LEUKOREA
DISUSUN OLEH :
PEMBIMBING :
dr. Nandi Nurhandi, Sp.OG
Puji dan syukur kehadirat Allah S.W.T. atas karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul ” Leukorea”.
Laporan kasus ini merupakan salah satu syarat Kepaniteraan Klinik di
Bagian/Departemen Obstetri dan Ginekologi RS Kab. Bekasi.
Penulis mengucapkan terima kasih dr. Nandi Nurhandi, SpOG selaku
pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan dan penyusunan
laporan kasus ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan
kasus ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis
harapkan. Semoga laporan ini dapat memberi manfaat bagi pembaca.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................. 2
BAB I PRESENTASI KASUS.................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................. 8
PENDAHULUAN......................................................................................................... 8
TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................... 9
I. DEFINISI.......................................................................................................................... 9
II. ETIOLOGI...................................................................................................................... 9
III. KLASIFIKASI........................................................................................................... 11
IV. PATOFISIOLOGI..................................................................................................... 12
V. GEJALA KLINIS........................................................................................................ 13
VI. DIAGNOSIS................................................................................................................ 15
VII. TATALAKSANA..................................................................................................... 23
VIII. PENCEGAHAN...................................................................................................... 35
IX. KOMPLIKASI........................................................................................................... 36
X. PROGNOSIS................................................................................................................ 37
BAB III PEMBAHASAN.......................................................................................... 38
BAB IV KESIMPULAN........................................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 40
3
BAB I
PRESENTASI KASUS
1. IDENTITAS
Nama : Ny. N
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 16 tahun
Alamat : Kampung. Utan, Tambun
Nomor CM : 171316
Status Perkawinan : Belum Kawin
2. ANAMNESIS
a. Keluhan utama
Pasien Ny. N datang dengan keluhan keputihan sejak 10 hari lalu
4
c. Riwayat penyakit dahulu
• Os menyangkal pernah menderita penyakit yang sama.
• Riwayat Penyakit Diabetes Mellitus disangkal.
3. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum : baik
b. Kesadaran : Composmentis
c. Vital Sign
- Suhu : afebris
- Nadi : 68 x/menit
- Pernafasan : 20 x/menit
- Tekanan darah : 117/63 mmHg
d. Status Generalis
Kepala
- Mata :Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), edema
palpebra (-), pupil isokor 3mm, refleks cahaya
(+/+).
- Hidung : Kavum nasi dextra et sinistra lapang, sekret (-),
perdarahan (-).
- Telinga : Sekret (-), serumen (+), membran timpani sulit
dinilai.
- Mulut :Perdarahan di gusi (-), mukosa mulut dan bibir
kering (-)
- Lidah :Atropi papil (-).
- Faring/Tonsil :Dinding faring posterior hiperemis (-), tonsil T1-
T1, tonsil tidak hiperemis, detritus (-).
5
- Kulit :CRT < 3s
- Leher
Inspeksi :Tidak ada kelainan
Palpasi :Tidak ada pembesaran kelenjar getah
bening
Thorax
Paru
- Inspeksi :Statis dinamis simetris, retraksi intercostal, subkostal,
suprasternal (-)
- Palpasi :Stem fremitus kanan=kiri
- Perkusi :Sonor pada kedua lapangan paru
- Auskultasi :Vesikuler normal di kedua lapangan paru, ronkhi (-),
wheezing (-).
Jantung
- Inspeksi :Iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi :Iktus kordis tidak teraba, tidak ada thrill
- Perkusi :Jantung dalam batas normal
- Auskultasi :BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-).
Abdomen
- Inspeksi :Perut Datar
- Auskultasi : BU (+) Normal
- Palpasi : Hepatomegali (-) Splenomegali (-) Nyeri Tekan (-)
- Perkusi : Timpani diseluruh kuadran (+)
6
e. Status Ginekologis :
Lokasi : vagina
Pemeriksaan luar : tampak eritem pada labia mayora et minora dekstra et
sinistra dan pada daerah vulva. Tampak adanya fluor albus.
Pemeriksaan dalam : Tidak dapat dilakukan.
4. DIAGNOSIS BANDING
a. Kandidiasis vulvovaginitis
b. Bakterial Vaginosis
c. Scabies
5. DIAGNOSIS
Leukorea et causa Kandidiasis vulvoganitis
6. PENATALAKSANAAN
a. Cetirizine 2 x 10 mg
b. Salep Clotrimazole 1% 2 dd ue.
7. Prognosis
Quo Ad vitam : ad bonam
Quo Ad functionam : ad bonam
Quo Ad sanationam : dubia ad bonam
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PENDAHULUAN
Organ reproduksi merupakan alat dalam tubuh yang berfungsi untuk suatu
proses kehidupan manusia dalam menghasilkan keturunan demi kelestarian
hidupnya atau reproduksi. Agar dapat menghasilkan keturunan yang sehat
dibutuhkan pula kesehatan dari organ reproduksi.1
8
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Vaginal discharge (fluor albus/ leukorea/ duh tubuh vagina) merupakan
cairan atau sekret selain darah yang keluar dari vagina dapat disertai rasa gatal,
rasa terbakar di bibir kemaluan, rasa nyeri baik sewaktu berkemih maupun
senggama serta bau dan konsistensi yang khas dari masing-masing penyebab.
Selain vagina, sumber cairan ini dapat berasal dari sekresi vulva, sekresi serviks,
sekresi uterus atau sekresi tuba falopii yang dipengaruhi fungsi ovarium 1.2
II. ETIOLOGI
Etiologi leukorea sampai sekarang masih sangat bervariasi sehingga disebut
multifaktorial. Beberapa etiologi dari leukorea antara lain:
a. Non infeksi (noninfective)
Fisiologis;
Polip servikal dan ektopi;
Benda asing seperti tampon yang tertinggal (retained tampon);
Dermatitis vulva;
Lichen planus erosif;
Keganasan traktus genitalia (kanker servik, kanker uterus, kanker
ovarium);
Fistula.
9
Infeksi kandida, Kandidiasis vulvovaginal adalah penyebab vaginitis
terbanyak kedua di Amerika Serikat dan yang terbanyak di Eropa. Sek
itar 75% dari perempuan pernah mengalami kandidiasis vulvovaginal
suatu waktu dalam hidupnya, dan sekitar 5% perempuan mengalami
episode rekurensi. Agen penyebab yang tersering (80 sampai 90%)
adalah Candida albicans. Saat ini, frekuensi dari spesies non-albicans
(misalnya, Candida glabrata) meningkat, mungkin merupakan akibat
dari peningkatan penggunaan produk-produk anti jamur yang dijual
bebas5,6.
10
hidup dalam handuk basah atau permukaan lain. Masa inkubasinya
berkisar empat sampai 28 hari.1
Tiga infeksi umum yang sering dikaitkan dengan keputihan adalah bakteri
vaginosis, trikomoniasis dan kandidiasis, di mana trikomoniasis adalah infeksi
menular seksual. Keputihan dapat disebabkan oleh serangkaian kondisi fisiologis
dan patologis lainnya termasuk servisitis, vaginitis aerob, vaginitis atrofi, dan
ektopi mukoid. Masalah psikoseksual dan depresi dapat muncul dengan episode
berulang keputihan. Ini perlu dipertimbangkan jika tes untuk infeksi spesifik
negatif. Banyak gejala dan tanda yang tidak spesifik dan sejumlah wanita
mungkin memiliki kondisi lain seperti dermatosis vulva atau reaksi alergi dan
iritasi. Kadang infeksi serviks yang disebabkan oleh klamidia atau gonore dapat
menyebabkan keputihan.4
III. KLASIFIKASI
Leukorea fisiologis
Vaginal discharge/ leukorea yang fisiologis merupakan cairan/ sekret tidak
berwarna, tidak gatal dan tidak berbau yang keluar dari vagina. Cairan/ sekret ini
mengandung banyak epitel dan sedikit leukosit. Normalnya, hanya ditemukan
didaerah porsio vagina, disebabkan oleh pengaruh hormonal.10
11
Leukorea patologis
Keputihan yang abnormal ditandai dengan perubahan warna, konsistensi,
volume, atau bau, dan dapat dikaitkan dengan gejala seperti gatal, nyeri, disuria,
nyeri panggul, atau perdarahan intermenstrual atau perdarahan post coitus 11.
Cairan/ sekret ini mengandung banyak leukosit. Leukorea patologis dapat
disebabkan oleh infeksi (bakteri, jamur dan parasit), iritasi, benda asing, tumor/
jaringan abnormal lain, radiasi, dll1.
IV. PATOFISIOLOGI
12
merupakan flora vagina yang terbanyak, beberapa jenis kokus seperti
streptokokus, stapilokokus, dan eschericia coli. Leukorea normal bisa merupakan
kombinasi hasil sekresi dari vulva, vagina, tuba fallopi, uterus, dan serviks.
Jumlah, konsistensi, dan warna dari leukorea berubah-ubah sesuai dengan
perubahan hormon di dalam tubuh kita menurut siklus haid.1
V. GEJALA KLINIS
Leukorea Fisiologis
Secara umum, individu tidak memiliki keluhan hanya merasa tidak nyaman
dengan keluarnya cairan/ sekret tidak berwarna/ jernih, tidak berbau, tidak gatal
dan tidak ada nyeri saat berkemih maupun senggama. Tabel dibawah ini
menjelaskan leukorea normal7
Leukorea patologis
- Vaginosis Bakterialis
Bakteri vaginosis ditandai oleh keluarnya cairan berbau busuk, banyak, tipis,
homogen, putih atau abu-abu yang melekat pada dinding vagina anterior dan
13
lateral. Biasanya, pasien mungkin mengeluh bau amis selama atau tidak lama
setelah koitus dan juga selama menstruasi. Sifat alkali dari darah atau air
mani (pH> 7) menyebabkan peningkatan sementara pada pH vagina, dan ini
menyebabkan pelepasan amina, yang dirasakan oleh pasien sebagai bau
amis. Keputihan khas ini dapat ditemukan pada pemeriksaan pada beberapa
pasien yang sebenarnya belum mengeluh keputihan. Bau amis dari keputihan
adalah masalah utama dan sering menyebabkan ketidakharmonisan seksual
di antara pasangan. Vulvitis dan pruritus sangat minimal atau sama sekali
tidak ada. Hampir setengah dari pasien dengan BV tidak memiliki gejala.
Komplikasi kebidanan meliputi ketuban pecah dini, keguguran lanjut dan
endometriosis pascapartum, sedangkan penyakit radang panggul, infeksi
manset pasca histerektomi, dan sepsis postabortal adalah beberapa
komplikasi ginekologis12
- Kandidiasis vulvovaginalis
Keluhan dan gejala beratnya tidak ada hubungan dengan jumlah
organismenya. Keluhan yang menonjol adalah pruritus, seringkali disertai
iritasi vagina, disuria, atau keduanya. Cairan vagina klasik berwarna putih
seperti susu yang kental dan tidak berbau. Pemeriksaan spekulum seringkali
memperlihatkan eritema dinding vulva dan vagina, kadang disertai plak yang
menempel1.
- Klamidiasis
Infeksi klamidia tidak menimbulkan keluhan pada 30%-50% kasus dan dapat
menetap selama beberapa tahun. Penderita mengeluh keluar cairan purulen
dari vagina, bercak darah atau pendarahan pascasanggama. Pada
pemeriksaan serviks, tampak erosi, rapuh dan terdapat cairan mukopurulen
berwarna kuning- hijau. Bila tidak segera ditangani, klamidia dapat
menyebabkan penyakit radang panggul yaitu terjadinya nyeri kronis akibat
infeksi pada uterus dan saluran tuba. Radang panggul dapat menyebabkan
infertilitas dan kehamilan ektopik1,12.
14
- Gonorea
Sebagian besar wanita dengan gonore tidak menunjukkan gejala. Ketika
gejala terjadi, mereka terlokalisasi pada saluran genitourinari bawah dan
termasuk keputihan, frekuensi kemih atau disuria dan ketidaknyamanan
dubur. Masa inkubasi hanya 3-5 hari. Vulva, vagina, serviks dan uretra dapat
meradang dan mungkin gatal atau terbakar. Spesimen keluar dari serviks,
uretra dan anus harus diambil untuk kultur dari pasien yang bergejala 11. Pada
pemeriksaan dalam didapatkan labia mayora dapat bengkak, merah dan nyeri
tekan. Kadang kelenjar bartholini ikut meradang dan terasa nyeri saat
berjalan / duduk. Pada uretra, didapatkan orifisium uretra eksternum tampak
merah, edema dan ada sekret mukopurulen. Sedangkan, pada pemeriksaan
serviks, tampak merah dengan erosi dan sekret purulen1,9.
- Trikomoniasis
Trikomoniasis pada wanita, yang diserang terutama dinding vagina. Dapat
bersifat akut dan kronik.Pada kasus akut, terlihat sekret vagina seropurulen
berwarna kekuning-kuningan, kuning-hijau, berbau tidak enak (malodorous),
berbusa, rasa gatal dan dapat disertai disuria. Dinding vagina tampak
kemerahan dan sembab. Kadang terbentuk abses kecil pada dinding vagina
dan serviks, yang tampak sebagai granulasi berwarna merah yang dikenal
sebagai strawberry apperance dan disertai dispareunia, pendarahan
pascakoitus dan pendarahan intermenstrual. Bila sekret, banyak yang keluar
dapat timbul iritasi pada lipat paha atau sekitar genitalia eksterna. Pada kasus
kronik, gejala lebih ringan dan biasanya sekret vagina tidak berbusa1,13.
VI. DIAGNOSIS
- Vaginosis Bakterialis
15
a. Diagnosis BV dapat didasarkan pada kriteria klinis Amsel atau teknik
penilaian mikrobiologis Nugent. Dalam kriteria Amsel, tiga hal berikut ini
diperlukan untuk mendiagnosis BV: (1) keputihan yang homogen; (2) pH
vagina lebih besar dari 4,5; (3) Uji Whiff positif dan (4) keberadaan sel
petunjuk pada mikroskop12.
16
Bila 0 = tidak dijumpai morfologi
+1 = <1 Morfologi
+2 = 1 – 4 Morfologi
+3 = 5 – 30 morfologi
+4 = 30 morfologi atau lebih
c. Kriteria Hay Ison - berdasarkan temuan pada noda bernoda Gram dan
mencerminkan kemungkinan flora lebih baik daripada skor Nugent.
Tingkat 0: Tidak terkait dengan BV, hanya sel epitel, tidak ada lactobacilli,
menunjukkan antibiotik terbaru
17
Tingkat 3 (BV): Sebagian besar Gardnerella dan / atau Mobiluncus
morphotypes, sel petunjuk. Sedikit atau tidak ada Lactobacilli.
Kelas 4: Tidak terkait dengan BV, Gram + ve cocci saja, tidak ada
lactobacilli (Aerobik vaginitis flora)4.
- Kandidiasis vulvovaginalis
Diagnosis dapat dibuat pada penderita yang memiliki tanda-tanda dan gejala
vaginitis ditambah dengan 1) Persiapan basah (saline, 10% KOH) atau
pewarnaan gram pada cairan vagina menunjukkan budding yeasts, hyphae
atau pseudohyphae atau 2) Kultur atau tes lainnya menghasilkan hasil yang
positif untuk spesies ragi. Candida vaginitis dikaitkan dengan pH vagina
normal (<4,5).
18
dipertimbangkan. Apabila kultur tidak dapat dilakukan, berikan terapi
empiris. Mengidentifikasi Candida dengan kultur tanpa adanya gejala atau
tanda-tanda bukan merupakan indikasi untuk pengobatan, karena sekitar 10%
-20% dari wanita memiliki Candida sp. dan ragi yang lain pada vagina.
Kultur tetap merupakan gold standard dalam diagnosis vulvovaginal
candidiasis.
- Klamidiasis
Tersedia beberapa metode berbeda untuk mendiagnosis infeksi klamidia.
Banyak studi telah dilakukan di bidang metode diagnosis yang dapat
diandalkan. Kultur Chlamydia tetap dianggap sebagai gold standar karena
memiliki spesifisitas mendekati 100%. Karena hbadan dasar klamidia
infeksius dapat dideteksi oleh kultur, metode ini adalah salah satu pilihan
untuk masalah medikolegal. Kerugian kultur adalah sensitivitasnya yang
rendah dan hasilnya tergantung pada pengalaman antar-pribadi laboratorium.
Infeksi Chlamydia trachomatis dapat di diagnosis dengan uji first- catch
19
urine dan mengumpulkan swab endoserviks/ vagina pada wanita, sedangkan
uji first-catch urine dan swab uretra pada laki- laki. Metode non-kultur
termasuk enzim immunoassay (EIA), pewarnaan fluoresen langsung dengan
antibodi monoklonal (DFA), tes amplifikasi asam nukleat (NAAT) dan
teknik hibridisasi asam nukleat. NAAT merupakan tes yang paling sensitif
menggunakan spesimen tersebut dan dapat digunakan untuk diagnosis
infeksi Chlamydia trachomatis4,14.
- Gonorea
Spesimen sekret dari serviks, uretra dan anus harus diambil untuk kultur dari
pasien yang memiliki gejala. Eksudat purulen dari uretra dapat menunjukkan
diplokokus gram negatif dan peningkatan leukosit. Temuan serupa dalam
sekret serviks purulen adalah diagnostik yang kurang meyakinkan dari
Neisseria gonorea. Diplokokus Gram-negatif yang oksidase positif yang
diperoleh dari media selektif (Thayer-Martin atau Transgrow) biasanya
menandakan N. gonore. Tes fermentasi karbohidrat dapat dilakukan, tetapi
selain memakan waktu dan mahal, tes ini kadang-kadang menghasilkan
spesies Neisseria lain. Oleh karena itu, kultur dilaporkan sebagai dugaan
untuk N. gonore. Selain itu, teknik-teknik lain untuk mendeteksi gonore
termasuk EIA untuk swab serviks atau spesimen urin, probe DNA untuk
swab endoserviks dan NAAT untuk swab endoserviks, spesimen
Papanicolaou cair, swab vagina dan spesimen urin. Setiap pasien dengan
gonore harus dicurigai memiliki PMS lain dan dikelola dengan sesuai12.
Dengan kultur, selain dapat deteksi N.gonorrhoeae pada alat reproduksi,
dapat juga deteksi di orofaring, rektal dan konjungtiva, lain halnya dengan
NAAT tidak dizinkan oleh FDA dalam menggunakan spesimen tersebut.
Padahal, sensitivitas dari NAAT dalam deteksi N.gonorrhoeae pada
urogenital dan nongenital lebih superior daripada kultur. Selain itu, juga
20
perlu dilakukan uji resistensi antibiotik pada gagal pengobatan
N.gonorrhoeae14.
- Trikomoniasis
Penggunaan tes yang sangat sensitif dan spesifik direkomendasikan untuk
21
22
Bagan I. Alur Diagnosis Fluor Albus (Oxfordshide Clinicsl Commisioning
Group)
23
VII. TATALAKSANA
- Mikroskopi langsung positif dengan / tanpa gejala pada beberapa wanita hamil
(mereka yang memiliki riwayat kelahiran preterm idiopatik sebelumnya atau
kehilangan pada trimester kedua)
- Opsional: mikroskop langsung positif pada wanita tanpa gejala. Mereka dapat
melaporkan perubahan menguntungkan untuk mereka setelah perawatan.
- Wanita bergejala ditemukan memiliki kandida baik pada mikroskop atau kultur.
24
- Vaginosis Bakterial 4,14
25
Konsumsi alkohol harus dihindari selama pengobatan dengan nitroimidazole
sampai 24 jam setelah selesai pengobatan dengan metronidazole dan 72 jam
setelah pengobatan dengan tinidazole untuk mengurangi kemungkinan disulfiram-
like reaction. Penderita harus disarankan untuk menahan diri dari aktivitas
seksual atau menggunakan kondom secara konsisten dan benar selama regimen
pengobatan. Selain itu, semua wanita dengan Vaginosis Bakterial disarankan
untuk melakukan tes HIV dan PMS lainnya. Berdasarkan data dari uji klinis
menunjukkan bahwa respon wanita untuk terapi dan kemungkinan kambuh atau
kekambuhan tidak terpengaruh oleh pengobatan pasangannya seks. Oleh karena
itu, pengobatan rutin pasangan seksnya tidak dianjurkan.
Pertimbangan Khusus :
Vaginosis bakterial terjadi lebih sering pada wanita dengan HIV. Wanita dengan
26
HIV yang memiliki VB harus menerima rejimen pengobatan sama dengan mereka
yang tidak memiliki infeksi HIV.
- Gonorea4,14
dibuat menjadi terapi kombinasi dua obat dengan mekanisme kerja (misalnya
cephalosporin dan azitromisin) yang berbeda untuk meningkatkan efektivitas dan
memperlambat terjadinya resistensi
Pertimbangan Khusus :
1. Alergi
27
Reaksi alergi terhadap sefalosporin generasi pertama terjadi pada <2,5% dari
orang dengan riwayat alergi penisilin dan jarang terjadi dengan sefalosporin
generasi ketiga (misalnya, ceftriaxone dan cefixime). Penggunaan ceftriaxone atau
sefiksim merupakan kontraindikasi pada orang dengan riwayat alergi penisilin
IgE- mediated (misalnya, anafilaksis, sindrom Stevens Johnson, dan nekrolisis
epidermal toksik).
Terapi yang dapat diberikan : terapi kombinasi dengan dosis tunggal oral
gemifloxacin 320 mg ditambah oral azithromycin 2 g atau terapi kombinasi
dengan dosis tunggal IM gentamicin 240 mg ditambah oral azithromycin 2 g. Jika
tersedia, spectinomycin dapat digunakan.
2. Kehamilan
3. HIV
Penderita dengan HIV positif diberikan terapi yang sama dengan HIV negatif.
28
Suspek gagal terapi dengan cephalosporin seharusnya segera di terapi secara rutin
dapat menggunakan regimen yang direkomendasikan : ceftriaxone 250 mg IM
ditambah azitromisin 1 g oral. Namun, dalam situasi kemungkinan suspek gagal
terapi lebih tinggi dari pada reinfeksi, spesimen yang diperoleh sebaiknya dikultur
dan dilakukan tes antimikrobial sebelum di lakukan terapi. Regimen yang dapat
diberikan : terapi kombinasi dengan dosis tunggal oral gemifloxacin 320 mg
ditambah oral azithromycin 2 g atau terapi kombinasi dengan dosis tunggal
gentamicin 240 mg IM ditambah oral azithromycin 2 g.
Penderita dengan suspek gagal terapi setelah terapi dengan regimen alternatif
(cefixime dan azithromycin) sebaiknya diterapi dengan ceftriaxone 250 mg IM
dosis tunggal dan azithromycin 2 g oral dosis tunggal.
- Klamidiasis4,14
29
Berdasarkan data meta-analisis, terapi dengan azitromycin dan doxycycline sama
efektifnya dengan tingkat kesembuhan 97-98%. Untuk meminimalkan penularan
penyakit ke pasangan seks dan reinfeksi, penderita diinstruksikan untuk tidak
melakukan hubungan seksual selama 7 hari setelah terapi dosis tunggal atau
sampai selesainya regimen 7 hari dan tidak bergejala. Penderita infeksi Chlamydia
trachomatis disarankan tes untuk HIV, GC, dan sifilis.
Pertimbangan Khusus :
1. Kehamilan
30
Seringnya efek samping gastrointestinal yang terkait dengan eritromisin dapat
mengakibatkan ketidakpatuhan pada regimen alternatif. Dosis rendah 14 hari
regimen eritromisin dapat dipertimbangkan. Estolate eritromisin merupakan
kontraindikasi selama kehamilan karena hepatotoksisitas terkait obat.
2. HIV
Penderita infeksi klamidia dengan HIV diberikan terapi yang sama dengan non-
HIV.
- Candidiasis4,14
Terapi topikal jangka pendek (dosis tunggal dan regimen 1-3 hari) efektif untuk
obati Kandidiasis vulvovaginalis tidak berkomplikasi. Obat topikal azole lebih
efektif dari pada nystatin. Terapi dengan azole meredakan gejala dan membuat
kutur negatif pada 80-90% pasien yang telah jalani pengobatan lengkap.
31
32
Kandidiasis vulvovaginalis tidak berkomplikasi biasanya tidak diperoleh melalui
hubungan seksual. Dengan demikian, data tidak mendukung pengobatan pasangan
seks.
Terapi :
Oral fluconazole (i.e., 100-mg, 150-mg, or 200-mg dose) seminggu sekali selama
6 bulan sebagai regimen lini pertama untuk pemeliharaan. Apabila regimen ini
tidak dapat dilaksanakan, terapi topikal dapat diberikan. Terapi pemeliharaan yang
adekuat dapat menurunkan kejadian kandidiasis vulvovaginalis rekuren. Penderita
dengan gejala simtomatik, dengan kultur positif walaupun sudah diberikan terapi
pemeliharaan konsultasi ke dokter spesialis.
33
2. Kandidiasis vulvovaginalis berat
Setidaknya 50% dari wanita dengan kultur positif untuk nonalbicans Candida
mungkin memiliki minimal gejala atau tidak memiliki gejala dan karena
pengobatan yang berhasil seringkali sulit, maka harus menyingkirkan penyebab
lain dari gejala vagina pada wanita dengan nonalbicans ragi. Pengobatan optimal
nonalbicans VVC masih belum diketahui. Pilihan meliputi terapi jangka panjang
(7–14 hari) dengan nonfluconazole azole regimen (oral atau topikal) sebagai lini
pertama. Jika berulang, 600 mg boric acid dalam kapsul gelatin diberikan lewat
vagina 1 kali sehari selama 2 minggu.
Pertimbangan khusus :
(diabetes yang tidak terkontrol, HIV dan dalam pengobatan imunosupresan) tidak
respon baik terhadap pengobatan jangka pendek sehingga diperlukan pengobatan
jangka panjang (7-14 hari).
2. VVC pada wanita hamil hanya boleh diberikan terapi topikal azole selama 7
hari.
Kolonisasi Vaginal Candida dan simtomatik VVC pada penderita HIV lebih tinggi
dan sering dari pada non-HIV sehingga diberikan regimen fluconazole dengan
dosis 200 mg seminggu sekali. Regimen ini tidak dianjurkan pada wanita dengan
HIV tanpa complicated VVC.
34
Trikomoniasis 4,14
Karena tingginya tingkat reinfeksi (17% dalam waktu 3 bulan dalam satu studi),
pengujian ulang untuk T. vaginalis direkomendasikan untuk semua wanita yang
aktif secara seksual dalam waktu 3 bulan setelah pengobatan awal.
Memberikan terapi pada pasangan seks adalah penting untuk mengurangi gejala-
gejala, menyembuhkan dan pencegahan penularan dan reinfeksi. Pasangan
disarankan untuk menjauhkan diri dari hubungan seksual sampai penderita dan
pasangan seks telah menyelesaikan terapi yang adekuat dan tidak bergejala.
- Pertimbangan khusus :
35
o Infeksi Trichomonas vaginalis pada wanita hamil meningkatkan resiko ketuban
pecah dini, persalinan prematur dan bayi berat lahir rendah. Untuk wanita hamil
dengan gejala simtomatik, diberikan terapi metronidazole 2g oral dosis tunggal.
VIII. PENCEGAHAN
1. Gunakan pakaian dalam yang bersih dan kering, mudah menyerap keringat.
Hindari celana dalam ketat, celana jins ketat, pakaian dalam dan pakaian renang
yang basah. Sebab jika lembab dan basah dapat menimbulkan iritasi serta
memudahkan tumbuhnya jamur atau kuman penyakit. Sering sering ganti
pembalut pada saat haid.
2. Bersihkan dan keringkan vagina hanya dengan cara benar sehabis buang air.
Jangan membersihkan vagina hanya dengan tisu kering sehabis buang air kecil,
gunakan air dengan arah basuhan dari depan kebelakang. Lalu gunakan tisu sekali
usap dan buang.
3. Ganti pakaian dalam 2-3 kali shari, khususnya setelah olah raga.
36
usah yang mengandung sabun, apabila antiseptik yang cenderung membunuh
“flora normal” di vagina. Sebab flora normal di vagina yang membuat vagina
selalu asam akan menjadi mati. Vagina harusnya asam dengan pH antara 3,5
hingga 4,5. Sehingga suasana asam pun terganggu menjadi basa dan akhirnya
muncul berbagai penyakit, entah itu kandida / jamur, infeksi dari luar vagina demi
mencegah timbulnya leukorea.
6. Hindari duduk di toilet umum jika tidak terpaksa sekali. Sediakan tisu alasi
dulu tempat toiletnya, baru duduk. Atau lebih baik bawa cairan penyemprot
praktis yang mengandung desinfektan.
Saat leukorea, hindari seks hingga masalah teratasi. Melakukan seks saat
keputihan hanya akan menyebabkan “lingkaran setan” tak berujung.
9. Pastikan pasangan tidak punya sekret (cairan) mencurigakan atau luka di organ
genitalnya. Jika pasangan dicurigai mengidap penyakit menular seksual, lakukan
terapi.
10. Gunakan kondom untuk berhubungsn seks guna mencegah penularan penyakit
menular seksual.
IX. KOMPLIKASI
Pada kasus-kasus yang tidak diberikan terapi adekuat, infeksi tersebut dapat
menyebar ke traktus reproduksi bagian atas dan menyebabkan penyakit lain yang
lebih serius.
37
Pada Vaginosis Bakterial, komplikasi yang dapat terjadi antara lain meningkatkan
resiko terjadinya persalinan prematur pada kehamilan, ketuban pecah dini, infeksi
cairan ketuban dan resiko terkena dan transmisi dari HIV. Sedangkan, pada
Gonore komplikasi yang dapat terjadi antara lain sekuele permanen pada wanita
yaitu terjadinya infertilitas akibat PID (Pelvic Inflammatory Disease). Sedangkan
pada Klamidiasis, dapat menyebabkan komplikasi PID, nyeri panggul kronis,
infertilitas faktor tuba dan resiko kehamilan ektopik. Sedangkan pada
Trikomoniasis, komplikasi yang dapat terjadi antara lain komplikasi dalam
kehamilan yakni persalinan prematur, ketuban pecah dini dan bayi berat lahir
rendah.4,12,14
X. PROGNOSIS
38
BAB III
PEMBAHASAN
39
BAB IV
KESIMPULAN
40
DAFTAR PUSTAKA
6. Murtiastutik Dwi. 2011. Atlas Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi II. Hal:
231 - 233 Surabaya. Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair
10. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC. Williams
Obstetrics and Gynecologic. 23rd. hal: 1304 – 1322. 2009. San Fransisco:
The McGraw-Hill Companies.
41
and Management of Vaginal Discharge in Adult Women. 2017.
Oxfordshide Clinical Commisioning Group (NHS)
42
43