Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN RESPONSI

TETANUS

Pembimbing :
dr. Dwanda Yuniro, Sp. B

Oleh :
Putu Rico Aditya Pangestu 21710115

KEPANITERAAN KLINIK SMF BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA
SURABAYA
RSUD NGANJUK
2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I LAPORAN KASUS.....................................................................................1
A. IDENTITAS..................................................................................................1
B. ANAMNESIS (Heteroanamnesis)...............................................................1
C. PEMERIKSAAN FISIK..............................................................................2
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG................................................................5
E. Resume..........................................................................................................7
F. Diagnosis........................................................................................................7
G. Penatalaksanaan..........................................................................................7
H. Follow Up......................................................................................................9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................13
A. Definisi.........................................................................................................13
B. Etiologi.........................................................................................................13
C. Faktor Risiko..............................................................................................14
D. Patofisiologi.................................................................................................15
E. Penegakan Diagnosis..................................................................................15
F. Anamnesis...................................................................................................16
G. Pemeriksaan Fisik......................................................................................17
H. Pemeriksaan Penunjang............................................................................18
I. Penatalaksanaan.........................................................................................19
J. Prognosis.....................................................................................................20
K Komplikasi..................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................23
BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS

1. No. RM : 2351xxxx

2. Nama : Tn. S

3. Jenis kelamin : Laki-laki

4. Tanggal Lahir : 30-06-1967

5. Usia : 55 tahun

6. Alamat : Wengkal 07/02

7. Agama : Islam

8. Pekerjaan : Petani

9. Pendidikan terakhir : SD

10. Tanggal MRS : 21-01-2023 pukul 21.50 WIB

B. ANAMNESIS

1. Keluhan Utama : Sulit membuka mulut

2. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke IGD RSD Nganjuk pada tanggal 21 Januari 2023

pukul 21.50 WIB dengan keluhan sulit membuka mulut sejak tadi siang,

hanya bisa membuka dengan 2 jari. Pasien juga mengeluh sulit menelan serta

perut dan kedua kaki terasa kaku. Pada saat dirumah pasien sempat kejang 1x

pada sore hari. Dua minggu yang lalu telapak kaki kanan pasien tertusuk

paku berkarat saat bekerja di sawah dan diobati dirumah dengan betadin.

Keluhan dirasakan mendadak dan makin memberat. Pasien merasa nyeri

1
2

kepala dan silau di ruangan terang. Keluhan keluar banyak air liur,

berkeringat dan berdebar-debar disangkal. Pasien tidak ada riwayat vaksin

tetanus dalam 10 tahun terakhir.

3. Riwayat Penyakit Dahulu :

Hipertensi (-), Diabetes Mellitus (-), Jantung (-), Asma (-)

4. Riwayat Penyakit Keluarga :

Hipertensi (-), Diabetes Mellitus (-), Jantung (-), Asma (-)

5. Riwayat Sosial :

Merokok (+), Mengkonsumsi alkohol (-), Mengkonsumsi obat-obatan (-)

6. Riwayat Alergi :

Makanan (-), Obat (-)

C. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan Umum : Sakit Sedang

2. Kesadaran : E4 V5 M6

3. Vital Sign :

Suhu : 36,8 oC

Tekanan Darah : 134/81 mmHg

Nadi : 72 x/menit

RR : 20 x/menit

SpO2 : 98 %
3

STATUS GENERALIS

a) Kepala dan Leher

Kepala:

- Inspeksi : Anemis (-/-), Ikterik (-/-), Sianosis (-), Dypsneu (-), Trismus

pada mulut

- Uji Spatula (+)

Leher

- Inspeksi : Benjolan (-), Jejas (-)

- Palpasi : kaku leher (+)

b) Thorax

Paru:

- Inpeksi : Gerak dada simteris

- Palpasi : Fremitus suara teraba simetris

- Perkusi : Sonor di kedua lapang paru

- Auskultasi : Suara napas :vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonki -/-

Jantung:

- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

- Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

- Perkusi : Batas jantung dalam batas normal

- Aukultasi : S1 S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)

c) Abdomen

- Inspeksi : Soefl, non-distended

- Auskultasi : Bising usus (+) normal

- Palpasi : perut papan (+)


4

- Perkusi : Timpani

d) Ekstremitas:

- Akral hangat, kering, merah, opitotonus (+)

- CRT: < 2 detik

- Luka kering berbentuk bulat di telapak kaki kanan

Philip Score

No Faktor-Faktor Skor Jumlah


Masa Inkubsi Skor
<48 jam 5
1. 2-5 hari 4
5-10 hari 3 2
10-14 hari 2
>14 hari 1
Lokasi Infeksi
Organ dalam dan umbilikus 5
2. Kepala, leher dan badan 4 2
Perifer proksimal 3
Perifer distal 2
Tidak diketahui 1
Status proteksi
Tidak ada 10
3. Mungkin ada/imunisasi maternal pada neonatus 8 10
Terlindungi > 10 tahun 4
Terlindungi < 10 tahun 2
Proteksi lengkap 0
Faktor-faktor Komplikasi
Cedera yang mengancam jiwa 10
4. Cedera berat atau tidak mengancam jiwa 8 2
Cedera yang tidak mengancam jiwa 4
Cedera minor 2
ASA grade I 0
Jumlah Skor 16
Nilai Rujukan

<9 : Ringan

9-15 : Sedang

>16 : Berat (Skor Pasien)


5

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Darah Lengkap

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN


Hematologi Lengkap
Leukosit 7.07 10^3/µL 4.79-11.34
Hitung Jenis
Neutrofil 69.0 % 42.5-71
Limfosit 20.7 % 20.4-44.6
Monosit 8.6 % 3.6-9.9
Eosinofil 1.3 % 0.7-5.4
Basofil 0.4 % 0-1
Eritrosit 5.03 10^6/µL 4.11-5.55
Hemoglobin 15.0 g/dL 10.85-14.9
Hematokrit 43.9 % 34-45.1
MCV 87.3 fL 71.8-92
MCH 29.8 pg 22.6-31
MCHC 34.2 % 30.8-35.2
Trombosit 319 10^3/µL 150-400
RDW-CV 12.5 % 11.3-14.6
MPV 9.50 fL 7.2-11.1
PCT 0.32 %
NLR 3.33 H NLR <3.13
Isolation ward with respiratory monitor-
ing and supportive care

NLR >= 3.13


Transfer to ICU with invasive respira-
tory support equipment.
Absolut Limfosit 1.46 L 10^3/µL 1.0-1.5 : Low risk covid 19
Count 0.5-1.0 : Medium risk
covid 19
<0.5 : High risk covid
19

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RU-


6

JUKAN
IMUNOSEROLOGI
Rapid Antigen SARS-CoV-2 Negatif Negatif
Hepatitis Marker
HbsAg Non Reaktif Non Reaktif
KIMIA KLINIK
Diabetes
Glukosa Sewaktu 104 mg/dL 70-120
Fungsi Ginjal
BUN/ Blood Urea Nitrogen 13 mg/dL 8-18
Kreatinin 1.11 mg/dL 0.57-1.11
Fungsi Hati
AST (SGOT) 21.8 U/L 5.0-34.0
ALT (SGPT) 17.0 U/L 0.0-55.0
Elektrolit
Natrium (Na) 145 mmol/L 135-147
Kalium (K) 4.2 mmol/L 3.5-5
Klorida (Cl) 108 H mmol/L 98-106

2. Pemeriksaan Radiologi

Foto Thorax AP

Kesimpulan : Tidak tampak kelainan pada foto thorax


7

E. Resume

Pasien mengeluh sulit membuka mulut sejak tadi siang, hanya bisa

membuka dengan 2 jari. Pasien juga mengeluh sulit menelan serta perut dan

kedua kaki terasa kaku. Pada saat dirumah pasien sempat kejang 1x pada sore

hari. Dua minggu yang lalu telapak kaki kanan pasien tertusuk paku berkarat

saat bekerja di sawah dan diobati dirumah dengan betadin. Keluhan dirasakan

mendadak dan makin memberat. Pasien merasa nyeri kepala dan silau di

ruangan terang. Pasien tidak ada riwayat vaksin tetanus dalam 10 tahun terakhir.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan trismus pada mulut pasien dan uji spatula

(+), kaku pada leher, pada pemeriksaan abdomen didapatkan perut papan, dan

pemeriksaan ekstremitas didapatkan opitotonus serta luka kering berbentuk

bulat di telapak kaki kanan pasien. Setelah dilakukan perhitungan philip score

didapatkan hasil 16 (berat). Pada pemeriksaan penunjang dalam batas normal.

F. Diagnosis

Tetanus Generalisata

G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan IGD (21-01-2023)

1. Inf. 14 tpm

2. Inj. Tetagam 12 vial i.m

3. Inj. PPC 1,2 jt s.c

4. Diazepam syring pump 1cc/jam

5. Inj. Pantoprazol 40mg 1x1

6. Inj. Metronidazol 500mg 3x1


8

7. Inj. Ceftrizoxime 1g 1x1

8. Pasang DC & NGT

9. WT (Wound Toilet)

Advice dr. Dwanda Yuniro, Sp. B

1. IVFD NS : D5 1/2 NS = 1÷2

2. Inj. Antrain 500mg 3x1

3. Inj. Deksketoprofen 25mg 3x1 bila masih nyeri

4. Inj. Ceftizoxime 1g 3x1

5. Inj. Metronidazole 500mg 3x1

6. Inj. Pantoprazole 40mg 1x1

7. Inj Tetagam 12 vial i.m di IGD

8. Inj PPC 3x1,2 jt sc

9. Syringe valisanbe 1 cc/ jam

10. Pasang DC, NGT dan diet susu per NGT bila kejang sudah berkurang

11. Observasi prod urine/24 jam

12. MRS ruang isolasi tetanus bougenvile.


9

H. Follow Up

Follow up Follow Up Follow Up


22 Januari 2023 23 Januari 2023 24 Januari 2023
Subject Subject Subeject
Sulit membuka mulut Sulit membuka mulut (+) Sulit membuka mulut
(+) hanya bisa membuka hanya bisa membuka 2 (+) hanya bisa
2 jari, sulit menelan (+), jari, sulit menelan (+), membuka 2 jari, sulit
kedua kaki terasa kaku kedua kaki terasa kaku menelan (+) , kedua
(+), pusing (+), kejang (+), pusing (+), kejang (-) kaki terasa kaku (+),
(-) pusing (+), kejang (-)
Object Object Object
• KU : Sakit Sedang • KU : Sakit Sedang • KU : Sakit Sedang
• TD : 120/80 • TD : 115/70mmHg • TD : 110/70mmHg
mmHg • Suhu : 36 ℃ • Suhu : 36 ℃
• Suhu : 36 ℃ • Nadi : 91x/menit • Nadi : 90x/menit
• Nadi : 88x/menit • RR: 18 x/menit, • RR: 18 x/menit,
• RR: 18x/menit, • SPO2 : 97% • SPO2 : 97%
• SPO2 : 97%
Assessment Assessment Assessment
Tetanus Generalisata Tetanus Generalisata Tetanus Generalisata
Plan Plan Plan
• IVFD NS : D5 1/2 • IVFD NS : D5 1/2 • IVFD NS : D5 1/2
NS = 1÷2 NS = 1÷2 NS = 1÷2
• Inj. Antrain 500mg • Inj. Antrain 500mg • Inj. Antrain 500mg
3x1 3x1 3x1
• Inj. Deksketoprofen • Inj. Deksketoprofen • Inj.
25mg 3x1 bila 25mg 3x1 bila masih Deksketoprofen
masih nyeri nyeri 25mg 3x1 bila
• Inj. Ceftizoxime 1g • Inj. Ceftizoxime 1g masih nyeri
3x1 3x1 • Inj. Ceftizoxime
• Inj. Metronidazole • Inj. Metronidazole 1g 3x1
500mg 3x1 500mg 3x1 • Inj. Metronidazole
• Inj. Pantoprazole • Inj. Pantoprazole 500mg 3x1
40mg 1x1 40mg 1x1 • Inj. Pantoprazole
• Inj PPC 3x1,2 jt sc • Inj PPC 3x1,2 jt sc 40mg 1x1
• Syringe valisanbe 1 • Syringe valisanbe 1 • Inj PPC 3x1,2 jt sc
cc/ jam cc/ jam • Syringe valisanbe
1 cc/ jam
10

Follow up Follow Up Follow Up


25 Januari 2023 26 Januari 2023 27 Januari 2023
Subject Subject Subject
Sulit membuka mulut Sulit membuka mulut (+) Sulit membuka mulut
(+) hanya bisa membuka hanya bisa membuka 3 (+) hanya bisa
3 jari, sulit menelan (+), jari, sulit menelan (+), membuka 3 jari, sulit
kedua kaki terasa kaku kedua kaki terasa kaku menelan (+) sudah
(+), pusing (+), kejang (+), pusing (-), kejang (-) jari, kedua kaki terasa
(-) kaku (+), pusing (-),
kejang (-)
Object Object Object
• KU : Sakit Sedang • KU : Sakit Sedang • KU : Sakit Sedang
• TD : 110/66 • TD : 100/65mmHg • TD : 104/68mmHg
mmHg • Suhu : 36 ℃ • Suhu : 36 ℃
• Suhu : 36 ℃ • Nadi : 89x/menit • Nadi : 90x/menit
• Nadi : 80x/menit • RR: 18 x/menit, • RR: 18 x/menit,
• RR: 18x/menit, • SPO2 : 97% • SPO2 : 97%
• SPO2 : 97%
Assessment Assessment Assessment
Tetanus Generalisata Tetanus Generalisata Tetanus Generalisata
Plan Plan Plan
• IVFD NS : D5 1/2 • IVFD NS : D5 1/2 • IVFD NS : D5 1/2
NS = 1÷2 NS = 1÷2 NS = 1÷2
• Inj. Antrain 500mg • Inj. Antrain 500mg • Inj. Antrain 500mg
3x1 3x1 3x1
• Inj. Deksketoprofen • Inj. Deksketoprofen • Inj.
25mg 3x1 bila 25mg 3x1 bila masih Deksketoprofen
masih nyeri nyeri 25mg 3x1 bila
• Inj. Ceftizoxime 1g • Inj. Ceftizoxime 1g masih nyeri
3x1 3x1 • Inj. Ceftizoxime
• Inj. Metronidazole • Inj. Metronidazole 1g 3x1
500mg 3x1 500mg 3x1 • Inj. Metronidazole
• Inj. Pantoprazole • Inj. Pantoprazole 500mg 3x1
40mg 1x1 40mg 1x1 • Inj. Pantoprazole
• Inj PPC 3x1,2 jt sc • Inj PPC 3x1,2 jt sc 40mg 1x1
• Syringe valisanbe 1 • Syringe valisanbe 1 • Inj PPC 3x1,2 jt sc
cc/ jam cc/ jam • Syringe valisanbe
1 cc/ jam

Follow up Follow Up Follow Up


28 Januari 2023 29 Januari 2023 30 Januari 2023
Subject Subject Subject
Sudah bisa membuka Sudah bisa membuka Sudah bisa membuka
mulut 4 jari, sulit mulut 4 jari, sulit mulut 4 jari, kedua
11

menelan (+), kedua kaki menelan (+), kedua kaki kaki sudah bisa
sudah bisa digerakkan, sudah bisa digerakkan, digerakkan, pusing (-),
pusing (-), kejang (-), pusing (-), kejang (-), kejang (-), pasien
pasien mengalami pasien mengalami mengalami sariawan
sariawan sariawan
Object Object Object
• KU : Sakit Sedang • KU : Sakit Sedang • KU : Sakit Sedang
• TD : 106/67 • TD : 94/59mmHg • TD : 104/68mmHg
mmHg • Suhu : 36 ℃ • Suhu : 36 ℃
• Suhu : 36 ℃ • Nadi : 100x/menit • Nadi : 90x/menit
• Nadi : 88x/menit • RR: 18 x/menit, • RR: 18 x/menit,
• RR: 18x/menit, • SPO2 : 97% • SPO2 : 97%
• SPO2 : 97%
Assessment Assessment Assessment
Tetanus Generalisata Tetanus Generalisata Tetanus Generalisata
Plan Plan Plan
• IVFD NS : D5 1/2 • IVFD NS : D5 1/2 • Inf. NaCl 0,9%
NS = 1÷2 NS = 1÷2 500cc 14tpm
• Inj. Antrain 500mg • Inj. Antrain 500mg • Inj. Antrain 500mg
3x1 3x1 3x1
• Inj. Deksketoprofen • Inj. Deksketoprofen • Inj.
25mg 3x1 bila 25mg 3x1 bila masih Deksketoprofen
masih nyeri nyeri 25mg 3x1 bila
• Inj. Ceftizoxime 1g • Inj. Ceftizoxime 1g masih nyeri
3x1 3x1 • Inj. Ceftizoxime
• Inj. Metronidazole • Inj. Metronidazole 1g 3x1
500mg 3x1 500mg 3x1 • Inj. Metronidazole
• Inj. Pantoprazole • Inj. Pantoprazole 500mg 3x1
40mg 1x1 40mg 1x1 • Inj. Pantoprazole
• Inj PPC 3x1,2 jt sc • Inj PPC 3x1,2 jt sc 40mg 1x1
• Syringe valisanbe 1 • Syringe valisanbe 1 • Inj PPC 3x1,2 jt sc
cc/ jam cc/ jam • Syringe valisanbe
• Nystatin drip 2xgtt1 • Nystatin drip 2xgtt1 1 cc/ jam
• Nystatin drip
2xgtt1

Follow up Follow Up Follow Up


31 Januari 2023 1 Februari 2023 2 Februari 2023
Subject Subject Subject
Sudah bisa membuka Sudah bisa membuka Sudah bisa membuka
mulut, kedua kaki sudah mulut, kedua kaki sudah mulut, kedua kaki
bisa digerakkan, pusing bisa digerakkan, pusing sudah bisa digerakkan,
(-), kejang (-), pasien (-), kejang (-) pusing (-), kejang (-)
mengalami sariawan
Object Object Object
12

• KU : Sakit Sedang • KU : Sakit Sedang • KU : Sakit Sedang


• TD : 106/64 • TD : 113/68mmHg • TD : 171/74mmHg
mmHg • Suhu : 36 ℃ • Suhu : 36 ℃
• Suhu : 36 ℃ • Nadi : 80x/menit • Nadi : 75x/menit
• Nadi : 90x/menit • RR: 18 x/menit, • RR: 18 x/menit,
• RR: 18x/menit, • SPO2 : 97% • SPO2 : 97%
• SPO2 : 97%
Assessment Assessment Assessment
Tetanus Generalisata Tetanus Generalisata Tetanus Generalisata
Plan Plan Plan
• Inf. NaCl 0,9% • Inf. NaCl 0,9% • Up infus set
500cc 14tpm 500cc 14tpm • Pro KRS
• Inj. Antrain 500mg • Ciprofloxacin tab • Ciprofloxacin tab
3x1 500mg 2x1 500mg 2x1
• Inj. Deksketoprofen • Cobazim kap 300mg • Cobazim kap
25mg 3x1 bila 2x1 300mg 2x1
masih nyeri • Meloxicam tab 15mg • Meloxicam tab
• Inj. Ceftizoxime 1g 2x1 15mg 2x1
3x1 • Valisanbe tab 3x1
• Inj. Metronidazole
500mg 3x1
• Inj. Pantoprazole
40mg 1x1
• Nystatin drip 2xgtt1
13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Tetanus adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh toksin bakteri

anaerob obligat gram positif Clostridium tetani (C.tetani). Masa inkubasi

bervariasi antara 3 hingga 21 hari, dengan rata-rata onset gejala pada hari ke-7.

Namun tetanus dapat berkembang hingga 178 hari setelah infeksi. Secara

umum, tetanus ditandai dengan rigiditas, spasme otot, dan gangguan otonom.

Spasme hampir selalu terjadi pada otot leher dan rahang yang menyebabkan

penutupan rahang (trismus, lock jaw) serta melibatkan tidak hanya otot

ekstremitas, tetapi juga otot batang tubuh. Tetanus tidak menular dari manusia

ke manusia dan dapat dicegah melalui imunisasi (Aji et al., 2021).

B. Etiologi

Penyebab Tetanus adalah bakteri Clostridium tetani (C.tetani). Bakteri

ini membentuk spora, dan bersifat obligat anaerob. Spora mampu melindungi

dirinya selama berada di lingkungan terutama tanah yang lembab dan hangat

yang berasal dari kotoran manusia dan hewan. Tanah yang ditaburi pupuk

kandang sangat mungkin mengandung banyak spora bakteri ini. C.tetani masuk

ke jaringan host manusia melalui luka trauma, jaringan nekrosis, dan jaringan

yang kurang vaskularisasi, namun 15-25% kasus tetanus tidak didapatkan

riwayat adanya luka. Dalam kondisi anaerobik seperti jaringan yang mengalami

devitalisasi, nekrosis, atau tertutup kotoran, spora dapat menjadi basil tetanus
14

yang menghasilkan eksotoksin aktif yaitu tetanolisin dan tetanospasmin. Toksin

aktif yang utama dari basil ini adalah tetanospasmin yang menghambat

neurotransmitter inhibitor seperti GABA, glisin, dopamine, dan noradrenalin

dalam sistem saraf pusat. Berkurangnya jumlah neurotransmitter inhibitor

tersebut akan mencegah inhibisi impuls saraf eksitasi sehingga muncul gejala

tetanus (Jaya & Aditya, 2018).

C. Faktor Risiko

1. Kekebalan terhadap tetanus tidak ada yang diperoleh secara alami.

Kekebalan tersebut hanya dapat diperoleh dengan imunisasi aktif ataupun

pasif. Pemulihan dari penyakit tetanus tidak memberikan kekebalan untuk

infeksi berikutnya. Hal ini disebabkan oleh karena tetanospasmin dalam

jumlah yang kecil sudah dapat menimbulkan penyakit tetapi tidak cukup

untuk merangsang antibodi. Dengan demikian, seseorang yang tidak pernah

mendapatkan imunisasi tersebut berisiko menderita tetanus apabila

terinfeksi C. tetani.

2. Imunisasi tetanus toksoid terakhir yang sudah lebih dari 10 tahun.

3. Bayi dapat terlindungi oleh antibodi tetanus dari ibu melalui plasenta.

Sehingga bayi yang dilahirkan dari ibu yang memiliki riwayat imunisasi

tetanus tidak adekuat memiliki risiko lebih tinggi menderita penyakit ini.

4. Penderita HIV/AIDS ataupun seseorang dengan kondisi

immunocompromised meskipun telah memperoleh imunisasi, dapat

mengalami respon imun yang lebih rendah.


15

5. Usia >65 tahun memiliki risiko kematian akibat tetanus 5% lebih tinggi dari

golongan umur lainnya (Aji et al., 2021).

D. Patofisiologi

C. tetani biasanya masuk ke dalam tubuh melalui luka. Spora

berkembang pada keadaan anaerobik (oksigen rendah). Toksin yang dihasilkan

dapat menyebar melalui pembuluh darah dan saluran limfatik. Selain itu, toksin

dapat diabsorpsi di tautan saraf otot yang kemudian bermigrasi melalui jaringan

perineural ke susunan saraf pusat (SSP). Toksin tetanus merupakan

metaloproteinase tergantung seng yang menarget protein (sinaptobrevin/

vesicle-associated membrane protein – VAMP) untuk melepaskan

neurotransmitter dari ujung saraf melalui fusi vesikel sinaps dengan membran

plasma saraf. Gejala awal infeksi lokal tetanus ialah paralisis flaksid akibat

gangguan pelepasan asetilkolin di tautan saraf otot. Toksin tetanus dapat

menyebar secara retrograde di akson lower motor neuron (LMN) dan akhirnya

mencapai medula spinalis atau batang otak. Di tempat ini, toksin

ditransportasikan menyeberangi sinaps dan diambil oleh ujung saraf inhibitor

GABA (Gamma-Aminobutyric Acid) dan/atau saraf glisinergik yang mengontrol

aktivitas LMN. Sesampainya toksin pada terminal saraf inhibitor, toksin tetanus

akan memecah VAMP, sehingga menghambat pelepasan GABA dan glisin. Hal

ini mengakibatkan denervasi fungsional dan parsial LMN menyebabkan

hiperaktivitas dan peningkatan aktivitas otot dalam bentuk rigiditas dan spasme

(Aji et al., 2021).


16

E. Penegakan Diagnosis

Tetanus didiagnosis berdasarkan gejala klinis. Hingga saat ini belum ada

pemeriksaan penunjang yang spesifik untuk tetanus. Bakteri C. tetani tidak

tumbuh pada saat dikultur dari sampel yang berasal dari luka terkontaminasi.

Tes spatula dengan menyentuhkan ujung spatula pada dinding faring akan

direspon dengan gigitan kuat pada spatula tersebut, tes ini spesifik dan sensitif

untuk diagnosis tetanus. Manifestasi klinis tetanus terdiri atas 4 macam yaitu

(Maryanti, 2022):

1. Tetanus lokal

Gejalanya meliputi kekakuan dan spasme yang menetap disertai rasa sakit

pada otot sekitar proksimal luka. Tetanus lokal dapat berkembang menjadi

tetanus umum.

2. Tetanus sefalik

Bentuk tetanus lokal yang mengenai wajah dengan masa inkubasi 1-2 hari,

disebabkan oleh luka daerah kepala atau otitis media kronis. Gejala berupa

trismus, disfagia, risus sardonicus dan disfungsi nervus kranial.

3. Tetanus umum/generalisata

Gejala klinis berupa trismus, iritabel, kekakuan leher, susah menelan,

kekakuan dada dan perut (opistotonus), rasa sakit dan cemas serta kejang

umum apabila dirangsang oleh sinar, suara dan sentuhan.

4. Tetanus neonatorum

Tetanus yang terjadi pada bayi baru lahir, akibat infeksi tali pusat.
17

F. Anamnesis

1. Anamnesis gejala awal seperti kekakuan pada otot wajah dan leher,

kesulitan menelan, rahang sulit dibuka (trismus), kaku otot wajah (risus

sardonicus).

2. Anamnesis gejala lanjut tetanus seperti kaku pada punggung, perut dan

ekstremitas, sesak napas dan sulit bergerak

3. Riwayat adanya luka yang terkontaminasi, seperti luka trauma akibat benda

tajam yang kotor, luka akibat infeksi bakteri, jaringan nekrosis, infeksi gigi,

otitis media, suntikan intravena dan intramuskular, akupuntur, luka bakar,

ulkus, gangren dan gigitan hewan.

4. Riwayat imunisasi dasar pasien berupa vaksin DPT, dan imunisasi

tambahan berupa vaksin Tetanus Toxoid (Tertia et al., 2019).

G. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan keadaan umum : Pasien tampak sakit disertai gelisah jika

ada rangsangan sinar, suara dan sentuhan, seluruh badan tampak kaku (Saragih

& Siregar, 2017).

Pemeriksaan tanda vital :

1. Tekanan darah : Mengetahui adanya gangguan saraf otonom pada pasien

seperti hipertensi dan hipotensi.

2. Nadi : Mengetahui adanya gangguan saraf otonom seperti takikardi yang

diselingi bradikardi

3. Respirasi : Adanya sesak napas menyebabkan tachypnea


18

4. Suhu

5. Tes menggunakan spatula (spatula test) dengan cara menyentukan

instrumen berbahan lunak pada dinding faring posterior didapatkan spasme

pada otot mandibula. Pemeriksaan ini memiliki spesifisitas 100% dan

sensitivitas 94%.

Pemeriksaan fisik khusus tetanus dapat ditemukan:

1. Rigiditas abdomen, seringkali disebut sebagai perut papan

2. Kontraksi otot wajah menyebabkan ekspresi wajah khas yang disebut

dengan risus sardonicus/risus smile

3. Kontraksi otot rahang dan leher menyebabkan retraksi kepala.

4. Kontraksi berat otot masseter (trismus/ lock jaw)

5. Spasme otot menelan menyebabkan disfagia

6. Spasme berat pada otot batang tubuh (opistotonus), dapat menyebabkan

kesulitan bernapas akibat berkurangnya komplians otot dinding dada

7. Obstruksi laring akibat spasme laring dan faring

H. Pemeriksaan Penunjang

1. Diagnosis tetanus ditentukan berdasarkan gejala klinis pasien dan tidak ada

pemeriksaan penunjang yang spesifik.

2. Pemeriksaan laboratorium : Pemeriksaan darah lengkap, GDS, SGOT,SGPT,

Albumin, elektrolit, ureum dan kreatinin serta faal hemostasis untuk

menentukan tatalaksana suportif.


19

3. Pemeriksaan EKG dilakukan untuk mengetahui adanya efek gangguan saraf

otonom yang menyebabkan aritmia hingga asistole, ataupun miokarditis

dengan gambaran seperti infark miokard dengan ST elevasi (Prajogi &

Hartawan, 2019).

I. Penatalaksanaan

1. Umum

Pasien sebaiknya ditempatkan di ruang perawatan yang sunyi dan

dihindarkan dari stimulasi taktil ataupun auditorik (Nurlaily & Kurniati,

2018).

2. Imunoterapi

Antitoksin tetanus intramuskuler (IM) dengan dosis human tetanus

immunoglobulin (TIG) 3.000-10.000 U dibagi tiga dosis yang sama,

diinjeksikan di tiga tempat berbeda. Rekomendasi British National

Formulary ialah 5.000-10.000 unit. Bila human TIG tidak tersedia, dapat

digunakan ATS dengan dosis 100.000-200.000 unit, diberikan 50.000 unit

intravena dan 50.000 unit IM. Antitoksin diberikan untuk menginaktivasi

toksin tetanus bebas, sedangkan toksin yang sudah berada di saraf terminal

tidak dapat ditangani dengan antitoksin. Oleh karena itu, gejala otot dapat

tetap berkembang karena toksin tetanus berjalan melalui akson dan trans-

sinaps serta memecah VAMP. Selain itu, dapat ditambahkan vaksin tetanus

toksoid (TT) 0,5 ml. IM. Pasien yang tidak memiliki riwayat vaksinasi

sebaiknya mendapat dosis kedua 1-2 bulan setelah dosis pertama dan dosis

ketiga 6-12 bulan setelahnya (Saragih & Siregar, 2017).


20

3. Antibiotik

Beberapa antibiotik pilihan di antaranya metronidazol 500 mg setiap 6 jam

intravena atau per oral, penisilin G 100.000-200.000 IU/kgBB/hari intravena

dibagi 2-4 dosis. Pasien alergi golongan penisilin, dapat diberi tetrasiklin,

makrolid, klindamisin, sefalosporin, atau kloramfenikol (WHO, 2017).

4. Kontrol Spasme Otot

Golongan benzodiazepin menjadi pilihan utama. Diazepam intravena

dengan dosis mulai dari 5 mg atau lorazepam dengan dosis mulai dari 2 mg

dapat dititrasi hingga tercapai kontrol spasme tanpa sedasi dan hipoventilasi

berlebihan. Magnesium sulfat dapat digunakan tunggal atau kombinasi

dengan benzodiazepin untuk mengontrol spasme dan disfungsi otonom

dengan dosis loading 5 mg intravena diikuti 2-3 gram/jam hingga tercapai

kontrol spasme (Prajogi & Hartawan, 2019).

5. Kontrol Disfungsi Otonom

Dapat menggunakan magnesium sulfat atau morfin.

6. Kontrol Saluran Napas

Obat yang digunakan untuk mengontrol spasme dan memberikan efek

sedasi dapat menyebabkan depresi saluran napas. Ventilasi mekanik

diberikan sesegera mungkin. Trakeostomi lebih dipilih dibandingkan

intubasi endotrakeal yang dapat memprovokasi spasme dan memperburuk

napas (Prajogi & Hartawan, 2019).

7. Cairan dan Nutrisi yang Adekuat

Diperlukan cairan serta nutrisi yang adekuat mengingat tetanus

meningkatkan status metabolik dan katabolik (Putri, 2020).


21

J. Prognosis

Sistem skoring yang telah diakui dapat digunakan untuk menilai

prognosis tetanus yaitu Phillips score. Pada Phillips score, nilai <9 termasuk

severitas ringan, 9-15 severitas sedang, dan >16 severitas berat. Berikut adalah

tabel philips score (Surya, 2016).

Tabel 2.1 Philips Score

No Faktor-Faktor Skor Jumlah


Masa Inkubsi Skor
<48 jam 5
1. 2-5 hari 4
5-10 hari 3
10-14 hari 2
>14 hari 1
Lokasi Infeksi
Organ dalam dan umbilikus 5
2. Kepala, leher dan badan 4
Perifer proksimal 3
Perifer distal 2
Tidak diketahui 1
Status proteksi
Tidak ada 10
3. Mungkin ada/imunisasi maternal pada neonatus 8
Terlindungi > 10 tahun 4
Terlindungi < 10 tahun 2
Proteksi lengkap 0
Faktor-faktor Komplikasi
Cedera yang mengancam jiwa 10
4. Cedera berat atau tidak mengancam jiwa 8
Cedera yang tidak mengancam jiwa 4
Cedera minor 2
ASA grade I 0
Jumlah Skor
Sumber: (Surya, 2016)
22

K. Komplikasi

Komplikasi yang berbahaya dari tetanus adalah hambatan pada jalan

napas sehingga pada tetanus yang berat, terkadang memerlukan bantuan

ventilator. Sekitar kurang lebih 78% kematian tetanus disebabkan karena

komplikasinya. Kejang yang berlangsung terus menerus dapat mengakibatkan

fraktur dari tulang spinal, serta rabdomiolisis yang sering diikuti oleh gagal

ginjal akut (Tertia et al., 2019).

Infeksi nosokomial umum sering terjadi karena rawat inap yang

berkepanjangan. Infeksi sekunder termasuk sepsis dari kateter, pneumonia yang

didapat di rumah sakit, dan ulkus dekubitus. Emboli paru sangat bermasalah

pada pengguna narkoba dan pasien usia lanjut. Aspirasi pneumonia merupakan

komplikasi akhir yang umum dari tetanus, ditemukan pada 50% -70% dari

kasus yang diotopsi (Tertia et al., 2019).

Salah satu komplikasi yang sulit ditangani adalah gangguan otonom

karena pelepasan katekolamin yang tidak terkontrol. Gangguan otonom ini

meliputi hipertensi dan takikardi yang kadang berubah menjadi hipotensi dan

bradikardi. Walaupun demikian, pemberian magnesium sulfat saat gejala

tersebut sangat bisa diandalkan. Magnesium sulfat dapat mengontrol gejala

spasme otot dan disfungsi otonom (Prajogi & Hartawan, 2019).


DAFTAR PUSTAKA

Aji, D. K., Muhamad, F., & Hidayat, N. (2021). Tetanus Generalisata, Diagnosis
Dan Penatalaksanaan: Laporan Kasus. Proceeding Book National
Symposium and Workshop Continuing Medical Education XIV.
Jaya, H. L., & Aditya, R. (2018). Pengelolaan Pasien Tetanus di Intensive Care
Unit. Majalah Anestesia dan Critical Care, 36(3), 114-121.
Maryanti, Y. (2022). Laporan Kasus Diagnosis dan Tata Laksana Tetanus
Generalisata. Jurnal Ilmu Kedokteran (Journal of Medical Science), 16(2),
134-138.
Nurlaily, A., & Kurniati, E. (2018). Factors Related To The Coverage Of Tetanus
Toxoid Immunization For Pregnant Women. Jurnal Life Birth, 2(1), 30-44.
Putri, S. R. (2020). Prevention of Tetanus. Jurnal Penelitian Perawat
Profesional, 2(4), 443-450.
Prajogi, P. A., & Hartawan, I. U. (2019). Magnesium sulfat pada tatalaksana
Tetanus Generalisata di ruang terapi intensif. Medicina, 50(1).
Saragih, R. H., & Siregar, J. H. (2017). Imunisasi Pada Orang Dewasa.
Surya, R. (2016). Skoring prognosis Tetanus Generalisata pada pasien
dewasa. Cermin Dunia Kedokteran, 43(3), 199-203.
Tertia, C., Sumada, I. K., & Wiratmi, N. K. C. (2019). Laporan Kasus: Tetanus
Tipe General Pada Usia Tua Tanpa Vaksinasi. Callosum Neurology, 2(3),
110-118.
WHO. (2017). Tetanus vaccines: WHO position paper. World Heal Organ
[Internet]. 2017;92(6):53–76.

23

Anda mungkin juga menyukai