Anda di halaman 1dari 31

1

LAPORAN KASUS

Furunkel

Oleh :
Anna Hanifa Defrita, S.Ked
G1A218105

Pembimbing:
dr. Hj.Raudah

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT 2
PUSKESMAS PAKUAN BARU
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2020
2

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

FURUNKEL

Oleh :
Anna Hanifa Defrita, S.Ked
G1A218105

Jambi, Agustus 2020

Pembimbing

dr. Hj. Raudah


3

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Furunkel” sebagai kelengkapan
persyaratan dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Kesehatan
Masyarakat Rotasi 2 di Puskesmas Pakuan Baru.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Hj. Raudah yang telah
bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing penulis selama
menjalani Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat di
Puskesmas Pakuan Baru.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat
diharapkan guna kesempurnaan laporan kasus ini, sehingga nantinya dapat
bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.

Jambi, Agustus 2020

Penulis
4

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ii
KATA PENGANTAR...................................................................................iii
DAFTAR ISI.................................................................................................iv
BAB I STATUS PASIEN...............................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................9
BAB III ANALISIS KASUS........................................................................14
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................18
5

BAB I

LAPORAN KASUS

1.1 Identitas Pasien

a. Nama/Jenis kelamin/Umur : Ny. P/Perempuan/33 Tahun

b. Pekerjaan/Pendidikan : IRT/SMA

c. Alamat : Jln pamong 3 rt 14

1.2 Latar Belakang sosial-ekonomi-demografi-lingkungan keluarga

a. Status Perkawinan : Menikah

b. Jumlah Anak : 2 Orang

c. Status Ekonomi Keluarga : Cukup

Kondisi Rumah : Rumah pasien merupakan rumah permanen


dengan luas ± 10 x 12 m2. Rumah terdiri dari satu ruang tamu dan satu
ruang keluarga, dua kamar tidur, dapur, satu kamar mandi dan teras.
Rumah pasien disertai ventilasi di bagian depan rumah dan samping
rumah, lantai rumah terbuat dari semen. Pintu masuk terdapat di depan.
Rumah terletak dipinggir jalan. Sumber air bersih adalah air PDAM dan
sumber listrik dari PLN.

d. Kondisi Lingkungan di Sekitar rumah :


Rumah pasien berjarak tidak jauh dengan rumah lainnya.
1.3 Aspek Psikologis Keluarga
Tidak ada masalah psikologis dalam keluarga

1.4 Keluhan Utama :


Ruam kemerahan yang disertai rasa gatal dan perih pada paha kanan
bagian dalam sejak ± 4 hari sebelum datang ke puskesmas.
1.5 Riwayat Penyakit Sekarang
6

Pasien datang ke Puskesmas dengan keluhan timbul ruam kemerahan yang


disertai rasa gatal dan perih pada paha kanan bagian dalam sejak ± 4 hari
yang lalu. Awalnya ruam hanya berupa bintil kemerahan berbentuk
jerawat, kira-kira seukuran setengah sentimeter, yang semakin membesar
hingga seukuran uang logam dan menonjol, awalnya ruam disertai
kemerahan pada bagian pinggir, kemudian kemerahan menyebar ke
seluruh area ruam.
kurang lebih setengah sentimeter, pasien mengaku bintil-bintil tersebut
timbul semakin panjang serta lama kelamaan bintil menjadi memanjang
dan berkelok-kelok. Kini panjangnya dari punggung kaki hingga hampir
mencapai mata kaki.
Keluhan juga disertai rasa gatal. Gatal dirasakan hilang timbul dan semakin
lama semakin memberat terlebih saat malam hari sehingga pasien tidak tahan
untuk menggaruk dan menjadi sulit tidur. Ruam tersebut digaruk terkadang
hingga timbul rasa pedih. Keluhan ruam dan gatal hanya terlokalisir di daerah
kaki kiri tersebut. Demam disangkal. Gigitan serangga sebelum keluhan
muncul disangkal.
1.6 Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat menderita penyakit yang sama sebelumnya (+) pada paha kiri
 Riwayat sakit kulit (-)
 Riwayat Alergi (+)

1.7 Riwayat Penyakit Keluarga


 Keluhan serupa dengan pasien (-)
 Riwayat sakit kulit lain di keluarga (-)
 Riwayat alergi (-)

1.8 Riwayat Kebiasaan


 Alergi obat-obatan (-), alergi makanan (-)
 Pasien dalam keadaan obesitas, keadaan paha sering terjadi gesekan
7

 Pasien berkeringat berlebihan baik pada saat aktivitas ringan maupun tidak
sedang beraktivitas

1.9 Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Tampak sakit ringan


Kesadaran : Compos mentis
Pengukuran Tanda Vital :
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 84 x/menit, cepat, reguler, isi cukup
Suhu : 36,7°C
Respirasi : 20x/menit
Berat Badan : 70 kg
Tinggi Badan : 150 cm
IMT : (overweigh)

Pemeriksaan Generalisata

1. Kepala Bentuk : Normocephal


Simetri : Simetris
2. Mata Exopthalmus/enophatlmus : (-)
Kelopak : Normal
Conjungtiva : Anemis (-)
Sklera : Ikterik (-)
Kornea : Normal
Pupil lensa : Bulat, isokor, reflex
cahaya +/+
Lensa : Normal, keruh (-)
Gerakan bola mata : Baik

3. Hidung : Deviasi septum(-), sekret (-)


4. Telinga : Normotia, nyeri tekan tragus (-/-), sekret (-/-)
5. Mulut : Bibir : lembab
8

Bau pernafasan : berbau (-)


Gusi : warna merah muda,
perdarahan (-)
Selapu lendir : normal
Lidah : putih kotor (-), ulkus (-)
Tonsil : T1-T1, hiperemis (-)

6. Leher : Pembesaran KGB (-)


7. Thorax
Bentuk : simetris, normochest, peleberan sela iga(-), otot
bantu nafas(-)

Cor (Jantung)

Inspeksi Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra

Perkusi Batas jantung atas: ICS II linea parasternalis sinistra


Batas jantung kanan: ICS IV line parasternalis dextra
Batas jantung kiri: ICS V linea midclavicularis sinistra

Auskultas BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)


i

Pulmo (Paru)

Pemeriksaan Kanan Kiri

Inspeksi Gerakan dinding dada Gerakan dinding dada


simetris, retraksi (-) simetris, retraksi (-)

Palpasi Masa (-), krepitasi (-) Masa (-), krepitasi (-)

Perkusi Sonor Sonor

Auskultasi Vesikuler(+), Wheezing (-), Vesikuler(+), Wheezing (-),


9

ronkhi (-) rhonki (-)

8. Abdomen :
Inspeksi : Bentuk datar, caput medusa (-), venektasi (-).
Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (+), hepar lien ginjal tidak
teraba.
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal

9. Ekstremitas:
Superior : Edema (-/-), akral hangat, CRT <2 detik
Inferior : Edema (-/-), akral hangat, CRT <2 detik

Status Lokalis

Et Regio Femoralis posterior dextra


Papul eritem multipel, bentuk tidak beraturan memanjang dan berkelok-
kelok, tepi ireguler, sirkumskrip, serpiginosa, tanda radang di daerah
sekitar ruam (-).

1.9 Pemeriksaan Penunjang


Tidak dilakukan
1.10 Pemeriksaan Penunjang Anjuran

 Pemeriksaan Darah rutin


 Pemeriksaan pewarnaan gram
 Pemeriksaan kultur bakteri
10

1.11 Diagnosa Kerja


Furunkel
1.12 Diagnosa Banding
Kista epidermal
Hidradenitis Suppurativa
Blastomikosis
Sporotrikosis
Sklofuloderma

1.13 Manajemen
1. Promotif :
 Meningkatkan daya tahan tubuh dengan makanan yang bergizi
 Mengatur pola makan yang teratur dan tepat waktu
 Segera membawa ke tempat pelayanan kesehatan jika sakit
berulang
 Menjelaskan bahwa penyakit dapat berulang
 Memberi tahu faktor risiko yang berhubungan dengan penyakit
pasien
2. Preventif :

 Menghindari posisi berbaring setelah makan


 Hindari makanan berlemak, asam, pedas, cokelat, kopi, minuman
bersoda, rokok dan alkohol
 Hindari stress
3. Kuratif :
Non Farmakologi
 Menghindari posisi berbaring setelah makan
 Mengurangi konsumsi makan makanan yang asam atau pedas
 Menyiapkan persediaan obat di rumah
11

Farmakologi
 Omeprazole cap 1x20 mg
 Antasida tab 3x200 mg
 Domperidon tab 3x10mg
4. Rehabilitatif
 Memantau penyakit pasien secara rutin. Hal ini dilakukan
dengan kerja sama dari pasien tersebut dengan mengikuti saran
dokter untuk datang berobat secara berkala.
 Jika keluhan dirasakan kembali segera berobat ke pelayanan
medis terdekat
 Menyediakan persediaan obat di rumah
12

Resep Puskesmas Resep Ilmiah 1

Dinas Kesehatan Kota Jambi Dinas Kesehatan Kota Jambi


Puskesmas Olak Kemang Puskesmas Olak Kemang
Dr. Rahayu Afpriliza Dr. Rahayu Afpriliza
SIP : G1A218025 SIP : G1A218025

Jambi, Juli 2020 Jambi, Juli 2020

R/ Paracetamol tab 500 mg No X R/ Lansoprazole caps 30mg No III


S 3 dd tab I pc S 1dd caps 1 ac
R/ Amoxicilin tab 500 mg No X R/ Metoclopramide tab 10mg No.X
S 3 dd tab I pc S 3dd tab 1ac

Pro : Ny. F
Umur: 27 Tahun Pro : Ny. R
Alamat: RT 06 Pulo Gedong Umur: 51 Tahun
Alamat: RT 03 Pasir Panjang

Resep ilmiah 2 Resep ilmiah 3


Dinas Kesehatan Kota Jambi Dinas Kesehatan Kota Jambi
Puskesmas Olak Kemang Puskesmas Olak Kemang
Dr. Rahayu Afpriliza Dr. Rahayu Afpriliza
SIP : G1A218025 SIP : G1A218025

Jambi, Juli 2020 Jambi, Juli 2020

R/ Omeprazole caps 20mg No III R/ Ranitidin tab 150mg No X


S 1dd caps 1 ac S 2dd tab 1 ac
R/ Sucralfat susp No. I R/ Domperidone tab 10 mg No. X
S 4dd cth 2 ac S 3dd tab 1 ac
R/ Metoclopramide tab 10 mg No.X R/ Antasida tab No X
S 3dd tab 1 ac S 3 dd tab 1 ac

Pro : Ny. R Pro : Ny. R


Umur: 51 Tahun Umur: 51 Tahun
Alamat : RT 03 Pasir Panjang Alamat: RT 03 Pasir Panjang
13
Pro :
Alamat:
Resep tidak boleh ditukar tanpa
sepengetahuan dokter

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 FURUNKEL
2.1.1 Definisi
Furunkel adalah peradangan pada folikel rambut dan jaringan subkutan

sekitarnya. Furunkel dapat terbentuk pada lebih dari satu tempat. Jika lebih dari

satu tempat disebut furunkulosis. Furunkulosis dapat disebabkan oleh berbagai

faktor antara lain akibat iritasi, kebersihan yang kurang, dan daya tahan tubuh

yang kurang. Infeksi dimulai dengan adanya peradangan pada folikel rambut di

kulit (folikulitis), kemudian menyebar kejaringan sekitarnya.1,3 Karbunkel adalah

satu kelompok beberapa folikel rambut yang terinfeksi oleh Staphylococcus

aureus, yang disertai oleh keradangan daerah sekitarnya dan juga jaringan

dibawahnya termasuk lemak bawah kulit.4

Gambar 1. Furunkel. 5
14

Gambar 2. Furunkulosis. 6

Gambar 3. Karbunkel 3

2.1.2. Sinonim

Furunkel dapat disebut juga sebagai bisul.3

2.1.3. Epidemiologi

Penyakit ini memiliki insidensi yang rendah. Belum terdapat data spesifik

yang menunjukkan prevalensi furunkel. Furunkel umumnya terjadi pada anak-

anak, remaja sampai dewasa muda frekuensi terjadinya antara pria dan wanita.2
15

2.1.4. Etiologi

Permukaan kulit normal atau sehat dapat dirusak oleh karena iritasi,

tekanan, gesekan, hiperhidrosis, dermatitis, dermatofitosis, dan beberapa faktor

yang lain, sehingga kerusakan dari kulit tersebut dipakai sebagai jalan masuknya

Staphylococcus aureus maupun bakteri penyebab lainnya. Penularannya dapat

melalui kontak atau auto inokulasi dari lesi penderita. Furunkulosis dapat menjadi

kelainan sistemik karena faktor predisposisi antara lain, alcohol, malnutrisi,

diskrasia darah, iatrogenic atau keadaan imunosupresi termasuk AIDS dan

diabetes mellitus.3

2.1.5 Patogenesis

Kulit memiliki flora normal, salah satunya S.aureus yang merupakan flora

residen pada permukaan kulit dan kadang-kadang pada tenggorokan dan saluran

hidung. Predileksi terbesar penyakit ini pada wajah, leher, ketiak, pantat atau

paha. Bakteri tersebut masuk melalui luka, goresan, robekan dan iritasi pada kulit.

Selanjutnya, bakteri tersebut berkolonisasi di jaringan kulit. Respon primer host

terhadap infeksi S.aureus adalah pengerahan sel PMN ke tempat masuk kuman

tersebut untuk melawan infeksi yang terjadi. Sel PMN ini ditarik ke tempat infeksi

oleh komponen bakteri seperti formylated peptides atau peptidoglikan dan sitokin

TNF (tumor necrosis factor) dan interleukin (IL) 1 dan 6 yang dikeluarkan oleh

sel endotel dan makrofag yang teraktivasi. Hal tersebut menimbulkan inflamasi

dan pada akhirnya membentuk pus yang terdiri dari sel darah putih, bakteri dan

sel kulit yang mati. 3


16

Didapatkan keluhan utama dan keluhan tambahan pada perjalanan dari

penyakit furunkel. Lesi mula-mula berupa infiltrat kecil, dalam waktu singkat

membesar kemudian membentuk nodula eritematosa berbentuk kerucut.

Kemudian pada tempat rambut keluar tampak bintik-bintik putih sebagai mata

bisul. Nodus tadi akan melunak (supurasi) menjadi abses yang akan memecah

melalui lokus minoris resistensi yaitu di muara folikel, sehingga rambut menjadi

rontok atau terlepas. Jaringan nekrotik keluar sebagai pus dan terbentuk fistel.

Karena adanya mikrolesi baik karena garukan atau gesekan baju, maka kuman

masuk ke dalam kulit. Beberapa faktor eksogen yang mempengaruhi timbulnya

furunkel yaitu, musim panas (karena produksi keringat berlebih), kebersihan dan

hygiene yang kurang, lingkungan yang kurang bersih. Sedangkan faktor endogen

yang mempengaruhi timbulnya furunkel yaitu, diabetes, obesitas, hiperhidrosis,

anemia, dan stres emosional.2

Gambar 4. Klasifikasi dari infeksi bakterial pada folikel rambut


17

2.1.6 Gejala Klinis

Mula-mula nodul kecil yang mengalami keradangan pada folikel rambut,

kemudian menjadi pustule dan mengalami nekrosis dan menyembuh setelah pus

keluar dengan meninggalkan sikatriks. Awal juga dapat berupa macula

eritematosa lentikular setempat, kemudian menjadi nodula lentikular setempat,

kemudian menjadi nodula lentikuler-numular berbentuk kerucut.4

Nyeri terjadi terutama pada furunkel yang akut, besar, dan lokasinya di

hidung dan lubang telinga luar. Bisa timbul gejala kostitusional yang sedang,

seperti panas badan, malaise, mual. Furunkel dapat timbul di banyak tempat dan

dapat sering kambuh. Predileksi dari furunkel yaitu pada muka, leher, lengan,

pergelangan tangan, jari-jari tangan, pantat, dan daerah anogenital.7,8

Gambar 5. Furunkel pada belakang telinga. 9

2.1.7. Diagnosa

Diagnosa dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan klinis,

pemeriksaan bakteriologi dari sekret.2

a. Anamnesa
18

Penderita datang dengan keluhan terdapat nodul yang nyeri. Ukuran nodul

tersebut meningkat dalam beberapa hari. Beberapa pasien mengeluh demam dan

malaise.4

b. Pemeriksaan Fisik

Terdapat nodul berwarna merah, hangat dan berisi pus. Supurasi terjadi

setelah kira-kira 5-7 hari dan pus dikeluarkan melalui saluran keluar tunggal

(single follicular orifices). Furunkel yang pecah dan kering kemudian membentuk

lubang yang kuning keabuan ireguler pada bagian tengah dan sembuh perlahan

dengan granulasi.8

c. Pemeriksaan Penunjang

Furunkel biasanya menunjukkan leukositosis. Pemeriksaan histologis dari

furunkel menunjukkan proses inflamasi dengan PMN yang banyak di dermis dan

lemak subkutan. Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang

dikonfirmasi dengan pewarnaan gram dan kultur bakteri. Pewarnaan gram

S.aureus akan menunjukkan sekelompok kokus berwarna ungu (gram positif)

bergerombol seperti anggur, dan tidak bergerak. Kultur pada medium agar MSA

(Manitot Salt Agar) selektif untuk S.aureus. Bakteri ini dapat memfermentasikan

manitol sehingga terjadi perubahan medium agar dari warna merah menjadi

kuning. Kultur S. aureus pada agar darah menghasilkan koloni bakteri yang lebar

(6-8 mm), permukaan halus, sedikit cembung, dan warna kuning keemasan. Uji

sensitivitas antibiotik diperlukan untuk penggunaan antibiotik secara tepat.3


19

Gambar 6. Gambaran Mikroskopik S.aureus dengan Pengecatan Gram.

Gambar 7. Hasil Kultur S. aureus dalam Medium MSA.


20

Gambar 8. Hasil Kultur S.aureus dalam Medium Agar Darah

2.1.8 Diagnosa Banding

a. Kista Epidermal

Diagnosa banding yang paling utama dari furunkel adalah kista epidermal

yang mengalami inflamasi. Kista epidermal yang mengalami inflamasi dapat

dengan tiba-tiba menjadi merah, nyeri tekan dan ukurannya bertambah dalam satu

atau beberapa hari sehingga dapat menjadi diagnosa banding furunkel. Diagnosa

banding ini dapat disingkirkan berdasarkan terdapatnya riwayat kista sebelumnya

pada tempat yang sama, terdapatnya orificium kista yang terlihat jelas dan

penekanan lesi tersebut akan mengeluarkan masa seperti keju yang berbau tidak

sedap sedangkan pada furunkel mengeluarkan material purulen.6

b. Hidradenitis Suppurativa
21

Hidradenitis suppurativa (apokrinitis) sering membuat salah diagnosis

furunkel. Berbeda dengan furunkel, penyakit ini ditandai oleh abses steril dan

sering berulang. Selain itu, daerah predileksinya berbeda dengan furunkel yaitu

pada aksila, lipat paha, pantat atau dibawah payudara. Adanya jaringan parut yang

lama, adanya saluran sinus serta kultur bakteri yang negatif memastikan diagnosis

penyakit ini dan juga membedakannya dengan furunkel. 6

c. Sporotrikosis

Merupakan kelainan jamur sistemik, timbul benjolan-benjolan yang

berjejer sesuai dengan aliran limfe, pada perabaan terasa kenyal dan terdapat nyeri

tekan.2

d. Blastomikosis

Didapatkan benjolan multipel dengan beberapa pustula, daerah sekitarnya

melunak. 2

e. Skrofuloderma

Biasanya berbentuk lonjong, livid, dan ditemukan jembatan-jembatan kulit

(skin bridges). 2

2.1.9 Penatalaksanaan

Pada furunkel di bibir atas pipi dan karbunkel pada orang tua sebaiknya

dirawat inapkan. Pengobatan topikal, bila lesi masih basah atau kotor dikompres

dengan solusio sodium chloride 0,9%. Bila lesi telah bersih, diberi salep natrium

fusidat atau framycetine sulfat kassa steril. 2,4

Antibiotik sistemik mempercepat resolusi penyembuhan dan wajib

diberikan pada seseorang yang beresiko mengalami bakteremia. Antibiotik


22

diberikan selama tujuh sampai sepuluh hari. Lebih baiknya, antibiotik diberikan

sesuai dengan hasil kultur bakteri terhadap sensitivitas antibiotik.3

Tabel 1. Antibiotik Sistemik


Antimicrobial Agent Dosing (PO Unless Indicated), Usually

For 7 to 14 Days
Natural penicillins   
  Penicillin V 250–500 mg tid/qid for 10 days
  Penicillin G 600,000–1.2 million U IM qd for 7 days
  Benzathine penicillin G 600,000 U IM in children 6 years, 1.2

million units if 7 years, if compliance is a

problem
Penicillinase-resistant penicillins   
  Cloxacillin 250–500 mg (adults) qid for 10 days
  Dicloxacillin (drug of choice) 250–500 mg (adults) qid for 10 days
  Nafcillin 1.0–2.0 g IV q4h
  Oxacillin 1.0–2.0 g IV q4h
Aminopenicillins   
  Amoxicillin 500 mg tid or 875 mg q12h
  Amoxicillin plus clavulanic acid 875/125 mg bid; 20 mg/kg per day tid for 10

(Betha-lactamase inhibitor) days


  Ampicillin 250–500 mg qid for 7–10 days
Cephalosporins   
  Cephalexin (drug of choice) 250-500 mg (adults) qid for 10 days; 40–50

mg/kg per day (children) for 10 days


  Cephradine 250–500 mg (adults) qid for 10 days; 40–50

mg/kg per day (children) for 10 days


  Cefaclor 250–500 mg q8h
  Cefprozil 250–500 mg q12h
  Cefuroxime axetil 125–500 mg q12h
  Cefixime 200–400 mg q12–24h
Erythromycin group   
23

  Erythromycin ethylsuccinate 250–500 mg (adults) qid for 10 days; 40

mg/kg per day (children) qid for 10 days


  Clarithromycin 500 mg bid for 10 days
  Azithromycin Azithromycin: 500 mg on day 1, then 250

mg qd days 2–5
Clindamycin  150-300 mg (adults) qid for 10 days; 15

mg/kg per day (children) qid for 10 days


Tetracylines   
  Minocycline 100 mg bid for 10 days
  Doxycycline 100 mg bid
  Tetracycline 250–500 mg qid
Miscellaneous agents   
  Trimethoprim-sulfamethoxazole 160 mg TMP + 800 mg SMX bid
  Metronidazole 500 mg qid
  Ciprofloxacin 500 mg bid for 7 days

Bila infeksi berasal dari methicillin resistent Streptococcus aureus

(MRSA) dapat diberikan vankomisin sebesar 1 gram tiap 12 jam. Pilihan lain

adalah tetrasiklin, namun obat ini berbahaya untuk anak-anak. Terapi pilihan

untuk golongan penicilinase-resistant penicillin adalah dicloxacilin Pada penderita

yang alergi terhadap penisilin dapat dipilih golongan eritromisin. Pada orang yang

alergi terhadap β-lactam antibiotic dapat diberikan vancomisin. 3

Tindakan insisi dapat dilakukan apabila telah terjadi supurasi. Higiene

kulit harus ditingkatkan. Jika masih berupa infiltrat, pengobatan topikal dapat

diberikan kompres salep iktiol 5% atau salep antibotik. Adanya penyakit yang

mendasari seperti diabetes mellitus, harus dilakukan pengobatan yang tepat dan

adekuat untuk mencegah terjadinya rekurensi.2,4


24

Terapi antimikrobial harus dilanjutkan sampai semua bukti inflamasi

berkurang. Lesi yang didrainase harus ditutupi untuk mencegah autoinokulasi.

Pasien dengan furunkel yang berulang memerlukan evaluasi dan penanganan

lebih komplek.2

Tabel 2. Manajemen furunkulosis atau karbunkel rekuren


● Evaluasi penyebab yang mendasari dengan teliti

- Proses sistemik

- Faktor-faktor predisposisi yang terlokalisasi spesifik: paparan zat industri (zat kimia,

minyak).

- Higiene yang buruk.

- Sumber kontak Staphylococcus: infeksi piogenik dalam keluarga, olahraga kontak

seperti gulat, autoinokulasi.

- Stahphylococcus aureus dari hidung : disini tempat dimana penyebaran organisme ke

tempat tubuh yang lain.terjadi. Frekuensi dari bawaan nasal bervariasi : 10%-15% pada

balita 1 tahun, 38% pada mahasiswa, 50% pada dokter RS dan siswa militer.

● Perawatan kulit secara umum: tujuannya adalah mengurangi jumlah S.aureus pada

kulit. Perawatan kulit pada kedua tangan dan tubuh dengan air dan sabun adalah

penting. Sabun antimikrobial yang mengandung providone iodine atau benzoyl

peroxide atau klorheksidin 4% dapat digunakan untuk mengurangi kolonisasi

stafilokokus pada kulit.. Handuk yang terpisah harus digunakan dan secara hati-hari

dicuci dengan air panas sebelum digunakan.

● Jenis Pakaian : pakaian yang menyerap keringat, ringan dan longgar harus digunakan

sesering mungkin. Sejumlah besar stafilokokus sering berada pada seprai dan pakaian

dalam pasien dengan furunkulosis atau karbunkel dan dapat menyebabkan reinfeksi
25

pada pasien dan infeksi pada anggota keluarganya. Pakaian secara terpisah dicuci

dalam air hangat dan diganti tiap hari.

● Pertimbangan umum: beberapa pasien tetap memiliki siklus lesi rekuren. Kadang-

kadang, masalah dapat diperbaiki atau dihilangkan dengan menyuruh pasien agar tidak

melakukan pekerjaan rutin regular. Terutama pada individu dengan stres emosional

dan kelelahan fisik. Liburan selama beberapa minggu, idealnya pada iklim sejuk atau

kering akan membantu dengan cara menyediakan istirahat dan juga menyisihkan

waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan program perawatan kulit.

● Pertimbangkan hal yang bertujuan eliminasi S.aureus (yang `peka methicillin maupun

yang resisten methicillin) dari hidung (dan kulit) :

- Penggunaan salep lokal pada vestibulum nasalis mengurangi S.aureus pada hidung

dan secara sekunder mengurangi sekelompok organisme pada kulit, sebuah proses

yang menyebabkan furunkulosis rekuren. Pemakaian secara intranasal dari salep

mupirocin calcium 2% dalam base paraffin yang putih dan lembut selama 5 hari dapat

mengeliminasi S.aureus pada hidung sekitar 70% pada individu yang sehat selama 3

bulan. Resistensi stafilokokus terhadap mupirocin hanya didapatkan pada 1 dari 17

pasien. Profilaksis dengan salep asam fusidat yang dioleskan pada hidung dua kali

sehari setiap minggu keempat pada pasien dan anggota keluarganya yang merupakan

karier strain infeksius S.aureus pada hidung (bersamaan dengan pemberian antibiotik

anti-stafilokokus peroral selama 10-14 hari pada pasien) telah terbukti dengan

beberapa keberhasilan.

- Antibiotik oral (misalnya rifampin 600 mg PO tiap hari selama 10 hari) efektif dalam

mengeradikasi S.aureus untuk kebanyakan nasal carrier selama periode lebih dari 12

minggu. Penggunaan rifampin dalam jangka waktu tertentu untuk mengeradikasi


26

S.aureus pada hidung dan menghentikan siklus berkelanjutan dari furunkulosis

rekuren adalah beralasan pada pasien yang dengan pengobatan lain gagal. Namun,

strain yang resisten rifampin dapat muncul dengan cepat pada terapi seperti itu.

Penambahan obat kedua (dikloxacillin bagi S.aureus yang peka methicillin;

trimethoprim-sulfametaxole, siprofloksasin, atau minoksiklin bagi S.aureus yang

resisten methicillin) telah digunakan untuk mengurangi resistensi rifampin dan untuk

mengobati furunkulosis rekuren.

2.1.10 Prognosis

Prognosis baik sepanjang faktor penyebab dapat dihilangkan, dan

prognosis menjadi kurang baik apabila terjadi rekurensi. Umumnya pasien

mengalami resolusi, setelah mendapatkan terapi yang tepat dan adekuat. Beberapa

pasien mengalami komplikasi bakteremia dan bermetastasis ke organ lain.

Beberapa pasien mengalami rekurensi, terutama pada penderita dengan penurunan

kekebalan tubuh.2

BAB III
27

ANALISA KASUS

a. Hubungan diagnosis dengan keadaan rumah dan lingkungan sekitar


Pada kasus ini tidak ada hubungan diagnosis dengan keadaan rumah dan
lingkungan sekitar.Hal ini dikarenakan dispepsia bukan merupakan penyakit yang
menular.
b. Hubungan diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan
keluarga
Pada kasus ini tidak ada hubungan diagnosis penyakit dengan keadaan
keluarga dan hubungan antar keluarga. Hal ini dikarenakan didalam keluarga,
pasien berhubungan baik dengan anggota keluarga lainnya.
c. Hubungan diagnosis dengan perilaku kesehatan dalam keluarga dan
lingkungan sekitar
Perilaku kesehatan pasien dalam hal mengatur pola makan pasien dalam
keluarga dianggap berhubungan terhadap penyakit yang dialami pasien. Perilaku
kesehatan pasien tergolong tidak baik, hal ini tergambar dari kebiasaan pola
makan dan pola hidup yang tidak sehat seperti :
1. Pasien mengaku makan tidak teratur dan riwayat makan makanan asam
dan pedas.
2. Pasien juga mengaku kurang olah raga.
3. Pasien kadang banyak pikiran
Bila dilihat dari keadaan perilaku kesehatan dalam keluargan maka jelas
ada hubungannya dengan penyakit yang dialami oleh pasien karena hal-hal
tersebut merupakan faktor resiko dari penyakit dispepsia.
d. Analisis kemungkinan faktor resiko atau etiologi penyakit pada
pasien
Pada pasien ini dari anamnesis yang dilakukan terhadap berbagai faktor
yang bisa menyebabkan terjadinya penyakit ini didapatkan kesimpulan bahwa
kebiasaan pasien dengan tidak menjaga pola makan yang teratur, seringnya
mengkonsusmsi makan makanan asam dan pedas, kurangnya aktifitas olahraga,
banyak pikiran menjadi faktor resiko yang mendukung terjadinya penyakit ini.
28

e. Analisis untuk mengurangi paparan


Pasien kita edukasi mengenai penyakit yang diderita dan penatalaksanaan
yang diberikan. Menghindari makanan pencetus yang merangsang, seperti pedas,
asam, tinggi lemak. Makan teratur, sedikit tapi berulang kali (sering), mengurangi
mengkonsumsi kopi dan merokok serta makanan yang dimakan harus lembek,
mudah dicerna, tidak dirangsang dan dapat menetralisir asam lambung. Selain itu
juga harus diikuti dengan banyak konsumsi buah, sayuran, dan produk-produk
rendah lemak.
Rencana Promosi Dan Pendidikan Kesehatan Kepada Pasien Dan Kepada
Keluarga
 Menjaga kebersihan diri dan lingkungan serta olahraga untuk mewujudkan
hidup yang sehat dan bersih.
 Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien tentang faktor-faktor yang
dapat memicu kekambuhan dispepsia seperti :

a. Faktor makan (pola makan)

Pada kasus dispepsia biasanya diawali oleh pola makan yang tidak
teratur sehingga lambung menjadi sensitif bila asam lambung
meningkat. dispepsia juga dapat timbul setelah minum alkohol atau
kopi serta makanan yang pedas dan sulit dicerna. Kekambuhan
dispepsia dapat disebabkan oleh pola makan yaitu frekuensi makan,
jenis, dan jumlah makanan. Sedangkan Frekuensi makan di berikan
sedikit tapi sering. Makan dalam porsi besar dapat menyebabkan
refluks isi lambung. Konsumsi jenis makanan yang berserat dan
bergas dapat menyebabkan dispepsia, dan juga stres dapat
menyebabkan luka pada saluran pencernaan.

b. Faktor obat-obatan
29

Konsumsi obat-obat pereda nyeri tanpa diawasi dokter dikarenakan


dalam tingkat konsumsi yang berlebihan dapat menimbulkan
dispepsia
c. Faktor psikologis

Stres baik primer maupun sekunder dapat menyebabkan peningkatan


produksi asam lambung dan gerakan peristaltik lambung.
d. Infeksi bakteri

Akibat infeksi dari luar tubuh jarang terjadi, sebab bakteri tersebut
akan terbunuh oleh asam lambung.
 Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien untuk melakukan diet
lambung, bertujuan untuk:

a. Memberikan makanan yang adekuat dan tidak mengiritasi lambung.


b. Menghilangkan gejala penyakit.
c. Menetralisir asam lambung dan mengurangi produksi asam lambung.
d. Mempertahankan keseimbangan cairan.
e. Mengurangi gerakan peristaltik lambung.
f. Memperbaiki kebiasaan makan pasien.
Prinsip diet bersifat ad libitum, yang artinya adalah bahwa diet
lambung dilaksanakan berdasarkan kehendak pasien dan pasien dianjurkan
untuk makan secara teratur, tidak terlalu berlebihan dan juga tidak boleh
kekurangan makan. Makanan yang dikonsumsi harus mengandung cukup
kalori dan protein (TKTP) namun kandungan lemak/minyak,.Makanan
pada diet lambung harus mudah dicerna dan rendah serat, terutama serat
tidak larut dalam air yang ditingkatkan secara bertahap. Makanan tidak
boleh mengandung bahan yang merangsang, menimbulkan gas, bersifat
asam, dan yang bersifat melekat.

Rencana Edukasi penyakit kepada pasien dan kepada keluarga :


30

- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa penyakit ini


merupakan penyakit yang dapat berulang kembali dan dapat dicegah
kekambuhannya dengan mengatur pola makan dan mengkonsumsi makanan
yang tidak merangsang meningkatnya asam lambung.

- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien untuk menghindari stres baik
fisiologis maupun psikologis dengan istirahat yang cukup dan melakukan
kegiatan yang positif dikarenakan stres dapat meningkatkan resiko
kekambuhan.

- Menjelaskan kepada pasien bagaimana cara konsumsi obat, menjelaskan


komplikasi yang dapat terjadi akibat penyakit tersebut sehingga apabila tidak
ada perbaikan atau keluhan yang memburuk pasien diminta kembali kontrol
ke puskesmas ataupun sarana kesehatan lainnya untuk dilakukan pemeriksaan
yang lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA
31

1) Djojoningrat D. Dispepsia Fungsional dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit


Dalam, jilid 2. Jakarta. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia: 2014. hal. 1805-10.
2) Ikatan Dokter Indonesia. Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer. 1st ed. Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia; 2017.
Hal. 69-70
3) Alwi, I. e. Dispepsia Fungsional. Penatalaksanaan Di Bidang Ilmu Penyakit
Dalam Panduan Praktis Klinis Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam
Indonesia. 2015. Hal. 681-4
4) Mubin H. Panduan Praktis Ilmu Penyaokit Dalam Diagnosis dan Terapi. EGC:
2001. hal 240.

Anda mungkin juga menyukai