Anda di halaman 1dari 24

PRESENTASI KASUS

CAMPAK PADA DEMAM BERDARAH

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas Program Internsip di RSUD Jagakarsa

Diajukan Kepada:
Pembimbing: dr. Vonny E Pandara

Disusun Oleh:
Alessa Fahira

Program Internsip Dokter Indonesia


Rumah Sakit Umum Daerah Jagakarsa
Periode 13 Agustus 2022 – 12 Februari 2023
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus:

“CAMPAK PADA DEMAM BERDARAH”

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas Program Dokter Internsip Indonesia
Rumah Sakit Umum Daerah Jagakarsa

Disusun Oleh:
Alessa Fahira

Telah disetujui pada tanggal …………………………… oleh:

Pembimbing,

(dr. Vonny E Pandara)

BAB I
ILUSTRASI KASUS

1.1 IDENTITAS PASIEN

1. Nama : An. ABL


2. Jenis Kelamin : Perempuan
3. Tanggal Lahir : 09 Desember 2017
4. Umur : 5 tahun
5. No. Rekam Medis : 00054054
6. Pembiayaan : BPJS
7. Tanggal Masuk : Selasa, 27 September 2022
8. Tanggal Pemeriksaan : 27 - 29 September 2022
9. Ruangan : IGD dan Rawat Inap RSUD Jagakarsa
10. Anamnesis : Alloanamnesis (kepada ibu kandung)

1.2 ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Demam sejak 4 hari SMRS.

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan demam sejak 4 hari SMRS. Demam terjadi secara
mendadak dengan suhu diukur di rumah berkisar 39 - 40 C. Demam terjadi terus
menerus hingga saat pasien sampai di IGD. Ketika di rumah, Ibu pasien sempat
memberikan obat penurun demam setiap 4 jam dan kompres, namun demam tidak
turun. Keluhan disertai dengan sakit kepala, sariawan, batuk berdahak, pilek, nyeri
menelan, dan nyeri perut sejak 4 hari SMRS. Pasien sempat berobat ke IGD
RSUD Jagakarsa pada tanggal 24/09/2022 dengan keluhan demam sejak 1 hari,
muntah satu kali berisi cairan berupa nasi, sakit kepala, batuk dan pilek. Diberi
obat pulang paracetamol syrup 3 x ½ Cth, univit syrup 1 x 1 Cth, dan puyer batuk
pilek (cetirizine 2,5 mg, n-asetilsistein 100 mg, dexametasone 0,5 mg, dan
salbutamol 2 mg). Sejak 2 hari SMRS, pasien muntah dan diare, serta nafsu
makan pasien menurun dan minum mulai sedikit. Satu hari SMRS, Ibu pasien
mengatakan bahwa pasien mulai terlihat lemas, diam, BAK sedikit, dan ketika
menangis tidak keluar air mata. Pasien juga mengalami keluhan ruam kemerahan
yang dirasa gatal sejak 1 hari SMRS (senin sore). Ruam kemerahan berawal dari
wajah, kemudian esoknya menyebar ke badan dan ke ekstremitas. Tidak ada
keluhan mata merah dan silau bila terkena cahaya. Adanya sesak nafas dan kejang
disangkal. Adanya nyeri dan pegal-pegal otot disangkal, tidak ada mimisan dan
gusi berdarah, tidak ada BAK dan BAB darah. Imunisasi campak langkap.

3. Riwayat Penyakit Keluarga


Pada keluarga tidak ada yang memiliki keluhan demam dan ruam kemerahan
seperti pasien. Tidak ada anggota keluarga yang sedang menderita DBD. Keluarga
pasien tidak memiliki penyakit hati, batuk lama, paru, jantung, ginjal, dan
keganasan. Tekanan darah tinggi dan diabetes mellitus pada keluarga disangkal.

4. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien merupakan anak ketiga dari nyonya RDP. Ibu pasien merupakan seorang
karyawan swasta dengan pendidikan terakhir SMA. Ayah pasien merupakan
seorang karyawan swasta dan memiliki pendidikan terakhir SMK. Pembiayaan
menggunakan BPJS.

5. Riwayat Imunisasi
Imunisasi Hep-B pertama (19 Desember 2017)
Imunisasi BCG (16 Mei 2018)
Imunisasi Polio (16 Mei 2018)
Imunisasi DPT-HB-Hib 1 (19 Februari 2018)
Imunisasi Polio 2 (19 Februari 2018)
Imunisasi DPT-HB-Hib 2 (27 Maret 2018)
Imunisasi Polio 3 (27 Maret 2018)
Imunisasi DPT-HB-Hib 3 (7 Mei 2018)
Imunisasi Polio 4 (7 Mei 2018)
Imunisasi IPV (7 Mei 2018)
Imunisasi Campak (6 November 2018)
Imunisasi DPT-HB-Hib lanjutan (6 Agustus 2019)
Imunisasi Campak lanjutan (6 Agustus 2019)
1.3 PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum & Tanda Vital
27 September 2022, Pukul 13.30 (IGD)
● Keadaan umum : Tampak sakit sedang
● Kesadaran : Kompos mentis
● Tekanan darah : Tidak diukur
● Nadi : 108 x/menit, nadi kuat, regular, sama kuat di keempat
ekstrimitas
● Pernapasan : 22 x/menit, reguler, kedalaman cukup, dan bersifat
abdominotorakal, pergerakan simetris, auskultasi
vesikular +/+
● Suhu : 36,4 oC (setelah minum penurun demam)
● Saturasi Oksigen : 99% on room air
● Akral : hangat
● Berat badan : 17 kg

2. Status Generalis

Kepala Normosefal, tidak terdapat caput succedanum, UUB datar

Rambut Hitam, persebaran merata, dan tak mudah dicabut

Wajah Tidak terdapat paresis, asimetrisitas, atau tanda dismorfik

Mata Sklera ikterik -/-, konjungtiva tidak pucat

Normotia, tidak tampak low set ears, tidak tampak sekret atau
Telinga
kemerahan
Tidak tampak deviasi septum, kemerahan, atau sekret. Tidak ada
Hidung
napas cuping hidung

Mulut Mukosa bibir tak tampak kering, tidak pucat dan tidak sianosis

Leher Tidak terdapat benjolan, kemerahan, atau pembesaran KGB


Inspeksi: tidak ada kelainan bentuk dada, pergerakan dada simetris
saat inspirasi dan ekspirasi, terdapat retraksi iga
Paru Auskultasi: vesikular +/+, tidak ada mengi dan ronki di kedua lapang
paru
Perkusi: sonor pada kedua lapang paru
Jantung Bunyi jantung S1-S2 reguler, tidak ada murmur atau gallop
Inspeksi: datar, tidak tampak peradangan, venektasi, atau benjolan
abnormal.
Abdomen
Palpasi: Hepar dan lien tidak teraba
Auskultasi: Bising usus normal
Akral hangat, CRT <3 detik. Tidak ada edema. Tonus otot dan
Ekstremitas
fungsi gerakan baik di keempat ekstremitas

3. Status Lokalis
Pada regio wajah, leher, badan, dan ekstremitas terdapat papul eritematosa multipel
dengan kulit disekitarnya kemerahan disertai dengan gatal.

1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Darah Perifer Lengkap
27/9/22 28/9/22 29/9/22
Pk. 10:16 Pk.06:00 Pk.06:00
Hematologi
Hb 11,9 11,1 11,7
Ht 38 34 37
Leukosit 5500 7690 7.400
Trombosit 123000 107000 151.000
Basofil 0,1
Eosinofil 2,0
Neutrofil Batang 0
Neutrofil Segmen 43 18,7
Limfosit 42 73,3
Monosit 15 5,5
MCV 82 81,4
MCH 26 26,5
MCHC 31 32,6
Imunologi
Salmonella Typhi O Negatif
Salmonella Paratyphi Negatif
AO
Salmonella Paratyphi Negatif
BO
Salmonella Paratyphi Negatif
CO
Salmonella Typhi H Negatif
Salmonella Paratyphi Negatif
AH
Salmonella Paratyphi Negatif
BH
Salmonella Paratyphi Negatif
CH

1.5 DIAGNOSIS KERJA


● Morbili
● Dengue fever
● ISPA

1.6 TATA LAKSANA


Tata laksana di RS
● IVFD Ringer laktat 200 cc habis dalam 1 jam, selanjutnya ringer laktat 60 cc/
jam
● Injeksi Paracetamol 200 mg/ 6 jam
● Injeksi ondansentrone 2 mg extra 1x di IGD
● Injeksi ranitidine 20 mg/ 12 jam
● Lacto B 1 x 1 sach
● Diet makan biasa
● Bedak salicil 2%
● Cek darah rutin ulang besok pagi
Tata laksana pulang:
● Puyer batuk 3 x 1 pulv (salbutamol 1 mg + n-asetilsistein 100 mg + cetrizine 2
mg + dexametasone 1 tab)
● Paracetamol sirup 10 ml/kali bila demam
● Zinc sirup 1 x 5 ml
● Univit sirup 1 x 5 ml
● Edukasi tanda bahaya dan kapan harus segera dibawa ke RS tanpa menunggu
saat kontrol

1.7 PROGNOSIS

● Ad vitam : bonam
● Ad sanationam : bonam
● Ad fungtionam : bonam
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Campak

Campak, measles atau rubeola adalah penyakit yang disebabkan oleh virus campak yang
ditularkan melalui droplet. Penyakit ini sangat infeksius, dapat menular sejak masa prodromal
hingga 4 hari setelah ruam muncul. Di Indonesia, umur terbanyak penderita campak adalah
dibawah 12 tahun, diikuti dengan kelompok umur 1-4 tahun dan 5-14 tahun. Angka kejadian
campak di Indonesia masih tinggi, yaitu pada tahun 1990 hingga 2002 mencapai 3000-4000
per tahun.1

2.1.1 Patogenesis Campak

Virus campak adalah virus RNA untai negatif yang sangat menular yang ditularkan melalui
jalur pernapasan dan menyebabkan penyakit sistemik pada manusia dan primata non-manusia
yang sebelumnya belum pernah terpajan virus ini. Campak ditandai dengan demam dan ruam
kulit dan biasanya disertai batuk, coryza, dan konjungtivitis. Ciri khas campak adalah
penurunan sistem imun transien, yang menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap infeksi
oportunis sehingga meningkatkan mortalitas pada anak. Pada fase akut, virus campak dapat
menyebabkan terjadinya limfopenia yang digambarkan dengan penurunan jumlah sel B dan
sel T. Pada fase penyembuhan, jumlah limfosit akan kembali normal dalam kisaran waktu 1
minggu. Walaupun begitu, kondisi supresi imun pada pasien dapat berlangsung hingga
beberapa minggu hingga 2 tahun paska fase penyembuhan. Pada saat yang sama, penyakit ini
juga menginduksi respons imun spesifik virus yang kuat, yang menghasilkan kekebalan
seumur hidup terhadap campak. Identifikasi CD150 dan nectin-4 sebagai reseptor seluler
untuk virus campak telah memunculkan perspektif baru tentang tropisme dan patogenesis.
Studi in vivo pada primata non-manusia menunjukkan bahwa virus awalnya menginfeksi
limfosit CD150+ dan sel dendritik, baik di sirkulasi maupun di jaringan limfoid, diikuti
dengan transmisi virus ke sel epitel yang mengekspresikan nectin-4. Kemampuan virus untuk
menyebabkan infeksi sistemik, untuk menularkan ke banyak inang baru melalui tetesan atau
aerosol dan untuk menekan respon imun inang selama beberapa bulan atau bahkan bertahun-
tahun setelah infeksi membuat campak menjadi penyakit yang luar biasa.2
2.1.2 Manifestasi Klinis Campak

Definisi kasus klinis campak WHO adalah "setiap orang dengan demam, ruam
makulopapular umum, batuk, coryza, atau konjungtivitis." Campak adalah eksantema demam
akut yang ditandai dengan tiga “Cs”: batuk, coryza, dan konjungtivitis. Bintik koplik, papula
putih kecil pada mukosa bukal, patognomonik untuk campak dan muncul satu atau dua hari
sebelum ruam, meskipun tidak selalu terlihat. Ruam mendahului timbulnya demam, muncul
pertama di wajah dan menyebar ke kaudal menjadi umum. Campak tanpa komplikasi
biasanya sembuh dalam seminggu setelah timbulnya ruam.3

2.1.3 Diagnosis Campak

Anamnesis yang dapat ditanyakan adalah adanya gejala prodromal berupa demam tinggi
(38,5 C atau lebih) yang terjadi terus menerus dengan keluhan tambahan berupa batuk, pilek,
nyeri menelan, mata merah, dan silau bila terkena cahaya (fotofobia), dan diare. Pada hari 4-5
demam akan muncul ruam pada kulit. Umumnya pada saat ruam muncul, demam akan
meningkat lebih tinggi dari semula. Pada fase ini anak rentan mengalami kejang. Saat ruam
muncul, batuk dan diare umumnya bertambah parah sehingga anak rentan mengalami sesak
nafas atau dehidrasi. Kulit kehitaman (hiperpigmentasi) dan bersisik menandai fase
penyembuhan.1

Pemeriksaan fisik dapat dibedakan menjadi 3 fase:1

1. Fase prodromal (2-4 hari): demam disertai batuk, pilek, faring hiperemis, nyeri
menelan, stomatitis, dan konjungtivitis. Tanda patognomonik berupa munculnya
enantema mukosa pipi di depan molar tiga atau disebut sebaagai bercak Koplik
2. Fase erupsi: ruam makulopapular yang dapat bertahan 5-6 hari, yang awalnya muncul
pada batas rambut dibelakang telinga, kemudian menyebar ke wajah, leher, tungkai
dan ekstremitas.
3. Fase penyembuhan (konvalesens): Setelah 3 hari ruam akan perlahan hilang sesuai
urutan timbulnya. Ruam kulit menjadi hiperpigmentasi dan mengelupas setelah 1-2
minggu.
Pemeriksaan penunjang berupa darah tepi dapat diperiksa untuk mengetahui jumlah leukosit
untuk mencari tahu kemungkinan adanya komplikasi infeksi bakteri. Pemeriksaan komplikasi
ensefalopati dilakukan dengan pemeriksaan cairan serebrospinalis, kadar elektrolit darah dan
analisis gas darah. Komplikasi enteritis melalui feses lengkap. Komplikasi bronkopneumonia
dengan melakukan pemeriksaan rontgen dada dan analisis gas darah.1

Diagnosis campak bergantung pada kecurigaan klinis yang tinggi, terutama ketika
mengevaluasi anak-anak dengan penyakit demam dan ruam makulopapular. Hitung darah
lengkap dapat menunjukkan leukopenia, khususnya limfopenia, dan trombositopenia.
Kelainan elektrolit dapat dideteksi pada anak dengan asupan yang buruk atau diare.
Identifikasi antibodi IgM spesifik virus campak dalam serum atau plasma mengkonfirmasi
diagnosis, meskipun mungkin negatif palsu pada 25% kasus bila dilakukan lebih awal
(kurang dari 3 hari setelah onset ruam.) Antibodi ini biasanya mencapai puncaknya dalam 1
sampai 3 minggu setelah timbulnya ruam dan menjadi tidak terdeteksi pada 4 sampai 8
minggu. Uji standar emas adalah uji netralisasi reduksi plak yang memiliki sensitivitas
tertinggi. Virus campak dapat dibiakkan dari sekret nasofaring, tetapi ini membutuhkan
banyak tenaga dan tidak praktis. Dalam praktik klinis saat ini, deteksi Polymerase Chain
Reaction (PCR) asam ribonukleat virus dari sampel tenggorokan, hidung, nasofaring, dan
urin paling sering dilakukan, dengan sensitivitas mendekati 100%.3

2.1.4 Tata Laksana Campak

Pengobatan campak bersifat suportif, dengan pemberian cairan yang cukup, suplemen,
antibiotik bila ada curiga infeksi sekunder, antikonvulsi bila kejang, dan vitamin A. Pasien
diarahkan untuk tirah baring dan diberikan vitamin A 100.000 IU. Bila malnutrisi, maka
dilanjutkan 1500 IU setiap hari. Diet yang diberikan berupa cukup cairan dengan kalori yang
sesuai. Indikasi rawat inap (ruang isolasi) pada pasien dengan campak adalah hiperpireksia
(Suhu > 39 C), dehidrasi, kejang, asupan oral sulit, terdapat komplikasi.1

2.2 Infeksi Virus Dengue

Infeksi dengue merupakan penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus genus
Flavivirus, famili Flaviviridae melalui peratara nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus.
Virus ini memiliki 4 serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Keempat serotipe
ada di Indonesia, namun DEN-3 merupakan serotipe dominan dan paling banyak
berhubungan dengan kasus berat. Spektrum klinis yang terjadi dibagi menjadi (1) gejala
klinis paling ringan tanpa gejala (silent dengue infection), (2) demam dengue (DD), (3)
demam berdarah dengue (DBD), dan (4) demam berdarah dengue disertai syok (sindrom
syok dengue/ DSS).4

2.2.1 Patogenesis Infeksi Virus Dengue

Virus dengue, yang merupakan bagian dari keluarga Flavivirus, adalah virion 50 nm dengan
tiga protein struktural dan tujuh protein nonstruktural, amplop lipid, dan untai tunggal asam
ribonukleat positif. Infeksi tidak menunjukkan gejala pada hingga 75% manusia yang
terinfeksi. Spektrum penyakit, mulai dari demam berdarah yang sembuh sendiri hingga
perdarahan dan syok, dapat terjadi. Sebagian kecil dari infeksi (0,5% sampai 5%)
berkembang menjadi demam berdarah yang parah. Tanpa perawatan yang tepat, tingkat
kematian dapat melebihi 20%, terutama pada anak-anak. Masa inkubasi khas untuk penyakit
ini adalah 4 hingga 7 hari, tetapi dapat berlangsung dari 3 hingga 10 hari. Gejala lebih dari
dua minggu setelah terpapar hampir tidak mungkin disebabkan oleh demam berdarah.5

Perjalanan penyakit secara pasti paska injeksi dermal virus dengue oleh gigitan nyamuk
masih belum jelas. Diperkirakan bahwa makrofag kulit dan sel dendritik menjadi target
pertama injeksi virus. Diperkirakan sel-sel yang terinfeksi kemudian pindah ke kelenjar getah
bening dan menyebar melalui sistem limfatik dan ke organ lain. Viremia mungkin ada selama
24 hingga 48 jam sebelum timbulnya gejala. Interaksi kompleks antara host dan faktor virus
kemudian terjadi dan menentukan apakah infeksi akan asimtomatik, tipikal, atau berat.
Demam berdarah yang parah akan disertai dengan peningkatan permeabilitas mikrovaskular
dan sindrom syok, kemungkinan besar ini berkaitan dengan infeksi serotipe virus DEN-2 dan
respon imun pasien.5

2.2.2 Manifestasi dan Perjalanan Penyakit Infeksi Virus Dengue

Tiga fase demam berdarah meliputi demam, kritis, dan pemulihan, sebagai berikut:5
1. Selama fase demam, akan terjadi demam tinggi mendadak sekitar 40 C yang biasanya
berlangsung dua sampai tujuh hari. Saddleback atau demam bifasik terlihat pada
sekitar 6% kasus, terutama pada pasien dengan DBD dan dengue berat. Hal ini
digambarkan sebagai demam yang mereda setidaknya selama satu hari, diikuti dengan
lonjakan demam berikutnya yang berlangsung setidaknya selama satu hari. Gejala
yang dapat terjadi termasuk kemerahan pada wajah (facial flushing), eritema kulit,
mialgia, artralgia, sakit kepala, sakit tenggorokan, injeksi konjungtiva, anoreksia,
mual, dan muntah. Untuk eritema kulit, ruam umumnya terjadi pada satu sampai dua
hari pertama demam dan hari terakhir demam. Kemudian dalam 24 jam, ruam
makulopapular sekunder dapat muncul.5
2. Fase kritis dicirikan dengan suhu berkisar antara 37,5 C hingga 38 C atau kurang pada
hari ketiga hingga ketujuh. Hal ini terjadi akibat adanya peningkatan permeabilitas
kapiler. Fase ini biasanya berlangsung satu sampai dua hari. Permulaan fase kritis
ditandai dengan penurunan jumlah trombosit yang cepat, peningkatan hematokrit
(pasien dapat mengalami leukopenia hingga 24 jam sebelum jumlah trombosit turun),
dan adanya tanda-tanda peringatan (warning signs). Kondisi ini dapat berkembang
menjadi syok, disfungsi organ, koagulasi intravaskular diseminata, atau perdarahan.5
3. Fase pemulihan memerlukan reabsorpsi bertahap cairan ekstravaskular dalam dua
sampai tiga hari. Pasien akan menunjukkan bradikardia saat ini.5

Sindrom dengue yang diperluas mengacu pada manifestasi yang atipikal, contohnya pada
pasien yang mengalami keterlibatan neurologis, hati, ginjal, dan organ terisolasi lainnya. Hal
ini dapat diakibatkan terjadinya syok berat. Manifestasi neurologis termasuk kejang demam
pada anak kecil, ensefalitis, meningitis aseptik, dan perdarahan intrakranial. Keterlibatan
gastrointestinal dapat terjadi dengan manifestasi berupa hepatitis, gagal hati, pankreatitis,
atau kolesistitis akalkulus. Manifestasi lainnya berupa miokarditis, perikarditis, ARDS,
cedera ginjal akut, atau sindrom uremik hemolitik.5
Gambar 1. Perjalanan penyakit infeksi virus dengue.6

2.2.3 Diagnosis Infeksi Virus Dengue

Anamnesis yang dapat ditanyakan pada pasien adalah demam tinggi yang terjadi secara
mendadak selama 2-7 hari, dengan keluhan lesu, tidak nafsu makan dan muntah. Keluhan lain
seperti nyeri kepala, nyeri otot dan sendi, nyeri perut, dan diare dapat ditemukan. Perdarahan
pada kasus DBD paling sering ditemukan di kulit dan mimisan. Pemeriksaan fisik yang
mungkin ditemukan adanya demam, facial flush, faring hiperemis, nyeri di bawah arcus
costae kanan. Gejala-hejala ini lebih sering ditemukan pada demam dengue.5

Gejala pada DBD dapat berupa hepatomegali dan kelainan fungsi hati. Pada DBD terjadi
peningkatan permeabilitas kapiler sehingga dapat terjadi perembesan plasma, hipovolemia
dan syok. Ekstravasasi cairan dapat terjadi ke dalam rongga pleura dan rongga peritoneal
selama 24-48 jam.5
Fase kritis terjadi pada hari 3 hingga 5 perjalanan penyakit, di saat suhu turun yang dapat
menandakan awal fase penyembuhan pada infeksi ringan namun pada DBD merupakan tanda
awal syok. Perdarahan yang dapat terjadi berupa petekie, epistaksis, melena, ataupun
hematuria.5

Syok dapat ditandai dengan kondisi pasien yang gelisah hingga penurunan kesadaran dan
sianosis, takipneu, nadi yang hampir tidak teraba, hipotensi, akral dingin, capillary refill time
yang meningkat, dan diuresis hingga anuria.5

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan laboratorium untuk memeriksa


darah perifer (hemoglobin, leukosit, hitung jenis, hematokrit, dan trombosit). Pemeriksaan
radiologis dilakukan bila terdapat indikasi.5

Gambar 2. Diagnosis klinis demam dengue.7


Gambar 3. Diagnosis klinis demam berdarah dengue.7

Gambar 4. Diagnosis klinis tanda bahaya.7


Gambar 5. Diagnosis klinis syok terkompensasi pada dengue.7

Gambar 6. Diagnosis klinis syok dekompensasi pada dengue.7

Kriteria diagnosis DBD berdasarkan keparahan adalah sebagai berikut:

1. Suspek dengue (Probable dengue): Pasien tinggal di atau telah melakukan perjalanan
ke daerah endemik dengue. Gejalanya meliputi demam dan dua gejala berikut: mual,
muntah, ruam, mialgia, artralgia, ruam, tes tourniquet positif, atau leukopenia.5
2. Dengue dengan warning signs: Sakit perut, muntah terus-menerus, akumulasi cairan
klinis seperti asites atau efusi pleura, perdarahan mukosa, lesu, pembesaran hati lebih
dari 2 cm, peningkatan hematokrit, dan trombositopenia.5
3. Dengue Berat: Demam berdarah dengan kebocoran plasma yang parah, perdarahan,
disfungsi organ termasuk transaminitis lebih dari 1000 unit internasional per liter,
gangguan kesadaran, disfungsi miokard, dan disfungsi paru.5
4. Dengue syok syndrome: Gejalanya meliputi peningkatan cepat hematokrit, nyeri perut
hebat, muntah terus-menerus, dan tekanan darah menyempit atau tidak ada.5
Antigen virus dapat dideteksi dengan ELISA, polymerase chain reaction, atau isolasi virus
dari cairan tubuh. Serologi akan mengungkapkan peningkatan yang nyata dalam
imunoglobulin. Diagnosis pasti ditegakkan dengan kultur, deteksi antigen, PCR, atau uji
serologis.5

Gambar 7. Klasifikasi kasus dengue berdasarkan keparahan.6

2.2.3 Tata Laksana Infeksi Virus Dengue

DBD tanpa syok

Medikamentosa4

1. Antipiretik, dianjurkan parasetamol


2. Diusahakan tidak memberikan obat yang tidak diperlukan untuk mengurangibeban
detoksifikasi hati
3. Kortikosteroid pada DBD ensefalopati, kecuali bila terdapat perdarahan saluran cerna
4. Antibiotik pada DBD ensefalopati
Suportif4

1. Mengatasi kehilangan cairan plasma akibat peningkatan permeabilitas plasma dan


perdarahan
2. Cairan intravena bila (1) pasien terus menerus muntah, tidak mau minum, demam
tinggi, dehidrasi, (2) nilai hematokrit cenderung meningkat

DBD disertai syok

1. Koreksi cairan4
a. IVFD Ringer laktat 10-20 ml/KgBB secara bolus dalam 30 menit
b. Apabila syok belum teratasi, tetap berikan ringer laktat 20 ml/KgBB ditambah
koloid 20-30 ml/KgBB/jam, maksimal 1500 ml/hari.
c. Pemberian cairan 10 ml/KgBB/jam tetap diberikan 1-4 jam paska syok.
Volume diturunkan menjadi 7 ml/KgBB/jam, selanjutnya 5 ml, dan 3 ml bila
tanda vital dan diuresis (>1 ml/KgBB/jam) membaik.
2. Oksigen 2-4 liter/menit4
3. Koreksi asidosis metabolik dan elektrolit4
4. Pemberian darah bila terdapat perdarahan secara klinis4

Pemantauan pada pasien dengan DBD berupa tanda klinis, tanda-tanda syok, pembesaran
hati, perdarahan saluran cerna, tanda ensefalopati. Pemeriksaan laboratorium untuk melihat
kadar hemoglobin, hematokrit, dan trombosit setiap 6 jam, minimal setiap 12 jam. Kemudian
balans cairan dan diuresis perlu diperhatikan.4

Kriteria pemulangan pasien:4

1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik


2. Nafsu makan membaik
3. Secara klinis perbaikan
4. Hematokrit stabil
5. Tiga hari setelah syok teratasi
6. Jumlah trombosit >50.000/ ml
7. Tidak dijumpai distres pernapasan
BAB III

DISKUSI

Pasien merupakan anak perempuan berusia 5 tahun yang datang dengan keluhan demam
sejak 4 hari sebelum masuk RS. Demam terjadi mendadak dengan suhu 39 - 40 C dan terjadi
secara terus menerus. Keluhan lainnya adalah sakit kepala, sariawan, batuk berdahak, pilek,
nyeri menelan, mual, muntah, nyeri perut, dan diare. Pasien juga sempat mengalami dehidrasi
yang ditandai dengan pasien tampak lemas, diam, BAK sedikit, dan tidak mengeluarkan air
mata ketika menangis. Pasien kemudian mengalami ruam kemerahan yang dirasa gatal sejak
1 hari SMRS. Ruan muncul pertama kali di area wajah kemudian menyebar ke tubuh dan
ekstremitas. Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya ruam makulopapuler di seluruh tubuh,
dengan hasil pemeriksaan fisik lainnya normal. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan
adanya trombositopenia yang menurun dari hari pertama perawatan (123.000 menjadi
107.000 esok harinya). Walaupun normal, kadar leukosit hari pertama perawatan adalah 5500
dengan limfosit 42% dan hari kedua 7690 dengan limfosit 73%. Pemeriksaan salmonella
negatif.

Perjalanan penyakit pada pasien cukup khas pada penyakit campak, yang diawali dengan fase
prodromal selama 2-4 hari dan diikuti dengan fase erupsi. Keluhan demam, batuk, pilek,
nyeri menelan, dan sariwan yang dialami oleh pasien merupakan bagian dari fase prodromal
campak. Erupsi kemudian ditandai dengan munculnya ruam makulopapular dari wajah, leher
dan tubuh. Pemeriksaan laboratorium juga menunjukkan adanya leukosit yang menurun serta
trombositopenia. Diagnosis juga dapat dilakukan dengar mengidentifikasi antibodi IgM
spesifik virus campak, walaupun pemeriksaan ini memiliki tingkat negatif palsu yang cukup
tinggi yaitu 25% bila dilakukan 3 hari setelah onset muncul. Walaupun begitu, diagnosis
gold-standard campak adalah dengan plaque reduction neutralization test (PRNT) atau kultur
virus campak dari sekresi nasofaring, namun ini tidak lazim dilakukan karena tidak praktis
dan tidak cost-effective. Pemeriksaan laboratorium juga dilakukan untuk melihat adanya
komplikasi infeksi bakteri, namun untuk pasien tidak tampak adanya tanda-tanda infeksi
sekunder oportunis.
Kasus ini menjadi menarik karena perjalanan penyakit yang sulit dibedakan dengan infeksi
virus dengue. Keluhan pada fase prodromal campak sangat menyerupai keluhan infeksi virus
dengue. Demam tinggi yang timbul mendadak dan terjadi terus-menerus, kemudian
munculnya eksantema dengue atau ruam kemerahan seluruh tubuh, dengan adanya
leukopenia dan trombositopenia menyulitkan eksklusi penyakit campak maupun dengue.
Pada kasus ini, kedua penyakit tidak bisa disingkirkan karena pemeriksaan spesifik dengue
seperti NS-1 dan anti-dengue IgM dan IgG tidak dapat dilakukan di RS.

Walaupun begitu, terapi kedua penyakit sama yaitu bersifat suportif yaitu dengan pemberian
cairan yang cukup disertai dengan suplemen dan diet yang seimbang dan pengobatan
simptomatik untuk keluhan demam, muntah, dan diare. Selamat dirawat inap, pada pasien ini
dilakukan pemantauan tanda vital dan kemungkinan infeksi sekunder, serta pergantian cairan
plasma yang hilang dengan pemberian IVFD ringer laktat 200 cc habis dalam 1 jam
dilanjutkan dengan 60 cc/ jam untuk memperbaiki status dehidrasi. Pasien juga diberikan
injeksi paracetamol 200 mg/ 6 jam, injeksi ondansentrone 2 mg, injeksi ranitidine 20 mg/ 12
jam dan lacto B 1 sach untuk keluhan demam, mual, muntah dan diare. Setelah dirawat
selama 3 hari, kondisi umum pasien membaik dan trombosit pasien naik menjadi 151.000 dan
pasien dipulangkan.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

Infeksi virus dengue merupakan kondisi yang sangat sering ditemui sehingga
deteksi cepat dan penanganan tepat pasien dengan infeksi virus dengue menjadi begitu
penting sehingga tidak berujung pada kondisi dehidrasi dan syok yang berbahaya. Campak
juga merupakan kondisi yang masih cukup sering ditemui di Indonesia, sehingga dokter
umum harus mampu menatalaksana campak dengan tepat sehingga tidak berujung pada
infeksi sekunder oportunis yang berbahaya. Penanganan yang dilakukan di RSUD Jagakarsa
sudah tepat, sehingga pasien dapat pulang ketika kondisi umum sudah perbaikan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Campak. In: Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: Ikatan Dokter
Anak Indonesia; 2009.
2. Laksono BM, De Vries RD, McQuaid S, Duprex WP, De Swart RL. Measles virus
host invasion and pathogenesis. Viruses. 2016 Jul 28;8(8):210.
3. Kondamudi NP, Waymack JR. Measles. [Updated 2022 Jan 18]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan.
4. Infeksi Virus Dengue. In: Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta:
Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2009.
5. Schaefer TJ, Panda PK, Wolford RW. Dengue Fever. [Updated 2022 Apr 22]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430732/
6. World Health Organization. Handbook for Clinical Management of Dengue. Geneva:
World Health Organization Press; 2012.
7. Hadinegoro SR, Moedjito I, Chairulfatah A. Pedoman Diagnosis dan Tata Laksana
Infeksi Virus Dengue pada Anak. Jakarta: Ikatan Dokter anak Indonesia; 2014.

Anda mungkin juga menyukai