Anda di halaman 1dari 43

PRESENTASI KASUS

LEUKOREA

DISUSUN OLEH :

Dinera Anjani Arsad


1102015071

PEMBIMBING :
dr. Nandi Nurhandi, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RSUD KABUPATEN BEKASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah S.W.T. atas karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul ” Leukorea”.
Laporan kasus ini merupakan salah satu syarat Kepaniteraan Klinik di
Bagian/Departemen Obstetri dan Ginekologi RS Kab. Bekasi.
Penulis mengucapkan terima kasih dr. Nandi Nurhandi, SpOG selaku
pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan dan penyusunan
laporan kasus ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan
kasus ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis
harapkan. Semoga laporan ini dapat memberi manfaat bagi pembaca.

Bekasi, 07 Februari 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................. 2
BAB I PRESENTASI KASUS.................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................. 8
PENDAHULUAN......................................................................................................... 8
TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................... 9
I. DEFINISI.......................................................................................................................... 9
II. ETIOLOGI...................................................................................................................... 9
III. KLASIFIKASI........................................................................................................... 11
IV. PATOFISIOLOGI..................................................................................................... 12
V. GEJALA KLINIS........................................................................................................ 13
VI. DIAGNOSIS................................................................................................................ 15
VII. TATALAKSANA..................................................................................................... 23
VIII. PENCEGAHAN...................................................................................................... 35
IX. KOMPLIKASI........................................................................................................... 36
X. PROGNOSIS................................................................................................................ 37
BAB III PEMBAHASAN.......................................................................................... 38
BAB IV KESIMPULAN........................................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 40

3
BAB I
PRESENTASI KASUS
1. IDENTITAS
Nama : Ny. N
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 16 tahun
Alamat : Kampung. Utan, Tambun
Nomor CM : 171316
Status Perkawinan : Belum Kawin
2. ANAMNESIS
a. Keluhan utama
Pasien Ny. N datang dengan keluhan keputihan sejak 10 hari lalu

b. Riwayat penyakit sekarang


Pasien datang ke dengan kiriman dari poli Kandungan dan
Kebidanan RSUD Kabupaten Bekasi dengan keluhan keputihan sejak 10
hari yang lalu. Keputihan yang dialami berwarna putih kekuningan dan
menggumpal seperti susu basi. Keputihan tersebut disertai rasa gatal
sehingga aktivitas sehari-hari terganggu. Keputihan tidak berbau dan tidak
berbusa. Pasien memiliki riwayat memakai cairan antiseptic untuk
membersihkan kemaluan sudah 3 bulan ini, dan juga mempunyai
kebiasaan memakai celana ketat. Kemaluan terasa panas disangkal, nyeri
saat berkemih disangkal, dan adanya benjolan disangkal. Pasien
merupakan pelajar SMA, belum menikah, tidak pernah melakukan
hubungan seksual dan tidak mempunyai riwayat penyakit lain seperti
diabetes mellitus, HIV, dan pemakaian obat antibiotic lama. Pasien
menyangkal sedang hamil, mengkonsumsi obat-obat tertentu atau
mengkonsumsi pil kontrasepsi.

4
c. Riwayat penyakit dahulu
• Os menyangkal pernah menderita penyakit yang sama.
• Riwayat Penyakit Diabetes Mellitus disangkal.

d. Riwayat penyakit keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang serupa dengan
pasien.

3. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum : baik
b. Kesadaran : Composmentis
c. Vital Sign

- Suhu : afebris
- Nadi : 68 x/menit
- Pernafasan : 20 x/menit
- Tekanan darah : 117/63 mmHg
d. Status Generalis
Kepala
- Mata :Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), edema
palpebra (-), pupil isokor 3mm, refleks cahaya
(+/+).
- Hidung : Kavum nasi dextra et sinistra lapang, sekret (-),
perdarahan (-).
- Telinga : Sekret (-), serumen (+), membran timpani sulit
dinilai.
- Mulut :Perdarahan di gusi (-), mukosa mulut dan bibir
kering (-)
- Lidah :Atropi papil (-).
- Faring/Tonsil :Dinding faring posterior hiperemis (-), tonsil T1-
T1, tonsil tidak hiperemis, detritus (-).

5
- Kulit :CRT < 3s
- Leher
Inspeksi :Tidak ada kelainan
Palpasi :Tidak ada pembesaran kelenjar getah
bening

Thorax
Paru
- Inspeksi :Statis dinamis simetris, retraksi intercostal, subkostal,
suprasternal (-)
- Palpasi :Stem fremitus kanan=kiri
- Perkusi :Sonor pada kedua lapangan paru
- Auskultasi :Vesikuler normal di kedua lapangan paru, ronkhi (-),
wheezing (-).

Jantung
- Inspeksi :Iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi :Iktus kordis tidak teraba, tidak ada thrill
- Perkusi :Jantung dalam batas normal
- Auskultasi :BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-).

Abdomen
- Inspeksi :Perut Datar
- Auskultasi : BU (+) Normal
- Palpasi : Hepatomegali (-) Splenomegali (-) Nyeri Tekan (-)
- Perkusi : Timpani diseluruh kuadran (+)

6
e. Status Ginekologis :
Lokasi : vagina
Pemeriksaan luar : tampak eritem pada labia mayora et minora dekstra et
sinistra dan pada daerah vulva. Tampak adanya fluor albus.
Pemeriksaan dalam : Tidak dapat dilakukan.

4. DIAGNOSIS BANDING
a. Kandidiasis vulvovaginitis
b. Bakterial Vaginosis
c. Scabies

5. DIAGNOSIS
Leukorea et causa Kandidiasis vulvoganitis

6. PENATALAKSANAAN
a. Cetirizine 2 x 10 mg
b. Salep Clotrimazole 1% 2 dd ue.

7. Prognosis
Quo Ad vitam : ad bonam
Quo Ad functionam : ad bonam
Quo Ad sanationam : dubia ad bonam

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN

Organ reproduksi merupakan alat dalam tubuh yang berfungsi untuk suatu
proses kehidupan manusia dalam menghasilkan keturunan demi kelestarian
hidupnya atau reproduksi. Agar dapat menghasilkan keturunan yang sehat
dibutuhkan pula kesehatan dari organ reproduksi.1

Infeksi Saluran Reproduksi (ISR) semakin disadari telah menjadi masalah


kesehatan dunia dan masalah kesehatan masyarakat yang serius tetapi
tersembunyi. Infeksi alat reproduksi dapat menurunkan fertilitas, mempengaruhi
keadaan umum dan mengganggu kehidupan seks.1

Berdasarkan penelitian epidemiologi, lebih dari sepertiga penderita di Indonesia


yang berobat, 80% diantaranya merupakan leukorea patologis. Sebagian besar
penderita memiliki keluhan seperti sering mengganti pakaian dalamnya/
menggunakan pembalut disertai keluhan rasa gatal, duh tubuh vagina yang keluar
berbau, rasa panas bahkan rasa sakit saat bersenggama. Keluhan dapat bervariasi
dari ringan hingga berat. Kendala yang sering terjadi antara lain ketidaktahuan
pasien serta umumnya pasien akan datang saat dirasakan rasa gatal atau rasa sakit
yang hebat karena fluor albus umumnya dinilai sebagai sesuatu yang memalukan
sehingga pasien tidak mendapatkan terapi yang adekuat.1

8
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Vaginal discharge (fluor albus/ leukorea/ duh tubuh vagina) merupakan
cairan atau sekret selain darah yang keluar dari vagina dapat disertai rasa gatal,
rasa terbakar di bibir kemaluan, rasa nyeri baik sewaktu berkemih maupun
senggama serta bau dan konsistensi yang khas dari masing-masing penyebab.
Selain vagina, sumber cairan ini dapat berasal dari sekresi vulva, sekresi serviks,
sekresi uterus atau sekresi tuba falopii yang dipengaruhi fungsi ovarium 1.2

II. ETIOLOGI
Etiologi leukorea sampai sekarang masih sangat bervariasi sehingga disebut
multifaktorial. Beberapa etiologi dari leukorea antara lain:
a. Non infeksi (noninfective)
 Fisiologis;
 Polip servikal dan ektopi;
 Benda asing seperti tampon yang tertinggal (retained tampon);
 Dermatitis vulva;
 Lichen planus erosif;
 Keganasan traktus genitalia (kanker servik, kanker uterus, kanker
ovarium);
 Fistula.

b. Nonsexually transmitted infection:


 Vaginosis bakteri, merupakan penyebab infeksi vagina paling biasa.
Vaginosis bakteri atau bacterial vaginosis (BV) adalah suatu sindrom
klinis akibat perubahan ekosistem vagina, di mana terjadi pergantian
flora normal Lactobacillus sp sebagai penghasil H2O2 (hidrogen
peroksida) di vagina, dengan bakteri anaerob (misalnya; Bactroides
sp.,Mobiluncus sp., Prevotella sp., Gardnerella vaginalis,
Mycoplasma hominis) yang menyebabkan peningkatan pH dengan
nilai <4,5 menjadi 7,0. Paling sering terjadi pada wanita seksual aktif
yang memiliki riwayat penyakit menular seksual berulang3,4.

9
 Infeksi kandida, Kandidiasis vulvovaginal adalah penyebab vaginitis
terbanyak kedua di Amerika Serikat dan yang terbanyak di Eropa. Sek
itar 75% dari perempuan pernah mengalami kandidiasis vulvovaginal
suatu waktu dalam hidupnya, dan sekitar 5% perempuan mengalami
episode rekurensi. Agen penyebab yang tersering (80 sampai 90%)
adalah Candida albicans. Saat ini, frekuensi dari spesies non-albicans
(misalnya, Candida glabrata) meningkat, mungkin merupakan akibat
dari peningkatan penggunaan produk-produk anti jamur yang dijual
bebas5,6.

c. Sexually transmitted infection:


 Chlamydia trachomatis; Bakteri ini merupakan penyebab penyakit
menular seksual yang disebabkan oleh Chlamydia trachomatis, dapat
menyebabkan cervicitis pada wanita dan uretritis dan proktitis pada
wanita dan laki-laki. Chlamydia ditransmisikan melalui kontak
seksual dengan penis, vagina, mulut atau anus dengan orang yang
terinfeksi. Selain itu juga dapat ditularkan secara perinatal dari ibu ke
bayi melalui persalinan sehingga dapat terjadi ophthalmia
neonatorum (konjungtivitis) dan pneumonia 1,7,8
 Neisseria gonorrhoeae, Neisseria gonorrhea merupakan bakteri gram
negatif, tahan asam, terlihat diluar dan didalam leukosit, tidak tahan
lama di udara bebas, cepat mati dalam keadaan kering dan tidak tahan
zat disinfektan. Daerah yang paling mudah terinfeksi adalah daerah
dengan mukosa epitel kuboid atau lapis gepeng yang belum
berkembang (immatur) yakni pada vagina wanita sebelum pubertas.9

 Trichomonas vaginalis, trikomoniasis adalah penyebab yang lebih


jarang dari keputihan dalam perawatan primer tetapi ketika
ditemukan, sering dikaitkan dengan infeksi menular seksual lainnya
(NHS). Trikomonas merupakan organisme yang tahan dan mampu

10
hidup dalam handuk basah atau permukaan lain. Masa inkubasinya
berkisar empat sampai 28 hari.1

Tiga infeksi umum yang sering dikaitkan dengan keputihan adalah bakteri
vaginosis, trikomoniasis dan kandidiasis, di mana trikomoniasis adalah infeksi
menular seksual. Keputihan dapat disebabkan oleh serangkaian kondisi fisiologis
dan patologis lainnya termasuk servisitis, vaginitis aerob, vaginitis atrofi, dan
ektopi mukoid. Masalah psikoseksual dan depresi dapat muncul dengan episode
berulang keputihan. Ini perlu dipertimbangkan jika tes untuk infeksi spesifik
negatif. Banyak gejala dan tanda yang tidak spesifik dan sejumlah wanita
mungkin memiliki kondisi lain seperti dermatosis vulva atau reaksi alergi dan
iritasi. Kadang infeksi serviks yang disebabkan oleh klamidia atau gonore dapat
menyebabkan keputihan.4

III. KLASIFIKASI

Leukorea fisiologis
Vaginal discharge/ leukorea yang fisiologis merupakan cairan/ sekret tidak
berwarna, tidak gatal dan tidak berbau yang keluar dari vagina. Cairan/ sekret ini
mengandung banyak epitel dan sedikit leukosit. Normalnya, hanya ditemukan
didaerah porsio vagina, disebabkan oleh pengaruh hormonal.10

Vaginal discharge fisiologis normal dapat berubah sesuai dengan siklus


menstruasi. Biasanya cairan ini tebal dan lengket untuk sebagian besar siklus,
tetapi menjadi lebih jelas, basah, dan elastis untuk periode singkat sekitar waktu
ovulasi. Perubahan ini tidak terjadi pada wanita yang menggunakan kontrasepsi
oral. Hanya pasien yang dapat mengetahui jumlah dan jenis sekretnya sendiri.

Debit normal dapat meningkat:


- Pramenstruasi
- Pada saat ovulasi
- Ketika mulai menggunakan HRT atau kontrasepsi hormonal11

11
Leukorea patologis
Keputihan yang abnormal ditandai dengan perubahan warna, konsistensi,
volume, atau bau, dan dapat dikaitkan dengan gejala seperti gatal, nyeri, disuria,
nyeri panggul, atau perdarahan intermenstrual atau perdarahan post coitus 11.
Cairan/ sekret ini mengandung banyak leukosit. Leukorea patologis dapat
disebabkan oleh infeksi (bakteri, jamur dan parasit), iritasi, benda asing, tumor/
jaringan abnormal lain, radiasi, dll1.

IV. PATOFISIOLOGI

PH vagina, kandungan glikogen dan jumlah sekresi mempengaruhi jumlah


dan jenis organisme yang ada di vagina. Lactobacilli membatasi pertumbuhan
organisme lain dengan memproduksi asam laktat, sehingga mempertahankan pH
rendah. Organisme ini juga menghasilkan hidrogen peroksida, yang beracun bagi
anaerob. Populasi bakteri normal vagina membantu menghambat pertumbuhan
organisme patologis vagina. Jika ekosistem vagina normal diubah, ada
kemungkinan lebih besar berkembang biaknya organisme patogen13. 
Bila mekanisme pertahanan ini terganggu , akan bertambah banyaklah
mikroorganisme anaerob yang akan diikuti oleh produksi enzim-enzim proteolitik.
Enzim-enzim ini bekerja pada peptida vagina, melepaskan berbagai produk
biologik, termasuk poliamin. Pada keadaan alkali (basa), poliamin menjadi tidak
stabil dan mengeluarkan bau yang tidak sedap. Poliamin juga memfasilitasi
transudasi cairan vagina dan eksfoliasi sel-sel epitel, membentuk sekret yang
kental dan banyak2. Progresivitas mikroorganisme patologis secara kinis akan
memberikan suatu reaksi inflamasi di daerah vagina. Sistem imun tubuh akan
bekerja membantu fungsi dari basil doderlein sehingga terjadi pengeluaran lekosit
PMN maka terjadilah leukorea1.
Sekret vagina secara normal mengandung: sel epitel vagina, terutama yang
paling luar (superfisial) yang terkelupas dan dilepaskan ke dalam rongga vagina;
beberapa sel darah putih (leukosit). Bakteri-bakteri yang normal terdapat dalam
vagina antara lain basil doderlein yang berbentuk batang-batang gram positif dan

12
merupakan flora vagina yang terbanyak, beberapa jenis kokus seperti
streptokokus, stapilokokus, dan eschericia coli. Leukorea normal bisa merupakan
kombinasi hasil sekresi dari vulva, vagina, tuba fallopi, uterus, dan serviks.
Jumlah, konsistensi, dan warna dari leukorea berubah-ubah sesuai dengan
perubahan hormon di dalam tubuh kita menurut siklus haid.1

V. GEJALA KLINIS

Leukorea Fisiologis
Secara umum, individu tidak memiliki keluhan hanya merasa tidak nyaman
dengan keluarnya cairan/ sekret tidak berwarna/ jernih, tidak berbau, tidak gatal
dan tidak ada nyeri saat berkemih maupun senggama. Tabel dibawah ini
menjelaskan leukorea normal7

Leukorea patologis
- Vaginosis Bakterialis
Bakteri vaginosis ditandai oleh keluarnya cairan berbau busuk, banyak, tipis,
homogen, putih atau abu-abu yang melekat pada dinding vagina anterior dan

13
lateral. Biasanya, pasien mungkin mengeluh bau amis selama atau tidak lama
setelah koitus dan juga selama menstruasi. Sifat alkali dari darah atau air
mani (pH> 7) menyebabkan peningkatan sementara pada pH vagina, dan ini
menyebabkan pelepasan amina, yang dirasakan oleh pasien sebagai bau
amis. Keputihan khas ini dapat ditemukan pada pemeriksaan pada beberapa
pasien yang sebenarnya belum mengeluh keputihan. Bau amis dari keputihan
adalah masalah utama dan sering menyebabkan ketidakharmonisan seksual
di antara pasangan. Vulvitis dan pruritus sangat minimal atau sama sekali
tidak ada. Hampir setengah dari pasien dengan BV tidak memiliki gejala.
Komplikasi kebidanan meliputi ketuban pecah dini, keguguran lanjut dan
endometriosis pascapartum, sedangkan penyakit radang panggul, infeksi
manset pasca histerektomi, dan sepsis postabortal adalah beberapa
komplikasi ginekologis12

- Kandidiasis vulvovaginalis
Keluhan dan gejala beratnya tidak ada hubungan dengan jumlah
organismenya. Keluhan yang menonjol adalah pruritus, seringkali disertai
iritasi vagina, disuria, atau keduanya. Cairan vagina klasik berwarna putih
seperti susu yang kental dan tidak berbau. Pemeriksaan spekulum seringkali
memperlihatkan eritema dinding vulva dan vagina, kadang disertai plak yang
menempel1.

- Klamidiasis
Infeksi klamidia tidak menimbulkan keluhan pada 30%-50% kasus dan dapat
menetap selama beberapa tahun. Penderita mengeluh keluar cairan purulen
dari vagina, bercak darah atau pendarahan pascasanggama. Pada
pemeriksaan serviks, tampak erosi, rapuh dan terdapat cairan mukopurulen
berwarna kuning- hijau. Bila tidak segera ditangani, klamidia dapat
menyebabkan penyakit radang panggul yaitu terjadinya nyeri kronis akibat
infeksi pada uterus dan saluran tuba. Radang panggul dapat menyebabkan
infertilitas dan kehamilan ektopik1,12.

14
- Gonorea
Sebagian besar wanita dengan gonore tidak menunjukkan gejala. Ketika
gejala terjadi, mereka terlokalisasi pada saluran genitourinari bawah dan
termasuk keputihan, frekuensi kemih atau disuria dan ketidaknyamanan
dubur. Masa inkubasi hanya 3-5 hari. Vulva, vagina, serviks dan uretra dapat
meradang dan mungkin gatal atau terbakar. Spesimen keluar dari serviks,
uretra dan anus harus diambil untuk kultur dari pasien yang bergejala 11. Pada
pemeriksaan dalam didapatkan labia mayora dapat bengkak, merah dan nyeri
tekan. Kadang kelenjar bartholini ikut meradang dan terasa nyeri saat
berjalan / duduk. Pada uretra, didapatkan orifisium uretra eksternum tampak
merah, edema dan ada sekret mukopurulen. Sedangkan, pada pemeriksaan
serviks, tampak merah dengan erosi dan sekret purulen1,9.

- Trikomoniasis
Trikomoniasis pada wanita, yang diserang terutama dinding vagina. Dapat
bersifat akut dan kronik.Pada kasus akut, terlihat sekret vagina seropurulen
berwarna kekuning-kuningan, kuning-hijau, berbau tidak enak (malodorous),
berbusa, rasa gatal dan dapat disertai disuria. Dinding vagina tampak
kemerahan dan sembab. Kadang terbentuk abses kecil pada dinding vagina
dan serviks, yang tampak sebagai granulasi berwarna merah yang dikenal
sebagai strawberry apperance dan disertai dispareunia, pendarahan
pascakoitus dan pendarahan intermenstrual. Bila sekret, banyak yang keluar
dapat timbul iritasi pada lipat paha atau sekitar genitalia eksterna. Pada kasus
kronik, gejala lebih ringan dan biasanya sekret vagina tidak berbusa1,13.

VI. DIAGNOSIS

- Vaginosis Bakterialis

15
a. Diagnosis BV dapat didasarkan pada kriteria klinis Amsel atau teknik
penilaian mikrobiologis Nugent. Dalam kriteria Amsel, tiga hal berikut ini
diperlukan untuk mendiagnosis BV: (1) keputihan yang homogen; (2) pH
vagina lebih besar dari 4,5; (3) Uji Whiff positif dan (4) keberadaan sel
petunjuk pada mikroskop12.

b. Metode lain yang digunakan adalah metode diagnostik secara


mikrobiologis, yaitu pemeriksaan pewarnaan Gram dengan melihat skor
Nugent, dimana metode ini telah terbukti memiliki sensitivitas dan
spesifisitas yang tinggi dan digunakan sebagai baku emas diagnostik.
Pewarnaan Gram adalah pemeriksaan laboratorium yang cepat yang berguna
untuk melihat polimorfonuklear dan flora mikrobial. Metode Nugent pada
pewarnaan Gram berguna untuk mendeteksi pergeseran flora normal vagina
oleh mikroorganisme lain. Sistem skoring pada pewarnaan Gram dipakai
sebagai metode standar untuk diagnosis VB. Skoring berdasarkan tiga
morfotipe, yaitu : bakteri batang Gram positif besar (Lactobacillus),bakteri
batang Gram negatif kecil atau variabel (Gardnerella dan bakteri anaerob)
dan bakteri batang bengkok Gram negatif/batang Gram variabel.
Pemeriksaan ini berdasarkan pergeseran morfotipe dari Lactobacillus yang
dominan menjadi Gardnerella vaginalis dan bakteri anerob serta Mobiluncus.
Pulasan vagina pada pewarnaan Gram dilihat dibawah mikroskop dengan
pembesaran 100 kali. Skor yang diberikan adalah 0 sampai 10 berdasarkan
proporsi relatif dari morfologi bakteri, yaitu apakah bentuk batang Gram
positif besar, bentuk batang Gram negatif kecil dan variabel atau bentuk
batang bengkok Gram negatif/batang Gram variabel10,14.

16
Bila 0 = tidak dijumpai morfologi
+1 = <1 Morfologi
+2 = 1 – 4 Morfologi
+3 = 5 – 30 morfologi
+4 = 30 morfologi atau lebih

Penilaian dihitung berdasarkan jumlah rata-rata morfologi yang terlihat


setiap lapang pandang, dan pemeriksaan pada 10 lapang pandang.

c. Kriteria Hay Ison - berdasarkan temuan pada noda bernoda Gram dan
mencerminkan kemungkinan flora lebih baik daripada skor Nugent.

Tingkat 0: Tidak terkait dengan BV, hanya sel epitel, tidak ada lactobacilli,
menunjukkan antibiotik terbaru

Tingkat 1: (Normal): Lactobacillus morphotypes mendominasi

Tingkat 2: (Menengah): Flora campuran dengan beberapa Lactobacilli hadir,


tetapi Gardnerella atau Mobiluncus morphotypes juga ada

17
Tingkat 3 (BV): Sebagian besar Gardnerella dan / atau Mobiluncus
morphotypes, sel petunjuk. Sedikit atau tidak ada Lactobacilli.

Kelas 4: Tidak terkait dengan BV, Gram + ve cocci saja, tidak ada
lactobacilli (Aerobik vaginitis flora)4.

d. Metode lainnya antara lain Affirm VP III merupakan sistem molekular


untuk deteksi vaginitis. Sensitivitas Affirm VPIII test adalah 87.7% dan
spesifisitas nya 96% dan dapat digunakan untuk penegakkan diagnosa VB
secara cepat dan OSOM BV Blue test, dimana deteksi meningkatnya
aktivitas sialidase dalam cairam vagina, enzim yang diproduksi oleh bakteri
patogen yang terkait dengan vaginosis bakteri termasuk Gardnerella,
Bacteroides, Prevotella dan Mobiluncus14.

e. Kultur adalah yang paling tidak akurat dalam membuat diagnosis BV


karena ada pertumbuhan berlebih dari banyak organisme vagina dalam
kondisi ini [5]. Meskipun secara virtual, semua pasien dengan BV memiliki
G. vaginalis yang terisolasi pada kultur, juga harus dicatat bahwa organisme
tersebut juga dapat dikultur pada 40-50% wanita dengan flora normal11.

- Kandidiasis vulvovaginalis
Diagnosis dapat dibuat pada penderita yang memiliki tanda-tanda dan gejala
vaginitis ditambah dengan 1) Persiapan basah (saline, 10% KOH) atau
pewarnaan gram pada cairan vagina menunjukkan budding yeasts, hyphae
atau pseudohyphae atau 2) Kultur atau tes lainnya menghasilkan hasil yang
positif untuk spesies ragi. Candida vaginitis dikaitkan dengan pH vagina
normal (<4,5).

Penggunaan KOH 10% pada wet preparations meningkatkan visualisasi pada


ragi dan miselia. Pemeriksaan ini seharusnya dilakukan pada semua wanita
dengan tanda dan gejala vulvovaginal candidiasis dan yang hasilnya positif
harus diberikan terapi yang adekuat. Untuk yang hasilnya negatif dalam wet
preparations, namun memiliki tanda/gejala, kultur vagina untuk Candida

18
dipertimbangkan. Apabila kultur tidak dapat dilakukan, berikan terapi
empiris. Mengidentifikasi Candida dengan kultur tanpa adanya gejala atau
tanda-tanda bukan merupakan indikasi untuk pengobatan, karena sekitar 10%
-20% dari wanita memiliki Candida sp. dan ragi yang lain pada vagina.
Kultur tetap merupakan gold standard dalam diagnosis vulvovaginal
candidiasis.

Pada VVC komplikata, kultur vagina harus dilakukan konfirmasi diagnosis


dan deteksi spesies yang tidak biasanya/ jarang seperti Candida glabrata
(Candida glabrata tidak membentuk pseudohifa/ hifa dan tidak mudah
ditemukan di mikroskop).14

Temuan ragi atau pseudohyphae pada wet preparation mempunyai


sensitivitas 40 - 60% untuk mendiagnosis keputihan sedangkan pada
pewarnaan Gram dapat mencapai tingkat sensitivitas hingga 65%. Pada
kultur vagina positif untuk spesies Candida, jika memungkinkan, ini harus
digambarkan sebagai albicans atau non-albicans. Specimen dapat langsung
diinokulasi ke piring Sabouraud yang hasilnya dapat dilaporkan sebagai
pertumbuhan ringan, sedang atau berat karena berkorelasi dengan spesifisitas.
Kultur berulang dari spesies yang sama dari non-albicans candida (biasanya
C. glabrata) mungkin menunjukkan berkurangnya sensitivitas antijamur4.

- Klamidiasis
Tersedia beberapa metode berbeda untuk mendiagnosis infeksi klamidia.
Banyak studi telah dilakukan di bidang metode diagnosis yang dapat
diandalkan. Kultur Chlamydia tetap dianggap sebagai gold standar karena
memiliki spesifisitas mendekati 100%. Karena hbadan dasar klamidia
infeksius dapat dideteksi oleh kultur, metode ini adalah salah satu pilihan
untuk masalah medikolegal. Kerugian kultur adalah sensitivitasnya yang
rendah dan hasilnya tergantung pada pengalaman antar-pribadi laboratorium.
Infeksi Chlamydia trachomatis dapat di diagnosis dengan uji first- catch

19
urine dan mengumpulkan swab endoserviks/ vagina pada wanita, sedangkan
uji first-catch urine dan swab uretra pada laki- laki. Metode non-kultur
termasuk enzim immunoassay (EIA), pewarnaan fluoresen langsung dengan
antibodi monoklonal (DFA), tes amplifikasi asam nukleat (NAAT) dan
teknik hibridisasi asam nukleat. NAAT merupakan tes yang paling sensitif
menggunakan spesimen tersebut dan dapat digunakan untuk diagnosis
infeksi Chlamydia trachomatis4,14.

- Gonorea
Spesimen sekret dari serviks, uretra dan anus harus diambil untuk kultur dari
pasien yang memiliki gejala. Eksudat purulen dari uretra dapat menunjukkan
diplokokus gram negatif dan peningkatan leukosit. Temuan serupa dalam
sekret serviks purulen adalah diagnostik yang kurang meyakinkan dari
Neisseria gonorea. Diplokokus Gram-negatif yang oksidase positif yang
diperoleh dari media selektif (Thayer-Martin atau Transgrow) biasanya
menandakan N. gonore. Tes fermentasi karbohidrat dapat dilakukan, tetapi
selain memakan waktu dan mahal, tes ini kadang-kadang menghasilkan
spesies Neisseria lain. Oleh karena itu, kultur dilaporkan sebagai dugaan
untuk N. gonore. Selain itu, teknik-teknik lain untuk mendeteksi gonore
termasuk EIA untuk swab serviks atau spesimen urin, probe DNA untuk
swab endoserviks dan NAAT untuk swab endoserviks, spesimen
Papanicolaou cair, swab vagina dan spesimen urin. Setiap pasien dengan
gonore harus dicurigai memiliki PMS lain dan dikelola dengan sesuai12.
Dengan kultur, selain dapat deteksi N.gonorrhoeae pada alat reproduksi,
dapat juga deteksi di orofaring, rektal dan konjungtiva, lain halnya dengan
NAAT tidak dizinkan oleh FDA dalam menggunakan spesimen tersebut.
Padahal, sensitivitas dari NAAT dalam deteksi N.gonorrhoeae pada
urogenital dan nongenital lebih superior daripada kultur. Selain itu, juga

20
perlu dilakukan uji resistensi antibiotik pada gagal pengobatan
N.gonorrhoeae14.

- Trikomoniasis
Penggunaan tes yang sangat sensitif dan spesifik direkomendasikan untuk

mendeteksi Trichomonas vaginalis. NAAT (Nucleic Acid Amplification

Test) sangat sensitif, dapat mendeteksi infeksi Trichomonas vaginalis 3-5

kali lebih baik dari wet-mount microscopy, metode dengan sensitivitas

rendah (51% - 65%). The APTIMA T. vaginalis assay untuk mendeteksi

Trichomonas vaginalis dari vagina, endoserviks, atau spesimen urin dari

wanita. Pengujian ini mendeteksi RNA oleh amplifikasi transkripsi-

dimediasi dengan sensitivitas klinis 95,3% -100% dan spesifisitas 95,2%


-100%. OSOM Trichomonas Rapid Test, tes untuk deteksi antigen dengan
menggunakan immunochromatographic capillary flow dipstick technology
dan the Affirm VP III, uji DNA hibridisasi untuk evaluasi T. vaginalis, G.
vaginalis dan Candida albicans. Hasil dengan menggunakan OSOM
Trichomonas Rapid Test muncul dalam 10 minutes, dengan sensitivitas
82%–95% dan spesifisitas 97%–100% . Hasil dengan menggunakan the
Affirm VP III muncul dalam 45 minutes. Sensitivitas dan spesifisitasnya
63% and 99.9%.
Kultur merupakan gold standard dalam diagnosis infeksi T. vaginalis
sebelum adanya deteksi secara molekular. Kultur mempunyai sensitivitas
75%–96% dan spesifisitas sampai 100%. Pada wanita, cairan/ sekret vagina
sebagai spesimen untuk kultur. Sedangkan, pada laki-laki menggunakan
swab uretra, urin sedimen atau semen. Untuk meningkatkan hasil, beberapa
spesimen dari laki-laki dapat digunakan dalam satu kultur tunggal.14

21
22
Bagan I. Alur Diagnosis Fluor Albus (Oxfordshide Clinicsl Commisioning
Group)

23
VII. TATALAKSANA

Indikasi untuk pengobatan vaginosis bakteri:

- Memiliki gejala vaginosis bakteri

- Mikroskopi langsung positif dengan / tanpa gejala pada beberapa wanita hamil
(mereka yang memiliki riwayat kelahiran preterm idiopatik sebelumnya atau
kehilangan pada trimester kedua)

- Wanita menjalani beberapa prosedur bedah

- Opsional: mikroskop langsung positif pada wanita tanpa gejala. Mereka dapat
melaporkan perubahan menguntungkan untuk mereka setelah perawatan.

- Pasangan pria tidak memerlukan perawatan

Indikasi untuk terapi Kandidiasis

- Wanita bergejala ditemukan memiliki kandida baik pada mikroskop atau kultur.

- Wanita tanpa gejala tidak memerlukan pengobatan.

- Pasangan pria tanpa gejala tidak memerlukan pengobatan -

Indikasi untuk terapi Trichomonas Vaginalis

- Tes positif untuk trikomoniasis terlepas dari gejala

- Perawatan epidemiologis pasangan seksual4

24
- Vaginosis Bakterial 4,14

Terapi direkomendasikan untuk wanita dengan gejala. Keuntungan dari terapi


pada wanita tidak hamil untuk meredakan gejala dan tanda-tanda infeksi.
Keuntungan lainnya adalah mengurangi resiko terkena C. trachomatis, N.
gonorrhoeae, T. vaginalis, HIV, and Herpes Simplex Type 2

25
Konsumsi alkohol harus dihindari selama pengobatan dengan nitroimidazole
sampai 24 jam setelah selesai pengobatan dengan metronidazole dan 72 jam
setelah pengobatan dengan tinidazole untuk mengurangi kemungkinan disulfiram-
like reaction. Penderita harus disarankan untuk menahan diri dari aktivitas
seksual atau menggunakan kondom secara konsisten dan benar selama regimen
pengobatan. Selain itu, semua wanita dengan Vaginosis Bakterial disarankan
untuk melakukan tes HIV dan PMS lainnya. Berdasarkan data dari uji klinis
menunjukkan bahwa respon wanita untuk terapi dan kemungkinan kambuh atau
kekambuhan tidak terpengaruh oleh pengobatan pasangannya seks. Oleh karena
itu, pengobatan rutin pasangan seksnya tidak dianjurkan.

Pertimbangan Khusus :

 Intravaginal clindamycin cream diberikan pada kasus alergi atau


tidak toleransi terhadap metronidazole atau tinidazole. Intravaginal
metronidazole gel dapat diberikan pada wanita yang tidak alergi terhadap
metronidazole tapi tidak toleransi terhadap oral metronidazole.

 Terapi vaginosis bakterial direkomendasikan untuk semua


wanita hamil yang bergejala yaitu Metronidazole 2x500 mg. Efek
vaginosis bakterial pada kehamilan antara lain ketuban pecah dini,
persalinan prematur, bayi prematur, infeksi intraamniontik dan post
partum endometritis. Apabila diberikan terapi yang adekuat, akan
mengurangi tanda dan gejala infeksi vagina.

o Walaupun metronidazole dapat menembus sawar plasenta namun tidak


didapatkan bukti teratogenik.

o Data mengenai tinidazole sangat terbatas, berdasarkan penelitian pada hewan


didapatkan moderate risk dalam penggunaannya pada kehamilan sehingga tidak
direkomendasikan untuk ibu hamil.

Vaginosis bakterial terjadi lebih sering pada wanita dengan HIV. Wanita dengan

26
HIV yang memiliki VB harus menerima rejimen pengobatan sama dengan mereka
yang tidak memiliki infeksi HIV.

- Gonorea4,14

Terapi untuk gonorea cukup rumit karena kemampuan N. gonorrhoeae untuk

membuat resisten terhadap antimikrobial. Berdasarkan studi, terapi untuk gonorea

dibuat menjadi terapi kombinasi dua obat dengan mekanisme kerja (misalnya
cephalosporin dan azitromisin) yang berbeda untuk meningkatkan efektivitas dan
memperlambat terjadinya resistensi

Pasangan seksualnya harus diberikan terapi yang adekuat untuk mengurangi


transmisi dan reinfeksi. Selain itu, juga di instruksikan untuk tidak melakukan
hubungan seksual sampai terapi pengobatan selesai dan tidak bergejala.

 Pertimbangan Khusus :

1. Alergi

27
Reaksi alergi terhadap sefalosporin generasi pertama terjadi pada <2,5% dari
orang dengan riwayat alergi penisilin dan jarang terjadi dengan sefalosporin
generasi ketiga (misalnya, ceftriaxone dan cefixime). Penggunaan ceftriaxone atau
sefiksim merupakan kontraindikasi pada orang dengan riwayat alergi penisilin
IgE- mediated (misalnya, anafilaksis, sindrom Stevens Johnson, dan nekrolisis
epidermal toksik).

Terapi yang dapat diberikan : terapi kombinasi dengan dosis tunggal oral
gemifloxacin 320 mg ditambah oral azithromycin 2 g atau terapi kombinasi
dengan dosis tunggal IM gentamicin 240 mg ditambah oral azithromycin 2 g. Jika
tersedia, spectinomycin dapat digunakan.

2. Kehamilan

Wanita hamil dengan infeksi N. gonorrhoeae seharusnya di berikan terapi


kombinasi ceftriaxone 250 mg IM dosis tunggal dan azithromycin 1 g oral dosis
tunggal. Ketika alergi cephalosporin dan tidak terdapat spectinomycin, konsultasi
dengan spesialis.

3. HIV

Penderita dengan HIV positif diberikan terapi yang sama dengan HIV negatif.

4. Suspek gagal terapi dengan cephalosporin Kegagalan dalam terapi, dapat


terlihat :

 Penderita yang tetap bergejala dalam waktu 3-5 hari setelah


pengobatan yang adekuat dan melaporkan tidak ada kontak seksual
selama periode pasca pengobatan.
 Penderita dengan positif test-of-cure (yaitu , kultur positif > 72 jam
atau positif NAAT ≥7 hari setelah menerima pengobatan yang
adekuat) serta tidak ada kontak seksual selama periode pasca
pengobatan.

28
Suspek gagal terapi dengan cephalosporin seharusnya segera di terapi secara rutin
dapat menggunakan regimen yang direkomendasikan : ceftriaxone 250 mg IM
ditambah azitromisin 1 g oral. Namun, dalam situasi kemungkinan suspek gagal
terapi lebih tinggi dari pada reinfeksi, spesimen yang diperoleh sebaiknya dikultur
dan dilakukan tes antimikrobial sebelum di lakukan terapi. Regimen yang dapat
diberikan : terapi kombinasi dengan dosis tunggal oral gemifloxacin 320 mg
ditambah oral azithromycin 2 g atau terapi kombinasi dengan dosis tunggal
gentamicin 240 mg IM ditambah oral azithromycin 2 g.

Penderita dengan suspek gagal terapi setelah terapi dengan regimen alternatif
(cefixime dan azithromycin) sebaiknya diterapi dengan ceftriaxone 250 mg IM
dosis tunggal dan azithromycin 2 g oral dosis tunggal.

- Klamidiasis4,14

Memberikan terapi pada yang terinfeksi dengan C. trachomatis mencegah


komplikasi dan transmisi seksual dan terapi yang adekuat pada pasangan dapat
mencegah reinfeksi dan infeksi ke mitra lainnya. Terapi bagi ibu hamil dapat
mencegah penularan C. trachomatis terhadap neonatus. Pengobatan klamidia
harus diberikan segera untuk semua orang yang positif terinfeksi. Penundaan
dalam pengobatan dikaitkan dengan komplikasi (misalnya, PID).

29
Berdasarkan data meta-analisis, terapi dengan azitromycin dan doxycycline sama
efektifnya dengan tingkat kesembuhan 97-98%. Untuk meminimalkan penularan
penyakit ke pasangan seks dan reinfeksi, penderita diinstruksikan untuk tidak
melakukan hubungan seksual selama 7 hari setelah terapi dosis tunggal atau
sampai selesainya regimen 7 hari dan tidak bergejala. Penderita infeksi Chlamydia
trachomatis disarankan tes untuk HIV, GC, dan sifilis.

Uji kegagalan terapi tidak direkomendasikan pada pasien yang mendapat


recommended/ alternative regimens kecuali tidak adanya kepatuhan, suspek
reinfeksi dan gejala yang menetap.Pasangan seks harus dirujuk untuk evaluasi,
pengujian, dan pengobatan jika memiliki hubungan seksual dengan pasangan
selama ≥ 60 hari sebelum onset pasien bergejala atau di diagnosis infeksi
Chlamydia trachomatis.

Pertimbangan Khusus :

1. Kehamilan

Doksisiklin merupakan kontraindikasi untuk kehamilam trimester 2 dan 3.


Ofloksasin dan levofloksasin memiliki resiko rendah terhadap janin selama
kehamilan namun berpotensi toksik pada saat menyusui. Berdasarkan studi,
azitromycin aman dan efektif. Semua wanita hamil dengan infeksi klamidia
seharusnya di tes ulang setelah menyelesaikan 3 bulan terapi karena terdapat
sekuele bagi ibu dan bayi apabila infeksi menetap. Wanita yang berumur <25
tahun dan memiliki resiko tinggi untuk infeksi klamidia (memiliki pasangan baru,
lebih dari 1 pasangan, pasangan yang memiliki penyakit menular seksual)
seharusnya di skrining selama trimester 3 untuk mencegah komplikasi pada ibu
dan bayi.Regimen terapi :

30
Seringnya efek samping gastrointestinal yang terkait dengan eritromisin dapat
mengakibatkan ketidakpatuhan pada regimen alternatif. Dosis rendah 14 hari
regimen eritromisin dapat dipertimbangkan. Estolate eritromisin merupakan
kontraindikasi selama kehamilan karena hepatotoksisitas terkait obat.

2. HIV

Penderita infeksi klamidia dengan HIV diberikan terapi yang sama dengan non-
HIV.

- Candidiasis4,14

 Kandidiasis vulvovaginalis tidak berkomplikasi

Terapi topikal jangka pendek (dosis tunggal dan regimen 1-3 hari) efektif untuk
obati Kandidiasis vulvovaginalis tidak berkomplikasi. Obat topikal azole lebih
efektif dari pada nystatin. Terapi dengan azole meredakan gejala dan membuat
kutur negatif pada 80-90% pasien yang telah jalani pengobatan lengkap.

31
32
Kandidiasis vulvovaginalis tidak berkomplikasi biasanya tidak diperoleh melalui
hubungan seksual. Dengan demikian, data tidak mendukung pengobatan pasangan
seks.

 Kandidiasis vulvovaginalis berkomplikasi

1. Kandidiasis vulvovaginalis rekuren

Kandidiasis vulvovaginalis rekuren, biasanya di definisikan sebagai empat atau


lebih episode gejala VVC dalam waktu 1 tahun, terjadi pada sekitar <5% wanita.
Patogenesis kandidiasis vulvovaginalis rekuren kurang jelas, dan sebagian besar
wanita tidak memiliki predisposisi jelas atau kondisi yang mendasarinya. Spesies
C. glabrata dan nonalbicans lainnya diamati pada 10% -20% dari wanita dengan
kandidiasis vulvovaginalis rekuren.

Terapi :

Individu dengan episode kandidiasis vulvovaginalis rekuren yang disebabkan oleh


C. albicans memiliki respon yang baik terhadap pengobatan oral atau topikal
azole. Namun, untuk mempertahankan klinis dan mikologi kontrol, beberapa studi
merekomendasikan pengobatan jangka panjang (7–14 hari terapi topikal atau
100-mg, 150-mg, atau 200-mg dosis oral fluconazole setiap 3 hari dari total 3
dosis (hari ke 1, 4, dan 7) sebelum regimen pemeliharaan.

Oral fluconazole (i.e., 100-mg, 150-mg, or 200-mg dose) seminggu sekali selama
6 bulan sebagai regimen lini pertama untuk pemeliharaan. Apabila regimen ini
tidak dapat dilaksanakan, terapi topikal dapat diberikan. Terapi pemeliharaan yang
adekuat dapat menurunkan kejadian kandidiasis vulvovaginalis rekuren. Penderita
dengan gejala simtomatik, dengan kultur positif walaupun sudah diberikan terapi
pemeliharaan konsultasi ke dokter spesialis.

33
2. Kandidiasis vulvovaginalis berat

Kandidiasis vulvovaginalis berat : terdapat eritema vulva, edema, eskoriasi dan


formasi fisura.Rekomendasi terapi : 7–14 hari dengan azole topical atau 150 mg
fluconazole dalam 2 sekuensi dosis oral (dosis kedua diberikan 72 jam paska
inisial dosis).

3. Nonalbicans Kandidiasis vulvovaginalis

Setidaknya 50% dari wanita dengan kultur positif untuk nonalbicans Candida
mungkin memiliki minimal gejala atau tidak memiliki gejala dan karena
pengobatan yang berhasil seringkali sulit, maka harus menyingkirkan penyebab
lain dari gejala vagina pada wanita dengan nonalbicans ragi. Pengobatan optimal
nonalbicans VVC masih belum diketahui. Pilihan meliputi terapi jangka panjang
(7–14 hari) dengan nonfluconazole azole regimen (oral atau topikal) sebagai lini
pertama. Jika berulang, 600 mg boric acid dalam kapsul gelatin diberikan lewat
vagina 1 kali sehari selama 2 minggu.

Pertimbangan khusus :

1. Wanita dengan sistem imun yang rendah

(diabetes yang tidak terkontrol, HIV dan dalam pengobatan imunosupresan) tidak
respon baik terhadap pengobatan jangka pendek sehingga diperlukan pengobatan
jangka panjang (7-14 hari).

2. VVC pada wanita hamil hanya boleh diberikan terapi topikal azole selama 7
hari.

Kolonisasi Vaginal Candida dan simtomatik VVC pada penderita HIV lebih tinggi
dan sering dari pada non-HIV sehingga diberikan regimen fluconazole dengan
dosis 200 mg seminggu sekali. Regimen ini tidak dianjurkan pada wanita dengan
HIV tanpa complicated VVC.

34
Trikomoniasis 4,14

Konsumsi alkohol harus dihindari selama pengobatan dengan nitroimidazole


sampai 24 jam setelah selesai pengobatan dengan metronidazole dan 72 jam
setelah pengobatan dengan tinidazole untuk mengurangi kemungkinan disulfiram-
like reaction. Selain itu, jangan berhubungan seksual sampai penderita dan
pasangan seksnya mendapatkan terapi adekuat dan tidak bergejala. Penderita
trikomoniasis, disarankan melakukan tes HIV.

Karena tingginya tingkat reinfeksi (17% dalam waktu 3 bulan dalam satu studi),
pengujian ulang untuk T. vaginalis direkomendasikan untuk semua wanita yang
aktif secara seksual dalam waktu 3 bulan setelah pengobatan awal.

Memberikan terapi pada pasangan seks adalah penting untuk mengurangi gejala-
gejala, menyembuhkan dan pencegahan penularan dan reinfeksi. Pasangan
disarankan untuk menjauhkan diri dari hubungan seksual sampai penderita dan
pasangan seks telah menyelesaikan terapi yang adekuat dan tidak bergejala.

Trikomoniasis persisten dan berulangInfeksi persisten dan berulang disebabkan


oleh anti-microbial resistant terhadap Trichomonas vaginalis atau reinfeksi dari
pasangan seks yang tidak diobati. Resisten terhadap metronidazole terjadi sekitar
4-10% sedangkan tinidazole 1%.Pengobatan secara dosis tunggal tidak berlaku
pada trikomoniasis berulang. Jika pengobatan gagal dengan metronidazole 2 g
dosis tunggal dan penyebabnya bukan reinfeksi maka dapat diberikan
metronidazole 2x500 mg selama 7 hari.

- Pertimbangan khusus :

o Metronidazol dan tinidazol

keduanya merupakan nitroimidazoles. Pasien dengan IgE mediated-typed allergy


terhadap Nitroimidazole dapat dikelola oleh desensitisasi metronidazole sesuai
dengan rejimen yang diterbitkan dan konsultasi ke spesialis.

35
o Infeksi Trichomonas vaginalis pada wanita hamil meningkatkan resiko ketuban
pecah dini, persalinan prematur dan bayi berat lahir rendah. Untuk wanita hamil
dengan gejala simtomatik, diberikan terapi metronidazole 2g oral dosis tunggal.

o 50% wanita dengan HIV terjangkit infeksi Trichomonas vaginalis.

VIII. PENCEGAHAN

1. Gunakan pakaian dalam yang bersih dan kering, mudah menyerap keringat.

Hindari celana dalam ketat, celana jins ketat, pakaian dalam dan pakaian renang
yang basah. Sebab jika lembab dan basah dapat menimbulkan iritasi serta
memudahkan tumbuhnya jamur atau kuman penyakit. Sering sering ganti
pembalut pada saat haid.

2. Bersihkan dan keringkan vagina hanya dengan cara benar sehabis buang air.

Jangan membersihkan vagina hanya dengan tisu kering sehabis buang air kecil,
gunakan air dengan arah basuhan dari depan kebelakang. Lalu gunakan tisu sekali
usap dan buang.

3. Ganti pakaian dalam 2-3 kali shari, khususnya setelah olah raga.

Jangan membiasakan mengenakan pakaian dalam lembab, karena hanya


menyuburkan pertumbuhan jamur.

4. Saat menjemur pakaian dalam, jangan hanya diangin-anginkan, melainkan


jemur di bawah terik matahari.

Sinar UV yang dipancarkan matahari akan membunuh kuman yang mungkin


hinggap di pakaian dalam, meski sudah di cuci sekalipun.

5. Hindari menggunakan cairan pembersih vagina. Apabila tidak sedang


menderita leukorea, bersihkan vagina dan sekitarnya dengan air bersih saja, tidak

36
usah yang mengandung sabun, apabila antiseptik yang cenderung membunuh
“flora normal” di vagina. Sebab flora normal di vagina yang membuat vagina
selalu asam akan menjadi mati. Vagina harusnya asam dengan pH antara 3,5
hingga 4,5. Sehingga suasana asam pun terganggu menjadi basa dan akhirnya
muncul berbagai penyakit, entah itu kandida / jamur, infeksi dari luar vagina demi
mencegah timbulnya leukorea.

6. Hindari duduk di toilet umum jika tidak terpaksa sekali. Sediakan tisu alasi
dulu tempat toiletnya, baru duduk. Atau lebih baik bawa cairan penyemprot
praktis yang mengandung desinfektan.

7. Hindari menggunakan douches (penyemprotan vagina) yang dijual umum,


tampon mengandung pewangi atau produk lain yang mengandung parfum.
Sejatinya douches tidak dibutuhkan untuk menjaga kebersihan vagina.

8. Setelah berhubungan seks, bersihkan bagian luar vagina.

Saat leukorea, hindari seks hingga masalah teratasi. Melakukan seks saat
keputihan hanya akan menyebabkan “lingkaran setan” tak berujung.

9. Pastikan pasangan tidak punya sekret (cairan) mencurigakan atau luka di organ
genitalnya. Jika pasangan dicurigai mengidap penyakit menular seksual, lakukan
terapi.

10. Gunakan kondom untuk berhubungsn seks guna mencegah penularan penyakit
menular seksual.

11. Hindari seks berganti-ganti pasangan dan lakukan pemeriksaan ginekologi


termasuk pemeriksaan deteksi dini kanker leher rahim (Pap Smear) setidaknya
setahun sekali bagi yang pernah melakukan hubungan seksual.2

IX. KOMPLIKASI

Pada kasus-kasus yang tidak diberikan terapi adekuat, infeksi tersebut dapat
menyebar ke traktus reproduksi bagian atas dan menyebabkan penyakit lain yang
lebih serius.

37
Pada Vaginosis Bakterial, komplikasi yang dapat terjadi antara lain meningkatkan
resiko terjadinya persalinan prematur pada kehamilan, ketuban pecah dini, infeksi
cairan ketuban dan resiko terkena dan transmisi dari HIV. Sedangkan, pada
Gonore komplikasi yang dapat terjadi antara lain sekuele permanen pada wanita
yaitu terjadinya infertilitas akibat PID (Pelvic Inflammatory Disease). Sedangkan
pada Klamidiasis, dapat menyebabkan komplikasi PID, nyeri panggul kronis,
infertilitas faktor tuba dan resiko kehamilan ektopik. Sedangkan pada
Trikomoniasis, komplikasi yang dapat terjadi antara lain komplikasi dalam
kehamilan yakni persalinan prematur, ketuban pecah dini dan bayi berat lahir
rendah.4,12,14

X. PROGNOSIS

Secara umum memiliki prognosis yang baik apabila diberikan regimen


terapi dengan durasi yang tepat serta terapi pada pasangan seksual serta mengikuti
instruksi (minum obat secara rutin dengan dosis yang sesuai dan tidak melakukan
hubungan seksual selama pengobatan sampai terapi selesai dan tidak bergejala).
Pada Vaginosis Bakterial prognosis kesembuhan baik yakni mencapai 70-80%,
Kandidiasis sekitar 80-95% dan Trikomoniasis sekitar 95% dengan terapi yang
adekuat.14

38
BAB III
PEMBAHASAN

Pada pasien ini didiagnosis dengan kandidosis vulvobaginalis didasarkan


pada anamnesis yang berhubungan dengan gejala yakni adanya keputihan yang
dialami berwarna putih kekuningan dan menggumpal seperti susu basi. Keputihan
tersebut disertai rasa gatal sehingga aktivitas sehari-hari terganggu. Keputihan
tidak berbau dan tidak berbusa. Anamnesis juga menunjukan adanya faktor resiko
yang dimiliki oleh pasien yaitu pasien memiliki riwayat memakai cairan antiseptic
untuk membersihkan kemaluan sudah 3 bulan ini, dan juga mempunyai kebiasaan
memakai celana ketat. Kemaluan terasa panas disangkal, nyeri saat berkemih
disangkal, dan adanya benjolan disangkal. Pasien merupakan pelajar SMA, belum
menikah, tidak pernah melakukan hubungan seksual dan tidak mempunyai
riwayat penyakit lain seperti diabetes mellitus, HIV, dan pemakaian obat
antibiotic lama. Pasien menyangkal sedang hamil, mengkonsumsi obat-obat
tertentu atau mengkonsumsi pil kontrasepsi.

Faktor resiko ini menjadikan pasien memiliki kemungkinan untuk


menderita infeksi jamur yaitu infeksi kandida. Pada kandidosis vulvovaginitis
juga didapatkan keputihan yang dialami berwarna putih kekuningan dan
menggumpal seperti susu basi, namun keputihan tidak berbau dan tidak berbusa,
yang sesuai dengan keluhan yang dirasakan oleh pasien. Untuk diagnosis pasti
kandidosis vulvovaginitis perlu untuk dilakukan pemeriksaan penunjang yakni
kemudian dikonfirmasi dengan 1) Persiapan basah (saline, KOH 10%) atau
pewarnaan gram pada cairan vagina menunjukkan budding yeast, hyphae atau
pseudohypahe atau 2) kultur atau tes lainnya menghasilkan hasil yang positif
untuk spesies ragi.

Untuk tatalaksaan pasien diberikan Cetirizin untuk simtomatis dan salep


cotrimosazole untuk antijamur.

39
BAB IV
KESIMPULAN

Vaginal discharge (leukorea/ fluor albus/ keputihan) merupakan salah satu


masalah yang sering dikeluhkan mulai dari usia muda sampai usia tua. Vaginal
discharge bukan penyakit, namun merupakan suatu manifestasi klinis dari suatu
penyakit. Vaginal discharge / leukorrhea terbagi atas leukorrhea fisiologis dan
patologis. Leukorrhea fisiologis dapat terjadi pada bayi baru lahir, saat menarke,
saat ovulasi, karena rangsangan seksual, saat kehamilan, mood/ stress serta
penggunaan kontrasepsi hormonal. Sedangkan, leukorrhea patologis dapat terjadi
diakibatkan oleh infeksi pada alat reproduksi yang dapat disebabkan oleh infeksi
bakteri (Neisseria gonorrhoeae, Chlamydia trachomatis, Gardnerella vaginalis,
Treponema pallidum), Jamur (Candida Albicans), Parasit (Trichomonas
vaginalis), benda asing, iritasi, dll.

Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan


pemeriksaan penunjang. Dalam anamnesis, perhatikan karakteristik dari discharge
(warna, konsistensi, bau), disertai rasa gatal, terbakar dan nyeri (baik saat
berkemih maupun bersenggama). Dalam pemeriksaan fisik, dilakukan
pemeriksaan spekulum, dapat melihat sumber keluarnya cairan/ sekret tersebut
serta memperhatikan karakteristik dari vaginal discharge disesuaikan dengan
penyebabnya. Dalam pemeriksaan penunjang, dapat dilakukan ukur pH,
pewarnaan Gram, kultur, pemeriksaan sediaan basah serta pemeriksaan secara
molekular (NAATs, PCR, dll).

Tatalaksana diberikan secara adekuat terhadap masing-masing penyebab


berdasarkan pedoman regimen yang telah dibahas sebelumnya untuk mencegah
terjadinya komplikasi obstetrik dan ginekologik seperti PID (Pelvic Inflammatory
Disease), infertilitas, kehamilan ektopik, persalinan prematur, ketuban pecah dini,
infeksi cairan amnion,dll.

40
DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknjosastro, H, Saifuddin, B, Rachimhadi, Trijatmo. Radang dan


Beberapa Penyakit pada Alat Genital Wanita. Ilmu Kandungan. 2011.
Edisi ketiga. Hal: 219 – 238. Cetakan Kedua. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirodihardjo.

2. Ardini, Puska Primi. Keputihan Biang Keresahan. 2019. Kementrian


Kesehatan Republik Indonesia. Available at :
http://yankes.kemkes.go.id/read-keputihan-biang-keresahan-6749.html

3. Wolf K. 2012. Fitzpatrick’s in General Medicine 8th Edition. Hal: 2514 -


2526 HaMc Graw Hill: New York.

4. Sherrard J, Donders G, White D European (IUSTI/WHO) Guideline on the


Management of Vaginal Discharge. 2011. Diunduh dari
http://www.iusti.org/

5. Djuanda A. Ilmu penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi Ketujuh. 2017.


Cetakan keempat. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI

6. Murtiastutik Dwi. 2011. Atlas Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi II. Hal:
231 - 233 Surabaya. Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair

7. McCance KL, Huether SE. Pathophysiology: The Biologic Basis for


Disease in Adults and Children. 2018. USA: Elsevier Mosby

8. Houry DE: Chlamydia. 2016. Available at: http:


//emedicine.medscape.com /article /214823-differential

9. Grella, M: Gonorrhea. 2016. Available at: http:


//emedicine.medscape.com/article/2 18059-overview#showall,

10. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC. Williams

Obstetrics and Gynecologic. 23rd. hal: 1304 – 1322. 2009. San Fransisco:
The McGraw-Hill Companies.

11. Bowler, I., Griffiths L., Grimshaw, D., Sherrard J. Investigation

41
and Management of Vaginal Discharge in Adult Women. 2017.
Oxfordshide Clinical Commisioning Group (NHS)

12. Ibrahim, SM.,Bukar, M., Audu BM., Management of Abnormal


Vaginal Discharge in Pregnancy. 2016. InTech

13. Vander, Barbara: Trichomonas Vaginalis Infection. 2016.


Available at: http://cid.oxfordjournals.org/content/44/1/23.full

14. Centers for Disease Control and Prevention: Sexually Transmitted


Diseases Treatment Guidelines 2015. Available at : http://www
.cdc.gov/std/tg2015 /default. ht m

42
43

Anda mungkin juga menyukai