Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS

Peritonitis et causa Appendisitis Perforasi

KONSULEN : dr. Willi Satriya, SpB

DOKTER INTERNSIP : dr. Gabriella Patricia Angkow

DOKTER PENDAMPING : dr. Kitri Suksma Lestavi

RS GUNUNG MARIA
Jln. Sejahtera No. 282, Tomohon
Sulawesi Utara – Indonesia
P. (0431) 351008
F. (0431) 352414
E-mail :rsgunungmaria@yahoo.co.id
2020

i
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus dengan Judul :


“Peritonitis et causa Appendisitis Perforasi”
Telah dikoreksi, disetujui dan dibacakan pada ….. 2020

Dokter Internsip :
dr. Gabriella Patricia Angkow

Supervisor Pembimbing :

dr. Willi Satriya, SpB

Mengetahui,
Dokter Pendamping Internsip

dr Kitri Suksma Lestavi dr. Yelly. W. Tumbol

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas Anugerah Keselamatan dan
Belas Kasih-Nya yang telah memampukan penulis sehingga dapat menyelesaikan
laporan kasus dengan judul “Peritonitis et causa Appendisitis Perforasi”. Makalah ini
disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam Program Internsip Dokter Indonesia
di Rumah Sakit Umum Gunung Maria Tomohon.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak
tidaklah mudah untuk menyelesaikan tugas ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. dr. Willi Satriya, Sp.B selaku Supervisor Pembimbing


2. dr. Kitri Suksma Lestavi dan dr Yelly W. Tumbol sebagai pendamping PIDI
3. Rekan-rekan dokter internsip atas bantuan dan dukungannya

Penulis sangat terbuka dalam menerima kritik dan saran karena penyusunan tugas
ini masih jauh dari kata sempurna. Semoga ini bisa bermanfaat bagi setiap orang yang
membacanya. Tuhan memberkati kita semua.

Tomohon, Desember 2020

Penulis

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………………...…ii
KATA PENGANTAR……………………………………………………………..…iii
DAFTAR ISI………………………………………………………………………….iv

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………..……v
BAB II LAPORAN KASUS………………………………………………………..…1
BAB III TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………16
BAB IV PENUTUP……………………………………………………………….…26

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………..27

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Peritonitis merupakan peradangan pada selaput serosal yang melapisi rongga


perut dan organ-organ yang berada di dalamnya. Peradangan peritoneum merupakan
komplikasi yang berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-
organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal).
Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri. Kontaminasi yang
terjadi secara terus-menerus, bakteri yang virulen, resistensi yang menurun, dan
adanya benda asing merupakan faktor yang dapat menimbulkan terjadinya peritonitis.
Peritonitis diklasifikasikan menjadi peritonitis primer, sekunder dan tersier.
Peritonitis primer diperkirakan terjadi pada 10% hingga 30% pasien dengan sirosis
hepatic. Peritonitis sekunder merupakan jenis peritonitis yang paling sering terjadi,
sedangkan peritonitis tersier merupakan peritonitis yang terjadi kurang dari 1% kasus
bedah. Angka mortalitas peritonitis bakteri primer bervariasi antara 5% hingga 50%.
Hal ini tergantung pada perkembangan komplikasi dan komorbiditas pada pasien,
misalnya perdarahan gastrointestinal, disfungsi renal, dan gagal ginjal. Pada
peritonitis sekunder, kontrol sumber infeksi melalui tindakan pembedahan dan
pemberian antibiotik dapat mengurangi mortalitas menjadi 5-6%. Bila sumber infeksi
tidak terkontrol, angka mortalitas pasien dapat mencapai 40%.
Diagnosis peritonitis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Keputusan untuk melakukan suatu tindakan pembedahan
harus segera diambil karena setiap keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang
berakibat meningkatkan morbiditas dan mortalitas.
Berikut ini adalah sebuah kasus dengan diagnosis Peritonitis ec Perforasi
Appendisitis yang ditemukan pada seorang laki-laki berusia 49 tahun yang datang ke
RS Gunung Maria Tomohon tahun 2020.

v
BAB II
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : Tn. JK
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 49 tahun
Tanggal lahir : 02 Juni 1972
Agama : Protestan
Suku Bangsa : Minahasa
Alamat : Lansot Jaga III Minahasa Selatan
MRS : 382421

II. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara auto-anamnesis
Lokasi : ICU RS Gunung Maria
Tanggal/Waktu : 06 Desember 2020 pukul 15.00.
Keluhan utama : Nyeri perut kanan bawah sejak 3 hari SMRS
Keluhan Tambahan : Demam, mual muntah, nafsu makan menurun, BAK
berdarah dan nyeri

A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Pasien datang ke RSU Gunung Maria dengan keluhan nyeri perut
kanan bawah sejak 3 hari SMRS. Keluhan dirasakan mendadak dan nyeri
dimulai dari ulu hati kemudian menjalar ke kanan bawah. Pasien mengatakan
bahwa ia telah mengalami penyakit tersebut selama menahun namun nyeri
yang mendadak dan semakin memberat dirasakan 3 hari SMRS. Nyeri
dirasakan pasien secara terus menerus. Keluhan lain yaitu demam sejak 3 hari
namun pasien mengatakan bahwa ia tidak mengukur suhu tubuhnya, demam
dirasakan pasien secara hilang timbul. Pasien juga mengeluhkan adanya mual
dan muntah lebih dari 10 kali berisi cairan berwarna kehijauan dan nafsu
makan pasien menurun. Pasien juga mengeluhkan buang air kecil terasa nyeri
dan berdarah. Pasien mengatakan bahwa ia masih bisa buang air besar.

1
B. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Pasien mengatakan bahwa ia tidak memiliki riwayat penyakit kronis seperti
diabetes mellitus, hipertensi, asam urat dan kolesterol sebelumnya. Riwayat
operasi sebelumnya juga disangkal.

C. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Anggota keluarga pasien menyangkal adanya keluhan serupa. Keluarga juga
mengatakan bahwa tidak ada riwayat penyakit kronis seperti diabetes mellitus,
hipertensi, asam urat dan kolesterol sebelumnya.

D. RIWAYAT SOSIAL EKONOMI


Pasien bekerja sebagai petani dan istri pasien sebagai Ibu Rumah Tangga.
Pasien mengatakan bahwa penghasilan cukup untuk memenuhi kebutuhan
pokok sehari-hari.

E. RIWAYAT KEBIASAAN
Pasien memiliki riwayat kebiasaan merokok dan minum alkohol sejak kurang
lebih 20 tahun. Merokok sebanyak 1 bungkus perhari.

F. RIWAYAT ALERGI
Pasien tidak memiliki riwayat alergi apapun

2
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Kesan sakit : Tampak sakit berat
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4 M6 V5

Tanda - tanda vital


Tekanan darah : 121/76 mmHg
Nadi : 98 x / menit
Laju napas : 22 x / menit
Suhu : 36.8 C
SpO2 : 99%

Status Generalis

Kepala Normosefali
Rambut hitam tersebar merata

Wajah Simetris, tidak terdapat luka atau jaringan parut

Mata Pupil : 3mm/3mm


Konjungtiva anemis (-/-)
Sklera ikterik (-/-)
Refleks cahaya langsung (+/+), tidak langsung (+/+)

Telinga Bentuk normal, nyeri tarik aurikula (-/-), sekret (-/-), nyeri tekan
tragus (-/-)

Hidung Bentuk simetris, tidak tampak deviasi, nafas cuping hidung (-/-)

Mulut dan rongga Bibir normal, massa (-), edema (-), sianosis (-)

Lidah dan Normoglosia, lidah kotor (-), Tonsil T1/T1, hiperemis (-),
Tenggorokan detritus (-), arkus faring tidak hiperemis, uvula letak di tengah

Leher Bentuk tidak tampak kelainan, edema (-), massa (-)

3
Thorax Jantung
Inspeksi : Tidak tampak iktus kordis
Palpasi : Iktus kordis teraba pada ICS V linea midklavikula
sinistra
Auskultasi : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru
Inspeksi : Normotoraks, Pernapasan simetris pada kedua lapang
dada, retraksi (-), jejas (-)
Palpasi : Vocal tactile fremitus simetris
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), Ronki (-/-), Wheezing (-/-)

Abdomen Inspeksi : abdomen tampak datar, jaringan parut (-)


Auskultasi : Bising usus (-)
Perkusi : Timpani seluruh lapangan perut
Palpasi : Nyeri tekan abdomen (+), defans muscular (+)
Pemeriksaan Khusus : McBurney (+), Psoas Sign (+), Obturator
sign (+)

Ekstremitas Ekstremitas simetris, akral hangat, CRT <2 detik, edema (-/-)

Status Neurologis
Tanda rangsang meningeal
Kaku kuduk : Tidak dilakukan
Brudzinski I : Tidak dilakukan
Brudzinski II : Tidak dilakukan
Kernig : Tidak dilakukan
Lasegue : Tidak dilakukan
Refleks Fisiologis : Tidak dilakukan
Refleks Patologis : Tidak dilakukan

4
IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hasil Laboratorium (02/12/2020)
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 17.8 g / dL 12.00 – 16.00
Hematocrit 48.8 % 40.00 - 54.00
Erythrocyte (RBC) 5.38 10^6 / uL 4.00 - 5.50
MCV 90.7 fL 80.0-100.0
MCH 33.1 pg 27.0-34.0
MCHC 36.5 g/dL 32.0-36.0
RDW-CV 11.5 % 11.0-16.0
RDW-SD 44.0 fL 35.0-56.0
White Blood Cells 11.99 10^3 / uL 4.00 – 10.00
(WBC)
Differential Count
Basophil 0.1 % 0–1
Eosinophil 0.4 % 0.5 – 5
Neutrophil 89.7 % 50-70
Lymphocyte 5.6 % 20 – 40
Monocyte 4.2 % 3-12
Neu# 10.75 10^3 / uL 2-7
Lym# 0.67 10^3 / uL 0.8-4
Mon# 0.51 10^3 / uL 0.12-1.2
Eos# 0.05 10^3 / uL 0.02-0.5
Bas# 0.01 10^3 / uL 0.00-0.10
Platelet count 158 10^3 / uL 100.00 - 300.00
MPV 8.8 fL 6.5-12
PDW 17.0 9-17
PCT 0.139 % 0.018-0.282
Ureum 28 mg/dl 17-49
Creatinin 0.9 mg/dl <1.4

5
Rapid Test (02/12/2020)
Parameter Hasil Remarks Nilai Rujukan
Rapid test antibody IGM Non Reaktif - Non Reaktif
Anti SARS COV-2
Rapid test antibody IGG Non Reaktif - Non Reaktif
Anti SARS COV-2

Urinalisa (03/12/2020)
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Makroskopis
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Agak Keruh Jernih
Kimia Urine
Glukosa Negatif mg/dL Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Keton 1+ mg/dL Negatif
Berat Jenis 1.030 1.005-1.030
Darah/Hb 2+ Negatif
pH 5.5 4.5-8.0
Protein 2+ mg/dL Negatif
Urobilinogen 3.2 3.2-16.0
Nitrit Negatif Negatif
Leukosit Esterase Negatif Negatif
Mikroskopis/Sedimen
Leukosit 3-4 Sel/LPB 0-5
Eritrosit 20-25 Sel/LPB 0-3
Sel Epitel 1-2 Sel/LPK
Kristal Amonium Urate Negatif
Ada
Silinder - Sel/LPK
Bakteri - Negatif
Mukus - Negatif

6
Lain-lain -

Hasil Laboratorium (04/12/2020)


Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 16.1 g / dL 12.00 – 16.00
Hematocrit 45.2 % 40.00 - 54.00
Erythrocyte (RBC) 4.89 10^6 / uL 4.00 - 5.50
MCV 92.6 fL 80.0-100.0
MCH 32.9 pg 27.0-34.0
MCHC 35.6 g/dL 32.0-36.0
RDW-CV 11.7 % 11.0-16.0
RDW-SD 45.4 fL 35.0-56.0
White Blood Cells (WBC) 6.65 10^3 / uL 4.00 – 10.00
Differential Count
Basophil 0.1 % 0–1
Eosinophil 0.4 % 0.5 – 5
Neutrophil 84.0 % 50-70
Lymphocyte 6.7 % 20 – 40
Monocyte 8.8 % 3-12
Neu# 5.59 10^3 / uL 2-7
Lym# 0.44 10^3 / uL 0.8-4
Mon# 0.59 10^3 / uL 0.12-1.2
Eos# 0.02 10^3 / uL 0.02-0.5
Bas# 0.01 10^3 / uL 0.00-0.10
Platelet count 183 10^3 / uL 100.00 - 300.00
MPV 8.8 fL 6.5-12
PDW 16.6 9-17
PCT 0.161 % 0.018-0.282
Natrium 136 mEq/qL 135-147
Kalium 3.5 mEq/qL 3.5-5.5
Chlorida 110 mEq/qL 98-106

7
EKG (02/12/2020)

Kesan :
Normal Sinus Rhythm

V. RESUME
Pasien laki-laki berusia 49 tahun datang ke RSU Gunung Maria dengan
keluhan nyeri perut kanan bawah sejak 3 hari SMRS. Nyeri dirasakan
mendadak dan dimulai dari ulu hati kemudian menjalar ke kanan bawah.
Nyeri dirasakan semakin memberat dan dirasakan pasien secara terus
menerus. Keluhan lain yaitu demam hilang timbul, mual dan muntah lebih dari
10 kali berisi cairan berwarna kehijauan dan nafsu makan pasien menurun.
Pasien juga mengeluhkan buang air kecil terasa nyeri dan berdarah.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan abdomen (+), defans
muscular (+), bising usus (-). Pemeriksaan khusus yaitu McBurney (+), Psoas
Sign (+), Obturator sign (+).
Pada pemeriksaan penunjang laboratorium ditemukan WBC 11.99
10^3 / uL dan neutrofil 89.7%. Pada pemeriksaan rapid test Covid-19
ditemukan hasil non-reaktif.

VI. DIAGNOSIS KERJA


Peritonitis et causa Appendisitis Perforasi

8
VII. PENATALAKSANAAN
● Konsultasi Spesialis Bedah Umum
o Rencana Laparotomi Eksplorasi
● Pre Operatif :
○ Puasakan
○ Informed Consent
○ IVFD RL 10gtt
○ IV Ranitidine 2x1 ampul
○ IV Ketorolac 3x30mg
○ IV Asam Mefenamat 3x500 mg
○ Ciprofloxacian 2x200 IV drips
○ Tramadol IV 3x1
● Operatif :
○ Laparotomi Eksplorasi
● Post Operatif :
○ IVFD Tutofusin 20 tpm
○ IV Ranitidine 2x1 ampul
○ IV Ketorolac 3x30mg
○ PCT drips 1 gram + Tramadol 3x100mg IV
○ IV Ceftriaxon 2x2 gram
○ IV Metronidazole 3x500mg

VIII. PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia ad Bonam
Ad Functionam : Dubia ad Bonam
Ad Sanationam : Dubia ad Bonam

9
Follow Up
Tanggal 03/12/2020

S Nyeri luka post operasi

O Keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis


dengan GCS 15 (E4M6V5), TD 130/80 mmHg, HR 93 x/menit, RR
20 x/menit, S 36,70C.
Kepala : konjunctiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Thorax :
- Paru : pergerakan dada simetris, vesikuler (+/+), ronki (-/-),
wheezing (-/-)
- Jantung : S1S2 reguler, murmur (-)
Abdomen : verban (+), rembesan (-), BU (-)
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)

A Peritonitis ec Appendisitis Perforasi post Laparotomi Eksplorasi

P ○ IVFD Tutofusin 20 tpm


○ IV Ranitidine 2x1 ampul
○ IV Ketorolac 3x30mg
○ PCT drips 1 gram + Tramadol 3x100 mg IV
○ IV Ceftriaxon 2x2 gram
○ IV Metronidazole 3x500mg

Tanggal 04/12/2020

S Nyeri post operasi (+)

O Keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis


dengan GCS 15 (E4M6V5), TD 120/80 mmHg, HR 82 x/menit, RR
20 x/menit, S 36,40C.
Kepala : konjunctiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Thorax :
- Paru : pergerakan dada simetris, vesikuler (+/+), ronki (-/-),
wheezing (-/-)

10
- Jantung : S1S2 reguler, murmur (-)
Abdomen : verban (+), rembesan (-), BU (-)
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)

A Peritonitis ec Appendisitis Perforasi post Laparotomi Eksplorasi

P ○ IVFD Tutofusin 20 tpm


○ PCT Drips 1 gram + Tramadol 3x 100mg IV
○ IV Omeprazole 2x40mg
○ IV Ondansentron 3x4mg
○ IV Ceftriaxon 2x2 gram
○ IV Metronidazole 3x500 mg

Tanggal 05/12/2020

S Nyeri post operasi, BAB (-), flatus (-)

O Keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis


dengan GCS 15 (E4M6V5), TD 120/70 mmHg, HR 89 x/menit, RR
20 x/menit, S 36,20C.
Kepala : konjunctiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Thorax :
- Paru : pergerakan dada simetris, vesikuler (+/+), ronki (-/-),
wheezing (-/-)
- Jantung : S1S2 reguler, murmur (-)
Abdomen : verban (+), rembesan (-), BU (-)
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)

A Peritonitis ec Appendisitis Perforasi post Laparotomi Eksplorasi

P
○ PCT Drips 1 gram + Tramadol 3x 100mg IV
○ IV Omeprazole 2x40mg
○ IV Ondansentron 3x4mg
○ IV Ceftriaxon 2x2 gram

11
○ IV Metronidazole 3x500 mg

Tanggal 06/12/2020

S Nyeri post operasi (+), flatus (+), BAB (-)

O Keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis


dengan GCS 15 (E4M6V5), TD 120/70 mmHg, HR 76 x/menit, RR
18 x/menit, S 36,70C.
Kepala : konjunctiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Thorax :
- Paru : pergerakan dada simetris, vesikuler (+/+), ronki (-/-),
wheezing (-/-)
- Jantung : S1S2 reguler, murmur (-)
Abdomen : verban (+), rembesan (-), BU (+)
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)

A Peritonitis ec Appendisitis Perforasi post Laparotomi Eksplorasi

P ○ PCT Drips 1 gram + Tramadol 3x 100mg IV


○ IV Omeprazole 2x40mg
○ IV Ondansentron 3x4mg
○ IV Ceftriaxon 2x2 gram
○ IV Metronidazole 3x500 mg
○ Boleh minum 1-2 sendok

Tanggal 07/12/2020

S Nyeri post operasi, Flatus (+), BAB (-)

O Keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis


dengan GCS 15 (E4M6V5), TD 120/80 mmHg, HR 90 x/menit, RR
17 x/menit, S 36,30C.
Kepala : konjunctiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Thorax :

12
- Paru : pergerakan dada simetris, vesikuler (+/+), ronki (-/-),
wheezing (-/-)
- Jantung : S1S2 reguler, murmur (-)
Abdomen : verban (+), rembesan (-), BU (+)
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)

A Peritonitis ec Appendisitis Perforasi post Laparotomi Eksplorasi

P ○ PCT Drips 1 gram + Tramadol 3x 100mg IV


○ IV Omeprazole 2x40mg
○ IV Ondansentron 3x4mg
○ IV Ceftriaxon 2x2 gram
○ IV Metronidazole 3x500 mg
○ Aff NGT : bila tidak muntah, kemudian dilanjutkan diet lunak

Tanggal 08/12/2020

S Nyeri post operasi, Flatus (+), BAB (+), pasien sudah mulai makan
sedikit-sedikit

O Keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis


dengan GCS 15 (E4M6V5), TD 120/70 mmHg, HR 85 x/menit, RR
18 x/menit, S 36,20C.
Kepala : konjunctiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Thorax :
- Paru : pergerakan dada simetris, vesikuler (+/+), ronki (-/-),
wheezing (-/-)
- Jantung : S1S2 reguler, murmur (-)
Abdomen : verban (+), rembesan (-), BU (+)
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)

A Peritonitis ec Appendisitis Perforasi post Laparotomi Eksplorasi

P ○ PCT Drips 1 gram + Tramadol 3x 100mg IV


○ IV Ranitidine 2x1 ampul

13
○ IV Ondansentron 3x4mg
○ IV Ceftriaxon 2x2 gram
○ IV Metronidazole 3x500 mg

Tanggal 09/12/2020

S Nyeri post operasi, Flatus (+), BAB (+), pasien sudah mulai makan

O Keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis


dengan GCS 15 (E4M6V5), TD 120/80 mmHg, HR 80 x/menit, RR
18 x/menit, S 36,80C.
Kepala : konjunctiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Thorax :
- Paru : pergerakan dada simetris, vesikuler (+/+), ronki (-/-),
wheezing (-/-)
- Jantung : S1S2 reguler, murmur (-)
Abdomen : verban (+), rembesan (-), BU (+)
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)

A Peritonitis ec Appendisitis Perforasi post Laparotomi Eksplorasi

P ○ PCT Drips 1 gram + Tramadol 3x 100mg IV


○ IV Ranitidine 2x1 ampul
○ IV Ondansentron 3x4mg
○ IV Ceftriaxon 2x2 gram
○ IV Metronidazole 3x500 mg
○ Aff kateter

14
Tanggal 10/12/2020

S Nyeri post operasi, Flatus (+), BAB (+), pasien sudah mulai makan

O Keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis


dengan GCS 15 (E4M6V5), TD 120/70 mmHg, HR 82 x/menit, RR
18 x/menit, S 36,20C.
Kepala : konjunctiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Thorax :
- Paru : pergerakan dada simetris, vesikuler (+/+), ronki (-/-),
wheezing (-/-)
- Jantung : S1S2 reguler, murmur (-)
Abdomen : verban (+), rembesan (-), BU (+)
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)

A Peritonitis ec Appendisitis Perforasi post Laparotomi Eksplorasi

P ○ PCT Drips 1 gram + Tramadol 3x 100mg IV


○ IV Ranitidine 2x1 ampul
○ IV Ondansentron 3x4mg
○ IV Ceftriaxon 2x2 gram
○ IV Metronidazole 3x500 mg

15
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI
Peritonitis didefinisikan sebagai peradangan pada selaput serosal yang
melapisi rongga perut dan organ-organ yang berada di dalamnya. Peritoneum, yang
merupakan lingkungan steril, bereaksi terhadap berbagai rangsangan patologis dengan
respons inflamasi yang cukup seragam. Dapat terjadi secara lokal maupun umum,
melalui proses infeksi akibat perforasi usus, misalnya pada ruptur appendiks atau
divertikulum kolon, maupun non infeksi, misalnya akibat keluarnya asam lambung
pada perforasi gaster, keluarnya asam empedu pada perforasi kandung empedu.

KLASIFIKASI
Peritonitis primer
Peritonitis primer atau spontan mengacu pada etiologi ekstraperitoneal, di
mana bakteri infeksi memasuki rongga peritoneum melalui sistem peredaran darah
atau limfatik. Dalam kasus ini, pasien biasanya memiliki komorbiditas yang
mendasari sehingga dapat menyebabkan migrasi bakteri ke peritoneum. Komorbiditas
tersebut termasuk asites dan peritoneal dialisis. Peritonitis primer diperkirakan terjadi
pada 10% hingga 30% pasien dengan sirosis hepatik. Selain itu, pasien dengan dialisis
chronic Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) memiliki rata-rata satu kejadian
peritonitis setiap 33 bulan.

Peritonitis Sekunder
Peritonitis sekunder merupakan etiologi yang paling umum sebagai hasil dari
bakteri dari sumber di dalam peritoneum. Migrasi bakteri dari salah satu organ ke
dalam peritoneum steril dapat menyebabkan respon inflamasi, mengakibatkan
terjadinya peritonitis sekunder. Penyebaran bakteri dari salah satu organ dapat terjadi
akibat tusukan karena trauma, pembedahan, atau perforasi. Ulserasi, iskemia, atau
obstruksi dapat menyebabkan perforasi organ perut. Peritonitis akut karena perforasi
merupakan jenis peritonitis yang paling sering terjadi.

16
Peritonitis Tersier
Peritonitis tersier adalah peritonitis persisten atau berulang yang muncul
kembali setidaknya 48 jam setelah resolusi nyata dari peritonitis primer atau
sekunder. Kejadian peritonitis tersier kurang dari 1% kasus bedah.

Pada kasus ini pasien laki-laki datang ke IGD RS Gunung Maria dengan
keluhan nyeri pada perut kanan bawah. Pasien dicurigai mengalami appendicitis
akut karena memiliki gejala yaitu nyeri perut kanan bawah, ada demam, mual dan
muntah. Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya nyeri pada perut kanan bawah,
McBurney (+), psoas dan obturator sign (+). Pada penilaian Alvarado Score
didapatkan hasil 8 Sehingga pada kasus ini diperkirakan peritonitis terjadi karena
adanya perforasi pada appendicitis. Pasien mengalami peritonitis sekunder akibat
perforasi dan hal ini sesuai karena jenis peritonitis yang paling umum terjadi yaitu
peritonitis sekunder.

PATOFISIOLOGI
Peritonitis merupakan komplikasi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ
abdomen, ruptur saluran cerna, atau luka tembus abdomen. Reaksi awal peritoneum
terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa, kantong-kantong
nanah terbentuk diantara perlekatan fibrinosa yang membatasi infeksi. Perlekatan
biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sehingga
menimbulkan obstruksi usus.
Peritonitis dapat terjadi secara terlokalisasi, difus, atau generalisata. Pada
peritonitis lokal dapat terjadi karena adanya daya tahan tubuh yang kuat serta
mekanisme pertahanan tubuh dengan melokalisir sumber peritonitis dengan omentum
dan usus. Namun, jika terjadi perforasi appendiks maka flora normal usus seperti
Eschericia coli dan Klebsiella Pneumoniae serta bakteri gram negative dan anaerobic
lainnya masuk ke dalam rongga peritoneum sehingga terjadi peritonitis difus atau
generalisata. Pada peritonitis generalisata terjadi perlengketan organ-organ intra
abdominal dan lapisan peritoneum viseral dan parietal. Timbulnya perlengketan ini
menyebabkan aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik.
Adanya invasi dari bakter-bakteri tersebut menyebabkan reaksi peradangan
dengan mengaktifkan seluruh mekanisme pertahanan peritoneum. Pada keadaan ini
akan didapatkan defans muscular pada seluruh lapangan abdomen atau yang biasnaya

17
disebut “perut papan” akibat kontraksi otot dinding abdomen secara volunteer sebagai
respon terhadap penekanan pada dinding abdomen, nyeri tekan pada seluruh lapangan
abdomen dan nyeri lepas tekan. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam usus
mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria.
Pada keadaan lanjut dapat terjadi sepsis, akibat bakteri masuk ke dalam pembuluh
darah.

GEJALA KLINIS
Gejala klinis peritonitis yang terutama adalah nyeri abdomen. Pada awalnya
nyeri abdomen yang muncul sifatnya tumpul dan tidak spesifik dan kemudian infeksi
berlangsung secara progresif, menetap, nyeri hebat dan semakin diperberat dengan
gerakan. Gejala lain yang dapat muncul yaitu demam, mual dan muntah.
Dehidrasi dapat terjadi akibat ketiga hal diatas, yang didahului dengan
hipovolemik intravaskular. Dalam keadaan lanjut dapat terjadi hipotensi, penurunan
output urin dan syok. Sebagian besar pasien tampak sakit berat serta mengalami
kenaikan suhu tubuh dan takikardi. Nyeri pada palpasi merupakan tanda karakteristik
pada peritonitis. Rigiditas abdomen atau sering disebut ’perut papan’, terjadi akibat
kontraksi otot dinding abdomen secara volunter sebagai respon/antisipasi terhadap
penekanan pada dinding abdomen ataupun involunter sebagai respon terhadap iritasi
peritoneum. Selain itu bising usus dapat menurun ataupun hilang.

Pada pasien ini nyeri abdomen di bagian kanan bawah. Nyeri awalnya dari
ulu hati kemudian menjalar ke kanan bawah. Nyeri akibat stimulasi jalur aferen
visceral akibat distensi dari lumen appendiks. Nyeri kemudian menetap di abdomen
kanan bawah. Hal ini menunjukkan telah terjadi invasi mikroorganisme ke lapisan
serosa sehingga terjadi rangsangan pada peritoneum yang membuat sifat nyeri lebih
tajam dan terlokalisir.Jika terjadi perrforasi maka nyeri akan menetap di seluruh
lapangan abdomen. Pada pasien juga ditemukan mual dan muntah sebagai akibat
dari kelainan patologis pada organ visera. Selain itu ditemukan demam maka diduga
telah terjadi appendicitis perforasi. Pada pasien terjadi perforasi sehingga
menyebabkan terjadinya rigiditas abdomen. Hal ini terjadi akibat kontraksi otot
dinding abdomen secara volunter sebagai respon terhadap penekanan pada dinding
abdomen ataupun sebagai respon terhadap iritasi peritoneum. Bising usus juga dapat
hilang apabila terjadi peritonitis generalisata

18
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang yang tepat sehingga pasien dapat diterapi dengan benar.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan hematologi ditemukan leukositosis ( lebih dari 11.000
sel/...L ) dan peningkatan neutrofil (shift to the left).

Pemeriksaan Urin

Pada pasien appendisitis, pemeriksaan urinalisis mungkin ditemukan pyuria,


proteinuria dan hematuria ringan, namun tidak ditemukan bakteriuria yang merupakan
tanda infeksi saluran kemih. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan
diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang memiliki gejala
yang serupa dengan appendicitis.

Radiologi

Pada Foto Polos Abdomen didapatkan : gambaran udara kabur dan tidak tersebar
merata, penebalan dinding usus-usus, perselubungan menyeluruh atau pun di bagian-
bagian tertentu. Gambaran garis permukaan cairan dalam usus (air-fluid levels) atau
dalam rongga peritoneal (intraperitoneal fluid level). Jika terdapat perforasi akan
terlihat udara bebas di bawah diafragma.

19
Berikut ini adalah gambaran foto polos BNO Ileus Letak Tinggi

Gambar 1. Ileus letak tinggi (air fluid level)

Gambar 2. Herring Bone Appearance

20
Foto polos Abdomen 3 posisi pada Peritonitis:
- Posisi Supine
Gambaran pelebaran usus di proximal daerah obstruksi, penebalan dinding
usus : gambaran herring bone appearance
- Posisi Erect
Gambaran air fluid level dan step ladder appearance
- Posisi Left Lateral Decubitus
Gambaran udara bebas infra diafragma dan air fluid level

Gambar 3. Foto Polos BNO posisi supine

21
Gambar 4 : Foto Polos BNO posisi erect

Gambar 5. Foto Polos BNO posisi Left Lateral Decubitus

Pemeriksaan penunjang laboratorium pada pasien ini menunjukkan adanya


peningkatan leukosit yaitu 11.99 10^3 / uL. Hal ini menunjukkan terjadinya infeksi
akut.Pada pasien ini juga dilakukan foto polos abdomen 3 posisi namun foto tersebut
tidak ditemukan ketika penulis mengambil data dari pasien. Pada pasien ini juga
dilakukan pemeriksaan urine dan ditemukan proteinuria dan hematuria namun tidak
terdapat bakteri. Hal ini dapat menyingkirkan diagnosis infeksi saluran kemih.

22
TATALAKSANA

Resusitasi Cairan
Peradangan yang menyeluruh pada membran peritoneum menyebabkan
perpindahan cairan ekstraseluler ke dalam cavum peritoneum dan ruang intersisial.
Pengembalian volume dalam jumlah yang cukup besar melalui intravaskular sangat
diperlukan untuk menjaga produksi urin tetap baik dan status hemodinamik tubuh.
Jika terdapat anemia dan terdapat penurunan dari hematokrit dapat diberikan transfusi
PRC (Packed Red Cells) atau WB (Whole Blood). Larutan kristaloid dan koloid harus
diberikan untuk mengganti cairan yang hilang.
Secara teori, cairan koloid lebih efektif untuk mengatasi kehilangan cairan
intravaskuler, tapi cairan ini lebih mahal. Sedangkan cairan kristaloid lebih murah,
mudah didapat tetapi membutuhkan jumlah yang lebih besar karena kemudian akan
dikeluarkan lewat ginjal.

Pada pasien ini diberikan IVFD RL 10 gtt. Resusitasi cairan pada pasien dengan
peritonitis diberikan untuk menjaga produksi urin tetap baik dan menjaga
hemodinamik tubuh.

Antibiotik
Terapi antibiotik digunakan untuk mencegah penyebaran infeksi lokal dan
hematogen dan untuk mengurangi komplikasi lanjut. Pemberian antibiotik secara
empiris dilakukan sebelum didapatkan hasil kultur dan dapat diubah sesuai dengan
hasil kultur dan uji sensitivitas jika masih terdapat tanda infeksi. Jika penderita baik
secara klinis yang ditandai dengan penurunan demam dan menurunnya hitung sel
darah putih, perubahan antibiotik harus dilakukan dengan hati-hati meskipun sudah
didapatkan hasil dari uji sensitivitas.

Berikut ini adalah antibiotik yang dapat dipilih pada peritonitis primer dan sekunder.

Peritonitis Primer

Untuk peritonitis primer, pasien dapat diberikan tatalaksana antibiotik empiris


yang dapat menangani basil aerobik gram negatif dan kokus gram positif seperti
sefalosporin generasi ketiga (ceftriaxone, cefotaxime). Pilihan antibiotik yang sering

23
digunakan adalah cefotaxime 2 g setiap 8 jam diberikan secara intravena. Selanjutnya
setelah hasil kultur keluar, berikan antibiotic sesuai hasil kultur/uji resistensi

Pilihan lain yang dapat digunakan adalah antibiotik spektrum luas seperti
kombinasi penisilin dengan penghambat beta-laktamase. Contohnya adalah
piperacillin/tazobactam 3,375 g setiap 6 jam secara intravena. Ceftriaxone juga dapat
dipilih dengan dosis 2 g sekali sehari diberikan secara intravena.

Dengan pengobatan yang benar, pasien dengan peritonitis primer dapat


bereaksi terhadap terapi dalam waktu 72 jam. Peritonitis primer jarang memerlukan
tindakan pembedahan.

Peritonitis Sekunder

Tatalaksana kontrol sumber infeksi melalui tindakan pembedahan dan


pemberian antibiotik yang sesuai dapat mengurangi angka mortalitas hingga sekitar 5-
6%. Bila sumber infeksi tidak terkontrol, angka mortalitas pasien dapat mencapai
40%. Terapi antibiotic empiris yang dianjurkan adalah sefalosporin generasi ke 2 atau
ke 3 atau quinolone dikombinasikan dengan metronidazole. Bila tidak tersedia atau
kontraindikasi maka antibiotik alternative yang dapat digunakan adalah
ampisillin/sulbactam. Pasien yang menjalani rawat inap di ruang intensif dapat
diberikan imipenem, meropenem, atau kombinasi obat seperti ampicillin dengan
metronidazole dan ciprofloxacin.

Meta analisis dan tinjauan sistemik Cochrane yang dipublikasikan tahun 2005
menemukan bahwa efektivitas regimen antibiotik yang direkomendasikan relatif
equivalent efektivitasnya. Regimen antibiotik pada penelitian yang dianalisis sangat
beragam, mulai dari ciprofloxacin 400 mg setiap 12 jam + metronidazole 500 mg tiap
6 jam dibandingkan dengan piperacillin/tazobactam 3,375 g setiap 6 jam secara
intravena, hingga clinafloxacin 200 mg setiap 12 jam dibandingkan dengan
imipenem/cilastatin 500 mg setiap 6 jam.

Pada pasien ini juga diberikan antibiotic yaitu Ceftriaxon 2x2 gram dan
Metronidazole 3x500mg. Ceftriaxon merupakan antibiotic golongan sefalosporin
generasi ketiga yang digunakan untuk mengobati beberapa kondisi akibat infeksi

24
bakteri. Pemberian antibiotic preoperative efektif untuk menurunkan terjadinya
infeksi post operatif. Antibiotik yang diberikan adalah antibiotic spectrum luas.
Antibiotik ini dikombinasikan dengan Metronidazole 3x500mg. Metronidazol dapat
melawan bakteri gram negatif dan bakteri anaerob.

Penanganan Operatif
Terapi primer dari peritonitis adalah tindakan operasi. Operasi biasanya
dilakukan untuk mengontrol sumber dari kontaminasi peritoneum. Tindakan ini
berupa penutupan perforasi usus, reseksi usus dengan anastomosis primer atau dengan
exteriorasi. Prosedur operasi yang spesifik tergantung dari apa yang didapatkan
selama operasi berlangsung, serta membuang bahan-bahan dari cavum peritoneum
seperti fibrin, feses, cairan empedu, darah, mucus lambung dan membuat irigasi untuk
mengurangi ukuran dan jumlah dari bakteri virulen.

Pada pasien dilakukan laparotomi eksplorasi yang bertujuan untuk


mengeliminasi sumber infeksi dan mencegah infeksi intra abdomen berkelanjutan.

PROGNOSIS

Angka mortalitas peritonitis bakteri primer dapat bervariasi antara 5% hingga


50%, bergantung pada ada tidaknya komplikasi, perdarahan gastrointestinal, disfungsi
renal, dan gagal ginjal.

Peritonitis sekunder dan abses tanpa komplikasi memiliki risiko mortalitas


kurang dari 5%, namun angka ini dapat meningkat bila terdapat infeksi berat.

Respon terhadap terapi yang efektif dan penggunaan antibiotik yang tepat
berkisar antara 70-90%. Namun, walaupun pasien sudah diberikan obat antimikroba
yang efektif, progresi penyakit tetap diasosiasikan dengan angka mortalitas di atas
50%.

25
BAB IV
PENUTUP

KESIMPULAN
Peritonitis adalah peradangan pada selaput serosal yang melapisi rongga perut
dan organ-organ yang berada di dalamnya. Peritonitis diklasifikasikan menjadi
peritonitis primer, sekunder dan tersier. Peritonitis primer mengacu pada etiologi
ekstraperitoneal seperti asites dan peritoneal dialisis, peritonitis sekunder merupakan
etiologi yang paling sering terjadi. Berbagai macam jalur patologis dapat berakibat
terjadinya peritonitis sekunder. Yang paling sering mengakibatkan terjadinya tipe ini
termasuk perforasi apendisitis. Peritonitis tersier yaitu peritonitis persisten atau
berulang yang muncul kembali setidaknya 48 jam setelah resolusi nyata dari
peritonitis primer atau sekunder.
Peritonitis ditandai dengan gejala seperti nyeri abdomen, kekakuan dinding
abdomen, distensi dan menurunnya bising usus. Keluhan lain dapat berupa demam,
mual dan muntah. Pada keadaan lanjut dapat terjadi hipotensi, penurunan output urin
dan syok. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium dan foto polos abdomen
sehingga pasien dapat diterapi dengan benar. Tatalaksana utama pada peritonitis
antara lain pemberian cairan dan elektrolit, pemberian antibiotik sistemik, dan
intervensi pembedahan.

SARAN
Peritonitis harus segera didiagnosis dan diberikan tatalaksana yang sesuai dan
tepat agar tidak menimbulkan komplikasi. Oleh karena itu dibutuhkan anamnesis
yang luas dan tepat serta pemeriksaaan fisik yang dapat menegakkan diagnosis
peritonitis. Setiap pasien yang datang dengan keluhan nyeri pada abdomen kanan
bawah perlu dilakukan screening agar dapat segera dilakukan penanganan yang tepat.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Fauci et al, 2008, Harrison’s Principal Of Internal Medicine Volume 1.


McGraw Hill
2. Kozar Rosemary A, Moore Frederick A. Schwartz’s Principles of Surgery 10
th Edition. Singapore: The McGraw-Hill Companies, Inc; 2014
3. Reed Michael, Parbadia Krishna, Cherian Jessica. Acute Bacterial Peritonitis
in Adults. 2012;37(12):HS1-HS8. Available from:
https://www.uspharmacist.com/article/acute-bacterial-peritonitis-in-adults
4. Beilman G, Dunn D. Surgical Infections. In: Schwartz’s Principles of Surgery.
10th ed. McGraw-Hill Companies; 2010.
5. Barshak MB, Kasper DL. Intraabdominal Infections and Abscesses. In:
Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th ed. McGraw-Hill; 2017.
Available from:
http://accessmedicine.mhmedical.com/content.aspx?aid=1154243510
6. Wiest R, Krag A, Gerbes A. Spontaneous bacterial peritonitis: recent
guidelines and beyond. GUT, 2011. 61(2): 297-310. doi:10.1136/gutjnl-2011-
300779
7. Wong PF, Gilliam AD, Kumar S, et al. Antibiotics regimen for secondary
peritonitis of gastrointestinal origin in adults. Cochrane Database Systematic
Review, 2005. doi:10.1002/14651858.cd004539.pub2
8. Daley B. Peritonitis and Abdominal Sepsis. Medscape. 2017. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/180234-overview
9. Sundaram V, Manne V, Al-Osaimi A. Ascites and spontaneous bacterial
peritonitis: Recommendations from two United States Centers. Saudi J
Gastroenterol. 2014; 20(5):279–87. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4196342/

27

Anda mungkin juga menyukai