Anda di halaman 1dari 58

PRESENTASI KASUS

Kanker Serviks

Pembimbing

dr. Stanislaus A.W , Sp.OG

Disusun oleh :

Chaerul Ummah, dr

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CILILIN

KAB. BANDUNG BARAT


2019

DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar .......................................................................................... i


Daftar Isi ...................................................................................................... ii
I. Pendahuluan ........................................................................................... 1
II. Analisa Kasus ......................................................................................... 2
III.Tinjauan Pustaka .................................................................................... 6
A. Anatomi Serviks .............................................................................. 7
B. Histologi Serviks............................................................................... 9
C. Kanker Serviks ................................................................................. 10
1. Definisi Kanker Serviks ............................................................... 10
2. Epidemiologi ................................................................................ 10
3. Klasifikasi .................................................................................... 11
4. Etiologi ........................................................................................ 14
5. Faktor Predisposisi ....................................................................... 15
6. Patofisiologi ................................................................................. 19
7. Manifestasi Klinis ........................................................................ 24
8. Pemeriksaan Penunjang ............................................................... 28
9. Pencegahan ................................................................................... 28
10. Penatalaksanaan .......................................................................... 42
11. Prognosis .................................................................................... 52
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN

Kanker serviks adalah suatu penyakit yang secara luas dapat dicegah, yang memiliki
karakteristik dimana pertumbuhannya memakan waktu yang lama, lesi prakanker secara
bertahap berlanjut ke tahap yang dapat dikenali secara klinis sebelum berkembang menjadi
penyakit yang invasif. Proses penyakit ini hampir selalu dapat disembuhkan bila terdeteksi
sebelum terjadi progresi menjadi kanker yang invasive. Namun bagaimanapun juga, kanker
serviks invasive tetap menjadi penyakit dengan angka morbiditas yang signifikan, dan
penyebab utama kematian wanita di seluruh dunia oleh kanker, walau insiden dan angka
kematian kanker serviks invasive telah menurun (terutama di negara dengan program
skrining yang baik). Diseluruh dunia kanker serviks menduduki posisi kedua dari semua
keganasan pada wanita, pada tahun 2002 terdapat 493.000 kasus baru dan 274.000 yang
dicatat meninggal. Pada umumnya insiden lebih tinggi pada negara-negara berkembang, dan
negara-negara ini meberikan kontribusi sebanyak 83% dari seluruh kasus yang dilaporkan.
Kanker serviks adalah kanker yang terjadi pada lapisan endometrium (servik uterus),
yaitu suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim
yang terletak antara rahim (uterus) dengan liang senggama (vagina). Kanker serviks biasanya
terjadi setelah masa menopause, paling sering menyerang wanita berusia 50-60 tahun.
Biasanya menyerang wanita dari kelas menengah kebawah dan mereka yang memiliki akses
yang memprihatikan pada perawatan medis rutin. Sehingga pada beberapa negara
berkembang sering terjadi kanker servik bahkan kanker ini merupakan sebab utama kematian.
Alasan lain karena ketidaktersediaan pemonitoran rutin di negara tersebut. Dengan tingginya
angka morbiditas dan mortalitas yang ditimbulkan, maka pengetahuan tentang penyakit ini
penting terutama pencegahan dan deteksi dini agar dapat menurunkan angka morbiditas dan
mortalitasnya terutama di negara-negara berkembang terutama di Indonesia.
BAB II
ANALISA KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
a. Nama : Ny. R
b. Umur : 54 tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Alamat : Jln. Hegarmanah 2, Batujajar
e. Agama : Islam
f. Status : Menikah
g. Pendidikan : SD
h. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
i. Suku : Sunda
j. MRS : 20 Juni 2019

II. ANAMNESIS (autoanamnesis)


Anamnesis Umum
a. Riwayat Perkawinan
Perkawinan 1 kali, dengan suami sekarang selama kurang lebih 37 tahun.
b. Riwayat Obstetri
Memiliki 3 orang anak
Anak ke-1: Jenis kelamin laki-laki, lahir spontan, aterm, umur 35 tahun, hidup,
lahir ditolong paraji
Anak ke-2: Jenis kelamin laki-laki, lahir spontan, aterm, umur 33 tahun, hidup,
lahir ditolong paraji
Anak ke-3: Jenis kelamin perempuan, lahir spontan, aterm, umur 23 tahun, hidup,
lahir ditolong paraji
c. Riwayat Haid
Menarche : sejak usia 13 tahun, siklus haid 28-30 hari, lama haid 5 hari, darah
haid biasa, sakit waktu haid tidak ada
Menopause : sejak usia 50 tahun
d. Riwayat Penyakit Yang Pernah Diderita
- Riwayat Keputihan: Tidak ada
- Riwayat Infeksi Saluran Kemih: Tidak ada
- Riwayat DM: Tidak ada
- Riwayat Hipertensi: Tidak ada
- Riwayat Penyakit Jantung: Tidak ada
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak memiliki penyakit yang serupa, atau penyakit tumor
maupun kanker yang lain.
f. Kontrasepsi: Tidak pernah

III. KELUHAN UTAMA


Keluar darah dari jalan lahir

IV. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Keluar darah dari jalan lahir sejak 2 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit,
darah berwarna merah segar, jumlahnya hari pertama sebanyak ± 150 cc,
sedangkan hari kedua sebanyak ± 300 cc. Kadang terasa nyeri perut bagian bawah
dan terasa kram pada panggul (+), keputihan (-), perdarahan post coital (-), nyeri
saat buang air kecil (-), gangguan BAB (-), riwayat trauma daerah panggul dan
kemaluan (-), badan lemas (+), sesak nafas (-), nyeri-nyeri tulang (-). Riwayat
nafsu makan menurun ada, riwayat berat badan menurun ada. Pada 2 bulan yang
lalu pasien dirawat di Rs Santosa dengan keluhan yang sama yaitu pendarahan
jalan lahir dan dinyatakan curiga kanker rahim dan kemudian dilakukan biopsi.

V. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Generalis
o Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
o Kesadaran : Composmentis, GCS 15 E4V5M6
o Tanda vital :
o Tekanan darah : 110/70 mmHg
o Frekuensi nadi : 80 x/menit
o Frekuensi nafas : 20 x/menit
o Temperatu: 360 C
o Berat badan : 52 Kg
o Tinggi Badan : 154 cm
o Kulit : Dalam batas normal
o Kepala : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterus (-/-), pupil isokor (ø
2mm), refleks cahaya (+/+), pernafasan cuping hidung (-), bibir sianosis (-)
o Leher : Tidak teraba pembesaran KGB
o Thorax:
o Paru : Bentuk normal, gerak simetris, suara nafas vesikuler, ronki (-
/-), wheezing (-/-)
o Jantung: Ictus cordis tidak terlihat , murmur (-), gallop (-)
o Abdomen: Supel, nyeri tekan (-), perkusi timpani, bising usus (+) normal
o Ekstermitas: Edema (-), akral teraba hangat.

b. Status Ginekologi
o Pemeriksaan luar : Abdomen datar dan simetris. Fundus uteri tak teraba,
massa (-), nyeri tekan suprasimfisis (-)
o Inspekulo : Tampak massa di portio, massa eksofitik, rapuh dan merah,
mudah berdarah, ukuran 5x4cm, OUE tertutup, flour (-), polip (-), laserasi
(-).
o Vaginal touche:
o Muara vagina : Mukosa licin.
o Serviks: portio berdungkul-dungkul, massa eksofitik, rapuh, mudah
berdarah, ukuran 4x5x3 cm, infiltrasi 2/3 proximal vagina
o Corpus Uteri: dalam batas normal
o Adnexa parametrium kanan-kiri tegang
o Cavum douglas tak menonjol.
o Rectal toucher : tonus sfingter ani baik, mukosa licin, ampula rekti kosong,
massa intralumen (-), cavum uteri setara normal, adnexa parametrium
kanan-kiri tegang, cavum douglas tidak menonjol, penyebaran ke rektum
(-)

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Laboratorium (09 Mei 2019)
o Hb: 9,6 g/dl
o Eritrosit: 3.020.000/mm3
o Hematokrit: 23 vol%
o Leukosit: 15.800/mm3
o LED: 66 mm/jam
o Trombosit: 330.000/mm3
o Diff count: 0/2/1/90/3/4
o Waktu pendarahan: 2 menit
o Waktu pembekuan: 9 menit
o Cholesterol total: 185 mg/dl
o Asam urat: 2,7 mg/dl
o Ureum: 37 mg/dl
o Kreatinin: 0,8 mg/dl
b. Patologi Anatomi
Kesimpulan: Non keratinizing squamous cell carcinoma moderately
differentiated a.r cervix uteri

VII. DIAGNOSIS
Ca Cervix Stadium IIB

VIII. PENATALAKSANAAN
Rujuk RS. Santosa

IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia
Quo ad fungsional : malam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

1. LATAR BELAKANG
Karsinoma Leher Rahim (Karsinoma Serviks) atau biasa disebut kanker serviks
adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam leher rahim atau serviks (bagian terendah dari
rahim yang menempel pada puncak vagina. 90 % dari kanker serviks berasal dari sel
skuamosa yang melapisi serviks dan 10% sisanya berasal sel kelenjar penghasil lendir
pada saluran servikal yang menuju ke dalam rahim. Kanker serviks biasanya menyerang
wanita berusia 35 – 55 tahun. Penyakit ini berawal dari infeksi virus yang merangsang
perubahan perilaku sel epitel serviks.
Kanker serviks dari tahun ke tahun insidennya semakin meningkat meskipun skrining
pap-smear secara teratur telah dilakukan oleh sebagian wanita. Kanker serviks
merupakan penyebab nomor tiga kematian wanita di seluruh dunia dan nomor satu di
Negara berkembang. Kanker serviks adalah salah satu kanker yang paling sering diderita
oleh perempuan dan menempati peringkat teratas sebagai penyebab kematian perempuan
di seluruh dunia, dengan lebih dari 270.000 perempuan meninggal setiap tahunnya.
Tingginya jumlah penderita kanker serviks disebabkan karena kurangnya kesadaran
perempuan untuk melakukan pencegahan, salah satunya dengan menemukan lesi pre
kanker dan kanker pada stadium dini (skrining). Fakta menunjukkan bahwa angka
skrining di Indonesia hanya sekitar 5%, padahal angka yang efektif dalam menurunkan
angka kejadian dan angka kematian karena kanker serviks adalah 85%.
World Health Organization (WHO) telah merekomendasikan skrining kanker serviks
dengan menggunakan Inspeksi Visual Asetat (IVA) sejak tahun 2002. IVA
direkomendasikan oleh WHO sebagai salah satu cara skrining kanker serviks yang tepat
untuk negara yang sedang berkembang dengan sumber daya yang terbatas.
Pencegahan primer kanker serviks adalah upaya mencegah terjadinya infeksi HPV
risiko tinggi. Salah satu bagian dari pencegahan primer adalah memberikan vaksin HPV,
pemberian vaksinasi HPV akan mengeliminasi infeksi HPV.
2. ANATOMI SERVIKS
Serviks adalah struktur tegak lurus yang terletak di bagian bawah korpus uterus.
Panjang serviks orang dewasa normal tidak hamil kira-kira 25 mm, dengan diameter
anteroposterior berkisar antara 20 dan 25 mm dan diameter melintang 25-30 mm,
meskipun variasi yang cukup banyak terjadi karena usia, paritas dan tahap siklus
menstruasi. Serviks terbagi menjadi dua bagian atas (ektoserviks) dan bagian bawah
(endoserviks). Di anterior bagian batas atas serviks yaitu ostium interna kurang lebih
tingginya sesuai dengan batas peritoneum pada kandung kemih. Kanalis servikalis
berbentuk fusiformis dengan lubang kecil pada kedua ujungnya, yaitu orifisium interna
yang bermuara ke dalam uterus dan orifisium eksterna yang bermuara ke dalam vagina.
Serviks di gantung oleh ligamen berpasangan di kedua sisinya yaitu ligamen uterosakral
dan kardinal (melintang serviks). Letak ligamen uterosakral membentang dari
supravaginal posterior dan lateral bagian leher rahim ke tengah tiga tulang belakang
sakral dekat dengan distal di leher rahim. Ligamen uterosakral membantu
mempertahankan rahim agar tidak maju (anterior) dan Ligamen kardinal membantu
mempertahankan rahim agar tidak mundur (inferior). Serviks diinervasi oleh saraf
sensorik dan susunan saraf otonom baik susunan saraf simpatis maupun susunan saraf
parasimpatis. Susunan saraf simpatis berasal dari daerah T5-L2 yang mengirimkan serat-
serat yang bersinaps pada satu atau banyak pleksus yang terdapat pada dinding perut
belakang atau di dalam panggul sehingga yang sampai di serviks ialah saraf
pascaganglion. Serat parasimpatis berasal dari daerah S2-S4 dan bersinaps dalam pleksus
dekat atau dinding rahim. Serat-serat saraf masuk ke uterus melalui serviks dalam dan
kebanyakan melaui ganglion Frankenhauser (ganglion serviks, pleksus uterovaginal) yang
merupakan pleksus utama pada panggul dan terletak dekat pada ujung ligamen
sakrouterina.
Gambar 1. Anatomi Serviks

Gambar 2. Aliran KGB pada kanker serviks


3. HISTOLOGI SERVIKS
Serviks adalah bagian bawah uterus. Gambar ini memperlihatkan potongan
memanjang melalui serviks, endoserviks atau kanalis servikalis, bagian forniks vagina
dan dinding vagina. Kanalis Servikalis dilapisi oleh epitel kolumnar tinggi penghasil
mukus yang berbeda dari epitel uterus, yang bersambungan dengannya. Epitel serviks
juga dilapisi oleh kelenjar serviks tubular bercabang dan meluas membentuk sudut
terhadap kanalis servikalis ke dalam lamina propia. Sebagian kelenjar serviks mungkin
tersumbat dan berkembang menjadi kista glandular kecil. Jaringan ikat di lamina propia
serviks lebih fibrosa daripada di uterus. Pembuluh darah, saraf, dan kadang kala
nodulus limfoid terlihat. Ujung bawah serviks, ostium serviks menonjol ke dalam
lumen kanalis vaginalis. Epitel silindris, kanalis servikalis berubah mendadak menjadi
epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk untuk melapisi bagian vagina di serviks
yaitu portio vagina dan permukaan luar forniks vagina. Di dasar forniks, epitel serviks
vaginalis berubah menjadi epitel vagina di dinding vagina. Otot polos di tunika
muskularis memanjang ke dalam serviks tetapi tidak sepadat otot di korpus uterus.8

Gambar 3. Histologi serviks


4. DEFINISI KANKER
Kanker adalah istilah umum yang dipakai untuk menunjukkan neoplasma ganas, dan
ada banyak tumor atau neoplasma lain yang tidak bersifat kanker. Neoplasma secara
harfiah berarti “pertumbuhan baru”. Suatu neoplasma, adalah massa abnormal jaringan
yang pertumbuhannya berlebihan dan tidak terkoordinasikan dengan pertumbuhan
jaringan normal serta terus demikian walaupun rangsangan yang memicu perubahan
tersebut telah berhenti.
Kanker leher rahim (serviks) adalah tumbuhnya sel-sel abnormal pada jaringan
serviks. Kanker serviks merupakan kanker primer yang berasal dari serviks (kanalis
servikalis dan atau porsio). Serviks merupakan sepertiga bagian bawah uterus, berbentuk
silindris, menonjol dan berhubungan dengan vagina melalui ostium uteri eksternum.
Kanker serviks berkembang secara bertahap, tetapi progresif. Proses terjadinya kanker
ini dimulai dengan sel yang mengalami mutasi lalu berkembang menjadi sel displastik
sehingga terjadi kelainan epitel yang disebut displasia. Dimulai dari displasia ringan,
displasia sedang, displasia berat, dan akhirnya menjadi karsinoma in-situ (KIS),
kemudian berkembang lagi menjadi karsinoma invasif. Tingkat displasia dan KIS dikenal
juga sebagai tingkat pra-kanker. Dari displasia menjadi karsinoma in-situ diperlukan
waktu 1-7 tahun, sedangkan karsinoma in-situ menjadi karsinoma invasif berkisar 3-20
tahun.6

5. EPIDEMIOLOGI
Laporan WHO (2006) menunjukan bahwa kasus-kasus kanker serviks semakin
meningkat di seluruh dunia, dimana diperkirakan 10 juta kasus baru pertahun dan akan
meningkat akan menjadi 15 juta kasus pada tahun 2020. Pada tahun 2010 estimasi jumlah
insiden kanker serviks adalah 454.000 kasus. Data ini didapatkan dari registrasi kanker
berdasarkan populasi, registrasi data vital, dan data otopsi verbal dari 187 negara dari
tahun 1980 sampai 2010. Pertahun insiden dari kanker serviks meningkat 3,1% dari
378.000 kasus pada tahun 1980. Ditemukan sekitar 200.000 kematian terkait kanker
serviks, dan 46.000 diantaranya adalah wanita usia 15-49 tahun yang hidup di negara
sedang berkembang.
WHO memperkirakan pula bahwa sejak tahun 2005 ada 58 juta kematian oleh karna
penyakit-penyakit kronik dan 7,6 juta disebabkan oleh kanker. Sampai saat ini, insiden
kanker serviks dalam hal morbiditas dan mortalitas belum menunjukan hasil penurunan
yang signifikan.
Di Indonesia, kanker serviks masih menduduki peringkat pertama diantara tumor
ginekologi. Setiap harinya sebanyak 20-25 perempuan meninggal karena kanker serviks.
Diperkirakan ditemukan 40ribu kasus baru kanker mulut rahim setiap tahunnya. Dengan
7.493 jumlah kasus kematian akibat kanker serviks, Indonesia menempati posisi ke tujuh
di seluruh dunia, dan posisi pertama di Asia. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
tahun 2011 menunjukkan bahwa Kota Semarang merupakan salah satu kota di Propinsi
Jawa Tengah dengan kasus kanker serviks tertinggi. Kasus kanker serviks di Kota
Semarang meningkat dari 2.782 pada tahun 2010 menjadi 5.155 pada tahun 2011.14

6. KLASIFIKASI
Menurut ( Novel S Sinta,dkk,2010), klasifikasi kanker dapat di bagi menjadi tiga,
yaitu: klasifikasi berdasarkan histopatologi, klasifikasi berdasarkan terminologi dari
sitologi serviks, dan klasifikasi berdasarkan stadium stadium klinis menurut FIGO (The
International Federation of Gynekology and Obstetrics):

a. Klasifikasi berdasarkan histopatologi :


 CIN 1 (Cervical Intraepithelial Neoplasia), perubahan sel-sel abnormal lebih
kurang setengahnya. Berdasarkan pada kehadiran dari dysplasia yang dibatasi
pada dasar ketiga dari lapisan cervix, atau epithelium (dahulu disebut dysplasia
ringan). Ini dipertimbangkan sebagai low-grade lesion (luka derajat rendah).
 CIN 2, perubahan sel-sel abnormal lebih kurang tiga perempatnya,
dipertimbangkan sebagai luka derajat tinggi (high-grade lesion). Ia merujuk pada
perubahan-perubahan sel dysplastic yang dibatasi pada dasar duapertiga dari
jaringan pelapis (dahulu disebut dysplasia sedang atau moderat).
 CIN 3, perubahan sel-sel abnormal hampir seluruh sel. adalah luka derajat tinggi
(high grade lesion). Ia merujuk pada perubahan-perubahan prakanker pada sel-sel
yang mencakup lebih besar dari duapertiga dari ketebalan pelapis cervix, termasuk
luka-luka ketebalan penuh yang dahulunya dirujuk sebagai dysplasia dan
carcinoma yang parah ditempat asal.
b. Klasifikasi berdasarkan terminologi dari sitologi serviks:
 ASCUS (Atypical Squamous Cell Changes of Undetermined Significance) Kata
"squamous" menggambarkan sel-sel yang tipis dan rata yang terletak pada
permukaan dari cervix. Satu dari dua pilihan-pilihan ditambahkan pada akhir dari
ASC: ASC-US, yang berarti undetermined significance, atau ASC-H, yang berarti
tidak dapat meniadakan HSIL (lihat bawah).
 LSIL (Low-grade Squamous Intraepithelial Lesion) berarti perubahan-perubahan
karakteristik dari dysplasia ringan diamati pada sel-sel cervical.
 HSIL (High Grade Squamous Intraepithelial Lesion) merujuk pada fakta bahwa
sel-sel dengan derajat yang parah dari dysplasia terlihat.
c. Klasifikasi berdasarkan stadium klinis :
FIGO, 1978 mengklasifikasi Ca Cervix menurut tingkat keganasan klinik:
Tingkat Kriteria
0 KIS (Karsinoma in Situ) atau karsinoma intra epitel, membrana basalis
masih utuh.
I Proses terbatas pada serviks walaupun ada perluasan ke korpus uteri
Ia Karsinoma mikro invasif: bila membrana basalis sudah rusak dan tumor
sudah memasuki stroma tdk> 3mm dan sel tumor tidak terdapat dalam
pembuluh limfe/pembuluh darah. Kedalaman invasi 3mm sebaiknya
diganti dengan tdk> 1mm.
Ib occ Ib occult = Ib yang tersembunyi, secara klinis tumor belum tampak
sebagai Ca, tetapi pada pemeriksaan histologik, ternyata sel tumor telah
mengadakan invasi stroma melebihi Ia.
Ib Secara klinis sudah diduga adanya tumor yang histologik menunjukkan
invasi ke dalam stroma serviks uteri.
II Proses keganasan sudah keluar dari serviks dan menjalar ke 2/3 bagian
atas vagina dan ke parametrium, tetapi tidak sampai dinding panggul.
IIa Penyebaran hanya ke vagina, parametrium masih bebas dari infiltrat
tumor.
IIb Penyebaran ke parametrium uni/bilateral tetapi belum sampai ke
dinding panggul
III Penyebaran telah sampai ke 1/3 bagian distal vagina / ke parametrium
sampai dinding panggul.
IIIa Penyebaran telah sampai ke 1/3 bagian distal vagina, sedang ke
parametrium tidak dipersoalkan asal tidak sampai dinding panggul.
IIIb Penyebaran sudah sampai ke dinding panggul, tidak ditemukan daerah
bebas infiltrasi antara tumor dengan dinding panggul (frozen pelvic)/
proses pada tk klinik I/II, tetapi sudah ada gangguan faal ginjal.
IV Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan melibatkan
mukosa rektum dan atau kandung kemih.
IVa Proses sudah keluar dari panggul kecil, atau sudah menginfiltrasi
mukosa rektum dan atau kandung kemih.
IVb Telah terjadi penyebaran jauh.

d. Klasifikasi tingkat keganasan menurut sistem TNM:


Tingkat Kriteria
T Tidak ditemukan tumor primer
T1S Karsinoma pra invasif (KIS)
T1 Karsinoma terbatas pada serviks
T1a Pra klinik: karsinoma yang invasif terlibat dalam histologik
T1b Secara klinik jelas karsinoma yang invasif
T2 Karsinoma telah meluas sampai di luar serviks, tetapi belum sampai
dinding panggul, atau Ca telah menjalar ke vagina, tetapi belum sampai
1/3 bagian distal
T2a Ca belum menginfiltrasi parametrium
T2b Ca telah menginfiltrasi parametrium
T3 Ca telah melibatkan 1/3 distal vagina / telah mencapai dinding panggul
(tidak ada celah bebas)
T4 Ca telah menginfiltrasi mukosa rektum, kandung kemih atau meluas
sampai diluar panggul
T4a Ca melibatkan kandung kemih / rektum saja, dibuktikan secara
histologik
T4b Ca telah meluas sampai di luar panggul
Nx Bila memungkinkan untuk menilai kelenjar limfa regional. Tanda -/+
ditambahkan untuk tambahan ada/tidaknya informasi mengenai
pemeriksaan histologik, jadi Nx+ / Nx-.
N0 Tidak ada deformitas kelenjar limfa pada limfografi
N1 Kelenjar limfa regional berubah bentuk (dari CT Scan panggul,
limfografi)
N2 Teraba massa yang padat dan melekat pada dinding panggul dengan
celah bebas infiltrat diantara massa ini dengan tumor
M0 Tidak ada metastasis berjarak jauh
M1 Terdapat metastasis jarak jauh, termasuk kele. Limfa di atas bifurkasio
arrteri iliaka komunis.

7. ETIOLOGI
Penelitian yang dilakukan oleh International Agency for Research on Cancer (IARC)
terhadap 1.000 sampel dari 22 negara mendapatkan adanya infeksi HPV pada sejumlah
99,7% kanker serviks. Penyebab utama kanker serviks adalah virus yang disebut Human
Papilloma (HPV). HPV tersebar luas, dapat menginfeksi kulit dan mukosa epitel. HPV
dapat menyebabkan manifestasi klinis baik lesi yang jinak maupun lesi kanker. Tumor
jinak yang disebabkan infeksi HPV yaitu veruka dan kondiloma akuminata sedangkan
tumor ganas anogenital adalah kanker serviks, vulva, vagina, anus dan penis. Sifat
onkogenik HPV dikaitkan dengan protein virus E6 dan E7 yang menyebabkan
peningkatan proliferasi sel sehingga terjadi lesi pre kanker yang kemudian dapat
berkembang menjadi kanker

 Morfologi HPV
Human papilloma virus (HPVs) adalah virus DNA famili papillomaviridae.
HPV virion tidak mempunyai envelope, berdiameter 55 nm, mempunyai kapsid
ikosahedral. Genom HPV berbentuk sirkuler dan panjangnya 8 kb, mempunyai 8 open
reading frames (ORFs) dan dibagi menjadi gene early (E) dan late (L). Gen E
mengsintesis 6 protein E yaitu E1, E2, E4, E5, E6 dan E7, yang banyak terkait dalam
proses replikasi virus dan onkogen, sedangkan gen L mengsintesis 2 protein L yaitu
L1 dan L2 yang terkait dengan pembentukan kapsid. Virus ini juga bersifat
epiteliotropik yang dominan menginfeksi kulit dan selaput lendir dengan karakteristik
proliferasi epitel pada tempat infeksi.

E EProtein Perananya

E1 Mengontrol pembentukan DNA virus dan mempertahankan efisomal

E2 E Mengontrol pembentukan / transkripsi / transformasi

E4 Mengikat sitokeratin
E5 Transformasi melalui reseptor permukaan (epidermal growt factor, platelet derivat
growth factor, p123)

E6 Immortalisasi / berikatan dengan p 53, trans activated / kontrol transkripsi

E7 Immortalitas / berikatan dengan Rb1,p107,p130

L Protein Peranannya

L1 Protein sruktur / mayor Viral Coat Protein

L2 Protein sruktur / minor Viral Coat Protein

 Klasifikasi
HPV dibagi menjadi 2 yaitu virus tipe low-risk (resiko rendah) dan high-risk
(resiko tinggi) yang dihubungkan dengan resiko keganasan.
o HPV tipe low-risk (resiko rendah)
Tipe low-risk cendrung menyebabkan tumor jinak meskipun kadangkala dapat
menyebabkan kanker antara lain kanker anogenital yaitu tipe 6, 11, 42, 43, 44,
54, 61, 70, 72, dan 81.
o HPV tipe high-risk (resiko tinggi)
Tipe high-risk (resiko tinggi) cenderung menyebabkan tumor ganas. Lebih
dari 30 tipe HPV yang diklasifikasikan onkogenik atau resiko tinggi (high-
risk) sebab hubungannya dengan kanker serviks yaitu tipe 16, 18, 31, 33, 34,
35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 66, 68 dan 82. HPV tipe 16 paling sering
dijumpai dan sekitar 50% kanker serviks invasif dijumpai HPV tipe 18, 45, 31,
33, 52 dan 58. Infeksi persisten HPV-16, HPV-18, HPV-31, HPV-45 sering
menyebabkan kanker serviks

8. FAKTOR PREDISPOSISI
a) Pola hubungan seksual
Studi epidemiologi mengungkapkan bahwa resiko terjangkit kanker serviks
meningkat seiring meningkatnya jumlah pasangan. Aktifitas seksual yang dimulai
pada usia dini, yaitu kurang dari 20 tahun juga dapat dijadkan sebagai faktor resiko
terjadinya kanker serviks. Hal ini diduga ada hubungannya dengan belum matangnya
daerah transformas pada usia tersebut bila sering terekspos. Frekuensi hubungan
seksual juga berpengaruh pada lebih tingginya resiko pada usia tersebut, tetapi tidak
pada kelompok usia lebih tua. Selain usia dini yang berpengaruh terhadap faktor
resiko, suami atau pasangan seksualnya pernah berganti-berganti pasangan dan pernah
menikah dengan wanita yang menderita kanker serviks merupakan faktor
memperberat resiko.
Jumlah pasangan seksual menimbulkan konsep pria berisiko tinggi sebagai
vektor yang dapat menimbulkan infeksi yang berkaitan dengan penyakit hubungan
seksual. Sedangkan Nugraha B.D (2003) menganalisis bahwa akan terjadinya
perubahan pada sel leher rahim pada wanita yang sering berganti-ganti pasangan,
penyebabnya adalah sering terendamnya sperma dengan kadar PH yang berbeda- beda
sehingga dapat mengakibatkan perubahan dari displasia menjadi kanker. Rendahnya
kebersihan genetalia yang dikaitkan dengan sirkumsisi juga menjadi pembahasan
panjang terhadap kejadian kanker serviks.

b) Paritas
Kanker serviks sering dijumpai pada wanita yang sering melahirkan. Semakin
sering melahirkan, maka semakin besar resiko terjangkit kanker serviks. Pemelitian di
Amerika Latin menunjukkan hubungan antara resiko dengan multiparitas setelah
dikontrol dengan infeksi HPV. Pada wanita dengan paritas 5 atau lebih atau yang
mengalami kehamilan pertamanya sebelum usia 17 tahun mempunyai risiko
terjadinya kanker serviks 2,5 kali lebih besar dibandingkan dengan wanita dengan
paritas 3 atau kurang.

c) Merokok
Menurut Suwiyoga (2007) dilihat dari segi epidemiologinya, perokok aktif dan
pasif berkontribusi pada perkembangan kanker serviks yaitu 2 sampai 5 kali lebih
besar dibandingkan dengan yang tidak perokok. Beberapa penelitian menemukan
hubungan yang kuat antara merokok dengan kanker serviks, bahkan setelah dikontrol
dengan variabel konfounding seperti pola hubungan seksual. Penemuan lain
memperkuatkan temuan nikotin dan kotinin pada cairan serviks wanita perokok
bahkan ini bersifat sebagai kokarsinogen dan bersama-sama dengan karsinogen yang
telah ada selanjutnya mendorong pertumbuhan ke arah kanker yang dapat merusak sel
serviks. Laki-laki perokok juga terdapat konsetrat bahan ini pada sekret genitalnya,
dan dapat memenuhi servik selama intercourse.
d) Kontrasepsi
Penelitian secara perspektif yang dilakukan oleh Vessey dkk tahun 1983,
mendapatkan bahwa peningkatan insiden kanker serviks dipengaruhi oleh lama
pemakaian kontrasepsi oral. Penelitian tersebut juga mendapatkan bahwa semua
kejadian kanker serviks invasive terdapat pada pengguna kontrasepsi oral. Penelitian
lain mendapatkan bahwa insiden kanker setelah 10 tahun pemakaian 4 kali lebih
tinggi daripada bukan pengguna kontrasepsi oral. Namun penelitian serupa yang
dilakukan oleh peritz dkk menyimpulkan bahwa aktifitas seksual merupakan
confounding yang erat kaitannya dengan hal tersebut.
WHO mereview berbagai peneltian yang menghubungkan penggunaan
kontrasepsi oral dengan risko terjadinya kanker serviks, menyimpulkan bahwa sulit
untuk menginterpretasikan hubungan tersebut mengingat bahwa lama penggunaan
kontraseps oral berinteraksi dengan factor lain khususnya pola kebiasaan seksual
dalam mempengaruhi resiko kanker serviks. Selain itu, adanya kemungkinan bahwa
wanita yang menggunakan kontrasepsi oral lain lebih sering melakukan pemeriksaan
papsmear serviks, sehingga displasia dan karsinoma in situ nampak lebih frekuen
pada kelompok tersebut. Diperlukan kehati-hatian dalam menginterpretasikan asosiasi
antara lama penggunaan kontrasepsi oral dengan resiko kanker serviks karena adanya
bias dan faktor confounding.
Penggunaan kondom yang frekuen memberi resiko yang rendah terhadap
terjadinya kanker serviks.

e) Defisiensi Gizi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa defisiensi zat gizi tertentu seperti
asam folat, vitamin A,vitamin C, vitamin E, beta karotin, atau retinol, berhubungan
dengan peningkatan resiko terhadap displasia ringan dan sedang pada serviks. Banyak
mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan yang mengandung bahan-bahan antioksidan
seperti alpukat, brokoli, kol, wortel, jeruk, anggur, bawang, bayam dan tomat
berkhasiat untuk mencegah terjadinya kanker. National Cancer Institute
merekomendasikan bahwa wanita sebaiknya mengkonsumsi lima kali buah-buahan
segar dan sayuran setiap hari. Jika anda tidak dapat melakukan ini, pertimbangkan
konsumsi multivitamin dengan antioksidan seperti vitamin E atau beta karoten setiap
hari. Namun sampai saat ini tidak ada indikasi bahwa perbaikan defisensi gizi tersebut
akan menurunkan resiko.
f) Sosial Ekonomi
Tingkat sosial ekonomi seseorang dapat mempengaruhi terjadinya kanker
serviks. Studi secara deskrptif maupun analitik menunjukkan hubungan yang kuat
antara kejadian kanker serviks dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah. Hal ini
juga diperkuat oleh penelitian yang menunjukkan bahwa infeksi HPV lebih prevalen
pada wanita dengan tingkat pendidikan dan pendapatan rendah. Dikaitkan dengan
ketidakmampuan dalam melakukan tes pap smear secara rutin dan pengetahuan yang
rendah. Adanya kaitan yang erat antara stastus ekonomi rendah dengan status gizi
karena status gizi berhubungan dengan daya tahan tubuh baik terhadap infeksi
maupun kemampuan untuk melawan keganasan.

g) Infeksi Menahun
Infeksi herpes genitalis atau infeksi klamedia menahun. Chlamydia adalah
jenis bakteri yang dapat menginfeksi sistem reproduksi yang tersebar melalui kegiatan
seksual. Infeksi chlamydia dapat menyebabkan peradangan panggul, dan kemudian
ketidaksuburan. Ini bisa dilihat dengan resiko kanker servix lebih tinggi pada wanita
yang memiliki hasil tes darah positif dengan infeksi chlamydia di masa lalu atau saaat
ini dibandingkan dengan wanita yang memiliki hasil tes normal. Oleh karena tidak
ada gejala pada wanita yang terinfeksi chlamydia, mereka mungkin tidak menyadari
bahwa mereka terinfeksi sampai mereka dilakukan pemeriksaan panggul.

h) Genetik
Wanita yang memiliki saudara perempuan atau ibu yang pernah terkena kanker
serviks dua atau tiga kali lebih beresiko untuk terkena kanker serviks

i) Kelebihan Berat Badan


Wanita yang berat badan lebih beresiko untuk terkena adenokarsinoma serviks

j) Imunosupresi
Pada kebanyakan orang dengan sistem kekebalan tubuh yang sehat, virus HPV
akan hancur dengan sendirinya dalam tubuh dalam 12-18 bulan. Namun, orang
dengan HIV atau penyakit kesehatan lainnya atau yang menggunakan obat-obatan
yang membatasi sistem kekebalan tubuh beresiko tinggi terkena kanker serviks.
Gambar 4. Etiologi dan faktor resiko terjadinya kanker serviks

9. PATOFISIOLOGI
Karsinoma serviks biasa timbul di daerah yang disebut squamo-columnar junction
(SCJ), yaitu batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks
kanalis serviks, dimana secara histologik terjadi perubahan dari epitel ektoserviks yaitu
epitel skuamosa berlapis dengan epitel endoserviks yaitu epitel kuboid/kolumnar pendek
selapis bersilia. Letak SCJ dipengaruhi oleh faktor usia, aktivitas seksual dan paritas.
Pada wanita muda SCJ berada di luar ostium uteri eksternum, sedangkan pada wanita
berusia di atas 35 tahun SCJ berada di dalam kanalis serviks. Oleh karena itu pada wanita
muda, SCJ yang berada di luar ostium uteri eksternum ini rentan terhadap faktor luar
berupa mutagen yang akan memicu displasia dari SCJ tersebut. Pada wanita dengan
aktivitas seksual tinggi. SCJ terletak di ostium eksternum karena trauma atau retraksi
otot oleh prostaglandin.26
Pada masa kehidupan wanita terjadi perubahan fisiologis pada epitel serviks, epitel
kolumnar akan digantikan oleh epitel skuamosa yang diduga berasal dari cadangan epitel
kolumnar. Proses pergantian epitel kolumnar menjadi epitel skuamosa disebut proses
metaplasia dan terjadi akibat pengaruh pH vagina yang rendah. Aktivitas metaplasia
yang tinggi sering dijumpai pada masa pubertas. Akibat proses metaplasia ini maka
secara morfogenetik terdapat 2 SCJ, yaitu SCJ asli dan SCJ baru yang menjadi tempat
pertemuan antara epitel skuamosa baru dengan epitel kolumnar. Daerah di antara kedua
SCJ ini disebut daerah transformasi.
Pada proses karsinogenesis asam nukleat virus tersebut dapat bersatu ke dalam gen
dan DNA sel tuan rumah sehingga menyebabkan terjadinya mutasi sel. Sel yang
mengalami mutasi tersebut dapat berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi
kelainan epitel yang disebut displasia. Dimulai dari displasia ringan, displasia sedang,
displasia berat dan karsinoma in-situ dan kemudian berkembang menjadi karsinoma
invasif. Tingkat displasia dan karsinoma in-situ dikenal juga sebagai tingkat pra-kanker.
Perkembangan kanker invasif berawal dari terjadinya lesi neoplastik pada lapisan
epitel serviks, dimulai dari neoplasia intraepitel serviks (NIS) 1, NIS 2, NIS 3 atau
karsinoma insitu (KIS). Selanjutnya setelah menembus membrana basalis akan
berkembang menjadi karsinoma mikroinvasif dan invasif. Pemeriksaan sitologi papsmear
digunakan sebagai skrining, sedangkan pemeriksaan histopatologik sebagai konfirmasi
diagnostik.

Petanda tumor atau kanker adalah pembelahan sel yang tidak dapat dikontrol
sehingga membentuk jaringan tumor. Mekanisme pembelahan sel yang terdiri dari 4 fase
yaitu G1, S, G2 dan M harus dijaga dengan baik. Selama fase S, terjadi replikasi DNA
dan pada fase M terjadi pembelahan sel atau mitosis. Sedangkan fase G (Gap) berada
sebelum fase S (Sintesis) dan fase M (Mitosis). Dalam siklus sel p53 dan pRb berperan
penting, dimana p53 memiliki kemampuan untuk mengadakan apoptosis dan pRb
memiliki kontrol untuk proses proliferasi sel itu sendiri.
Infeksi dimulai dari virus yang masuk kedalam sel melalui mikro abrasi jaringan
permukaan epitel, sehingga dimungkinkan virus masuk ke dalam sel basal. Sel basal
terutama sel stem terus membelah, bermigrasi mengisi sel bagian atas, berdiferensiasi
dan mensintesis keratin. Pada HPV yang menyebabkan keganasan, protein yang berperan
banyak adalah E6 dan E7. Mekanisme utama protein E6 dan E7 dari HPV dalam proses
perkembangan kanker serviks adalah melalui interaksi dengan protein p53 dan
retinoblastoma (Rb). Protein E6 mengikat p53 yang merupakan suatu gen supresor tumor
sehingga sel kehilangan kemampuan untuk mengadakan apoptosis. Sementara itu, E7
berikatan dengan Rb yang juga merupakan suatu gen supresor tumor sehingga sel
kehilangan sistem kontrol untuk proses proliferasi sel itu sendiri. Protein E6 dan E7 pada
HPV jenis yang resiko tinggi mempunyai daya ikat yang lebih besar terhadap p53 dan
protein Rb, jika dibandingkan dengan HPV yang tergolong resiko rendah. Protein virus
pada infeksi HPV mengambil alih perkembangan siklus sel dan mengikuti deferensiasi
sel.
Karsinoma serviks umumnya terbatas pada daerah panggul saja. Tergantung dari
kondisi immunologik tubuh penderita KIS akan berkembang menjadi mikro invasif
dengan menembus membrana basalis dengan kedalaman invasi <1mm dan sel tumor
masih belum terlihat dalam pembuluh limfa atau darah. Jika sel tumor sudah terdapat
>1mm dari membrana basalis, atau <1mm tetapi sudah tampak dalam pembuluh limfa
atau darah, maka prosesnya sudah invasif. Tumor mungkin sudah menginfiltrasi stroma
serviks, akan tetapi secara klinis belum tampak sebagai karsinoma. Tumor yang
demikian disebut sebagai ganas praklinik (tingkat IB-occult). Sesudah tumor menjadi
invasif, penyebaran secara limfogen melalui kelenjar limfa regional dan secara
perkontinuitatum (menjalar) menuju fornices vagina, korpus uterus, rektum, dan kandung
kemih, yang pada tingkat akhir (terminal stage) dapat menimbulkan fistula rektum atau
kandung kemih. Penyebaran limfogen ke parametrium akan menuju kelenjar limfa
regional melalui ligamentum latum, kelenjar-kelenjar iliak, obturator, hipogastrika,
prasakral, praaorta, dan seterusnya secara teoritis dapat lanjut melalui trunkus limfatikus
di kanan dan vena subklavia di kiri mencapai paru-paru, hati , ginjal, tulang dan otak.
(Sumber : American Cancer Society. 2012. Cervical Cancer. At lanta. American Cancer
Society).
Neoplasma ganas

(Ca Cervix)
pertumbuhan sel
infiltrasi sel infiltrasi sel kanker ke
kanker tidak
kanker ke ureter jaringan sekitar
terkendali

Obstruksi total Menekan Infeksi Sifat sel kanker yang


serabut dan mudah berdarah
saraf nekrosis
Retrograde jaringan (eksofilik)
coitus

Nyeri Perdarahan
Hidronefrosis spontan Perdarahan
Keputihan kontak
anemia
dan bau
CRF khas Peningkatan
kanker kebutuhan
metabolism
- Penurunan CO
- Perubahan terhadap - Perfusi jar. tdk e sel kanker
pola seksual adekuat
- Gangguan konsep diri
Nutrisi <dari
kebutuhan tubuh

- Kurang perawatan
diri
- Intoleransi Kelemahan
aktivitas fisik

(Sumber : American Cancer Society. 2012. Cervical Cancer. At lanta. American Cancer
Society)

Perjalanan penyakit kanker serviks dari pertama kali terinfeksi memerlukan waktu
sekitar 10-15 tahun. Oleh sebab itu kanker serviks biasanya ditemukan pada wanita yang
sudah berusia sekitar 40 tahun. Ada empat stadium kanker serviks yaitu Stadium satu
kanker masih terbatas pada serviks (IA dan IB), pada stadium dua kanker meluas di
serviks tetapi tidak ke dinding pinggul (IIA menjalar ke vagina/liang senggama, IIB
menjalar ke vagina dan rahim), pada stadium III kanker menjalar ke vagina, dinding
pinggul dan nodus limpa (IIIA menjalar ke vagina, IIIB menjalar ke dinding pinggul,
menghambat saluran kencing, mengganggu fungsi ginjal dan menjalar ke nodus limpa),
pada stadium empat kanker menjalar ke kandung kencing, rektum, atau organ lain (IVA:
Menjalar ke kandung kencing, rectum, nodus limpa, IVB: Menjalar ke panggul and
nodus limpa panggul, perut, hati, sistem pencernaan, atau paru-paru ).15

Gambar. Perjalanan penyakit dan staging

10. MANIFESTASI KLINIS


Gejala klinis dari kanker serviks sangat tidak khas pada stadium dini. Biasanya sering
ditandai sebagai fluos dengan sedikit darah, perdarahan postkoital atau perdarahan
pervaginam yang disangka sebagai perpanjangan waktu haid. Pada stadium lanjut baru
terlihat tanda-tanda yang lebih khas untuk kanker serviks, baik berupa perdarahan yang
hebat (terutama dalam bentuk eksofilik), fluor albus yang berbau dan rasa sakit yang
sangat hebat.20
Pada fase prakanker, sering tidak ditandai dengan gejala atau tanda-tanda yang khas.
Namun, kadang dapat ditemui gejala-gejala sebagai berikut:
a. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina ini
makin lama makin berbau busuk karena adanya infeksi dan nekrosis jaringan.
b. Perdarahan setelah senggama (post coital bleeding) yang kemudian berlanjut ke
perdarahan yang abnormal.
c. Timbulnya perdarah setelah masa menopause
d. Pada tahap invasif dapat muncul cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau dan
dapat bercampur dengan darah
e. Timbul gejala-gejala anemia akibat dari perdarahan yang abnormal
f. Timbul nyeri pada daeah panggul (pelvic) atau pada daerah perut bagian bawah bila
terjadi peradangan pada panggul. Bila nyeri yang terjadi dari daerah pinggang ke
bawah, kemungkinan terjadi hidronefrosis. Selain itu masih mungkin terjadi nyeri
pada tempat-tempat lainnya.
g. Pada stadium kanker lanjut, badan menjadi kurus karena kekurangan gizi, edema pada
kaki, timbul iritasi pada kandung kemih dan poros usus besar bagian bawah (rectum),
terbentuknya viskelvaginal dan rektovaginal, atau timbul gejala-gejala lain yang
disebabkan oleh metastasis jauh dari kanker serviks itu sendiri.

Kanker serviks harus dicurigai dalam keadaan seperti kelainan pada


pemeriksaan ginekologis, kelainan berat pada apusan servikal, perdarahan di luar
periode menstruasi dan perdarahan setelah hubungan seksual.

Diagnosis kanker serviks didasarkan pada pemeriksaan berikut.

1. Pemeriksaan klinis
Pemeriksaan klinisnya adalah pemeriksaan dan palpasi oleh dokter. Ini
termasuk ginekologi pemeriksaan dengan pemeriksaan vagina dubur bimanual
untuk menilai lokasi dan volume tumor dan apakah telah meluas ke organ lain di
panggul (pemeriksaan panggul). Pemeriksaan serviks dengan memasukkan
spekulum ke dalam vagina. Kemudian ambil smear dari permukaan serviks untuk
diperiksa di bawah mikroskop (pemeriksaan sitologi). Jika pemeriksaannya sulit
atau ada ketidakpastian mengenai luasnya tumor, pemeriksaan ini bisa dilakukan
dengan anestesi.
2. Test Pap Smear
Test pap smear merupakan alat skrining yang di andalkan. Lima puluh persen
pasien baru kanker serviks tidak pernah melakukan tes pap smear. Tes Pap smear
direkomendasikan pada saat mulai melakukan aktivitas seksual atau setelah
menikah. Setelah tiga kali pemeriksaan test Pap smear tiap tahun, interval
pemeriksaan dapat lebih lama (tiap 3 tahun sekali). Bagi kelompok perempuan
yang beresiko tinggi (infeksi HPV, HIV, kehidupan seksual yang beresiko)
dianjurkan pemeriksaan test Pap smear setiap tahun.

3. Schillentest
Epitel karsinoma serviks tidak mengandung glycogen karena tidak mengikat
yodium. Kalau porsio diberi yodium maka epitel karsinoma yang normal akan
berwarna coklat tua, sedang yang terkena karsinoma tidak berwarna.

4. Kolposkopi
Kolposkopi merupakan pemeriksaan serviks dengan menggunakan alat
kolposkopi yaitu alat yang disamakan dengan mikroskop bertenaga rendah
pembesaran antara 6-40 kali dan terdapat sumber cahaya didalamnya. Kolposkopi
dapat meningkatkan ketepatan sitologi menjadi 95%. Alat ini pertama kali
diperkenalkan di Jerman pada tahun 1925 oleh Hans Hinselmann untuk
memperbesar gambaran permukaan porsio sehingga pembuluh darah lebih jelas
dilihat. Pada alat ini juga dilengkapi dengan filter hijau untuk memberikan kontras
yang baik pada pembuluh darah dan jaringan untuk melihat kelainan epitel
serviks. Tidak hanya terbatas pada serviks, tetapi pemeriksaan meliputi vulva dan
vagina. Pemeriksaan kolposkopi dilakukan untuk konfirmasi apabila hasil test pap
smear abnormal dan juga sebagai penuntun biopsi pada lesi serviks yang dicurigai.
Tujuan pemeriksaan kolposkopi bukan untuk membuat diagnosa histologik, tetapi
untuk menentukan kapan dan dimana biopsi harus dilakukan.
5. Biopsi
Menurut Sjamsuddin (2001) biopsi dilakukan di daerah yang abnormal jika
sambungan skuamosa-kolumnar (SSK) yang terlihat seluruhnya dengan
menggunakan kolposkopi. Biopsi harus dilakukan dengan tepat dan alat biopsi
harus tajam dan harus diawetkan dalam larutan formalin 10% sehingga tidak
merusak epitel. Biopsi dilakukan di daerah abnormal di bagian yang telah
dilakukan kolposkopi. Jika kanalis servikalis sulit dinilai, sampel diambil secara
konisasi.

6. Koinisasi
Konisasi serviks adalah pengeluaran sebagian jaringan serviks sehingga bagian
yang dikeluarkan berbentuk kerucut. Konisasi dilakukan apabila:
 Proses dicurigai berada di endoserviks.
 Lesi tidak tampak seluruhnya dengan pemeriksaan kolposkopi.
 Ada kesenjangan antara hasil sitologik dengan histopatologik.

Metode Konisasi serviks


 Operator memberi tanda pada arah jam 12 (tanda benang)
 Dokter SpPA memotong spesimen konisasi pada bagian puncak (1 kupe)
serta 12 kupe potongan lain sesuai arah jarum jam (lihat gambar) dan
memberi tanda tinta pada bagian tepi sayatan konisasi.
11. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Untuk mengidentifikasi


Laboratorium
CBC Anemia
Urinalysis Hematuria
Chemistry Profile Hectrolyte Abnormal
Fungsi Hati Metastasis Liver
Kreatinin/ BUN Renal Impairment atau Obstruksi
Radiologi
Chest Radiograph Metastasis Paru
Intravenous Pyelogram Hydronephrosis
CT scan (abdominopelvic) Nodal atau distant organ metastase,
hydronefrosis.
MRI Local parametrial invasi, nodal
metastasis
PET Scan Nodal atau distant organ metastasis
Procedural
Cystoscopy Invasi tumor kandung kemih
Proctoscopy Invasi tumor rektal
EUA Tingkat dari penyebaran tumor
pelvic. Clinical Staging
BUN = Blood Urea Nitrogen, CDC = Complete Blood Count, CT =
Computed Tomography, BUA = Examination Under Anesthesia, MRI =
Magnetic Resonance Imaging, PET = Positron Emission Tomography.20,4,6

12.PENCEGAHAN
Menurut David M.Eddy (1981, yang dikutip dari Hoepoedio, 1986) dalam
tulisannya berjudul ”The Economic of Cancer Prevention and Detection, Getting More
for Less” tujuan konkrit dari penemuan dini kanker, termasuk kanker leher rahim
(kanker serviks) sebagai berikut:
1. Menaikkan harapan hidup
2. Mengurangi pengobatan ekstensif
3. Memperbaiki kualitas hidup
4. Mengurangi penderitaan
5. Mengurangi biaya
6. Mengurangi kecemasan dan ketakutan

Pencegahan kanker didefinisikan sebagai mengidentifikasikan faktor-faktor yang


menyebabkan timbulnya kanker pada manusia dan membuat penyebabnya tidak efektif
dengan cara-cara apapun. Pencegahan terhadap terjadinya kanker serviks melalui tiga
bagian, yaitu pencegahan primer, sekunder dan tersier.

1. Pencegahan Tingkat Pertama


Pencegahan primer kanker serviks merupakan kegiatan yang dapat dilakukan oleh
setiap orang untuk menghindari diri dari faktor-faktor yang dapat menyebabkan kanker.
Masyarakat yang melakukan pencegahan pada tingkat ini akan bebas dari penderitaan,
produktivitas berjalan terus, tidak memerlukan biaya untuk pemeriksaan, pengobatan,
rehabilitasi serta perawatan lebih lanjut. Salah satu bagian dari pencegahan primer
adalah memberikan vaksin Human Papilloma Virus (HPV), pemberian vaksin HPV
akan mengeliminasi infeksi HPV.

2. Pencegahan Tingkat Kedua


a. Diagnosis dini, misalnya screening
b. Pengobatan, misalnya :
1) Kemoterapi
2) Bedah

3. Pencegahan Tingkat Ketiga


Rehabilitasi, misalnya perawatan rumah sedangkan penanganan kanker umumnya ialah
secara pendekatan multidiscipline. Hasil pengobatan radioterapi dan operasi radikal
kurang lebih sama, meskipun sebenarnya sukar untuk dibandingkan karena umumnya
yang dioperasi penderita yang masih muda dan umumnya baik.

Pencegahan dalam kanker serviks bisa dilakukan lebih awal pada wanita dengan cara
skrining. Infeksi Human Papiloma Virus (HPV) sekarang telah dikenal sebagai penyebab
utama kanker serviks, selain itu sebuah laporan sitologi baru telah mengembangkan
diagnosis, penangan lesi prekanker dan protokol terapi spesifik peningkatan ketahanan
pasien dengan penyakit dini dan lanjut. Penelitian terbaru sekarang ini terfokus pada
penentuan infeksi menurut tipe HPV onkogenik, penilaian profilaksis dan terapi vaksin
serta pengembangan strategi skrining yang berkesinambungan dengan tes HPV dan
metode lain berdasarkan sitologi. Hal ini merupakan batu loncatan untuk
mengimplementasikan deteksi dini kanker serviks dengan beberapa macam pemeriksaan
seperti tes Pap (Pap Smear), Pap Net, servikografi, Inspeksi Visual Asetat (IVA), tes
HPV, kolposkopi dan sitologi berbasis cairan (Thin-Layer Pap Smear Preparation).
Namun metode yang sekarang ini sering digunakan diantaranya adalah Tes Pap dan
IVA. Tes Pap memiliki sensitivitas 51% dan spesifisitas 98%. Selain itu pemeriksaan
Pap Smear masih memerlukan penunjang laboratorium sitologi dan dokter ahli patologi
yang relatif memerlukan waktu dan biaya besar. Sedangkan IVA memiliki sensitivitas
sampai 96% dan spesifisitas 97% untuk program yang dilaksanakan oleh tenaga medis
yang terlatih. Hal ini menunjukkan bahwa IVA memiliki sensitivitas yang hampir sama
dengan sitologi serviks sehingga dapat menjadi metode skrining yang efektif pada negara
berkembang seperti di Indonesia.

a. TES IVA
Tes IVA dengan menggunakan larutan asam cuka (asam asetat 2%) dan
larutan iosium lugol pada serviks dan melihat perubahan warna yang terjadi setelah
dilakukan olesan. Tujuannya untuk melihat adanya sel yang mengalami displasia
sebagai salah satu metode skrining kanker serviks.

Program Skrining Oleh WHO :


1. Skrining pada setiap wanita minimal 1x pada usia 35-40 tahun
2. Kalau fasilitas memungkinkan lakukan tiap 10 tahun pada usia 35-55 tahun
3. Kalau fasilitas tersedia lebih lakukan tiap 5 tahun pada usia 35-55 tahun
4. Ideal dan optimal pemeriksaan dilakukan setiap 3 tahun pada wanita usia 25-60
tahun.
5. Skrining yang dilakukan sekali dalam 10 tahun atau sekali seumur hidup
memiliki dampak yang cukup signifikan.
6. Di Indonesia, anjuran untuk melakukan test IVA bila : hasil positif (+) adalah 1
tahun dan, bila hasil negatif (-) adalah 5 tahun

Persiapan dan syarat :


1. Sabun dan air untuk cuci tangan
2. Lampu yang terang untuk melihat serviks
3. Spekulum dengan desinfeksi tingkat tinggi
4. Sarung tangan sekali pakai atau desinfeksi tingkat tinggi
5. Meja ginekologi
6. Lidi kapas dan kapas usap
7. Asam asetat 3-5% (cuka putih)
8. Larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi instrument dan sarung tangan
9. Format pencatatan

Teknik/prosedur:
1. Sesuaikan pencahayaan untuk mendapatkan gambaran terbaik dari serviks
2. Gunakan lidi kapas untuk membersihkan darah, mucus dan kotoran lain pada
seviks
3. Identifikasi daerah sambungan skuamo-kolumnar (zona transformasi) dan area di
sekitarnya
4. Oleskan larutan asam asetat secara merata pada serviks, tunggu 1-2 menit untuk
terjadinya perubahan warna. Amati setiap perubahan pada serviks, perhatikan
dengan cermat daerah di sekitar zona transformasi.
5. Lihat dengan cermat SCJ dan yakinkan area ini dapat semuanya terlihat. Catat
bila serviks mudah berdarah. Lihat adanya plak warna putih dan tebal (epitel
acetowhite), bila menggunakan larutan asam asetat. Bersihkan segala darah dan
debris pada saat pemeriksaan.
6. Bersihkan sisa larutan asam asetat dengan lidi kapas atau kasa bersih
7. Lepaskan spekulum dengan hati-hati
8. Catat hasil pengamatan, dan gambar denah temuan.
9. Hasil tes (positif atau negatif) harus dibahas bersama pasien dan pengobatan
harus diberikan setelah konseling, jika diperlukan dan tersedia.
Interpretasi IVA sesuai temuan klinis
Klasifikasi IVA Temuan klinis
Hasil Tes-Positif Plak putih yang tebal atau epitel
acetowhite, biasanya dekat SCJ
Hasil Tes-Negatif Permukaan polos dan halus, berwarna
merah jambu, ektropion, polip,
servisitis, inflamasi, Nabothian cysts
Kanker Massa mirip kembang kol atau bisul

Kriteria wanita yang dianjurkan untuk menjalani tes :


Menjalankan tes kanker atau prakanker dianjurkan bagi semua wanita berusia
30 dan 45 tahun. Kanker serviks menempati angka tertinggi di antara wanita berusia
40 hingga 50 tahun, sehingga tes harus dilakukakn pada usia dimana lesi prakanker
lebih mungkin terdeteksi, biasanya 10 sampai 20 tahun lebih awal. Wanita yang
memiliki faktor resiko juga merupakan kelompok yang paling penting untuk
mendapat pelayanan tes.

Waktu untuk menjalani tes :


Tes IVA dapat dilakukan kapan saja dalam siklus menstruasi, termasuk saat
menstruas, pada masa kehamilan dan saat asuhan nifas atau paksa keguguran. Untuk
masing-masing hasil akan diberikan beberapa instruksi baik yang sederhana untuk
pasien (misal kunjungan ulang untuk tes IVA setiap 5 tahun) atau isu-isu khusus yang
harus dibahas bersama, seperti kapan dan dimana pengobatan yang diberikan, resiko
potensial dan manfaat pengobatan, dan kapan perlu merujuk untuk tes tambahan atau
pengobatan yang lebih lanjut.

Kontraindikasi :
Tidak direkomendasikan pada wanita pasca menopause, karena daerah zona
transisional seringkali terletak kanalis servikalis dan tidak tampak dengan
pemeriksaan inspekulo.
Algoritma deteksi dini (program skrining) dengan Tes IVA

b. TEST PAP / PAP SMEAR


Metode tes Pap smear yang umum yaitu dokter menggunakan pengerik atau sikat
untuk mengambil sedikit sampel sel-sel serviks atau leher rahim. Kemudian sel-sel
tersebut akan dianalisa di laboratorium. Tes itu dapat menyingkapkan apakah ada
infeksi, radang, atau sel-sel abnormal. Menurut laporan sedunia, dengan secara teratur
melakukan tes Pap smear telah mengurangi jumlah kematian akibat kanker serviks.
Pap smear dapat digunakan sebagai screening tools karena memiliki sensitivitas:
sedang (51-88%) dan spesifisitas: tinggi (95-98%).
Rekomendasi skrining:

Syarat:
1. Tidak menstruasi. Waktu terbaik adalah antara hari ke-10 sampai ke-20 setelah
hari pertama menstruasi.
2. Hindari pembilasan vagina, penggunaan tampon, spermisida foam, krim atau jelly
atau obat-obatan pervaginam, 2 hari sebelum pemeriksaan.
3. Tidak melakukan hubungan seksual paling sedikit 24 jam sebelum dilakukan tes
Pap smear.

Indikasi:
1. Dalam 3 tahun setelah berhubungan seksual pervaginam, tidak melebihi umur 21
tahun.
2. Setiap tahun dengan sitilogi konvensional atau setiap 2 tahun dengan peralatan
liquid-based.
3. Setiap 2-3 tahun pada wanita > 30 tahun jika 3 hasil tes berurutan normal.
4. Pada wanita dengan risiko tinggi seperti infeksi HPV, jumlah mitra seksual yang
banyak, suami atau mitra seksual yang berisiko tinggi, imunitas yang terganggu
seperti infeksi HIV, transplantasi organ, kemoterapi atau pengobatan lama
kortikosteroid dan riwayat terpapar Dietilbestrol in utero.
Alat-alat dan Bahan:
1. spekulum cocor bebek
2. spatula ayre
3. cytobrush
4. kaca objek
5. alcohol 95%

Metode pengambilan Pap smear:


1. Beri label nama pada ujung kaca objek

2. Masukkan spekulum, dapat diberikan air atau salin jika perlu.


3. Lihat adanya abnormalitas serviks
4. Identifikasi zone transformasi
5. Pilih ujung spatula yang paling cocok dengan mulut serviks dan zona
transformasi.
6. Putar spatula 360º disekitar mulut serviks sambil mempertahankan kontak dengan
permukaan epithelial.
7. Dengan putaran searah jarum jam diawali dan diakhiri pada jam 9, hasil yang
terkumpul dipertahankan horizontal pada permukaan atasnya ketika instrument
dikeluarkan.
8. Jangan memulas sample pada saat ini jika belum akan fiksasi. Pegang spatula
antara jari dari tangan yang tidak mengambil sample, sementara sample dari
cytobrush dikumpulkan.
9. Cytobrush mempunyai bulu sikat sirkumferen yang dapat kontak dengan seluruh
permukaan mulut serviks ketika dimasukkan.
10. Cytobrush hanya perlu diputar ¼ putaran searah jarum jam.
11. Pulas sampel pada spatula pada kaca obyek dengan satu gerakan halus.
12. Kemudian pulas cytobrush tepat diatas sampel sebelumnya dengan memutar
gagangnya berlawanan dengan arah jarum jam.
13. Pulasan harus rata dan terdiri dari satu lapisan, hindari gumpalan besar sebisanya
tapi juga hindari manipulasi berlebihan yang dapat merusak sel, pindahkan
sampel dari kedua instrument ke kaca objek dalam beberapa detik.

14. Fiksasi specimen secepatnya untuk menghindari artefak karena pengeringan


dengan merendam kaca objek dalam tempat tertutup yang berisi larutan ethanol
95% selama 20 menit.

15. Keringkan dan kirimkan ke Bagian Sitologi Patologi Anatomi.


16. Hasil pemeriksaan dibaca dengan system Bethesda.
Evaluasi sitologi:
Klasifikasi Papanicolaou:
1. Kelas I : sel-sel normal
2. Kelas II : sel-sel menunjukkan kelainan ringan yang menunjukkan kelainan
ringan biasanya disebabkan oleh infeksi
3. Kelas III : mencurigakan kearah keganasan
4. Kelas IV : sangat mencurigakan adanya keganasan
5. Kelas V : pasti ganas

Interpretasi Dan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Sitologi


1. Vaginitis atau servisitis yang aktif dapat mengganggu interpretasi sitologi. Jika
reaksi peradangan hebat, pasien harus diobati dulu. Setelah infeksi diatasi
dilakukan pemeriksaan Pap smear ulang 6 minggu kemudian
2. Jika hasil pemeriksaan sitologi tidak memuaskan atau tidak dapat dievaluasi,
harus dilakukan Pap smear ulang 6 minggu kemudian
3. Jika hasil pemeriksaan sitologi mencurigakan keganasan (kelas III-IV),
selanjutnya dilakukan kolposkopi dan biopsi untuk menegakkan diagnosis
definitif.
4. Pasien dengan hasil evaluasi sitologi negative dianjurkan untuk ulang
pemeriksaan Pap smear setahun sekali, sampai usia 40 tahun. Selanjutnya 2-3
tahun sekali sampai usia 65 tahun.

Pap smear, karsinoma sel skuamosa. Beberapa menunjukkan sel tumor spindled dan / atau
keratinisasi sitoplasma, terbukti dengan sitoplasma orangeophilic padat
Pap smear, adenokarsinoma endoserviks. Ini menunjukkan fitur sitologis ganas termasuk
nuklirpleomorfisma, kelainan membran nuklir, dan keunggulan nuklearit. Sitoplasma
cenderung lebih halus dibanding karsinoma skuamosa dan mungkin mengandung mucin

Algoritma Diagnosis Deteksi Dini dan Tata Laksana (Program Skrining)


c. Vaksinasi HPV
Imunisasi HPV merupakan pencegahan primer kanker serviks dimana tingkat
keberhasilannya dapat mencapai 100% jika diberikan sebanyak 2 kali pada kelompok
umur wanita naif atau wanita yang belum pernah terinfeksi HPV yaitu pada populasi
anak perempuan umur 9-13 tahun yang merupakan usia sekolah dasar.
Pada vaksin kanker serviks, yang dimasukkan adalah bagian dari virus HPV (
human papilloma virus ), yaitu kulit/cangkangnya yang telah dipurifikasikan dan
dilarutkan dalam cairan tertentu sehingga bisa merangsang tubuh untuk memproduksi
antibodi/zat kekebalan tubuh terhadap HPV (human papilloma virus). Tingginya
tingkat serum antibodi ini berkolerasi dengan tingkat paparan (daerah) yang terinfeksi
sehingga membuat antibodi bekerja menetralisir virus dan mencegah masuknya virus
ke dalam sel. Hasil penelitian selama 14 tahun menunjukkan setelah mendapat
imunisasi HPV penerima vaksin masih terproteksi 100% terhadap HPV tipe 16 dan 18
sehingga tidak diperlukan imunisasi ulang (booster). Berdasarkan data WHO per
September 2016 menunjukkan saat ini baru 67 dari 194 negara di dunia yang sudah
mengimplementasikan program imunisasi HPV di negaranya, dan sudah banyak hasil
dari penelitian yang valid dari negara-negara tersebut menunjukan manfaat yang
bermakna untuk menurunkan beban penyakit kanker serviks dan penyakit terkait
infeksi HPV lainnya.

Pelaksanaan Imunisasi HPV di Indonesia


Pemerintah merencanakan penambahan vaksin baru ke dalam program
imunisasi nasional yaitu vaksin HPV dengan pemberian imunisasi HPV kepada siswi
perempuan kelas 5 (dosis pertama) dan 6 (dosis kedua) SD/MI dan sederajat baik
negeri maupun swasta melalui program Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS).
Vaksinasi ini paling efektif apabila diberikan pada perempuan berusia 9 sampai 26
tahun yang belum aktif secara seksual. Namun bukan berarti wanita yang sudah
menikah atau berhubungan seksual tidak boleh mendapatkannya. Hanya saja angka
proteksinya tidak setinggi pada golongan sebelumnya

Jenis-jenis vaksin HPV :


1. Vaksin bivalen (tipe 16 dan 18, Cervarix)
2. Vaksin quadrivalen (tipe 11, 16 dan 18, Gardasil)
Vaksin HPV mempunyai efikasi 96%-100% untuk mencegah kanker leher rahim yang
disebabkan oleh HPV tipe 16/18.

Rekomendasi Satgas Imunisasi IDAI


1. Imunisasi vaksin HPV diperuntukan pada anak perempuan sejak >10 tahun
2. Dosis 0,5 mL, diberikan secara IM pada deltoid
3. Jadwal vaksin
- Vaksin HPV bivalen, jadwal 0,1 dan 6 bulan
- Vaksin HPV kuadrivalen, jadwal 0, 2 dan 6 bulan
Sedangkan berdasarkan pustaka vaksin dapat diberikan pada wanita usia 10-26 tahun
(Rekomendasi Food and Drug Administration atauu FDA-US).

d. HPV TES
Tes HPV juga berguna untuk menginterpretasikan hasil samar-samar dari tes
Papanicolaou. Jika perempuan memiliki tes Papanicolaou menunjukkan sel skuamosa
atipikal signifikansi ditentukan (ascus) dan tes HPV positif, maka pemeriksaan
tambahan dengan kolposkopi adalah merupakan indikasi.
Uji DNA HPV telah dipakai sebagai uji tambahan paling efektif cara mendeteksi
keberadaan HPV sedini mungkin. Uji DNA HPV dapat mengetahui golongan hr-HPV
atau Ir-HPV dengan menggunakan tekhnik HCII atau dengan metode PCR, uji DNA
HPV juga dapat melihat genotipe HPV dengan metode DNA-HPV Micro Array
System, Multiplex HPV Genotyping Kit, dan Linear Array HPV Genotyping Test.
Meode PCR dan elektroforesis dapat mengetahui keberadaan HPV tanpa
mengetahui genotipe secara spesifik
Metode Hybrid Capture II System digunakan untuk mengetahui keberadaan HPV
dengan memperkirakan kuantitas / jumlah virus tanpa mengetahui genotipe HPV-nya.
Metode Multiplex HPV Genotyping Kit digunakan untuk mendeteksi 24 genotipe
HPV. Metode DNA-HPV Micro Array digunakan untuk mendeteksi 21 genotipe HPV.
Metode Linear Array HPV Genotyping Test digunakan untuk mendeteksi 37 genotipe
HPV.
Dalam perkembangannya, banyak ahli dalam the American Cancer Society, the
American College of Obstetricians and Gynecologists, the American Society for
Colposcopy and Cervical Pathology, dan the US Preventive Services Task Force
menetapkan protokol skrining bersama-sama, sebagai berikut :
1. Skrining awal, Skrining dilakukan sejak seorang wanita telah melakukan
hubungan seksual (vaginal intercourse) selama kurang lebih tiga tahun dan
umurnya tidak kurang dari 21 tahun saat pemeriksaan. Hal ini didasarkan pada
karsinoma serviks berasal lebih banyak dari lesi prekursornya yang berhubungan
dengan infeksi HPV onkogenik dari hubungan seksual yang akan berkembang
lesinya setelah 3-5 tahun setelah paparan pertama dan biasanya sangat jarang
pada wanita di bawah usia 19 tahun.
2. Pemeriksaan DNA HPV juga dimasukkan pada skrining bersama-sama dengan
Pap’s smear untuk wanita dengan usia di atas 30 tahun. Penelitian dalam skala
besar mendapatkan bahwa Pap’s smear negatif disertai DNA HPV yang negatif
mengindikasikan tidak akan ada CIN 3 sebanyak hampir 100%. Kombinasi
pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita dengan umur diatas 30 tahun karena
prevalensi infeksi HPV menurun sejalan dengan waktu. Infeksi HPV pada usia 29
tahun atau lebih dengan ASCUS hanya 31,2% sementara infeksi ini meningkat
sampai 65% pada usia 28 tahun atau lebih muda. Walaupun infeksi ini sangat
sering pada wanita muda yang aktif secara seksual tetapi nantinya akan mereda
seiring dengan waktu. Sehingga, deteksi DNA HPV yang positif yang ditemukan
kemudian lebih dianggap sebagai HPV yang persisten. Apabila ini dialami pada
wanita dengan usia yang lebih tua maka akan terjadi peningkatan risiko kanker
serviks.
3. Skrining untuk wanita di bawah 30 tahun berisiko dianjurkan menggunakan
Thinprep atau sitologi serviks dengan liquid-base method setiap 1-3 tahun.
4. Skrining untuk wanita di atas 30 tahun menggunakan Pap’s smear dan
pemeriksaan DNA HPV. Bila keduanya negatif maka pemeriksaan diulang 3
tahun kemudian.
5. Skrining dihentikan bila usia mencapai 70 tahun atau telah dilakukan 3 kali
pemeriksaan berturut-turut dengan hasil negatif.

13. PENATALAKSANAAN
Terapi karsinoma serviks dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikan secara
histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim yang sanggup
melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan (tim kanker / tim onkologi)
(Wiknjosastro, 1997). Tindakan pengobatan atau terapi sangat bergantung pada stadium
kanker serviks saat didiagnosis. Dikenal beberapa tindakan (modalitas) dalam tata
laksana kanker serviks antara lain:
a. TERAPI SESUAI STADIUM
Stadium Kanker Treatment (Pengobatan)
IA1 Histerektomi sederhana lebih di anjurkan setelah pasien
memiliki anak atau konisasi serviks
IA1 Histerektomi Radikal modifikasi dan limfadenoktomi
(dengan LVSI) pelvis atau radikal trachelectomi dan limfadenektomi
pelvis untuk pasien yang menginginkan kesuburan
IA2 Histerektomi radikal dan limfadenoktomi pelvis atau
radikal trachelectomi dan limfadenektomi pelvis untuk
pasien yang menginginkan kesuburan
IB1 Histerektomi radikal dan limfadenektomi pelvis atau
Beberapa IB2 trachelektomi dan pelvis radikal limfadenektomi untuk
IIA1 pasien yang menginginkan kesuburan
atau
kemoradiasi
IB2 besar Kemoradiasi
IIA2
IIB sampai IVA Kemoradiasi
Atau
(Jarang) Ekstentasi pelvis
IV B Palliatif kemoterapi
Dan/atau
Palliatif radioterapi
Atau
Perawatan supportif
-Untuk individu setiap pasien , rekomendasi untuk pengobatan dapat
bervariasi, tergantung pada keadaan klinis.
-Bintracavitary Brachytheraphy dapat dipilih untuk pasien non-bedah
-Beberapa institusi melakukan histerektomi radikal yang di modifikasi (tipe
II) dan limfadenektomi pelvis untuk lesi stadium IA2 dan tahap tumor IB
yang lebih kecil.
-Pasien dengan lesi stadium IVA dengan fistula mungkin merupakan
kandidat untuk eksentrasi pelvis.

b. TERAPI LESI PRAKANKER SERVIKS


Penatalaksanaan lesi prakanker serviks yang pada umunya tergolong NIS
(Neoplasia Intraepital Serviks) dapat dilakukan dengan observasi saja,
medikamentosa, terapi destruksi dan terapi eksisi.
Tindakan observasi dilakukan pada tes Pap dengan hasil HPV, atipia, NIS 1 yang
termasuk dalam lesi intraepitelial skuamosa derajad rendah (LISDR). Terapi nis
dengan destruksi dapat dilakukan pada LISDR dan LISDT (Lesi intraeoitelial serviks
derajat tinggi). Demikian juga terapi eksisi dapat ditujukan untuk LISDR dan LISDT.
Perbedaan antara terapi destruksi dan terapi eksisi adalah pada terapi destruksi tidak
mengangkat lesi tetapi pada terapi eksisi ada spesimen lesi yang diangkat.
Tabel. Klasifikasi lesi prakanker serviks dan penanganannya

1. Terapi NIS dengan destruksi lokal


Tujuannya metode ini untuk memusnahkan daerah-daerah terpilih yang
mengandung epitel abnormal yang kelak akan digantikan dengan epitel skuamosa
yang baru.
 Krioterapi adalah suatu cara penyembuhan penyakit dengan cara
mendinginkan bagian yang sakit sampai dengan suhu 00 C. Pada suhu
sekurang-kurangnya 250C sel-sel jaringan termasuk NIS akan mengalami
nekrosis. Sebagai akibat dari pembekuan sel-sel tersebut, terjadi perubahan
tingkat seluller dan vaskular, yaitu: 1. sel-sel mengalami dehidrasi dan
mengkerut; 2.konsentrasi elektrolit dalam sel terganggu; 3. Syok termal
dan denaturasi kompleks lipid protein; dan 4. Status umum sistem
mikrovaskular. Pada saat ini hampir semua alat menggunakan N20.
 Elektrokauter memungkinkan untuk pemusnahan jaringan dengan
kedalaman 2-3mm. Lesi NIS 1 yang kecil di lokasi yang keseluruhannya
terlihat pada umumnya dapat disembuhkan dengan efektif.
 Diatermi Elektroagulasi Radikal dapat memusnahkan jaringan lebih luas
(sampai kedalaman 1cm) dan efektif dibandingkan elektrokauter tapi harus
dilakukan dengan anestesia umum. Tetapi fisiologi serviks dapat
dipengaruhi, dianjurkan hanya terbatas pada NIS1/2 dengan batas lesi yang
dapat ditentukan.
 CO2 Laser adalah muatan listrik yang berisi campuran gas helium,
nitrogen dan gas CO2 yang menimbulkan sinar laser dengan gelombang
10,6 u. Perbedaan patologis dapat dibedakan dalam 2 bagian, yaitu
penguapan dan nekrosis.

2. Terapi NIS dengan eksisi


 Konisasi (cone biopsy) adalah pembuatan sayatan berbentuk kerucut pada
serviks dan kanal serviks untuk diteliti oleh ahli patologi. Digunakan untuk
diagnosa ataupun pengobatan pra-kanker serviks

 Punch Biopsi yaitu menggunakan alat yang tajam untuk menjumput


sampel kecil jaringan serviks

 Loop electrosurgical excision procedure (LEEP): menggunakan arus listrik


yang dilewati pada kawat tipis untuk memotong jaringan abnormal kanker
serviks
 Trakelektomi radikal (radical trachelectomy) : Dokter bedah mengambil
leher rahim, bagian dari vagina, dan kelenjar getah bening di panggul.
Pilihan ini dilakukan untuk wanita dengan tumor kecil yang ingin mencoba
untuk hamil di kemudian hari

 Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan untuk


mengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya (subtotal).
Biasanya dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA (klasifikasi FIGO).
Umur pasien sebaiknya sebelum menopause, atau bila keadaan umum
baik, dapat juga pada pasien yang berumur kurang dari 65 tahun. Pasien
juga harus bebas dari penyakit umum (resiko tinggi) seperti: penyakit
jantung, ginjal dan hepar. Ada 2 histerektomi :
o Total Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks
o Radikal Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks,
indung telur, tuba falopi maupun kelenjar getah bening di dekatnya
c. TERAPI KANKER SERVIKS INVASIF
1. Pembedahan
2. Radioterapi
Terapi ini menggunakan sinar ionisasi (sinar X) untuk merusak sel-sel kanker.
Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta mematikan
parametrial dan nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks stadium II B, III, IV
diobati dengan radiasi. Metoda radioterapi disesuaikan dengan tujuannya yaitu
tujuan pengobatan kuratif atau paliatif. Pengobatan kuratif ialah mematikan sel
kanker serta sel yang telah menjalar ke sekitarnya dan atau bermetastasis ke
kelenjar getah bening panggul, dengan tetap mempertahankan sebanyak mungkin
kebutuhan jaringan sehat di sekitar seperti rektum, vesika urinaria, usus halus,
ureter. Radioterapi dengan dosis kuratif hanya akan diberikan pada stadium I
sampai III B. Bila sel kanker sudah keluar rongga panggul, maka radioterapi
hanya bersifat paliatif yang diberikan secara selektif pada stadium IV A. Ada 2
macam radioterapi, yaitu :
 Radiasi eksternal: sinar berasar dari sebuah mesin besar. Penderita tidak
perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran biasanya dilakukan sebanyak 5
hari/minggu selama 5-6 minggu.
 Radiasi internal : zat radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul dimasukkan
langsung ke dalam serviks. Kapsul ini dibiarkan selama 1-3 hari dan selama
itu penderita dirawat di rumah sakit. Pengobatan ini bisa diulang beberapa
kali selama 1-2 minggu.
Efek samping dari terapi penyinaran adalah :
 Iritasi rektum dan vagina
 Kerusakan kandung kemih dan rektum
 Ovarium berhenti berfungsi.

Biasanya, selama menjalani radioterapi penderita tidak boleh melakukan


hubungan seksual. Kadang setelah radiasi internal, vagina menjadi lebih sempit
dan kurang lentur, sehingga bisa menyebabkan nyeri ketika melakukan hubungan
seksual. Untuk mengatasi hal ini, penderita diajari untuk menggunakan dilator
dan pelumas dengan bahan dasar air. Pada radioterapi juga bisa timbul diare dan
sering berkemih.

3. Kemoterapi
Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat melalui
infus, tablet, atau intramuskuler. Obat kemoterapi digunakan utamanya untuk
membunuh sel kanker dan menghambat perkembangannya. Tujuan pengobatan
kemoterapi tegantung pada jenis kanker dan fasenya saat didiagnosis. Beberapa
kanker mempunyai penyembuhan yang dapat diperkirakan atau dapat sembuh
dengan pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain, pengobatan mungkin hanya
diberikan untuk mencegah kanker yang kambuh, ini disebut pengobatan adjuvant.
Dalam beberapa kasus, kemoterapi diberikan untuk mengontrol penyakit dalam
periode waktu yang lama walaupun tidak mungkin sembuh. Jika kanker menyebar
luas dan dalam fase akhir, kemoterapi digunakan sebagai paliatif untuk
memberikan kualitas hidup yang lebih baik. Kemoterapi kombinasi telah
digunakan untuk penyakit metastase karena terapi dengan agen-agen dosis tunggal
belum memberikan keuntungan yang memuaskan Contoh obat yang digunakan
pada kasus kanker serviks antara lain CAP (Cyclophopamide Adremycin
Platamin), PVB (Platamin Veble Bleomycin) dan lain – lain. Cara pemberian
kemoterapi dapat diberikan secara ditelan, disuntikkan dan diinfus.

Obat kemoterapi yang paling sering digunakan sebagai terapi awal / bersama
terapi radiasi pada stage IIA, IIB, IIIA, IIIB, and IVA adalah cisplatin, flurouracil.
Sedangkan Obat kemoterapi yang paling sering digunakan untuk kanker serviks
stage IVB / recurrent adalah : mitomycin. pacitaxel, ifosamide.topotecan telah
disetujui untuk digunakan bersama dengan cisplastin untuk kanker serviks stage
lanjut, dapat digunakan ketika operasi / radiasi tidak dapat dilakukan atau tidak
menampakkan hasil kanker serviks yang timbul kembali / menyebar ke organ
lain.

Kemoterapi dapat digunakan sebagai:


 Terapi utama pada kanker stadium lanjut
 Terapi adjuvant/tambahan, setelah pembedahan untuk meningkatkan hasil
pembedahan dengan menghancurkan sel kanker yang mungkin tertinggal dan
mengurangi resiko kekambuhan kanker.
 Terapi neoadjuvan, sebelum pembedahan untuk mengurangi ukuran tumor.
 Untuk mengurangi gejala terkait kanker yang menyebabkan
ketidaknyamanan dan memperbaiki kehidupan pasien (stadium lanjut /
kanker yang kambuh)
 Memperpanjang masa hidup pasien (stadium lanjut / kanker yang kambuh)

Efek samping:
 Lemas dan kelelahan
Timbulnya mendadak atau perlahan dan tidak langsung menghilang saat
beristirahat, kadang berlangsung terus sampai akhir pengobatan. Olah raga
ringan. Tidur cukup, jangan terlalu banyak. Mengobrol dengan orang lain.
Makan cukup dan bergizi serta hindari makanan terlalu banyak lemak.
Lakukan aktivtias yang disukai. Terapi alternatif: pijat, relaksasi, meditasi,
yoga.
 Mual dan muntah
Mual dan muntah berlangsung singkat atau lama. Dapat diberikan obat anti
mual sebelum, selama, dan sesudah pengobatan. Makan dan minum sedikit
tapi sering. Hindari makanan yang berbau, berminyak, berlemak, berbumbu,
pedas, terlalu manis, panas, dan beraroma sitrus. Setelah makan jangan
langsung tidur, duduk atau berbaring dengan kepala diganjal setidaknya 1
jam setelah makan. Minum teh beraorama mint atau jahe/ makan permen
mint.
 Gangguan pencernaan
Beberapa obat kemoterapi dapat menyebabkan diare, bahkan ada yang diare
sampai dehidrasi berat dan harus dirawat. Kadang sampai terjadi sembelit.
o Bila terjadi diare : Kurangi makanan tinggi serat seperti buah mentah
dan sayur (selama periode diare). Hindari makanan pedas dan
pembentuk gas (tape, durian, nangka, minuman bersoda). Batasi
konsumsi susu selama diare. Minum minimal 1 cangkir setiap setelah
diare.
o Bila susah BAB : makan-makanan yang berserat dan perbanyak
minum air putih, jika memungkinkan olahraga.
 Mulut kering
Hindari rokok atau minuman beralkohol. Sikat gigi secara teratur. Gunakan
lipbalm jika bibir kering, jangan dikelupas. Makan makanan yang lunak,
tidak mengiritasi, asin, asam dan pedas. Banyak minum dan makan makanan
dingin atau pada suhu ruangan.
 Rambut rontok
Kerontokan rambut bersifat sementara, biasanya terjadi dua atau tiga minggu
setelah kemoterapi dimulai. Dapat juga menyebabkan rambut patah didekat
kulit kepala. Dapat terjadi seminggu setelah kemoterapi.
 Otot dan saraf
Beberapa obat kemoterapi menyebabkan kesemutan dan mati rasa pada jari
tangan dan kaki. Serta kelemahan pada otot kaki.
 Efek pada darah
Beberapa jenis obat kemoterapi ada yang berpengaruh pada kerja sumsum
tulang yang merupakan pabrik pembuat sel darah merah, sehingga jumlah sel
darah merah menurun. Yang paling sering adalah penurunan sel darah putih
(leukosit). Penurunan sel darah terjadi setiap kemoterapi, dan test darah
biasanya dilakukan sebelum kemoterapi berikutnya untuk memastikan
jumlah sel darah telah kembali normal. Penurunan jumlah sel darah dapat
menyebabkan:
- Mudah terkena infeksi
Hal ini disebabkan oleh penurunan leukosit, karena leukosit adalah sel
darah yang memberikan perlindungan infeksi. Ada juga beberapa obat
kemoterapi yang menyebabkan peningkatkan leukosit.
- Perdarahan
Keping darah (trombosit) berperan pada proses pembekuan
darah, apabila jumlah trombosit rendah dapat menyebabkan pendarahan,
ruam, dan bercak merah pada kulit.
- Anemia
Anemia adalah penurunan sel darah merah yang ditandai dengan
penurunan Hb (Hemoglobin). Karena Hb letaknya didalam sel darah
merah. Penurunan sel darah merah dapat menyebabkan lemah, mudah
lelah, tampak pucat.
 Kulit menjadi kering dan berubah warna
 Lebih sensitive terhadap sinar matahari.
 Kuku tumbuh lebih lambat dan terdapat garis putih melintang

4. Terapi paliatif (supportive care)


Terapi yang lebih difokuskan pada peningkatan kualitas hidup pasien. Contohnya:
Makan makanan yang mengandung nutrisi, pengontrol sakit (pain control).
Manajemen Nyeri Kanker Berdasarkan kekuatan obat anti nyeri kanker, dikenal 3
tingkatan obat, yaitu :
 Nyeri ringan (VAS 1-4) : obat yang dianjurkan antara lain Asetaminofen,
OAINS (Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid)
 Nyeri sedang (VAS 5-6) : obat kelompok pertama ditambah kelompok opioid
ringan seperti kodein dan tramadol
 Nyeri berat (VAS 7-10) : obat yang dianjurkan adalah kelompok opioid kuat
seperti morfin dan fentanil
Algoritma Penanganan Kanker Serviks Invasif

14. PROGNOSIS
Faktor-faktor yang menentukan prognosis:
1. Umur penderita
2. Keadaan umum
3. Tingkat klinik keganasan
4. Sitopatologi sel tumor
5. Kemampuan ahli atau tim ahli yag menanganinya
6. Sarana pengobatan yang ada
Stadium Penyebaran kanker serviks % Harapan Hidup 5 Tahun
0 Karsinoma insitu 100% penderita dalam stadium
ini akan sembuh
I Terbatas pada uterus Stadium IA memiliki 5-years
survival rate sebesar 95%.
Stadium IB 5-years survival
rate sebesar 70 sampai 90%.
II Menyerang luar uterus tetapi meluas Stadium 2A memiliki 5-years
ke dinding pelvis survival rate sebesar 70-90%.
Stadium 2B 5-years survival
rate sebesar 60-65%.
III Meluas ke dinding pelvis dan atau 50%,
sepertiga bawah vagina atau
hidronefrosis
IV Menyerang mukosa kandung kemih Kurang dari 30%.
atau rektum atau meluas keluar
pelvis sebenarnya

Ciri-ciri Karsinoma serviks yang tidak diobati atau tidak memberikan respons
terhadap pengobatan, 95% akan mengalami kematian dalam 2 tahun setelah timbul
gejala. Pasien yang menjalani histerektomi dan memiliki resiko tinggi terjadinya
rekurensi harus terus diawasi karena lewat deteksi dini dapat diobati dengan radioterapi.
Setelah histerektomi radikal, terjadi 80% rekurensi dalam 2 tahun.

Beberapa cara praktis yang dapat dilakukan sehari-hari antara lain :

1. Miliki pola makan sehat, yang kaya dengan sayuran, buah dan sereal untuk
merangsang sistem kekebalan tubuh. Misalnya mengkonsumsi berbagai karotena,
vitamin A, C, dan E, dan asam folat dapat mengurangi risiko terkena kanker leher
rahim. Diet rendah lemak.
2. Hindari merokok. Banyak bukti menunjukkan penggunaan tembakau dapat
meningkatkan risiko terkena kanker serviks.
3. Jangan terlalu sering mencuci vagina dengan obat antiseptik tertentu tanpa resep dari
dokter ataupn dengan menaburi bedak talk.
4. Melakukan pembersihan organ intim atau dikenal dengan istilah vagina toilet. Ini dapat
dilakukan sendiri atau dapat juga dengan bantuan dokter ahli. Tujuannya untuk
membersihkan organ intim wanita dari kotoran dan penyakit.
5. Hindari seks sebelum menikah atau di usia sangat muda atau belasan tahun.
6. Hindari berhubungan seks selama masa haid terbukti efektif untuk mencegah dan
menghambat terbentuknya dan berkembangnya kanker serviks.
7. Hindari berhubungan seks dengan banyak partner.
8. Secara rutin menjalani tes Pap smear secara teratur, terutama wanita-wanita yang
memiliki faktor resiko. Saat ini tes Pap smear bahkan sudah bisa dilakukan di
tingkat Puskesmas dengan harga terjangkau.
9. Alternatif tes Pap smear yaitu tes IVA dengan biaya yang lebih murah dari Pap
smear. Tujuannya untuk deteksi dini terhadap infeksi HPV.
10. Pemberian vaksin atau vaksinasi HPV untuk mencegah terinfeksi HPV
DAFTAR PUSTAKA

1. Setiawan, et al. Kamus Kedokteran Dorland Ed 29. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta:
2005. Hal 1051.
2. WHO, 2013. Human Papillomavirus (HPV) and Cervical Cancer, s.l.: World Health
Organization (WHO). Prawiroharjo,Sarwono. (2010). Ilmu Kandungan. Jakarta: EGC.
3. Dwipoyono. (2009). Kebijakan Pengendalian Penyakit Kanker Serviks di Indonesia.
Indonesian Journal of Cancer, 3(3), Juli-September
4. WHO. Cervical Cancer Screening in Developing Country. Report of a WHO Consultation.
WHO, Geneva, 2002.
5. Dwipoyono. (2009). Kebijakan Pengendalian Penyakit Kanker Serviks di Indonesia.
Indonesian Journal of Cancer, 3(3), Juli-September
6. Sogukopinar, N., et all.Cervical Cancer Prevention and Early Detection, Asian Pacific
Journal of Cancer Prevention. 2005. Vol 4;15-21.
7. Mardhikoen P. Tumor ganas alat genital. In: wiknjosastro H, saifuddin AB, Rachimhadhi T,
editor. Ilmu kandungan. 2end ed. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
2007. P 380.
8. Pedoman Pelayanan Medik Kanker Ginekologi, Kanker Serviks, ed-2, 2011, hal 19-28
9. European Society Gyncology Oncology (ESGO), Algorithms for management of cervical
cancer, 2011
10. Prawiroharjo,Sarwono. (2010). Ilmu Kandungan. Jakarta: EGC.
11. Yayasan Kanker Indonesia, (2013). Press Release Training of Trainers Pap Tes dan IVA
Serviks.
12. Dr. dr. Imam Rasjidi, Sp.OG (K) Onk. Devisi ginekologi, Departemen Obstetri dan
Ginekologi Siloa Hospital, lippo Karawaci, Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan
Tanggerang. Epidemiologi kanker serviks. Vol. III, No.3. juli- september 2009
13. Cervical Cancer Free Coalition. Cervical Cancer Global Crisis Card 2013. [Cited 2013 Agt
01]. Available from:http://www.cervicalcancerfree coalition.org/wp-
content/uploads/Cervical-Cancer-Global-Crisis-Card_2013.pdf
14. Profil Dinas Kesehatan Kota Semarang tahun 2011. [Cited 2013 Jun 26]. Available
from:http://dinkeskotasemarang.files.wordpress.com/2012/07/profil-kesehatan-kota-
semarang-2011.pdf
15. Wiknjosastro, H.,et all. (editor). Serviks Uterus. Ilmu Kandungan. Edisi Kedua. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono. 2009;380-387.
16. Martaadisoebrata, D. Carcinoma cervix. Ginekologi. Bandung : “Elstar Offset”. 2010.
17. Cunningham FG. Mcdonald PC. Karsinoma serviks. Obstetric Williams. Edisi 21. Vol 2.
Jakarta. EGC. 2007;1622-1625.
18. American Cancer Society. Cervical Cancer. Atlanta. American Cancer Society. 2012.
19. FIGO Committee on Gynecologic Oncology: FIGO staging for carcinoma ofthe vulva,
cervix, and corpus uteri. Int J Gynaecol Obstet 125 (2): 97-8,2014.
20. Norwitz, E., Schorge, J. Kanker Serviks. At a Glance Obstetri & Ginekologi. Edisi kedua.
Jakarta : Erlangga 2008; 62-63.
21. Nuranna, L. Penanggulangan Kanker Serviks yang Sahih dan Andal dengan metode Proaktif-
VO (Proaktif, koordinatif dengan skrining IVA dan terapi krio). Desertasi Program Doktor.
Jakarta: FKUI; 2005.
22. Rasjidi Imam. Manual Prakanker Serviks. 1st ed. Jakarta: Sagung Seto;2008
23. Sankaranarayanan R, Budukh AM Rajkumar R. Effective Screening Programmes for
Cervical Cancer in Low and middle-income developing countries. Bull of WHO 2001
24. Sjamsuddin S. Pencegahan dan deteksi dini kanker serviks. CDK 2001; 133:8.
25. Heffner, LJ. Schust, DJ. Kanker serviks. At a Glance Sistem Reproduksi.Edisi Kedua.
Jakarta : Erlangga 2011 ; 94-95.
26. Rasad S.Radiologi Diagnostik Edisi Kedua, editor: ekayuda I. Jakarta: FKUI. 2006.
27. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Kendalikan Kanker Serviks Sejak Dini
dengan Imunisasi. [Cited 2013 Jun 26]. Available
http://www.depkes.go.id/pdf.php?id=16112800001.

Anda mungkin juga menyukai