ULKUS KORNEA
Oleh:
1. Muhammad Alhardi Nurdin 1310312016
2. Dwiki Agung Adhadi 1310312075
Preseptor:
dr. Muhammad Syauqie, Sp.M(K)
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB 1 PENDAHULUAN 3
1.1 Latar Belakang 3
1.2 Batasan Masalah 4
1.3 Tujuan Penulisan 4
1.4 Manfaat Penulisan 4
1.5 Metode Penulisan 4
BAB 2 LAPORAN KASUS 5
2.1 Identitas Pasien 5
2.2 Anamnesis 5
2.2.1 Keluhan Utama 5
2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang 5
2.2.3 Riwayat Penyakti Dahulu 5
2.2.4 Riwayat Penyakti Keluarga 5
2.3 Pemeriksaan Fisik 6
2.4 Pemeriksaan Oftalmologi 6
2.5 Pemeriksaan Penunjang 7
2.6 Diagnosis 7
2.7 Terapi Awal 7
2.8 Prognosis 7
BAB 3 DISKUSI 8
BAB 4 KESIMPULAN 12
DAFTAR PUSTAKA 13
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
3
1.2 Batasan Masalah
Makalah ini membahas tentang anatomi dan fisiologi kornea, definisi, epidemiologi,
etiologi dan faktor risiko, klasifikasi, patogenesis dan patofisiologi, manifestasi klinis,
diagnosis, diagnosis banding, tatalaksana, komplikasi, dan prognosis ulkus kornea.
4
BAB 2
LAPORAN KASUS
2.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan terhadap pasien di Poli Mata RSUP Dr. M. Djamil Padang.
5
2.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Sakit ringan Kulit : Tidak ada kelainan
Komposmentis Kelenjar Getah
Kesadaran : : Tidak ada pembesaran
kooperatif Bening
Keadaan Gizi : Sedang Kepala : Normosefal
Tekanan Darah : 120/70 mmHg Rambut : Hitam, tidak mudah rontok
Nadi : 90 x / menit Telinga : Dalam batas normal
Pernafasan : 20 x /menit Hidung : Dalam batas normal
Suhu : 37oC Tenggorok : Dalam batas normal
Tinggi Badan : 160 cm Gigi dan Mulut : Dalam batas normal
Berat Badan : 55 Kg Leher : Dalam batas normal
Ikterus : Tidak ada Jantung : Dalam batas normal
Sianosis : Tidak ada Paru : Dalam batas normal
Edema : Tidak ada Abdomen : Dalam batas normal
Anemis : Tidak ada Ekstremitas : Akral hangat, edema -/-
Status Oftalmikus OD OS
Visus 1/300 5/5
Palpebra Edem (-) Edem (-)
Konjungtiva Inj. Konj (+), inj. Silier (+) Hiperemis (-)
Ulkus sentral, uk ± 3mm,
Kornea maserasi (+), kedalaman 1/3 Bening
stroma
COA Hipopion (+) ± 2mm Cukup dalam
Coklat, sinekia post. (+) jam
Iris Coklat
1-2
Pupil Oval, Membran (+) Bulat, rf +/+ ф 2-3mm
Lensa Rel. bening Bening
Funduskopi Dalam batas normal Dalam batas normal
TIO N (p) N (p)
Posisi Ortho Ortho
Gerak Bebas Bebas
6
2.5 Pemeriksaan Penunjang
• Pewarnaan Gram : PMN > MN
• Pewarnaan Giemsa : PMN > MN
• Pemeriksaan KOH : Hifa (-)
2.6 Diagnosis
Diagnosis Kerja : Ulkus Kornea OD dengan hipopion ec suspect bakteri
2.8 Prognosis
• Ad vitam : bonam
• Ad functionam : dubia ad bonam
• Ad sanationam : dubia ad bonam
7
BAB 3
DISKUSI
Telah dilaporkan seorang pasien laki-laki berusia 38 tahun datang ke Poli Mata RSUP
Dr. M Djamil Padang tanggal 23 November 2020 dengan diagnosis ulkus kornea OD yang
ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik pada mata, serta dibantu dengan
pemeriksaan penunjang.
Pasien datang dengan keluhan bagian bening pada mata kanan tampak memutih sejak
1 Minggu sebelum masuk rumah sakit. Awalnya mata kanan memerah dan terasa gatal ketika
sedang tidur, lalu pasien mencuci matanya dengan air. Karena keluhan tidak dirasakan
membaik, Pasien pergi berobat ke bidan desa dan medapatkan obat tetes mata, namun pasien
tidak ingat apa nama obatnya. Seminggu setelah berobat, keluhan pasien tidak membaik dan
muncul warna keputihan pada mata. Pasien mengaku penglihatannya mulai terganggu saat
timbul warna putih pada mata kanan. Karena tidak ada perbaikan, pasien datang ke
puskesmas dan dirujuk ke RSUD Pasaman Barat. Di RSUD Pasaman Barat pasien diberikan
obat tetes mata dan dirujuk ke RSUP Dr. M. Djamil untuk tatalaksana lebih lanjut.
Mata kanan pasien semakin putih sejak 3 hari yang lalu dan pengelihatan mata kanan
pasien dirasakan kabur. Riwayat mata merah dan bersekret sebelumnya tidak ada. Riwayat
menetes-neteskan air daun-daunan disangkal. Riwayat pemakaian soft lens tidak ada. Riwayat
menggunakan obat jangka lama tidak ada. Riwayat trauma sebelumnya tidak ada. Pasien
tidak pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya. Pasien juga tidak pernah operasi
mata sebelumnya. Pasien juga tidak ada riwayat hipertensi dan diabetes mellitus.
Dari pemeriksaan fisik saat pasien di poli mata RSUP Dr. M. Djamil Padang, pada
mata kanan didapatkan visus 1/300, palpebral tidak edem, konjungtiva hiperemis, injeksi
konjungtiva dan injeksi siliar (+). Pada kornea didapatkan ulkus di sentral diameter ± 3 mm,
maserasi (+), dan kedalaman 1/3 anterior stroma.
Secara fisiologis, kornea berfungsi sebagai membrane pelindung dan “jendela” yang
dilalui oleh berkas cahaya saat menuju retina. Sifat tembus cahaya disebabkan oleh
strukturnya yang uniform, avascular dan detugesens.7 Secara histologi, kornea memiliki 5
lapisan, yaitu epitel, Bowman’s membrane, substantia propria (cornal stoma), Descement’s
membrane dan endotelium (arah dari anterior ke posterior).8 Kerusakan endotel dari kornea
lebih berbahaya daripada dari epitel. Hal ini dikarenakan kerusakan endotel akan cenderung
bertahan lama karena terbatasnya potensi regenerasi atau perbaikan fungsi endotel yang
nantinya akan menyebabkan kehilangan sifat transparan dari kornea dan terjadi edema.7
8
Sikatrik dapat terjadi pada proses penyembuhan ulkus kornea. Pembentukan parut
akibat ulserasi kornea adalah penyebab utama kebutaan dan gangguan pengelihatan di dunia.7
Ulkus kornea adalah adanya diskontinuitas pada epitel normal permukaan kornea yang
berhubungan dengan nekrosis disekitar jaringan kornea. Secara patologi ditandai dengan
adanya edema dan infiltrasi sel.8 Selain itu, pasien juga mengeluhkan adanya mata merah.
Mata merah pada pasien disebabkan oleh adanya injeksi siliar yang dapat terjadi pada ulkus
kornea. Kornea adalah jaringan yang avaskuler sehingga pertahanan pada waktu peradangan
tidak segera datang seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi. Maka
badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea segera
bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang
terdapat di limbus dan tampak sebagai injeksi perikornea. Setelah itu terjadi infiltrasi dari sel-
sel mononuklear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan
timbulnya infiltrat, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah ulkus kornea.8
Karena kornea memiliki banyak serabut nyeri, kebanyakan lesi kornea, superfisial,
maupun dalam (benda asing kornea, abrasi kornea, phlyctenulae, keratitis interstisial),
menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit ini diperhebat oleh gesekan palpebra
(terutama palpebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Karena kornea
berfungsi membiaskan berkas cahaya, lesi kornea umumnya akan mengaburkan penglihatan,
terutama jika letaknya di sentral.5
Kornea menjadi bagian teranterior dari bola mata sehingga terekspos dengan udara
bebas sehingga memudahkan untuk terjadinya infeksi yang bisa disebabkan oleh bakteri,
virus, jamur atau amoba. Tetapi sebenarnya kornea melindungi dari infeksi minor oleh
mekanisme defensif normal yang ada pada air mata. Air mata memiliki kandungan lisozim,
betalisin, dan protein protektif. Sehingga adanya ulkus pada kornea terjadi apabila adanya
mekanisme pertahanan lokal terganggu, adanya faktor predisposisi pada host atau agen
kausatif yang sangat virulen.8
Pada pemeriksaan ditemukan hipopion di COA. Adanya kerusakan epitel pada kornea
akan menyebabkan invasi dari dari agen penyebab dan menyebabkan perubahan patologi.
Pada stadium pertama yaitu stadium infiltrasi terjadi infiltrasi polimorfonuklear atau limfosit
pada epitel dari sirkulasi perifer dan stroma selanjutnya dapat terjadi nekrosis, tergantung dari
host defens mechanism.8
Stadium kedua adalah active ulceration. Hal ini terjadi akibat nekrosis dan peluruhan
dari epitel, membran Bowman dan stroma yang terlibat. Terjadi pembengkakan pada lamellar
akibat dari masuknya cairan dan leukosit sehingga pada pinggir dan bawah dari ulser akan
9
berwarna abu infiltasi dan sloughing. Pada stadium ini juga terjadi hiperemis pada jaringan
sirukumkornea pembuluh darah yang menyebabkan akumulasi eksudat purulent pada kornea.
Disana juga terjadi kongesti vaskular pada iris dan ciliar body yang dapat menyebabkan iritis
karena absorbsi toksin dari ulser tersebut. Eksudat dari iris dan ciliar body ke COA akan
membentuk hipopion.8
Stadium ketiga adalah regresi. Regresi dipicu oleh natural host defence mechanisms.
Leukosit memfagosit organisme penyebab dan sel nekrotik. Awalnya bisa membua ulkus
membesar dan adanya vaskularisasi superfisial yang meningkat untuk meningkatkan respon
imun humoral dan seluler. Ulkus mulai sembuh dan epitel tumbuh ditepinya.6
Stadium keempat adalah pembentukan sikatrik. Di bawah epitel, terdapat jaringan
fibrosa yang terbentuk oleh fibroblast kornea dan sel endotel pembuluh darah baru. Stroma
akan menebal dan mendorong permukaan epitel ke depan. Tingkat jaringan parut dari
penyembuhan sangat bervariasi. Jika ulkus terbatas pada epitel, maka akan sembuh tanpa
meningalkan bekas dan opacity. Bila melibatkan membran Bowman dan lamella superficial
akan menimbulkan bekas luka yang disebut lamella. Makula dan leukoma terjadi bila ulkus
lebih dari 1/3 stroma. Opasitas atau sikatrik pada kornea ini menyebabkan gangguan
penglihatan pada pasien sehingga pasien mengeluhkan pandangan yang terasa kabur.6
Penyebab utama dalam terjadinya ulserasi pada kornea adalah kerusakan pada epitel
kornea dan adanya infeksi. Kerusakan epitel kornea dapat disebabkan oleh berbagai hal
seperti corneal abrasion, epithelial drying, necrosis of epithelium, desquamation of epithelial
cells, epithelial damage due to trophic changes. Pada abrasi kornea, dapat disebabkan oleh
masuknya benda asing kecil yang mungkin berasal dari lingkungan pekerjaan pasien, yang
menyebabkan kerusakan epitel dan memudahkan terjadinya infeksi. Selain itu pasien dibawa
ke bidan desa dan diberikan obat tetes mata namun tidak tau obatnya. Apabila diberikan obat
mata yang mengandung steroid, obat tersebut akan menekan dari proses peradangan sehingan
pertahanan tubuh terhadap infeksi akan ditekan dan infeksi bertambah parah.8
Dari gejala dan ciri-ciri klinis yang terlihat diduga ulkus yang terbentuk tersebut
disebabkan oleh bakteri. Ulkus kornea akan berhubungan dengan hipopion dan biasanya
disebabkan oleh mikroorganisme seperti pneumococcus. Namun, pada ulkus yang disebabkan
oleh jamur terbetuk hipopion yang besar meskipun ulkusnya kecil, dan tidak seperti bakteri,
ulkus kornea jamur tidak steril dan dapat penetrasi ke COA tanpa adanya perforasi. Perforasi
pada ulkus jamur jarang terjadi. Pada ulkus yang disebabkan oleh jamur, ulkus tampak
kering, putih keabuan, adanya yellow line of demarcation dan mungkin ada lesi satelit.
Sehingga pada pasien ini dianjurkan beberapa pemeriksaan penunjang seperti pewarnaan
10
gram untuk melihat bakteri, pewarnaan Giemsa untuk melihat komposisi dari sel radang serta
pemeriksaan dengan KOH untuk memlihat adanya hifa dari jamur. Selain itu, pasien juga
dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan darah rutin untuk menilai reaksi inflamasi sistemik.
Setelah etiologi penyebab ulkus dapat ditentukan apakah bakteri atau jamur, maka dapat
dilakukan kultur untuk melihat spesies dari mikroorganisme penyebab yang akan menentukan
terapi.7
Pengobatan untuk ulkus kornea umumnya adalah siklopegik, antibiotika topikal,
ditambah anti fungal apabila dicurigai infeksi jamur dan pasien dirawat bila mengancam
perforasi. Pada kasus ini pasien diberikan levofloxacin ed pulse therapy, fluconazol 1x50mg,
dan Sulfate Atropin 3x1 OD sebagai sikloplegik. Pemberian sikloplegik berupa sulfas atropin
pada ulkus kornea bertujuan untuk paralisis m.siliaris sehingga mata berada dalam keadaan
istirahat, untuk mengurangi nyeri dari siliaris spasme. Selain itu atropine juga meningkatkan
aliran darah ke uvea anterior dengan cara mengurangi tekanan pada arteri siliaris anterior dan
membawa antibodi ke akuos humor. Ini juga dapat mengurangi eksudat dengan mengurangi
hiperaermia dan permeabilitas vaskular.8
11
BAB 4
KESIMPULAN
Ulkus kornea adalah defek dari epitel kornea yang melibatkan stroma yang
mengancam penglihatan. Ulkus kornea biasanya dapat disebabkan oleh adanya infeksi seperti
bakteri, virus, dan jamur. Bakteri penyebab yang paling sering pada ulkus kornea adalah
Staphylococcus aureus, Pseudomonas. Aeruginosa, Staphylococcus epidermidis,
Streptococcus alfa hemolitic, dan spesies Moraxella. Infeksi oleh jamur dapat disebabkan
oleh Candida, Fusarium, dan Aspergillus. Penyebab infeksi virus yang sering adalah virus
herpes simplex. Ulkus kornea 38,85% disebabkan oleh bakteri dan 40,65% disebabkan oleh
jamur.
Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat dibagi menjadi gejala subjektif
dan objektif. Gejala subjektif ulkus kornea berupa eritema pada kelopak mata dan
konjungtiva, sekret mukopurulen, merasa ada benda asing di mata, pandangan kabur, mata
berair, adanya bintik putih pada kornea sesuai lokasi ulkus, dan pasien merasa silau dan
nyeri. Sedangkan gejala objektifnya berupa injeksi silier, hilangnya sebagian kornea dan
adanya infiltrat dan hipopion. Ulkus kornea adalah keadaan darurat yang harus segera
ditangani oleh spesialis mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea.
Tatalaksana yang dapat diberikan yaitu non-medikamentosa dan medikamentosa. Prognosis
ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat lambatnya mendapat pertolongan,
jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada tidaknya komplikasi yang timbul.
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Biswell R. Cornea In Vaughn D, Asbury T, Eva PR, eds. General Ophtalmology 17th
ed. USA Appleton & Lange; 2008. p. 126-49.
2. Mills TJ, Corneal Ulceration and Ulcerative Keratitis in Emergency Medicine. Citied
on January 19th, 2015.
3. Ruberti JW, Sinha Roy A, Roberts CJ. Corneal Biomechanics and Biomaterials. Vol.
13, Annual Review of Biomedical Engineering. 2011. 269- 295.
4. Riset Kesehatan Dasar. Laporan Hasil Riset Kesehatan Daerah Nasional. Badan
penelitian dan pengembangan kesehatan [internet]. Jakarta; 2013.
5. Vaughan Daniel G, Asbury Taylor, Riordan Eval Paul. Oftamologi Umum. Edisi 17.
Jakarta: EGC;2009.
6. Tubert D. What is a Corneal Ulcer ?. American Academy of Opthamology.2019.
7. Byrd L.B. Corneal Ulcer. National Center for Biotechnology Information.
American:StatPearls. 2019:1-10.
8. Khaw PT, Shah P, Elkington. Red eye. ABC of Eyes. 4th ed. London. BMJ books.
2004. p;10-11.
13