Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN KASUS

COLIC RENAL

PEMBIMBING :
dr. Ramzie Nendra Diansyah, Sp.U

PEMBIMBING INTERNSIP:
dr. Marisa Skolastika
dr. Fenny Shuriana

DISUSUN OLEH:
dr. Luthfan Dio Satria Bachri

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


PERIODE DUA TAHUN 2020
RS KARTIKA CIBADAK
KABUPATEN SUKABUMI
2020

1
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus yang mengenai
“Colic Renal”. Penulisan laporan kasus ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu
syarat dalam menjalani Program Internsip Dokter Indonesia .
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini dapat terselesaikan dengan adanya
bantuan moril dari berbagai pihak, sehingga dengan hormat penulis menyampaikan
terima kasih sebesar-besarnya kepada dr. Ramzie Nendra Diansyah, Sp.U, dr. Marisa
Skolastika, dan dr Fenny Shuriana selaku dokter pembimbing.
Penulis menyadari bahwa dalam laporan kasus ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, segala kritik komentar yang bersifat membangun diharapkan dapat dijadikan
perbaikan di masa datang. Penulis berharap semoga laporan kasus ini memberikan
manfaat bagi semua pihak.

Desember 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
BAB II LAPORAN KASUS............................................................................ 2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 15
III.1. DEFINISI.............................................................................. 15
III.2. EPIDEMIOLOGI.................................................................. 15
III.3. ANATOMI FISIOLOGI........................................................ 15
III.4. ETIOLOGI............................................................................ 18
III.5. FAKTOR RESIKO................................................................ 19
III.6. KLASIFIKASI...................................................................... 19
III.7. PATOGENESIS.................................................................... 20
III.8. PATOFISIOLOGI................................................................. 21
III.9. DIAGNOSIS......................................................................... 23
III.10. GEJALA KLINIS................................................................ 23
III.11. PENATALAKSANAAN.................................................... 24
III.12. KOMPLIKASI.................................................................... 26
BAB IV ANALISIS KASUS............................................................................ 28
BAB V KESIMPULAN................................................................................ 39
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 40

ii
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Nefrolitiasis (batu ginjal) merupakan salah satu penyakit ginjal, dimana
ditemukannya batu yang mengandung komponen kristal dan matriks organik yang
merupakan penyebab terbanyak kelainan saluran kemih. Lokasi batu ginjal khas
dijumpai di kaliks, atau pelvis dan bila keluar akan terhenti dan menyumbat pada
daerah ureter (batu ureter) dan kandung kemih (batu kandung kemih). Batu ginjal
dapat terbentuk dari kalsium, batu oksalat, kalsium oksalat, atau kalsium fosfat.
Namun yang paling sering terjadi pada batu ginjal adalah batu kalsium.
Penyebab terbentuknya batu ginjal belum diketahui, oleh karena banyak faktor
yang dilibatkannya. Diduga dua proses yang terlibat dalam batu ginjal yakni
supersaturasi dan nukleasi. Supersaturasi terjadi jika substansi yang menyusun batu
terdapat dalam jumlah besar dalam urin, yaitu ketika volume urin dan kimia urin yang
menekan pembentukan batu menurun. Pada proses nukleasi, natrium hidrogen urat,
asam urat dan kristal hidroksipatit membentuk inti. Ion kalsium dan oksalat kemudian
merekat (adhesi) di inti untuk membentuk campuran batu. Proses ini dinamakan
nukleasi heterogen. Prevalensi penyakit ini diperkirakan sebesar 7% pada perempuan
dewasa dan 13% pada laki-laki dewasa. Empat dari lima pasien adalah laki-laki,
sedangkan usia puncak adalah dekade ketiga sampai ke empat. Nefrolitiasis
merupakan kasus yang cukup sering dijumpai berkaitan dengan penyakit pada traktus
urinarius. Mengenai 5-10% populasi manusia. Tanpa pengobatan preventif, angka
terjadinya nefrolitiasis rekurens cukup tinggi, yaitu sekitar 50% dalam waktu 5 tahun
setelah kejadian pertama. 50 % dengan nefrolitiasis asiomptomatik dapat memberikan
gejala dalam waktu 5 tahun setelah terdiagnosis.2

1
BAB II
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama Pasien : Tn. KBU

Umur : 57 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Supir

Alamat : Bojonggenteng

Waktu Pemeriksaan : 11 November 2020

B. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Nyeri pinggang kanan dan kiri

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien laki-laki, 57 tahun datang ke IGD dengan keluhan nyeri


pinggang kanan dan kiri vas 7/10 sejak 1 hari lalu. Nyeri pinggang dirasakan
tiba-tiba dan tidak menjalar. Pinggang kanan dirasakan lebih nyeri dibanding
pinggang kiri. Nyeri dirasakan terus menerus. Pasien juga merasakan sedikit
mual namun keluhan muntah disangkal. Awalnya 1 hari lalu, pasien mulai
merasakan buang air kecil tidak nyaman dan terasa nyeri setelah BAK. Pasien
mengatakan urinnya berwarna jernih tanpa disertai adanya campuran darah,
warna keruh, maupun berpasir/batu saat BAK. Tidak didapatkan adanya
demam, BAK tidak tuntas, BAK terputus, sulit memulai dan mengakhiri BAK,
BAK yang bersifat tiba-tiba, dan peningkatan frekuensi BAK.

2
Riwayat Pengobatan :

Pasien mengatakan belum pernah berobat ke klinik maupun RS


sebelumnya

Riwayat Penyakit Dahulu : Riw. Pasang ring jantung 4 tahun lalu, HT (+)

Riwayat Penyakit Keluarga :-

Riwayat Alergi :-

Riwayat Psikososial :-

C. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Pasien Tampak Sakit Sedang

Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan Darah : 140/90 mmHg

Frekuensi Nadi : 97 x/menit

Frekuensi Nafas : 21 x/menit

Suhu Tubuh : 36,7 oC

Berat Badan : 62 kg

Tinggi Badan : 172 cm

Status Gizi : IMT 21,01 (Normoweight)

Status Generalis :

Kepala : Bentuk normal, tidak teraba benjolan, rambut berwarna hitam


terdistribusi merata, tidak mudah dicabut

Mata : CA-/-, SI -/-, cekung -/-, pupil bulat, isokor ø3mm/3mm, edema
palpebra -/- , refleks cahaya +/+

Telinga : Bentuk normal, liang telinga lapang, sekret -/-, serumen -/-

3
Hidung : Bentuk normal, deviasi septum nasi (-), sekret -/-

Mulut : Sianosis (-), lembab, letak uvula di tengah, faring hiperemis


(-), tonsil T1-T1

Leher : Pembesaran KGB (-)

Thorax :

Inspeksi : Bentuk dada kanan dan kiri simetris, barrel chest (-),
pergerakan dinding dada simetris,

Palpasi : Vokal fremitus simetris kiri dan kanan, tidak semakin


besar ataupun kecil.

Perkusi : Sonor seluruh lapang paru

Auskultasi :

Cor :S1 S2 reguler, Murmur(-), Gallop (-),

Pulmo: Ves +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen:

Inspeksi: Supel, cembung, distensi (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Palpasi : defans muscular (-), nyeri tekan (-), nyeri ketok CVA
+/+, nyeri tekan simfisis pubis (-)

Perkusi : Timpani, pekak hepar (+)

Ekstremitas: Akral hangat, CRT<2 detik, Sianosis -/-/-/-, Edema -/-/-/-

Inguinal - genitalia - anus : Tidak diperiksa

4
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hemoglobin : 15,6 g/dL (N: 10,5-13,5 g/dL)

Hematokrit : 43,8 % (N: 33,0-40,0 %)

Jumlah Leukosit : 12.700 /uL (N: 4.000-10.000 /uL)

Jumlah Trombosit : 232.000/uL (N: 150.000-350.000/uL)

Hitung Jenis

Basofil : 0% (N: 0-1%)

Eosinofil : 2% (N: 1-3%)

Batang :2% (N: 2-6%)

Segmen : 68% (N: 50-70%)

Limfosit : 24% (N: 20-40%)

Monosit : 4% (N: 2-8%)

GDS : 78 mg/dL (N: 70-180 mg/dL)

Ureum : 52 mg/dl (N: 10-50 mg/dL)

Kreatinin : 1,93 mg/dl (N: 0,7-1,3 mg/dL)

Rapid Test Covid-19 : Non Reaktif

Urin rutin:

Warna : Kuning tua ( N: kuning muda sampai tua)

Kejernihan : Jernih ( N: Jernih)

Berat jenis: 1.010 (N: 1010-1030)

PH: 5,0 (N: 7,0 Netral)

Protein urin : Negatif (N: negatif)

Glukosa : Negatif (N: negatif)

5
Keton : Negatif (N: negatif)

Bilirubin : Negatif (N: negatif)

Urobilinogen: Normal (N: Normal)

Leukosit Esterase: Negatif (N: negatif)

Nitrit: Negatif (N: Negatif)

Blood: Positif +++ (N: Negatif)

Leukosit: 1-3 (N: 1-6)

Eritrosit: 8-10 (N: 0-1)

Epitel sel: Positif (N:positif)

Silinder: Negatif (N:negative)

Kristal: Negatif (N: negatif)

Bakteri : Negatif (N: negatif)

Ragi: Negatif (N:negatif)

E. DIAGNOSIS KERJA

Colic renal ec susp. Nefrolithiasis dextra et snistra

F. PENATALAKSANAAN

Kuratif

Medikamentosa :

 Tatalaksana IGD : Ranitidin 50 mg iv, Ondansentron 4 mg iv,


Ketorolac 30 mg iv

 Advice dr. Ramzie SpU :

o Ketoroloac 2x30mg iv

o Ondansenron 2x4mg iv

6
o Ranitidin 2x50 mg iv

o Prostam SR 1x0,4 mg po malam

o USG urologi

G. PROGNOSIS : Dubia ad Bonam

H. EDUKASI :
a. Penyakit yang diderita adalah penyakit yang tidak menular, penyebab, serta
komplikasinya.
b. Menjelaskan kepada pasien gejala - gejala nefrolitiasis

FOLLOW UP

12/11/2020 :

S: Nyeri pinggang kanan dan kiri masih dirasakan, terutama pinggang bagian kanan.
BAK lancar namun setelah BAK terkadang terasa tidak nyaman. Mual dan Muntah
disangkal.

O: Kes: CM

Td: 130/80 mmHg

N: 84x/menit

Rr: 20x/menit

S: 36,4 C

Mata: CA (-/-), SI (-/-)

Thorak:

Paru: SDVes (+/+), Rh (-/-), Whz (-/-)

Cor: BJ I-II (N), M (-), G (-)

Abd: Supel, Bu (+) N, Nyeri ketok CVA (+/+)

Eks: Akral hangat

7
A: Colic Renal

P : Tunggu Hasil USG urologi

Ranitidin 2x50 mg iv

Ketorolac 2x30 mg iv

Prostam SR 1x0,4 mg PO malam

13/11/2020 :

S: Nyeri pinggang di sebelah kanan masih dirasakan. Namun keluhan nyeri pinggang
dirasakan lumayan berkurang. BAK lancar namun setelah BAK terkadang terasa tidak
nyaman. Mual dan Muntah disangkal.

O: Kes: CM

Td: 120/80 mmHg

N: 81x/menit

Rr: 20x/menit

S: 36,6 C

Mata: CA (-/-), SI (-/-)

Thorak:

Paru: SDVes (+/+), Rh (-/-), Whz (-/-)

Cor: BJ I-II (N), M (-), G (-)

Abd: Supel, Bu (+) N, Nyeri ketok CVA (+/-)

Eks: Akral hangat

8
Hasil USG Abdomen bawah 12/11/20

Kesan:

Ginjal kanan: bentuk dan ukuran normal. Ekogenitas meningkat. Batas


kortikomedular mulai kabur, medulla ginjal hiperekoik. Tidak tampak penipsan
korteks. Pyelokaliks system melebar moderate. Tampak multiple lesi hiperekoik
dengan acoustic shadow (terukur 2,85cm).

9
Ginjal kiri: ekogenitas meningkat, batas kortikomedular mulai kabur. Medulla ginjal
hiperekoik. Tidak tampak penipisan korteks. Pyelokaliks sytem melebar ringan.
Tampak lesi hiperekoik dengan acoustic shadow (terukur 0,98 cm).

Vesica urinaria: Bentuk dan ukuran normal, dinding tidak menebal, tidak tampak
batu maupun massa.

Prostat: Bentuk dan ukuran normal (volume = 22,73 cc). Parenkim homogeny, tidak
tampak massa/nodul/kalsifikasi

Kesimpulan:

 Multiple nefrolitiasis kanan (terukur 2,85 cm)

 Nefrolitiasis kiri (terukur 0,98 cm)

 Hidronefrosis kanan grade 2

 Hidronefrosis kiri grade 1

 Proses inflamasi ginjal kanan dan kiri dd/ pyelonephritis

10
Hasil Foto Abdomen polos 13/11/20

Kesan:

 Preperitoneal fat line baik

 Psoas line dan kontur kedua ginjal

 Distribusi udara usus pada cavum abdomen dan cavum pelvis normal

 Tidak tampak distensi maupun dilatasi usus

 Tidak tampak jelas opasitas patologis pada cavum abdomen

 Tidak tampak opasitas patologis pada cavum pelvis

 Fecal material banyak

 Sentinel loop hemiabdomen kanan kiri

11
Kesimpulan:

Tidak tampak batu opaque pada cavum abdomen dan cavum pelvis.

A: Colic Renal ec Nefrolithiasis dextra et snistra

P : Ranitidin 2x50 mg iv

Ketorolac 2x30 mg iv

Prostam SR 1x0,4 mg PO malam

Advice dr. Ramzie, Sp.U tgl 13/11/20 :

- Jika keluhan sudah berkurang pasien boleh pulang

- Nanti kontrol poli urologi tgl 24 November 2020 untuk CT Scan

- NA diklofenak 2x50 mg PO

- Prostam SR 1x0,4 mg PO malam

12
FOLLOW UP HASIL CT SCAN ABDOMEN TANPA KONTRAS
24/11/20

Kesan :

 Hidronefrosis dextra grade III dengan multiple nephrolithiasis dextra,


pada calyx medial setinggi VL 1 ukuran lk 1,5 x 1,3 cm, pada calyx
inferior di setinggi VL 2-3 (awal staghorn), ukuran lk 3,8 x 3,4 cm.

13
 Simple cyst rend dextra pole superior, diameter lk 2,2 cm
 Hidroureter dextra pars proximal derajat ringan. Tak tampak batu di
ureter bilateral
 Tak tampak kelainan hepar, vesica fellea, lien, pancreas, ren sinistra, VU dan
prostat
 Spondylosis lumbalis dengan HNP DIV L5-S1
 Aortosclerosis abdominalis dan cabang cabangnya

14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

III.1 Definisi
Nefrolitiasis (batu ginjal) merupakan suatu keadaan dimana terdapat satu atau lebih
batu di dalam pelvis atau kaliks dari ginjal.Secara garis besar pembentukan batu ginjal
dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik yaitu umur, jenis
kelamin, dan keturunan, sedangkan faktor ekstrinsik yaitu kondisi geografis, iklim,
kebiasaan makan, zat yang terkandung dalam urin, pekerjaan, dan sebagainya.

III.2 Epidemiologi
Nefrolitiasis atau batu ginjal adalah keadaan dimana ditemukannya batu pada ginjal.
Berdasarkan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia tahun 2013, salah satu penyakit
ginjal yang paling sering terjadi di Indonesia adalah batu ginjal. Prevalensi penyakit
ini diperkirakan lebih sering pada laki-laki dibanding perempuan. Ini terjadi
dikarenakan adanya perbedaan aktivitas fisik, pola makan, serta struktur anatomis
yang berbeda.Secara garis besar pembentukan batu ginjal dipengaruhi oleh faktor
intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik yaitu umur, jenis kelamin, dan keturunan,
sedangkan faktor ekstrinsik yaitu kondisi geografis, iklim, kebiasaan makan, zat yang
terkandung dalam urin,pekerjaan, dan sebagainya.

III.3 Anatomi Fisiologi


Anatomi
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terdapat sepasang (masing
masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan posisinya retroperitoneal. Ginjal
kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm) dibanding ginjal kiri, hal ini
disebabkan adanya hati yang mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri
adalah tepi atas iga (vertebra T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah tepi
bawah iga atau iga 12. Adapun kutub bawah ginjal kiri adalah processus transverses
vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari krista iliaka) sedangkan kutub bawah ginjal kanan
adalah pertengahan vertebra L3. Dari batas-batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal

15
kanan posisinya lebih rendah dibandingkan ginjal kiri. Secara umum, ginjal terdiri
dari beberapa bagian: 2
1. Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari korpus
renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal
dan tubulus kontortus distalis.
2. Medula, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus rektus,
lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus colligent).
3. Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal
4. Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah korteks
5. Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah, serabut saraf atau
duktus memasuki/meninggalkan ginjal.
6. Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul dan
calix minor.
7. Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.
8. Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.
9. Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan antara
calix major dan ureter.
10. Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.

16
Fisiologi
Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi ECF (cairan
ekstraseluler) dalam batas – batas normal. Komposisi dan cairan ekstrasel ini
dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorpsi, dan sekresi tubulus. Ginjal
mengekskresikan bahan – bahan kimia asing tertentu (misalnya obat – obatan),
hormone dan metabolit lain, tetapi fungsi yang paling utama adalah mempertahankan
volume dan komposisi ECF dalam batas normal. Tentu saja ini dapat terlaksana
dengan mengubah ekskresi air dan zat terlarut, kecepatan filtrasi yang tinggi
memungkinkan pelaksanaan fungsi ini dengan ketepatan yang tinggi. Pembentukan
renin dan eritropoetin serta metabolism vitamin D merupakan fungsi non-ekskretor
yang penting.3 Ginjal juga berperan penting dalam degradasi insulin dan pembentukan
sekelompok senyawa yang mempunyai makna endokrin yang berarti, yaitu
prostaglandin. Sekitar 20% insulin yang dibentuk oleh pancreas didegradasi oleh sel –
sel tubulus ginjal. Akibatnya penderita diabetes yang menderita payah ginjal
membutuhkan insulin yang jumlahnya lebih sedikit. Prostaglandin merupakan
hormone asam lemak tidak jenuh yang terdapat banyak dalam jaringan tubuh. Medula
ginjal membentuk PGI dan PGE2 yang merupakan vasodilator potensial.
Prostaglandin mungkin berperan penting pada pengaturan aliran darah ginjal,
pengeluaran renin dan reabsorpsi Na+. Kekurangan prostaglandin mungkin juga turut
dalam beberapa bentuk hipertensi ginjal sekunder, meskipun bukti – bukti yang ada
sekarang ini masih kurang memadai.3

17
III.4 Etiologi
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran
urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan lain
yang idiopatik. Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah
terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor- faktor tersebut antara lain :
Faktor Intrinsik :
- Herediter (keturunan)
- Umur :sering dijumpai pada usia 30-50 tahun.
- Jenis Kelamin :lebih sering pada laki-laki dibandingkan perempuan.
Faktor Ekstrinsik :
- Geografis : pada beberapa daerah menunjukan angka kejadian batu saluran kemih
yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt
(sabuk batu), sedangkan daerah batu di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai penyakit
batu saluran kemih.
Iklim dan temperatur
Asupan air : kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang
dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
Diet : Diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit batu
saluran kemih.
Pekerjaan : Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk
atau kurang aktivitas atau sedentary life.
Penyebab dari renal calculi adalah idiopatik akan tetapi ada faktor-faktor predisposes
dan yang utama adalah UTI (Urinary Tract Infection). Infeksi ini akan meningkatkan
timbulnya zat-zat organik. Zat-zat ini dikelilingi oleh mineral-mineral yang
mengendap. Pengendapan mineral-mineral ini akan meningkatkan alkalinitas urin dan
mengakibatkan pengendapan calsium posphat dan magnesium-amonium posphat.
Stasis urin juga dapat menimbulkan pengendapan zat-zat organik dan mineral-
mineral. Dehidrasi juga merupakan faktor resiko terpenting dari terbentuknya batu
ginjal. Faktor-faktor lain yang dikaitkan dengan pembentukan batu adalah sebagai
berikut : konsumsi antasida, vitamin D dan kalsium karbonat jangka panjang.

18
III.5 Faktor Risiko
Faktor risiko nefrolitiasis (batu ginjal) umumnya biasanya karena adanya riwayat batu
di usia muda, riwayat batu pada keluarga, ada penyakit asam urat, kondisi medis lokal
dan sistemik, predisposisi genetik, dan komposisi urin itu sendiri. Komposisi urin
menentukan pembentukan batu berdasarkan tiga faktor, berlebihnya komponen
pembentukan batu, jumlah komponen penghambat pembentukan batu (seperti sitrat,
glikosaminoglikan) atau pemicu (seperti natrium, urat). Anatomis traktus anatomis
juga turut menentukan kecendrungan pembentukan batu.

III.6 Klasifikasi
Terdapat beberapa jenis variasi dari batu ginjal, yaitu:
1. Batu Kalsium
Batu yang paling sering terjadi pada kasus batu ginjal. Kandungan batu jenis ini
terdiri atas kalsium oksalat, kalsium fosfat, atau campuran dari kedua unsur tersebut.
Faktor-faktor terbentuknya batu kalsium adalah:
a. Hiperkalsiuri
Terbagi menjadi hiperkalsiuri absorbtif, hiperkalsiuri renal, dan hiperkasiuri resorptif.
Hiperkalsiuri absorbtif terjadi karena adanya peningkatan absorbsi kalsium melalui
usus, hiperkalsiuri renal terjadi akibat adanya gangguan kemampuan reabsorbsi
kalsium melalu tubulus ginjal dan hiperkalsiuri resorptif terjadi karena adanya
peningkatan resorpsi kalsium tulang.
b. Hiperoksaluri
Merupakan eksresi oksalat urin yang melebihi 45 gram perhari.
c. Hiperurikosuria
Kadar asam urat di dalam urin yang melebihi 850 mg/24 jam.
d. Hipositraturia
Sitrat yang berfungsi untuk menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau fosfat
sedikit.
e. Hipomagnesuria

19
Magnesium yang bertindak sebagai penghambat timbulnya batu kalsium kadarnya
sedikit dalam tubuh. Penyebab tersering hipomagnesuria adalah penyakit inflamasi
usus yang diikuti dengan gangguan malabsorbsi.
2. Batu Struvit
Batu yang terbentuk akibat adanya infeksi saluran kemih.
3. Batu Asam Urat
Biasanya diderita pada pasien-pasien penyakit gout, penyakit mieloproliferatif, pasien
yang mendapatkan terapi anti kanker, dan yang banyak menggunakan obat urikosurik
seperti sulfinpirazon, thiazid, dan salisilat.
4. Batu Jenis Lain
Batu sistin, batu xanthine, batu triamteran, dan batu silikat sangat jarang dijumpai.

III.7 Patogenesis
Pembentukan batu pada ginjal umumnya membutuhkan keadaan supersaturasi.
Namun pada urin normal, ditemukan adanya zat inhibitor pembentuk batu. Pada
kondisi-kondisi tertentu, terdapat zat reaktan yang dapat menginduksi pembentukan
batu. Adanya hambatan aliran urin, kelainan bawaan pada pelvikalises, hiperplasia
prostat benigna, striktura, dan buli buli neurogenik diduga ikut berperan dalam proses
pembentukan batu. Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan
organik maupun anorganik yang terlarut dalam urin. Kristal-kristal tersebut akan tetap
berada pada posisi metastable (tetap terlarut) dalam urin jika tidak ada keadaan-
keadaan yang menyebabkan presipitasi kristal. Apabila kristal mengalami presipitasi
membentuk inti batu, yang kemudian akan mengadakan agregasi dan menarik bahan-
bahan yang lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar. Kristal akan mengendap
pada epitel saluran kemih dan membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat
saluran kemih sehingga nantinya dapat menimbulkan gejala klinis. Terdapat beberapa
zat yang dikenal mampu menghambat pembentukan batu. Diantaranya ion magnesium
(Mg), sitrat, protein Tamm Horsfall (THP) atau uromukoid, dan glikosaminoglikan.
Ion magnesium ternyata dapat menghambat batu karena jika berikatan dengan oksalat,
akan membentuk garam oksalat sehingga oksalat yang akan berikatan dengan kalsium
menurun. Demikian pula sitrat jika berikatan dengan ion kalsium (Ca) untuk
membentuk kalsium sitrat, sehingga jumlah kalsium oksalat akan menurun.

20
III.8 Patofisiologi
Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada tempat-
tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (stasis urine), yaitu pada sistem
kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises (stenosis
uretero-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada hyperplasia
prostat benigna, stiktura, dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang
memudahkan terjadinya pembentukan batu.5 Batu terdiri atas kristal-kristal yang
tersusun oleh bahan-bahan organic maupun anorganik yang terlarut dalam urine.
Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam
urine jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya
presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti
batu (nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi dan menarik bahan-bahan
lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar.5 Meskipun ukurannya cukup besar,
agregat kristal masih rapuh dan belum cukup mampu membuntu saluran kemih.
Untuk itu agregat Kristal menempel pada epitel saluran kemih (membentuk retensi
kristal), dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga
membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih. Kondisi
metastabel dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di dalam urine, laju
aliran urine di dalam saluran kemih, atau adanya korpus alienum di dalam saluran
kemih yang bertindak sebagai inti batu.5

Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium, baik yang berikatan
dengan oksalat maupun dengan fosfat, membentuk batu kalsium oksalat dan kalsium

21
fosfat sedangkan sisanya berasal dari batu asam urat, batu magnesium ammonium
fosfat (batu infeksi), batu xanthyn, batu sistein dan batu jenis lainnya.

Batu Struvit
Batu struvit, disebut juga batu infeksi, karena terbentuknya batu ini disebabkan oleh
adanya infeksi saluran kemih. Batu dapat tumbuh menjadi lebih besar membentuk
batu staghorn dan mengisi seluruh pelvis dan kaliks ginjal. Kuman penyebab infeksi
ini adalah golongan kuman pemecah urea atau urea splitter yang dapat menghasilkan
enzim urease dan merubah urine menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea
menjadi amoniak, seperti pada reaksi:
CO(NH2)2+H2O 2NH3+CO2.
Sekitar 75% kasus batu staghorn, didapatkan komposisi batunya adalah matriks
struvit-karbonat-apatit atau disebut juga batu struvit atau batu triple phosphate,
batu fosfat, batu infeksi, atau batu urease, walaupun dapat pula terbentuk dari
campuran antara kalsium oksalat dan kalsium fosfat.

Suasana basa ini yang memudahkan garam-garam magnesium, ammonium, fosfat dan
karbonat membentuk batu magnesium amoniun fosfat (MAP) atau (Mg
NH4PO4.H2O) dan karbonat apatit (Ca10[PO4]6CO3. Karena terdiri atas 3 kation
Ca++ Mg++ dan NH4+) batu jenis ini dikenal dengan nama batu triple-phosphate.
Kuman-kuman yang termasuk pemecah urea diantaranya adalah Proteus spp,
Klebsiella, Serratia, Enterobacter, Pseudomonas, dan Stafilokokus. Meskipun E.coli
banyak menyebabkan infeksi saluran kemih, namun kuman ini bukan termasuk
bakteri pemecah urea.6
Batu Kalsium

22
Batu jenis ini paling banyak dijumpai, yaitu kurang lebih 70-80% dari seluruh batu
saluran kemih. Kandungan batu jenis ini terdiri atas kalsium oksalat, kalsium fosfat,
atau campuran dari kedua unsur tersebut. Faktor terjadinya batu kalsium adalah:
1. hiperkalsiuri, yaitu kadar kalsium di dalam urin lebih besar dari 250-300 mg/24
jam. Terdapat tiga macam penyebab terjadinya hiperkalsiuri, antara lain:
a. hiperkalsiuri absortif yang terjadi karena adanya peningkatan absorbsi kalsium
melalui usus.
b. hiperkalsiuri renal terjadi karena adanya gangguan kemampuan reabsorbsi kalsium
melalui tubulus ginjal.
c. hiperkalsiuri resorbtif terjadi karena adanya peningkatan resorpsi kalsium tulang
yang banyak terjadi pada hiperparatiroidisme primer atau tumor paratiroid.
2. Hiperoksaluri
3. hiperurikosuri
4. hipositraturia
5. hipomagnesiuria

III.9 Diagnosis
Penderita nefrolitiasis sering mendapatkan keluhan rasa nyeri pada pinggang ke arah
bawah dan depan. Nyeri dapat bersifat kolik atau non kolik. Nyeri dapat menetap dan
terasa sangat hebat. Mual dan muntah sering hadir, namun demam jarang di jumpai
pada penderita. Dapat juga muncul adanya bruto atau mikrohematuria.
Selain dari keluhan khas yang didapatkan pada penderita nefrolitiasis, ada beberapa
hal yang harus dievaluasi untuk menegakkan diagnosis, yaitu:
1. Evaluasi skrining yang terdiri dari sejarah rinci medis dan makanan, kimia darah,
dan urin pada pasien.
2. Foto Rontgen Abdomen yang digunakan untuk melihat adanya kemungkinan batu
radio-opak.
3. Pielografi Intra Vena yang bertujuan melihat keadaan anatomi dan fungsi ginjal.
Pemeriksaan ini dapat terlihat batu yang bersifat radiolusen.
4. Ultrasonografi (USG) dapat melihat semua jenis batu.
5. CT Urografi tanpa kontras adalah standar baku untuk melihat adanya batu di traktus
urinarius.

23
III.10 Gejala Klinis
Batu pada kaliks ginjal memberikan rada nyeri ringan sampai berat karena distensi
dari kapsul ginjal. Begitu juga baru pada pelvis renalis, dapat bermanifestasi tanpa
gejala sampai dengan gejala berat. Umumnya gejala batu saluran kemih merupakan
akibat obstruksi aliran kemih dan infeksi. Keluhan yang disampaikan oleh pasien
tergantung pada posisi atau letak batu, besar batu, dan penyulit yang telah terjadi.4
Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada pinggang. Nyeri ini
mungkin bisa merupakan nyeri kolik ataupun bukan kolik. Nyeri kolik terjadi karena
aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter meningkat dalam usaha
untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan peristaltik itu
menyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan dari
terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri. Nyeri ini disebabkan oleh karena
adanya batu yang menyumbat saluran kemih, biasanya pada pertemuan pelvis ren
dengan ureter (ureteropelvic junction), dan ureter. Nyeri bersifat tajam dan episodik di
daerah pinggang (flank) yang sering menjalar ke perut, atau lipat paha, bahkan pada
batu ureter distal sering ke kemaluan. Mual dan muntah sering menyertai keadaan ini.
Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi hidronefrosis
atau infeksi pada ginjal. Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan nyeri ketok pada
daerah kosto-vertebra, teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis, terlihat tanda-
tanda gagal ginjal, retensi urine, dan jika disertai infeksi didapatkan demam-
menggigil.

III.11 Penatalaksanaan
Tujuan utama tatalaksana pada pasien nefrolitiasis adalah mengatasi nyeri,
menghilangkan batu yang sudah ada, dan mencegah terjadinya pembentukan batu
yang berulang.
1. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)
Alat ini ditemukan pertama kali pada tahun 1980 oleh Caussy. Bekerja dengan
menggunakan gelombang kejut yang dihasilkan di luar tubuh untuk menghancurkan
batu di dalam tubuh. Batu akan dipecah menjadi bagian-bagian yang kecil sehingga
mudah dikeluarkan melalui saluran kemih

24
ESWL dianggap sebagai pengobatan cukup berhasil untuk batu ginjal berukuran
menengah dan untuk batu ginjal berukuran lebih dari 20-30 mm pada pasien yang
lebih memilih ESWL, asalkan mereka menerima perawatan berpotensi lebih.

2. PCNL (Percutaneus Nephro Litholapaxy)


Merupakan salah satu tindakan endourologi untuk mengeluarkan batu yang berada di
saluran ginjal dengan cara memasukan alat endoskopi ke dalam kalises melalui insisi
pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-
fragmen kecil. Asosiasi Eropa Pedoman Urologi tentang urolithiasis
merekomendasikan PNL sebagai pengobatan utama untuk batu ginjal berukuran
>20mm, sementara ESWL lebih disukai sebagai lini kedua pengobatan, karena ESWL
sering membutuhkan beberapa perawatan, dan memiliki risiko obstruksi ureter, serta
kebutuhan adanya prosedur tambahan. Ini adalah alasan utama untuk
merekomendasikan bahwa PNL adalah baris pertama untuk mengobati pasien
nefrolitias.
3. Bedah terbuka
Untuk pelayanan kesehatan yang belum memiliki fasilitas PNL dan ESWL, tindakan
yang dapat dilakukan melalui bedah terbuka. Pembedahan terbuka itu antara lain
pielolitotomi atau nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal.

25
4. Terapi Konservatif atau Terapi Ekspulsif Medikamentosa (TEM)
Terapi dengan mengunakan medikamentosa ini ditujukan pada kasus dengan batu
yang ukuranya masih kurang dari 5mm, dapat juga diberikan pada pasien yang belum
memiliki indikasi pengeluaran batu secara aktif. Terapi konservatif terdiri dari
peningkatan asupan minum dan pemberian diuretik; pemberian nifedipin atau agen
alfa-blocker, seperti tamsulosin; manajemen rasa nyeri pasien, khusunya pada kolik,
dapat dilakukan dengan pemberian simpatolitik, atau antiprostaglandin, analgesik;
pemantauan berkala setiap 1-14 hari sekali selama 6 minggu untuk menilai posisi batu
dan derajat hidronefrosis.

III.12 Komplikasi
Komplikasi pada nefrolitiasis bedakan menjadi komplikasi akut dan komplikasi
jangka panjang.
1. Komplikasi Akut
Kematian, kehilangan fungsi ginjal, kebutuhan transfusi dan tambahan invensi
sekunder yang tidak direncanakan.
2. Komplikasi Jangka Panjang
Striktura, obstruksi, hidronefrotis, berlanjut dangan atau tanpa pionefrosis, dan
berakhir dengan kegagalan faal ginjal yang terkena. Hidronefrosis didefinisikan
sebagai pembengkakan atau dilatasi abnormal pelvis dan kaliks ginjal yang disertai
dengan berbagai tingkatan atrofi parenkim ginjal. Hal tersebut terjadi akibat dari
adanya hambatan aliran urin ke distal pelvis renalis. Dalam keadaan normal, urin
mengalir dari ginjal dengan tekanan yang sangat rendah. Jika aliran urin tersumbat,
maka urin akan mengalir kembali ke pelvis renalis dan tubulus renalis. Hal ini akan
menyebabkan ginjal menggelembung yang lama kelamaan akan menyebabkan
kerusakan pada ginjal. Kasus hidronefrosis semakin sering didapati. Di Amerika
Serikat, insidensinya mencapai 3,1 %, 2,9 % pada wanita dan 3,3 % pada pria.
Penyebabnya dapat bermacam – macam dimana obstruksi merupakan penyebab yang
tersering. Klasifikasi grade diameter pelvis renalis dan penatalaksanaan :

26
Ringan : 11-20 mm
Moderat : 21-35 mm
Berat : >35 mm

- Hidronefrosis grade I : dapat diterapi secara konservatif dengan monitor serial


diameter pelvis renalis dengan ultrasonografi dan fungsi ginjal dengan scan
DTPA. Terapi ini dikenal sebagai penatalaksanaan konservatif atau non-
bedah. Ginjal ini lama kelamaan dapat membaik.
- Hidronefrosis grade II : Sebagian besar hampir (80-90%) dapat diterapi secara
konservatif. Bagaimanapun, monitor pasien secara ketat diperlukan untuk
mendeteksi adanya penurunan fungsi ginjal. Dan penurunan fungsi ginjal
merupakan salah satu indikasi intervensi bedah. Pada kelompok ini, 10-20 %
pasien mendapatkan manfaat dari operasi yang dini (pasien dengan fungsi
ginjal yang terlibat < 40%)
- Hidronefrosis grade III : semua pasien ini perlu dioperasi secara dini untuk
mencegah kerusakan ginjal yang menetap. Salah satu teknik operasinya adalah
Pieloplasti Anderson-Hynes.

27
BAB IV
ANALISIS KASUS

A. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Nyeri pinggang kanan dan kiri
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien laki-laki, 57 tahun datang ke IGD dengan keluhan nyeri pinggang kanan dan
kiri vas 7/10 sejak 1 hari lalu. Nyeri pinggang dirasakan tiba-tiba dan tidak menjalar.
Pinggang kanan dirasakan lebih nyeri dibanding pinggang kiri. Nyeri dirasakan terus
menerus. Pasien juga merasakan sedikit mual namun keluhan muntah disangkal.
Awalnya 1 hari lalu, pasien mulai merasakan buang air kecil tidak nyaman dan terasa
nyeri setelah BAK. Pasien mengatakan urinnya berwarna jernih tanpa disertai adanya
campuran darah, warna keruh, maupun berpasir/batu saat BAK. Tidak didapatkan
adanya demam, BAK tidak tuntas, BAK terputus, sulit memulai dan mengakhiri
BAK, BAK yang bersifat tiba-tiba, dan peningkatan frekuensi BAK.
Riwayat Pengobatan :
Pasien mengatakan belum pernah berobat ke klinik maupun RS sebelumnya
Pembahasan :
Pada anamnesis pasien mengeluh nyeri pinggang kanan dan kiri dimana nyeri tiba
tiba, terus menerus, tidak menjalar, disertai gejala penyerta yakni mual meskipun
tidak disertai demam (tanda peradangan). Batu pada kaliks ginjal memberikan rasa
nyeri ringan sampai berat karena distensi dari kapsul ginjal. Begitu juga batu pada
pelvis renalis, dapat bermanifestasi tanpa gejala sampai dengan gejala berat.
Umumnya gejala batu saluran kemih merupakan akibat obstruksi aliran kemih dan
infeksi. Keluhan yang disampaikan oleh pasien tergantung pada posisi atau letak batu,
besar batu, dan penyulit yang telah terjadi. Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien
adalah nyeri pada pinggang. Nyeri ini mungkin bisa merupakan nyeri kolik ataupun
bukan kolik. Nyeri kolik terjadi karena aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises

28
ataupun ureter meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih.
Peningkatan peristaltik itu menyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat sehingga
terjadi peregangan dari terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri.
Nyeri ini disebabkan oleh karena adanya batu yang menyumbat saluran kemih,
biasanya pada pertemuan pelvis ren dengan ureter (ureteropelvic junction), dan ureter.
Nyeri bersifat tajam dan episodik di daerah pinggang (flank) yang sering menjalar ke
perut, atau lipat paha, bahkan pada batu ureter distal sering ke kemaluan. Mual dan
muntah sering menyertai keadaan ini.

B. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Pasien Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 140/90 mmHg
Frekuensi Nadi : 97 x/menit
Frekuensi Nafas : 21 x/menit
Suhu Tubuh : 36,7 oC
Berat Badan : 62 kg
Tinggi Badan : 172 cm
Status Gizi : IMT 21,01 (Normoweight)
Status Lokalis : Abdomen:
Inspeksi: Supel, cembung, distensi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : defans muscular (-), nyeri tekan (-), nyeri ketok CVA +/+, nyeri tekan
simfisis pubis (-)
Perkusi : Timpani, pekak hepar (+)
Pembahasan : Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan nyeri ketok pada daerah
kosto-vertebra, teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis, terlihat tanda-tanda
gagal ginjal, retensi urine, dan jika disertai infeksi didapatkan demam-menggigil.
Nyeri ketok pada CVA dipicu oleh adanya dilatasi, stretching, dan spasme karena
adanya obstruksi saluran oleh batu ginjal dan menimbulkan nyeri viseral.

29
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hemoglobin : 15,6 g/dL (N: 10,5-13,5 g/dL)
Hematokrit : 43,8 % (N: 33,0-40,0 %)
Jumlah Leukosit : 12.700 /uL (N: 4.000-10.000 /uL)
Jumlah Trombosit : 232.000/uL (N: 150.000-350.000/uL)

Hitung Jenis
Basofil : 0% (N: 0-1%)
Eosinofil : 2% (N: 1-3%)
Batang : 2% (N: 2-6%)
Segmen : 68% (N: 50-70%)
Limfosit : 24% (N: 20-40%)
Monosit : 4% (N: 2-8%)
GDS : 78 mg/dL (N: 70-180 mg/dL)
Ureum : 52 mg/dl (N: 10-50 mg/dL)
Kreatinin : 1,93 mg/dl (N: 0,7-1,3 mg/dL)
Rapid Test Covid-19 : Non Reaktif
Urin rutin:
Warna : Kuning tua (N: kuning muda sampai tua)
Kejernihan : Jernih (N: Jernih)
Berat jenis: 1.010 (N: 1010-1030)
PH : 5,0 (N: 7,0 Netral)
Protein urin : Negatif (N: negatif)
Glukosa : Negatif (N: negatif)
Keton : Negatif (N: negatif)
Bilirubin : Negatif (N: negatif)
Urobilinogen : Normal (N: Normal)
Leukosit Esterase : Negatif (N: negatif)
Nitrit : Negatif (N: Negatif)

30
Blood : Positif +++ (N: Negatif)
Leukosit : 1-3 (N: 1-6)
Eritrosit : 8-10 (N: 0-1)
Epitel sel : Positif (N:positif)
Silinder: Negatif (N:negative)
Kristal : Negatif (N: negatif)
Bakteri : Negatif (N: negatif)
Ragi : Negatif (N:negatif)

Pembahasan :
Selain pemeriksaan melalui anamnesis dan jasmani untuk menegakkan diagnosis,
penyakit batu perlu ditunjang dengan pemeriksaan radiologik, laboratorium dan
penunjang lain untuk menentukan kemungkinan adanya obstruksi saluran kemih,
infeksi dan gangguan faal ginjal. Pada pasien tampak adanya peningkatan penanda
laboratorium ginjal yakni ureum kreatinin dan peningkatan leukosit yang
menunjukkan adanya peradangan.

D. TATALAKSANA
Kuratif
Medikamentosa :
 Tatalaksana IGD : Ranitidin 50 mg iv, Ondansentron 4 mg iv, Ketorolac 30
mg iv
 Advice dr. Ramzie SpU :
o Ketoroloac 2x30mg iv
o Ondansenron 2x4mg iv
o Ranitidin 2x50 mg iv
o Prostam SR 1x0,4 mg po malam
o USG urologi
Pembahasan :
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya harus
dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk

31
melakukan tindakan atau terapi pada batu saluran kemih adalah jika batu telah
menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus diambil karena suatu indikasi sosial.
Obstruksi karena batu saluran kemih yang telah menimbulkan hidroureter atau
hidronefrosis dan batu yang sudah menimbulkan infeksi saluran kemih, harus segera
dikeluarkan. Pada kasus ini pasien diberikan obat peradangan dan anti nyeri untuk
mengurangi rasa sakitnya untuk kemudian dilakukan pemeriksaan penunjang lain agar
dapat menegakkan diagnosis dengan pasti dan mengarahkan penatalaksanaan tingkat
lanjut. Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsure yang
menyusun batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu. Pasien pada kasus
juga diberikan Prostam SR 1x0,4 mg tiap malam hari. Prostam adalah obat golongan
alfa-1 adrenergik reseptor antagonis yang selektif terhadap otot detrusor serta ureter
distal sehingga berpotensi memicu ekspulsi batu dari ureter dan menurunkan derajat
nyeri yang diderita pasien. mekanisme utamanya adalah menurunkan spasme uretra,
meningkatkan tekanan di area proximal dari batu yang menyumbat tersebut, dan
merelaksasikan ureter di regio maupun di area distal batu.
Obat ini juga mampu menurunkan kekuatan kontraksi uretra, menurunkan frekuensi
kontraksi peristaltik, dan meningkatkan bolus cairan yang ditransportasikan ke ureter.
Selain terapi medikamentosa, perlu dilakukan pencegahan antara lain :
- Menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan diusahakan produksi urin 2-
3 liter per hari.
- Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu
- Aktivitas harian yang cukup
- Pemberian medikamentosa.
Beberapa diet yang dianjurkan untuk mengurangi kekambuhan adalah :
- Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine dan
menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam.
- Rendah oksalat.
- Rendah garam, karena natriuresis akan memacu timbulnya hiperkalsiuri.
- Rendah purin.
- Diet rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada pasien yang menderita
hiperkalsiuri tipe II.

32
Pemeriksaan Penunjang
Hasil Foto Abdomen polos 13/11/20

Kesan:
 Preperitoneal fat line baik
 Psoas line dan kontur kedua ginjal
 Distribusi udara usus pada cavum abdomen dan cavum pelvis normal
 Tidak tampak distensi maupun dilatasi usus
 Tidak tampak jelas opasitas patologis pada cavum abdomen
 Tidak tampak opasitas patologis pada cavum pelvis
 Fecal material banyak
 Sentinel loop hemiabdomen kanan kiri
Kesimpulan:
Tidak tampak batu opaque pada cavum abdomen dan cavum pelvis.

33
Hasil USG Abdomen bawah 12/11/20

Kesan:
Ginjal kanan: bentuk dan ukuran normal. Ekogenitas meningkat. Batas
kortikomedular mulai kabur, medulla ginjal hiperekoik. Tidak tampak penipsan
korteks. Pyelokaliks system melebar moderate. Tampak multiple lesi hiperekoik
dengan acoustic shadow (terukur 2,85 cm).
Ginjal kiri: ekogenitas meningkat, batas kortikomedular mulai kabur. Medulla ginjal
hiperekoik. Tidak tampak penipisan korteks. Pyelokaliks sytem melebar ringan.
Tampak lesi hiperekoik dengan acoustic shadow (terukur 0,98 cm).
Vesica urinaria: Bentuk dan ukuran normal, dinding tidak menebal, tidak tampak batu
maupun massa.

34
Prostat: Bentuk dan ukuran normal (volume = 22,73 cc). Parenkim homogeny, tidak
tampak massa/nodul/kalsifikasi
Kesimpulan:
 Multiple nefrolitiasis kanan (terukur 2,85 cm)
 Nefrolitiasis kiri (terukur 0,98 cm)
 Hidronefrosis kanan grade 2
 Hidronefrosis kiri grade 1
 Proses inflamasi ginjal kanan dan kiri dd/ pyelonephritis

Pembahasan :
Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya batu
radio opak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat
bersifat radio opak dan paling sering dijumpai diantara batu lain, sedangkan batu
asam urat bersifat non opak (radio lusen). Urutan radioopasitas beberapa batu saluran
kemih seperti pada tabel.
Jenis Batu Radioopasitas
Kalsium Opak
MAP Semiopak
Urat/Sistin Non opak

USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV yaitu pada
keadaan-keadaan: alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun, dan pada
wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di ginjal atau
di buli-buli (yang ditunjukkan sebagai echoic shadow), hidronefrosis, pionefrosis,
atau pengkerutan ginjal.
4. Pemeriksaan Mikroskopik Urin, untuk mencari hematuria dan Kristal.
5. Renogram, dapat diindikasikan pada batu staghorn untuk menilai fungsi ginjal.
6. Analisis batu, untuk mengetahui asal terbentuknya.
7. Kultur urin, untuk mecari adanya infeksi sekunder.
8. DPL, ureum, kreatinin, elektrolit, kalsium, fosfat, urat, protein, fosfatase alkali
serum. Pada pasien, gambaran rotngen polos abdomennya tidak menunjukkan adanya

35
nefrolitiasis secara jelas. Pemeriksaan kemudian dilanjutkan dengan melakukan USG
dan tampak pada kasus ada multiple nefrolitiasis kanan dan kiri serta hidronefrosis
ginjal dimana hasil pemeriksaan ini dapat dijadikan pertimbangan untuk
penatalaksanaan ekstensif kemudian.

Advice dr. Ramzie, Sp.U tgl 13/11/20 :


- Jika keluhan sudah berkurang pasien boleh pulang
- Nanti kontrol poli urologi tgl 24 November 2020 untuk CT Scan
Obat Pulang
- NA diklofenak 2x50 mg PO
- Prostam SR 1x0,4 mg PO malam
Pembahasan : karena hasil pemeriksaan menunjukkan ukuran batu yang kecil maka
pasien dikakukan waitful waiting menggunakan terapi medikamentosa untuk
mengurangi gejala nyeri dan pemeriksaan advance lebih lanjut yakni CT scan tanpa
kontras.
FOLLOW UP HASIL CT SCAN ABDOMEN TANPA KONTRAS 24/11/20

36
Kesan :

 Hidronefrosis dextra grade III dengan multiple nephrolithiasis dextra,


pada calyx medial setinggi VL 1 ukuran lk 1,5 x 1,3 cm, pada calyx
inferior di setinggi VL 2-3 (awal staghorn), ukuran lk 3,8 x 3,4 cm.
 Simple cyst rend dextra pole superior, diameter lk 2,2 cm
 Hidroureter dextra pars proximal derajat ringan. Tak tampak batu di
ureter bilateral
 Tak tampak kelainan hepar, vesica fellea, lien, pancreas, ren sinistra, VU dan
prostat
 Spondylosis lumbalis dengan HNP DIV L5-S1
 Aortosclerosis abdominalis dan cabang cabangnya

Pembahasan :
Hasil pemeriksaan CT scan menegakkan diagnosis pada pasien yakni multiple
nefrolitiasis dextra dengan gambaran CT scan Hidronefrosis dextra grade III dengan
multiple nephrolithiasis dextra, pada calyx medial setinggi VL 1 ukuran lk 1,5 x 1,3
cm, pada calyx inferior di setinggi VL 2-3 (awal staghorn), ukuran lk 3,8 x 3,4 cm.

Berdasarkan alur tatalaksana, dengan besar batu berukuran >2cm maka pilihan
terapinya adalah PNL, ESWL, URS bahkan laparoskopi. Pada kasus ini, pasien
sedang mengalami progresifitas penyakit dengan ditandai adanya hidronefrosis akibat
adanya pembendungan ginjal karena sumbatan jalan keluar. tanpa adanya kelainan
organ sekitar lainnya. Pada pasien kemudian diberikan terapi medikamentosa untuk

37
mengurangi nyeri dengan penatalaksanaan non medikamentosa yang dilakukan secara
bersamaan.

38
BAB V
KESIMPULAN

Nefrolitiasis merupakan suatu keadaan dimana terdapat satu atau lebih batu di dalam
pelvis atau kaliks dari ginjal. Batu-batu ini berdasarkan komposisinya dibagi menjadi
batu kalsium, batu struvit, batu asam urat, batu sistin, batu xanthine, batu triamteren,
dan batu silikat. Batu-batu ini terbentuk akibat banyak faktor, seperti adanya
hambatan aliran urin, kelainan bawaan pada pelvikalises, hiperplasia prostat benigna,
striktura, dan buli bulineurogenik.
Penyakit ini memiliki gejala yang cukup khas dengan adanya rasa nyeri di daerah
pinggang ke bawah. Nyeri bersifat kolik atau non kolik. Nyeri dapat menetap dan
terasa sangat hebat. Mual dan muntah sering hadir, namun demam jarang dijumpai
pada penderita. Dapat juga muncul adanya bruto atau mikrohematuria.
Penatalaksanakan kasus ini dapat dilakukan dengan metode ESWL (Extracorporeal
Shockwave Lithotripsy), PCNL (Percutaneus Nephro Litholapaxy), bedah terbuka dan
terapi konservatif atau terapi ekspulsif medikamentosa (TEM).

39
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA

1. Jong Wim de. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Penerbit EGC. 2004: 755-762

2. Anindhita, A., Arifputra, A., Tanto, C., nefrolitiasis eds. 2014. Kapita Selekta

Kedokteran. Edisi 4 Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius, 213.

3. Dorland W.A. Newman. 2000. Dorland’s Illustrated Medical Dictionary. 29th

ed. Terjemahan : Huriawati Hartanto. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran

EGC. p.142.

4. Brunicardi, FC. et al, 2015. Schwartz’s Principles of Surgery, 10th ed, Mc Graw Hill

education, New York, United Stated, 1241-59

5. Brunicardi, FC. et al, 2006. Schwartz’s Manual of Surgery, 10th ed, Mc Graw Hill

education, New York, United Stated, 784-799

40

Anda mungkin juga menyukai