KONJUNGTIVITIS
Disusun Oleh:
dr. Ahmad Syah Putra
Pembimbing:
dr. Astriana
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas berkat rahmat,
taufik dan hidayahnya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan judul “
Konjungtivitis”. Laporan Kasus ini disusun untuk menyelesaikan kegiatan Internsip
di stase Puskemas Program Internsip Dokter Indonesia (PIDI).
Proses penulisan ini dapat terselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak, maka
pada kesempatan ini perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Agustina Hadjar, selaku kepala Puskesmas Kupang Kota Bandar Lampung
atas kesabaran, dukungan dalam membimbing dan memberikan saran sehingga
laporan kasus ini terselesaikan dengan baik.
2. dr. Astriana, sebagai dokter pendamping internsip kami dalam stase Puskesmas
di Puskesmas Kupang Kota Bandar Lampung atas kesabaran, dukungan dalam
membimbing dan memberikan saran sehingga laporan kasus ini terselesaikan
dengan baik.
3. Staff dan pegawai Puskesmas Kupang Kota Bandar Lampung yang telah
banyak membantu dan membimbing dalam pengumpulan data.
Kami berharap Allah SWT akan membalas semua kebaikan dari semua pihak
yang telah kami sebutkan di atas. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak dan memberikan informasi bagi perkembangan ilmu pengetahuan di masa yang
akan datang.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL1
HALAMAN PENGESAHAN2
KATA PENGANTAR3
DAFTAR ISI4
BAB I. PENDAHULUAN6
BAB II. LAPORAN KASUS7
2.1. Identitas7
2.2.Data Subjektif7
2.2.1. Keluhan Utama7
2.2.2. Riwayat Penyakit Sekarang7
2.2.3. Riwayat Penyakit Dahulu8
2.2.4. Riwayat Penyakit Keluarga8
2.2.5. Riwayat Sosial9
2.3.Pemeriksaan Fisik9
2.3.1. Status Present9
2.3.2. Satuts Gizi9
2.3.3. Status Generalis9
2.4.Pemeriksaan Penunjang11
2.5. Diagnosis12
2.6.Diagnosis Banding12
2.7.Resume13
2.8.Identifikasi Masalah13
2.9.Rencana Terapi14
2.10.Rencana Edukasi14
BAB III. LANDASAN TEORI15
3.1.Tuberkulosis Paru15
3.1.1. Definisi15
2
3.1.2. Epidemilogi15
3.1.3. Etiologi16
3.1.4. Cara Penularan17
3.1.5. Patogenesis18
3.1.6. Klasifikasi23
3.1.7. Gejala Klinis25
3.1.8. Diangnosis27
3.1.9. Diagnosis Banding32
3.1.10. Tatalaksana32
BAB VI. KESIMPULAN41
DAFTAR PUSTAKA42
3
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
4
LAPORAN KASUS
2.1. Identitas
Nama : Tn. M
Umur : 54 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Status Pernikahan : Menikah
Tanggal masuk Poli : 01 Agustus 2022
No RM : 015378
5
- Riwayat penyakit ginjal : disangkal
- Riwayat penyakit liver : disangkal
- Riwayat alergi : disangkal
- Riwayat maag : disangkal
6
Telinga : Otore (-/-), serumen (-/-), nyeri tekan tragus (-/-),nyeri tekan mastoid
(-/-)
Hidung : Deformitas septum nasi (-/-), nafas cuping hidung (-/-), mukosa
hiperemis (-/-),sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan (-)
Mulut : Bibir kering (+), pucat (-), sianosis (-), mukosa mulut merah
(+),stomatitis (-), gusi bengkak (-), lidah kotor (-), papil atrofi (-), tremor
(-), dan karies gigi (+).
Leher : JVP tidak meningkat (5-2 cmH2O), trakea teraba letak ditengah, deviasi
(-), kelenjar tiroid dalam batas normal, tidak ada pembesaran. Pembesaran
kelenjar getah bening (-)
Thoraks : Bentuk normochest
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris saat pernapasanstatis-dinamis, retraksi
dinding dada (-), deformitas (-), sela iga melebar (-),spider nevi (-),
pemakaian otot bantu napas (-), tipe pernapasan abdomino-torakal.
Palpasi : Stem fremitus pada kanan dan kiri sama, ekspansi dinding dada simetris,
nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor padaseluruh lapang paru (+/+)
Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-),wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi :Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS VIlinea midclavicula sinister,
Thril (-)
Perkusi : Batas kanan jantung ICS V linea sternalis dextra,
Batas kiri jantung di ICS VIlinea midclavicula sinistra Batas atas
(pinggang) jantung ICS III linea parasternalis sinistra
Auskutasi : BJ1 dan BJ2 (+) normal reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, jejas (-), scar (-),venektasi (-)
Palpasi :Supel, nyeri tekan (+)regio epigastrium,hepar dan lien tidak teraba,
ballotment ginjal (-),nyeri ketok CVA (-)
Perkusi : Timpani, shfting dullnes (-) Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas superior
Akral hangat(+/+) pitting edema (-/-),CRT < 2 detik
7
Ekstremitas inferior
Akral hangat(+/+) pitting edema (-/-),CRT < 2 detik
2.5.Rencana Terapi
Non-Farmakologi:
- Kompres hangat 5-15 menit 4x/hari
- Tingkatkan personal hygine
Farmakologi:
Erlamycetine eye drops 4x1 gtt ODS
Ibuprofen tab 3x400 mg p.o
2.6.Rencana Edukasi
2.7.Prognosis
8
Quo ad vitam : Bonam
9
BAB III
LANDASAN TEORI
10
dibagi menjadi 6 area yaitu area marginal, tarsal, orbital, forniks, bulbar dan limbal.
Aliran darah konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri
palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis bebas dan – bersama dengan banyak
vena konjungtiva yang umumnya mengikut i pola arterinya – membentuk
jaringjaring vaskuler konjungtiva yang banyak sekali. Pembuluh limfe
konjungtiva tersusun dalam lapisan superfisial dan lapisan profundus dan
11
bersambung dengan pembuluh limfe palpebra hingga membentuk pleksus
limfatikus yang banyak. 1
1. Penghasil musin
a. Sel goblet; terletak dibawah epitel dan paling banyak ditemukan pada daerah
inferonasal.
b. Crypts of Henle; terletak sepanjang sepertiga atas dari konjungtiva tarsalis
superior dan sepanjang sepertiga bawah dari konjungtiva tarsalis inferior.
c. Kelenjar Manz; mengelilingi daerah limbus.
12
2.3 Etiologi Konjungtivitis
Konjungtiva bisa mengalami peradangan akibat:
Iritasi oleh angin, debu, asap dan polusi udara lainnya; sinar ultraviolet dari las listrik
atau sinar matahari. 3
Terdapat dua bentuk konjungtivitis bacterial: akut (dan subakut) dan menahun.
13
Konjungtivitis akut dapat menjadi menahun. Pengobatan dengan salah satu dari
sekian antibacterial yang tersedia biasanya mengenai keadaan ini dalam beberapa
hari. Konjungtivitis purulen yang disebabkan Neisseria gonorroeae atau Neisseria
meningitides dapat menimbulkan komplikasi berat bila tidak diobati secara dini, 4
Infeksi biasanya mulai pada satu mata dan menular ke sebelah oleh tangan.
Infeksi dapat menyebar ke orang lain melalui bahan yang dapat menyebarkan
kuman seperti seprei, kain, dll.1,5
Pemeriksaan Laboratorium
Pada kebanyakan kasus konjungtivitis bacterial, organism dapat diketahui dengan
pemeriksaan mikroskopik terhadap kerokan konjungtiva yang dipulas dengan
pulasan Gram atau Giemsa; pemeriksaan ini mengungkapkan banyak neutrofil
polimorfonuklear.1,2,3 Kerokan konjungtiva untuk pemeriksaan mikroskopik dan
biakan disarankan untuk semua kasus dan diharuskan jika penyakit itu purulen,
bermembran atau berpseudomembran. Studi sensitivitas antibiotika juga baik,
namun sebaiknya harus dimulai terapi antibiotika empiric. Bila hasil sensitifitas
Terapi
Prinsip terapi dengan obat topical spectrum luas. Pada 24 jam pertama obat
diteteskan tiap 2 jam kemudian pada hari berikutnya diberikan 4 kali sehari
selama 1 minggu. Pada malam harinya diberikan salep mata untuk mencegah
belekan di pagi hari dan mempercepat penyembuhan1, 3
14
meningitides. Terapi topical dan sistemik harus segera dilkasanakan setelah materi
untuk pemeriksaan laboratorium telah diperoleh. 4,6
Pencegahan
Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dan sesudah
membersihkan atau mengoleskan obat, penderita harus mencuci tangannya
bersih-bersih.
Usahakan untuk tidak menyentuh mata yang sehat sesudah menangani mata
yang sakit.
Jangan menggunakan handuk atau lap bersama-sama dengan penghuni rumah
lainnya.8
a) Konjungtivitis Staphylococcal
Gejala yang dapat terjadi pada penderita konjungtivitis bacterial akibat S.
aureus adalah hiperemis pada konjungtiva, mata terasa lengket pada pagi hari,
terdapat secret mukopurulent . penderita konjungtivitis tidak akan merasakan
penurunan tajam penglihatan maupun fotofobia. Namun, hal ini dapat terjadi
apabila terdapat perburukan ataupun komplikasi yang menyerang kornea.
Lamanya gejala yang dirasakan dapat menetap selama 3-4 minggu apabila akut,
15
dan lebih dari 4 minggu apabila kronik. Pemilihan antibiotic akan lebih baik
apabila dilakukan kultur terlebih dahulu. Pasien biasanya diberikan antibiotic
topical spektrum luas dan secara klinis sudah efektif mengatasi gejala
konjungtivitis bacterial ringan. Beberapa antibiotic yang digunakan adalah
kloramfenikol dan levofloxacin.
Kloramfenikol merupakan antibiotic spektrum luas yang bersifat bakteriostatik
tetapi dapat menjadi bakteriosidal dalam konsentrasi tinggi. Pemberian
kloramfenikol 0,5% sebanyak 2 tetes diberikan setiap 6 jam 2-5 hari .
Levofloxacin merupakan antibiotic spektrum luas yang termasuk kedalam
golongan fluorokuinolon gen. 3 dan bersifat bakteriosidal. Pemberian
levofloxacin 0,5% dapat dilakukan sebanyak 3 kali sehari 1 tetes selama 2-5 hari.
b) Konjungtivitis Chlamydial
Masa inkubasi trachoma bervariasi, biasanya 5-21 hari. Onsetnya sering
asimptomatik, jarang akut. Pada trachoma infeksi sekunder, gejalanya minimal
berupa sensasi benda asing ringan, sesekali ada lakrimasi, dan secret mucoid
sedikit. Pada trachoma dengan infeksi sekunder terdapat gejala seperti acute
mucopurulent conjungtivitis.
Tanda trachoma dibagi menjadi conjungtival sign dan corneal sign, conjungtival
sign meliputi kongesti tarsus superior dan fornik konjungtiva, conjungtiva folikel,
hyperplasia papil, conjungtival scar (bentuk seperti bintang) dan akumulasi sel
epitel mati dan mucus. Corneal sign terdiri atas: leratitis superfisial, Herbert’s
follicle (folikel di limbus), Pannus (infiltrasi kornea)ulkus kornea, Herbert pits,
dan opasitas kornea.
Konjungtivitis inklusi
Periode inkubasi berlangsung 4-12 hari, gejala serupa dengan acute mucopurulent
conjungtivitis, berupa rasa tak nyaman pada mata atau sensasi benda asing,
fotofobia ringan, dan mucopurulent discharge.
c) Konjungtivitis Gonorrhea
Konjungtivitis gonorea umumnya terjadi pada neonates yang ditularkan oleh
ibunya, dimana infeksi terjadi pada saat bayi melewati jalan lahir. Infeksi juga
dapat terjadi secara tidak langsung, yaitu dapat melalui tangan, sapu tangan,
handuk atau sebagai auto infeksi pada orang-orang yang menderita uretritis atau
servisitis gonorika.
Oftalmia neonatorum umumnya menyerang kedua mata serentak, dimana bentuk
lainnya biasanya menyerang satu mata kemudian menjalar ke mata lainnya. Pada
umumnya akan terlihat akumulasi pus , kelopak mata bayi bengkak dan lengket
akibat akumulasi pus dibawahnya, dan konjungtiva hiperemis serta kemosis.
Onset konjungtivitis neonatorum muncul saat bayi berumur 3-4 hari kehidupan
namun dapat juga saat berumur 3 minggu. Dibedakan menjadi 3 stadium;
1. Stadium Infiltrative: Berlangsung 1-3 hari. Ditandai dengan palpebra
bengkak, hiperemi, tegang, blefarospasme. Konjungtiva palpebra hiperemi,
17
bengkak, infiltrative mungkin terdapat pseudomembran diatasnya. Pada
konjungtiva bulbi terdapat injeksi konjungtival hebat, kemotik. Terdapat
secret, serous, terkadang berdarah.
2. Stadium Supuratif: berlangsung 2-3 minggu. Gejala tak begitu hebat.
Palpebra masih bengkak, hiperemis. Blefarospasme masih ada. Apabila
palpebra dibuka, yang khas adalah secret akan keluar secara mendadak.
3. Stadium Konvalesen: berlangsung 2-3 minggu, palpebra sedikit bengkak,
konjungtiva palpebra hiperemis, tidak infiltrative. Konjungtiva bulbi: injeksi
konjungtiva masih jelas, tidak kemotik, secret berkurang.
Gejala khas konjungtivitis gonorea adalah reaksi inflamasi berat disertai nyeri
hebat, secret sangat banyak berwarna kehijauan, edema palpebra, hiperemi,
kemosis konjungtiva serta pembesaran KGB preauricular. Pada kasus berat,
kornea dapat menjadi keruh dan edema. Jika proses berlanjut dapat menjadi
nekrosis sentral, ulkus bahkan perforasi kornea yang mengakibatkan kebutaan.
Pemeriksaan penunjang laboratorium dengan pemeriksaan secret mata dengan
pewarnaan metilen blue, dimana akan didapatkan diplokokus intraselluler .
kemudian dengan pemeriksaan Gram, akan didapatkan sel intraselluler atau
ekstraselluler dengan sifat gram negative.
Pengobatan konjungtivitis gonorea harus dirawat dan diisolasi di rumah sakit.
Terapinya dapat menggunakan seftriakson 25-50 mg/kgBB secara IV. Seftriakson
tidak disarankan untuk diberikan pada neonates dengan hyperbilirubinemia,
terapi lainnya adalah sefotaksim 100mg/kgBB IV. Antibiotika topical spektrum
luas berupa salep mata gentamicin, kuinolon, kanamisin, tetrasiklin dan
kloramfenikol sebagai tambahan.
Pengobatan suportif adalah membersihkan secret maat secara rutin setiap 5 menit
menggunakan lidi kapas basah dan irigasi mata menggunakan NaCl 2 kali sehari,
untuk mengurangi iritasi dapat diberikan sulfas atropine topical 1% 1-2 kali
sehari. Pengobatan dihentikan bila pada pemeriksaan mikroskopik yang dibuat
setiap hari menghasilkan 3 kali berturut-turut hasil negative.
18
Gambaran Klinis Konjungtivitis Gonorea
a. Keratokonjungtivitis
Epidemika Tanda dan gejala
Keratokonjungtivitis epidemika umumnya bilateral. Awalnya sering pada satu
mata saja, dan biasanya mata pertama lebih parah. Pada awalnya pasien merasa
ada infeksi dengan nyeri sedang dan berair mata, kemudian diikuti dalam 5-14
hari oleh fotofobia, keratitis epitel, dan kekeruhan subepitel bulat. Sensai kornea
normal. Nodus preaurikuler yang nyeri tekan adalah khas. Edema palpebra,
kemosis, dan hyperemia konjungtiva menandai fase akut. Folikel dan perdarahan
konjungtiva sering muncul dalam 48 jam. Dapat membentuk pseudomembran dan
mungkin diikuti parut datar atau pembentukan symblepharon. 1,3,4
Keratokonjungtiva epidemika pada orang dewasa terbatas pada bagian luar mata.
Namun, pada anak-anak mungkin terdapat gejala sistemik infeksi virus seperti
demam, sakit tenggorokan, otitis media, dan diare. 1, 3
19
menampakkan reaksi radang mononuclear primer; bila terbentuk pseudomembran,
juga terdapat banyak neutrofil. 1
Jika konjungtivitis terjadi pada anak berumur lbih dari 1 tahun atau pada orang
dewasa, umumnya akan sembuh sendiri dan tidak perlu terapi. Meskipun
demikian, antivirus local atau sistemik perlu diberikan jika terjadi infeksi kornea.
Pada ulkus kornea perlu dilakukan debridement kornea dengan mengusap ulkus
menggunakan kapas kering dan meneteskan obat antivirus. Obat antivirus topical
diberikan selama 7-10 hari sebagai berikut: trifluridine diberikan setiap 2 jam atau
salep vidarabine lima kali sehari, atau idoksuridin 0.1% satu tetes setiap jam.
Keratitis herpes dapat diobati dengan salep acyclovir 3% lima kali sehari selama
10 hari atau acyclovir oral 5x400 mg selama 7 hari.
Ciri khas herpes zoster adalah hiperemis, konjungtivitis dan erupsi vesikuler
sepanjang dermatome nervus trigerminus cabang oftalmika. Konjungtivitis
biasanya berbentuk papiller, namun dapat ditemukan folikel, pseudomembran,
dan vesikel temporer yang kemudian mengalami ulserasi. Pada herpes dan
varicella zoster kerokan vesikel palpebra mengandung sel raksasa dan leukosit
PMN, sedangkan kerokan konjungtiva mengandung sel raksasa dan monosit.
20
Terapi dengan menggunakan asiklovir oral dosis tinggi 5x800 mg selama 10 hari.
Jika pengobatan diberikan pada awal perjalanan penyakit dapat mengurangi dan
menghambat penyakit.
Asam, alkali, asap, angin, dan hamper setiap substansi iritan yangmasuk ke saccus
conjungtiva dapat menimbulkan konjungtivitis. Beberapa iritan umum adalah
pupuk, sabun, deodorant, spray rambut, tembakau, bahan-bahan make-up, dan
berbagai asam dan alkali. Di daerah tertentu,asbut (campuran asap dan kabut)
menjadi penyebab utama konjungtivitis kimia ringan. Iritan spesifik dalam asbut
belum dapat ditetapkan secara positif, dan pengobatannya non-spesifik. Tidak ada
efek pada mata yang permanen, namun mata yang terkena seringkali merah dan
terasa mengganggu secara menahun. 1
Pada luka karena asam, asam itu mengubah sifat protein jaringan dan efek
langsung. Alkali tidak mengubah sifat protein dan cenderung cepat menyusup
kedalam jaringan dan menetap di dalam jaringan konjungtiva. Disini mereka terus
menerus merusak selama berjam-jam atau berhari-hari lamanya, tergantung
konsentrasi molar alkali tersebut dan jumlah yang masuk. Perlekatan antara
konjungtiva bulbi dan palpebra dan leokoma kornea lebih besar kemungkinan
terjadi jika agen penyebabnya adalah alkali. Pada kejadian manapun, gejala utama
luka bahan kimia adalah sakit, pelebaran pembuluh darah, fotofobia, dan
blefarospasme. Pembilasan segera dan menyeluruh saccus konjungtiva dengan air
atau larutan garam sangat penting, dan setiap materi padat harus disingkirkan secara
mekanik. Jangan memakai antidotum kimiawi. Tindakan simtomatik umum adalah
kompres dingin selama 20 menit setiap jam, teteskan atropine 1% dua kali sehari,
dan beri analgetic sistemik bila perlu. Parut kornea mungkin memerlukan
transplantasi kornea, dan symblepharon mungkin memerlukan bedah plastic
terhadap konjungtiva. Luka bakar berat pada kojungtiva dan kornea prognosisnya
buruk meskipun dibedah. Namun jika pengobatan memadai dimulai segera, parut
yang terbentuk akan minim dan prognosisnya lebih baik. 4,6
21
Gambaran Klinis; A). Konjungtivitis Vernal, B). Cobblestone pada penderita
VKC, C). Konjungtivitis Atopik
22
2.4.4.Keratokonjungtivitis Sicca (Dry-Eye Disease)
Klasifikasi DED berdasarkan etiologinya adalah aquous deficient dry eye (ADDE)
dan evaporative dry eye (EDE). ADDE dikaitkan dengan kondisi yang memengaruhi
fungsi kelenjar lakrimal, sedangkan EDE terkait dengan kelopak mata (misalnya
disfungsi kelenjar Meibom) dan yang terkait dengan permukaan okuler (seperti yang
terkait dengan musin dan lensa kontak).
Penggunaan rutin air mata buatan atau pelumas mata dilaporkan bisa
meningkatkan sedikit waktu tear breakup dan mengurangi kerusakan kornea. Tetes mata
mengandung Hypromellose merupakan produk yang paling umum digunakan, tetapi
hanya memberikan rasa nyamansementara, sehingga membutuhkan penggunaan yang
lebih sering. Produk yang lebih kental (karbomer atau polivinil alcohol) dapat digunakan
lebih jarang tetapi kurang ditoleransi.
23
24
BAB IV
KESIMPULAN
Pasien Tn. M, usia 54 tahun datang ke Poli Umum Puskesmas Kupang Kota Bandar
Lampung tanggal 01 Agustus 2022 dengan keluhan mata merah dan terasa nyeri sejak 2 hari yang
lalu. Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka
didapatkan diagnosis konjungtivitis bakterial akut.
Diagnosis didapatkan berdasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada kasus,
berdasarkan anamnesis didapatkan keluhan kedua mata merah, terasa nyeri, muncul kotoran
berwarna kuning kehijauan sejak 2 hari terakhir dan sering mengeluarkan air mata. Terdapat
Riwayat keluhan yang sama dalam keluarga.
Pada kasus, pemeriksaan fisik secara umum dalam batas normal, Pada pemeriksaan mata
ditemukan palpebra tampak edema, injeksi konjungtiva bulbi, dan ditemukan secret berwarna
kuning kehijauan. Suhu pasien normal yaitu 36,4 o C yang menunjukkan tidak terdapat infeksi
sistemik pada pasien ini. Denyut nadinya juga dalam batas normal, yaitu 88 kali per menit.
Tekanan darah pasien dalam batas normal yaitu 119/78 mmHg.
Konjungtivitis adalah peradangan konjungtiva yang ditandai oleh dilatasi vaskular,
infiltrasi selular dan eksudasi, atau Radang pada selaput lendir yang menutupi belakang kelopak
dan bola mata.1, 3
Konjungtivitis di bedakan menjadi akut dan kronis yang disebabkan oleh mikro-organisme
(virus, bakteri, jamur, chlamidia), alergi, iritasi bahan-bahan kimia.2. Konjungtivitis bakterialis
dapat disebabkan oleh mikroorganisme seperti Streptokokus, Corynebacterium diptherica,
Pseudomonas, neisseria, dan hemophilus. 3
Gejala klinis konjungtiva bakterialis adalah hiperemi konjungtiva, edema palpebra, kemosis
konjungtiva, dan ditemukannya secret purulent atau mucopurulent. Pada kebanyakan kasus
konjungtivitis bacterial, organism dapat diketahui dengan pemeriksaan mikroskopik terhadap
kerokan konjungtiva yang dipulas dengan pulasan Gram atau Giemsa; pemeriksaan ini
mengungkapkan banyak neutrofil polimorfonuklear.1,2,3 Kerokan konjungtiva untuk pemeriksaan
mikroskopik dan biakan disarankan untuk semua kasus dan diharuskan jika penyakit itu purulen,
bermembran atau berpseudomembran. Studi sensitivitas antibiotika juga baik, namun sebaiknya
harus dimulai terapi antibiotika empiric. Bila hasil sensitifitas antibiotika telah ada, terapi
antibiotika spesifik dapat diteruskan. 6
25
Konjungtivitis bakteri akut hampir selalu sembuh sendiri, infeksi
dapat berlangsung selama 10-14 hari; jika diobati dengan memadai, 1-3
hari, kecuali konjungtivitis stafilokokus (yang dapat berlanjut menjadi
blefarokonjungtivitis dan memasuki tahap mnehun) dan konjungtivitis
gonokokus (yang bila tidak diobati dapat berakibat perforasi kornea dan
endoftalmitis).
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
yang telah dilakukan, pasien pada kasus ini didiagnosis sebagai konjungtivitis
akut bakterialis, tetapi tidak dapat dipastikan penyebab mikroorganisme pada
kasus ini karena keterbatasan pemeriksaan laboratorium, untuk memastikan jenis
mikroorganisme penyebabnya diperlukan pemeriksan lanjutan berupa
kerokan/swab secret konjungtiva sebagai pemeriksaan gold standar pada kasus
konjungtivitis bakterialis. Kasus yang ditemukan sudah sesuai dengan teori yang
ada. Penatalaksanaan konjungtivitis pada pasien ini pada umumnya tepat.
6
DAFTAR PUSTAKA
5. Putz, R. & Pabst R. Sobotta. Jilid 1. Edisi 21. Jakarta: EGC, 2000. hal 356.
8. Wijaya N. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 1983