Anda di halaman 1dari 18

CASE REPORT

SEORANG LAKI-LAKI 35 TAHUN DENGAN VARIKOKEL

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu


Kedokteran Radiologi

PEMBIMBING :

dr. Hardiyanto, Sp. Rad

Disusun Oleh :

Bella Ardhilia Damayanti, S. Ked

J510185032

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KEDOKTERAN RADIOLOGI

RSUDKABUPATEN KARANGANYAR

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2018
HALAMAN PENGESAHAN

CASE REPORT

SEORANG LAKI-LAKI 35 TAHUN DENGAN VARIKOKEL

Diajukan Oleh :
Bella Ardhilia Damayanti, S. Ked

J510185032

Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari ................., .... ................... 2018

Pembimbing :
dr. Hardiyanto, Sp. Rad (..............................)

Dipresentasikan dihadapan :
dr. Hardiyanto, Sp. Rad (..............................)

Disahkan Ketua Program Profesi:

dr. Flora Ramona S. P., M. Kes, Sp. KK Dipl. STD-HIV AIDS(.............................)


BAB I

PENDAHULUAN

Varikokel merupakan pelebaran pembuluh darah vena dalam pleksus


pampiniformis skrotum dan vena spermatika interna. Varikokel terjadi selama
masa pubertas dan jarang ditemui pada usia < 10 tahun. Varikokel sering
ditemukan pada testis kiri dibandingkan pada testis kanan karena faktor anatomi.
Varikokel umumnya asimptomatik, tapi pada beberapa kasus, pasien merasakan
nyeri testis, atrofi testis atau infertilitas.

Varikokel dapat memberikan gejala tidak nyaman (uncomfortable


condition) pada skrotum seperti adanya benjolan di atas testis yang terasa nyeri.
Varikokel dapat menyebabkan gangguan spermatogenesis testis dan
steroidogenesis sekitar 15-20% dari semua laki-laki dan 40% laki-laki mengalami
infertile. Hal ini terjadi karena suhu intratestikular meningkat, refluks metabolit,
dan atau hipoksia testis.

Varikokel menyebabkan peningkatan insidens ketidakmatangan sperma,


apoptosis dan nekrosis. Pasien dengan varikokel derajat 1-3 yang berhubungan
dengan infertilitas harus dipertimbangkan untuk dilakukan perbaikan kondisi
varikokel. Setelah perbaikan, 40- 70% parameter semen pasien telah membaik dan
40% dapat mencapai kehamilan tanpa intervensi lain. Remaja dengan varikokel
dan atrofi testis atau kurangnya pertumbuhan juga harus mempertimbangkan
perbaikan.
BAB II

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Tn. A
Umur : 35 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Surakarta
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Tanggal Masuk RS : 25 Mei 2018
Tanggal Pemeriksaan : 25 Mei 2018

II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama

Pasien mengeluhkan adanya benjolan pada kantung zakar kanan.

B. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke RSUD Kab. Karanganyar dengan keluhan


benjolan pada kantong zakar kanan, awalnya benjolan dirasa kecil
makin lama makin membesar dan sejak 4 bulan yang lalu di sertai rasa
nyeri. Warna benjolan tidak memerah (sesuai warna kulit). Pasien sudah
menikah 2 tahun namun belum memiliki keturunan. Riwayat sering
mengangkat beban berat disangkal. BAB dan BAK normal.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


1. Riwayat penyakit serupa : disangkal
2. Riwayat opname : disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga


1. Riwayat penyakit serupa : disangkal
E. Riwayat Kebiasaan
1. Riwayat merokok : disangkal
2. Riwayat konsumsi alkohol : disangkal
3. Riwayat konsumsi obat bebas : disangkal

F. Anamnesis Sistem
1. Sistem Serebrospinal : tidak ada keluhan
2. Sistem Respirasi : tidak ada keluhan
3. Sistem Kardiovaskuler : tidak ada keluhan
4. Sistem Digestive : tidak ada keluhan
5. Sistem Urogenital : tidak ada keluhan
6. Sistem Muskuloskeletal : tidak ada keluhan

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Generalis
KU : Cukup
Kesadaran : CM
Tanda Vital
Tekanan darah : 130/80mmHg
Nadi : 88 x/menit
RR : 18 x/menit
Suhu : 36oC
1. Kepala : bentuk normal, simetris
2. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor, reflex cahaya (+/+), refleks kornea (+/+).
3. Leher : pembesaran KGB (-/-)
4. Thorax :
o Jantung
S1 dan S2 murni
Murmur –
Gallop –
o Paru
Simetris
Vesikuler +/+
Ronki -/-
Whezing-/-
5. Abdomen :
o Flat
o Supel, nyeri tekan (-)
o Timpani
o Bising usus + ( normal)
o Hepar/ lien tidak teraba
6. Ekstremitas : Tidak ada kelainan
B. Pemeriksaan Status Urologi
1. Inspeksi
Massa suprapubik (-), Regio scrotalis dextra tampak membesar,
darah dan pus pada OUE (-).
2. Palpasi
Nyeri ketok CVA (-), ballotement (-), massa suprapubik (-), teraba
massa seperti cacing di scrotum dextra ± 3x2cm, mobile,
permukaan tidak rata, nyeri (+), Konsistensi kenyal lunak
3. Manuver Valsava (+)
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. PEMERIKSAAN DARAH RUTIN
- Hb : 15,0 g/Dl, GOT / GPT : 67 / 82 u / L ,HCT : 42,2 %
- WBC : 24.130/mm3, GDS : 210 mg / dL , PLT : 250.000/mm3,
Elektrolit
- Na : 129 mmol/L
- K : 3,9 mmol/L
- Cl : 103 mmol/L

Profil Koagulasi
-CT / BT : 8 / 2 menit
Analisis Sperma
Oligoteratozoospermia

B. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
1. USG : Dilatasi vena spermatika interna pada plexus pampiniformis
dextra. T : Testis, V: varikokel

2. Colour Doppler

IV. ASSESMENT/DIAGNOSIS KERJA

Diagnosis kerja : Varikokel

V. PENATALAKSANAAN
Konservatif : Ketorolac inj 3x1Ampul
Ceftriaxon inj 2x1Ampul
Intervensi : Varikokelektomi
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI

Pada pria dewasa, masing-masing testis merupakan suatu organ


berbentuk oval yang terletak didalam skrotum. Beratnya masing-masing kira-
kira 10-12 gram, dan menunjukkan ukuran panjang rata-rata 4 sentimeter
(cm), lebar 2 cm, dan ukuran anteroposterior 2,5 cm. Testis memproduksi
sperma dan androgen (hormon seks pria).

Tiap testis pada bagian anterior dan lateral diliputi oleh membran
serosa, tunika vaginalis. Membran ini berasal dari peritoneum cavum
abdominal. Pada tunika vaginalis terdapat lapisan parietal (bagian luar) dan
lapisan visceral (bagian dalam) yang dipisahkan oleh cairan serosa. Kapsul
fibrosa yang tebal, keputihan disebut dengan tunika albuginea yang
membungkus testis dan terletak pada sebelah dalam lapisan visceral dari
tunika vaginalis. Pada batas posterior testis, tunika albuginea menebal dan
berlanjut ke dalam organ sebagai mediastinum testis.

Tunika albuginea berlanjut ke dalam testis dan membentuk septum


jaringan konektif halus, yang membagi kavum internal menjadi 250 lobulus
terpisah. Tiap-tiap lobulus mengandung sampai empat tubulus seminiferus
yang sangat rumit, tipis dan elongasi. Tubulus seminiferus mengandung dua
tipe sel: Kelompok nondividing support cells disebut sel-sel sustentacular dan
kelompok dividing germ cells yang terus menerus memproduksi sperma pada
awal pubertas. Cavum yang mengelilingi tubulus seminiferus disebut kavum
intersisial. Dalam cavum intersisial ini terdapat sel-sel intersisial (sel leydig).
Luteinezing hormone menstimulasi sel-sel untuk memproduksi hormon
disebut androgen. Terdapat beberapa tipe androgen, yang paling umum ialah
testosteron. Meskipun korteks adrenal mensekresi sejumlah kecil androgen,
sebagian besar androgen dilepaskan melalui sel-sel intersisial di testis, dimulai
pada masa pubertas.

Duktus dalam testis; rete testis merupakan suatu jaringan berkelok-


kelok saling terhubung di mediastinum testis yang menerima sperma dari
tubulus seminiferus. Saluran-saluran rete testis bergabung membentuk
ductulus eferen. Kirakira 12-15 ductulus eferen menghubungkan rete testis
dengan epididimis. Epididimis merupakan suatu struktur berbentuk koma
terdiri dari suatu duktus internal dan duktus eksternal melingkupi jaringan
konektif. Head epididimis terletak pada permukaan superior testis, dimana
body dan tail epididimis pada permukaan posterior testis. Pada bagian dalam
epididimis berisi duktus epididimis panjang, berkelok yang panjangnya kira-
kira 4 sampai 5 meter dan dilapisi oleh epitel berlapis silindris yang memuat
stereocilia (microvilli panjang).

Duktus deferens juga disebut vas deferens, saluran ini meluas dari tail
epididimis melewati skrotum, kanalis inguinalis dan pelvis bergabung dengan
duktus dari vesica seminalis membentuk duktus ejakulatorius pada glandula
prostat. Testis diperdarahi oleh arteri testicular, arteri yang bercabang dari
aorta setinggi arteri renal. Banyak pembuluh vena dari testis pada
mediastinum dengan suatu kompleks pleksus vena disebut pleksus vena
pampiniformis, yang terletak superior. Epididimis dan skrotum diperdarahi
oleh pleksus vena kremaster. Kedua pleksus beranastomose dan berjalan
superior, berjalan dengan vas deverens pada
spermatic cord. Spermatic cord dan epididimis diperdarahi oleh cabang arteri
vesical inferior dan arteri epigastrik inferior (arteri kremaster). Skrotum
diperdarahi cabang dari arteri pudendal internal (arteri scrotal posterior), arteri
pudendal eksternal cabang dari arteri femoral, dan cabang dari arteri epigastrik
inferior (kremaster). Aliran vena testis melalui pleksus vena pampiniformis,
terbentuk pada bagian atas epididimis dan berlanjut ke vena testikularis
melalui cincin inguinal. Vena testikularis kanan bermuara ke vena kava
inferior dengan suatu acute angle, dimana vena testikularis sinistra mengalir
ke vena renalis sinistra dengan suatu right angle.

B. DEFINISI
. Varikokel merupakan suatu dilatasi abnormal dan tortuous dari
vena pada pleksus pampiniformis dengan ukuran diameter melebihi 2 mm.
Dilatasi abnormal vena-vena dari spermatic cord biasanya disebabkan oleh
ketidakmampuan katup pada vena spermatik internal.

C. ETIOLOGI
Terdapat beberapa etiologi varikokel ekstratestikular seperti refluks
renospermatik, insufisiensi katup vena spermatika interna, refluks
ileospermatik, neoplastik, atau penyakit retroperitoneal lainnya, sindrom
malposisi visceral, dan pembedahan sebelumnya pada regio inguinal dan
skrotum. Varikokel intratestikular sering dihubungkan dengan atrofi
testikular ipsilateral terkait kelainan parenkhimal, tetapi apakah varikokel
intratestikular merupakan suatu penyebab atau akibat dari atrofi testikular
tetap belum jelas. Varikokel intratestikular biasanya, tetapi tak selalu,
terjadi berkaitan dengan suatu varikokel ekstratestikular ipsilateral.

D. EPIDEMIOLOGI
Varikokel terdeteksi lebih sering pada populasi pria infertil
dibanding pada pria fertil. Sebagian besar varikokel terdeteksi setelah
pubertas dan prevalensi pada pria dewasa sekitar 11-15%. Pada 80-90%
kasus, varikokel hanya terdapat pada sebelah kiri; varikokel bisa bilateral
hingga 20% kasus, meskipun dilatasi sebelah kanan biasanya lebih kecil.
Varikokel unilateral sebelah kanan sangat jarang terjadi.
Varikokel pada remaja pria pernah dilaporkan sekitar 15% kasus.
Varikokel biasanya terdiagnosis pada 20-40% pria infertil. Insidensi
varikokel yang teraba diperkirakan 15% pada populasi umum pria dan 21-
39% pria subfertil. Meskipun varikokel pernah dilaporkan pada pria
sebelum remaja, varikokel jarang pada kelompok usia ini. Pada suatu
penelitian oleh Oster (1971) pada 1072 anak sekolah laki laki di Denmark,
tidak ditemui adanya varikokel pada 188 anak laki-laki yang berusia antara
6 sampai 9 tahun. Insidensi varikokel pada anak yang lebih tua (usia 10-25
tahun), bervariasi antara 9% sampai 25,8% dengan suatu rerata 16,3%.
Varikokel ekstratestikular merupakan kelainan yang diketahui
umum terjadi, dimana terdapat pada 15% sampai 20% pria. Varikokel
intratestikular sebaliknya suatu kelainan yang jarang dan sesuatu yang
relatif baru dimana dilaporkan kurang dari 2% pada pria yang menjalani
sonografi testis dengan gejala.

E. KLASIFIKASI
Berdasarkan penyebabnya :
1. Varikokel primer (idiopatik),
2. Varikokel sekunder
Berdasarkan manifestasi klinis :
1. Varikokel klinis
2. Varikokel subklinis. Varikokel subklinis yaitu varikokel yang pada
pemeriksaan fisik tidak dapat ditemukan dan memerlukan pemeriksaan
radiologi untuk menegakan diagnosis.
Berdasarkan lokasinya :
1. Varikokel ekstratestikuler
2. Varikokel intratestikuler.

F. PATOFISIOLOGI
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab
varikokel, tetapi dari pengamatan membuktikan bahwa varikokel sebelah
kiri lebih sering dijumpai daripada sebelah kanan. Jika terdapat varikokel
di sebelah kanan atau varikokel bilateral patut dicurigai adanya kelainan
pada rongga retroperitoneal (terdapat obstruksi vena karena tumor), muara
vena spermatika kanan pada vena renails kanan, atau adanya situs
inversus. Varikokel dapat menimbulkan gangguan proses spermatogenesia
melalui beberapa cara antara lain:
1. Terjadi stagnasi darah balik pada sirkulasi testis sehingga testis
mengalami hipoksia karena kekurangan oksigen.
2. Refluks hasil metabolit ginjal dan adrenal (antara lain katekolamin dan
prostaglandin) melalui vena spermatika interna ke testis.
3. Peningkatan suhu testis.
4. Adanya anastomosis antara pleksus pampiniformis kiri dan kanan,
memungkinkan zat-zat hasil metabolit tadi dapat dialirkan dari testis kiri
ke testis kanan sehingga menyebabkan gangguan spermatogenesis testis
kanan dan pada akhirnya terjadi infertilitas.

G. MANIFESTASI KLINIS
Keluhan yang sering muncul adalah belum mempunyai anak
setelah beberapa tahun menikah, adanya benjolan di atas testis, dan nyeri
pada testis. Umumnya tidak bergejala. Adanya rasa tidak nyaman, nyeri
disertai pembengkanan pada skrotum. Erat kaitannya dengan infertilitas.
Atrofi testis juga merupakan gejala lain yang dapat terjadi pada penderita
varikokel. Pada pemeriksaan fisik bag of worm.
H. DIAGNOSIS
Pemeriksaan dilakukan dalam posisi berdiri, dengan memperhatikan
keadaan skrotum kemudian dilakukan palpasi. Secara klinis varikokel
dibedakan dalam 3 tingkatan/derajat:
1. Derajat kecil adalah varikokel yang dapat dipalpasi setelah pasien
melakukan manuver valsava
2. Derajat sedang adalah varikokel yang dapat dipalpasi tanpa
melakukan
manuver valsava.
3. Derajat besar adalah varikokel yang sudah dapat dilihat bentuknya
tanpa melakukan manuver valsava.
Untuk menilai seberapa jauh varikokel telah menyebabkan kerusakan
pada tubuli seminiferi dilakukan pemeriksaan analisis semen.

B. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
1. Ultrasonografi  modalitas terpilih
Pada USG varikokel intratestikuler : struktur tubuler anechoic,
dengan ukuran lebih dari 2 mm, berlokasi didalam ataupun disekitar
mediastinum testis, disertai venous flow pada colour atau pulsed
doppler dan memberikan respon positif pada valsava maneuver.
Pada Varikokel ekstratestikular struktur anechoic multiple yang
berkelok-kelok dengan diameter lebih dari 2 mm yang terletak
berdekatan atau berada di bagian proksimal dari pole atas testis dan
bagian head epididymis disertai venous flow pada colour atau pulsed
Doppler dan memberikan respon positif pada valsava
maneuver.
Colour Doppler Ultrasound saat ini merupakan gold standard
untuk mendiagnosis varikokel.
2. CT Scan
Varikokel pada CT scan akan memberikan gambaran dilatasi pembuluh
darah vena spermatika interna dengan densitas yang isodens didaerah
canalis inguinalis dan pada pemberian kontras akan memberikan
enhancement.
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
4. Venografi
Venografi yang merupakan gold standard pada pemeriksaan varikokel
a. Embolisasi Varikokel Indikasi : Nyeri dan pembengkakan pada
skrotum Infertilitas, Atrofi testis pada pasien anak dengan derajat
varikokel berat, Varikokel berulang setelah dilakukan tindakan
pembedahan, Kegagalan analisis semen setelah 3 bulan terapi.
Kontraindikasi gangguan dari sistem pembekuan darah, terapi anti
koagulan, alergi kontras, Gangguan fungsi ginjal.
C. PENATALAKSANAAN
Varikokel yang telah menimbulkan gangguan fertilitas atau gangguan
spermatogenesis merupakan indikasi untuk mendapatkan suatu terapi.
Tindakan yang dikerjakan adalah ligasi tinggi vena spermatika interna
secara Palomo melalui operasi terbuka atau bedah laparoskopi.

D. EVALUASI
Pasca tindakan dilakukan evaluasi keberhasilan terapi, dengan melihat
beberapa indikator antara lain berupa bertambahnya volume testis,
perbaikan hasil analisis semen (yang dikerjakan setiap 3 bulan), atau
pasangan itu menjadi hamil. Pada kerusakan testis yang belum parah,
evaluasi pasca bedah vasoligasi tinggi dari Palomo didapatkan 80% terjadi
perbaikan volume testis, 60-80% terjadi perbaikan analisis semen, dan
50% pasangan menjadi hamil.
BAB IV
KESIMPULAN

Varikokel merupakan suatu kelainan dilatasi dari vena pada


pleksus pampiniformis. Varikokel dipertimbangkan menjadi suatu penyebab
potensial infertilitas pria. Varikokel ekstratestikular merupakan kelainan
yang umum terjadi, sebaliknya varikokel intratestikular merupakan kelainan
yang jarang. Diagnosis varikokel ditegakkan berdasarkan klinis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan radiologi dan analisis
semen. Ultrasonografi dan terutama sekali Color Doppler tampil menjadi metode
paling terpercaya dan praktis untuk mendiagnosis varikokel. Diagnosis varikokel
secara tepat dan cepat sangat penting, dimana pada sebagian besar
kasus dengan diagnosis dan tatalaksana yang tepat dapat menghasilkan
peningkatan kualitas semen.

Gambaran ultrasonografi varikokel terdiri dari struktur tubular, anekhoik


(‘lingkaran cacing’), multipel, turtuos, ukuran diameter lebih dari 2 mm yang
biasanya paling baik tampak pada superior dan / lateral testis, manuver valsava
positif. Gambaran sonografi varikokel intratestikuler yaitu struktur yang
menyebar dari mediastinum testis ke parenkhim testikuler. Sistem penilaian CDU
pada diagnosis varikokel mencakup diameter vena maksimum, pleksus / jumlah
diameter vena, dan perubahan kecepatan aliran pada manuver valsava. Sedangkan
gambaran ultrasonografi spermatokel dan ektasia tubular menjadi
diagnosis banding gambaran varikokel. Gambaran yang dapat dibedakan dengan
varikokel diantaranya pada spermatokel berdinding tipis, pada kaput epididimis,
kadang dengan septasi, dapat hiperekhoik dan tampak solid, USG color doppler
tampak tanda ‘turun salju’, dan pada ektasia tubular yaitu struktur
avaskular pada mediastinum, sering bilateral dan asimetris, adanya kista
epididimal.
DAFTAR PUSTAKA

Mustika, Nia. et al., 2014. Gambaran Pasien Varikokel Kiri Yang Menjalani
Operasi Palomo Procedure Di Rumah Sakit Pekanbaru Medical Center
Periode Januari 2009 – Desember 2013. JOM FK 1(2).

Purnomo, Basuki B. Dasar-dasar Urologi. Edisi kedua. Sagung Seto:2007.

Schwartz, Shires, Spencer. 2000. Intisari prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Edisi 6.


Jakarta: EGC.
Sjamsuhidajat R, Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.
Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai