Anda di halaman 1dari 51

Case Report Session (CRS)

* Program Studi Profesi Dokter/ G1A222057/ Juni 2023


** Pembimbing dr.Gita Mayani, Sp.M

PRIMARY OPEN ANGLE GLAUCOMA (POAG) ODS +


KATARAK SENILIS IMATUR ODS

Oleh:
Nadia Wulansari, S.Ked*

Pembimbing:
Gita Mayani, Sp.M**

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


SMF/BAGIAN MATA RSUD ABDUL MANAP
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2023
LEMBAR PENGESAHAN

Case Report Session (CRS)

PRIMARY OPEN ANGEL GLAUCOMA (POAG) ODS +


KATARAK SENILIS MATUR ODS

Disusun Oleh:
Nadia Wulansari, S. Ked
G1A222057

Sebagai Syarat dalam Mengikuti Kepenitraan Klinik Senior


SMF/Bagian Mata RSUD Abdul Manap
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan


Jambi, Juni 2023

PEMBIMBING

dr. Gita Mayani, Sp.M

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan YME karena atas
berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas ini. Selama
pembuatan Case Report Session (CRS) ini penulis mendapat banyak dukungan dan
juga bantuan dari berbagai pihak, maka dari itu penulis ingin mengucapkan banyak
terima kasih kepada orang tua penulis, dokter pembimbing Case Report Session
(CRS) dr.Gita Mayani, Sp.M serta teman-teman kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit
Mata.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Case Report Session (CRS) ini
jauh dari sempurna, baik dari segi penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh
karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan Case Report Session (CRS) ini. Akhir kata penulis memohon maaf
atas segala kekurangan yang ada dalam Case Report Session (CRS) ini.

Jambi, Juni 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................1
BAB II LAPORAN KASUS................................................................................................2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................9
BAB IV ANALISIS KASUS..............................................................................................40
BAB V KESIMPULAN.....................................................................................................44
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................45

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Glaukoma merupakan penyebab kedua kebutaan utama di dunia setelah


katarak di seluruh dunia. Glaukoma adalah penyakit mata yang dapat mengakibatkan
neuropati optik yang diikuti gangguan pada lapang pandang yang khas dan atrofi
saraf optik.1
Glaukoma dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria. Berdasarkan
struktur sudut iridokornealis diklasifikasikan sebagai glaukoma sudut terbuka dan
glaukoma sudut tertutup, berdasarkan etiologinya glaukoma diklasifikasikan sebagai
glaukoma primer, glaukoma sekunder dan glaukoma kongenital dan berdasarkan
perjalanan penyakitnya diklasifikasikan sebagai glaukomaakut dan glaukoma kronis.
Prevalensi glaukoma meningkat dengan cepat seiring dengan pertumbuhan
populasi penduduk dan pertambahan usia mereka. Pada tahun 2010, jumlah
penderita glaukoma mencapai 60,5 juta individu. Kejadian glaukoma secara global
diperkirakan mencapai angka 76 juta di tahun 2020 dan 111,8 juta di tahun 2040.
Menurut hasil Riskesdas 2007, prevalensi glaukoma di Indonesia adalah 4.6 %
Katarak merupakan penyebab utama kebutaan di seluruh dunia yang
sebenarnya dapat dicegah. Penyakit katarak merupakan penyakit mata yang ditandai
dengan kekeruhan lensa mata sehingga mengganggu proses masuknya cahaya ke
mata. Katarak dapat disebabkan karena terganggunya mekanisme kontrol
keseimbangan air dan elektrolit, karena denaturasi protein lensa atau gabungan
keduanya.
Sekitar 90% kasus katarak berkaitan dengan usia; penyebab lain adalah
kongenital dan trauma. Katarak dan glaukoma merupakan kondisi yang dapat
menyebabkan hilangnya kemampuan penglihatan. Deteksi dini dan terapi yang tepat
dan segera dapat membantu memperbaiki kualitas hidup penderita.

1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. A
Umur : 65 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Danau Teluk, Seberang
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Pensiunan PNS
Status : Menikah

2.2 ANAMNESIS (Autoanamnesis)


2.2.1 Keluhan Utama
Pandangan kedua mata yang semakin kabur sejak ± 1 tahun SMRS

2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke Poliklinik Mata RSUD Abdul Manap dengan keluhan
pandangan kedua mata yang semakin kabur sejak ± 1 tahun SMRS. Keluhan ini
terjadi secara perlahan-lahan, pandangan kabur pada objek yang jauh dan silau saat
melihat cahaya. Keluhan tersebut belum mengganggu aktivitas sehari-hari.
± 9 bulan SMRS keluhan pandangan semakin kabur seperti tertutup kabut
disertai nyeri kepala dan silau melihat cahaya. Pasien mengeluh ketika berjalan
sering menabrak dan tersandung karena penglihatannya menyempit dan samar-
samar melihat benda-benda yang ada disekitarnya.
Keluhan mual muntah disangkal oleh pasien. Riwayat mata merah, gatal dan
berair disangkal oleh pasien. Pasien lalu berobat ke Puskesmas Olak Kemang
kemudian dirujuk ke RSUD Abdul Manap.

2
Pasien sudah rutin berobat ke Poliklinik Mata RSUD Abdul Manap setiap 1
bulan sekali sejak tahun 2022 atas diagnosis dokter os mengalami glaukoma dan
katarak pada kedua mata. Pasien diberikan 3 macam obat tetes mata yaitu timol,
Glauser dan cendo lyteers dan 1 obat minum yaitu citicholin oleh dokter mata.

2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat keluhan serupa (-)
Riwayat penyakit mata (-)
Riwayat pemakaian kaca mata (+)
Riwayat hipertensi (+)
Riwayat diabetes melitus (+)
Riwayat alergi dan asma (-)
Riwayat trauma pada mata (-)

2.2.4 Riwayat Penyakit Dalam Keluarga


Riwayat keluhan serupa (-)
Riwayat penyakit mata lainnya (-)
Riwayat hipertensi (+)
Riwayat diabetes melitus (-)

2.2.5 Riwayat Gizi


TB: 171 cm
BB: 70 kg
IMT : Normoweight

2.2.6 Keadaan Sosial Ekonomi


Pasien merupakan pengguna BPJS kelas II. Pasien tinggal bersama
anak dan cucu pasien serta sudah tidak bekerja lagi.

3
2.2.7 Penyakit Sistemik
Tractus Respiratorius :Tidak ada keluhan
Tractus Digestivus :Tidak ada keluhan
Kardiovaskuler :Hipertensi grade I
Endokrin :Diabetes melitus tipe II
Neurologi :Tidak ada keluhan
Kulit :Tidak ada keluhan
THT :Tidak ada keluhan
Gigi dan Mulut :TIdak ada keluhan
Lain-lain :TIdak ada keluhan

2.3 Pemeriksaan Fisik


I. PEMERIKSAAN VISUS DAN REFRAKSI
Identifikasi OD OS
Visus SC 1/300 1/300
II. MUSCLE BALANCE
Kedudukan bola
mata

Eksotropia
Pergerakan bola
mata

Versi duksi positif segala arah Versi duksi positif segala arah

III. PEMERIKSAAN EKSTERNAL

4
Palpebra Superior Hiperemis (-), edema (-), Hiperemis (-), edema (-),
massa (-) massa (-)
Palpebra Inferior Hiperemis (-), edema (-), Hiperemis (-), edema (-),
massa (-) massa (-)
Cilia Trichiasis (-), madarosis (-), Trichiasis (-), madarosis (-),
distrikiasis (-) distrikiasis (-)
Ap. Lacrimalis Sumbatan (-), tampak Sumbatan (-), tampak normal
normal
Konjungtiva Papil (-), folikel (-), Papil (-), folikel (-),
Tarsus Superior hiperemis(-) hiperemis(-)
Konjungtiva Papil (-), folikel (-), Papil (-), folikel (-),
Tarsus Inferior hiperemis(-) hiperemis(-)
Kongjungtiva Hiperemis (-), inj Hiperemis (-),inj
Bulbi kongjungtiv (-), kongjungtiv (-), Inj silier (+),
Inj silier (+),
Kornea Jernih,arkus senilis(-) Jernih, arkus senilis (+),
Edema (-), Infiltrat (-), Edema
(-), Infiltrat(-)
Bilik MataDepan Kedalaman sedang, darah Kedalaman sedang, darah (-),
(COA) (-), pus (-)
pus (-)
Pupil Anisokor, bentuk bulat, Anisokor, bentuk bulat,regular
regular

5
Diameter 4 mm 3 mm

6
Reflek Cahaya Direct : + Direct : +
Konsensuil : + Konsensuil : +
Iris Coklat, Atrofi (-), sinekia (-) Coklat, atrofi (-), sinekia (-)
Lensa Agak Keruh (+) Agak Keruh (+)

Lain-lain - -

IV. PEMERIKSAAN SLIT LAMP DAN BIOMICROSCOPY

Cilia Tidak dilakukan Tidak dilakukan


Kongjungtiva Tidak dilakukan Tidak dilakukan
tarsus superior
Konjungtiva tarus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
inferior
Konjungtiva Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Kornea Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Bilik Mata Depan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
(COA)
Iris Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Lensa Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Vitreus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
V. TONO METRIS
Schiotz Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan
NCT 20 mmHg 23 mmHg
VI. GENIOSCOPY
Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan

VII. VISUAL Lapang pandang

7
FIELD menyempit

VIII. PEMERIKSAAN PADA KEADAAN MIDRIASIS

OD OS

Lensa Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan


Vitreus Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan
Fundus Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan
IX. PEMERIKSAAN UMUM
- Tinggi badan : 171 cm - Cardio vasc : BJ I/II reguler,
murmur (-), gallop (-)
- Berat badan : 70 kg - G.I tract : BU (+) normal, nyeri
tekan (-)
- Tekanan darah : 155/94 mmHg - Paru-paru : Vesikuler (+/+), rhonki
(-/-), wheezing(-/-)
- Nadi : 96 x/ menit - Neurology : tidak
- Suhu : 360 C dilakukan
- Pernapasan : 20 x/menit pemeriksaan

8
2.1 Diagnosis
Primary Open Angle Glaukoma (POAG) ODS + Katarak Senilis Matur
ODS+Diabetes Melitus Tipe II +Hipertensi Grade I

2.2 Diagnosis banding


Glaukoma Fakolitik
Glaukoma Sekunder
Retinopati Diabetikum

2.3 Anjuran pemeriksaan


 Gonioskopi
 Oftalmoskopi
 Perimetri

2.4 Pengobatan
 Medikamentosa
- Latanoprost ED 1x1gtt ODS
- Timolol Maleate 0,5% ED 2x1gtt ODS
- KSR 600mg tab 1x1
- Glauseta 250 mg tab 2x1
 Non Medikamentosa
- Edukasi untuk memakai obat yang diberikan secara teratur
- Kontrol mata rutin berkala

2.5 Prognosis
OD OS
Quo ad vitam : dubia ad bonam Quo ad vitam. : dubia ad bonam
Quo ad functionam. : dubia ad malam Quo ad functionam.: dubia ad malam
Quo ad sanationam. : dubia ad malam Quo ad sanationam.: dubia ad malam

9
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Anatomi Mata


3.1.1 Kornea
Kornea adalah lapisan luar mata yang transparan, tidak berwarna dan tidak
mengandung pembuluh darah. Kornea terdiri atas 5 lapisan, yaitu lapisan epitel,
membran Bowman, stroma, membran Descemet, dan endotel.epitel kornea terdiri
atas 5-6 lapisan sel yang dapat melakukan regenerasi.
Di bawah epitel terdapat lapisan homogen setebal 7-12 µm, yaitu membran
Bowman yang terdiri dari serat-serat kolagen yang tersusun menyilang secara acak
untuk membantu stabilitas dan kekuatan kornea.
Stroma dibentuk oleh banyak lapisan berkas kolagen paralel yang saling
menyilang secara tegak lurus. Membran Descemet merupakan struktur homogen
tebal 5-10 µm yang terdiri atas susunan filamen kolagen halus yang membentuk
jalinan 3 dimensi. Endotel kornea merupakan epitel selapis gepeng. Endotel kornea
bertanggung jawab mempertahankan kejernihan kornea.

Gambar 1. Anatomi Mata

10
3.1.2 Sudut Filtrasi
Sudut filtrasi terdapat di dalam limbus kornea. Limbus adalah bagian yang
dibatasi oleh garis yang menghubungkan akhir dari membran Descemet dan
membran Bowman, lalu ke posterior 0,75 mm kemudian ke dalam mengelilingi
kanal Schlemn dantrabekula sampai ke COA.
Akhir dari membran Descemet disebut garis Scwhalbe. Limbus terdiri dari 2
lapisan epitel dan stroma. Epitelnya dua kali setebal epitel kornea. Di dalam
stromanya terdapat saraf-saraf dan cabang akhir arteri siliaris posterior. Bagian
terpenting dari sudut filtrasi adalah trabekula yang terdiri dari :
1. Trabekula korneoskleral
Serabutnya berasal dari lapisan dalam stroma kornea dan menuju ke belakang
mengelilingi kanal Schlemn untuk berinsersi pada sklera.
2. Trabekula uveal
Serabut berasal dari lapisan dalam stroma kornea menuju ke sklera spur (insersi
dari muskulus siliaris) dan sebagian ke muskulus siliaris meridional.
3. Serabut berasal dari akhir membran Descemet (garis Schwalbe)
Serabut menuju ke jaringan pengikat muskulus siliaris radialis dan sirkularis.
4. Ligamentum pektinatum rudimenter
Berasal dari dataran depan iris menuju ke depan trabekua. Trabekula terdiri dari
jaringan kolagen, jaringan hmogen elastis dan seluruhnya diliputi endotel.
Keseluruhannya merupakan spons yang tembus pandang, sehingga bila ada
darah di dalam kanal Schlemn dapat terlihat dari luar.

3.1.3 Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan hampir
transparan sempurna, lensa juga tidak memiliki inervasi persarafan. Tebalnya
sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Di belakang iris, lensa digantung oleh zonula
zinni, yang terdiri dari serabut yang lembut tetapi kuat, yang menghubungkannya
dengankorpus siliare. Di sebelah anterior lensa terdapat aqeuoushumour, di sebelah
posteriornya vitreus humour. Lensa disusun oleh kapsul, epitel lensa, korteks, dan
nukleus

11
a. Kapsul
Kapsul lensa adalah membran transparan yang elastis yang terdiri dari
kolagen tipe IV. Kapsul mengandung substansi lensa dan mampu untuk
membentuknya pada saat perubahan akomodatif. Lapisan paling luar dari kapsul
lensa, zonullar lamella, juga berperan sebagai titik perlekatan untuk serabut
zonular. Kapsul lensa yang paling tebal ada pada bagian perquatorial anterior
dan posterior dan paling tipis pada bagian kutub posterior sentral. Kapsul lensa
bagian anterior lebih tebal daripada kapsl bagian posterior pada saat lahir dan
meningkat ketebalannya seiring dengan berjalannya waktu.
b. Epitel Lensa
Di belakang kapsul lensa anterior adalah sebuah lapisan tunggal sel epitel.
Sel-sel ini aktif secara metabolis dan melakukan semua aktivitas sel yang
normal, yang mencakup biosintesis DNA, RNA, protein dan lemak, jug
amenghasilkan adenoid trifosfat untuk memenuhi kebutuhan energi lensa.
c. Nukleus dan Korteks
Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya
usia, serat-serat lamellar subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lama-
kelamaan menjadi lebih besar dan kurang elastis. Nukleus dan korteks terbentuk
dari lamellae konsentris yang panjang. Garis-garis persambungan yang terbentuk
dengan persambungan lamella ini ujung ke ujung berbentuk [Y] bila dilihat
dengan slitlamp. Bentuk [Y] ini tegak di anterior dan terbalik di posterior.
Masing-masing serat lamellar mengandung sebuah inti gepeng. Pada
pemeriksaan mikroskop, inti ini jelas di bagian perifer lensa di dekat ekuator dan
bersambung dengan lapisan epitel subkapsul.
Enam puluh lima persen lensa terdiri dari air, sekitar 35% protein (kandungan
protein tertinggi di antara jaringan tubuh yang lain), dan sedikit sekali mineral yang
biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kaliub lebih tinggi di lensa daripada
di sebagian besar jaringan yang lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam
bentuk teroksidasi maupun tereduksi.

12
3.1.4 Badan Kaca
Badan vitreus menempati daerah mata di belakang lensa. Struktur ini
merupakan gel transparan yang terdiri atas air, sedikit kolagen, dan molekul asam
hialuronat yang sangat terhidrasi. Badan vitreus mengandung sangat sedikit sel yang
menyintesis kolagen dan asam hialuronat.

3.1.5 Retina
Retina merupakan membran yang tipis, halus dan tidak berwarna, tembus
pandang. Retina terdiri dari macam-macam jaringan, jaringan saraf dan jaringan
penyokong yang terdiri dari serat-serat Mueller, membran limitans interna dan
eksterna dan sel-sel glia.
Lapisan retina dari dalam keluar terdiri dari
1. Membran limitans interna
2. Lapisan serabut saraf
3. Lapisan sel-sel ganglion
4. Lapisan plexiform dalam
5. Lapisan nuklear dalam
6. Lapisan plexiform luar
7. Lapisan nuklear luar
8. Membrana limitans eksterna
9. Lapisan batang dan kerucut
10. Lapisan epitel pigmen
Membran limitans interna letaknya berdekatan dengan membrana hyaloidea
dari badan kaca. Retina menjalar ke depan dan makin ke depan lapisannya berubah
semakin tipis dan berakhir di ora serata, dimana hanya didapatkan satu lapisan
nuklear. Di tengah retina terdapat lekukan dari fovea sentralis. Daerah ini memiliki
daya penglihatan yang paling tajam. Fovea sentralis terdapat di tengah makula lutea.
Struktur makula lutea yaitu, tidak terdapat serat saraf, sel ganglion banya terdapat di
pinggir makula, di makula terdapat lebih banyak sel kerucut daripada sel batang. Di
fovea sentralis hanya terdapat sel kerucut.

Pada daerah nasal makula lutea kira-kira 2 diameter papil terdapat papil

13
nervi optisi, yaitu tempat dimana nervus opticus menembus sklera. Papil ini hanya
terdiri dari serabut saraf fan tidak mengandung sel batang atau kerucut sama sekali.
Oleh karena itu tak dapat melihat sema sekali dan disebut titik buta (blindspot).
Bentuk papil lonjong, batas tegas pinggir agak lebih tinggi dari retina sekitarnya.
Bagian tengahnya ada lekukan yang tampak agak pucat, besarnya 1/3 diameter papil,
yang disebut ekskavasi fisiologis. Dari tempat ini keluarlah arteri dan vena retina
sentral yang kemudian bercabang-cabang ke temporal dan nasal, juga ke atas dan ke
bawah. Diameter arteri dan vena adalah 2:3. Warna arteri lebih merah dan berbentuk
lebih lurus, di tengahnya didapatkan refleks cahaya. Vena berwarna lebih tua, ukura
lebih besar dan lebih berkelok-kelok.

3.2 Fisiologi
3.2.1 Fisiologi Penglihatan
Cahaya adalah sebuah bentuk radiasi elektromagnetik yang terdiri atas paket-
paket individual seperti partikel yang disebut foton yang berjalan menurut cara-cara
gelombang. Jarak antara dua puncak gelombang dikenal sebagai panjang
gelombang. Fotoreseptor di mata peka hanya pada panjang gelombang antara 400
dan 700 nanometer. Cahaya tampak ini hanya merupakan sebagian kecil dari
spektrum elektromagnetik total. Cahaya dari berbagai panjang gelombang pada pita
tampak dipersepsikan sebagai sensasi warna yang berbeda-beda. Panjang gelombang
yang pendek dipersepsikan sebagai ungu dan biru, panjang gelombang yang panjang
dipersepsikan sebagai jingga dan merah.
Pembelokan suatu berkas cahay (refraksi) terjadi ketika suatu berkas cahaya
berpindah dari satu medium dengan tingkat kepadatan tertentu ke medium dengan
tingkat kepadatan yang berbeda. Cahaya bergerak lebih cepat melalui udara dari
pada melalui media transparan lainnya seperti kaca dan air. Ketika suatu berkas
cahaya masuk ke sebuah medium yang lebih tinggi densitasnya, cahaya tersebut
melambat, begitu pula selanjutnya. Berkas cahaya mengubah arah perjalanannya
ketika melalui permukaan medium baru pada setiap sudut kecuali sudut tegak lurus.
Cahaya masuk melalui kornea diteruskan ke pupil. Pupil merupakan lubang
bundar anterior di bagian tengah iris yang mengatur jumlah cahaya yang masuk ke

14
mata. Pupil membesar bila intensitas cahaya kecil (berada ditempat gelap), dan pupil
membesar jika intesitas cahaya besar (berada di tempat terang). Yang mengatur
perubahan pupil adalah iris. Iris merupakan cincin otot yang berpigmen tampak di
dalam aqueous humor dan juga berperan dalam menentukan warna mata.
Setelah melalui pupil dan iris, cahaya sampai ke lensa. Lensa ini berada
diantara aqueous humor dan vitreous humor, melekat ke otot siliar melalui
ligamentum suspensorium. fungsi lensa selain menghasilkan kemampuan refraktif
yang bervariasi selama berakomodasi, juga berfungsi untuk memfokyuskan cahaya
ke retina. Apabila mata memfokuskan pada objek yang dekat, maka otot siliaris akan
berkontraksi, sehingga lensa menjadi lebih tebal dan lebih kuat. Dan apabila mata
memfokuskan objek yang jauh, maka otot siliar akan mengendur dan lensa menjadi
tipis dan lebih lemah.
Bila cahaya sampai ke retina, maka sel-sel batang dan sel-sel kerucut yang
merupakan sel yang sensitif terhadap cahaya akan meneruskan sinyal cahaya ke otak
melalui saraf optik. Bayangan atau cahaya yang tertangkapo oleh retina adalah
terbalik, nyata , diperkecil tetapi persepsi pada otak terhadap benda tetap tegak.
Karena otak sudah dilatih menangkap bayangan yang terbalik itu sebagai keadaan
normal.
Kemampuan menyesuaikan lensa sehingga baik sumber cahaya dekat
maupun jauh dapat di fokuskan di retina dikenal dengan akomodasi. Kekuatan lensa
bergantung pada bentuknya, yang diatur oleh otot siliaris.
Otot siliaris adalah bagian korpus siliar, suatu spesialisasi lapisan koroidd di
sebelah anterior. Korpus siliaris memiliki 2 komponen utama yaitu otot siliaris dan
jaringan kapiler. Otot siliaris adalah otot polos melingkar yang melekat ke lensa
melalui ligamentum suspensorium.
Ketika otot siliaris melemas, ligamentum suspensorium tegang dan mnarik
lensa sehingga lensa berbentuk gepeng dengan kekuatan refraksi minimal. Ketika
berkontraksi, garis tengah otot ini berkurang dan tegangan ligamentum
suspensorium mengendur. Sewaktu lensa kurang mendapat tarikan dari ligamentum
suspensorium, lensa mengambil bentuk yang lebih sferis (bulat) karena elastisitas
inherennya semakin besar kelengkungan lensa, semakin besar kekuatannya,

15
sehingga berkas cahaya lebih dibelokkan.
Pada mata normal, otot siliaris melemas dan lensa mendatar untuk
penglihatan jauh. Tetapi otot tersebut berkontraksi untuk memungkinkan lensa
menjadi lebih cembung dan lebih dekat untuk penglihatan dekat. Otot siliaris
dikontrol oleh sistem syaraf otonom. Serat-serat saraf simpatis menginduksi
relaksasi otot siliaris untuk penglihatan jauh, sementara sistem syaraf parasimpatis
menyebabkan kontraksi otot untuk penglihatan dekat.
Lensa adalah suatu struktur elastuis yang terdiri dari serat transparan.
Kadang serat ini menjadi keruh, sehingga berkas cahaya tidak dapat menembusnya,
suatu keadaan yang dikenal dengan katarak. Seumur hidup hanya sel-sel ditepi laur
lensa yang diganti. Sel dibagian tengah lensa mengalami kesulitan ganda. Sel
tersebut tidak hanya merupakan sel tertua, tetapi juga terletak paling jauh dari
aqueous humor, sumber nutrisi bagi lensa. Seiring dengan pertambahan usia, sel-sel
dibagian tengah yang tidak dapat diganti ini mati dan kaku. Dengan berkurangnya
kelenturan, lensa tidak bisa lagi berakomodasi.
Tidak semua serat di jalur pengliahatan berakhir di korteks penglihatan.
Sebagian diproyeksikan ke daerah otak lain untuk tujuan selain persepsi penglihatan
langsung, seperti: mengontrol pyupil, sinkronisasi jam biologis ke variasi siklis
dalam intensitas cahaya, kontribusi terhadap kewaspadaan pada perhatian korteks,
kontrol gerakan mata.

3.2.2 Fisiologi Aqueous Humour


Aquous humor diproduksi dengan kecepatan 2-3 µL/mnt dan mengisi bilik
anterior sebanyak 250µL serta bilik posterior sebanyak 60µL. Aquous humor
berfungsi memberikan nutrisi (berupa glukosa dan asam amino) kepada jaringan
jaringan mata di segmen anterior, seperti lensa, kornea dan trabecular meshwork.
Selain, zat sisa metabolisme (seperti asam piruvat dan asam laktat) juga dibuang dari
jaringan-jaringan tersebut. Fungsi yang tidak kalah penting adalah menjaga
kestabilan tekanan intraokuli, yang penting untuk menjaga integritas struktur mata.
Aquous humor juga menjadi media transmisi cahaya ke jaras penglihatan.

Produksi Aquous humor melibatkan beberapa proses, yaitu transport aktif,

16
ultrafiltrasi dan difusi sederhana. Transport aktif di sel epitel yang tidak berpigmen
memegang peranan penting dalam produksi Aquous humor dan melibatkan Na+/K+-
ATPase. Proses ultrafiltrasi adalah proses perpindahan air dan zat larut air ke dalam
membran sel akibat perbedaan tekanan osmotik. Proses ini berkaitan dengan
pembentukan gradien tekanan di prosesus siliaris. Sedangkan proses difusi adalah
proses yag menyebabkan pertukaran ion melewati membran melalui perbedaan
gradien elektron.
Sistem pengaliran Aquous humor terdiri dari dua jenis sistem pengaliran
utama, yaitu aliran konvensional/ trabecular outflow dan aliran nonkonvensional/
uveoscleral outflow. trabecular outflow merupakan aliran utama dari aquous humor,
sekitar 90% dari total. Aquous humor mengalir dari bilik anterior ke kanalis
schlemm di trabecula meshwork dan menuju ke vena episklera, yang selanjutnya
bermuara pada sinus kavernosus. Sistem pengaliran ini memerlukan perbedaan
tekanan, terutama dijaringan trabekula. Uveoscleral, merupakan sistem pengaliran
utama yang kedua, sekitar 5-10% dari total. Aquous humor mengalir dari bilik
anterior ke muskus ailiaris dan rongga suprakoroidal lalu ke vena-vena di korpus
siliaris, koroid, dan sklera. Sistem aliran ini relatif tidak bergantung kepada
perbedaan tekanan.

Gambar 2. Skema jalur aliran aqueous humor

17
Tekanan intraokuli
Tekanan intraokuli merupakan kesatuan biologis yang menunjukkan
fluktuasi harian. Tekanan yang tepat adalah syarat untuk kelangsungan penglihatan
yang normal yang menjamin kebeningan media mata dan jarak yang konstan antara
kornea dengan lensa dan lensa dengan retina. Homeostasis tekanan intraokular
terpelihara oleh mekanisme regulasi setempat atau sentral yang berlangsung dengan
sendirinya.
Tekanan mata yang normal berkisar antara 10-22 mmHg. Tekanan intraokuli
kedua mata biasanya sama dan menunjukkan variasi diurnal. Pada malam hari,
karena perubahan posisi dari berdiri menjadi berbaring, terjadi peningkatan
resistensi vena episklera sehingga tekanan intraokuli meningkat. Kemudian kondisi
ini kembali normal pada siang hari sehingga tekanan intraokuli kembali turun.
Variasi normal antara 2-6 mmHg dan mencapai tekanan tertinggi saat pagi hari,
sekitar pukul 5-6 pagi.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tekanan intraokuli, antara lain
keseimbangan dinamis produksi dan ekskresi Aquous humor, resistensi
permeabilitas kapiler, keseimbangan tekanan osmotik, posisi tubuh, irama sirkardian
tubuh, denyut jantung, frekuensi pernafasan, jumlah asupan air, dan obat-obatan.

3.3 Glaukoma
3.3.1 Definisi Glaukoma
Glaukoma berasal dari kata Yunani “glaukos” yang artinya hijau kebiruan,
yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaucoma. Glaukoma
adalah neuropati optik yang disebabkan oleh tekanan intra okular (TIO) yang
(relatif) tinggi, yang ditandai oleh kelainan lapangan pandang yang khas dan atrofi
papil saraf optik. Berdasarkan penyebabnya, glaukoma terbagi menjadi primer
(idiopatik) dan sekunder (akibat trauma atau inflamasi) dan dari kedua itu
diklasifikasikan lagi sebagai sudut terbuka atau tertutup.4

18
3.3.2 Klasifikasi
Klasifikasi glaukoma berdasarkan etiologi: 3
1. Glaukoma primer:
a. Glaukoma sudut terbuka :
- Glaukoma sudut terbuka kronik, glaukoma sederhana kronik.
- Glaukoma tekanan normal : glaukoma tekanan rendah.
b. Glaukoma sudut tertutup : Akut, Subakut,Kronik, Iris Plateau.
2. Glaukoma kongenital:
a. Glaukoma kongenital primer
b. Glaukoma yang berkaitan dengan kelainan perkembangan mata lain :
- Sindrom pembelahan bilik mata depan: Sindrom Axenfeld, Sindrom
Rieger, Sindrom Peter
- Aniridia
c. Glaukoma yang berkaitandengan kelainan perkembangan ekstraokular :
- Sindrom Sturge-Weber
- Sindrom Marfan
- Neurofibromatosis
- Sindrom Lowe
- Rubela kongenital
3. Glaukoma Sekunder :
a. Glaukoma pigmentasi
b. Sindrom eksfoliasi
c. Akibat kelainan lensa ( fakogenik ) :
- Dislokasi
- Intumesensi
- Fakolitik
d. Akibat kelainan traktus uvea :
- Uveitis
- Sinekia posterior ( seklusio pupilae )
- Tumo
e. Sindrom iridokorneo endotel ( ICE )

19
f. Trauma :
- Hifema
- Kontusio / resesi sudut
- Sinekia anterior perifer
g. Pascaoperasi :
- Glaukoma sumbatan siliaris ( glaukoma maligna )
- Sinekia anterior perifer
- Pertumbuhan epitel ke bawah
- Pascabedah tandur kornea
- Pascabedah pelepasan retina
h. Glaukoma neovaskular :
- Diabetes melitus
- Sumbatan vena retina sentralis
- Tumor intraokular
i. Peningkatan tekanan vena episklera :
- Fistula karotis
- kavernosa
- Sindrom Sturge – Weber
j. Akibat steroid
4. Glaukoma absolut: hasil akhir semua glaucoma yang tidak dapat terkontrol
berupa mata yang keras, tidak dapat melihat dan sering nyeri.

3.4 Glaukoma Primer Sudut Terbuka (POAG)


3.4.1 Definisi
Primary Open-Angle Glaucoma (POAG) merupakan neuropati optik yang
bersifat kronik dan progresif, terjadi pada usia dewasa dengan manifestasi berupa
atrofi pada saraf optik dan kehilangan sel ganglion retina beserta aksonnya.
Kondisi ini diasosiasikan dengan terbukanya bilik depan mata (anterior chamber)
yang dapat dilihat dengan gonioskopi. POAG merupakan penyakit yang berpotensi
menyebabkan kebutaan, namun penegakan diagnosis dan pemberian terapi yang

20
cepat tepat dapat mencegah disabilitas penglihatan secara umum. POAG memiliki
onset bertahap, progresif lambat, dan tidak terasa nyeri. Penyakit ini umumnya
bilateral tetapi dapat asimetris. Terjadi kerusakan sel ganglion retina dan
penyempitan lapang pandang dari perifer hingga sentral pada stadium akhir
penyakit. Asimtomatik hingga tajam penglihatan sentral terpengaruh pada tahap
lanjut.2

3.4.2 Epidemiologi
POAG termasuk dalam masalah kesehatan masyarakat dengan angka
kejadian yang cukup signifikan, Diperkirakan terdapat 76 juta orang di dunia
menderita glaukoma di tahun 2020. Glaukoma (baik sudut tertutup maupun terbuka)
merupakan penyebab kedua terjadinya kebutaan di seluruh dunia. Secara
keseluruhan, prevalensi POAG pada dewasa berusia 40 tahun dan lebih, telah
didapatkan sebanyak 3,05% dari populasi di tahun 2013. Studi prevalensi
memperingatkan bahwa POAG akan meningkat sebanyak 50% seluruh dunia.
Faktor resiko yang berperan pada kejadian glaukoma di antaranya meliputi usia,
riwayat glaukoma pada keluarga, etnis, faktor genetik, ketebalan lapisan sentral
kornea, perfusi tekanan okular, DM tipe 2, miopia, dan faktor lain seperti sakit
kepala migrain dan vasospasme perifer.

3.4.3 Faktor Resiko


Beberapa faktor yang telah diketahui dapat menyebabkan terjadinya
penyakit ini adalah sebagai berikut :
a. Herediter. Terjadi peningkatan resiko sekitar 10% mengidap glaukoma
sudut terbuka primer pada orang yang bersaudara.
b. Usia. Resiko mengidap penyakit ini meningkat seiring bertambahnya
usia. Penyakit ini lebih sering terjadi pada dekade ke-5 dan ke-7.
c. Ras. Lebih sering dan lebih berat pada ras kulit hitam dibandingkan
dengan ras kulit putih.
d. Miopia. Lebih sering terjadi pada orang miopia daripada orang normal.

21
e. Lebih sering terjadi pada orang dengan DM, Hipertensi, penyakit
kardiovaskuler, merokok, oklusi vena retina, dan penderita tirotoksikosis.

3.4.4 Patofisiologi
Glaukoma Primer Sudut Terbuka atau chronic simple glaucoma adalah
glaukoma yang penyebabnya pastinya belum diketahui. Merupakan suatu glaukoma
primer yang ditandai dengan sudut bilik mata terbuka.
Pada glaukoma primer sudut terbuka (Primary Open Angle Glaucoma atau
POAG) terjadi peningkatan resistensi pada TM sehingga menyebabkan hambatan
aliran keluar aqueous humour. Lokasi resistensi pada TM belum diketahui secara
pasti, namun diperkirakan terdapat pada juxtacanalicular dari TM (Razeghinejad et
al, 2012; Stamper et al, 2009). Akibat adanya hambatan drainase aqueous humour
tersebut dapat meningkatkkan TIO pada mata.

Gambar 3. Patofisiologi glaukoma primer sudut terbuka

Pada POAG, peningkatan TIO biasanya tidak meningkat melebihi 30 mmHg


oleh karena perjalanan penyakit yang berjalan secara progresif perlahan, sehingga
kerusakan sel ganglion retina biasanya terjadi setelah beberapa tahun (AAO, 2011).
Akibat peningkatan TIO yang berkelanjutan, lama-kelamaan akan menyebabkan
kerusakan atau iskemia akson saraf optik akibat berkurangnya aliran darah pada
papil saraf optik, sehingga terjadi atropi papil dan pembesaran cekungan optik yang
biasa disebut ekskavasi glaukomatosa. Pada glaukoma

22
primer sudut terbuka tahap awal, pasien cenderung tidak mengeluh mata merah atau
bahkan kadang tidak terdapat keluhan. Padahal dalam tahap ini sudah terjadi
gangguan fungsi dan susunan anatomis tanpa disadari oleh penderita. Lama-
kelamaan tanpa dengan terapi yang baik, penderita akan merasakan progresifitas dari
kerusakan nervus optikus akibat adanya gangguan saraf optik yang akan terlihat
sebagai gangguan fungsi berupa penciutan lapang pandang. Biasanya penderita akan
memperhatikan dan lebih menjaga kesehatan matanya setelah terdapat keluhan yang
lebih berat (Ilyas dan Yulianty, 2012).2,5,6

3.4.5 Penegakan Diagnosis


Diagnosis glaukoma sudut terbuka primer ditegakkan apabila ditemukan
kelainan-kelainan glaukomatosa pada diskus optikus dan lapangan pandang disertai
peningkatan TIO, sudut kamera anterior terbuka dan tampak normal, dan tidak
terdapat faktor penyebab yang dapat meningkatkan tekanan intraokuler

Anamnesis

Pada riwayat penyakit pasien ditanyakan pula mengenai gangguan refraksi,


trauma, dan tindakan bedah okular. Penggalian informasi juga meliputi riwayat
penggunaan obat-obatan yang rutin dikonsumsi (contohnya: steroid). Faktor risiko
yang dapat meningkatkan kejadian POAG meliputi tekanan intraokular, usia,
riwayat keluarga, faktor genetik, ketebalan lapisan kornea, tekanan perfusi okular,
DM tipe 2, miopia, sehingga perlu digali informasi terkait adanya faktor risiko
yang mempengaruhi perjalanan penyakit.

Pemeriksaan
Pemeriksaan oftalmika secara komprehensif berfokus pada poin-poin berikut
ini:
a. Visus/Ketajaman Penglihatan
Pada glaukoma simplek visus terganggu sampai stadium akhir. Sedangkan
pada glaukoma sudut sempit pada waktu serangan visus sangat menurun. Bila
serangan teratasi visus kembali baik dengan sisa gangguan akomodasi. Pada
glaukoma kronik visus sentral tidak terganggu tetapi penglihatan perifer yang
terganggu karena adanya skotoma.

23
b. Tonometer
Diperlukan untuk mengukur tekanan bola mata. Ada beberapa cara
pemeriksaan dengan tonometer :
- Palpasi
Mata penderita ditutup kemudian mata ditekan dengan kedua telunjuk kemudai
bandingkan dengan fluktuasi mata di sebelahnya.
- Cara Mekanik dengan Tonometer Schiotz
Cara pengukuran indirect yang paling banyak dipakai karena praktis dan murah,
tetapi hasilnya diperngaruhi oleh kekuatan sklera atau kornea. Cara pemakaian,
penderita dengan posisi tidur, dagu dan dahi dalam posisi horizontal. Kemudian
mata diberi tetes anestesi, tonometer ditera pada tes blok sampai jarum
menunjukkan angka nol. Kemudian alat diberi beban terkecil 5,5 foot plate di
disenfeksi dengan alkool 70%. Foot plate diletakkan tepat pada kornea tanpa
membuat tekanan. Angka yang ditunjuka oleh jarum dibaca dan dicocokkan
dengna tabel Fridenwald bila jarum menunjukkan angka kecil dari 3 maka beban
ditambah 7,5, 10, 15. Perubahan tekanan intraokuler diurnal ini paling tinggi 4
mmHg pada mata normal sedangkan pada mata glaukoma perubahan ini dapat
lebih besar dari 8 mmHg.
c. Tonografi
Bila tonometer tidak menunjang diagnosa maka kita lakukan tonografi untuk
melihat kemampuan aqueous humour meninggalkan bilik mata. Caranya dengan
menghitung perbedaan tekanan intra okuler sebelum dan sesudah penekanan
kemudian dihitung dan didapat dengan jumlah aqueous humour yang dapat
dipindahkan, maka didapatkan angkal out flow facility yang dinyatakan dengan
angka C. Bila kurang dari angka 0,18 berarti aliran aqueous humour terganggu
makan diagnosa glaukoma ditegakkan.

24
(A) B)
Gambar 4. Pemeriksaan Tonometri Schiotz (A) Tonometri nonkontak (B)

d. Tes Provokasi
Dilakukan bila diagnosa belum dapat ditegakkan, misalnya tekanan intra
okuler meragukan, campus tidak khas, keadaan papil tidak khas, C < 0,18.
Terdapat beberapa cara :
- Tes minum air, penderita disuruh minum air 1 Liter dalam waktu 5-10 menit.
Setelah 15 menit tekanan intra okuler akan naik, dalam keadaan normal naiknya
3-5 mmHg sedangan pada glaukoma terdapat kenaikan TIO lebih dari 8 mmHg.
Tes ini dilakukan pada pagi hari dan belum minum obat antiglaukoma
sebelumnya.
- Tes kamar gelap, penderita diuruh diam di kamar gelap selama 1 jam, tidak
boleh tidur, pupil akan midriasis dan TIO akan naik. Pada glaukoma didapat
kenaikan lebih dari 8 mmHg dalam waktu 60-90 menit.
- Tes midriatika, mata ditetesi dengan midriatika jangka pendek setelah lebih dulu
diukur TIO. Bila setelah midriasis TIO naik lebih dari 8 mmHg berarti glaukoma
positif.
- Tes kortikosteroid, diberikan tets mata kortikosteroid 0,1% selama 4-6 minggu
atau 4 kali sehari, pada penderita glaukoma akan didapatkan Tio > 8 mmHg
e. Pemeriksaan Gonioskopi
Untuk melihat apakah sudut mata tertutup atau terbuka, dilakukan
gonioskopi. Untuk mengetahui apakah ada kelainan lain di sudut bilik depan
seperti perlengketan iris dengan kornea, dialisis iris, hifema, vaskularisasi baru.
Pemeriksaan ini berhubungan penting pada aliran keluar humor akuos. Lebar

25
sudut bilik mata depan dapat diperkirakan dengan pencahayaanoblik bilik mata
depan dengan sebuah senter tangan atau dengan pengamatan kedalaman bilik mata
depan perifer dengan slitlamp. Apabila keseluruhan jalinan trabekular, taji sklera,
dan prosessus iris dapat terlihat, sudutnya dinyatakan terbuka. Apabila hanya garis
Schwalbe atau sebagian kecil dari jalinan trabekular yang dapat terlihat sudut
dikatakan sempit. Apabila garis schwalbe tidak terlihat dikatakan sudut
tertutup.Secara kasar dapat dikira-kira :
- Sudut 20-40 oC dinyatakan sudut terbuka
- Sudut < 20 oC dinyatakan sudut sempit
- Schwableline tidak tampak berarti sudut tertutup

f. Oftalmoskop, digunakan untuk melihat penggaungan (cupping) N. Optikus,


atrofi N. Optikus, diskus optikus dan mengukur rasio cekungan- diskus (cup per
disc ratio-CDR). CDR yang perlu diperhatikan jika ternyata melebihi 0,5 karena
hal itu menunjukkan peningkatan tekanan intraokular yang signifikan, serta
asimetri CDR antara dua mata 0,2 atau lebih. Terjadi oleh karena tekanan
intraokuler tinggi menekan bagian tengah papil sehingga terjadi gangguan nutrisi
papil.

Gambar 5. Gambar syaraf optik normal(kiri)& gambar syaraf optik


penderita glaucoma(kanan)1
g. Perimeter, untuk pemeriksaan lapang pandang. Lapang pandang glaukoma
memang akan berkurang karena peningkatan tekanan intra okular akan
merusakan papil saraf optikus. Gangguan lapangan pandang akibat glaukoma
terutama mengenai 30° lapangan pandang bagian tengah. Nilai normal lapang
pandang perifer yang diperiksa dengan perimeter/campimeter yaitu superior

26
55°, nasal 60°, inferior 70°, temporal 90°. Sedangkan bagian sentral diperiksa
dengan layar byerrum, dengan nilai normal 30°. Kelainan pandang pada
glaucoma yaitu terjadinya pelebaran blind spot danperubahan scotoma menjadi
byerrum, kemudian jadi arcuata dan berakhir dengan pembentukan ring, serta
terdapatnya seidel sign.

Gambar 6. Gambar hasil perimetri mata normal (kiri)dan mata glaukoma (kanan)1

3.4.6 Pengobatan
Tatalaksana glaukoma sudut terbuka primer meliputi medikamentosa dan
non medikamentosa. Terapi medikamentosa bertujuan untuk menghambat
pembentukan humour aquaeous, meningkatkan aliran trabekular, dan meningkatkan
aliran uveoskleral. Prinsip tujuan manajemen pasien dengan POAGsebagai berikut:

● Kontrol TIO sesuai dengan target pencapaian


● Stabilisasi saraf optik
● Stabilisasi lapang pandang
Ketika mempertimbangkan tatalaksana pada pasien glaukoma, penting untuk
diingat bahwa prinsip terapi berupa menjaga TIO sesuai dengan rentang target yang
dituju. Estimasi batasan paling maksimal disebut dengan “target pressure”.
Pemberian terapi pada pasien dengan peningkatan TIO akan mengurangi terjadinya
glaukoma atau mengurangi progresifitas glaukoma.1

a) Medikamentosa

Pada POAG, diwali dengan monoterapi. Disarankan memilih obat glaukoma


sesuai dengan presentase efektivitas penurunannya, sehingga target pressure dapat
tercapai. Jika pada terapi awal yang diberikan tidak memberikan respon

27
penurunan TIO dengan baik atau belum dapat mencapai target pressure, terapi dapat
diganti dengan obat lain, contohnya dari golongan beta blocker menjadi
prostaglandin analog atau dari prostaglandin analog satu ke PGA yang lain. Apabila
setelah pemberian terapi awal terdapat respon yang baik terhadap penurunan TIO
namun belum dapat mencapai target pressure, maka terapi dapat dikombinasikan
dengan agen penurun TIO lain namun berbeda golongan, contohnya beta blocker
dengan PGA, PGA dengan carbonic anhydrase inhibitor.
Menurut AAO, beta adrenergik antagonis topikal umum digunakan menjadi terapi
pilihan pada glaukoma karena efikasi dan tolerabilitas yang baik. Non- selektif beta
adrenergik antagonis, contohnya timolol. Beta bloker topikal dapat diberikan satu
sampai dua kali sehari dan mungkin berkontribusi dalam progres penglihatan.
Berikut merupakan tabel pilihan terapi farmakologis pada pasien glaukoma.
Terapi farmakologi yang dipertimbangkan meliputi:
1. Untuk menurunkan dan mempertahankan TIO, pasien diberikan medikasi topikal
secara bertahap mulai dengan dosis rendah hingga lebih tinggi, dapat diberikan
gliserin per oral atau manitol 20% intravena, penekanan aqueous humor dengan
karbonik anhidrase (acetazolamide, dorzolamide, methozolamide).
2. Melakukan kontriksi pupil dengan miotikum (pilocarpine hydrochloride-4%)
setiap 3-6 jam untuk melancarkan aliran aqueous humor dan beberapa medikasi
okular seperti agonis adrenergik (agen simpatomimetik), penyekat beta agonis
alfa, inhibitor anhidrinase karbonat, dan prostaglandin

b) Non Medikamentosa
Pengobatan awal glaukoma adalah dengan penggunaan obat-obatan. Jika
pemakaian obat sudah optimal tetapi progresifitas kerusakan pada saraf optik tetap
terjadi, maka dialihkan pada terapi laser. Tetapi jika terapi laser tetap tidak bisa
mencegah progresifitas kerusakan saraf optik, maka yang dilakukan adalah melalui
tindakan operatif. Tindakan operatif juga dipertimbangkan jika ketaatan penggunaan
obat pada pasien cukup rendah. Bedah dan Laser yang dapat digunakan, yaitu :

28
Laser trabekuloplasti dapat menjadi terapi tambahan pada pasien dengan
POAG. Tindakan ini menurunkan TIO dengan cara meningkatkan aliran keluar
humor aqueous dan pada perkembangannya, laser trabekuloplasti ini terbagi
menjadi metode argon-diode laser trabekuloplasti (ALT) dan selektif laser
trabekuloplasti (SLT).2
Aqueous shunts, atau yang biasa dikenal dengan drainase glaukoma/setons)
terdiri dari tabung yang mengalihkan aquos humor ke ujung ruang subkonjungtiva
pada regio equatorial mata. Oleh aqueous shunts, sumbatan primer menjadi
terbuka sehingga aliran aquos dapat melewati kapsul fibrosa.2
Cyclodestructive surgery, merupakan prosedur mengurangi laju produksi
aquos. Terdapat beberapa cara untuk mereduksi fungsi badan silier, termasuk
cyclotherapy, transcleral & noncontact laser, dan cyclophotoagulationBedah
Drainase Glaukoma

Secara umum, terapi medikamentosa dan laser telah menurunkan kebutuhan


akan pembedahan, namun penurunan tekanan intraokuler pada terapi bedah lebih
signifikan. Beberapa tindakan bedah drainase pada glaukoma:
1) Trabekulektomi
Trabekulektomi adalah prosedur yang paling sering digunakan untukmemotong
aliran dari saluran-saluran drainase normal sehingga terbentuk akseslangsung aquos
humor dari bilik mata depan ke jaringan subkonjungtiva danorbita. Komplikasi
utama yang terjadi adalah fibrosis jaringan episklera, yang menyebabkan jalur drainase
baru tertutup. Kelebihan terapi ini adalah tidak menimbulkan komplikasi terkait bleb,
misalnya rasa tidak nyaman pada mata, infeksi bleb, atau makulo pati akibat
hipotoniokular presisten.
2) Viskokoanalostomi dan Skleretomi
Viskokanalostomi dan sklerektomi dalam dengan implant kolagen dilakukan
untuk menghindari dilakukannya insisi ketebalan penuh ke dalam mata. Penurunan tekanan
intra okular yang dihasilkan tidak sebaik trabekulektomi, tetapi komplikasi yang
timbul mungkin lebih sedikit. Namun secara teknik, tindakanini sulit untuk
dikerjakan.
3) Goniotomi danTrabekulektomi

29
Goniotomi dan trabekulektomi adalah teknik-teknik yang bermanfaat untuk
mengobati glaukoma kongenital primer, yang tampaknya terdapat sumbatan drainase
aquos humor dibagian dalam anyaman trabekular. Kegagalan terapi medis dan bedah
dapat menjadi alasan untuk mempertimbangkan tindakan destruksi korpus siliaris
dengan laser atau bedah untuk mengontrol tekanan intraokuler. Krioterapi, diatermi,
USG frekuensi tinggi dan yang paling mutakhir adalah terapi laser neodinium dapat
diaplikasikan ke permukaan mata tepat di sebelah posterior limbus untuk
menimbulkan kerusakan korpus siliaris.

3.4.7 Komplikasi dan Pencegahan


Apabila terapi ditunda, iris perifer dapat melekat ke anyaman trabekular
(sinekia anterior) sehingga menimbulkan oklusi sudut COA irreversible yang
memerlukan tindakan bedah untuk memperbaikinya. Sedangkan jika tidak diobati
akan dapat menyebabkan kehilangan penglihatan yang progresif, biasanya melalui
tahapan blind spot dan bisa menjadi kebutaan total (Sihota, 2009)

Para peneliti belum menemukan cara agar terhindar dari glaukoma. Namun,
bagi mereka yang berisiko mengalami glaukoma dapat dicegah dengan gaya hidup
sehat termasuk olahraga teratur dan diet nutrisi yang direkomendasikan 26 oleh
dokter dalam meningkatkan kesehatan fisik dan mental. Rekomendasi untuk
menjaga kesehatan fisik adalah sebagai berikut (AHAF, 2010):
a. makan makanan yang bervariasi. Karoten, antioksidan, vitamin, zinc, dan
omega-3 beperan dalam menjaga penglihatan;
b. olahraga teratur setiap hari. Beberapa penelitian menunjukkan olahraga aerobik
dapat menurunkan TIO;
c. pertahankan tekanan darah dalam tingkat yang normal;
d. hindari paparan langsung dari cahaya matahari dengan menggunakan kacamata
hitam dan topi; dan
e. rutin memeriksakan mata.

3.4.8 Prognosis
Prognosis sangat tergantung pada penemuan dan pengobatan dini. Bila tidak
mendapat pengobatan yang tepat dan cepat, maka kebutaan akan terjadi dalam waktu

30
yang pendek sekali. Pengawasan dan pengamatan bagian mata yang tidak mendapat
glaukoma sangat diperlukan karena dapat memberikan keadaan yang sama seperti
mata yang glaukoma.

3.5 Katarak
3.5.1 Definisi Katarak
Katarak berasal dari bahasa yunani (katarrhakies) dan bahasa latin (cataracta)
yang berarti air terjun. Katarak adalah keadaan dimana terjadi kekeruhan pada
serabut atau bahan lensa di dalam kapsul lensa atau juga suatu keadaan patologik
lensa di mana lensa menjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa atau denaturasi protein
lensa. Katarak merupakan perubahan lensa mata yang sebelumnya jernih dan tembus
cahaya menjadi keruh. Katarak menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan
jelas karena dengan lensa yang keruh cahaya sulit mencapai retina dan
akanmenghasilkan bayangan yang kabur pada retina.

3.5.2 Etiologi
Etiologi katarak adalah :
1. Degeneratif (usia)
2. Kongenital
3. Penyakit sistemik (misal DM, hipertensi, hipoparatiroidisme)
4. Penyakit lokal pada mata (misal uveitis, glaukoma dll)
5. Trauma
6. Bahan toksik (kimia & fisik)
7. Keracunan obat-obat tertentu (kortikosteroid, ergot, dll)

3.5.3 Epidemiologi
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Amerika Serikat dapat
diidentifikasi adanya katarak terjadi pada sekitar 10% orang, dan angka kejadian
inimeningkat hingga sekitar 50% untuk mereka yang berusia antara 65 sampai 74
tahun, dan hingga sekitar 70% untuk mereka yang berusia lebih dari 75 tahun.
Sperduto dan Hiller menyatakan bahwa katarak ditemukan lebih sering pada
wanitadibanding pria. Pada penelitian lain oleh Nishikori dan Yamomoto, rasio pria

31
dan wanita adalah 1:8 dengan dominasi pasien wanita yang berusia lebih dari 65
tahun dan menjalani operasi katarak.

3.5.4 Patofisologi
Patogenesis katarak sangat kompleks dan belum sepenuhnya dimengerti.
Pada katarak yang terkait usia, kerusakan foto-oksidatif pada serat- serat membran
dan protein lensa dikatakan menjadi penyebab utama. Beberapa penelitian
menunjukkanpeningkatan produk oksidasi seperti oxidized glutathione dan
penurunan antioksidan (vitamin) dan enzim superoksidase pada penderita katarak
senilis. Teoristres oksidatif pada katarak disebut kataraktogenesis. Selain itu, seiring
dengan bertambahnya usia terjadi peningkatan akumulasi pigmen di dalam lensa,
juga penambahan cairan dan pemecahan protein lensa yang membuat berat dan
ketebalannya bertambah, sementara kekuatannya menurun. Sebagian katarak
berhubungan dengan penyakit mata lain (seperti retinitis pigmentosa dan miopia
tinggi) atau penyakit sistemik spesifik (misalnya diabetes mellitus dan
galaktosemia)
Pajanan sinar ultraviolet, kurang gizi, merokok dan peminum alkohol adalah
beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko katarak. Tidak hanya ultraviolet,
tipe radiasi lainnya seperti radiasi sinar X dan radiasi kosmik berkaitandengan
perkembangan katarak. Terbukti dari tingginya angka kejadian katarak pada negara-
negara tropis juga profesi-profesi khusus yang terpapar radiasi sepertipilot dan
astronot. Kekurangan gizi khususnya zat antioksidan seperti beta- karoten,
selenium, vitamin C dan E juga dapat mempercepat proses berkembangnya
penyakitkatarak.

3.5.5 Klasifikasi Katarak


Terdapat banyak jenis klasifikasi katarak. Dalam penggunaan klinis
klasifikasi-klasifikasi ini sering dikombinasikan misalnya katarak senil matur
ataukatarak polar kongenital.
Klasifikasi katarak berdasarkan tingkat kematangan, dibagi ke dalam 4
stadium, yaitu:

32
1. Katarak insipien
Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jerujimenuju korteks anterior dan
posterior (katarak kortikal). Katarak subkapsular psoterior, kekeruhan mulai
terlihat di anterior subkapsular posterior, celah terbentuk, antara serat lensa dan
korteksberisi jaringan degeneratif (benda morgagni) pada katarak insipien.
Katarak intumesen. Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa
yang degeneratif menyerap air. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks
hingga lensa akan mencembung dan daya biasnya bertambah, yang akan
memberikan miopisasi.
2. Katarak imatur
Sebagian lensa keruh atau katarak. Merupakan katarak yang belum mengenai
seluruh lapis lensa. Volume lensa bertambah akibat meningkatnya tekanan
osmotik bahan degeneratiflensa. Pada keadaanlensa mencembung akan dapat
menimbulkan hambatan pupil, sehingga
terjadi glaukoma sekunder.
3. Katarak matur
Pada katarak matur, kekeruhan telah mengenai seluruh lensa. Kekeruhan ini bisa
terjadi akibat deposisi ion Ca yangmenyeluruh. Bila katarak imaturtidak
dikeluarkan, maka cairan lensa akan keluar sehingga lensa kembali pada ukuran
normal dan terjadi kekeruhan lensa yang lama kelamaan akan mengakibatkan
kalsifikasi lensa pada katarak matur. Bilik mata depan berukuran dengan
kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayangan iris pada shadow test, atau
disebut negatif.
4. Katarak hipermatur
Merupakan katarak yang telah mengalami proses degenerasi lanjut, dapat
menjadi keras, lembek dan mencair. Massa lensa yang berdegenerasi keluar dari
kapsul lensa, sehingga lensa menjadi kecil, berwarna kuning dan kering. Pada
pemeriksaanterlihat bilik mata dalam dan terlihat lipatan kapsul lensa. Kadang
pengkerutan berjalan terus sehingga hubungan dengan zonula zinn menjadi
kendur.
5. Katarak Morgagnian
Pada stadium hipermatur dapat terjadi kerusakankapsul lensa sehingga isi

33
korteks yang telah mencair dapat keluar dan lensa menjadi kempis, yang di
bawahnya terdapat nukleus lensa.
Klasifikasi katarak berdasarkan lokasi:
▪ Katarak nuklear
▪ Katarak kortikal (anterior atau posterior)
▪ Katarak subkapsular (anterior atau posterior)

Klasifikasi katarak berdasarkan usia manifestasi:


▪ Katarak kongenital (sejak lahir)
Katarak kongenital merupakan kekeruhan lensa yang sudah terdapat pada
waktu bayi lahir. Kekeruhan ini timbul pada saat lensa dibentuk jadi lensa belum
pernah mencapai keadaan normal. Katarak kongenital sering ditemukan pada
bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang menderita rubella, diabetes mellitus,
toksoplasmosis dan galaktosemia. Ada pula katarak kongenital yang menyertai
kelainan bawaan pada mata lainnya sepertimikroftalmus, aniridia, koloboma,
keratokonus, ektopia lentis, megalokornea dan heterokromia iris. Katarak
kongenital jarang sekali mengakibatkan keruhnya seluruh lensa. Letak
kekeruhannya tergantung pada saat terjadinya gangguan perkembangan
embriologik lensa.
▪ Katarak infantil (umur < 1 tahun)
▪ Katarak juvenil (umur 1-13 tahun)
▪ Katarak presenil (umur 13-35 tahun)
▪ Katarak senil (umur >35 tahun)

Klasifikasi katarak berdasarkan penyebab:


▪ Degeneratif (katarak senil)
Ada banyak teori yang menjelaskan tentang konsep penuaan antaralain
teori putaran biologik, teori imunologis, teori mutasi spontan, teori radikal bebas
dan teori reaksi silang (across-link). Pada usia lanjut memang terjadi perubahan-
perubahan pada lensa antara lain kapsulnya menebal dankurang elastis, epitelnya
makin tipis, seratnya lebih irreguler, korteksnya tidak berwarna,dan nukleusnya
mengeras (sklerosis).

34
Pembentukan lapisan baru serat kortikal secara konsentris menyebabkan
nukleus lensa mengalami kompresi dan pengerasan (sklerosis). Protein lensa
(crystallins) diubah melalui modifikasi kimia danaggregasi menjadi protein dengan
berat molekul yang tinggi. Modifikasi kimia protein lensa menyebabkan pigmentasi
yang progresif. Perubahan lainnya yang terkait usia di antaranya adalah menurunnya
konsentrasi gluthation dan kalium, meningkatnya konsentrasi natrium dan kalsium
sertameningkatnya hidrasi.
▪ Traumatika
Trauma tumpul (blunt contusion) atau trauma tembus (penetrating injury)
juga trauma akibat operasi mata seperti padavitrektomi pars plana daniridektomi
perifer. Pada trauma tembus dan trauma akibat operasi dapat terjadi kerusakan serat-
serat dan perforasi kapsul lensa sehingga aqueous humor masuk ke dalam lensa dan
material lensa membengkak sedangkan padatrauma tumpul terjadi fokal nekrosis
pada epitel lensa akibat tekanan.
▪ Komplikasi akibat penyakit mata lain seperti:
3.5.5.5.1 Inflamasi: uveitis kronik, endoftalmitis, toxoplasmosis
3.5.5.5.2 Tumor: melanoma koroid
3.5.5.5.3 Distrofi: retinitis pigmentosa
3.5.5.5.4 Malformasi: mikroftalmus, PHPV,aniridia
3.5.5.5.5 Glaucomflecken (acute angle-closureglaucoma)
3.5.5.5.6 Myopia tinggi

▪ Penyakit sistemik:
a. Kelainan metabolik: diabetes mellitus, galaktosemia dan defisiensi
galaktokinase, defisiensi α-galaktosidase (Fabry disease), tetani
(hipokalsemi), myotonic dystrophy, degenerasi hepatolentikular
(Wilsondisease)
b. Kelainan sirkulasi: stenosis karotid (oftalmopati iskemik),
c. Takayasudisease
d. Kelainan kulit (syndermatotic cataract): dermatitis atopik,
e. Wernersyndrome
f. Lain-lain: neurofibromatosis tipe II

35
▪ Toksik akibat obat-obatan misalnya: steroid, klorpromazin, parasimpatomimetik
lokal dan amiodarone.
▪ Radiasi:
a. Ionizing: sinar-X, sinar-β,sinar-γ
b. Non-ionizing: sinar UV, sinar infra merah, microwave, sengatan listrik.
▪ Herediter (diwarisi melalui autosom dominan), pada katarak kongenital
▪ Sekunder (Posterior Capsular Opacification/PCO) yaitukekeruhankapsulposterior
setelah terjadinya ekstraksi katarak ekstrakapsular.

Katarak senile adalah jenis katarak yang sering ditemukan dengan gejala
pada umumnya berupa distorsi penglihatan yang semakin kabur pada stadium
insipiens pembentukan katarak, disertai penglihatan jauh makin kabur. Penglihatan
dekat mungkin sedikit membaik, sehingga pasien dapat membaca lebih baik tanpa
kaca mata (second sight). Miopia artifisial ini disebabkan oleh peningkatan indeks
refraksi lensa pada stadium insipien.

3.5.6 Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala yang sering ditemukan pada penderita katarak antara lain:
penglihatan kabur dan berkabut, merasa silau terhadap sinar matahari, dan
kadangmerasa seperti ada film didepan mata, seperti ada titik gelap di depan
mata, penglihatan ganda, sukar melihat benda yang menyilaukan, melihat halo;
warnadisekitar sumber sinar, waktu membaca memerlukan sinar lebih cerah,
sering berganti kaca mata, penglihatan menguning, dan jelas melihat dekat.
Pada katarak kortikal akan terjadi penyerapan air sehingga lensa menjadi
cembung dan terjadi miopisasi akibat perubahan indeks refraksi lensa. Dapat
menyebabkan silau terutama bila menyetir pada malam hari.
Pada katarak subkapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat di anterior
subkapsular posterior. Celah terbentuk antara serat lensa dan dan korteks berisi
jaringan degeneratif (benda morgagni) pada katarak insipien. Kekeruhan ini dapat
menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama pada semua
bagian lensa. Bentuk ini kadang- kadang menetap untuk waktu yang lama.
Katarak imatur pada stadium yang lebih lanjut, akan terjadi kekeruhan

36
yang lebih tebal tetapi tidak atau belum mengenai seluruh lensa sehingga masih
terdapatbagian-bagian yang jernih pada lensa. Pada stadium ini terjadi hidrasi kortek
yang mengakibatkan lensa menjadi bertambah cembung. Pencembungan lensa akan
memberikan perubahan indeks refraksi dimana mata akan menjadi mioptik.
Kecembungan ini akan mengakibatkan pendorongan iris kedepan sehingga bilik
mata depan akan lebih sempit.
Katarak matur, lensa akan berukuran normal. Iris tidak terdorong ke depan dan
bilik mata depan akan mempunyai kedalaman normal kembali. Kadang pada
stadium ini terlihat lensa berwarna sangat putih akibat perkapuran menyeluruh
karena deposit kalsium. Bila dilakukan ujibayangan iris akan terlihat negatif.

3.5.7 Penegakan Diagnosis


Sebagian besar katarak tidak dapat dilihat oleh pengamat awam sampai
menjadi cukup padat (matur atau hipermatur) dan menimbulkan kebutaan. Namun
pada stadium perkembangan yang paling dini dari katarak, dapat dideteksi melalui
pupil yang berdilatasi maksimum dengan oftalmoskop, loupe atau slitlamp. Dengan
penyinaran miring ( 45 derajat dari poros mata) dapat dinilai kekeruhan lensa de
ngan mengamati lebar pinggir iris pada lensa yang keruh (iris shadow). Bila
letakbayangan jauh dan besar berarti kataraknya imatur, sedang bayangan kecil dan
dekatdengan pupil terjadi pada katarak matur. Katarak hipermatur, lensaakan
mengeriput. Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien katarak adalah pemeriksaan
si slitlamp, funduskopi bila mungkin, tonometer juga pemeriksaan prabedah
lainnya seperti adanya infeksi pada kelopak mata dan konjungtiva karena dapat
menimbulkan penyulit yang berat berupa panoftalmitis pasca bedah. Sebelum
pembedahan juga harus dilakukan pemeriksaan tajam penglihatan untuk melihat
apakah kekeruhan sebanding dengan turunnya tajam penglihatan. Misalnya pada
katarak nuklear tipis dengan miopia tinggi akan terlihat tajam penglihatan yang
tidak sesuai sehingga mungkin penglihatan yang turun adalah akibat dari
kelainanretina dan bila dilakukan pembedahan akan memberikan hasil tajam
penglihatan yang tidak memuaskan.

37
3.5.8 Tatalaksana
Penatalaksanaan katarak dilakukan berdasarkan pemeriksaan pasien dan
faktor-faktor penyulit yang mungkin ada. Evaluasi pasien yang penting antaralain:
apakah penurunan kemampuan visual pasien dapat ditolong dengan operasi, apakah
akan terjadi perbaikan visus jika operasi dilakukan tanpa komplikasi,apakah pasien
atau keluarga dapat dipercaya untuk perawatan postoperatif, apakah opasitas lensa
berpengaruh terhadap kondisi sistemik dan okuler pasien.
Beberapa pengobatan non-bedah mungkin efektif sementara untuk fungsi
visual pasien katarak. Sebagi contoh, keadaan refraksi dapat ditingkatkan dengan
koreksi untuk penglihatan jauh dan dekat.
Pasien dapat dioperasi bila ada kemauan dari pasien itu sendiri untuk
memperbaiki tajam penglihatannya (visus). Kemauan untuk dioperasi ini biasanya
datang bila sudah terjadi gangguan pekerjaan atau aktifitas sehari-hari. Keputusan
untuk melakukan operasi harus didasarkan pada kebutuhan visual pasien dan potensi
kesembuhannya. Secara umum, indikasi operasi katarak bila terdapat kondisi
stereopsis, penyusutan lapangan pandang perifer dan gejala anisomethrophia.
Indikasi medikal dilakukannya operasi termasuk pencegahan komplikasi seperti
glaukoma fakolitik, glakukoma fakomorfik, uveitis facoantigenik dan dislokasi lensa
ke bilik mata depan. Indikasi tambahannya adalah untuk diagnosis atau
penatalaksanaan penyakit okuler lainnya, seperti retinopati diabetik atau glaukoma.
Operasi katarak dapat dilakukan dengan berbagai metode antara lain:
A. Ekstraksi ekstrakapsular (ECCE)
Jacques Daviel (1896-1762) mempublikasikan prosedurini pertama kali,
ekstraksi dilakukan melalui pupil dan lensa dibuang melalui insisi pada limbus.
Insisi dibuat melalui kornea inferior, kornea dielevasi, kapsula lensa diinsisi,
nukleaus ditekan dan korteks dikerok. Masing- masing prosedur ini memerlukan
waktu 4 menit.
Daviel’s ECCE adalah sebuah inovasi dan lebih maju dibanding couching.
Efek sampingnya dapat terjadi endophtalmitis. Karena

38
pengambilankorteks yang tidak komplit, inflamasi kronik, kekeruhan kapsul
sekunder dan glaukoma akibat blok pupil banyak terjadi. Prolapsus uveus mungkin
terjadi karena jahitan yang tidak stabil.
Setelah itu, terjadi perkembangan lanjut dari prosedur ini dikembangkan oleh
Albrecht von Graefe (1828-870) dengan menggunakan pisau bedah, infeksi dan
prolapsus uvea dapat ditekan.
Indikasi:
ECCE yang melibatkan pengeluaran nukleus dan korteks lensa melalui
kapsula anterior, meninggalkan kapsula posterior. Prosedur ini memiliki beberapa
keuntungan dibanding ICCE karena dilakukan dengan insisi yang lebih kecil, maka
trauma endothelium kornea lebih sedikit, astigmatisma.berkurang, jahitannya lebih
stabil dan aman.
Kapsula posterior yang intak akan mengurangi resiko keluarnya vitreous
intraoperatif, posisi fiksasi IOL Lebih baik secara anatomi, mengurangi angka
kejadian edema makular,kerusakan retina dan edema kornea, mengurangi mobilitas
iris dan vitreous yang terjadi dengan pergerakan saccus (endophtalmodenesis).
Kontraindikasi:
Prosedur ECCE memerlukan keutuhan dari zonular untuk pengeluaran
nukleus dan materi kortikal lainnya. Oleh karena itu, ketika zonular tidak utuh
pelaksanaan prosedur yangaman melalui ekstrakapsularharus dipikirkan lagi.

B. Ekstraksi intrakapsular (ICCE)


ICCE dilakukan dengan mengeluarkan lensa dan kapsula posteriornya. Ada
beberapa keuntungan, yaiu menghancurkan semua lensatanpa meninggalkan kapsul
yang keruh ataupun sisanya, dapat dilakukan dengan peralatan yang tidak terlalu
canggih, merehabilitasi visual dengan cepat menggunakan spestacle +10,00 Dioptri.
Namun juga terdapat kerugian karena insisi yang terlalu lebar, 160o-180o sehingga
penyembuhanakan lama,begitupun rehabilitasi visualnya, dapat menginduksi
astigmatisma, inkaserasi iris, dan inkaserasi vitreous serta adanya infiltrasi di

39
tempat jahitan. Edema kornea, trauma endotel kornea dan edemamakula lebih
sering terjadidibandingkan dengan prosedur ECCE

Indikasi ICCE:
Dapat dilakukan di tempat dengan fasilitas bedah mikroskopisyang terbatas,
pada kasus-kasus yang tidak stabilseperti intumescent,hipermatur, dan katarak
luksasi, jika zonular tidak berhasil dimanipulasiuntuk mengelurkan nukleus dan
korteks lensa melalui prosedur ECCE.
C. Fakoemulsikasi
Prosedur ekstrakapsular dengan mengemulsifikasi nukleus lensa
menggunakan gelombang ultrasonik (40.000 MHz) kemudian diaspirasi. Komplikasi
yang berkaitan dengan jahitan lebih rendah karena insisinya kecil dan rehabilitasi
visualnya lebih cepat.
D. Pars plana lensectomy
Ekstraksi lensa melalui pars plana dengan kombinasi vitrektomi. Lensa dan
bagian depan vitreus diambil dengan alat yang disebut probe vitrectomy atau
vitreous irrigation suction cutting (VISC). Ini adalah teknik khusus untuk anak-anak
yang sangat muda. Indikasinya katarak dengan ruptur lensa dan disrupsi vitreous
sekaligus membersihkan materi vitreous dan lensa dari mata.Kontraindikasinya
nukleus yang terlalu keras (sklerosis).
Sesudah ekstraksi katarak mata tak mempunyai lensa lagi yang disebut
afakia. Tanda-tandanya adalah bilik mata depan dalam, iris tremulans dan pupil
hitam. Pada keadaan ini mata kehilangan daya akomodasinya (hipermetropia tinggi
absolut), terjadi gangguan penglihatan warna, sinar UV yang sampai ke retina lebih
banyak, dan dapat terjadi astigmatisme akibat tarikan dari luka operasi. Keadaan
ini harus dikoreksi dengan lensa sferis
+10.0 Dioptri supaya dapat melihat jauh dan ditambah dengan S +3.0 D
untukpenglihatan dekatnya.

40
BAB IV
ANALISIS KASUS

Pasien berinisial Tn. A usia 65 tahun Pasien datang ke Poliklinik Mata RSUD
Abdul Manap dengan keluhan pandangan kedua mata yang semakin kabur sejak ± 1
tahun SMRS. Keluhan ini terjadi secara perlahan-lahan, pandangan kabur pada
objek yang jauh dan silau saat melihat cahaya. Keluhan tersebut belum mengganggu
aktivitas sehari-hari.
± 9 bulan SMRS keluhan pandangan semakin kabur seperti tertutup kabut
disertai nyeri kepala dan silau melihat cahaya. Pasien mengeluh ketika berjalan
sering menabrak dan tersandung karena penglihatannya menyempit dan samar-
samar melihat benda-benda yang ada disekitarnya.
Keluhan mual muntah disangkal oleh pasien. Riwayat mata merah, gatal dan
berair disangkal oleh pasien. Pasien lalu berobat ke Puskesmas Olak Kemang
kemudian dirujuk ke RSUD Abdul Manap.
Pasien sudah rutin berobat ke Poliklinik Mata RSUD Abdul Manap setiap
1 bulan sekali sejak bulan September tahun 2022 atas diagnosis dokter os
mengalami glaukoma dan katarak pada kedua mata.
Diagnosis POAG berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis, serta
pemeriksaan penunjang. Pada POAG, didapatkan keluhan mata kabur, lapang
pandang yang menyempit sampai kebutaan total. Pasien umumnya datang sudah
dalam stadium lanjut dengan kerusakan lapang pandang luas. Pasien mengeluh
sering menabrak benda-benda di sekitarnya ketika berjalan. Keluhan nyeri kepala
kadang-kadang dikeluhkan pasien.
Pemeriksaan klinis yang dilakukan adalah pemeriksaan tajam penglihatan
pasien, pengukuran TIO penderita dengan alat yang tersedia, evaluasi kemungkinan
ada penyebab primer dari peningkatan TIO serta penyulit yang mungkin ada, serta
evaluasi papil saraf optik. Pada penderita dengan kecurigaan glaukoma umumnya
didapatkan TIO meningkat lebih dari 21 mmHg, pada pemeriksaan papil saraf optik
didapatkan peningkatan rasio cup dan disc lebih dari 0,4 serta kelainan lapang
pandang.

41
Pada papil saraf optik penderita glaukoma tahap lanjut dapat dievaluasi adanya
penggaungan yang terjadi karena hilangnya akson, pembuluh darah, dan sel glia.
Kehilangan jaringan yang diawali pada lamina kibrosa disertai pemadatan dan fusi
dari laminar plate yang terutama terjadi pada kutub superior dan inferior dari disc
papil saraf optik. Pada glaukoma stadium lanjut terjadi kerusakan jaringan yang
lebih luas sampai mengenai cribiform plate.
Pemeriksaan untuk membedakan penggauangan pada penderita glaukoma
dengan pada orang yang memiliki penggaungan yang fisiologis cukup sulit
dilakukan. Pada penderita glaukoma stadium awal yang perlu diperhatikan adalah :
pembesaran cup pada daerah tertentu, perdarahan splinter superficial, hilangnya
lapisan serat saraf, translusensi neuroretinal rim, perkembangan vessel overpass,
penggaungan yang asimetris pada kedua mata penderita, dan atrofi peripapiler (zona
beta). Untuk membedakan antara glaukoma sudut terbuka dan sudut tertutup
diperlukan pemeriksaan gonioskopi.
Pemeriksaan penunjang yang berperan adalah pemeriksaan lapang pandang,
optical coherence tomography (OCT) dan confocal scanning laser ophthalmoscopy.
Pada penderita glaukoma terdapat pola umum kelainan lapang pandang yang terjadi,
yaitu: depresi general, skotoma parasentral, skotoma Bjerrum atau arcuate, nasal
step, defek altitudinal, dan temporal wedge. Dengan pemeriksaan OCT dan confocal
scanning laser ophthalmoscopy pemeriksaan dapat menilai keadaan papil saraf optik
dengan lebih detail serta dapat mengetahui ukurannya secara kuantitatif. Saat
kunjungan kontrol di poliklinik mata RSUD H Abdul Manap pada tanggal 14 Juni
2023, didapatkan cup disc ratio pada mata kanan sekitar 1,0 dan pada mata kiri
sudah 1,0.
POAG merupakan neuropati optik anterior yang kronik dan bersifat progresif,
yang biasanya disertai dengan hipertensi okular. Sebagian studi menyatakan bahwa
pada POAG biasanya ditemukan gejala klasik berupa adanya hipertensi okular,
perubahan pada morfologi discus opticus (eksavasasi papilaris), dan gangguan
lapang pandang.
Pasien dilaporkan memiliki riwayat hipertensi selama lebih dari 3 tahun,
hipertensi terkontrol dengan minum dua jenis obat secara rutin. Pasien juga memliki

42
riwayat diabetes mellitus tipe 2 selama lebih dari 3 tahun, kalau gula darahnya
tinggi, pasien mengonsumsi obat dan bukan suntik insulin. Kedua faktor ini menjadi
komorbid yang meningkatkan risiko kejadian glaukoma. Glaukoma primer terjadi
karena sebab yang belum diketahui akan tetapi terdapat beberapa faktor risiko yang
dapat memicu terjadinya glaukoma .
Faktor resiko glaukoma yaitu usia, jenis kelamin, genetic, riwayat keluarga,
suku atau ras, myopia, hipertensi atau hipotensi sistemik, vasospasme, migrain,
pigmentary dispersion syndrome, pseudoexfoliation syndrome, obstructive sleep
apnea syndrome, diabetes, obat-obatan yang dapat meningkatkan tekanan
intraokular, .merokok dan berbagai aktivitas yang dapat meningkatkan tekanan
intraokular.
Hipertensi merupakan suatu kondisi dimana pembuluh darah mempunyai
tekanan darah yang tinggi yaitu tekanan diastolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan
sistolik diatas 90 mmHg. Tekanan yang tinggi pada pembuluh darah akan
menyebabkan kerja jantung akan meningkat dan menyebabkan kerusakan pada
pembuluh darah sehingga distribusi darah akan terganggung.
Penelitian menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara
hipertensi dengan tekanan intraokular yang merupakan faktor resiko terjadinya
glaukoma. Peningkatan tekanan darah berkaitan dengan peningkatan tekanan
intraokular melalui mekanisme meningkatnya tekanan vena episklera yang
berpengaruh terhadap seksresi aqueous humor yang menyebabkan tekanan
intraokular akan meningkat. Peningkatan tekanan darah 10 mmHg dalam tekanan
sistolik mengakibatkan peningkatan tekanan intraokular sebesar 0,26 mmHg.
Sedangkan peningkatan tekanan darah diastolic sebesar 5 mmHg meningkatkan 36
tekanan intraokular sebesar 0,17 mmHg.
Tekanan darah dapat meningkatkan tekanan intraokular melalui beberapa
mekanisme. Mekanisme yang pertama terjadi peningkatan tekanan kapiler di badan
siliaris sehingga menyebabkan produksi aqueous humor meningkat hal ini
menyebabkan peningkatan tekanan intravascular dan gradien tekanan intra okular.
Mekanisme yang ke dua yaitu peningkatan tekanan vena episklera yang
menghambat aliran balik aqueous humor sehingga menyebabkan penurunan absorsi

43
aqueous humor. Melalui mekanisme ini, hipertensi meningkatkan tekanan intra
okular yang menyebabkan stress mekanis pada lamina cribosa di segmen posterior
mata dan mengakibatkan kerusakan pada akson dan serabut saraf optic, sehingga
berkembang menjadi glaukoma sudut terbuka. Mekanisme lainnya yaitu timbulnya
arterosklerosis pada hipertensi kronis yang dapat menyebabkan penyempitan kaliber
arteri retina sentral sehingga mengakibatkan gangguan aliran ke mata terutama di
kepala saraf okular dan lamina cribosa dan memicu glaukoma.
Diabetes memiliki peluang untuk terjadinya glaukoma dibandingkan yang
tidak memiliki riwayat penyakit diabetes. Diabetes disebabkan karena tekanan darah
tinggi, tekanan mulai membangun di mata dan kerusakan mata utama saraf-saraf
optik dengan waktu. Kerusakan ini bisa menyebabkan kehilangan penglihatan dari
sisi mata dalam tahap awal. Kemudian, jika dibiarkan tidak diobati, seluruh mata
dapat terpengaruh.
Katarak yang terjadi pada pasien merupakan katarak seniis imatur. Katarak
senilis merupakan bentuk katarak paling sering ditemukan dan diderita oleh usia
lebih dari 50 tahun. Keadaan ini biasanya mengenai kedua mata, akan tetapi
dapat terjadi pada salah satu mata terlebih dahulu. Berdasarkan morfologi, katarak
senilis dapat terbentuk menjadi katarak nuklear dan kortikal
Pasien diberikan terapi farmakologis berupa timolol eye drops termasuk
dalam kelompok beta blocker topikal yang bersifat non selektif yang bekerja dengan
menghambat aktivitas reseptoradrenergik beta-1 dan beta-2. Sampai saat ini timolol
masih merupakan terapi standar dalam pengobatan glaukoma. Tempat interaksi obat
ini adalah pada reseptor adrenergik yang berada pada iris dan badan siliar. Efek
kerjanya adalah menurunkan produksi cairan akuos tanpa mempengaruhi aliran
keluarnya. Latanoprost termasuk dalam analog prostaglandin yang bekerja dengan
menurunkan hipertensi intraokular. Efek obat ini dalam menurunkan tekanan
intraokular dimulai 30 menit setelah penetesan.17
Pada pasien diberikan asetazolamide yang merupakan golongan carbonic
anhidrase inhibitor yang berfungsi menekan produksi akuos. Yaitu Glauseta tab.
Pemberian KSR digunakan untuk mencegah hipokalemia yang merupakan efek
samping pemeberian asetazolamide.18

44
BAB V
KESIMPULAN

Glaukoma adalah suatu kelainan pada mata yang ditandai oleh


meningkatnyatekanan intra okuler yang disertai pencekungan diskus optikus dan
pengecilan lapang pandang. Glaukoma terjadi karena peningkatan tekanan
intraokuler yang dapat disebabkan oleh bertambahnya produksi humor akuos oleh
badan siliarataupun berkurangnya pengeluaranhumor akuos di daerah sudut bilik
mata.
Glaukoma secara garis besar dibagi menjadi 2, yaitu glaukoma primer dan
glaukoma sekunder. Glaukoma primer didasarkan tanpa penyebab dari kelainan
patologis lain yang mendasari. Berdasarkan struktur sudut iridokornealis, glaukoma
primer dibagi menjadi glaukoma primer sudut terbuka dan sudut tertutup. Sudut
tertutup didefinisikan sebagai adanya aposisi iris perifer dengan trabecular
meshwork yang berakibat obstruksi aliran humour aqueous.
POAG merupakan neuropati optik kronik progresif yang membutuhkan
manajemen terapi. Gangguan lapang pandang merupakan kunci dari pemeriksaan
pada POAG, pemeriksaan tomografi okular dilakukan untuk mengonfirmasi
diagnosis berdasarkan tekanan intra okular (TIO). Tujuan utama dari terapi yang
diberikan adalah untuk menurunkan TIO hingga mencapai tekanan target. Ketika
terapi medikamentosa tidak cukup untuk memberikan progres yang lebih baik, maka
terapi pembedahan dapat dipertimbangkan dengan pilihan trabekulektomi sebagai
baku emasnya
Tujuan terapi glaukoma adalah untuk mempertahankan fungsi visual dengan
menurunkan tekanan intraokular hingga mencapai tekanan yang dapat mencegah
kerusakan nervus optikus yang lebih lanjut da menjaga kualitas hidup pasien
Katarak adalah keadaan dimana terjadi kekeruhan pada akibat hidrasi cairan
lensa atau denaturasi protein lensa. Pada kasus glaukoma sudut terbuka yang
terdiagnosis bersamaan dengan katarak, maka selain operasi definitif untuk
penanganan glaukoma, juga perencanaan dilakukannya ekstraksi lensa.

45
DAFTAR PUSTAKA

1. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Glaukoma. 2018.


2. Kementerian Kesehatan RI. Situasi dan Analisis Glaukoma. Infodatin:Pusat
Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI from:
https://www.pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin
/info Datin_ glaukoma_2019.pdf
3. Vaughan, Asbury. General Ophtalmology. 19th ed. Riordan P, J J, editors.
United States: McGraw-Hill; 2018. 518–555 p
4. Vaughan D, Eva PR. Glaukoma. Dalam : Suyono YJ, Editor.
Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta: Widya Medika; 2000. Hal. 220-
39.
5. Shock JP, Harper RA, Vaughan D, Eva PR. Lensa, Glaukoma. In:Vaughan DG,
Asbury T, Eva PR, editors. Oftalmologi umum. 14 ed. Jakarta. Widya Medika.
2016
6. Friedmand NJ, Kaiser PK, Trattler WB. Ophtalmology. Philadelphia.
ElsevierSaunders. 2012
7. Gerhard KL, Oscar, Gabriele, Doris, Peter. Ophtalmology a short textbook.
Second edition. Thieme Stuttgart : New York. 2017.
8. Lang, GK. Ophthalmology. Germany. 2019.
9. Khaw PT, Elkington AR. AC Of Eyes. Edisi ke-4. BMJ Book: London.2015
10. James B, Chew C, Bron A. Lecture Notes Oftalmologi. Ed 9. EMS:
Jakarta.2015
11. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. 5 ed. UI Publishing: Jakarta. 2022
12. Sidik Rifai FS. Hubungan Hipertensi dengan Peningkatan Tekanan Intra Okuler
di Rumah Sakit Ibnu Sina, Makassar. UMI Med J. 2019;3(2):25–36.
13. INDONESIA, PERSATUAN DOKTER SPESIALIS MATA, “Pedoman
Nasional Pelayanan Kedokteran Glaukoma”.2018.

46
14. Erinda, Raja. ODS CACG tipe Creeping + Katarak Senilis Imatur
15. Moshirfar M, Milner D, Patel BC. Cataract Surgery. Dalam: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 [dikutip 11 Juni 2022].
Tersedia pada:http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559253/
16. Nizami AA, Gulani AC. Cataract. Dalam: StatPearls [Internet]. Treasure Island
(FL): StatPearls Publishing; 2022 [dikutip 10 Juni 2022]. Tersedia
pada:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK539699/
17. Lubis, HS. Perbandingan Penurunan Tekanan Intra Okular antara Tetes Matas
Travopost 0,004% dan Timolol Maleat 0,5% pada Penderita Glaukoma Sudut
Terbuka Primer. Diakses dari:
https://perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2021/07/perbanding
an-penurunan-tekanan-intra-okular-antara-tetes-mata-travoprost-0004-dan-tim olol-
maleat-05-pada-penderita-glaukoma-sudut-terbuka-primer.Helini-Sari-Lu bis.pdf
18. Scalinci SZ, et al. Neuroprotective Role of Phosphoserine in Primary Open- Angle
Glaucoma Patients. European Review for Medical and Pharmacological Sciences.
2020;24:9780-9786.
19. Triyadi A. Peran Agen Neuroprotektif pada Glaukoma. Pusat Mata Nasional Rumah
Sakit Mata Cicendo. Bandung. 2020 Diakses dari:
https://perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/06/Peran-Agen-
Neuroprotektif-pada-Glaukoma.Ade-Triyadi.pdf
20. Cantor C, Rapuano C. Basic Clinical Courses: Lens and Catarct. 2018ed. San
Fransisco: American Academy of Ophthalmology; 2016.

47

Anda mungkin juga menyukai