Refrat Terapi Cairan
Refrat Terapi Cairan
PENDAHULUAN
Tubuh manusia terdiri dari dua bagian utama yaitu bagian yang padat dan bagianyang
cair. Bagian padat terdiri dari tulang, kuku, otot, dan jaringan yang lain. Sedangkan bagian
yang cair berupa cairan intraselular dan ekstraselular. Cairan antarsel khusus disebut cairan
transeluler, seperti cairan serebrospinal, cairan persendian, cairan peritoneum, dan lain-
lainnya. Dalam cairan ekstraseluler dan intraseluler, terdapat elektrolit-elektrolit utama yang
berbeda. Elektrolit utama dalam cairan ekstraseluler adalah natrium dan klorida, sedangkan
elektrolit utama dalam cairan intraseluler adalah kalium, magnesium, kalsium, dan fosfat.
Cairan dan elektrolit sangat dibutuhkan oleh sel-sel dalam tubuh agar dapat menjaga dan
mempertahankan fungsinya, sehingga tercipta kondisi yang sehat pada tubuh manusia.(1)
Terapi cairan perioperatif meliputi cairan pada masa prabedah, selama pembedahan,
dan pascabedah. Terapi cairan meliputi pengganti kehilangan cairan, memenuhi kebutuhan
air, elektrolit, dan nutrisi untuk membantu tubuh mendapatkan kembali keseimbangan normal
dan pulihnya perfusi ke jaringan, oksigenisasi sel, dengan demikian akan mengurangi iskemia
jaringan dan kemungkinan kegagalan organ.(2)
Defisit cairan perioperatif timbul sebagai akibat puasa prabedah yang kadang dapat
memanjang, kehilangan cairan yang sering menyertai penyakit primer, perdarahan,
manipulasi bedah, dan lamanya pembedahan yang mengakibatkan terjadinya sequestrasi atau
translokasi cairan. Pada pascabedah perdarahan atau kehilangan cairan masih berlangsung,
yang tentu saja memerlukan penangan khusus. Puasa prabedah selama 12 jam atau lebih
dapat menibulkan defisit cairan (air dan elektrolit) sebanyak 1 liter pada pasien dewasa.(3)
Tujuan utama dari terapi perioperatif adalah untuk mengganti defisit cairan prabedah,
selama pembedahan dan pascabedah dimana saluran pencernaan belum berfungsi secara
optimal disamping untuk pemenuhan kebutuhan normal harian. Terapi dinilai berhasil apabila
pada penderita tidak ditemukan tanda-tanda hipovolemik dan hipoperfusi atau tanda-tanda
kelebihan cairan berupa edema paru dan gagal nafas.(4)
1
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada keadaan sewaktu, volume cairan transeluler adalah sekitar 1 liter, tetapi cairan dalam
jumlah banyak dapat masuk dan keluar dari ruang transeluler.(7)
Gambar 2.2 Kation dan anion utama cairan intraselular dan ekstraselular
4
Proses pergerakan cairan tubuh antar kompertemen dapat berlangsung secara :(8)
a. Osmosis
Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membrane semipermeabel
(permeabel selektif) dari larutan berkadar lebih rendah menuju larutan berkadar lebih tinggi
hingga kadarnya sama. Seluruh membran sel dan kapiler permeable terhadap air, sehingga
tekanan osmotik cairan tubuh seluruh kompartemen sama. Membran semipermeabel ialah
membran yang dapat dilalui air (pelarut), namun tidak dapat dilalui zat terlarut misalnya
protein. Perpindahan cairan tubuh dipengaruhi oleh tekanan hidrostatik, tekanan onkotik =
mencapai keseimbangan tekanan osmotic. Gangguan kesimbangan cairan tubuh umumnya
menyangkut extracell fluid atau cairan ekstrasel. Tekanan hidrostatik adalah tekanan yang
mempengaruhi pergerakan air melalui dinding kapiler. Bila albumin rendah maka tekanan
hidrostatik akan meningkat dan tekanan onkotik akan menurun sehingga cairan intravaskuler
akan didorong masuk ke interstisial yang berakibat edema.
Tekanan onkotik atau tekanan osmotik koloid adalah tekanan yang mencegah pergerakan
air. Albumin menghasilkan 80% dari tekanan onkotik plasma, sehingga bila albumin cukup pada
cairan intravaskuler maka cairan tidak akan mudah masuk ke interstisial. Tekanan osmotik
plasma darah ialah 285+ 5 mOsm/L. Larutan dengan tekanan osmotik kira-kira sama disebut
isotonik (NaCl 0,9%, Dekstrosa 5%, Ringer laktat). Larutan dengan tekanan osmotik lebih
rendah disebut hipotonik (akuades), sedangkan lebih tinggi disebut hipertonik.
b. Difusi
Difusi adalah berpindahnya atau mengalirnya suatu zat dalam sebuah pelarut. Zat
tersebut akan berpindah dari bagian konsentrasi tinggi ke bagian konsentrasi yang lebih
rendah. Agar dapat tercipta proses difusi minimal dibutuhkan sebanyak dua zat yang pada
salah satunya memiliki konsentrasi lebih tinggi atau bisa disebut belum setimbang.
c. Pompa Natrium Kalium
Pompa natrium kalium adalah suatu proses transpor yang memompa ion natrium
keluar melalui membran sel dan pada saat bersamaan memompa ion kalium dari luar ke
dalam. Tujuan dari pompa natrium kalium adalah untuk mencegah keadaan hiperosmolar di
dalam sel.
2.2 Jenis Cairan
2.2.1 Cairan Kristaloid
Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES = CEF). Keuntungan
dari cairan ini antara lain harga murah, tersedia dengan mudah di setiap pusat kesehatan, tidak
perlu dilakukan cross match, tidak menimbulkan alergi atau syok anafilaktik, penyimpanan
sederhana dan dapat disimpan lama. Cairan kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4
5
kali cairan koloid) ternyata sama efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk mengatasi
defisit volume intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar 20-30
menit. Heugman et al (1972) mengemukakan bahwa walaupun dalam jumlah sedikit larutan
kristaloid akan masuk ruang interstitiel sehingga timbul edema perifer dan paru serta berakibat
terganggunya oksigenasi jaringan dan edema jaringan luka, apabila seseorang mendapat infus 1
liter NaCl 0,9%. Penelitian Mills dkk (1967) di medan perang Vietnam turut memperkuat
penelitan yang dilakukan oleh Heugman, yaitu pemberian sejumlah cairan kristaloid dapat
mengakibatkan timbulnya edema paru berat. Selain itu, pemberian cairan kristaloid
berlebihan juga dapat menyebabkan edema otak dan meningkatnya tekanan intra kranial.(9)
Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan lebih
banyak menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid maka kristaloid
sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitiel. Larutan Ringer Laktat
merupakan cairan kristaloid yang paling banyak digunakan untuk resusitasi cairan walau
agak hipotonis dengan susunan yang hampir menyerupai cairan intravaskuler. Laktat yang
terkandung dalam cairan tersebut akan mengalami metabolisme di hati menjadi bikarbonat.
Cairan kristaloid lainnya yang sering digunakan adalah NaCl 0,9%, tetapi bila diberikan
berlebih dapat mengakibatkan asidosis hiperkloremik (delutional hyperchloremic acidosis)
dan menurunnya kadar bikarbonat plasma akibat peningkatan klorida.(9)
Starch
Hidrolisis Hydroxy 450.000 6 jam a.substitusi
asam dan ethyl volume
ethylen oxyde b. hemodilusi
treatment dari
kedelai dan
jantung
Polyvinyl Sintetik -Subtosan 50.000 Substitusi volume
pyrrolido polimer vinyl -Periston 25.000
ne (PVC) pyrrolidone
Tabel 2.1 Komposisi cairan koloid
Kerugian dari plasma expander yaitu mahal dan dapat menimbulkan reaksi anafilaktik
(walau jarang) dan dapat menyebabkan gangguan pada “cross match”.
Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid :
a. Koloid alami
Fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan 2,5%). Dibuat dengan cara
memanaskan plasma atau plasenta 60°C selama 10 jam untuk membunuh virus hepatitis dan
virus lainnya. Fraksi protein plasma selain mengandung albumin (83%) juga mengandung
alfa globulin dan beta globulin. Prekallikrein activators (Hageman’s factor fragments)
seringkali terdapat dalam fraksi protein plasma dibandingkan dalam albumin. Oleh sebab itu
7
pemberian infus dengan fraksi protein plasma seringkali menimbulkan hipotensi dan kolaps
kardiovaskuler.(10)
b. Koloid sintesis
1. Dextran:
Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan Dextran 70
(Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000 diproduksi oleh bakteri Leuconostoc
mesenteroides B yang tumbuh dalam media sukrosa. Walaupun Dextran 70 merupakan
volume expander yang lebih baik dibandingkan dengan Dextran 40, tetapi Dextran 40
mampu memperbaiki aliran darah lewat sirkulasi mikro karena dapat menurunkan
kekentalan (viskositas) darah. Selain itu Dextran mempunyai efek anti trombotik yang dapat
mengurangi platelet adhesiveness, menekan aktivitas faktor VIII, meningkatkan fibrinolisis
dan melancarkan aliran darah. Pemberian Dextran melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat
mengganggu cross match, waktu perdarahan memanjang (Dextran 40) dan gagal ginjal.
Dextran dapat menimbulkan reaksi anafilaktik yang dapat dicegah yaitu dengan memberikan
Dextran 1 (Promit) terlebih dahulu.(11)
2. Hydroxylethyl Starch (Heta starch)
Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 – 1.000.000, rata-rata
71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan onkotik 30 30 mmHg. Pemberian 500 ml larutan
ini pada orang normal akan dikeluarkan 46% lewat urin dalam waktu 2 hari dan sisanya 64%
dalam waktu 8 hari. Larutan koloid ini juga dapat menimbulkan reaksi anafilaktik dan dapat
meningkatkan kadar serum amilase ( walau jarang). Low molecullar weight Hydroxylethyl
starch (Penta-Starch) mirip Heta starch, mampu mengembangkan volume plasma hingga 1,5 kali
volume yang diberikan dan berlangsung selama 12 jam. Karena potensinya sebagai plasma
volume expander yang besar dengan toksisitas yang rendah dan tidak mengganggu koagulasi.
(11)
3. Gelatin
Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat molekul rata-
rata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang. Ada 3 macam gelatin, yaitu: modified
fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell) - Urea linked gelatin - Oxypoly gelatin Merupakan
plasma expanders dan banyak digunakan pada penderita gawat. Walaupun dapat
menimbulkan reaksi anafilaktik (jarang) terutama dari golongan urea linked gelatin.(11)
8
Kristaloid Koloid
9
Kadar natrium normal 135-145 mEq/L, bila kurang dari 135 mEq/ L, sudah dapat
dibilang hiponatremia. Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi, gangguan mental,
letargi, iritabilitas, lemah dan henti pernafasan, sedangkan jika kadar < 110 mg/L maka akan
timbul gejala kejang, koma. Hiponatremia ini dapat disebabkan oleh euvolemia (SIADH,
polidipsi psikogenik), hipovolemia (disfungsi tubuli ginjal, diare, muntah, third space losses,
diuretika), hipervolemia (sirosis, nefrosis). Keadaan ini dapat diterapi dengan restriksi cairan
(Na+ ≥ 125 mg/L) atau NaCl 3% sebanyak (140-X)xBBx0,6 mg dan untuk pediatrik 1,5-2,5
mg/kg. Koreksi hiponatremia yang sudah berlangsung lama dilakukan scara perlahanlahan,
11
sedangkan untuk hiponatremia akut lebih agresif. Untuk menghitung Na serum yang dibutuhkan
dapat menggunakan rumus :
Na= Na1 – Na0 x TBW
Keterangan:
Na = Jumlah Na yang diperlukan untuk koreksi (mEq)
Na1 = 125 mEq/L atau Na serum yang diinginkan
b. Hipernatremia
Bila kadar natrium lebih dari 145 mEq/L disebut dengan hiperkalemia. Jika kadar
natrium > 160 mg/L maka akan timbul gejala berupa perubahan mental, letargi, kejang,
koma, lemah. Hipernatremi dapat disebabkan oleh kehilangan cairan (diare, muntah, diuresis,
diabetes insipidus, keringat berlebihan), asupan air kurang, asupan natrium berlebihan. Terapi
keadaan ini adalah penggantian cairan dengan 5% dekstrose.
c. Hipokalemia
Jika kadar kalium < 3 mEq/L. Dapat terjadi akibat dari redistribusi akut kalium dari
cairan ekstraselular ke intraselular atau dari pengurangan kronis kadar total kalium tubuh.
Tanda dan gejala hipokalemia dapat berupa disritmik jantung, perubahan EKG (QRS segmen
melebar, ST segmen depresi, hipotensi postural, kelemahan otot skeletal, poliuria, intoleransi
glukosa. Terapi hipokalemia dapat berupa koreksi faktor presipitasi (alkalosis,
hipomagnesemia, obat-obatan), infuse potasium klorida sampai 10 mEq/jam (untuk mild
hipokalemia >2 mEq/L) atau infus potasium klorida sampai 40 mEq/jam dengan monitoring
oleh EKG (untuk hipokalemia berat;<2mEq/L disertai perubahan EKG, kelemahan otot yang
hebat). Rumus untuk menghitung defisit kalium18 :
K = K1 – K0 x 0,25 x BB
Keterangan:
K = kalium yang dibutuhkan
K1 = serum kalium yang diinginkan
K0 = serum kalium yang terukur
BB = berat badan (kg)
12
d. Hiperkalemia
Terjadi jika kadar kalium > 5 mEq/L, sering terjadi karena insufisiensi renal atau obat
yang membatasi ekskresi kalium (NSAIDs, ACE-inhibitor, siklosporin, diuretik). Tanda dan
gejalanya terutama melibatkan susunan saraf pusat (parestesia, kelemahan otot) dan sistem
kardiovaskular (disritmik, perubahan EKG). Terapi untuk hiperkalemia dapat berupa
intravena kalsium klorida 10% dalam 10 menit, sodium bikarbonat 50-100 mEq dalam 5-10
menit, atau diuretik, hemodialisis.
2.3.2 Terapi Cairan Rehidrasi dan Rumatan
Strategi untuk rehidrasi adalah dengan memperhitungkan defisit cairan, cairan
rumatan yang diperlukan dan kehilangan cairan yang sedang berlangsung disesuaikan
dengan cara rehidrasi :
1. Nilai status rehidrasi (sesuai tabel 4 di atas), banyak cairan yang diberikan (D)
= derajat dehidrasi (%) x BB x 1000 cc
2. Hitung cairan rumatan (M) yang diperlukan (untuk dewasa 40 cc/kgBB/24
jam atau rumus holliday-segar seperti untuk anak-anak)
3. Pemberian cairan :
6 jam I = ½ D + ¼ M atau 8 jam I = ½ D + ½ M
18 jam II = ½ D + ¾ M atau 16 jam II = ½ D + ½ M
Defisit cairan karena persiapan pembedahan dan anestesi (puasa, lavement) harus
diperhitungkan dan sedapat mungkin segera diganti pada masa pra-bedah sebelum induksi.
Setelah dari sisa defisit yang masih ada diberikan pada jam pertama pembedahan, sedangkan
sisanya diberikan pada jam kedua berikutnya. Kehilangan cairan di ruang ECF ini cukup
diganti dengan ciran hipotonis seperti garam fisiologis, Ringer Laktat dan Dextrose. Pada
penderita yang karena penyakitnya tidak mendapat nutrisi yang cukup maka sebaiknya
diberikan nutrisi enteral atau parenteral lebih dini lagi. Penderita dewasa yang dipuasakan
karena akan mengalami pembedahan (elektif) harus mendapatkan penggantian cairan
sebanyak 2 ml/kgBB/jam lama puasa. Defisit karena perdarahan atau kehilangan cairan
(hipovolemik, dehidrasi) yang seringkali menyertai penyulit bedahnya harus segera diganti
dengan melakukan resusitasi cairan atau rehidrasi sebelum induksi anestesi.(14)
Terapi cairan selama pembedahan. Jumlah penggantian cairan selama pembedahan
dihitung berdasarkan kebutuhan dasar ditambah dengan kehilangan cairan akibat
pembedahan (perdarahan, translokasi cairan dan penguapan atau evaporasi). Jenis cairan
yang diberikan tergantung kepada prosedur pembedahannya dan jumlah darah yang hilang.
13
1. Pembedahan yang tergolong kecil dan tidak terlalu traumatis misalnya bedah
mata (ekstrasi, katarak) cukup hanya diberikan cairan rumatan saja selama
pembedahan.
2. Pembedahan dengan trauma ringan misalnya: appendektomi dapat diberikan
cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 4
ml/kgBB/jam untuk pengganti akibat trauma pembedahan. Total yang
diberikan adalah 6 ml/kgBB/jam berupa cairan garam seimbang seperti Ringer
Laktat atau Normosol-R.
3. Pembedahan dengan trauma sedang diberikan cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam
untuk kebutuhan dasar ditambah 8 ml/kgBB/jam untuk pembedahannya. Total
10 ml/kgBB/jam.
Penggantian darah yang hilang Kehilangan darah sampai sekitar 20% EBV (EBV =
Estimated Blood Volume = taksiran volume darah), akan menimbulkan gejala hipotensi,
takikardi dan penurunan tekanan vena sentral. Kompensasi tubuh ini akan menurun pada
seseorang yang akan mengalami pembiusan (anestesi) sehingga gejala-gejala tersebut
seringkali tidak begitu tampak karena depresi komponen vasoaktif.(15)
Hal yang terpenting juga berdasarkan dari kondisi klinis pasien dan prosedur
operasi yang akan pasien jalani. Jumlah kehilangan darah dapat dihitung dengan beberapa
cara diantaranya:(8)
a. Menghitung Estimated Blood Volume = 65ml/kg dikalikan dengan berat
badan pasien.
b. Menghitung volume sel darah merah pada hematokrit preoperatif (RBCV
preop)
14
c. Menghitung volume sel darah merah pada hematokrit 30% (RBCV 30%)
d. Hitung jumlah kehilangan volume sel darah merah (RBCV lost); RBCV
lost = RBCV preop – RBCV 30% .
e. Hitung Allowable Blood Loss.
g. Usia penderita
Sebagai patokan kasar dalam pemberian transfusi darah :
a. 1 unit sel darah merah (PRC = Packed Red Cell) dapat menaikkan kadar
hemoglobin sebesar 1gr% dan hematokrit 2-3% pada dewasa.
b. Transfusi 10 cc/kgBB sel darah merah dapat menaikkan kadar hemoglobin
3gr% Monitor organ-organ vital dan diuresis, berikan cairan secukupnya
sehingga diuresis ± 1 ml/kgBB/jam.
15
Kehilangan cairan akibat penguapan (evaporasi) akan lebih banyak pada pembedahan dengan
luka pembedahan yang luas dan lama. Sedangkan perpindahan cairan atau lebih dikenal
istilah perpindahan ke ruang ketiga atau sequestrasi secara masif dapat berakibat terjadi
defisit cairan intravaskuler. Jaringan yang mengalami trauma, inflamasi atau infeksi dapat
mengakibatkan sequestrasi sejumlah cairan interstitial dan perpindahan cairan ke ruangan
serosa (ascites) atau ke lumen usus. Akibatnya jumlah cairan ion fungsional dalam ruang
ekstraseluler meningkat.
4. Gangguan Fungsi Ginjal
Trauma, pembedahan dan anestesia dapat mengakibatkan:
Laju Filtrasi Glomerular (GFR = Glomerular Filtration Rate) menurun.
Reabsorbsi Na+ di tubulus meningkat yang sebagian disebabkan oleh meningkatnya
kadar aldosteron.
Meningkatnya kadar hormon anti diuretik (ADH) menyebabkan terjadinya retensi
air dan reabsorpsi Na+ di duktus koligentes (collecting tubules) meningkat.
Ginjal tidak mampu mengekskresikan ³free water´ atau untuk menghasilkan urin
Hipotonis
BAB III
KESIMPULAN
Air merupakan komponen terbesar dari tubuh manusia. Persentase cairan tubuh
tergantung pada usia, jenis kelamin, dan derajat status gizi seseorang. Seluruh cairan tubuh
tersebut secara garis besar terbagi ke dalam 2 kompartemen, yaitu intraselular dan
ekstraselular. Apabila terjadi deficit atau kekurangan cairan pada tubuh maka perlu segera
diberikan penanganan atau pencegahan untuk mencegah terjadinya masalah kekurangan
cairan.
Terapi cairan secara garis besar dibagi menjadi kristaloid dan koloid. Kristaloid
merupakan larutan berbasis air yang mengandung elektrolit atau gula yang paling sering dan
paling pertama digunakan sebagai cairan resusitasi. Keuntungan dari cairan ini antara lain
harga murah, tersedia dengan mudah di setiap pusat kesehatan, tidak perlu dilakukan cross
match, sedangkan koloid mengandung zat-zat yang mempunyai berat molekul tinggi dengan
aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama dalam ruang
intravaskuler dan baik untuk resusitasi cairan pada pasien dengan defisit cairan berat seperti
pada syok hipovolemik/hermorhagik. Berdasarkan penggunaannya dibagi menjadi cairan
emeliharaan, pengganti, nutrisi, dan untuk tujuan khusus.
Jalur pemberian cairan dapat melalu kanulasi vena sentral dan perifer dimana masing
memiliki indikasi tersendiri. Pemberian cairan perioperative juga diperlukan pada saat
sebelum, selama, dan setelah atau pasca operasi. Pemantauan kehilangan darah pada pasien
perioperative juga menentukan jenis terapi cairan yang akan diberikan.
DAFTAR PUSTAKA