Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN KASUS

KONJUNGTIVITIS AKUT ODS

Disusun Oleh:

Afrizal Fazza

4112021148

Pembimbing:

Mayor CKM dr. Leidina Rachmadian, Sp. M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

RS TK. II MOH RIDWAN MEURAKSA

PERIODE 23 OKTOBER– 25 NOVEMBER 2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia- Nya
penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Conjungtivitis ”. Laporan kasus ini
disusun untuk memenuhi syarat mengikuti ujian kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit
Mata.
Penyusunan laporan kasus ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak.
Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada kepada Mayor Ckm (K) dr Leidina
Rachmadian, Sp. M atas bimbingannya selama penulis menyelesaikan laporan kasus ini. Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada teman sejawat atas dukungan yang telah diberikan.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan materi penulisan
dan menambah wawasan penulis.
Semoga ini dapat berguna bagi kita semua, khususnya pembaca dan rekan rekan sejawat.

Jakarta, 21 November 2023

Penulis

2
LEMBAR PENGESAHAN
“Conjuntivitis”

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata

RS Tk. II Moh. Ridwan Meuraksa

Periode 23 Oktober – 25 November 2023

Disusun oleh:

Afrizal Fazza

4112021148

Telah diterima dan disetujui oleh:

Mayor Ckm (K) dr Leidina Rachmadian, Sp. M

Selaku dokter pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata.

RS Tk. II Moh. Ridwan Meuraksa

Jakarta, 22 November 2023

Pembimbing
Mayor Ckm (K) dr Leidina Rachmadian, Sp.M

3
4
DAFTAR ISI 4
BAB I 4
LAPORAN KASUS 4
1.1 IDENTITAS 4
1.2 ANAMNESIS 5
1.3 PEMERIKSAAN FISIK 6
1.4 RESUME 10
1.5 DIAGNOSIS 10
1.6 SARAN PEMERIKSAAN PENUNJANG 11
1.7 TATALAKSANA 11
1.8 EDUKASI 11
1.9 PROGNOSIS 12

BAB II 13
TINJAUAN PUSTAKA 13
2.1 Anatomi 13
2.2 Definisi 14
2.3 Epidemiologi 14
2.4 Etiologi 15
2.5 Patofisiologi 16
2.6 Manifestasi Klinis 16
2.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding 18
2.8 Tatalaksana 21
2.9 Komplikasi 24
2.10 Prognosis 24
2.11 Pencegahan 24
DAFTAR PUSTAKA 26

5
BAB I
LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS
Nama : Tn. H
Tempat tanggal lahir/Usia : Jakarta, 21 Agustus 1966
No. RM : 123xxxx
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Purnawir
Alamat : Matraman, Jakarta Timur
Agama : Islam
Tanggal Pemeriksaan : Senin, 20 November 2023

1.2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 20 November 2023
di Poliklinik Mata Rumah Sakit Tk.II Moh Ridwan Meuraksa.
A. Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan mata kanan dan kiri gatal sejak 10 hari SMRS.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poliklinik Mata Rumah Sakit Ridwan Meuraksa TK II ditemani
oleh istri pasien. Pasien mengeluhkan mata gatal kanan kiri sejak 7 hari SMRS. Keluhan
lain yang dirasakan adalah mata merah, berair, nyeri, bengkak dan terdapat kotoran mata
ketika bangun tidur di pagi hari. Keluhan mata gatal tidak disertai demam, mata buram
dan mengganggu penglihatan pasien. Pasien mengaku baru pertama mengalami keluhan
seperti ini dan tidak ada yang mengalami keluhan serupa di keluarga dan lingkungannya.
Pasien mengatakan tidak mengetahui secara pasti awal terjadinya karena apa keluhan ini
bisa muncul Pasien mengatakan telah menggunakan tetes mata yang dibelinya di
supermarket namun tidak ada perubahan yang signifikan sehingga pasien memutuskan
datang ke Rumah sakit.
C. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Operasi : Disangkal

Riwayat Diabetes Mellitus : Disangkal

Riwayat Hipertensi : Disangkal

Riwayat Penyakit Paru : Disangkal 6

Riwayat Pemakaian kaca mata : Disangkal

Riwayat Penggunaan lensa kontak : Disangkal

Riwayat Keganasan : Disangkal

Riwayat Alergi : Disangkal

Riwayat Alergi obat : Disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat Diabetes Mellitus : Disangkal

Riwayat Hipertensi : Disangkal

Riwayat Penyakit Paru : Disangkal

Riwayat Operasi atau trauma mata : Disangkal
E. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merupakan seorang purnawirawan TNI AD yang sekarang sedang memiliki
aktifitas kesehariannya membangun usaha dengan istrinya berupa toko atau warung
kelontong dan biasanya mengantar dan menjemput cucunya untuk bersekolah serta
mengasuh di rumah, pasien sering tidak menggunakan penutup kaca pada helm dan juga
mengucek mata tanpa mencuci tangan terlebih dahulu apabila terdapat debu yang masuk
matanya.

1.3 PEMERIKSAAN FISIK



Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang

Kesadaran : Composmentis

Vital Sign
- Tekanan Darah : 125/80 mmHg
- Nadi : 80x/menit
- Pernafasan : 20x/menit
- Suhu Tubuh : 36,6°C
a. Status Generalis
1. Kepala : Normocephal, Pembesaran KGB preaurikular (-/-)
2. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), sikatriks (-/-), udem
palpebra (-), konjungtiva hiperemis (+/+)
3. Leher : Tidak ada pembesaran KGB, trakea di tengah

7
4. Thorax

Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba
Perkusi : Batas jantung kiri teraba di ICS V linea miclavicularis
Auskultasi : BJ I & II reguler, murmur (-), Gallop (-)

Paru
Inspeksi : Normochest, pergerakan dada simetri
Palpasi : Fremitus vocal dan taktil simetris, massa
(-) Perkusi : Sonor kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
5. Abdomen
Inspeksi : Datar, simetris
Palpasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen, undulasi (-)
Auskultasi : Nyeri tekan (-), hepatosplenomegali (-), massa (-)
6. Ekstremitas : Edema tungkai (-), pitting edema (-), akral dingin, CRT <2 detik

b. Status Lokalis
1. Visus Dasar

Komponen OD OS
Visus Dasar 6/6 6/6
Visus Koreksi - -
Addisi - -
Kacamata Lama - -

8
Gambaran Pemeriksaan

Gambar 1. Mata Pasien.

Gambar 2. (a) Mata Kanan, (b) Mata Kiri

9
(a)
(b)
Gambar 3. Pemeriksaan menggunakaan Slit lamp, (a) Mata Kanan (b) Mata Kiri

2. Segmen Anterior

Komponen OD OS
Posisi Ortoforia Ortoforia
Pergerakan Baik ke Segala Arah Baik ke Segala Arah
Palpebra Superior Edema (+), Hiperemis (+), Edema (+), Hiperemis (+),
Nyeri tekan (-), Nyeri tekan (-),
Pseudoptosis (-), Pseudoptosis (-),
Ektropion (-), Entropion Ektropion (-),
(-), Sikatrik (-) Entropion (-), Sikatrik (-)
Palpebra Inferior Edema (+), Hiperemis (+), Edema (+), Hiperemis (+),
Nyeri tekan (-), Nyeri tekan (-),
Pseudoptosis (-), Ektropion (- Pseudoptosis (-),
), Entropion (-), Sikatrik (-) Ektropion (-),
Entropion (-), Sikatrik (-)
Konjungtiva Edema (-), Hiperemis (+), papil Edema (-), Hiperemis (+),
(-), folikel (+), papil (-), folikel (+),
sikatrik (-), sikatrik (-), injeksi
sekret watery (+) konjungtiva (+)
Injeksi konjungtiva (+) sekret watery (+)
Kornea Jernih, Edema (-), infiltrat (-), Jernih , Edema (-), infiltrat (-),
Ulkus (-), Sikatrik (-) Ulkus (-), Sikatrik (-) Normal,
COA Normal, Hifema (-), Hifema (-),
Hipopion (-) Hipopion (-)

Iris Warna cokelat, kripte normal, Warna cokelat, kripte normal,


10
sinekia (-) sinekia (-)
Pupil Bulat (+), Sentral, Reguler, Bulat (+), Sentral, Reguler,
Isokor, RCL (+), RCTL (+) Isokor, RCL (+), RCTL (+)
Lensa Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan
Fundus Reflek Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan
Viterous Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan

11
3. Segmen Posterior

OD OS
Papil N.II Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Vasa Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Retina Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Makula Tidak dilakukan Tidak dilakukan

4. Pemeriksaan Mata lain

OD OS
Tonometri Tidak dilakukan Tidak dilakukan
USG Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Lapang Pandang Tidak dilakukan Tidak dilakukan

1.4 RESUME
Pasien datang ke Poliklinik Mata Rumah Sakit Ridwan Meuraksa TK II ditemani oleh ibu
pasien. Pasien mengeluhkan mata merah kanan kiri sejak 10 hari SMRS setelah cuci muka
dengan air keran. Pasien mengatakan keluhan berawal dari mata kanan merah lalu 3 hari
kemudian mata kiri ikut memerah. Pasien mengatakan keluhan disertai bengkak pada kelopak
mata dan gatal hebat ketika pasien menggosok matanya. Keluhan tambahan lainnya sekret
bening berair , terasa mengganjal, Keluhan mata merah tidak mengganggu penglihatan pasien.
Pada pemeriksaan didapatkan edema dan hiperemis pada palpebra superior inferior dex-sin,
hiperemis dan terdapat folikel pada konjungtiva. Berdasarkan kepada anamnesis serta
pemeriksaan fisik, diagnosis kerja pasien konjungtivitis akut viral ODS. 12
.

1.5 DIAGNOSIS

Diagnosis Kerja
Konjungtivitis akut Bakterial ODS

Diagnosis Banding
- Konjungtivitis Viral
- Konjungtivitis Jamur
- Konjungtivitis Parasit
- Knjungtivitis Klamidia
1.6 SARAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
● Apus Sekret untuk pemeriksaan giemsa/staining
● Bakterial Culture
● Immunochromatography
● Serology
1.7 TATALAKSANA

Non-Medikamentosa
- Rujuk Sp.M

Medikamentosa
- Lubrikan dengan artificial tears

R/ Cendo Floxxa 0,6% fl. 5 mL No. I

S 4 d.d. gtt I o.d.s.


R/ Polynell fl. 5 mL No. I

S 4 d.d. gtt I o.d.s.

13
- Menjaga kebersihan tangan dan mata

- Dilarang menggosok mata, bertukar handuk

- Hindari paparan benda alergenik seperti lensa kontak, debu, pollen hingga resolusi
gejala

- Menjelaskan Air mata buatan empat kali sehari mungkin berguna untuk mengatasi
gejala. Sediaan bebas bahan pengawet dapat memberikan kenyamanan yang lebih baik

- Kompres dingin (atau hangat) untuk meredakan gejala.

1.8 PROGNOSIS

Quo ad Vitam : Ad Bonam

Quo ad Sanationam : Dubia ad Bonam

Quo ad Fungsionam : Ad Bonam

Quo ad Cosmetic : Ad Bonam

Quo ad Visam : Ad Bonam

14
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi
Konjungtiva merupakan membrane yang ditutupi sklera dan kelopak bagian belakang.
Bermacam-macam obat mata dapat diserap melalui kongjungtiva ini. Kongjungtiva mengandung
kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama
kornea.
Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu:
a. Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan dari tarsus.
b. Kongjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di bawahnya.
c. Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat
peralihan kongjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.
Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan jaringan
di
bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.1

Gambar 1. Anatomi Konjungtiva


2.2 Definisi

Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lendir yang menutupi
belakang kelopak dan bola mata, dalam bentuk akut maupun kronis.1

2.3 Epidemiologi
Prevalensi konjungtivitis bervariasi berdasarkan usia, jenis kelamin, dan waktu sepanjang
tahun. Ada distribusi bimodal dari kasus konjungtivitis akut yang didiagnosis di unit gawat
darurat. Tingkat diagnosis tertinggi terjadi pada anak-anak berusia kurang dari tujuh
tahu n ,
1 6
dengan insiden tertinggi terjadi antara usia 0 dan 4 tahun. Puncak penyebaran kedua terjadi pada
usia 22 tahun pada wanita dan 28 tahun pada pria. Secara keseluruhan tingkat konjungtivitis
yang didiagnosis di unit gawat darurat sedikit lebih tinggi pada wanita dibandingkan pada pria.
Musiman juga merupakan faktor dalam presentasi dan, dengan demikian, diagnosis
konjungtivitis. Bervariasi berdasarkan usia, terdapat puncak kejadian konjungtivitis pada anak
usia 0 hingga 4 tahun pada bulan Maret, diikuti oleh kelompok usia lainnya pada bulan
Mei. Sebuah studi departemen darurat nasional menemukan bahwa musim bersifat konsisten di
semua wilayah geografis, terlepas dari perubahan pola iklim atau cuaca. Konjungtivitis alergi
adalah penyebab konjungtivitis yang paling sering, menyerang 15 hingga 40% populasi, dan
paling sering terjadi pada musim semi dan musim panas. Tingkat konjungtivitis bakteri paling
tinggi terjadi pada bulan Desember hingga April. Konjungtivitis alergi musiman dan
konjungtivitis alergi perenial dianggap sebagai penyakit alergi mata yang paling umum,
menyerang 15-20% populasi.2

2.4 Etiologi
Etiologi konjungtivitis dapat dibedakan menjadi menular dan tidak menular. Penyebab tidak
menular antara lain:
a. Alergi: penyebab konjungtivitis paling sering, sekitar 15-40% populasi
menderita konjungtivitis alergi lebih sering pada musim semi dan musim panas
b. Racun: idoxuridine, brimonidine, apraclonidine, dipivefrin, dan lensa kontak
c. Penyebab sekunder akibat penyakit sistemik: penyakit yang diperantarai oleh sistem imun
misalnya sarkoidosis dan proses neoplastik
Sedangkan penyebab menular antara lain:
a. Virus: penyebab paling umum konjungtivitis menular pada populasi orang dewasa (80%)
dan lebih sering terjadi pada musim panas
b. Bakteri: penyebab paling umum kedua konjungtivitis menular pada orang dewasa.
(1) Bakteri pada konjungtivitis akut meliputi Neisseria gonorrhoeae, Neisseria
meningitis, Streptococus pneumoniae, Haemophilus influenzae; (2) Bakteri pada
konjungtiva kronis meliputi Staphylococcus aureus, Moraxella lakunata; (3) Bakteri
yang sangat jarang menyebabkan konjungtivitis meliputi Streptococcus, Moraxella
catarrhalis, Corynebacterium diphtheriae, Mycobacterium tuberculosis, Chlamydia
trachomatis.

17
c. Jamur
Konjungtivitis jamur sangat jarang terjadi. Sekitar 50% infeksi jamur yang terjadi tidak
memperlihatkan gejala. Jamur yang dapat memberikan infeksi pada konjungtivitis jamur
adalah Candida albicans dan Actinomyces.
d. Parasit
Konjungtivitis virus sebanyak 65% sampai 90% disebabkan oleh adenovirus. Pada 50%
kasus konjungtivitis virus didapati limfadenopati. Konjungtivitis virus sangat menular, virus
dapat menyebar melalui kontak langsung dengan jari tangan, peralatan medis, air kolam renang,
atau barang pribadi.3
Berdasarkan durasi penyakit konjungtivitis dibagi menjadi akut dan kronis.
Konjungtivitis akut berlangsung selama 1-4 minggu sedangkan konjungtivitis kronis berdurasi
lebih dari empat minggu.3
Selain itu, konjungtivitis mungkin berhubungan dengan kondisi sistemik, termasuk
penyakit yang berhubungan dengan kekebalan tubuh [misalnya Reiter, sindrom Stevens-Johnson
(SJS), dan keratoconjunctivitis sicca pada rheumatoid arthritis], kekurangan nutrisi (defisiensi
vitamin A), dan sindrom metabolik bawaan (Richner -Sindrom Hanhart dan porfiria).4

2.5 Patofisiologi
Konjungtivitis terjadi akibat peradangan pada konjungtiva. Penyebab peradangan ini bisa
karena patogen menular atau iritan non-infeksi. Akibat dari iritasi atau infeksi ini adalah suntikan
atau pelebaran pembuluh darah konjungtiva; Hal ini menyebabkan kemerahan klasik atau
hiperemia dan edema pada konjungtiva. Seluruh konjungtiva terkena, dan seringkali juga keluar
cairan. Kualitas keputihan bervariasi tergantung pada agen penyebabnya. Pada konjungtivitis
bakteri, jaringan permukaan mata dijajah oleh flora normal, seperti stafilokokus, streptokokus,
dan corynebacteria. Mekanisme pertahanan utama terhadap infeksi adalah epitel yang menutupi
konjungtiva. Gangguan apa pun pada penghalang ini dapat menyebabkan infeksi. Mekanisme
pertahanan sekunder meliputi reaksi imun yang dilakukan oleh imunoglobulin dan lisozim
lapisan air mata, pembuluh darah konjungtiva, dan tindakan pembilasan saat berkedip dan
lakrimasi.2

18
2.6 Manifestasi Klinis
Temuan klasik dari tiga jenis konjungtivitis yang paling umum dapat ditemukan di bawah:2
a. Bakteri: gejala kemerahan dan sensasi benda asing, mata kusut di pagi hari, keluarnya
cairan bernanah atau mukopurulen berwarna putih-kuning, papila konjungtiva, dan jarang
limfadenopati preauricular.
b. Virus: gejala gatal dan robek, riwayat infeksi saluran pernafasan atas baru-baru ini, sekret
encer, folikel konjungtiva palpebra inferior, limfadenopati preauricular nyeri tekan.
c. Alergi: gejala gatal atau perih, riwayat alergi/atopi, sekret encer, kelopak mata bengkak,
papila konjungtiva, tidak ada limfadenopati preauricular.
Berikut sajian tabel terkait perbedaan gejala pada setiap jenis konjungtivitis:3

19
Tabel diagnosis Banding Konjungtivitis berdasarkan gambaran klinis:1

2.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding


Anamnesis
Pertanyaan tentang riwayat pasien berikut ini mungkin dapat memperoleh informasi bermanfaat:
4

a. Gejala dan tanda (misalnya, kelopak mata menyatu dan melekat, gatal, robek, keluar
cairan, iritasi, nyeri, fotofobia, penglihatan kabur)
b. Durasi gejala dan waktu perjalanannya
c. Faktor yang memperburuk
d. Presentasi unilateral atau bilateral
e. Karakter keputihan
f. Paparan baru-baru ini terhadap individu yang terinfeksi
g. Trauma: mekanik, kimia, ultraviolet
h. Operasi baru-baru ini
i. Perilaku memancing lendir (yaitu manipulasi berulang dan menyeka konjungtiva yang
menyebabkan iritasi mekanis)
j. Pemakaian lensa kontak: jenis lensa, kebersihan, dan cara penggunaan
k. Gejala dan tanda yang berpotensi berhubungan dengan penyakit sistemik (misalnya
sekret genitourinari, disuria, disfagia, infeksi saluran pernapasan atas, lesi kulit dan
mukosa)
l. Alergi, asma, eksim
m. Penggunaan obat topikal dan sistemik

20
Riwayat mata mencakup rincian tentang episode konjungtivitis sebelumnya, penyakit
permukaan mata yang terjadi bersamaan, dan operasi mata sebelumnya.4
Riwayat kesehatan mempertimbangkan hal-hal berikut:
a. Status kekebalan tubuh terganggu (misalnya, human immunodeficiency virus [HIV],
kemoterapi, imunosupresan)
b. Penyakit sistemik saat ini atau sebelumnya (misalnya atopi, SJS / TEN, karsinoma,
leukemia, cacar air, GVHD) 4
Riwayat sosial harus mencakup kebiasaan merokok, paparan terhadap perokok pasif,
pekerjaan dan hobi, paparan terhadap polusi udara, perjalanan, kebiasaan olahraga, pola makan,
aktivitas seksual, dan penggunaan obat-obatan terlarang.4
Guideline untuk membantu dalam membedakan konjungtivitis berdasarkan etiologi yang
sering ditemukan:5

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan mata awal meliputi pengukuran ketajaman penglihatan, pemeriksaan luar,
dan biomikroskopi slit-lamp.4
Pemeriksaan Penunjang
Dokter dapat mengumpulkan sampel cairan dari mata penderita konjungtivitis dan
mengirimkannya untuk evaluasi mikrobiologis. Kultur konjungtiva umumnya dilakukan pada
kasus-kasus yang dicurigai konjungtivitis neonatal menular, konjungtivitis berulang,

21
konjungtivitis yang sulit diobati, konjungtivitis dengan gejala keluarnya cairan bernanah parah,
dan kasus-kasus yang diduga infeksi gonokokal atau klamidia. Penyeka dari keputihan sebaiknya
diambil sebelum memulai terapi antimikroba. Penyeka tersebut kemudian disebarkan
ke berbagai media pertumbuhan di laboratorium untuk mendapatkan kultur. Pelat agar Sabouraud
digunakan untuk mengidentifikasi jamur, dan harus digunakan pada pasien dengan blefaritis
kronis dan pasien dengan sistem imun lemah. Pelat kultur anaerobik juga dapat membantu,
terutama pada pasien dengan riwayat operasi atau trauma sebelumnya. Jika terapi antimikroba
sudah dimulai, terapi tersebut harus dihentikan 48 jam sebelum pengambilan kultur. Dalam
tinjauan lima tahun terhadap 138 infeksi permukaan mata pada anak, organisme yang paling
umum adalah stafilokokus koagulase-negatif, diikuti oleh Pseudomonas aeruginosa dan
Staphylococcus aureus.5
Teknik amplifikasi asam nukleat, yang memerlukan penyeka khusus, dapat digunakan
dalam mendiagnosis infeksi virus, di mana banyak tes reaksi berantai polimerase (PCR) untuk
mendeteksi virus tersedia.5
Meskipun penelitian primer dari pengujian antigen cepat di kantor untuk adenovirus
melaporkan sensitivitas 89% dan spesifisitas hingga 94%, hasil penelitian yang lebih baru
menunjukkan spesifisitas yang tinggi namun sensitivitasnya hanya sedang yang berkisar antara
39,5% hingga 50%. Oleh karena itu, disarankan agar hasil tes Adeno-Plus yang negatif
harus dikonfirmasi dengan PCR waktu nyata karena sensitivitasnya yang kurang optimal.5
Bagi mereka yang diduga menderita konjungtivitis alergi, tes gores kulit atau injeksi
alergen umum secara intradermal, dan tes untuk mendeteksi peningkatan kadar IgE serum
spesifik secara in vitro dapat digunakan; Namun, diagnosis konjungtivitis alergi masih bersifat
klinis.5

22
Diagnosis Banding berdasarkan etiologi dan manifestasi klinis konjungtivitis:1

2.8 Tatalaksana
Tatalaksana pada konjungtivitis harus tepat dan sesuai berdasarkan penyebab dan
gejalanya. Terapi yang diberikan berbeda-beda antara setiap jenisnya. Pada tabel dibawah ini
dijelaskan terkait kategori konjungtivitis, tipe discharge, penyebab, dan terapi yang dapat
diberikan.3
Kategori Tipe Penyebab Terapi
Discharge

Konjungtivitis Mukopurulen S. aureus, ●


Aminoglikosida
bakteri S. epidermidis, ●
Gentamisin:
akut H. influenzae, - Salep : 4 kali sehari
S. pneumoniae, untuk 1 minggu
S. viridans, - Solutio: 1-2 tetes 4 kali
Moraxella spp. sehari untuk 1 minggu

Tobramisin salep: 3 kali
sehari untuk 1 minggu

Fluorokuinolon

Besifloksasin: 1 tetes 3 kali
sehari untuk 1 minggu

Siprofloksasin
- Salep: 3 kali sehari
23
untuk 1 minggu
- Solution: 1-2 tetes 4 kali
sehari untuk 1 minggu

Gatifloksasin: 3 kali sehari
untuk 1 minggu

Levofloksasin: 1-2 tetes 4 kali
sehari untuk 1 minggu

Moxifloksasin: 3 kali sehari
untuk 1 minggu

Ofloksasin: 1-2 tetes 4 kali
sehari untuk 1 minggu

Makrolida

Azitromisin: 2 kali sehari untuk
2 hari; lalu 1 tetes sehari untuk
5 hari

Eritromisin: 4 kali sehari
untuk 1 minggu

Sulfonamid

Sulfasetamid
- Salep: 4 kali sehari dan
sebelum tidur untuk 1
minggu
- Solution: 1-2 tetes setiap
2-3 jam untuk 1 minggu

Kombinasi tetes

Trimetoprim/Polimiksin B: 1
atau 2 tetes 4 kali sehari untuk
1 minggu

Seftriakson: 1 g IM sekali sehari
Konjungtivitis Purulen Neisseria

Bilas mata yang terinfeksi
bakteri gonorrhoeae

Terapi ganda untuk
hiperakut
menyembuhkan indikasi dari
pada
klamidia
dewasa

24
Konjungtivitis Serosa Sebanyak 65% ●
Kompres dingin
virus disebabkan oleh ●
Artificial tears/obat tetes mata
strains adenovirus ●
Antihistamin

Herpes Bervariasi Herpes zoster ●


Asiklovir oral 800 mg: 5 kali

zoster virus sehari untuk 7-10 hari

virus

Famsiklovir oral 500 mg: 3
kali sehari untuk 7-10 hari

Valaksilovir oral 1000 mg:
3 kali sehari untuk 7-10 hari

Herpes Bervariasi Herpes simplex ●


Asiklovir topikal: 1 tetes 9

simplex virus kali sehari

virus

Asiklovir oral 400 mg: 5 kali
sehari untuk 7-10 hari

Valasiklovir oral 500 mg: 3 kali
sehari untuk 7-10 hari

Konjungtivitis Bervariasi Chlamydia ●


Azitromisin 1 g: sekali sehari
inklusi trachomatis secara oral
pada ●
Doksisiklin 100 mg: 2 kali

dewasa sehari secara oral untuk 7 hari

Konjungtivitis Serosa atau Serbuk sari ●


Antihistamin topikal
alergi mukoid ●
Azelastin 0.05%: 1 tetes 2
kali sehari

Emedastin 0.05%: 1 tetes 4
kali sehari

Inhibitor sel mast topikal

Sodium kromolin 4%: 1-2
tetes setiap 4-6 jam

Lodoksamid 0.1%: 1-2 tetes 4
kali sehari

25
2.9 Komplikasi
Komplikasi konjungtivitis akut jarang terjadi. Namun, pasien yang tidak
menunjukkan perbaikan dalam 5 hingga 7 hari harus dirujuk ke dokter mata untuk evaluasi lebih
lanjut. Pasien konjungtivitis Virus Herpes Zoster (HZV) mempunyai risiko komplikasi tertinggi.
Sekitar 38,2% pasien HZV mengalami komplikasi kornea, dan 19,1% mengalami uveitis;
pasien-pasien ini harus selalu menemui dokter mata untuk evaluasi ulang yang cermat.
Pasien dengan N. gonorrhoeae juga berisiko tinggi terkena keterlibatan kornea dan perforasi
kornea sekunder dan harus ditangani dengan tepat.

26
2.10 Prognosis
Konjungtivitis mudah diobati dan biasanya tidak berbahaya serta dapat disembuhkan
dengan sendirinya. Durasi gejala bervariasi tergantung jenisnya. Konjungtivitis virus biasanya
meningkat keparahannya hingga hari ke 4 atau 5 dan sembuh dalam 1 hingga 2 minggu
berikutnya dengan total durasi 2 hingga 3 minggu. Konjungtivitis bakteri cenderung berlangsung
7 sampai 10 hari namun dapat dipersingkat dengan pemberian antibiotik dini dalam enam hari
pertama sejak timbulnya penyakit.2
Kematian pada kasus konjungtivitis bakteri disebabkan oleh kegagalan dalam mengenali dan
mengobati penyakit yang mendasarinya. Meningitis dan sepsis yang disebabkan oleh
N gonorrhoeae dapat mengancam jiwa. Konjungtivitis klamidia pada bayi baru lahir
dapat menyebabkan pneumonia dan/atau otitis media.2

2.11 Pencegahan
Konjungtivitis virus dan bakteri dapat menyebar melalui kontak langsung dan memiliki
tingkat penularan yang tinggi. Edukasi pasien sangat penting untuk mencegah penularan.
Pentingnya kebersihan tangan bagi pasien, staf, keluarga, dan teman harus ditonjolkan. Sebuah
penelitian menemukan bahwa ketika menyeka tangan pasien yang terinfeksi, 46% menghasilkan
kultur positif. Pasien harus diinstruksikan untuk menghindari menyentuh mata, berjabat tangan,
berbagi barang pribadi seperti kosmetik atau handuk, dan menghindari kolam renang saat
terinfeksi. Peralatan medis harus didesinfeksi dan pasien dengan konjungtivitis aktif harus
diisolasi.2

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata, edisi 4. Jakarta:Badan Penerbit FKUI;2015.
2. Hashmi MF, Gurnani B, Benson S. Conjunctivitis. [Updated 2022 Dec 6]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2023 Jan-. Available
from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK541034/
3. Dewi RP, Sangging PR, Himayani R. Konjungtivitis: Etiologi, Klasifikasi,
Manifestasi
Klinis, Komplikasi, dan Tatalaksana. Jurnal Agromedicine. 2023 Feb 3;10(1):133-8.
4. Varu DM, Rhee MK, Akpek EK, Amescua G, Farid M, Garcia-Ferrer FJ, Lin A, Musch
DC, Mah FS, Dunn SP. Conjunctivitis preferred practice pattern®. Ophthalmology. 2019
Jan 1;126(1):P94-169.
5. Azari, Amir A, and Amir Arabi. “Conjunctivitis: A Systematic Review.” Journal of
ophthalmic & vision research vol. 15,3 372-395. 6 Aug. 2020,
doi:10.18502/jovr.v15i3.745

28
26
27
28
29
30
31
32
33

Anda mungkin juga menyukai