Anda di halaman 1dari 21

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

LAPORAN KASUS

Hernia Scrotalis

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik


di Departemen Bedah
Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa

Pembimbing:
dr. Shofia Agung P, Sp.B, M.Si.Med

Disusun Oleh:
R. ST. Farahnur Syaiful Rhamadani
1710221016

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA

2018
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

Hernia Scrotalis

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik


di Departemen Bedah
Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa

Disusun Oleh:
R. ST. Farahnur Syaiful Rhamadani
1710221016

Telah Disetujui Oleh Pembimbing:

dr. Shofia Agung P, Sp.B, M.Si.Med

Tanggal: Januari 2018

1
BAB I

STATUS PASIEN

A. Identitas Pasien
1. Nama : Tn. M
2. Umur : 42 tahun
3. Agama : Islam
4. Alamat : Rowoganjar RT01 RW02, Banyubiru
5. Pekerjaan : Wiraswasta
6. Pendidikan terakhir : SD
7. Status : Menikah
8. No RM : 137132
9. Tanggal masuk RS : 15 Januari 2018

B. Anamnesis
Anamnesis dilakukan di Bangsal Melati RSUD Ambarawa pada tanggal 15
Januari 2018 pukul 07.00 WIB secara autoanamnesis.
1. Keluhan Utama
Terdapat benjolan pada buah zakar kanan
2. Riwayat Penyakit Sekarang
a. Lokasi : Buah zakar kanan
b. Onset : 4 tahun SMRS
c. Kronologis : Pasien mengeluh terdapat benjolan pada buah zakar
kanan. Pasien mengatakan awalnya benjolan berada di lipatan paha kanan
sejak 4 tahun yang lalu dan akhir-akhir ini benjolan turun ke arah buah
zakar. Awalnya, benjolan berukuran kecil lalu semakin hari semakin
membesar. Benjolan dirasakan hilang timbul dan pasien tidak merasa
nyeri. Pasien mengatakan BAB lancar, mual (-), muntah (-), perut
kembung (-).
d. Faktor pengubah : Benjolan timbul terutama pada saat beraktivitas seperti
bekerja, berdiri, atau mengangkat sesuatu yang berat dan akan masuk
dengan sendirinya pada saat pasien beristirahat dan tiduran
e. Gejala penyerta : Pada saat benjolan turun terasa mules seperti ingin
BAB

2
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat penyakit yang sama : Disangkal
b. Riwayat tekanan darah tinggi : Disangkal
c. Riwayat sakit gula : Disangkal
d. Riwayat sakit jantung : Disangkal
e. Riwayat sakit asma : Disangkal
f. Riwayat sakit ginjal : Disangkal
g. Riwayat alergi : Disangkal
h. Riwayat rawat inap : Disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat tekanan darah tinggi : Disangkal
b. Riwayat sakit gula : Disangkal
c. Riwayat kolesterol tinggi : Disangkal
d. Riwayat asma : Disangkal
e. Riwayat sakit jantung : Disangkal
5. Riwayat Pribadi
a. Kebiasaan merokok : Disangkal
b. Kebiasaan minum alkohol : Disangkal
c. Kebiasaan olahraga : Jarang
d. Riwayat minum obat-obatan : Disangkal
e. Riwayat aktivitas berat : Sering
6. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merupakan kuli bangunan. Pasien sering mengangkat barang-barang
berat selama bertahun-tahun bekerja.

C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : Baik
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Vital Sign
a. TD : 115/87 mmHg
b. Nadi : 75x/menit
c. RR : 21x/menit

3
d. Suhu : 36 oC
e. Status Gizi : normal
f. SpO2 : 98%
4. Pemeriksaan generalisata
a. Mata:
 Eksoptalmus/ Enoptalmus : (-)
 Gerakan : Normal ke segala arah
 Tekanan Bola Mata : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Kelopak Mata : Edema palpebra (-), ptosis (-)
 Konjungtiva : Anemis (-)
 Sklera : Ikterus (-)
 Kornea : Jernih
 Pupil : Bulat, central, reguler, isokor
b. Telinga:
 Pendengaran : Tidak ada kelainan
 Nyeri tekan mastoid : (-)
 Nyeri tekan tragus : (-)
 Serumen : (-)
c. Hidung:
 Perdarahan : (-)
 Sekret : (-)
 Nafas cuping hidung : (-)
 Deformitas : (-)
d. Mulut:
 Bibir : Kering (-), stomatitis (-), sianosis (-)
 Gigi Geligi : Karies (-)
 Gusi : Candidiasis oral (-), perdarahan (-)
 Faring : Hiperemis (-)
 Tonsil : T1 – T1, hiperemis (-)
 Lidah : Kotor (-)
e. Leher:
Kel. Getah Bening : Tidak teraba, nyeri tekan (-), benjolan (-)
Kel, Tiroid : Pembesaran (-), nyeri tekan (-)

4
f. Cor
 Inspeksi : ictus cordis tak terlihat, ICS tidak melebar dan tidak
menyempit, sudut arcus costa 90 derajat
 Palpasi : nyeri tekan (-), sternal lift tidak ada getaran, pulsus
epigastrium tidak ada getaran, pulsus parasternal tidak ada getaran, thrill
tidak ada getaran
 Perkusi : batas jantung kanan ICS V linea sternalis kanan, batas atas
jantung ICS II linea parasternal kiri, batas pinggang ICS III linea
parasternal kiri, batas kiri bawah jantung ICS V 2cm kearah medial linea
midclavikularis
 Auskultasi : irama jantung reguler, tidak ditemukan suara tambahan
jantung.
g. Pulmo

Dextra Sinistra
Depan :
a. Inspeksi normal Normal
b. Palpasi Taktil fremitus Taktil fremitus
normal normal
c. Perkusi Sonor Sonor
d. Auskultasi Vesikular Vesikular
Belakang :
a. Inspeksi normal normal
b. Palpasi Taktil fremitus Taktil fremitus
normal normal
c. Perkusi Sonor Sonor
d. Auskultasi Vesikular Vesikular
h. Abdomen
 Inspeksi : permukaan dinding perut datar, massa (-), warna kulit sama
dengan sekitarnya
 Auskultasi: bising usus (+), bruit (-)
 Perkusi : tympani di seluruh lapang abdomen
 Palpasi : nyeri tekan (-), defence muscular (-)

i. Daerah Inguinal

Look : Terdapat benjolan di inguinal dextra. Benjolan sama dengan


warna kulit sekitar yang turun sampai scrotum berbentuk
lonjong dengan batas tidak tegas. (Valsava Maneuver)

5
Auskultasi : Terdengar suara bising usus pada benjolan
Feel : Tidak ada nyeri tekan, permukaan perabaan lunak dan licin.
Finger Test : +
Tes Transluminasi : Negatif

j. Ekstremitas

Pemeriksaan Superior Inferior


Akral hangat (-) (-)
Oedem (-) (-)
Sianosis (-) (-)
Gerak Tidak terbatas Tidak terbatas
CRT < 2’ < 2’

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah Rutin
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai
Normal

Hemoglobin 15.5 g/dl 13,2 –


17,3

Leukosit 6.2 ribu 3.8-10.5

Eritrosit 5.35 juta 4.4-5.9

Hematokrit 47.0 % 40 – 52

Trombosit 239 ribu 150 –


400

MCV 87.8 fL 82 – 95

MCH 29.0 Pg 27 – 32

MCHC 33.0 g/dl 32 – 37

RDW 14.0 % 10-16

MPV 10.0 Mm3 7-11

6
Eosinofil 0.28 10^3/ul 0.04 -
0.8

Basofil 0.00 10^3/ul 0 – 0.2

Netrofil 2.33 10^3/ul 1.8-7.5

Limfosit 2.85 10^3/ul 1.0-


4.5
Monosit 0.70 10^3/ul 0.2-
1.0
PCT 0.238 % 0.2-
0.5
PDW 10.1 % 10-
18
PTT 10.8 Detik 9.3-
11.4

INR 1.04 Detik


APTT 28.3 Detik 24.5-
32.8
Golongan O
darah

2. Kimia Klinik (Serum)


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai
normal

GDS 115 H Mg/dL 74-106

Ureum 33 Mg/dL 10,00 –


50,00

Kreatinin 66 H Mg/dL 0,70 – 1,10

SGOT 21.7 U/L 0 – 35

SGPT 1.47 H U/L 0 – 35

E. Resume
Pasien Tn. M usia 42 tahun dirawat di ruang melati RSUD Ambarawa dengan
keluhan muncul benjolan di lipat paha kanan sejak 4 tahun SMRS. Awalnya, benjolan
berukuran kecil lalu semakin hari semakin membesar. Benjolan kemudian dirasakan
pasien semakin ke bawah ke arah buah zakar kanan. Benjolan dirasakan timbul pada
saat beraktivitas, berdiri, atau mengangkat benda berat dan hilang pada saat istirahat.

7
Selain itu, pasien merasakan mules seperti ingin BAB pada saat benjolan turun. Pada
pemeriksaan fisik, pasien sadar dan tanda vital stabil. Status generalisata dalam batas
normal. Status lokalis pada inguinal dextra, terdapat benjolan yang turun sampai ke
scrotum dextra terdapat benjolan yang berwarna sama dengan warna kulit berbentuk
lonjong dengan batas tidak tegas, pada auskultasi terdengar suara bising usus pada
benjolan, pada palpasi didapatkan perabaan lunak dan tidak ada nyeri tekan. Finger
test (+). Tes transluminasi negatif.

F. Assessment

Diagnosis : Hernia Scrotalis Dextra Reponibilis

G. Initial plan

Operative

Dilakukan herniotomi dengan hernioplasty dengan menggunakan mesh

Persiapan Operasi

1. Infus RL 20 tetes/hari
2. Injeksi Cefazolin I gr
3. Puasa 6- 8 jam sebelum operasi
4. Periksa Lab (darah lengkap, fungsi hati, faktor pembekuan, fungsi
ginjal) normal
5. Konsul anestesi

8
Laporan operasi

Tanggal pembedahan : 18-01-2018


Tn. M
Usia 42 tahun
137132
Dokter operator : dr. Shofia Agung P, Sp.B, M.Si.Med

Diagnosa pra bedah : Hernia scrotalis dextra Reponibilis

Cara bius : Spinal anestesi

Prosedur :

- OS telentang dengan regio anatomi


- Desinfeksi Duk steril
- Dilakukan insisi pada 2 jari anteromedial SIAS kanan hingga kearah tuberculum
pubicum
- Tampak funiculus spermaticus, dibebaskan dari jaringan sekitarnya, dilakukan observasi
dengan tali
- Identifikasi kantung hernia, lalu digunting, tampak omentum lalu dimasukkan kedalam
peritonium
- Dilakukan bridging untuk kantung hernia proximal dan distal
- Kemudian diikat pada kantung proximal
- Dilanjutkan dengan pemasangan mesh
- Jahit luka Op
- Operasi selesai
Diagnosis pasca bedah : Hernia scrotalis dextra reponibel

Instruksi Pasca Operasi:

1. IVFD RL 20 tts
2. Biocombin 1 gr drip/hari
3. Cegah nyeri
- Injeksi Ketorolac 3x 30 mg
4. Cegah infeksi
- Cefotaxime 3x1 gr
5. Diet lunak
6. Luka operasi di cek, GB jika rembes

H. Prognosis
1. Quo ad vitam: ad bonam
2. Quo ad sanationam: ad bonam
3. Quo ad functionam: ad bonam

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Hernia scrotalis

2.1 Definisi1,2
Secara umum, hernia adalah protrusi atau penonjolan suatu organ melalui
defek atau bagian lemah dari dinding rongga yang bersangkutan. Pada hernia scrotalis,
isi perut (usus) menonjol melalui defek pada lapisan musculo-aponeurotik dinding
perut melewati canalis inguinalis dan turun hingga ke rongga scrotum. Dengan kata
lain, hernia scrotalis adalah hernia inguinalis lateralis (indirek) yang mencapai rongga
scrotum. Ada beberapa macam hernia yang terdapat pada dinding abdomen yaitu:

10
2.2 Klasifikasi1,2
Menurut sifat atau keadaannya, hernia dibedakan menjadi:
1. Hernia Reponibel
Disebut hernia reponibel bila isi hernia dapat kembali ke dalam rongga perut dengan
sendirinya. Usus keluar jika berdiri atau mengedan dan masuk lagi jika berbaring atau
didorong masuk ke perut, tidak ada keluhan nyeri ataupun gejala obstruksi usus.
2. Hernia Ireponibel
Disebut hernia ireponibel bila isi kantong tidak dapat direposisi kembali ke dalam
rongga perut. Ini biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantong pada peritoneum
kantong hernia. Tidak ada keluhan rasa nyeri ataupun tanda sumbatan usus.
3. Hernia Inkarserata
Disebut hernia inkarserata bila isinya terjepit oleh cincin hernia sehingga isi kantong
terperangkap dan tidak dapat kembali ke dalam rongga perut. Akibatnya, terjadi
gangguan pasase seperti muntah, tidak bisa flatus maupun buang air besar. Secara
klinis, hernia inkarserata lebih dimaksudkan untuk hernia ireponibel dengan gangguan
pasase.
4. Hernia Strangulata
Disebut hernia strangulata bila telah terjadi gangguan vaskularisasi. Pada keadaan
sebenarnya, gangguan vaskularisasi telah terjadi pada saat jepitan dimulai, dengan
berbagai tingkat gangguan mulai dari bendungan sampai nekrosis.
Epidemiologi2,3
Hampir 75% dari hernia abdomen merupakan hernia ingunalis. Hernia
inguinalis dibagi menjadi hernia ingunalis lateralis (indirek) dan hernia ingunalis
medialis (direk) dimana hernia ingunalis lateralis ditemukan lebih banyak dua pertiga
dari hernia ingunalis. Sepertiga sisanya adalah hernia inguinalis medialis.
Hernia ingunalis lebih banyak ditemukan pada pria daripada wanita, sedangkan pada
wanita lebih sering terjadi hernia femoralis. Perbandingan antara pria dan wanita untuk
hernia ingunalis 7 : 1. Prevalensi hernia ingunalis pada pria dipengaruhi oleh umur.
Hernia inguinalis lateralis lebih sering terjadi pada bayi prematur daripada bayi
aterm di mana sebanyak 13,7% berkembang pada bayi yang lahir pada usia kandungan
di bawah 32 minggu.

11
Etiologi dan Faktor Resiko1,5
Hernia inguinal dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu acquired dan kongenital.
Umumnya, hernia inguinal disebabkan oleh berbagai faktor dan yang paling utama
adalah kelemahan otot abdomen, karena itu biasanya penyebabnya acquired.
Sementara pada hernia kongenital, pada saat fetus terjadilah penurunan testis dari
dalam abdomen (intraabdominal) ke skrotum pada trimester ketiga. Penurunan testis
ini melalui gubernaculum dan diverticulum peritoneum yang menembus melalui
inguinal canal dan terjadilah prosesus vaginalis. Pada antara minggu ke-36 sampai ke-
40, prosesus vaginalis menutup. Jika tidak menutup dengan sempurna maka akan
menimbulkan hernia.
Berikut ini adalah beberapa faktor yang dapat menimbulkan hernia:
1. Batuk
2. Obese
3. Mengejan
4. Merokok
5. Mengangkat barang berat
6. Ascites
7. Pregnancy

Patofisiologi4
Ligamentum gubernaculum turun pada tiap sisi abdomen dari pole inferior
gonad ke permukaan interna labial/scrotum. Gubernaculum akan melewati dinding
abdomen yang mana pada sisi bagian ini akan menjadi kanalis inguinalis. Processus
vaginalis merupakan evaginasi diverticular peritoneum yang membentuk bagian
ventral gubernaculum bilateral. Pada pria testis awalnya terletak retroperitoneal dan
dengan adanya processus vaginalis, testis akan turun melewati canalis inguinalis ke
scrotum akibat adanya kontraksi pada ligamentum
gubernaculum. Pada sisi sebelah kiri terjadi penurunan terlebih dahulu sehingga angka
kejadiannya lebih banyak pada sebelah kanan.
Proses selanjutnya yang terjadi adalah menutupnya processus vaginalis. Jika processus
vaginalis tidak menutup maka hidrokel atau hernia inguinalis lateralis akan terjadi.
Akan tetapi tidak semua hernia ingunalis disebabkan karena kegagalan menutupnya
processus vaginalis dibuktikan pada 20%-30% autopsi yang terkena hernia ingunalis
lateralis proseccus vaginalisnya telah menutup sempurna.

12
Manifestasi Klinis2
Pada hernia yang reponibel bisa saja tidak ditemukan gejala apapun termasuk
penonjolan pada lokasi hernia, sedangkan pada hernia ireponibel penonjolan jelas
terlihat pada lokasi hernia akan tetapi tidak menimbulkan keluhan seperti nyeri dan
defans muskular.
Pada hernia inkarserata, tampak penonjolan pada lokasi hernia dengan disertai rasa
nyeri dan tanda-tanda obstruksi saluran cerna seperti muntah, sulit flatus, sulit buang
air besar, dan peningkatan bising usus.
Pada hernia strangulata tampak gejala seperti pada hernia inkarserata namun pasien
tampak lebih toksik. Keadaan toksik ini kemungkinan disebabkan oleh isi hernia yang
telah mengalami iskemia atau bahkan nekrosis.

Diagnosis5
Diagnosis hernia scrotalis dapat ditegakkan hanya dengan anamnesis dan pemeriksaan
fisik.
Inspeksi Daerah Inguinal
Meskipun hernia dapat didefinisikan sebagai setiap penonjolan viskus, atau sebagian
daripadanya, melalui lubang normal atau abnormal, 90% dari semua hernia ditemukan
di daerah inguinal. Biasanya impuls hernia lebih jelas dilihat daripada diraba.
Pasien disuruh memutar kepalanya ke samping dan batuk atau mengejan. Lakukan
inspeksi daerah inguinal dan femoral untuk melihat timbulnya benjolan mendadak
selama batuk, yang dapat menunjukkan hernia. Jika terlihat benjolan mendadak,
mintalah pasien untuk batuk lagi dan bandingkan impuls ini dengan impuls pada sisi
lainnya. Jika pasien mengeluh nyeri selama batuk, tentukanlah lokasi nyeri dan
periksalah kembali daerah itu.
Pemeriksaan Hernia Inguinalis
Palpasi hernia inguinal dilakukan dengan meletakan jari pemeriksa di dalam skrotum
di atas testis kiri dan menekan kulit skrotum ke dalam. Harus ada kulit skrotum yang
cukup banyak untuk mencapai cincin inguinal eksterna. Jari harus diletakkan dengan
kuku menghadap ke luar dan bantal jari ke dalam. Tangan kiri pemeriksa dapat
diletakkan pada pinggul kanan pasien untuk sokongan yang lebih baik.
Telunjuk kanan pemeriksa harus mengikuti korda spermatika di lateral masuk
ke dalam kanalis inguinalis sejajar dengan ligamentum inguinalis dan digerakkan ke

13
atas ke arah cincin inguinal eksterna, yang terletak superior dan lateral dari tuberkulum
pubikum. Cincin eksterna dapat diperlebar dan dimasuki oleh jari tangan.
Dengan jari telunjuk ditempatkan pada cincin eksterna atau di dalam kanalis
inguinalis, mintalah pasien untuk memutar kepalanya ke samping dan batuk atau
mengejan. Seandainya ada hernia, akan terasa impuls tiba-tiba yang menyentuh ujung
atau bantal jari penderita. Jika ada hernia, suruh pasien berbaring terlentang dan
perhatikanlah apakah hernia itu dapat direduksi dengan tekanan yang lembut dan terus-
menerus pada massa itu. Jika pemeriksaan hernia dilakukan dengan perlahan-lahan,
tindakan ini tidak akan menimbulkan nyeri.
Setelah memeriksa sisi kiri, prosedur ini diulangi dengan memakai jari telunjuk
kanan untuk memeriksa sisi kanan. Sebagian pemeriksa lebih suka memakai jari
telunjuk kanan untuk memeriksa sisi kanan pasien, dan jari telunjuk kiri untuk
memeriksa sisi kiri pasien. Cobalah kedua teknik ini dan lihatlah cara mana yang anda
rasakan lebih nyaman.
Jika ada massa skrotum berukuran besar yang tidak tembus cahaya, suatu hernia
inguinal indirek mungkin ada di dalam skrotum. Auskultasi massa itu dapat dipakai
untuk menentukan apakah ada bunyi usus di dalam skrotum, suatu tanda yang berguna
untuk menegakkan diagnosis hernia inguinal indirek.
Transluminasi Massa Skrotum
Jika anda menemukan massa skrotum, lakukanlah transluminasi. Di dalam suatu ruang
yang gelap, sumber cahaya diletakkan pada sisi pembesaran skrotum. Struktur
vaskuler, tumor, darah, hernia dan testis normal tidak dapat ditembus sinar. Transmisi
cahaya sebagai bayangan merah menunjukkan rongga yang mengandung cairan
serosa, seperti hidrokel atau spermatokel.

14
Diagnosis Banding5
Adapun diagnosis banding dari hernia scrotalis seperti yang terlihat pada tabel
di bawah ini.

Gambar 3. Diagnosis banding pembesaran scrotum yang lazim dijumpai

Penatalaksanaan 1,2,3,6,7,8,9
1. Konservatif
a. Reposisi Spontan
- Berikan analgesik dan sedativa untuk mencegah nyeri dan merelaksasikan pasien.
Pasien harus istirahat untuk mengurangi tekanan intraabdomen.
- Pasien tidur dengan posisi telentang dan letakkan bantal di bawah lutut pasien.
- Tempat tidur pasien dimiringkan 15⁰ - 20⁰, di mana kepala lebih rendah daripada
kaki (Trandelenburg).
- Kaki yang ipsi lateral dengan tonjolan hernia diposisikan fleksi dan eksternal rotasi
maksimal (seperti kaki kodok).
- Tonjolan hernia dapat dikompres menggunakan kantong es atau air dingin untuk
mengurangi nyeri dan mencegah pembengkakan.
- Ditunggu selama 20-30 menit, bila berhasil operasi dapat direncanakan secara
elektif

b. Reposisi Bimanual
- Tangan kiri memegang isi hernia membentuk corong sedangkan tangan kanan
mendorongnya ke arah cincin hernia dengan tekanan lambat dan menetap sampai
terjadi reposisi. Penekanan tidak boleh dilakukan pada apeks hernia karena justru

15
akan menyebabkan isi hernia keluar melalui cincin hernia. Konsultasi dengan
dokter spesialis bedah bila reposisi telah dicoba sebanyak 2 kali dan tidak berhasil.

2. Pembedahan
Indikasi pembedahan:
- Reduksi spontan dan manual tidak berhasil dilakukan
- Adanya tanda-tanda strangulasi dan keadaan umum pasien memburuk
- Ada kontraindikasi dalam pemberian sedativa misal alergi
Pada pria dewasa, operasi cito terutama pada keadaan inkarserata dan strangulasi.
Pada pria tua, ada beberapa pendapat bahwa lebih baik melakukan elektif surgery
karena angka mortalitas, dan morbiditas lebih rendah jika dilakukan cito surgery. Pada
anak-anak pembedahan dilakukan dengan memotong cincin hernia dan membebaskan
kantong hernia (herniotomy). Sedangkan pada orang dewasa dilakukan herniotomy
dan hernioplasty, selain dilakukan pembebasan kantong hernia juga dilakukan
pemasangan fascia sintetis berupa mesh yang terbuat dari proline untuk memperbaiki
defek. Kedua tindakan herniotomy dan hernioplasty disebut juga dengan hernioraphy.
Manajemen Operasi Hernia
Anestesi. Anestesi dapat general, epidural (spinal) atau lokal. Anestesi epidural atau
lokal dengan sedasi lebih dianjurkan.
Insisi. Oblique atau tranverse, 0,5 inchi diatas titik midinguinal (6-8 cm). Setelah
memotong fascia scarpa dan vena superfisialis, insisi diperdalam hingga mencapai
aponeurosis musculus obliquus eksternus.
Membuka canalis inguinalis. Identifikasi ring eksterna yang terletak pada aspek
superior dan lateral dari tuberculum pubicum. Dinding anterior dari kanalis inguinalis
dibuka sejajar serat dari aponeursis musculus obliquus eksternus, lakukan preservasi
N. Iliohipastric dan N.ilioinguinal. Lakukan identifkasi dan mobilisasi spermatic cord,
dimulai dari bagian tuberculum pubicum, mobilisasi secara sirkular, dan retraksi
dengan penrose drain atau kateter foley.
Identifikasi kantong hernia. Kantong hernia indirek ditemukan pada aspek
anteromedial dari spermatic cord. Setelah dijepit dengan klem, kantong dipotong ke
arah proksimal. Pada hernia direk, kantong hernia ditemukan di trigonum Hesselbach.
Eksisi kantong hernia. Pada kantong hernia indirek, setelah kantong dibuka semua isi
kantong hernia, dapat berupa usus atau omentum, dimasukkan ke dalam intra-
abdomen. Kemudian leher hernia dijahit dan diligasi. Kantong dieksisi dibagian distal

16
dari ligasi. Sementara pada hernia direk kantong dapat diinsersikan ke rongga
peritoneum, namun pada kantong yang besar diakukan eksisi pada kantong.
Pada bayi dan anak-anak, operasi hernia terbatas dengan memotong kantong hernia.
Tidak diperlukan repair pada hernia bayi dan anak. Hal ini didasarkan bahwa sebagian
besar hernia pada anak tidak disertai dengan kelemahan dinding abdomen.
Teknik Hernia Repair
Bassini repair. Teknik ini mulai diperkenalkan
pada tahun 1889, merupakan teknik yang
simple dan cukup efektif. Prinsipnya adalah
approksimasi fascia tranversalis, otot
tranversus abdominis dan otot obliqus internus
(ketiganya dinamai the bassini triple layer)
dengan ligamentum inguinal. Approksimasi
dilakukan dengan menggunakan jahitan
interrupted. Teknik dapat digunakan pada
hernia direk dan hernia indirek.
Shouldice Repair. Teknik ini dipopulerkan di Kanada, merupakan modifikasi dari
Bassini repair. Pada tenik ini jahitan yang digunakan adalah running
sutures/countinues. Jahitan pertama dimulai dari tuberculum pubicum kemudian ke
lateral untuk aproksimasi otot obliqus internus, otot tranversus abdominis dan fascia
tranversalis (bassini triple layers) dengan ligamentum inguinal. Jahitan diteruskan
hingga ke arah ring interna. Jahitan yang sama kemudian dilanjutkan dengan berbalik
arah, dari ring interna ke tuberculum pubicum. Jahitan kedua dilakukan aproksimasi
antara otot obliqus internus dengan ligamentum inguinal dimulai dari tuberculum
pubicum. Karena jahitan aproksimasi pada teknik ini yang berlapis, kejadian rekurensi
dari teknik ini jarang dilaporkan.
McVay (Cooper Ligament) repair. Pada teknik ini terdapat dua komponen penting;
repair dan relaxing incision. Repair dilakukan dengan approksimasi fasia tranversalis
ke ligamentum Cooper. Repair menggunakan benang nonabsorbable, 2.0 atau 0.
Repair dimulai dari tuberculum pubicum dan berjalan ke arah lateral. Jahitan pertama
merupakan jahitan terpenting karena pada bagian tersebut sering terjadi rekurensi.
Langkah kedua adalah relaxing incision secara vertikal pada fascia anterior musculus
rectus. Teknik ini dapat digunakan untuk hernia inguinalis dan femoralis.
Tension-Free Herniorrhaphy/ Lichtenstein. Teknik ini menggunakan mesh prostetik

17
untuk untuk mencegah terjadinya tension. Dapat dilakukan dengan anastesi lokal.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa teknik ini memberikan outcome yang lebih
baik; pasien lebih cepat untuk kembali berkerja, nyeri pasca operasi yang lebih
minimal, pasien lebih nyaman dan rekurensi yang lebih minimal. Teknik ini dapat
digunakan baik pada hernia direk maupun hernia indirek.
Variasi teknik dengan menggunakan mesh telah berkembang hingga menggunakan
mesh plug, disamping mesh patch seperti tenik diatas. Mesh plug digunakan untuk
mengisi defek pada hernia. Mesh patch ini dapat dikombinasikan dengan mesh plug,
dan teknik ini cukup berkembang saat ini. Teknik ini juga dapat digunakan pada kasus-
kasus hernia rekuren.
Repair Dengan Laparoskopi. Terdapat tiga teknik yang berkembang untuk repair
hernia dengan laparoskopi yaitu; transabdominal preperitoneal (TAPP),
intraperitoneal onlay mesh (IPOM), totally ekstraperitoneal (TEP).
Komplikasi
Komplikasi saat pembedahan antara lain:
- Perdarahan, arteri-vena epigastrika inferior atau arteri vena spermatika.
- Lesi nervus ileohypogastrika,ileoinguinalis.
- Lesi vas defferens, buli buli, usus
Komplikasi segera setelah pembedahan:
- Hematome
- Infeksi
Komplikasi lanjut:
- Atrofi Testis
- Hernia residif
Prognosis
Umumnya sebanyak 1-3% kasus dapat terjadi hernia rekuren dalam waktu 10
tahun yang mungkin dapat diakibatkan karena kurangnya jaringan dan tidak kuatnya
hernioplasty yang dilakukan.9

18
BAB III

PEMBAHASAN

Pada kasus di atas, didapatkan diagnosis hernia scrotalis dextra


reponibel atas dasar anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada anamnesis
didapatkan keluhan utama terdapat benjolan pada buah zakar kanan. Pasien
mengatakan awalnya benjolan berada di lipatan paha kanan sejak 4 tahun
yang lalu dan akhir-akhir ini benjolan turun ke bawah. Benjolan hilang
timbul dan tidak terdapat keluhan nyeri. Hal tersebut menggambarkan
hernia reponibel. Pasien mengatakan BAB lancar, mual (-), muntah (-),
perut kembung (-) yang menandakan tidak adanya obstruksi. Selain itu,
pasien juga memiliki faktor risiko yaitu sering mengangkut barang berat
selama bertahun-tahun karena pasien bekerja sebagai kuli bangunan. Hal
tersebut dapat menurunkan kekuatan otot abdomen sehingga dapat
menyebabkan hernia.
Pada status lokalis daerah lipat paha terdapat benjolan yang turun ke
arah skrotum dextra yang berwarna sama dengan kulit. Pada auskultasi
terdapat bising usus pada benjolan. Pada palpasi terdapat perabaan lunak
dan licin serta tidak terdapat nyeri tekan. Pada finger test didapatkan hasil
positif, teraba pada ujung jari yang menggambarkan hernia indirek (hernia
inguinalis lateralis) sehingga hal inilah yang membuat hernia pasien turun
ke scrotum. Pada tes transluminasi menunjukkan hasil negatif yang
menyingkirkan adanya hidrokel. Pada hasil anamnesis dan pemeriksaan
fisik menunjukkan tanda-tanda khas yang mengarah ke hernia scrotalis
dextra sehingga penatalaksanaan yang tepat adalah dilakukan operasi
hernioraphy yang meliputi herniotomy dan hernioplasty dengan persiapan
puasa 6-8 jam sebelum operasi. Selain itu, dilakukan pengisian informed
consent dan konsul ke bagian anestesi. Setelah operasi dilakukan follow up
perhari, didapatkan kondisi pasien tampak baik dan stabil. Bekas luka
operasi juga baik. Kontrol ke poli 1 minggu setelah keluar dari rumah sakit.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Edward, K, L, Leanne, A, Karl. 2013. Inguinal Hernias: Diagnosis and


Management. Diakses dari https://www.aafp.org/afp/2013/0615/p844.pdf
pada tanggal 28 Januari 2018
2. Sjamsuhidayat, R.; Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta
: EGC, pp. 519-37
3. Nicks, Bret A. 2012. Hernias. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com/article/775630-overview#showall pada
tanggal 28 Januari 2018
4. Townsend, Courtney M. 2004. Hernias. Sabiston Textbook of Surgery 17th
Edition. Philadelphia: Elsevier Saunders. 1199-1217
5. Jeffrey A. 2001. Hernias and Abdominal Wall Defects. Surgery Basic Science
and Clinical Evidence. New York. Springer. 787-803.
6. Brunicardi, F. Charles., dkk. 2010. Schwartz’s Principles of Surgery, 9th ed.
United States: The McGraw-Hill Companies.
7. Cook, John. 2000. Hernia. General Surgery at the Distric Hospital.
Switzerland. WHO. 151-156.
8. Debas, Haile T. 2003. Gastrointestinal Surgery, Pathophysiology and
Management. New York: Springer
9. Brunicardi, et al. 2006. Schwartz’s Manual Surgery 8th edition. New York:
McGraw-Hill

20

Anda mungkin juga menyukai