Anda di halaman 1dari 52

LAPORAN KASUS

G2P0A1 GRAVIDA 31-32 MINGGU DENGAN


IMPENDING EKLAMPSIA

Oleh:
Alisha Nurdya Irzanti

Pembimbing
dr. Dimas Radityo, Sp.OG

RSUD JAGAKARSA
PROGRAM INTERNSHIP DOKTER UMUM
AGUSTUS 2022 - FEBRUARI 2023

LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

Diajukan untuk memenuhi persyaratan tugas

Program Internship Dokter Indonesia

Di Rumah Sakit Umum Daerah Jagakarsa

Oleh:
Alisha Nurdya Irzanti

Pembimbing
dr. Dimas Radityo, Sp.OG

RSUD JAGAKARSA
PROGRAM INTERNSHIP DOKTER UMUM
AGUSTUS 2022 - FEBRUARI 2023

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT serta shalawat


dan salam untuk Nabi Muhammad S.A.W, karena berkat rahmat dan
karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
“G2P0A1 GRAVIDA 31-32 MINGGU DENGAN IMPENDING
EKLAMPSIA” yang merupakan salah satu tugas program internship
dokter Indonesia di Rumah Sakit Umum Daerah Jagakarsa. Penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Dimas
Radityo, Sp.OG selaku pembimbing dalam penyusunan laporan kasus
ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini
masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis
menerima semua saran dan kritik yang membangun guna
penyempurnaan laporan kasus ini. Akhir kata, semoga laporan ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Jakarta, Januari 2023

Penulis

ii

DAFTAR ISI

Halaman Judul ..................................................................................................


Lembar Pengesahan ........................................................................................i
Kata Pengantar ...............................................................................................ii
Daftar Isi .......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................1
I.1 Latar Belakang ..........................................................................................1
I.2 Tujuan Penulisan .......................................................................................2
BAB II LAPORAN KASUS ........................................................................3
BAB III TINJAUAN PUSTAKA...............................................................13
III.1 Preeklampsia ........................................................................................13
BAB IV PEMBAHASAN ...........................................................................38
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................45
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 46

iii

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Preeklampsia atau eklampsia merupakan masalah kegawatdaruratan dalam
obstetrik yang berkaitan dengan komplikasi yang dapat terjadi pada keduanya
baik pada ibu maupun janin khususnya di negara berkembang. Pada negara
berkembang frekuensi dilaporkan berkisar antara 0,3% sampai 0,7%, sedangkan di
negara-negara maju angka eklampsia lebih kecil, yaitu 0,05% sampai 0,1%. Di
Indonesia preeklampsia berat dan eklampsia merupakan penyebab kematian ibu
berkisar 1,5% sampai 25% sedangkan kematian bayi antara 45% sampai 50%.1,2
Sebuah penelitian yang dilakukan di beberapa Rumah Sakit di Jakarta
menunjukkan bahwa nulipara memiliki risiko preeklampsia berat 78% lebih tinggi
dibandingkan dengan wanita multipara. Selain itu, ditemukan juga bahwa wanita
berpendidikan rendah lebih berisiko dibandingkan wanita berpendidikan sedang
dan tinggi. 13 Penelitian lain mengenai preeklampsia berat di negara
berpenghasilan rendah dan menengah menunjukkan bahwa karakteristik
sosiodemografi dan usia ibu di atas 30 tahun meningkatkan risiko preeklampsia
berat dan eklampsia.14
Studi ini merupakan studi kualitatif dengan pendekatan laporan kasus.
Kasus diambil dari IGD PONEK Rumah Sakit Umum Daerah Jagakarsa pada
tanggal 22 Agustus 2022. Data yang diambil adalah data primer yaitu pemeriksaan
fisik pasien dan data sekunder yaitu autonamnesis serta pemeriksaan penunjang
pasien.

2. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk mengetahui kasus ibu
hamil dengan preeklampsia berat yang mencakup definisi, etiologi, penegakkan
diagnosis hingga tatalaksana dan komplikasi yang dapat terjadi.

BAB II
LAPORAN KASUS

I. Keterangan Umum

Nama : Ny. TA

No RM : 00131721

Alamat : Jl. Kp. Utan RT010 RW08, Ragunan, Jakarta Selatan

Tanggal Lahir : 16/11/1993

Umur : 29 tahun

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Nama Suami : Tn. HS

Umur Suami : 33 tahun

Tanggal Pemeriksaan : Senin, 22 Agustus 2022

II. Anamnesis

Autoanamnesa dilakukan pada tanggal 22 Agustus 2022 di ruang IGD

Kebinanan (PONEK).

Keluhan utama: Nyeri ulu hati.

Pasien G2P0A1 hamil 31-32 minggu datang ke IGD Kebidanan RSUD

Jagakarsa dengan keluhan utama nyeri ulu hati yang dirasakan sejak kemarin

malam dan memberat sore hari ini. Keluhan disertai mual hebat namun tidak

disertai muntah. Pasien merasa gerak janin masih aktif.

Keluhan lain berupa wajah dan kaki yang bengkak dirasa sejak sore hari.

Tidak ada keluhan nyeri kepala maupun penglihatan mata buram. Tidak ada

keluhan kejang. Tidak ada keluhan panas badan.

Pasien rutin melakukan kontrol kehamilan (ANC) ke bidan dan dokter

spesialis kandungan. Pasien mengaku belum pernah merasakan keluhan seperti ini

sebelumnya dan belum pernah dinyatakan mengalami darah tinggi. Riwayat

darah tinggi sebelum kehamilan pun tidak ada. Riwayat darah tinggi saat

kehamilan pertama juga tidak ada. Pasien mengaku selama ini pergerakan janin

aktif. Riwayat terjatuh tidak ada, trauma pada abdomen tidak ada. Pasien tidak

merokok dan tidak pernah meminum minuman beralkohol. Pasien tidak memiliki

binatang peliharaan di rumahnya. Riwayat keputihan yang banyak dan berbau

tidak ada. Riwayat penyakit hipertensi dan diabetes mellitus pada keluarga tidak

ada. Pasien mengaku tidak pernah memakai KB.

• Riwayat Penyakit Dahulu

• Riwayat keluhan serupa : Tidak ada

• Riwayat Hipertensi : Tidak ada

• Riwayat Diabetes Mellitus : Tidak ada

• Riwayat Ginjal : Tidak ada

• Riwayat Jantung : Tidak ada

• Riwayat Asma : Tidak ada

• Riwayat alergi obat/makanan : Ya, makanan ikan tongkol.

• Riwayat keputihan : Tidak ada

• Riwayat penyakit keluarga

Keluarga pasien tidak ada yang mengalami hal serupa serta tidak memiliki

penyakit-penyakit lain.

• Riwayat Kebiasaan

Riwayat merokok dan kebiasaan mengkonsumsi alkohol disangkal.

• Riwayat Haid

Menarche : 12 tahun

Lama menstruasi : 6-7 hari

Siklus menstruasi : 28 hari

HPHT : 15 Januari 2022

TP : 22 September 2022

UK : 31-32 minggu

• Riwayat Obstetri

Tahun Jenis Usia Jenis Tempat Asi


No BB& PB Ket
Lahir kelamin kehamilan persalinan penolong eksklusif

1 2018 - 8 minggu Kuret RSIA Blighte


Brawijaya d Ovum

2 Hamil ini

• Riwayat Perkawinan

Menikah 1 kali, lama 4 tahun dengan suami sekarang.

• Riwayat Kontrasepsi

Kondom dan senggama terputus.

III. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Tampak Sakit Berat

Kesadaran : Compos mentis

Berat badan sebelum hamil : 47 kg

Berat badan sesudah hamil : 52 kg

Tinggi badan : 140 cm

IMT : 23,9 kg/m2 (sebelum kehamilan)

26,5 kg/m2 (setelah kehamilan)

Tanda vital

Tensi : 226/124 mmHg

Nadi : 98x/menit, reguler

Respirasi : 20 x/menit

Suhu : 36,7 0C

SpO2 : 98%

Status Generalis

Kepala : Edem palpebra ODS

Mata : Konjungtiva anemis -/- , Sklera ikterik -/- RCL +/+ RCTL +/+

Leher : KGB tidak teraba membesar

JVP tidak meningkat

Thoraks : Bentuk dan gerak simetris

Cor : Bunyi jantung I dan II regular

Pulmo : SNV kanan = kiri, ronkhi -/- , wheezing -/-

Abdomen : Cembung Gravidarum. Striae gravidarum (+), Nyeri tekan pada RUQ

dan epigastrium

Ekstremitas : akral hangat, CRT <2 detik, non pitting edema +/+, reflex patella +/

Status Obstetrik

Mammae : papilla : menonjol +/+

areola : hiperpigmentasi +/+

abses : tidak ada

Nyeri tekan : tidak ada

Abdomen : cembung gravida, Striae gravidarum +, linea nigra +


TFU : 24 cm

DJJ : 133x

Leopold I : kepala

Leopold II : punggung di kiri

Leopold III : bokong

Leopold IV : konvergen

Vulva dan perineum : darah(-), air ketuban(-), lendir(+), flek(+)

Pemeriksaan Dalam

▪ Pembukaan : Tidak ada

▪ Portio : Tebal

▪ Ketuban :+

▪ Presentasi : bokong

▪ Hodge :-

IV. Pemeriksaan Penunjang:

• Laboratorium darah

Golongan darah :B

Anti HIV (rapid) : Non Reaktif

Hb : 12,7 g/dL

Ht : 37%

Trombosit : 192.000/uL

Leukosit : 13.500/uL

• Fungsi Ginjal

Ureum : 20 mg/dL

Kreatinin : 0.5 mg/dL

• Fungsi Hati

SGOT : 66 U/L

SGPT : 52 U/L

• Glukosa Sewaktu : 99 mg/dL

• Urinalisa

Makroskopis Warna : kuning muda

Berat jenis : 1.005

PH :7

Kimiawi Protein : 100 (+2) mg/dL

Glukosa : NEGATIF

Keton : NEGATIF

Bilirubin : NEGATIF

Urobilinogen : <2.0 mg/dl

Darah : +3

Nitrit : NEGATIF

Mikroskopis Leukosit : 4-5/LPB

Eritrosit : 15-20/LPB

Epitel Skuamosa : 1-3/LPB

Epitel Bulat : NEGATIF

Silinder : GRANULA (+)

Kristal : NEGATIF

• USG

V. Diagnosis

G2P0A1 gravida 31-32 minggu + Impending eklampsia

VI. Tatalaksana

Dilakukan informed consent terlebih dahulu kepada keluarga pasien mengenai

keadaan ibu dan kemungkinan apa saja yang akan terjadi.

• Penatalaksanaan Umum

1. Tirah baring

2. O2 3lpm

10

3. Pasang kateter urine untuk monitoring urine output —> 100ml

4. Observasi tanda vital, refleks fisiologis dan denyut jantung janin

5. Dampingi pasien, karena khawatir terjadinya kejang

• Penatalaksanaan Medikamentosa

1. Antihipertensi ! Nifedipin 10mg sublingual

2. Pemberian antikonvulsan untuk mencegah kejang ! MgSO4

Loading dose: initial dose 4 gram MgSO4 intravena (40% dalam 10cc)

selama 15 menit

Maintenance dose: Diberikan infus 6 gr (15cc) dalam larutan Ringer/6 jam

• Penatalaksanaan Obstetrik

1. Konsul dr. Tiwi Sp. OG

Advice:

• Nifedipin 10mg / 20 menit maximal 4x -> Cek TD setiap masuk nifedipin

• Target penurunan MAP 20% dari TD awal

• Rujuk dengan Hipertensi Emergensi + Impending Eklampsia

• Lanjut MgSO4 1gr/jam

• Inj. Dexamethasone 12mg Single Dose

2. Konsul dr. Annisya Sp. OG

Advice:

• Persiapan rujuk RS Aulia dengan dr. Annisya Sp.OG untuk terminasi SC

CITO -> anak pasang CPAP

• Selamatkan Ibu terlebih dahulu

11

VII. Diagnosis Akhir

G2P0A1 Gravida 31-32 minggu + Impending Eklampsia

VIII. Prognosis

• Quo ad vitam : dubia ad bonam

• Quo ad functionam : dubia ad malam

• Quo ad sanationam : dubia ad bonam

12

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

1. Preeklampsia

1. Definisi

Preeklampsia paling tepat digambarkan sebagai sindrom khusus kehamilan yang

dapat mengenai setiap sistem organ. Preeklampsia merupakan penyulit yang akut

dan dapat terjadi ante, intra, dan postpartum. Kriteria terbaru tidak lagi

mengkategorikan lagi preeklampsia ringan, dikarenakan setiap preeklampsia

merupakan kondisi yang berbahaya dan dapat mengakibatkan peningkatan

1,
morbiditas dan mortalitas secara signifikan dalam waktu singkat.

Preeklampsia berat adalah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥

160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai dengan proteinuria

lebih dari 5g/24 jam. Preeklampsia berat dibagi menjadi preeklampsia berat tanpa

impending eklampsia dan preeklampsia berat dengan impending eklampsia.

Disebut impending eklampsia bila preeklampsia berat disertai dengan gejala-

gejala subjektif berupa nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri

epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan darah.2

2. Epidemiologi

Preeklampsia atau eklampsia merupakan penyebab utama morbiditas dan

mortalitas ibu hamil di dunia khususnya negara berkembang. Pada negara berkembang

13

frekuensi di laporkan berkisar antara 0,3% sampai 0,7%, sedangkan di negara-negara

maju angka eklampsia lebih kecil, yaitu 0,05% sampai 0,1%. Di Indonesia

preeklampsia berat dan eklampsi merupakan penyebab kematian ibu berkisar 1,5%

sampai 25% sedangkan kematian bayi antara 45% sampai 50%.1,2

3. Faktor Risiko

Wanita hamil cenderung lebih berisiko mengalami preeklampsia apabila

memiliki faktor predisposisi sebagai berikut:1,2

1. Usia

Ibu dengan usia ≥40 tahun memiliki risiko 2 kali lipat lebih besar untuk

mengalami preeklampsia. Dari penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa

risiko preeklampsia meningkat hingga 30% setiap penambahan 1 tahun setelah ibu

mencapai usia 34 tahun. Sedangkan ibu yang hamil di usia muda cenderung tidak

mempengaruhi risiko terjadinya preeklampsia.1

2. Paritas

Preeklampsia sering disebut sebaga penyakit kehamilan pertama karena

banyaknya kasus preeklampsia yang muncul pada kehamilan pertama. Sebuah

penelitian menunjukkan bahwa nuliparitas meningkatkan kemungkinan terjadinya

preeklampsia sebanyak 3 kali lipat. Sedangkan ibu yang masuk ke dalam golongan

multipara adalah ibu yang sudah melahirkan lebih dari 1 kali dan tidak lebih dari 4 kali,

memiliki risiko sebesar 1% untuk mengalami preeklampsia.1

14

3. Riwayat preeklampsia sebelumnya

Ibu yang mengalami preeklampsia pada kehamilan pertamanya, akan memiliki

risiko 7 kali lipat lebih besar untuk mengalami preeklampsia pada kehamilan

berikutnya.1

4. Kehamilan multipel

Ketika seorang ibu mengandung lebih dari 1 janin dalam kandungannya, maka

risiko ibu tersebut mengalami preeklampsia meningkat hampir 3 kali lipat. Satu buah

penelitian menunjukkan bahwa ibu hamil dengan 3 janin berisiko mengalami

preeklampsia 3 kali lipat lebih besar dari pada ibu hamil dengan 2 janin.1

5. Penyakit terdahulu

Jika sebelum hamil ibu sudah terdiagnosis diabetes, kemungkinan terkena

preeklampsia meningkat 4 kali lipat. Sedangkan untuk kasus hipertensi, Davies et al

mengemukakan bahwa prevalensi preeklampsia pada ibu dengan hipertensi kronik

lebih tinggi dari pada ibu yang tidak menderita hipertensi kronik. Berdasarkan

penelitian ibu yang mengalami preeklampsia superimpos memiliki tingkat morbiditas

perinatal bayi yang kecil untuk umur kehamilan tersebut, dan persalinan sebelum umur

kehamilan 32 minggu yang lebih tinggi. Sedangkan untuk ibu yang sebelumnya

didiagnosis dengan sindrom antifosfolipid meningkatkan risiko terjadinya preeklampsia

secara signifikan.1,2

6. Jarak antara kehamilan

Hubungan antara risiko terjadinya preeklampsia dengan interval kehamilan lebih

signifikan dibandingkan dengan risiko yang ditimbulkan dari pergantian pasangan

15

seksual. Risiko pada kehamilan kedua atau ketiga secara langsung berhubungan dengan

waktu persalinan sebelumnya. Ketika intervalnya adalah lebih dari sama dengan 10

tahun, maka risiko ibu tersebut mengalami preeklampsia adalah sama dengan ibu yang

belum pernah melahirkan sebelumnya.1,2

7. Indeks masa tubuh

Penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan risiko munculnya

preeklampsia pada setiap peningkatan indeks masa tubuh. Sebuah studi kohort

mengemukakan bahwa ibu dengan indeks masa tubuh >35 memiliki risiko untuk

mengalami preeklampsia sebanyak 2 kali lipat.1

8. Usia kehamilan

Preeklampsia dapat dibagi menjadi 2 subtipe dideskripsikan berdasarkan waktu

onset dari preeklampsia. Preeklampsia early-onset terjadi pada usia kehamilan <34

minggu, sedangkan late onset muncul pada usia kehamilan >34 minggu. Preeclampsia

early onset merupakan gangguan kehamilan yang dapat mengancam jiwa ibu maupun

janin yang dikandungnya. Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa insidensi

preeklampsia meningkat seiring dengan semakin tuanya usia kehamilan yang

dibuktikan dengan preeklampsia yang terjadi pada usia kehamilan 20 minggu adalah

0.01/1000 persalinan dan insidensi preeklampsia pada usia kehamilan 40 minggu

adalah 9.62/1000 persalinan.1,2

16

4. Etiopatogenesis

Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan

jelas. Setiap teori yang memuaskan mengenai etiologi dan patogenesis

preeklamsia harus dapat menegaskan hasil pengamatan bahwa penyakit hipertensi

dalam kehamilan lebih mungkin timbul pada perempuan yang terpajan vili

korionik untuk pertama kalinya, tepajan vili korionik dalam jumlah besar seperti

pada kehamilan ganda atau mola hidatidosa, telah memiliki penyakit ginjal atau

kardiovaskular, dan secara genetis beresiko untuk mengalami hipertensi selama

kehamilan. Preeklamsia tidaklah sesederhana “satu penyakit”, melainkan

merupakan hasil akhir berbagai faktor yang kemungkinan meliputi sejumlah

faktor pada ibu, plasenta, dan janin. Faktor-faktor yang saat ini dianggap penting

mencakup:1,2,3

1. Implantasi plaseta disertai invasi trofoblastik abnormal pada pembuluh darah

uterus. Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari

cabang-cabang arteri uterina dan arteri ovarika. Kedua pembuluh darah

tersebut menembus miometrium berupa arteri arkuarta dan arteri arkuarta

memberi cabang arteria radialis. Pada implantasi normal yang diperlihatkan

pada gambar 1.1, arteriola spiralis uteri mengalami remodeling ekstensif atau

remodeling arteri spiralis karena diinflasi oleh trofoblas endovaskular. Sel-sel

17

ini menggantikan lapisan otot dan

Gambar 1.1 Implantasi plasenta normal (sebelah kiri) dan plasenta pada
kehamilan preeklampsia (sebelah kanan)

endotel untuk memperlebar diameter pembuluh darah sehingga memberi

dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan

peningkatan aliran darah pada uteroplasenta. Akibatnya, aliran darah ke janin

cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat sehingga dapat menjamin

pertumbuhan janin dengan baik. Vena-vena hanya di invasi secara superfisial.

Namun pada preeklamsia terjadi invasi trofoblastik inkomplet, sehingga

lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri

spiralis tidak mungkin mengalami distensi dan vasodilatasi. Selain itu lipid

awalnya terakumulasi dalam sel miointima dan selanjutnya dalam makrofag.

Sel yang dipenuhi lipid semcam ini disebut aterosis dan akan mengalami

dilatasi aneurismal, sehingga kemungkinan mengganggu aliran darah

plasenta.

18

2. Toleransi imunologis yang bersifat maladaptif dintara jaringan maternal,

plasental dan fetal. Pada perempuan hamil normal, respon imun tidak menolak

adanya “hasil konsepsi” yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human

leukocyte antigen protein G (HLA-G) yang berperan penting dalam modulasi

respon imun, sehingga ibu tidak menolak hasil konsepsi. Adanya HLA-G pada

plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh Natural Killer (NK)

ibu. Selain itu, adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas ke

dalam jaringan desidua ibu. Pada hipertensi dalam kehamilan, terjadi

penurunan ekspresi HLA-G.

3. Maladaptasi maternal terhadap perubahan kardiovaskular atau inflamatori

yang terjadi pada kehamilan normal. Teori menyatakan bahwa difungsi sel

endotel disebabkan oleh keadaan leukosit terhiperaktivasi dalam sirkulasi ibu.

Secara singkat, sitokin, seperti TNF-α dan interleukin (IL) mungkin berperan

dalam timbulnya stres oksidatif terkait preeklampsia. Stres oksidatif ini

ditandai dengan terdapatnya spesies oksigen reaktif dan radikal bebas yang

menyebabkan terbentuknya peroksida lipid yang berpropagasi sendiri. Hal ini

kemudian akan membentuk radikal-radikal yang amat toksik yang akan

mencederai sel endotel, mengubah produksi nitrat oksida mereka, dan

mengganggu keseimbangan prostaglandin. Akibat lain stres oksidatif

mencakup produksi sel busa, makrofag yang penuh lipid yang tampak pada

aterosis. Aktivasi koagulasi mikrovaskular, yang bermanifestasi sebagai

19

trombositopenia, dan peningkatan permeabilitas kapiler, yang ditandai dengan

edema dan proteinuria.

4. Faktor-faktor genetik, termasuk gen predisposisi yang diwariskan, serta

pengaruh epigenetik. Lebih dari 70 gen telah dipelajari atas kemungkinan

kaitan dengan preeklamsia. Tujuh dari gen ini adalah MTHFR (C677T)

berkaitan dengan penyakit vaskular, F5 (Leiden) berkaitan dengan trombofilia,

AGT (M235T) berkaitan dengan pengaturan tekanan darah, HLA berkaitan

dengan imunitas, NOS3 berkaitan dengan endovaskular, F2 berkaitan dengan

koagulasi dan ACE berkaitan dengan pengaturan tekanan darah.

5. Patofisiologi

Pada wanita hamil normal prostasiklin endotel mencapai 8-10 kali lipat lebih

tinggi daripada wanita yang tidak hamil. Namun pada wanita preeklamsi peningkatan

ini hanya terjadi 1-2 kali lipat. Di samping itu pada wanita preeklamsi tromboksan

meningkat lebih banyak bila dibandingkan dengan wanita normal. Karena prostasiklin

merupakan vasodilator dan tromboksan merupakan vasokonstriktor, kerusakan sel

endotel menyebabkan peningkatan tromboksan dan penurunan prostasiklin

menyebabkan terjadinya vasospasme. Peningkatan sintesis lemak menyebabkan

peningkatan rasio tromboksan/prostasiklin dan menyebabkan timbulnya sindrom

preeklamsi. Itulah mengapa profil lipid yang abnormal merupakan penanda penting

untuk terjadinya preeklamsi.3,4

20

Gambar 1.2 Patofisiologi preeklampsia

Perubahan pada organ-organ:

1. Perubahan kardiovaskuler

Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada preeklampsia

dan eklampsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan

peningkatan afterload jantung akibat hipertensi, preload jantung yang secara nyata

dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis hipervolemia kehamilan atau yang

secara iatrogenik ditingkatkan oleh larutan onkotik atau kristaloid intravena, dan

aktivasi endotel disertai ekstravasasi ke dalam ruang ektravaskular terutama paru.1,2

2. Metabolisme air dan elektrolit

Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklampsia tidak diketahui

penyebabnya. Jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak pada penderita

preeklampsia dan eklampsia daripada pada wanita hamil biasa atau penderita dengan

hipertensi kronik. Penderita preeklampsia tidak dapat mengeluarkan dengan sempurna

air dan garam yang diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun,

21

sedangkan penyerapan kembali tubulus tidak berubah. Elektrolit, kristaloid, dan protein

tidak menunjukkan perubahan yang nyata pada preeklampsia. Konsentrasi kalium,

natrium, dan klorida dalam serum biasanya dalam batas normal.1,2

3. Mata

Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Selain itu

dapat terjadi ablasio retina yang disebabkan oleh edema intra-okuler dan merupakan

salah satu indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan. Gejala lain yang

menunjukan tanda preeklampsia berat yang mengarah pada eklampsia adalah adanya

skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan preedaran

darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau di dalam retina.1,2

4. Otak

Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada

korteks serebri, pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan perdarahan.2

5. Uterus

Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada plasenta,

sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi

gawat janin. Pada preeklampsia dan eklampsia sering terjadi peningkatan tonus rahim

dan kepekaan terhadap rangsangan, sehingga terjadi partus prematur.1,2

22

6. Paru-paru

Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsia biasanya disebabkan oleh edema

paru yang menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga karena terjadinya aspirasi

pneumonia, atau abses paru.1,2

6. Diagnosis Klinis

Dua gejala yang paling penting pada preeklampsia adalah hipertensi dan

proteinuria. Gejala ini merupakan keadaan yang biasanya tidak disadari oleh wanita

hamil. Pada saat keluhan lain seperti sakit kepala, gangguan penglihatan, dan nyeri

epigastrium mulai timbul, hipertensi dan proteinuria yang terjadi biasanya sudah berat.4

Kelainan dasar pada preeklampsia adalah vasospasme arteriol sehingga tanda

peringatan awal yang muncul adalah peningkatan tekanan darah. Tekanan diastolik

merupakan tanda prognostik yang lebih baik dibandingkan tekanan sistolik. Tekanan

diastolik ≥ 90 mmHg yang menetap menunjukkan keadaan yang abnormal. Tekanan

darah diastolik merupakan indikator dalam penanganan hipertensi dalam kehamilan,

oleh karena tekanan diastolik mengukur tahanan perifer dan tidak tergantung pada

keadaan emosional pasien.1,4

Salah satu kriteria diagnosis preeklampsia berat yaitu tekanan darah sistolik

lebih dari 160 mmHg atau diastolik lebih dari 110 mmHg pada dua kali pemeriksaan

yang setidaknya berjarak 6 jam dengan ibu posisi tirah baring. Hipertensi ini sering

terjadi sangat tiba-tiba. Banyak primigravida dengan usia muda memiliki tekanan darah

sekitar 100-110/60-70 mmHg selama trimester kedua. Peningkatan diastolik sebesar 15

mmHg atau peningkatan sistolik sebesar 30 mmHg harus dipertimbangkan patologis.5,6

23

Peningkatan berat badan yang terjadi tiba-tiba dan kenaikan berat badan yang

tiba-tiba dan berlebihan merupakan tanda awal preeklampsia. Peningkatan berat badan

sekitar 0.45 kg per minggu adalah normal, tetapi bila lebih dari 1 kg dalam seminggu

atau 3 kg dalam sebulan maka kemungkinan terjadinya preeklampsia harus dicurigai.

Peningkatan berat badan yang tiba-tiba serta berlebihan terutama disebabkan oleh

retensi cairan dan selalu dapat ditemukan sebelum timbul gejala edema non dependen

yang terlihat jelas, seperti edema kelopak mata, kedua lengan atau tungkai.

Preeklampsia dapat juga terjadi tanpa adanya edema.5,6

Proteinuria merupakan gejala terakhir timbul. Derajat proteinuria sangat

bervariasi menunjukan adanya suatu penyebab fungsional dan bukan organik.

Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam urin yang melebihi 0,3 gr/liter dalam urin

24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukan (+1 sampai 2+ dengan metode dipstik)

atau > 1 gr/liter melalui proses urinalisis dengan menggunakan kateter atau midstream

yang diambil urin sewaktu minimal dua kali dengan jarak waktu 6 jam.5,6

Nyeri kepala sering ditemukan pada kasus preeklampsia ringan maupun berat.

Keluhan nyeri kepala akan lebih sering terjadi pada preeklampsia berat. Nyeri kepala

terasa pada daerah frontalis dan oksipitalis, dan tidak sembuh dengan pemberian

analgetik biasa.5,6

Nyeri epigastrium atau nyeri perut kuadran kanan atas merupakan keluhan

yang sering ditemukan pada preeklampsia berat dan dapat menjadi prediktor serangan

kejang yang akan terjadi. Keluhan ini mungkin disebabkan oleh regangan kapsula

hepatic akibat edema atau perdarahan.5

24

Gangguan penglihatan yang dapat terjadi diantaranya pandangan kabur,

skotoma, hingga kebutaan parsial atau total. Keadaan ini disebabkan oleh vasospasme,

iskemik dan perdarahan pada korteks oksipital. Preeklampsia digolongkan

preeklampsia berat bila ditemukan satu atau lebih gejala sebagai berikut:1

1. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110

mmHg. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di

rumah sakit dan sudah menjalani tirah baring

2. Proteinuria lebih dari 5 g/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif

3. Oliguria, yaitu produksi urin < 500 cc/24 jam

4. Kenaikan kadar kreatinin plasma

5. Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala, scotoma dan

pandangan kabur

6. Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat

teregangnya kapsula Glisson)

7. Edema paru dan sianosis

8. Hemolisis mikroangiopatik

9. Trombositopenia berat < 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan

cepat

10. Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoselular): peningkatan kadar alanin

dan aspartate aminotransferase

11. Pertumbuhan janin intrauterine yang terhambat

12. Sindrom HELLP

25

7. Penatalaksanaan

Perawatan preeklampsia berat sama halnya dengan perawatan

preeklampsia ringan, dibagi menjadi 2 unsur, yaitu sikap terhadap penyakitnya,

yaitu pemberian obat-obat atau terapi medisinalis, dan sikap terhadap

kehamilannya.1

7.1. Sikap terhadap penyakit: pengobatan medikamentosa

Penderita preeklampsia berat harus segera masuk ke rumah sakit untuk

rawat inap dan dianjurkan untuk tirah baring miring ke satu sisi (kiri). Perawatan

yang penting adalah pengelolaan cairan karena penderita preeklampsia dan

eklampsia mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya edema paru dan oliguria.

Oleh karena itu, monitoring input cairan (melalui oral ataupun infus) dan output

cairan (melalui urin) menjadi sangat penting. Cairan yang diberikan berupa (a) 5%

ringer-dextrose atau cairan garam faali dengan jumlah tetesan < 125 cc/jam, atau

(b) infus Dextrose 5% yang tiap 1 liternya diselingi dengan infus Ringer Laktat

(60-125 cc/jam) 500cc. Selain itu dipasang folley catheter untuk mengukur

pengeluaran urin. Oliguria terjadi bila produksi urin <30 cc/jam dalam 2-3 jam

atau <500 cc/24 jam. Diberikan antasida untuk menetralisir asam lambung

sehingga bila mendadak kejang, dapat menghindari risiko aspirasi asam lambung

yang sangat asam. Diet yang cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.

Pemberian magnesium sulfat sebagai antikejang lebih efektif

dibandingkan dengan fenitoin. Magnesium sulfat akan menghambat atau

menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan serat saraf dengan menghambat

26

transmisi neuromuskular. Transmisi neuromusular membutuhkan kalsium pada

sinaps. Pada pemberian magnesium sulfat, magnesium akan menggeser kalsium,

sehingga aliran rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetitif inhibition antara ion

kalsium dan ion magnesium). Cara pemberian magnesium sulfat, sebagai berikut:

1. Loading dose: initial dose

4 gram MgSO4 intravena (40% dalam 10cc) selama 15 menit

2. Maintenance dose:

Diberikan infus 6 gr dalam larutan Ringer/6 jam; atau diberikan 4 atau 5 gr

intramuskular. Selanjutnya maintenance dose diberikan 4 gr intramuskular tiap

4-6 jam

3. Syarat-syarat pemberian MgSO4 yaitu harus tersedia antidotum MgSO4, bila

terjadi intoksikasi yaitu kalsium glukonas 10% = 1 gr (10% dalam 10cc)

diberikan intravena selama 3 menit, refleks patella kuat, dan frekuensi

pernapasan > 16 kali/menit dan tidak ada tanda-tanda distres pernapasan.

4. MgSO4 dihentikan pemberiannya apabila ada tanda-tanda intoksikasi, pemberian

telah dilakukan sampai 24 jam pascasalin, atau jika dalam 6 jam pascasalin terjadi

perbaikan (normotensif). Tanda-tanda intoksikasi yaitu kelemahan otot, hipotensi,

refleks fisiologis menurun, fungsi jantung terganggu, depresi SSP, kelumpuhan dan

selanjutnya dapat menyebabkan kematian karena kelumpuhan otot-otot pernapasan.

Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru,

payah jantung kongestif atau anasarka. Diuretikum yang dipakai adalah

Furosemida.

27

Selanjutnya diberikan juga antihipertensi. Penggunaan antihipertensi pada

preeklampsia dimaksudkan untuk menurunkan tekanan darah dengan segera demi

memastikan keselamatan ibu tanpa mengesampingkan perfusi plasenta untuk fetus.

Pemberian antihipertensi ini masih banyak pendapat tentang penentuan batas (cut

off) tekanan darah, sehingga dalam pemberian antihipertensi ini diserahkan pada

klinikus tergantung pengalaman dan pengenalan dengan obat tersebut.

Antihipertensi yang diberikan di Indonesia adalah nifedipin dengan dosis awal

10-20 mg, diulangi 30 menit bila perlu. Dosis maksimum 120 mg per 24 jam.

Nifedipin tidak boleh diberikan sublingual karena efek vasodilatasi sangat cepat,

sehingga hanya boleh diberikan peroral. Beberapa antihipertensi yang dapat

diberikan pada kasus preeklampsia secara oral sebagai berikut:1,3,4

Tabel 1.1 Obat antihipertensi pada kehamilan


Antihipertensi Dosis Frekuensi Efek Samping Maternal
(perhari)
Centrally Acting 250-500 mg 3-4x Somnolence, vertigo, sakit
- Metildopa kepala, nightmares, depresi,
hipotensi, Parkinson-like
symptoms

Adrenergic Bradikardia, atrio-


receptor ß-blocker ventricular conduction,
- Atenolol 25-50 mg 2x impairment, fainting,
- Metoprolol 25-50 mg 2-3x bronkospasme, Raynaud
- Labetolol 100-200 mg 2-3x Syndrome, perfusi
pembuluh darah perifer
memburuk ketika terjadi
bersamaan dengan
atheroskklerosis

28

Calcium-channel Edema perifer, flushing,


blocker sakit kepala, vertigo,
- Nifedipin 5-10 mg 3x parestesia, kelemahan otot,
- Felodipin 2.5 mg 2x h i p e r t r o f i
ginggiva,takikardia,
hipotensi.

- Hidralazin 25-50 mg 3x Edema perifer, takikardia,


lupoid-like syndrome

Beberapa hal harus dipertimbangkan dalam pemberian antihipertensi. Obat yang

terbukti memberikan efek samping bagi fetus tidak boleh digunakan karena semua

antihipertensi diketahui mampu menembus plasenta hingga masuk ke sistem

kardiovaskular fetus. Wanita dengan riwayat hipertensi, ketika ia hamil maka ia harus

mengubah jenis antihipertensi yang dikonsumsinya menjadi antihipertensi yang juga

aman bagi janinnya.5,6

Nifedipin tergolong ke dalam antagonis kalsium (calcium channel blocker). Obat

ini bekerja dengan menghambat influks kalsium pada sel otot polos pembuluh darah

dan miokard. Di pembuluh darah, antagonis kalsium terutama menimbulkan relakasasi

arteriol, sedangkan vena kurang dipengaruhi. Nifedipin bersifat vaskuloselektif

sehingga efek langsung pada nodus SA dan AV minimal, menurunkan resistensi perifer

tanpa penurunan fungsi jantung.5,6

Bioavailabilitas oral rata-rata 40-60% (bioavailabilitas oral baik). Penggunaan

nifedipin secara sublingual sebaiknya dihindari untuk meminimalkan terjadinya

hipotensi maternal dan fetal distress akibat hipoperfusi plasenta. Kadar puncak tercapai

dalam waktu 30 menit hingga 1 jam dan memiliki waktu paruh 2-3 jam. Nifedipin

29

bekerja secara cepat dalam waktu 10-20 menit setelah pemberian oral dengan efek

samping yang minimal. Antagonis kalsium hanya sedikit sekali yang diekskresi dalam

bentuk utuh lewat ginjal sehingga tidak perlu penyesuaian dosis pada gangguan fungsi

ginjal. Efek samping utama nifedipin terjadi akibat vasodilatasi yang berlebihan. Gejala

yang tampak berupa pusing atau sakit kepala akibat dilatasi arteri meningeal, hipotensi,

refleks takikardia, muka merah, mual, muntah, edema perifer, batuk, dan edema paru.2

Metildopa merupakan prodrug yang dalam susunan saraf pusat menggantikan

kedudukan DOPA dalam sintesis katekolamin dengan hasil akhir α-metilnorepinefrin.

Efek antihipertensinya disebabkan oleh stimulasi reseptor α-2 di sentral sehingga

mengurangi sinyal simpatis ke perifer. Metildopa menurunkan resistensi vaskular tanpa

banyak mempengaruhi frekuensi dan curah jantung. Efek maksimal tercapai 6-8 jam

setelah pemberian oral atau intravena dan efektivitas berlangsung sampai 24 jam.5,6

Metidopa dikenal sebagai antihipertensi yang aman digunakan di tiap trimester

kehamilan. Penggunaan jangka panjangnya tidak berhubungan dengan masalah pada

janin. Namun, ibu hamil perlu mewaspadai efek sedasi dari metildopa dan terkadang

terjadi peningkatan liver transaminase (tes Coomb positif). Obat ini perlu dihindari

pada wanita dengan riwayat depresi karena dapat menyebabkan peningkatan risiko

terjadinya depresi postnatal.5,6

Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan

ibu. Diberikan pada kehamilan 32-34 minggu, 2 x 24 jam. Obat ini juga diberikan

pada sindrom HELLP.1

30

7.2. Sikap terhadap kehamilannya

Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala

preeklampsia berat selama perawatan, maka sikap terhadap kehamilannya dibagi

menjadi:1

1. Perawatan aktif (agresif), dimana sambil diberi pengobatan, kehamilan

diakhiri/diterminasi. Indikasi perawatan aktif apabila didapatkan satu/lebih

keadaan berikut:

31

a) Ibu :

1) Umur kehamilan ≥ 37 minggu

2) Adanya tanda-tanda impending eclampsia

3) Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu keadaan klinik dan

laboratorik memburuk

4) Diduga terjadi solusio plasenta

5) Timbul onset persalinan, ketuban pecah, atau perdarahan

b) Janin :

1) Adanya tanda-tanda fetal distress

2) Adanya tanda-tanda intrauterine growth restriction (IUGR)

3) NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal

4) Terjadinya oligohidramnion

c) Laboratorik : adanya tanda-tanda sindroma HELLP khususnya menurunnya

trombosit dengan cepat.

32

Gambar 1.3 Bagan penatalaksanaan preeklampsia berat.

2. Perawatan konservatif, dimana indikasinya ialah bila kehamilan preterm ≤ 37

minggu tanpa disertai tanda-tanda impending eclampsia dengan keadaan janin

baik. Diberi pengobatan yang sama dengan pengobatan medikamentosa pada

pengelolaan secara aktif. Sikap terhadap kehamilannya ialah hanya observasi

dan evaluasi sama seperti perawatan aktif, kehamilan tidak diakhiri.

Magnesium sulfat dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda-tanda

33

preeklampsia ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam. Bila setelah 24

jam tidak ada perbaikan, keadaan ini dianggap sebagai kegagalan pengobatan

medikamentosa dan harus diterminasi. Penderita boleh dipulangkan bila

penderita kembali ke gejala-gejala atau tanda-tanda preeklampsia ringan.1

Gambar 1.4 Bagan tatalaksana konservatif untuk preeklampsia berat.

34

8. Komplikasi

Komplikasi dapat terjadi baik pada ibu maupun janin. Beberapa

komplikasi yang dapat terjadi adalah:1,2

1. Pada ibu :

a. Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan kejang dan atau

koma. Kondisi ini dapat terjadi ketika preeklampsia tidak dapat dikontrol.

b. Sindroma HELLP ialah preeklampsia-eklampsia yang disertai

timbulnya hemolisis, peningkatan enzim hepar, disfungsi hepar, dan

trombositopeni. Hemoglobin dan hematokrit akan meningkat akibat

hemokonsentrasi. Trombositopenia biasanya terjadi. karena penurunan produksi

benang fibrin dan faktor koagulasi.

c. Solusio plasenta merupakan salah satu penyebab terjadinya

perdarahan antepartum yakni perdarahan yang terjadi pada umur

kehamilan yang telah melewati trimester III atau menjelang persalinan.

35

Preeklampsia meningkatkan risiko terjadinya solusio plasenta dimana

plasenta terlepas dari uterus sebelum persalinan. Perdarahan berat yang

akibatkannya dapat membahayakan nyawa ibu hamil dan janin.

d. Sistem saraf pusat seperti perdarahan intrakranial, trombosis vena

sentral, hipertensi ensefalopati, edema serebri, edema retina, makular atau

retina detachment dan kebutaan korteks.

e. Gastrointestinal-hepatik seperti subkapsular hematoma hepar, ruptur

kapsul hepar.

f. Ginjal seperti gagal ginjal akut, nekrosis tubular akut.

g. Hematologik seperti DIC, trombositopenia, dan hematoma luka

operasi.

h. Kardiopulmonar seperti edema paru kardiogenik atau nonkardiogenik,

cardiac arrest, iskemia miokardium.

i. Lain-lain seperti asites, edema laring, hipertensi yang tidak

terkendalikan.

2. Pada janin :

a. Intrauterine growth restriction (IUGR)

b. Solusio plasenta

c. Prematuritas

d. Sindroma distres napas

e. Kematian janin intrauterin

f. Kematian neonatal perdarahan intraventrikular

36

g. Necrotizing enterocolitis

h. Sepsis

i. Cerebral palsy

9. Pencegahan

9.1. Primer

Perlu dilakukan skrining risiko terjadinya preeklampsia untuk

setiap wanita hamil sejak awal kehamilannya

Pemeriksaan skrining preeklampsia selain menggunakan riwayat

medis pasien seperti penggunaan biomarker dan USG Doppler

Velocimetry masih belum dapat direkomendasikan secara rutin, sampai

metode skrining tersebut terbukti meningkatkan luaran kehamilan

9.2. Sekunder

• Istirahat

• Restriksi Garam

Pembatasan garam untuk mencegah dan komplikasi selama kehamilan

tidak direkomendasikan.

• Aspirin dosis rendah

Penggunaan aspirin dosis rendah dan suplemen kalsium (minimal 1g/

hari) direkomendasikan sebagai prevensi preeklampsia pada wanita

dengan risiko tinggi terjadinya preeklampsia

• Suplementasi kalsium

37


Suplementasi kalsium minimal 1 g/hari direkomendasikan terutama

pada wanita dengan asupan kalsium yang rendah

• Suplementasi antioksidan

WHO melakukan uji klinis acak terkontrol pada wanita hamil usia

gestasi 14-22 minggu dengan risiko tinggi preeklampsia dan status

nutrisi yang rendah. Intervensi berupa pemberian vitamin C 1000 mg

dan vitamin E 400 IU kepada kelompok perlakuan dan plasebo kepada

kelompok pembanding yang dikonsumsi setiap hari sampai bayi lahir.

Dari analisis hasil penelitian didapatkan pemberian vitamin

antioksidan tidak berhubungan dengan penurunan kejadian

preeklampsia (RR 1,0; CI 95% 0,9 - 1,3), eklampsia (RR 1,5; CI 95%

0,3 - 8,9), atau hipertensi gestasional (RR 1,2; CI 95% 0,9 - 1,7).

Pemberian suplemen antioksidan juga tidak berhubungan dengan berat

lahir bayi rendah (RR 0,9; CI 95% 0,8 -1,1), bayi kecil masa

kehamilan (RR 0,9; CI 95% 0,8 - 1,1), ataupun kematian perinatal

23
(RR 0,8; CI 95% 0,6 – 1,2).

38

BAB III
PEMBAHASAN

Seorang ibu G2P0A1 hamil 31-32 minggu, berusia 28 tahun datang ke

IGD Kebidanan RSUD Jagakarsa dengan keluhan utama nyeri pada ulu hati sejak 1

hari SMRS, memberat sejak sore hari ini. Selain itu, pasien juga mengeluhkan

mual hebat tanpa disertai muntah. Keluhan berupa penglihatan kabur, nyeri

kepala, dan sesak disangkal. Pada ada pemerikaan tanda vital didapatkan tekanan

darah 226/124 mmHg dan pada pemeriksaan fisik didapatkan bengkak pada mata

dan ekstremitas, nyeri tekan pada abdomen regio RUQ dan epigastrium.

Wanita yang mengalami preeklampsia atau eklampsia seringkali mengalami

edema terutama pada kaki sehingga dahulu edema tungkai dimasukkan sebagai salah

satu kriteria diagnosis preeklampsia. Terdapat beberapa jenis hipertensi yang dapat

terjadi pada kehamilan. Seseorang dapat dicurigai mengalami hipertensi sebagai

komplikasi kehamilan apabila sudah mencapai usia kehamilan > 20 minggu. Pada

pasien ini usia kehamilan 31-32 minggu dan tidak ada riwayat hipertensi sebelum

kehamilan dan sebelum usia kehamilan 20 minggu, sehingga kita dapat memastikan

bahwa hipertensi ini terjadi sebagai komplikasi dari kehamilan.

Saat pemeriksaan tekanan darah 226/124 mmHg dimana hal ini masuk dalam

salah satu kriteria diagnosis preeklampsia berat yaitu tekanan darah sistolik ≥ 160

mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg.

39

Pada pasien preeklampsia di awal kehamilan saat pembentukan plasenta, terjadi

invasi trofoblastik yang abnormal. Pada kondisi yang normal, seharusnya terjadi

proses remodelling arteriol spiralis uteri pada saat diinvasi oleh sel-sel trofoblas

endovaskular. Sel-sel tersebut menggantikan endotel pembuluh darah dan tunica

muskularis sehingga diameter vaskular membesar. Invasi terjadi secara dangkal pada

terbatas pada vaskularisasi desidua basalis tetapi tidak mencapai vaskular di

miometrium. Padahal spada keadaan normal, invasi trofoblas mencapai miometrium.

Pada preeklampsia arteriol miometrium hanya memiliki diameter berukuran kurang

lebih setengah lebih kecil dari yang plasentanya normal. Pada awal preeklampsia juga

terdapat kerusakan endotel, insudasi dari plasma ke dinding pembuluh darah,

proliferasi miointimal, dan nekrosis. Lipid dapat berkumpul pada sel miointimal dan

di dalam makrofag. Akibat disfungsi vaskular tersebut, terjadi peningkatan tekanan

darah serta kurangnya suplai oksigen dan nutrisi ke plasenta. Kondisi iskemik

plasenta tersebut menyebabkan plasenta mengeluarkan faktor-faktor tertentu yang

dapat memicu inflamasi sistemik.

Proses inflamasi sistemik memicu terjadinya vasospasme. Konstriksi pembuluh

darah menyebabkan peningkatan resistensi vaskular sehingga tekanan darah

meningkat. Disfungsi endotel pembuluh darah juga menyebabkan kebocoran

interstisial sehingga platelet dan fibrinogen terdeposit pada subendotel.

Sel endotel pembuluh darah pada pasien preeklampsia tidak memiliki

kemampuan yang baik dalam melepaskan senyawa pemicu vasodilatasi yaitu nitrit

oksida. Selain itu, endotel tersebut juga menghasilkan senyawa pencetus koagulasi

40

serta mengalami peningkatan sensitifitas terhadap vasopresor. Pada preeklampsia,

produksi prostasiklin endotelial (PGE2) akan berkurang disertai peningkatan

produksi tromboksan oleh platelet. Oleh karena itu, rasio perbandingan prostasiklin

dan tromboksan menurun. Hasil akhirnya adalah pembuluh darah akan segera

menyempit sehingga resistensi vaskular meningkat menyebabkan tekanan darah

meningkat, dan terjadi kebocoran cairan dari intravaskular ke interstisial. Jadi,

meskipun pasien preeklampsia mengalami edema karena kebocoran cairan,

sebenarnya terjadi kondisi kekurangan cairan di intravaskular.

Senyawa lain yang meningkat pada preeklampsia adalah endotelin. Endotelin

merupakan suatu asam amino yang bersifat vasokonstriktor poten yang memang

dihasilkan oleh endotel vaskular. Peningkatan senyawa ini terjadi karena proses

aktivasi endotel secara sistemik, bukan dihasilkan dari plasenta yang abnormal.

Berdasarkan penelitian pemberian MgSO4 pada wanita hamil dengan preeklampsia

mampu menurunkan kadar endotelin-1.

Gangguan fungsi kardiovaskular terjadi karena peningkatan afterload yang

disebabkan oleh peningkatan tekanan darah, aktivasi endotelial dan ekstravasasi

cairan intravaskular ke interstisial. Ekstravasasi cairan intravaskular dapat

menyebabkan edema paru maupun otak, sehingga pada tatalaksana ekspektatif juga

perlu dilakukan observasi tanda-tanda edema paru seperti sesak dan tanda edema otak

seperti kejang. Ventrikel kiri jantung juga dapat membesar. Namun, pada pasien ini

tidak ditemukan adanya tanda-tanda edema paru, kelainan pada jantung maupun pada

otak.

41

Pada wanita hamil normal, saat beberapa minggu awal kehamilan, volume

darah dapat mencapai 5000 ml, sedangkan pada wanita yang tidak hamil volume

darah hanya 3500 ml. Namun, pada pasien dengan preeklampsia akan terjadi

hemokonsentrasi terkait dengan vasokonstriksi sistemik akibat aktivasi endotel

ditambah adanya kebocoran plasma ke ruang interstisial karena adanya peningkatan

permeabilitas.

Pada awal kehamilan atau trimester pertama dan kedua kehamilan,

preeklampsia memang seringkali bersifat asimptomatik. Namun pada saat itu sudah

terjadi plasentasi yang buruk. Jadi, meskipun tanda dan gejala dari preeklampsia baru

muncul pada usia > 20 minggu, sebenarnya perjalanan penyakitnya sudah dimulai

jauh lebih awal. Oleh karena itu, tindakan pencegahan sebaiknya dilakukan sejak

awal kehamilan.

Pemeriksaan penunjang perlu dilakukan untuk membantu penegakkan

diagnosis yaitu pemeriksaan urine rutin. Proteinuria merupakan salah satu kriteria

diagnosis preeklampsia berat. Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam urin yang

melebihi 0,3 gr/liter dalam urin 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukan +1

sampai 2+ dengan metode dipstik atau > 1 gr/liter melalui proses urinalisis dengan

menggunakan kateter atau midstream yang diambil urin sewaktu minimal dua kali

dengan jarak waktu 6 jam.

Diagnosis diferensial pada pasien ini adalah sindrom hellp. Pada pasien ini

didapatkan peningkatan enzim SGOT SGPT, namun tidak terdapat penurunan

trombosit. Jika terjadi peningkatan LDH dapat ditegakkan diagnosis yaitu partial

42

hellp syndrome, namun pada pasien ini tidak dapat diperiksa oleh karena keterbatasan

fasilitas.

Untuk preeklampsia berat, terdapat dua kriteria tatalaksana yaitu tatalaksana

konservatif atau ekspektatif dan tatalaksana aktif. Pada pasien ini karena usia

kehamilan <37 minggu dan menunjukkan tanda gejala impending eklampsia sehingga

dilakukan tatalaksana konservatif atau ekspektatif. Tatalaksana aktif dilakukan

terminasi karena terdapat tanda dan gejala impending preeklampsia, dan gangguan

renal.

Pasien mendapat terapi berupa infus Ringer Laktat atau dapat diganti dengan

dextrose 5-10 %. Pemberian infus sangat penting karena berdasarkan patofisiologi

yang terjadi dimana kondisi intravaskular kekurangan cairan akibat adanya

ekstravasasi ke interstisial. Pemberian cairan ini dapat mengatasi hemokonsentrasi

yang terjadi sehingga afterload menurun. Afterload menurun dapat mengurangi

beban pada jantung.

MgSO4 diberikan sebagai profilaksis untuk mencegah terjadinya kejang atau

eklampsia. Initial dose 4 gram MgSO4 intravena (40% dalam 10cc) selama 15

menit. Dilanjutkan dengan pemberian maintenance dose 6g MgSO4 40% 15 cc

diencerkan dalam 500cc Ringer Laktat diberikan selama 6 jam.

Pasien diberi obat antihipertensi nifedipine 10 mg tablet sublingual. Nifedipin

adalah obat antihipertensi golongan Ca-channel blocker dan pilihan utama obat

antihipertensi pada ibu hamil. Obat ini bekerja dengan menghambat influks kalsium

pada sel otot polos pembuluh darah dan miokard. Di pembuluh darah, antagonis

43

kalsium terutama menimbulkan relakasasi arteriol, sedangkan vena kurang

dipengaruhi. Nifedipin bersifat vaskuloselektif sehingga efek langsung pada nodus

SA dan AV minimal, menurunkan resistensi perifer tanpa penurunan fungsi jantung

yang berarti.

Terminasi kehamilan merupakan satu-satunya tatalaksana preeklamsia berat.

Pada pasien ini karena usia kehamilan 31-32 minggu dengan presentasi bokong,

maka perlu dilakukan terminasi dengan cara sectio caesarea. Dari segi usia kehamilan

belum termasuk viabel yaitu 34 minggu. Kesejahteraan janin baik. Persalinan

pervaginam tidak dipilih karena keadaan umum ibu yang tampak kesakitan akibat

nyeri perut yang dirasakan serta akibat presentasi bayi.

Setelah dilakukan terminasi kehamilan dengan sectio caesaria tekanan darah

mungkin tidak akan langsung turun karena bersifat menetap sampai 12 minggu pasca

persalinan, sehingga ibu dibekali obat antihipertensi untuk dirumah dan rutin kontrol

untuk follow up kondisi ibu ke Poliklinik Kebidanan.

Preeklampsia dan eklampsia merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas

utama pada ibu hamil khususnya di negara berkembang. Preeklampsia berat yang

terjadi pada pasien ini dapat saja menyebabkan kematian. Mengingat komplikasi

yang dapat terjadi diantaranya eklampsia, HELLP syndrome, stroke, dan gangguan

kardiovaskular. Peningkatan tekanan darah pada ibu hamil akan selalu menjadi

ancaman yang perlu diwaspadai baik untuk ibu ataupun janin.

Peningkatan tekanan darah yang terjadi pada saat hamil bisa saja terus berlanjut

lebih dari 12 minggu pasca persalinan. Hal tersebut menunjukan hipertensi pada

44

preeklampsia yang berkembang menjadi hipertensi kronik. Pada ibu dengan riwayat

preeklampsia akan meningkatkan risiko hipertensi pada kehamilan selanjutnya.

Sehingga prognosis quo ada functionam nya adalah dubia ad malam.

45

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

Diagnosis pada kasus ini adalah G2P0A1 hamil 31 - 32 minggu dengan

Impending Eklampsia. Impending Eklampsia dan Preeklampsia merupakan

masalah penting dalam obstetrik yang berkaitan dengan komplikasi yang dapat

terjadi pada keduanya baik pada ibu maupun janin. Dalam penatalaksanaan

preeklampsia berat memerlukan waktu yang cepat untuk meminimalkan

terjadinya komplikasi ibu dan janin, sehingga sangat penting bagi ibu hamil untuk

melakukan pemeriksaan antenatal care di fasilitas kesehatan untuk mengetahui

perkembangan janin dan dapat melakukan screening lebih awal.

Penanganan kasus ini secara garis besar sudah ditatalaksana dengan tepat,

saran yang sebaiknya dilakukan adalah pemberian antasida untuk menghindari

risiko aspirasi asam lambung saat terjadi kejang, serta dapat dilakukan

pemeriksaan penunjang tambahan seperti LDH untuk mengetahui ada tidaknya

komplikasi sindrom HELLP pada pasien.

Peningkatan tekanan darah yang terjadi pada saat hamil bisa terus berlanjut

lebih dari 12 minggu pasca persalinan. Hal tersebut menunjukan hipertensi pada

preeklampsia yang berkembang menjadi hipertensi kronik. Pada ibu dengan riwayat

preeklampsia akan meningkatkan risiko hipertensi pada kehamilan selanjutnya.

Sehingga pasien dapat disarankan untuk kontrol rutin mengenai hipertensi, diberikan

aspirin 75mg/hari sebagai prevensi preeklampsia sebelum usia kehamilan 20 minggu,

46






dan suplementasi ca dengan dosis minimal 1g/hari.

47

DAFTAR PUSTAKA

1. Soewarto S. Kematian Janin. Ilmu Kebidanan. Edisi IV. Jakarta: PT Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2013: 732-5.

2. Ardy CA. G3P2A0, 38 Tahun, Gravida 28 Minggu, Janin Tunggal Mati,


Intrauterin, Presentasi Bokong, Letak Sungsang, Belum Inpartu dengan
Intrauterine Fetal Death (IUFD). Medula. 2013; 1(2): 11-8.

3. Cuningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap III LC, Hauth JC, Wenstrom
KD. Williams Obstetrics. Edisi XXI. New York: McGraw-Hill. 2004.

4. Prawirohardjo, Sarwono., 2013. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina


Pustaka.

5. Swapnil Patel, Rajal Thaker, Parul Shah, Siddhartha Majumder, 28 August


2014 , “Study of causes and complications of intra uterine fetal death
( I U F D ) ” , 3 ( 4 ) : 9 3 1 - 9 3 5 , h t t p : / / w w w. s c o p e m e d . o rg / ?
jft=89&ft=89-1409238149, 29 september 2016

6. Angsar MD. Hipertensi dalam Kehamilan. Ilmu Kebidanan. Edisi IV. Jakarta:
PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2013. Hal 530-61.

7. Cuningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap III LC, Hauth JC, Wenstrom
KD. Hipertensi dalam Kehamilan. Obstetri Williams. Edisi XXIII. Jakarta:
EGC. 2012. Hal 740-94.

8. Tim Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran


Universitas Padjadjaran RSUP Dr.Hasan Sadikin. Preeklamsi. Panduan
Praktik Klinis Obstetri dan Ginekologi. Bandung. 2015. Hal 70-5.

9. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia Himpunan Kedokteran Feto


Maternal. “DIAGNOSIS DAN TATA LAKSANA PREEKLAMPSIA”. 2016.

10. Rimaitis, K, et al. Diagnosis of HELLP Syndrome: A 10-Year Survey in a


Perinatology Centre. International Journal of Environmental Research and
Public Health. 2019.

48

Anda mungkin juga menyukai