Oleh :
FARAH MAISYURA, S.Ked
2106111055
Preseptor :
dr. Anna Millizia, M. Ked(An), Sp.An
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena hanya dengan rahmat, karunia dan izinNya penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “General Anestesi pada
Peritonitis ec Perforasi Gaster (Antrum)” sebagai salah satu tugas dalam
menjalani Kepanitraan Klinik Senior (KKS) di Bagian/SMF Anestesiologi
dan Terapi Intensif Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara.
Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terimakasih banyak
kepada dr. Anna Millizia, M. Ked(An), Sp.An sebagai pembimbing yang
telah meluangkan waktunya memberi arahan kepada penulis selama
mengikuti KKS di Bagian/SMF Anestesiologi dan Terapi Intensif Rumah
Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara.
Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa dalam
penyusunan laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu,
penulis mengharapkan saran dan masukan yang membangun demi
kesempurnaan laporan kasus ini. Semoga laporan kasus ini dapat berguna
dan bermanfaat bagi semua pihak.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
BAB II
2.1 Identitas Pasien
2.2 Anamnesis
2.3 Pemeriksaan Fisik
2.4 Pemeriksaan Penunjang
2.5 Diagnosis
2.6 Penggolongan Status Fisik Menurut ASA
2.7 Rencana Pembedahan
2.8 Rencana Anestesi
2.9 Kesimpulan
2.10 Laporan Anestesi
2.10.1 Persiapan pra-anestesi
2.10.2 Intra Operatif
2.10.3 Post operatif
BAB III
3.1 Peritonitis
3.2 Anatomi Peritonitis
3.3 Etiologi
3.4 Manifestasi Klinis
3.5 Patofisiologi
3.6 Diagnosis
3.7 Prognosis
3.8 Intubasi Endotracheal Tube
3.8.1 Definisi
3.8.2 Ukuran
3.8.3 Indikasi
3.8.4 Kontraindikasi
3.8.5 Pemasangan
3.8.6 Komplikasi
BAB IV
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
Anestesi berasal dari bahasa Yunani yaitu “An” yang berarti tidak dan
“Aesthesis” yang berarti rasa atau sensasi. Sehingga anestesia merupakan suatu
keadaan hilangnya rasa atau sensasi tanpa atau disertai dengan hilangnya kesadaran.
Anestesi adalah keadaan tanpa rasa,namun bersifat sementara dan akan kembali
kepada keadaan semula karena hanya merupakan penekanan kepada fungsi atau
aktivitas jaringan saraf baik lokal maupun umum. Definisi anestesiologi terus
berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu kedokteran. Pada endourologi
anestesi regional (spinal dan epidural) maupun anestesi umum (General anesthesia)
dapat dipergunakan tergantung tipe dan durasi operasi, usia pasien, riwayat penyakit
sekarang, dan keinginan pasien. Anestesi umum adalah keadaan tidak sadar tanpa
nyeri yang bersifat sementara akibat pemberian obat-obatan serta menghilangkan rasa
sakit seluruh tubuh secara sentral. Sedangkan anestesi regional adalah anestesi pada
sebagian tubuh, keadaan bebas nyeri sebagian tubuh tanpa kehilangan kesadaran.(1)
1
2
gangguan sirkulasi dan gangguan termoregulasi. Efek samping yang biasanya terjadi
pada pasien pasca general anstesi yaitu kebingungan sementara, pusing, retensi urin,
mual, muntah,sakit tenggorongan dan hipotermi. Kondisi hipotermi sering terjadi
pada pasien setelah dilakukan general anastesi karena generalanestesi mempengaruhi
tiga elemen termoregulasi yaitu elemen input aferen, pengaturan sinyal di daerah
pusat dan juga respons eferen.(3)
BAB 2
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Umur : 68 thn
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Gampong Tanjong Awe
Pekerjaan :-
Status : Menikah
Tanggal masuk : 19 Januari 2022
Tanggal operasi : 20 Januari 2022
Ruangan : ICU
2.2 Anamnesis
a. Keluhan utama
Nyeri perut 3 hari
b. Keluhan tambahan
Mengalami mual dan muntah
c. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut 3 hari, mual (+), muntah (+), badan
lemes dan tampak pucat, tidak BAB selama 3 hari, perut terasa keras, BAB
berwarna hitam (-), BAK tidak ada keluhan.
d. Riwayat penyakit dahulu
Hipertensi (-) DM (-)
e. Riwayat keluarga
Tidak ada
3
4
iii. Leher
Inspeksi : Simetris
5
a. Paru
Inspeksi : Bentuk dada normal dan simetris
Palpasi : Stem fremitus simetris, sama kuat
Perkusi : Bunyi sonor pada semua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler(+/+), Wheezing (-/-), Rhonki (-/-)
b. Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba, thrill (-)
Perkusi : Pekak, batas jantung kanan dan kiri melebar
Auskultasi : S1/S2 normal, murmur (-), gallop (+)
v. Abdomen
3. Hasil thorak
7
Di ruang persiapan
a. Jam I = M + ½PP + O
= 100 + ½(800) + 400 = 900 cc/jam
Karena operasi berlansung selama 1 jam, maka jam I diberikan 900 cc.
a. Penggantian inf. RL
Kamis, 20 Januari 2022 pukul 12.40 wib
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Peritonitis
Peritonitis merupakan suatu proses inflamasi peritoneum (membrane serosa
yang melapisi rongga abdomen dan menutupi visera abdomen) yang dapat bersifat
lokal atau generalisata (difus). Kasus terbanyak pada peritonitis disebabkan oleh
masuknya bakteri ke dalam kavitas peritoneum. Peritonitis merupakan penyulit
berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Keadaan ini biasanya
terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ abdomen, perforasi saluran cerna, atau
dari luka tembus abdomen. Organisme yang sering menginfeksi adalah organisme
yang hidup dalam kolon (pada kasus ruptura appendik) yang mencakup Eschericia
coli atau Bacteroides. Sedangkan stafilokokus dan streptokokus sering kali masuk
dari luar.(4)
3.2 Anatomi
Peritoneum adalah lapisan serosa yang paling besar dan paling komleks yang
terdapat dalam tubuh. Membran serosa tersebut membentuk suatu kantung tertutup
(coelom) dengan batas-batas:(5)
* anterior dan lateral : permukaan bagian dalam dinding abdomen
* posterior : retroperitoneum
* inferior : struktur ekstraperitoneal di pelvis
* superior : bagian bawah dari diafragma
Peritoneum dibagi atas :
peritoneum parietal
peritoneum viseral
peritoneum penghubung yaitu mesenterium, mesogastrin, mesocolon,
mesosigmidem, dan mesosalphinx.
16
3.3 Etiologi
A. Berdasarkan Agen Terbagi Atas :(6)
Peritonitis Kimia
Peritonitis yang disebabkan karena asam lambung, cairan empedu, cairan
pankreas yang masuk ke rongga abdomen akibat perforasi.
Peritonitis Septik
Peritonitis yang disebabkan kuman. Misalnya karena ada perforasi usus,
sehingga kuman-kuman usus dapat sampai ke peritonium dan menimbulkan
peradangan.
B. Berdasarkan Sumber Kuman
menerus selama beberapa jam, dapat hanya di satu tempat ataupun tersebar di seluruh
abdomen. Dan makin hebat nyerinya dirasakan saat penderita bergerak.
Gejala lainnya meliputi: (7)
Demam Temperatur lebih dari 380C, pada kondisi sepsis berat dapat hipotermia
Mual dan muntah Timbul akibat adanya kelainan patologis organ visera atau akibat
iritasi peritoneum
Adanya cairan dalam abdomen, yang dapat mendorong diafragma mengakibatkan
kesulitan bernafas.
Dehidrasi dapat terjadi akibat ketiga hal diatas, yang didahului dengan
hipovolemik intravaskular. Dalam keadaan lanjut dapat terjadi hipotensi, penurunan
output urin dan syok.
Distensi abdomen dengan penurunan bising usus sampai tidak terdengar bising usus
Rigiditas abdomen atau sering disebut ’perut papan’, terjadi akibat kontraksi otot
dinding abdomen secara volunter sebagai respon/antisipasi terhadap penekanan pada
dinding abdomen ataupun involunter sebagai respon terhadap iritasi peritoneum
Nyeri tekan dan nyeri lepas (+)
Takikardi, akibat pelepasan mediator inflamasi
Tidak dapat BAB/buang angin
3.5 patofisiologi
Peritonitis primer dan sekunder secara prinsip memiliki etiologi yang berbeda
dalam patogenesisnya. Pada peritonitis primer, etiologi terjadinya peritonitis tidak
berasal dari traktus gastrointestinal (infeksi yang nantinya terjadi tidak berhubungan
langsung dengan gangguan organ gastrointestinal) sedangkan pada sekunder
ditemukan adanya kerusakan integritas traktus (perforasi) tersebut baik akibat
strangulasi maupun akibat infeksi.
Pada peritonitis sekunder terjadi kontaminasi rongga peritoneum yang steril
terhadap mikroorganisme yang berasal dari traktus gastrointestinal.8 Dalam keadaan
fisiologis tidak ada hubungan langsung antara lumen gastrointestinal dengan rongga
19
• X-Ray
Foto polos abdomen dapat menunjukkan gambaran udara bebas, yang
merupakan indikator terjadinya perforasi visceral yang belum ditangani. Udara bebas
dapat dilihat pada foto abdomen posisi setengah duduk atau dekubitus lateral bila
terdapat ruptur organ berongga yang menyebabkan peritonitis. Udara di bawah
diafragma dapat ditemukan pada foto dada bila pasien berdiri tegak selama 5 menit
atau lebih sebelum dilakukan pengambilan gambar.(10)
21
3.7 Prognosis
Prognosis pada peritonitis tergantung pada umur pasien, patofisiologi dan
keefektifan dalam terapi. Prognosis baik pada peritonitis lokal dan ringan, dan
prognosis buruk pada peritonitis yang general.(11)
3.8 Intubasi EndoTrakheal Tube (ETT)
3.8.1 Definisi ETT
Intubasi Trakhea adalah tindakan memasukkan pipa trakhea kedalam trakhea
melalui rima glotis, sehingga ujung distalnya berada kira-kira dipertengahan trakhea
antara pita suara dan bifurkasio trachea. Tindakan intubasi trakhea merupakan salah
satu teknik anestesi umum inhalasi, yaitu memberikan kombinasi obat anestesi
inhalasi yang berupa gas atau cairan yang mudah menguap melalui alat/ mesin
anestesi langsung ke udara inspirasi.(12)
nafas, kebanyakan pipa endotrakheal mempunyai balon (cuff) pada ujung distalnya.
Pipa tanpa balon biasanya digunakan pada anak-anak karena bagian tersempit jalan
nafas adalah daerah rawan krikoid. Pada orang dewasa biasa dipakai pipa dengan
balon karena bagian tersempit adalah trachea. Pipa pada orang dewasa biasa
digunakan dengan diameter internal untuk laki-laki berkisar 8,0 – 9,0 mm dan
perempuan 7,5 – 8,5 mm.
Untuk intubasi oral panjang pipa yang masuk 20 – 23 cm. Pada anakanak
dipakai rumus :
c. Setelah ekstubasi
• Trauma jalan nafas : Udema dan stenosis (glotis, subglotis dan trakhea),
sesak, aspirasi, nyeri tenggorokan.
• Laringospasme.
BAB 4
PEMBAHASAN
Tn.S datang ke IGD Rumah Sakit Cut Meutia dengan keluhan nyeri perut
selama 3 hari, tidak bab 3 hari, perut teras keras dan pasien juga mengeluhkan adanya
mual dan muntah. Terlihat dari kondisi pasien badan lemes dan tampak pucat.
Riwayat penyakit dahulu hipertensi dan DM disangkal. Diagnosis ditegakkan
menurut berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan lab, foto thorax, dan PA
dengan interprestasi hasil yaitu peritonitis ec perforasi gaster (antrum). Pasien
direncanakan operasi dengan tindakan pembedahan laparotomy dengan general
anastesi intubasi ETT (endotracheal tube).
Pasien termasuk dalam status ASA II yaitu pasien dengan gangguan sistemik
ringan. Dalam pemeriksaan pre-anastesi, pasien juga diminta untuk berpuasa sebelum
dilakukan tindakan anastesi, hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa lambung
kosong sebelum pembedahan untuk menghindari kemungkinan terjadinya muntah
dan aspirasi isi gaster. Pemeriksaan pre-anastesi bertujuan untuk mempersiapkan
mental dan fisik pasien secara optimal, merencanakan, dan memilih teknik obat-obat
anastesi yang disesuaikan keadaan fisik, aman dan efektif.
Pasien juga diberikan pengobatan lain nya selama operasi yaitu ondansetron 4
mg/ 2 mL untuk mencegah muntah, ketorolac 30 mg/mL untuk mengatasi nyeri,
dexamethasone 5 mg/mL untuk mencegah terjadi nya peradangan, norepinephrine 1
mg/mL untuk mengatasi tekanan darah rendah, atropine 0,25 mg/mL untuk
menangani bradikardi dan dobutamine 25 mg/mL untuk membantu kerja jantung
dalam memompa darah ke seluruh tubuh pada orang yang mengalami gagal jantung
atau syok kardiogenik.
Durante operasi, tanda vital seperti TD, HR, dan saturasi oksigen dicatat
setiap 5 menit, dan menunjukkan tanda vital terjaga dalam batas normal selama
tindakan pembedahan. Operasi berlangsung selama 1 jam, setelah operasi selesai,
pasien dibawa ke ruang ICU untuk dipantau tanda-tanda vital dan kesadaran pasien.
BAB 5
KESIMPULAN
Tn.S datang ke IGD RSU Cut Meutia dengan keluhan adanya keluhan nyeri
perut selama 3 hari, tidak bab 3 hari, perut teras keras dan pasien juga mengeluhkan
adanya mual dan muntah. Terlihat dari kondisi pasien badan lemes dan tampak pucat.
Diagnosis ditegakkan menurut berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan
lab, foto thorax, dan PA dengan interprestasi hasil yaitu peritonitis ec perforasi gaster
(antrum). Pasien direncanakan operasi dengan tindakan pembedahan laparotomy
dengan general anastesi intubasi ETT (endotracheal tube). Durante operasi, tanda
vital seperti TD, HR, dan saturasi oksigen dicatat setiap 5 menit, dan menunjukkan
tanda vital terjaga dalam batas normal selama tindakan pembedahan. Operasi
berlangsung selama 1 jam, setelah operasi selesai, pasien dibawa ke ruang ICU untuk
dipantau tanda-tanda vital dan kesadaran pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Bailey and Love. 2019. Short Practice of Surgery 26th Edition. United States:
CRC Press Taylor & Francis Group.
Schrock. T. R.. 2017.Peritonitis dan Massa abdominal dalam Ilmu Bedah,
Ed.7, alih bahasa dr. Petrus Lukmanto, EGC, Jakarta.
Schwartz, Shires, Spencer. 2018.Peritonitis dan Abses Intraabdomen dalam
Intisari Prinsip — Prinsip Ilmu Bedah. Edisi 6. Jakarta : EGC. Hal 489
— 493
Wim de jong, Sjamsuhidayat.R. 2017 Buku ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta :
EGC.
Cole et al. Cole and Zollinger Textbook of Surgery 9th Edition. Appelton-
Century Corp. 2007. Hal 784-795.
Doherty,Gerard.Peritoneal Cavity inCurrent Surgical Diagnosis&
Treatment 12nd. USA: The McGraw-Hill. 2006.
Marshall, J. C & Innes, M., 2003. Intensive care unit management of intra-
abdominal infection. Crit Care Med, 31(8), pp. 2228-2237
Marshall, J. C., 2004. Current focus. Intra-abdominal infections. Elsevier,
Volume 6, pp. 1015-1025
Mieny, C. J. & Mennen, U., 2013. Principles of surgical patient care. Volume II,
pp. 1-96
Schwartz, Seymour I, Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah, EGC, Jakarta, 2007.h.20-
25