PINELENG
2022
DAFTAR ISI
Page 2 of 62
1. Introduksi ............................................................................................................45
2. Perkembangan Historis .......................................................................................45
3. Subjek Forma Kanonika (Kan. 1117) .................................................................46
4. Forma Ordinaria (Kan. 1108-1115).....................................................................47
5. Forma Extraordinaria (Kan. 1116) ......................................................................50
6. Tempat dan Forma Liturgis (Kan. 1118-1120)...................................................51
BAB VI: FAVOR IURIS DAN REKSA PASTORAL PERSIAPAN PERKAWINAN ..........56
Page 3 of 62
Page 4 of 62
Page 5 of 62
Page 6 of 62
Page 7 of 62
Page 8 of 62
e. Foedus coniugale (Kan. 1063 §4): dalam konteks matrimonium in facto esse,
istilah ini menentukan kekhasan dari perjanjian sebagai satu hubungan, yaitu
persekutuan yang dibuat antara seorang laki-laki dan seorang perempuan, yang
dipersatukan melalui perjanjian, menjadi dan memiliki status suami isteri.
f. Nuptiae (Kan. 1080 §1): istilah ini ekuivalen dengan istilah matrimonium,
meskipun secara etimologis istilah ini hendak menunjukkan aspek berbeda.
Nuptiae pertama-tama mau menegaskan tentang tugas atau peran suami dalam
perayaan dan penggunaan velatio, yang terdapat pada kepala pasangnnya,
flammeum.
g. Consortium permanens (Kan. 1096 §1): ungkapan ini berhubungan erat dengan
totius vitae consortium, yang mengkhususkan tidak hanya bahwa perkawinan itu
adalah persekutuan antara pasangan dalam seluruh hidup tapi juga untuk
sepanjang hidup.
h. Consortium vitae coniugalis (Kan. 1098; 1135): ini adalah realitas dari
perkawinan yang mengindikasikan bahwa kedua pasangan berpartisipasi dalam
satu nasib yang sama sesudah memiliki hidup perkawinanan.
i. Convictus coniugalis (Kan. 1151; 1152 §§ 1-3; 1153 §2): ungkapan ini hendak
menunjukkan hak dan kewajiban satu persekutuan, sebagai konsekuensi dari
senasib dan sepenanggungan dan sebuah manifestasi konkrit dari persekutuan
sepanjang hidup; secara yuridis pasangan yang telah hidup bersama ini,
diandaikan telah terjadi konsumasi.
j. Vita coniugalis (Kan. 1152 §1; 1155): ungkapan ini sejajar dengan hidup bersama
antara pasangan, seperti sebuah konsekuensi natural dari persekutuan.
k. Vita communis (kan. 1153 §1): sejajar dengan ungkapan di atas, bahwa hidup
pasangan pada dasarnya adalah persekutuan bersama, dengan saling memberi dan
menerima antar pasangan.
Page 9 of 62
Page 10 of 62
Page 11 of 62
Bahan Kuliah HNK- JDS
Page 12 of 62
- Proprietas essensiel bukan unsur konstitutif perkawinan, tetapi terkait dengannya dan
bergantung darinya.
- Proprietas essensial: UNITAS DAN INDISSOLUBILITAS
a. Unitas
- Berarti monogamia: perkawinan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan
saja.
- Mengecualikan segala bentuk poligamia: poliandria dan poliginia
- Unitas berdasar dan bersumber dari KS: Kej 2,24; Kej 1,27; Mat 19, 9; Kor 7, 2-4;
Ef 5, 32.
- Konsekuensi yuridis:
i. Terkait dengan tindakan konsitutif perkawinan: dalam consensus harus ada
proprietas perkawinan > unitas; kalau tidak maka perkawinan tidak sah.
ii. Kan. 1095, 20 dan 30 > yang menderita cacat berat (gravis defectus) dalam
penilaian (discretionis iudicium) tentang hak-hak serta kewajiban-kewajiban
hakiki perkawinan … dan mereka yang karena alasan psikis (natura psychica)
tidak mampu mengemban kewajiban hakiki perkawinan > tidak mampu
melangsungkan perkawinan.
iii. Dari perkawinan sah timbul ikatan antara pasangan yang tetap dan eksklusif
(Kan. 1134), demikianlah tindakan yang bertentangan dengan unitas-fidelitas
bukan hanya tidak licit tapi tidak sah (cf. Kan. 1085)
b. Indissolubilitas
- Adalah proprietas essensial dengan mana ikatan yang timbul tidak dapat diputus.
- Ada dua model indissolubilitas: intrinsik dan ekstrinsik
i. Intrinsik
- Disebut juga indissolubilitas relatif
- Karena mengandung kemungkinan untuk diputus oleh otoritas Gereja.
(mis. Privilegio paulinum, privilegio petrinum, ratum et non consumatum,
favor fidei)
ii. Ekstrinsik
- Disebut juga indissolubilitas absolut (ratum et consumatum)
- Karena itu perkawinan ini tidak dapat diputus oleh kuasa manapun
Page 13 of 62
- Indissolubilitas berasal dari tujuan natural perkawinan dan dari unsur konstitutif
perkawinan, bahwa satu perkawinan adalah abadi.
- Dasar biblis: Kej 2, 24; Mat 19, 3-9; Ef 5, 32
- Konsekuensi Yuridis: Sama seperti unitas, maka dalam consensus harus
dimasukkan unsur indissolubilitas perkawinan.
Page 14 of 62
Page 15 of 62
Page 16 of 62
Page 17 of 62
Page 18 of 62
Page 19 of 62
Page 20 of 62
Page 21 of 62
Page 22 of 62
Page 23 of 62
Page 24 of 62
Page 25 of 62
Page 26 of 62
Page 27 of 62
Page 28 of 62
Page 29 of 62
Page 30 of 62
- “Meskipun perkawinan itu dilangsungkan dengan tidak sah karena halangan atau
karena cacat sehubungan dengan formanya, kesepakatan yang telah dinyatakan
diandaikan berlangsung terus, sampai jelas ditarik kembali.”
- Ini adalah sebuah presumsi hukum (=pengandaian berdasarkan hukum) > Kan.
1584 – Presumsi ialah perkiraan yang mungkin mengenai suatu hal yang tidak
pasti; disebut presumsi hukum (praesumptio iuris), jika ditentukan oleh undang-
undang sendiri; disebut presumsi orang (praesumptio hominis), jika dilakukan oleh
hakim.
Page 31 of 62
1. Prinsip Umum
- Kemampuan yuridis (abilitas iuridica) dari kedua pihak, baik natural maupun
kanonis, menyatakan/membuat sebuah perkawinan sah.
- Syarat ini sesuatu yang sifatnya eksternal (berbeda dengan kehendak yang sifatnya
internal).
- Istilah “HALANGAN” (IMPEDIMENTUM) terkait dengan Lex Inhabilitans (kan.
10).
- Halangan-Halangan yang menggagalkan: hukum ilahi-positif, natural atau gerejawi
yang menyatakan atau membuat seseorang tidak mampu membuat kontrak
perkawinan yang sah (bdk. Kan. 1073.
Page 32 of 62
Page 33 of 62
ii. Hanya otoritas tertinggi Gereja yang bisa menambahkan pada larangan klausul
yang menggagalkan.
c. Dispensasi atas Halangan
- Dalam kasus khusus (kan. 1078)
i. Semua ordinaris wilayah dapat memberikan dispensasi: Semua bawahannya
dimanapun berada; Semua yang berada di wilayahnya; Semua halangan
berdasarkan hukum gerejawi yang tidak direservasi kepada Tahta Apostolik.
ii. Halangan-halangan yang dapat didispensasi oleh Ordinaris Wilayah: Halangan
usia (Kan. 1083); Halangan disparitas cultus (kan. 1086); Halangan kaul kekal
(kan. 1088); Halangan penculikan (kan. 1089); Halangan hubungan darah dalam
garis menyamping tingkat ketiga dan keempat (kan. 1091), Halangan hubungan
semenda (kan. 1092); Halangan kelayakan publik (kan. 1093); Halangan karena
adopsi (kan. 1094)
iii. Halangan yang direservasi kepada Tahta Apostolik: Halangan tahbisan suci (kan.
1078 & 1087); Halangan kaul kekal publik untuk lembaga hidup bakti tingkat
pontifical (kan. 1093); Halangan pembunuhan (kan. 1078 & 1090)
- Dispensasi dalam kasus bahaya maut (kan. 1079)
i. Ordinaris wilayah dapat memberi dispensasi:
ii. Dalam bahaya maut dan dalam kasus di mana Ordinaris tidak dapat dihubungi
(jika hanya bisa dihubungi via telegram atau telpon), mereka yang bisa mendapat
fakultas yang sama adalah: pastor paroki, pelayan suci yang mendapat delegasi,
maupun imam atau diakon yang melayani perkawinan menurut norma kan. 116
par 2.
iii. Dalam bahaya maut bapa pengakuan memiliki fakultas untuk mendispensasi
halangan-halangan yang tersembunyi dalam forum internum sacramental atau di
luar sakramen.
- Dalam kasus “rumit dan membingungkan” (kan. 1080)
i. Situasi-situasi yang penting untuk menerapkan dispensasi ini:
• Cum omnia parata sunt (ketika segala sesuatu sudah siap) > semua tindakan
persiapan berdasarkan hukum universal dan particular yang diminta sudah
dipenuhi (bdk. Kan. 1063-1072)
• Ditemukan adanya halangan
• Adalah tidak mungkin, tanpa bahaya kerugian yang berat, melangsungkan
perkawinan sampai tidak diperoleh dispensasi dari Otoritas yang berwenang.
Page 34 of 62
ii. halangan-halangan yang mendapat dispensasi dari kasus ini: halangan yang
sifatnya gerejawi, kecuali yang disebut dalam kan. 1078 par 2, n. 1: halangan
tahbisan suci dan kaul kekal publik dari lembaga hidup bakti tingkat pontifical.
iii. Mereka yang memiliki kompetensi untuk memberikan dispensasi adalah:
• Ordinaris Wilayah
• Semua yang disebut dalam kan. 1079 par 2 & 3:
(1) Pastor paroki, pelayan suci yang mendapat delegasi dan para imam atau
daikon yang melayani perkawinan menurut norma kan. 1116 par 2 dan
bapa pengakuan
(2) Dalam kondisi di mana tidak memungkinkan untuk menghubungi
Ordinaris Wilayah (Bdk. Kan. 1079 par 2 & 4)
(3) Dalam kasus tersembunyi: tidak hanya menurut norma kan. 1074 dengan
menepati syarat-syarat yang ditentukan di situ.
iv. Perluasan atas kasus yang rumit dan membingunkan ini: dalam konvalidasi (kan.
1080 par 2)
• Dalam situasi yang penting:
(1) melalui convalidatio simplex untuk perkawinan yang tidak sah yang
disebabkan oleh halangan-halangan yang menggagalkan (kan. 1156)
(2) Berada dalam bahaya yang sama kalau tertunda untuk mendapatkan
dispensasi dari otoritas yang berwenang
(3) Tiada waktu untuk menghubungi tahta Apostolik atau Ordinaris wilayah
mengenai halangan-halangan yang dapat didispensasi olehnya
• Pelayan suci yang sama dapat memberi dispensasi dari halangan yang sama
menurut norma kan. 1080 par 1.
e. Pencatatan Dispensasi
- Dalam forum externum (kan. 1081):
1) Pastor paroki atau imam atau diakon (bdk. Kan. 1079 §2 dan 1080) hendaknya
menginformasikan kepada Ordinaris Wilayah tentang dispensasi yang diberikan
2) Dan dispensasi ini dicatat dalam buku perkawinan
- Dalam forum internum non sacramental (kan. 1082) > Dispensasi yang diberikan oleh
Penitentiaria Apostolica > dicatat dalam arsip rahasia kuria; Dan dalam forum
externum > tidak dibutuhkan dispensasi lain, bila kemudian halangan yang
tersembunyi menjadi publik.
Page 35 of 62
Page 36 of 62
- UU Perkawinan tahun 1974 yang dipasal 7 yang dibaharui tahun 2019 berbunyi:
i. Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19
(sembilan belas) tahun.
ii. Dalam hal terjadi penyimpanagan terhadap ketentuan umur sebagaimana yang
dimaksud pada ayat 1, orang tua pihak pria dan/atau orang tua pihak Wanita
dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan dengan alasan sangat mendesak
disertai bukti-bukti pendukung yang cukup.
Page 37 of 62
• Disebut impotensi kopulatif jika tidak ada vagina atau tidak bisa
dipenetrasi dengan ejakulasi juga secara parsial, tetapi natural dari pihak
laki-laki.
- Karakteristik halangan ini: antecedens (yang mendahului perkawinan), perpetua
(bersifat tetap), certa (pasti), absoluta (absolut) atau relativa (relatif).
i. Antecedens: harus terjadi pada momen manifestasi konsensus (pada saat
pertama dan sebelum), bukan sesudah.
ii. Perpetua: tetap dan secara terus menerus serta tidak bisa disembuhkan.
iii. Certa: adanya kepastian secara biologis dan psikis.
iv. Absoluta: mencegah hubungan perkawinan dengan pasangan mana pun.
v. Relativa: membuat seseorang tidak mampu melakukan hubungan perkawinan
hanya dengan orang tertentu.
- Pembuktian: melalui kesaksian ahli medis yang memeriksa.
- Karena halangan impotensi terkait erat dengan tujuan pernikahan, hal itu
umumnya dianggap berasal dari hukum kodrat ilahi.
- Oleh karena itu, halangan ini tidak bisa mendapat dispensasi. Karena halangan
impotensi membatasi pelaksanaan bebas dari hak natural untuk menikah,
pernikahan harus dihalangi hanya jika adanya halangan itu pasti. Maka, jika tidak
ada keraguan yang prudential (berdasarkan fakta dan hukum) tentang impotensi
kopulatif, perkawinan tidak bisa dihalangi.
- Sterilitas tidak menghalangi dan menggagagalkan perkawinan, sambil tetap
memperhatikan norma kanon. 1098. Sterilitas memungkinkan terjadi persekutuan
secara fisik yang faktnya tidak subur. Ada kapasitas kopulatif.
Page 38 of 62
mereka. Persatuan mesra itu, sebagai saling serah diri antara dua pribadi, begitu
pula kesejahteraan anak-anak, menuntut kesetiaan suami-isteri yang sepenuhnya,
dan menjadikan tidak terceraikannya kesatuan mereka mutlak perlu.” (GS 48)
- Halangan ini bersumber dari ciri-ciri hakiki esesial perkawinan.
- Karena itu, halangan ini digolongkan pada hukum ilahi dan demikian tidak bisa
mendapat dispensasi.
- Keabsahan perkawinan baru/kedua/selanjutnya bisa terjadi karena:
i. Untuk perkawinan sakramental/kanonik/natural: kematian salah satu
pasangan; Deklarasi nullitas atas perkawinan sebelumnya
ii. Untuk perkawinan non sakramental: Ratum et non consumatum (kan. 1142;
1697-1079), Privilegium paulinum (kan. 1143-1147), Privilegium petrinum
(Kan. 1148), in favorem fidei (kan. 1149).
Page 39 of 62
(kan. 1008) melalui penumpangan tangan dan doa konsekrasi, yang ditetapkan
dalam buku-buku liturgi (kan. 1009 §2).
- Halangan ini terkait dengan tarak sempurna dan selamanya demi Kerajaan Surga
dan karena itu terikat selibat yang merupakan anugerah istimewa Allah(kan. 277
§1).
- “Karena alasan-alasan yang di dasarkan pada misteri Kristus serta perutusannya
itulah, maka selibat, yang semula dianjurkan kepada para imam, kemudian dalam
Gereja Latin di wajibkan berdasarkan hukum bagi siapa saja, yang akan menerima
Tahbisan suci. Mengenai mereka yang diperuntukkan bagi imamat, ketetapan
hukum itu oleh Konsili suci ini sekali lagi disetujui dan dikukuhkan.” (PO 16)
- Sebagai sebuah halangan yang berdasar pada hukum Gerejawi. Maka Tahbisan
suci sekali diterima dengan sah, tak pernah pernah menjadi tidak sah. Tetapi
seorang klerikus kehilangan status klerikalnya (kan. 290):
i. dengan putusan pengadilan atau dekret administratif yang menyatakan tidak-
sahnya tahbisan suci;
ii. oleh hukuman pemecatan yang dijatuhkan secara legitim;
iii. oleh reskrip Tahta Apostolik; tetapi reskrip itu diberikan oleh Tahta Apostolik
bagi para diakon hanya karena alasan- alasan yang berat dan bagi para
presbiter hanya karena alasan-alasan yang sangat berat
- Apa maksudnya kehilangan status klerikal:
i. Kehilangan hak-hak Khas status klerikalnya dan tidak lagi terikat oleh
kewajiban-kewajiban status klerikalnya.
ii. Dilarang melaksankan kuasa tahbisan, dengan tetap memperhatikan ketentuan
kan. 976.
iii. Kehilangan semua jabatan, tugas dan kuasa delegata apa pun.
iv. Tidak dapat diterima kembali di antara para klerikus kecuali oleh reskrip
Tahta Apostolik.
- Keabsahan sebuah perkawinan untuk halangan ini bisa terjadi Jika:
a. Adanya putusan/pernyataan batal atas tahbisan yang diterima (bdk. Kan.
1708-1712; 1400-1500); terkait dengan ini lihat keterangan lebih lanjut dalam
Kan. 1024 dst yang berbicara tentang calon-calon tahbisan.
b. Adanya dispensasi dari kewajiban-kewajiban imam.
Page 40 of 62
Page 41 of 62
Page 42 of 62
1) Garis lurus > ke atas dan ke bawah, baik yang legitim maupun yang natural.
2) Garis menyamping > sampai dengan tingkat keempat
A A+B
B C D E
C F G H
D I J K
- Halangan ini dipengaruhi pada hukum musa (Im 18:6-18) dan hukum romawi
(yang melarang perkawinan antara orang-orang yang memiliki hubungan darah).
- Hubungan darah garis lurus dalam tingkat manapun dan hubungan garis
menyamping tingkat kedua adalah halangan hukum ilahi. Tidak pernah bisa diberi
dispensasi (Kan. 1078 §3).
- Hubungan darah dalam garis menyamping dalam tingkat ketiga dan keempat
adalah halangan hukum gerejawi. Bisa mendapat dispenasi dari Ordinaris
Wilayah. Cat: perhatikan UU sipil dan Hukum Adat.
- Kalau dalam keraguan (dubium) Jika yang mau menikah masih ada hubungan
Darah entah garis lurus maupun dalam garis menyamping tingkat kedua, maka
tidak pernah bisa diizinkan (kan. 1091 .
Page 43 of 62
A+B H+I
C F G J
D K
E L
Page 44 of 62
1. Introduksi
a. Forma Canonica: kompleksitas formalitas eksternal sebagaimana disyaratkan
oleh hukum kanonik atas perayaan perkawinan itu sendiri (Kan. 1057 §1).
- Forma ini mencakup perayaan yang diwajibkan oleh Gereja yang mengakui
kesatuan pasangan secara sah.
- Forma liturgis yang digunakan seturut ritus bertujuan untuk memastikan Bahwa
perayaan itu “membawa hasil agar dengan itu memancarlah bahwa pasangan
menandakan serta mengambil bagian dalam misteri kesatuan dan cinta- kasih
yang subur antara Kristus dan Gereja-Nya” (Kan. 1063, 30)
b. Tentang forma perayaan perkawinan perlu dibedakan atas tiga level:
- Forma yuridis: yang dibuat berdasarkan ketententuan hukum, dengan mana
pelaksanaannya adalah demikian penting sehingga kesepakatan perkawinan
dinyatakan oleh pasangan itu memiliki efek hukum.
- Forma sakramental: yang dinyatakan melalui kesepakatan dari pasangan,
sebagai bentuk penyerahaan dan penerimaan secara timbal balik merupakan
sebuah materi sakramental
- Forma liturgis (kan. 1119-1120): mencakup ritus dan upacara keagamaan yang
menyertai perkawinan kristiani, yang mengungkapkan karakter gerejawi dan
sakramentalnya.
c. Forma perayaan disusun dengan cara berbeda dalam Gereja Latin dan Timur.
- Dalam Gereja Latin perayaan ini menggarisbawahi peran consensus dari
pasangan yang membawa perkawinan pada eksistensinya, demikian sehingga
merekalah yang dilihat sebagai pelayan sakramen itu sendiri.
- Sementara Gereja Timur, yang mengakui pentingnya konsensus personal dari
pasangan, pertama-tama menggarisbawahi peran imam dalam memahkotai dan
memberkati pasangan yang menghantar menuju pada sakramen perkawinan,
demikian sehingga imam dilihat sebagai pelayannya.
2. Perkembangan Historis
a. Tidak ada ritual kristen untuk perayaan perkawinan. Sebaliknya berkembang
model perayaan berdasarkan kebiasaan setempat. Selanjutnya unsur-unsur
kekristenan dimasukkan ke dalam kebiasaan itu dan peran komunitas gerejawi
Page 45 of 62
diakui: uskup atau presbiter hadir untuk memberkati. Pada abad IV ada kesaksian
eksplisit tentang perkawinan antara. Orang-orang kristen yang dirayakan “sub
benedictione Sacerdotis” dengan doa dan berkat. Ritus-ritus liturgis muncul dan
diincorporasikan dengan kebiasaan dalam konteks Perayaan Ekaristi. Umat
Beriman didorong untuk melaksanakan liturgi ini tetapi bukan menjadi syarat
sebagai pengakuan gereja atas validitas perkawinan.
b. Pada tahun 802, Carolus Magnus (800-814) mewajibkan perayaan perkawinan
dibuat di hadapan imam untuk seluruh wilayah kekaisaran.
c. Pada tahun 1215, Konsili Lateran (1512-1517) melarang para imam, tetapi hanya
secara licit, Melayani perayaan perkawinan tanpa ada publikasi sebelumnya.
d. Dalam Bab I Canones super reformatione circa matrimonium dokumen Konsili
Trente (1545-1547, 1551-1552 dan 1562-1563) yang dipromulgasi dengan dekret
Tametsi terungkap pentingnya hukum nikah kanonik dalam Gereja. Ditetapkan
bahwa berangkat dari promulgasi:
- Adalah wajib publikasi Sebelum perkawinan sebagaimana yang ditetapkan oleh
Konsili Lateran;
- demi sahnya perkawinan harus dirayakan dengan adanya kehadiran Pastor
Paroki atau Ordinaris Wilayah atau imam yang mendapat otorisasi dari mereka
dan dua atau tiga saksi.
- Pelayanan yang hadir harus memastikan adanya kesepakatan timbal balik dan
dibuat secara verbal pada perayaan dan dicatat pada register.
e. Apa yang ditetapkan oleh Dekret Temetsi menjadi jelas dalam Dekret Ne temere,
2 Agustus 1907 yang dikeluarkan oleh Sacra Congregatio Concilii, dengan mana
menetetapkan kehadiran aktif dari pastor paroki sebagai pelayanan untuk validitas
dari perkawinan > adalah sebuah kewajiban yang mengikat di seluruh Gereja
Latin kehadiran pelayan yang memenuhi syarat.
f. CIC 1917, Can. 1097 menyatakan yang sama: “Ea tantum matrimonia valida sunt
quae contrahuntur coram parocho, vel loci Ordinario, vel sacerdote alterutro
delegato et duobus saltem testibus, secundum tamen regulas expressas in
canonibus qui sequuntur, et salvis exceptionibus de quibus in cann. 1098, 1099”
Page 46 of 62
Page 47 of 62
Page 48 of 62
Harus diberikan secara jelas kepada imam Harus diberikan secara jelas kepada imam
yang ditentukan. yang ditentukan
Untuk beberapa perkawinan di Wilayah tsb. Diberikan hanya untuk satu perkawinan.
Page 49 of 62
Page 50 of 62
Bahan Kuliah HNK- JDS
Page 51 of 62
• Gereja dari pihak non katolik: harus mendapat izin dari Ordinaris
Wilayah dan Kalau dibuat misa maka harus ada alasan yang wajar
(kan. 933)
(4) Gereja atau Tempat lain yang layak untuk perkawinan disparitas cultus
- Gereja Paroki sebagai prinsip umum
- Gereja lain dan tempat lain sebagaimana disebutkan dalam poin b dan c.
- Tidak disebutkan mendapatkan izin baik dari ordinaris wilayah atau pastor
paroki. Karena itu, kebijakan dari pelayan yang berwenang perlu dibuat.
b. Ritus Perayaan Perkawinan (kan. 1119)
- Tata Perayaan Sakramen perkawinan berdasarkan ketentutan Liturgi Gereja.
- Konferensi Para Uskup dapat menyusun ritus perkawinan sendiri, yang harus
diperiksa oleh Tahta Suci;
- Tata-perayaan ini: selaras dengan kebiasaan tempat dan bangsa itu disesuaikan
dengan semangat kristiani, tetapi dengan mempertahankan ketentuan bahwa
pelayan perkawinan hadir, meminta pernyataan kesepakatan mempelai dan
menerima itu.
c. Pencatatan Perkawinan di LM - Liber Matrimoniorum(kan. 1121) - Tentang
pencatatan berlaku ketentuan seperti berikut ini:
- Sesudah perayaan: SESEGERA/SECEPAT MUNGKIN (QUAM PRIMUM).
• Dalam buku Perkawinan: nama-nama mempelai, pelayan serta para saksi,
tempat dan Hari perayaan.
• Dicatat oleh Pastor tempat perayaan pemberkatan atau yang
menggantikannya.
- Dalam kasus Extraordinaria (bdk. Kan. 1116): Imam atau diakon yang
menghadiri atau para saksi bersama dengan para mempelai wajib
memberitahukan perkawinan yang telah dilangsungkan kepada Pastor Paroki
atau Ordinaris Wilayah.
- Perkawinan yang dilangsungkan dengan dispensasi dari Forma Kanonik:
• Ordinaris Wilayah yang memberikan dispensasi hendaknya mengusahakan
agar dispensasi dan perayaan dicatat dalam buku perkawinan: di Kuria dan di
Paroki pihak katolik yang pastor parokinya melaksanakan penyelidikan
mengenai status bebasnya.
Page 52 of 62
Page 53 of 62
Bahan Kuliah HNK- JDS
Page 54 of 62
Bahan Kuliah HNK- JDS
Page 55 of 62
Bahan Kuliah HNK- JDS
Page 56 of 62
Page 57 of 62
fi
Page 58 of 62
Page 59 of 62
Page 60 of 62
Bahan Kuliah HNK- JDS
DAFTAR PUSTAKA
Beal, John P., Coriden James A., Green Thomas J. (eds.), New Commentary on the Code
of Canon Law, New York: Paulist Press, 2000.
D’Ostilia Francesco, Prontuario del Codice di Diritto Canonico, Città del Vaticano:
Urbaniana University Press, 2013.
Mendonça, Augustine, “The Theological and Juridical Aspects of Marriage”, dalam http://
www.canonlawsocietyofindia.org/research/the-theological-and-juridical-aspects-
of-marriage/13.04-14.01.21.
Örsy, Ladislas, Marriage in Canon Law, Wilmingtong, Delaware: Michael Grazier, 1986.
Paulus VI, Konsitutusi Pastoral tentang Tugas Gereja dalam Dunia Dewasa ini Gaudium
et Spes (7 Desember 1965), Edisi Resmi Bahasa Indoensia, diterjemahkan oleh R.
Hardawiryana. DokPen KWI, 2021.
Page 61 of 62
Raharso, Alf. Catur Raharso, Kesepakatan Nikah dalam Hukum Perkawinan Katolik,
Malang: Dioma, 2008.
Sabbarese Luigi, Il Matrimonio Canonico nell’Ordine della Natura e della Grazia, Città
del Vaticano: Urbaniana University Press, 2006.
Yohanes Paulus II, Anjuran Apostolik Familiaris Consortio (22 November 1981), Edisi
Resmi Bahasa Indoensia, DokPen KWI, Juli 2021.
Yohanes Paulus II, Kitab Hukum Kanonik (25 Januari 1983), Edisi Resmi Bahasa
Indonesia, Cet. Ke-5. November 2018.
Page 62 of 62