3 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Radiologi 9

25
 Chest x-raydapat dilakukan dalam posisi anteroposterior dan lateral. Pada
roentgen thorak, thymoma dapat diidentifikasi sebagai suatu massa pada
bagian anterior mediastinum.
 Hasil roentgen yang negatif belum tentu dapat menyingkirkan adanya
thymoma ukuran kecil, sehingga terkadang perlu dilakukan chest Ct-scan
untuk mengidentifikasi thymoma pada semua kasus miastenia gravis,
terutama pada penderita dengan usia tua.
 MRI pada otak dan orbita sebaiknya tidak digunakan sebagai pemeriksaan
rutin. MRI dapat digunakan apabila diagnosis miastenia gravis tidak dapat
ditegakkan dengan pemeriksaan penunjang lainnya dan untuk mencari
penyebab defisit pada saraf otak.

Gambar 6 CT scan othoraks memperlihatkan massa pada bagian anterior


mediastinum pada pasien dengan myasthenia gravis.

Pemeriksaan antibodi anti AChR& anti MuSK


Antibodi anti AChR dapat ditemukan pada 85% pasien dengan MG dengan
gejala general dan 50% pada pasien MG okuler. Hasil yang positif merupakan
diagnosis definitif MG, namun jika dijumpai hasil yang negatif kemungkinan MG
belum dapat disingkirikan.Antibodi anti MuSK didapatkan pada 40% pasien
dengan hasil pemeriksaan antibodi anti AChR yang negatif. Besar kecilnya kadar
antibodi yang terdeteksi dalam serum tidak menggambarkan derajat keparahan
penyakit MG.10

26
Selain pada MG, antibodi anti AChR yang positif juga dapat dijumpai pada
pasien dengan systemic lupus erythematosus, inflammatory neuropathy,
amyothropic lateral sclerosis, rheumatoid arthritis dengan pengobatan D-
penicillamine, dan timoma tanpa gejala MG.10

Single-fiber Electromyography (SFEMG)


Menggunakan jarum single-fiber, yang memiliki permukaan kecil untuk
merekam serat otot penderita. SFEMG dapat mendeteksi suatu jitter (variabilitas
pada interval interpotensial diantara 2 atau lebih serat otot tunggal pada motor unit
yang sama) dan suatu fiber density (jumlah potensial aksi dari serat otot tunggal
yang dapat direkam oleh jarum perekam). SFEMG mendeteksi adanya defek
transmisi pada neuromuscular fiber berupa peningkatan jitter dan fiber density
yang normal.

Repetitive Nerve Stimulation (RNS)


Pada penderita miastenia gravis terdapat penurunan jumlah reseptor asetilkolin,
sehingga pada RNS tidak terdapat adanya suatu potensial aksi.

Gambar 7.Gambaran decrement pada EMG RNS

7.4 Tata Laksana

Manajemen terapi pada pasien Myasthenia Gravis harus disesuaikan dengan


karakteristik dan berat ringannya penyakit yang dialami oleh pasien. Pendekatan
managemen Myasthenia Gravis berdasarkan patofisiologinya yaitu dengan
meningkatkan jumlah asetilkolin agar dapat berikatan dengan reseptor di daerah

27
post sinaptik dengan menggunakan inhibitor asetilkolinesterase dan dengan
menggunakan obat-obat immunosupresif sehingga menurunkan jumlah
autoantibodi yang berikatan dengan reseptor asetilkolin. Empat prinsip dasar
terapi Myasthenia Gravis yaitu:
1. Pengobatan simptomatik dengan menggunakan inhibitor asetilkolinesterase.
Obat lini pertama untuk pengobatan simptomatik adalah dengan
menggunakan piridostigmin bromida (mestinon) 30-120 mg/3-4 jam/oral.
Dosis parenteral 3-6 mg/4-6 jam/ iv tiap hari akan membantu pasien untuk
mengunyah, menelan, dan beberapa aktivitas sehari-hari. Pada malam hari,
dapat diberikan mestinon long-acting 180 mg. Apabila diperlukan,
neostigmin bromida (prostigmine ): 7,5-45 mg/2-6 jam/oral. Dosis
parenteral : 0,5-1 mg/4 jam/iv atau im. Neostigmin dapat menginaktifkan atau
menghancurkan kolinesterase sehingga asetilkolin tidak segera
dihancurkan.Akibatnya aktifitas otot dapat dipulihkan mendekati normal,
sedikitnya 80-90% dari kekuatan dan daya tahan semula. Pemberian
antikolinesterase akan sangat bermanfaat pada Miastenia gravis golongan IIA
dan IIB. Efek samping pemberian antikolinesterase disebabkan oleh stimulasi
parasimpatis, termasuk konstriksi pupil, kolik, diare, salivasi berkebihan,
berkeringat, lakrimasi, dan sekresi bronkial berlebihan.Efek samping gastro
intestinal (efek samping muskarinik) berupa kram atau diare dapat diatasi
dengan pemberian propantelin bromida atau atropin.

2. Kortikosteroid
Dapat diberikan prednison dimulai dengan dosis rawal 10-20 mg,
dinaikkan bertahap (5-10 mg/minggu) 1x sehari selang sehari, maksimal 120
mg/6 jam/oral, kemudian diturunkan sampai dosis minimal efektif. Efek
sampingnya dapat berupa: peningkatan berat badan, hiperglikemia,
osteopenia, ulkus gaster dan duodenum, katarak.2
3. Pemberian immunomodulating jangka pendek dengan plasmapheresis dan
immunoglobulin intravena. Terapi ini diberikan pada keadaan khusus yaitu

28
pada krisis miastenik dan pada preoperatif timektomi atau operasi-operasi
lain. Prinsip terapi dengan plasmapheresis adalah menghilangkan
autoantibodi yang bersirkulasi, kompleks imun dan mediator-mediator
inflamasi lainnya. Plasmapheresis dilakukan empat sampai enam kali setiap
selang sehari. Immunoglobulin intravena bekerja dengan menginterferensi
ikatan Fc reseptor dengan makrofag, reseptor immunoglobulin dengan sel B
dan pengenalan antigen oleh sel T. Immunoglobulin diberikan selama lima
hari dengan dosis 0,4g/kg/hari pada 5 hari pertama, dilanjutkan 1
gram/kgbb/hari selama 2 hari.5
4. Pemberian immunomodulating jangka panjang dengan glukokortikoid dan
obat-obat immunosupresif lainnya. Prednison merupakan obat yang paling
sering digunakan dengan dosis 0,75-1 mg/kg/hari atau dapat diberikan 60-100
mg setiap selang sehari (alternate days). Dosis prednison pada Myasthenia
Gravis okuler lebih rendah yaitu 20-40 mg per hari. Obat immunosupresif
lain yang dapat digunakan antara lain azathioprine, ciclosporin,
cyclophosphamide, methrotrexate, mycophenolate mofetil, rituximab dan
tacrolimus.5
5. Terapi pembedahan (timektomi), penatalaksanaan ini dianjurkan pada pasien
dengan timoma.5
Penatalaksanaan nonfarmakologik pada pasien Myasthenia Gravis
juga penting dilakukan yaitu dengan menghindari keadaan dan obat-obatan
yang dapat mencetuskan Myasthenia Gravis. Rehabilitasi juga dapat
dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.5,6
7.5 Diagnosis Banding Ptosis Unilateral 11
1. Sindrom horner
Sindrom Horner’s adalah suatu sindrom yang terdiri dari kelainan berupa
masuknya bola mata, ptosis kelopak mata atas, kelopak mata atas sedikit
naik, kontraksi dari pupil, penyempitan dari fissura palpebra, anhidrosis
dan warna kemerahan di sisi wajah yang sakit, disebabkan oleh paralisasis
saraf simpatis servikal. Disebabkan oleh adanya kerusakan atau gangguan
pada jalur saraf simpatis.Lesi lesi yang menyebabkan sindroma Horner

29
mengganggu serat serat preganglion ketika lesi lesi ini mendesak toraks
bagian atas. Gejala klinis nya ptosis, miosis, enoftalmus dan anhidrosis
2. Congenital Myasthenic Syndrome
Adalah bentuk kelemahan yang paling mungkin muncul selama masa bayi
dengan kelelahan, kesulitan mengisap dot, tidak aktif, dan penurunan
tonus otot.Onset pada bayi dan anak-anak, antibody seronegatif dan tidak
berespon terapi immunomodulatooy.Diagnosis generik dari CMS dapat
dibuat atas dasar onset saat lahir hingga awal masa kanak-kanak,
kelemahan yang melelahkan yang mempengaruhi terutama otot okular dan
otot tengkorak lainnya, riwayat keluarga yang positif, dan respons EMG
yang menurun atau EMG serat tunggal yang abnormal.Tes untuk anti-
AChR dan anti-MuSK antibodi diindikasikan pada pasien sporadis setelah
usia 1 tahun dan pada bayi artrogrypotic
3. Periodic paralysis hypokalemia
Kelainan yang ditandai dengan kadar kalium (kalium) yang rendah
(kurang dari 3.5 mmol/L) pada saat serangan, disertai riwayat episode
kelemahan sampai kelumpuhan otot skeletal. Kelemahan biasanya terjadi
pada otot kaki dan tangan, tetapi kadangkadang dapat mengenai otot mata,
otot pernafasan dan otot untuk menelan, di mana kedua keadaan terakhir
ini dapat berakibat fatal.
4. Early onset Myasthenia Gravis
onset kejadian pada umur < 40 tahun, lebih sering mengenai wanita
dibanding pria, dengan kelenjar timus pada umumnya mengalami
hiperplasia dan adanya autoantibodi terhadap AChR. Hiperplasia timus
ditemukan pada 50-60% pasien dari kelompok ini. Awalnya ptosis dapat
muncul sebagai unilateral , sering bergeser dari satu mata ke yang lain,
untuk akhirnya melibatkan dua kelopak mata (bilateral)
5. Myasthenia Gravis with anti MuSK
Umumnya menyerang kelompok umur < 40 tahun, predominasi wanita
dan kelenjar timus normal.
6. Lambert Eaton Myasthenic Syndrome

30
Penyakit ini dikarakteristikkan dengan adanya kelemahan dan kelelahan
pada otot anggota tubuh bagian proksimal dan disertai dengan kelemahan
relatif pada otot-otot ekstraokular dan bulbar. Pada LEMS, terjadi
peningkatan tenaga pada detik-detik awal suatu kontraksi volunter, terjadi
hiporefleksia, mulut kering, disertai gejala otonom, dan sering kali
dihubungkan dengan suatu karsinoma terutama oat cell carcinoma pada
paru. EMG pada LEMS sangat berbeda dengan EMG pada Miastenia
gravis. Defek pada transmisi neuromuscular terjadi pada frekuensi rendah
(2Hz) tetapi akan terjadi hambatan stimulasi pada frekuensi yang tinggi
(40 Hz). Kelainan pada Miastenia gravis terjadi pada membran
postsinaptik sedangkan kelainan pada LEMS terjadi pada membran pre
sinaptik, dimana pelepasan asetilkolin tidak berjalan dengan normal,
sehingga jumlah asetilkolin yang akhirnya sampai ke membran
postdinaptik tidak mencukupi untuk menimbulkan depolarisasi.2,8

BAB IV
ANALISA KASUS

Pasien perempuan berusia 18 tahun datang dengan keluhan kelopak mata


sebelah kanan turun terutama saat terlalu lama membaca/menonton tv (+) dan
membaik setelah istirahat. Keluhan ini sudah dirasakan sejak 1 tahun yang lalu
dan saat ini kelopak mata kanan semakin turun dan semakin terasa berat serta
menggangu aktivitas.keluhan disertai pandangan mata kabur..Keluhan lain seperti
sulit menelan, suara sengau, sulit mengunyah, sesak nafas, pusing, mual-muntah,
kelemahan anggota gerak, bicara pelo, tremor, kesemutan/kebas/kekakuan
anggota gerak, demam, batuk-batuk lama, penurunan berat badan, konsumsi obat-
obatan dalam jangka waktu lama disangkal oleh pasien. Dipoli RS Abdul Manap
dokter spesialis saraf menduga pasien menderita miastenia gravis, kemudian
pasien diberikan obat mestinon tablet 2x60 mg selama sebulan dan mecobalamin

31
2x500mg selama seminggu.
Berdasarkan anamnesis yang telah dilakukan maka dapat didiagnosis secara
klinis pasien mengalami miastenia gravis.Pada miastenia gravis awitan biasanya
tidak jelas dan progresivitas relatif lambat. Hal ini sesuai dengan keluhan pasien
yang sudah berlangsung selama beberapa tahun. Keluhan pertama pasien adalah
adanya keluhan pada mata yaitu kelopak mata kanan lebih turun, namun belum
terdapat penglihatan ganda. Hal ini sesuai teori MG dimana pada 90% kasus, awal
mulanya mengeluh kelemahan otot levator palpebrae (ptosis)dan otot
ekstraokuler (diplopia). Ptosis kemudian akan diikuti dengan kesulitan menutup
mata (dikarenakan kelemahan m.orbicularis oculi). Keluhan pada mata relatif
lebih dirasakan mengganggu ketimbang kelemahan pada otot lainnya.
Sifat kelemahan pada miastenia gravis bersifat fluktuatif, gejala bervariasi
dari hari ke hari dan dari jam ke jam, biasanyaakan membaik pada pagi hari atau
saat istirahat dan memburuk pada saat siang/sore hari saat aktivitas. Hal ini sesuai
dengan keluhan yang dialami pasien saat ini dimana semua keluhan seperti
kelopak mata jatuh, namun pulih kembali setelah beristirahat. Sehingga pada
kasus ini kecurigaan bahwa pasien mengalami miastenia gravis ditegakan atas
dasar gambaran klinis yang khas.
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisikdidapatkan kesadaran pasien compos
mentis, GCS 15 (E4M6V5) dengan tanda vital: TD: 110/70 mmHg, N: 80x/menit,
RR: 22x/menit, S: 36,7oC. Pada pemeriksaan nervus cranialis diidapatkan adanya
parese N.III,IV,VI ditandai dengan adanya ptosis pada palpebra kanan pasien. Hal
ini sesuai dengan teori dimana pada MG keluhan yang paling sering terjadi adalah
keluhan pada wajah yang mengenai otot eksta okular dan okular sehingga timbul
manifstasi ptosis. Sehingga berdasarkan derajat keparahannya pasien termasuk
kedalam kategori MG ringan stadium I yang ditandai dengan kelemahan otot
okular yang semakin parah.
Pada pemeriksaan test pita suara didapatkan hasil (-) dimana penderita
disuruh menghitung 1-100 maka akan terjadi kelemahan suara menjadi serak dan
menghilang secara bertahap, didapatkan (-) karena tidak mengenai otot
orofaringeal. Sedangkan pada test wartenberg (+)saat pemeriksaan ini kelopak

32
mata kanan pasien turun.Penderita diminta untuk memandang objek yang letaknya
lebih tinggi antara kedua bola mata selama >30 detik maka akan terlihat ptosis
dengan reaksi pupil tetap normal pada penderita MG namun kelemahan ini akan
membaik setelah pasien diminta untuk menutup mata secara maksimal.
Pemeriksaan khusus pada MG ini yang menunjukan hasil (+) dapat memperkuat
diagnosis MG karena tes provokasi ini mencetuskan terjadinya kelelahan otot
pada pasien. Hal ini sesuai dengan teori MG dimana keluhan biasanya diperberat
oleh aktivitas dan membaik setelah pasien beristirahat.
Pada pemeriksaan penunjang tidak dilakukan.Pada kasus disarankan
pemeriksaan rontgen thoraks untuk mencari tahu ada tidaknya hiperplasia timus
ataupun timoma dikarenakan myasthenia gravis sering terjadi bersamaan dengan
timoma(15%) dan hiperplasi timus (65%).Kelenjar timus terdiri atas sel myoid
yang mengandung AChR. Sel limfosit B dan T yang diproduksi kelenjar timus
akan merusak AChR sehingga menimbulkan manifestasi kelemahan otot.Untuk
dapat memperkuat diagnosis miastenia gravis sebaiknya dilakukan pemeriksaan
penunjang lainnya seperti pemeriksaan serologis antibodi anti AChR& anti
MuSK, elektrofisiologiSingle-fiber Electromyography (SFEMG)&Repetitive
Nerve Stimulation (RNS) dan bipsi kelenjar timus.
Pada pasien ini diberikan AChEIs sebagai tata laksana medikamentosa yaitu
piridostigmin (mestinon) 2x60 mg. Hal ini sesuai dengan teori dimana
AChEIsmasih merupakan pengobatan lini pertama pada tahap awal MG atau
apabila dijumpai gejala yang masih ringan. Pasien ini termasuk kedalam MG tipe
okuli sehingga pemberian AchEIs akan sangat bermanfaat. AchEIs bekerja
dengan cara memperlambat degradasi ACh oleh AChE. AChEIs akan
meningkatkan kadar ACh di celah sinaps dan dengan demikian akan
mengkompensasi jumlah AChR yang sedikit. Namun, AChEIs hanya merupakan
pengobatan simtomatik dan tidak mengobati penyebab utama MG.
Efek samping pemberian antikolinesterase disebabkan oleh stimulasi
parasimpatis, termasuk konstriksi pupil, kolik, diare, salivasi berkebihan,
berkeringat, lakrimasi, dan sekresi bronkial berlebihan.Efek samping yang sering
muncul adalah gangguan gastrointestinal yang berhubungan dengan peningkatan

33
aktivitas muscarinic.Gangguan tersebut antara mual, muntah, kram perut, dan
diare.Efek samping ini dapat diobati dengan pemberian antimuscarinics
(loperamide hidroklorida, diphenoxylate hidroklorida, bromide propantheline)
tanpa mengurangi efek nicotinic AChEIs.Pemberian AChEIs dapat menyebabkan
krisis kolinergik yang ditandai oleh kelemahan otot yang lebih besar disertai
dengan peningkatan sekresi bronkial, diare, sakit perut, hipersalivasi dan
bradikardia sehingga pemberian AChEIs harus dihentikan pada kasus krisis
miastenik.

34
BAB V
KESIMPULAN

1. Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu
kelemahan abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan secara
terus-menerus dan disertai dengan kelelahan saat beraktivitas.
2. Mekanisme imunogenik memegang peranan yang sangat penting pada
patofisiologi miastenia gravis. Mekanisme pasti tentang hilangnya toleransi
imunologik terhadap reseptor asetilkolin pada penderita miastenia gravis belum
sepenuhnya dapat dimengerti. Miastenia gravis dapat dikatakan sebagai
“penyakit terkait sel B”, dimana antibodi yang merupakan produk dari sel B
justru melawan reseptor asetilkolin.
3. Gejala klinis miastenia gravis antara lain ; Kelemahan pada otot ekstraokular atau
ptosis, Kelemahan otot penderita semakin lama akan semakin memburuk.
Kelemahan tersebut akan menyebar mulai dari otot ocular, otot wajah, otot leher,
hingga ke otot ekstremitas. Sewaktuwaktu dapat pula timbul kelemahan dari otot
masseter sehingga mulut penderita sukar untuk ditutup. Selain itu dapat pula
timbul kelemahan dari ot faring, lidah, pallatum molle, dan laring sehingga
timbullah kesukaran menelan dan berbicara. Paresis dari pallatum molle akan
menimbulkan suara sengau. Selain itu bila penderita minum air, mungkin air itu
dapat keluar dari hidungnya.
4. Penatalaksaan utama pada miastenia gravis dapat diobati dengan
antikolinesterase (asetilkolinesterase inhibitor) dan terapi imunomudulasi.
Antikolinesterase biasanya digunakan pada miastenia gravis yang ringan.
Sedangkan pada pasien dengan miastenia gravis generalisata, perlu dilakukan
terapi imunomudulasi yang rutin. Terapi imunosupresif dan imunomodulasi yang
dikombainasikan dengan pemberian antibiotik dan penunjang ventilasi, mampu
menghambat terjadinya mortalitas dan menurunkan morbiditas pada penderita
miastenia gravis. Pengobatan ini dapat digolongkan menjadi terapi yang dapat
memulihkan kekuatan otot secara cepat dan tepat yang memiliki onset lebih
lambat tetapi memiliki efek yang lebih lama sehingga dapat mencegah terjadinya
kekambuhan

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Amato AA, Russel JA. Neuromuscular Disorders. New York: The McGraw-Hill
Companies; 2008.
2. Drachman DB. Myasthenia Gravis. The New England Journal of Medicine.
1994;330(25):1797-810.
3. Chaudhuri A, Behan P. Myasthenic crisis. QJ Med. 2009;102:97-107.
4. Godoy DA, Mello LJVd, Masotti L, Napoli MD. The myasthenic patient in
crisis: an update of the management in Neurointensive Care Unit. Arq
Neuropsiquiatr. 2013;1(9):628-43.
5. Baehr M, Frotscher M. Duus' Topical Diagnostic in Neurology. New York:
Thieme Stuttgart; 2005.
6. Schneider-Gold C, Toyka KV. Myasthenia Gravis: Pathogenesis and
Immunotherapy. Dtsch Arztebl. 2007;104(7):420-6.
7. Hughes BW, Casillas MLMD, Kaminski HJ. Pathophysiology of Myasthenia
Gravis. Seminars in neurology. 2004;24(1):21-31.
8. Trouth AJ, Dabi A, Solieman N, Kurukumbi M, Kalyanam J. Myasthenia
Gravis: A Review. Autoimmune Diseases. 2012;20(12):346-53.
9. Jani-Acsadi A, Lisak RP. Myasthenic crisis: Guidelines for prevention and
treatment. Journal of the Neurological Sciences. 2007;261:127-33.
10. G. O. Skeiea, S. Apostolskib, A. Evolic, N. E. Gilhusd, I. Illae, L. Harmsf, et al.
Guidelines for treatment of autoimmune neuromuscular transmission
disorders. European Journal of Neurology. 2010;11:143-56.
11. Mc Grogan, Sneddon S, de Vries CS. Insiden miastenia gravis: tinjauan literatur
sistematis. Neuroepidemiologi. 2010; 34 (3): 171-83.
(https://www.symptoma.com/en/info/myasthenia-gravis)

36

Anda mungkin juga menyukai