Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN KASUS

PERDARAHAN SALURAN MAKAN BAGIAN ATAS


(PSMBA)

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat dalam Menjalankan Kepanitraan Klinik


Senior Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam
RSUD Meuraxa Banda Aceh

Disusun Oleh:
Isya Diba Fahirah
20174032
Pembimbing:
dr. Erlinda, Sp. PD

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD MEURAXA BANDA ACEH
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................. i

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

BAB II STATUS PASIEN.............................................................................. 2

BAB III TINJAUAN PUSTAKA...................................................................1310

3.1 Definisi.......................................................................................................148
3.2 epidemiologi...............................................................................................1418
3.3 Faktor Risiko..............................................................................................1520
3.4 Etiologi.......................................................................................................1521
3.5 Patologis.....................................................................................................1727
3.6 Menipestasi Klinis......................................................................................20
3.7 Diagnosa.....................................................................................................21
3.8 Penatalaksanaan..........................................................................................25
3.9 Prognosis.....................................................................................................28
BAB IV PEMBAHASAN...............................................................................29
BAB V KESIMPILAN...................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................36

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan
kasus dengan judul “PERDARAHAN SALURAN MAKAN BAGIAN ATAS”.
Laporan kasus ini disusun sebagai salah satu tugas menjalani kepaniteraan
klinik senior pada Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Abulyatama Aceh di RS Meuraxa Kota Banda Aceh.
Selama penyelesaian laporan kasus ini penulis mendapat bantuan,
bimbingan, pengarahan, dan bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu penulis
ingin menyampaikan terima kasih kepada dr. Erlinda, Sp. PD. yang telah banyak
meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis
dalam menyelesaikan laporan kasus ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada keluarga, sahabat, dan rekan-rekan yang telah memberikan motivasi dan
doa dalam menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan kasus
ini. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca sekalian demi kesempurnaan laporan kasus ini nantinya. Harapan
penulis semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan umumnya dan profesi kedokteran khususnya. Semoga Tuhan yang
Maha Esa selalu memberikan Berkat dan Kasih-Nya kepada kita semua.

Banda Aceh, 18 Agustus 2021

Isya Diba Fahirah

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

Perdarahan saluran cerna merupakan masalah yang sering dihadapai.


Manifestasinya bervariasi mulai dengan perdarahan masif yang mengancam jiwa
hingga perdarahan samar yang tidak dirasakan. Pendekatan pada pasien dengan
perdarahan dan lokasi perdarahan saluran cerna adalah dengan menentukan
beratnya perdarahan dan lokasi perdarahan. Hematemesis (muntah darah segar
satau hitam) menunjukkan perdarahan dari saluran cerna bagian atas, proksimal
dari ligamentum Treitz.
Melena (tinja hitam, bau khas) biasanya akibat perdarahan saluran cerna
bagian atas, meskipun demikian perdarahan dari usus halus atau kolon bagian
kanan, juga dapat menimbulkan melena. Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas
(SCBA) merupakan salah satu penyakit yang sering dijumpai di bagian gawat
darurat rumah sakit. Sebagian besar pasien datang dalam keadaan stabil dan
sebagian lainnya datang dalam keadaan gawat darurat yang memerlukan tindakan
yang cepat dan tepat.
Kejadian perdarahan akut saluran cerna ini tidak hanya terjadi diluar rumah
sakit saja namun dapat pula terjadi pada pasien-pasien yang sedang menjalani
perawatan di rumah sakit terutama di ruang perawatan intensif dengan mortalitas
yang cukup tinggi. Perdarahan saluran cerna bagian atas memiliki prevalensi
sekitar 75 % hingga 80 % dari seluruh kasus perdarahan akut saluran cerna.
Insidensinya telah menurun, tetapi angka kematian dari perdarahan akut saluran
cerna, masih berkisar 3 % hingga 10 %, dan belum ada perubahan selam 50 tahun
terakhir.

1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Nasri
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 91 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Tidak bekerja
Status : Menikah
Alamat : Sigli
No. Rekam Medik : 017962
Tanggal Masuk RS : 19 Juni 2021

I. ANAMNESIS
Anamnesis diperoleh secara anamnesis pada :
 Tanggal : 22 Juni 2021
 Tempat : Arafah
 DPJP : dr. Zurryani, Sp.PD
A. Keluhan Utama

BAB hitam
B. Keluhan Tambahan
Lemas, BAB keras, mual, muntah, dan nyeri perut.
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Tn. N, 91 tahun datang dengan keluhan BAB hitam sejak 1 bulan yang lalu,
keluhan ini berlangsung setiap hari dengan BAB yang keras. Keluhan
memberat selama 2 hari ini disertai mual, muntah, nyeri perut dan badan
terasa lemas. Demam (-), pusing (-), nafsu makan menurun (+). Riwayat
minum jamu (-).
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit jantung dan osteoarthritis.
E. Riwayat Keluarga

2
Disangkal.
F. Riwayat Kebiasaan

Pasien sering mengkonsumsi makanan pedas, sering mengkonsumsi kopi


dan seorang perokok aktif.
G. Riwayat Penggunaan Obat
Pasien memiliki riwayat penyakit jantung dan osteoarthritis. Pasien
mengkonsumsi obat betahistin, clopidogrel, rivaroxaban, digoxin dan
farsorbid 5 mg.

II. PEMERIKSAAN FISIK


Tanggal Pemeriksaan : 22 Juni 2021
Tempat Pemeriksaan : Arafah
A. Status Generalis
Keadaan Umum : Sedang
Tinggi Badan : 155 cm
Berat Badan : 68 kg
BMI : 28,3 (Obesitas I)
Tanda Vital :
 Suhu : 36,4 oC (per axilla)
 TD : 130/80 mmHg
 Nadi : 112 x/menit, regular
 Laju Nafas : 20 x/menit, regular
 SpO2 : 99 %
B. Status Internus
 Kepala/leher : Normosefali, deformitas (-), bengkak (-)
: Pembesaran KGB -/-
: Pembesaran kelenjar tiroid -/-
- Mata : Reflek cahaya +/+, Konjungtiva anemis +/+
: Sklera ikterik -/-, Pupil isokor, 3mm/3mm
- Hidung : Deformitas (-), nyeri tekan (-), sekret (-)

3
: Septum nasi ditengah, nafas cuping hidung (-)
- Telinga : Nyeri tekan tragus (-), Sekret (-)
: penurunan fungsi pendengaran (+/+)
- Mulut/faring : Mukosa tidak pucat, hiperemis (-)
: Tonsil T1/T1
: Uvula ditengah
- Thorax
 Paru
Inspeksi : Bentuk dada simetris, barrel chest (-)
: Gerak napas tertinggal (-)
Palpasi : Fremitus taktil sama kuat
Perkusi : Bunyi sonor
Auskultasi : Vesikular (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
 Jantung
Inspeksi : Iktus kordis terlihat di ICS V
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V
Perkusi : Pekak, batas jantung normal
Auskultasi : BJ I > BJ II normal, (-) murmur, (-) gallop
- Abdomen
 Inspeksi : Soepel, bekas luka (-)
 Auskultasi : Peristaltik usus menurun
 Perkusi : Timpani
 Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (+)

: Hepatomegali (-), splenomegali (-), nyeri tekan


suprapubik (-), nyeri tekan iliaca dex et sinistra (-),
nyeri ketok CVA (-/-)
- Punggung : Nyeri punggung bawah (-), dekubitus (-).
- Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik.
: Deformitas (-), edema pada kedua tungkai (+).
C. Status Neurologis
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4 M6 V5

4
Saraf otonom
- Miksi : Normal
- Defekasi : Terganggu
- Sekresi keringat : Normal

III. RESUME
Tn. N, 91 tahun datang dengan keluhan BAB hitam sejak 1 bulan yang lalu,
keluhan ini berlangsung setiap hari dengan BAB yang keras. Keluhan memberat
selama 2 hari ini disertai mual, muntah, nyeri perut dan badan terasa lemas.
Demam (-), pusing (-), nafsu makan menurun (+). Riwayat minum jamu (-).
Pasien memiliki riwayat penyakit jantung dan osteoarthritis. Pasien
mengkonsumsi obat betahistin, clopidogrel, rivaroxaban, digoxin dan farsorbid 5
mg. Setelah dilakukan pemeriksaan didapatkan IMT pasien 28,3 kg/m 2 (obesitas
I), T : 36,4 ˚C, TD : 130/80 x/menit, HR : 112x/menit, RR : 20 x/menit. Hasil
Laboratorium didapatkan hemoglobin : 7,4 g/dL, eritrosit : 2,44 10^6/uL,
hematokrit : 21,5 %, eosinofil : 1,8 %, neutrofil : 79,5 %, limfosit : 12,3 %,
PDW : 8,6 fl, ureum : 161 mg/dL, creatinin : 1,2 mg/dL, chlorida : 111 mmol/L.
Hasil EKG didapatkan atrial fibrilation. Hasil foto thorax didapatkan adanya
cardiomegali.

IV. DIAGNOSIS KERJA


1. PSMBA
2. Anemia
3. Acute Kidney Injury
4. Atrial Fibrilation

V. DIAGNOSIS BANDING
1. PSMBA ec dd:

 Gastritis NSAID

 Gastritis erosif

 Ulkus gaster

 Ulkus duodenum

5
 Ca gaster

 Varises esophagus

2. Anemia ec dd :

 Pendarahan akut

 Defisiansi Besi

3. AKI ec dd

 CkD

4. Atrial fibrilasi ec dd :

 Takikardi Atrium

 Atrioventricular Nodal Reentrant Tachycardi(AVNRT)

VI. TATALAKSANA
Non farmakologi :
1. Istirahat
2. Mengurangi konsumsi makanan pedas
3. Hindari merokok
4. Hindari konsumsi kopi
5. Mengurangi makanan tinggi lemak
Farmakologi :
1. IVFD Nacl 50 gtt/i
2. Inj. Pentoprazole 1 vial/12 jam
3. Sucralfat syr 3x1
4. Bisoprolol 1x2,5 mg
5. Lactulac 1x1
6. Transfusi PRC
7. Dulcolac supp II
VII. PLANNING
1. Darah lengkap
2. Kimia Klinik

6
3. Elektrolit
4. EKG

VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


 Tes Lab (19 Juni 2021)

Darah Lengkap :
 Hemoglobin : 7,4 g/dL (↓)
 Eritrosit : 2,44 10^6/uL (↓)
 Hematokrit : 21,5 % (↓)
Hitung Jenis :
 Eosinofil : 1,8 % (↓)
 Neutrofil : 79,5 % (↑)
 Limfosit : 12,3 % (↓)
 PDW : 8,6 fl (↓)
Kimia Klinik :
 Ureum : 161 mg/dL (↑)
 Kreatinin : 1,2 mg/dL (↓)
Elektrolit :
 Chlorida : 111 mmol/L (↑)
SARS CoV-2 Antibody
 Anti SARS CoV-2 IgG : non reaktif
 Anti SARSCoV-2 IgM : non reaktif

 Tes Lab (22 Juni 2021)


Darah Lengkap :
 Hemoglobin : 8,8 g/dL (↓)
 Eritrosit : 2,93 10^6/uL (↓)
 Hematokrit : 26,6 % (↓)
Hitung Jenis :
 Neutrofil : 71,6 % (↑)
 Limfosit : 16,1 % (↓)
 Monosit : 9,3 % (↑)

7
 Tes Lab (24 Juni 2021)
Darah Lengkap :
 Hemoglobin : 10,7 g/dL (↓)
 Eritrosit : 3,66 10^6/uL (↓)
 Hematokrit : 32,8 % (↓)
 MCHC : 32,6 g/dL (↓)
Hitung Jenis :
 Eosinofil : 5,2 % (↑)
 Limfosit : 18,3 % (↓)
 Monosit : 9,8 % (↑)

 Hasil Foto Thorak : 19 Juni 2021

Hasil :
Cor : kesan membesar
Pulmo : tak tamoak infiltrat
Sinus phrenicocostalis kanan kiri tajam
Kesimpulan : cardiomegali

8
 Hasil EKG : 19 Juni 2021

Hasil :

Atrial fibrilation with premature ventricular or aberrantly conducted


complexes, right bundle branch block, abnormal ECG.

IX. FOLLOW UP

Tanggal Follow up Terapi


22/06/2021 S/ BAB hitam pekat (+), lemas (+), Th/ - Guyur 1 fls Nacl 50 tpm
pusing (+), nyeri ulu hati (+), mual (-), Inj. Pantoprazole 1 v/12j
muntah (-), nafsu makan membaik (+), Sucralfat syr 3x1
nyeri ulu hati (+)susah BAB (+). Bisoprolol 1x2,5 mg
Betahistin 3x1
O/ Ku : sedang Lactulac 1x1
TD : 84/48 mmHg Transfusi PRC
HR : 84 x/menit
RR : 24 x/menit -
T : 36,0 ˚C
Mata : konjungtiva anemis (+/+),
sklera ikterik (-/-)
Bibir : pucat (-), sianosis (-)
Paru : Ves (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)

9
Jantung : BJ 1 > BJ II, murmur (-)
Abdomen : nyeri tekan epugastrium
(+)
Ekstremitas : edema kedua tungkai
bawah (+)

A/ 1. PSMBA ec dd :
Gastritis NSAID
Gastritis Erosif
Ulkus gaster
Ulkus duodenum
2. Anemia ec dd PSMBA
3. AKI ec dd ACKD
4. AF
5. Syok Hipovolemik
23/06/2021 S/ BAB hitam pekat (+), lemas (+), Th/ - Inj. Pantoprazole 1 v/12 j
pusing (+), nyeri ulu hati (+), mual (-), Sucralfat syr 3x1
muntah (-), nafsu makan menurun (+), Bisoprolol 1x2,5 mg
nyeri dan kebas dikedua tungkai (+). Betahistin 3x1
Lactulac 1x1
O/ Ku : sedang Transfusi PRC
TD : 114/75 mmHg
HR : 85 x/menit
RR : 22 x/menit
T : 36,2 ˚C
Mata : konjungtiva anemis (+/+),
sklera ikterik (-/-)
Bibir : pucat (-), sianosis (-)
Paru : Ves (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
Jantung : BJ 1 > BJ II, murmur (-)
Abdomen : nyeri tekan epugastrium
(+), nyeri tekan umbilical (+)
Ekstremitas : edema kedua tungkai
bawah (+)

A/ 1. PSMBA ec dd :

10
Gastritis NSAID
Gastritis Erosif
Ulkus gaster
Ulkus duodenum
2. Anemia ec dd PSMBA
3. AKI ec dd ACKD
4. AF
24/06/2021 S/ BAB hitam (+), lemas (+), pusing Th/ - Inj. Pantoprazole 1 v/12 j
(+), mual (-), muntah (-), sulit BAB Sucralfat syr 3x1
(+), nyeri ulu hati (+), nyeri dan kebas Bisoprolol 1x2,5 mg
pada tungkai bawah. (+). Betahistin 3x1
Lactulac 1x1
O/ Ku : sedang Dulcolac supp II
TD : 117/73 mmHg
HR : 78 x/menit
RR : 22 x/menit
T : 36,2 ˚C
Mata : konjungtiva anemis (+/+),
sklera ikterik (-/-)
Bibir : pucat (-), sianosis (-)
Paru : Ves (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
Jantung : BJ 1 > BJ II, murmur (-)
Abdomen : nyeri tekan epugastrium
dan umbilical (+).
Ekstremitas : edema kedua tungkai
bawah (+)

A/ 1. PSMBA ec dd :
Gastritis NSAID
Gastritis Erosif
Ulkus gaster
Ulkus duodenum
2. Anemia ec dd :
Perdarahan akut (PSMBA)
Penyakit kronik
3. AKI ec dd ACKD

11
4. AF
25/06/2021 S/ BAB hitam (+), lemas (+), pusing Th/ - Inj. Pantoprazole 1 v/12 j
(+), mual (-), muntah (-), sulit BAB Sucralfat syr 3x1
(+), nyeri dan kebab kedua tungkai Bisoprolol 1x2,5 mg
bawah (+), jantung berdebar (+), nafsu Betahistin 3x1
makan menurun (+). Lactulac 1x1

O/ Ku : sedang
TD : 113/66 mmHg
HR : 88 x/menit
RR : 22 x/menit
T : 37,5 ˚C
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-)
Bibir : pucat (-), sianosis (-)
Paru : Ves (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
Jantung : BJ 1 > BJ II, murmur (-)
Abdomen : nyeri tekan epugastrium
(+).
Ekstremitas : edema kedua tungkai
bawah (+)
A/ 1. PSMBA ec dd :
Gastritis NSAID
Gastritis Erosif
Ulkus gaster
Ulkus duodenum
Ca gaster
Varises esofagus
2. Anemia ec dd :
Perdarahan akut (PSMBA)
Penyakit kronik
3. AKI ec dd ACKD
4. AF

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

12
3.1 DEFENISI PSMBA
Perdarahan saluran makanan bagian atas (PSMBA) adalah perdarahan yang
terjadi dan berasal pada area proksimal saluran pencernaan bagian proksimal dari
ligamentum Treitz. Organ yang termasuk organ-organ saluran cerna di proksimal
ligamentum Treitz adalah esofagus, lambung (gaster), duodenum dan sepertiga
proksimal dari jejunum.

3.2 EPIDEMIOLOGI PSMBA


Penyebab perdarahan saluran makanan bagian atas (PSMBA) terbagi atas
pecahnya varises esofagus dan non-varises seperti tukak peptik, gastritis erosif,
tumor dll. Penyebab perdarahan di Indonesia berbeda dengan penyebab di negara
negara barat. Penyebab perdarahan terbanyak di Indonesia yaitu pecahnya varises
esofagus sedangkan di negara barat terbanyak (95%) ialah non-varises dengan
sebanyak 50-70% kasus karena perdarahan ulkus peptikum.
Di Indonesia perdarahan karena ruptur varises gastroesofagus merupakan
penyebab tersering yaitu sekitar 50-60%, gastritis erosif hemoragika sekitar 25-
30%, ulcus gaster sekitar 10-15% dan karena sebab lainnya < 5%. Mortalitas
secara keseluruhan masih tinggi yaitu sekitar 25%, kematian pada penderita ruptur
varises bisa mencapai 60% sedangkan kematian pada non varises sekitar 9-12%.6
Insiden PSMBA di dunia sekitar ±150 perawatan di rumah sakit per 100.000
populasi pertahun. Mortalitas karena PSMBA berkisar antara 7-14% dan
mortalitas karena perdarahan ulang mendekati 40%. Kejadian PSMBA, 2 kali
lipat lebih besar pada pria dari pada pada wanita dan meningkat seiring
bertambahnya usia. Di Indonesia Kejadian PSMBA tidak diketahui secara pasti.
American Society of Gastrointestinal Endoscopy pada tahun 2013,
memperlihatkan sekitar pasien dengan perdrahan PSMBA dan penyebab paling
sering ialah gastritis erosif (29, 6%), ulkus duodenum (22,8%), ulkus lambung
(21,9%), varises (15,4%), dan esofagotis (12,8%).

3.3 FAKTOR RESIKO

13
Populasi dengan usia yang relatif tua dan kondisi berprognosis buruk tetap
meningkatkan angka mortalitas walaupun sudah ada kemajuan dalam
penatalaksanaan kondisi ini. Pada PSMBA akibat ulkus peptikum, faktor risiko
yang mempengaruhi antara lain:
1) Konsumsi alkohol
2) Gangguan ginjal kronik
3) Penggunaan OAINS/Steroid
4) Usia yang relatif tua (>60 tahun)
5) Kelas sosioekonomi rendah.
Sedangkan, faktor risiko untuk perdarahan ulang pada PSMBA adalah:
o Perdarahan arteri yang aktif atau ulserasi dengan pembuluh darah yang tidak
aktif namun tampak atau menonjol
o Pasien dengan infeksi H. pylori memiliki kemungkinan perdarahan ulang
yang rendah.

3.4 ETIOLOGI
3.4.1 Kelainan Esofagus

1) Varises Oesofagus
Varises esofagus ditemukan pada penderita sirosis hati dengan
hipertensi porta. Sifat perdarahan yang ditimbulkan ialah muntah atau
hematemesis yang mendadak dan masif, tanpa didahului perasaan nyeri
epigastrium. Darah yang keluar berwarna kehitam-hitaman dan tidak akan
membeku, karena sudah tercampur dengan asam lambung. Setelah
hematemesis selalu diikuti dengan melena.

2) Karsinoma Esophagus
Karsinoma esofagus sering memberikan keluhan melena dari pada
hematemesis. Pada endoskopi jelas terlihat gambaran karsinoma yang
hampir menutup esofagus dan mudah berdarah terletak di di sepertiga
bawah esophagus.

3) Sindrom Mallory-Weis

14
Muntah-muntah yang hebat mungkin dapat menyebabkan rupture dari
mukosa dan submukosa pada daerah esogaus bagian bawah, sehingga
timbul perdarahan. Karena laserasi yang aktif disertai ulserasi pada daerah
esofagus bagian bawah maka dapat menimbulkan perdarahan yang masif
dan menyebabkan muntah-muntah yang hebat, sehingga tekanan
intraabdominal meningkat, yang dapat menyebabkan pecahnya arteri
submukosa esofagus.

4) Esofagitis dan Tukak Esofagus


Esofagitis bila sampai menyebabkan perdarhan bersfat intermitten
atau kronis dan biasanya ringan, sehingga lebih sering timbul melena dari
pada hematemesis.

3.4.2 Kelainan Lambung

1) Gastristis Erosif Hemoragik


Penyebab terbanyak dari gastritis erosif hemoragik ialah obat-obatan
yang menimbulkan iritasi pada mukosa lambung atau merangsang
timbulnya tukak peptik. Obat yang termasuk golongan salisilat bisa
menyebabkan iritasi dan tukak multiple. Kotrikosteroid dapat
menyebabkan hematemesis.

2) Tukak Lambung
Tukak lambung lebih sering menimbulkan perdarahan terutama yang
terletak di angulus dan prepilorus dibanding dengan tukak duodeni.
Umumnya tukak lambung disebabkan oleh obat-obatan, sehingga timbul
gastritis erosif hemoragik.

3) Karsinoma Lambung
Insidensi karsinoma lambung di Indonesia sangat jarang, yang datang
berobat umunya sering mengeluh rasa pedih, nyeri ulu hati, serta merasa
lekas kenyang, badan menjadi lemah.

3.4.3 Kelainan Duodenum

15
Tukan duodeni yang menyebabkan perdarah terletak di bulbus.
Kelainan yg umunya dirasakan adalah hemtemesis dan melena. Sebelum
keluahn tersebut muncul didahului dengan nyeri perut dibagian atas agak ke
kanan dan dirasakan juga pada waktu tengah malam sehinnga sering
terbangun. Untuk mengurani nyeri biasanya penderita makan atau minum.

3.5 PATOFISIOLOGI
Secara teoritis lengkap terjadinya penyakit atau kelainan saluran cerna bagian
atas disebabkan oleh adanya gangguan keseimbangan dari faktor agresif dan
faktor defensive. Faktor agresif dibagi menjadi 2 yaitu faktor endogen dan faktor
eksogen. Pada lambung normal, terdapat dua mekanisme yang bekerja dan
mempengaruhi kondisi lambung yaitu faktor pertahanan lambung (factor
defensive) dan faktor perusak lambung (factor agresif). Faktor agresif antara lain
asam lambung, pepsin, refluks asam empedu, nikotin, obat NSAID dan obat
kortikosteroid, infeksi Helicobacter pylori dan faktor radikal bebas khususnya
pada pasien lanjut usia. Sedangkan faktor defensif yang dimaksud adalah aliran
darah mukosa yang baik, sel epitel permukaan mukosa yang utuh, prostaglandin,
musin atau mukus yang cukup tebal, sekresi bikarbonat, motilitas yang normal,
impermeabilitas mukosa terhadap ion H+ dan regulasi pH intra sel.
PSMBA secara penyebab dibagi menjadi 2 yaitu perdarahan varises dan
perdarahan non-varises. Varises esofaguster masuk PSMBA yang disebabkan oleh
perdarahan varises terbanyak di Indonesia, disebabkan oleh penyakit sirosis hati.
Sirosis hati di Indonesia masih banyak disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B
dan hepatitis C. Varises esofagus adalah vena Kollateral yang berkembang
sebagai hasil dari hipertensi sistemik ataupun hipertensi segmental portal. Saat ini,
faktor-faktor terpenting yang bertanggung jawab atas terjadinya perdarahan
varises adalah: tekanan portal, ukuran varises, dinding varises dan tegangannya,
dan tingkat keparahan penyakit hati.
Pada gagal hepar seperti sirosis hepatis kronis, kematian sel dalam hepar
mengakibatkan peningkatan tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk
saluran kolateral dalam submukosa esophagus dan rektum serta pada dinding
abdomen anterior untuk mengalihkan darah dari sirkulasi splenik menjauhi hepar.

16
Dengan meningkatnya tekanan dalam vena ini, maka vena tersebut menjadi
mengembang dan membesar (dilatasi) oleh darah dan timbul varises. Varises bisa
pecah, mengakibatkan perdarahan gastrointestinal masif. Selanjutnya dapat
mengakibatkan kehilangan darah tiba-tiba, penurunan arus balik vena ke jantung
dan penurunan curah jantung. Jika perdarahan menjadi berlebihan, maka akan
mengakibatkan penurunan perfusi jaringan.

Gambar 5. Patofisiologi Varises Oesogafus

Penyebab perdarahan non-varises yang banyak di Indonesia yaitu gastritis


erosif, ulcus gaster. Gastritis erosif dan ulcus gaster ini berhubungan dengan
pemakaian obat anti inflamasi non steroid (OAINS), infeksi Helicobacter pylori
dan stres. Penggunaan obat ini dapat mengganggu proses peresapan mukosa,
proses penghancuran mukosa, dan dapat menyebabkan cedera. Sebanyak 30%
orang dewasa yang menggunakan NSAID mempunyai gastrointestinal yang
kurang baik.
Faktor yang menyebabkan peningkatan penyakit tukak gaster dari
penggunaan NSAID adalah usia, jenis kelamin, pengambilan dosis yang tinggi
atau kombinasi dari NSAID, penggunaan NSAID dalam jangka waktu yang lama,
penggunaan disertai antikoagulan, dan severe comorbid illness. Walaupun
prevalensi penggunaan NSAID pada anak tidak diketahui, tetapi sudah tampak
adanya peningkatan, terutama pada anak dengan arthritis kronik yang dirawat
dengan NSAID. Penggunaan kortikosteroid saja tidak meningkatkan terjadinya

17
tukak gaster, tetapi penggunaan bersama NSAID mempunyai potensi untuk
menimbulkan tukak gaster.
Sindroma Mallory-Weiss adalah sebuah kondisi di mana lapisan mukosa di
bagian distal esophagus pada gastroesophageal junction mengalami laserasi yang
dapat menyebabkan hematemesis (muntah darah). Laserasi seringkali juga
menyebabkan perdarahan arteri submukosa. Perdarahan muncul ketika luka
sobekan telah melibatkan esophageal venous atau arterial plexus. Pasien dengan
hipertensi portal dapat meningkatkan resiko dari pada perdarahan dibandingkan
dengan pasien hipertensi non-portal. Sindrom Mallory-Weiss biasanya sekunder
terhadap peningkatan mendadak tekanan intraabdominal. Faktor pencetus meliputi
muntah, mengedan saat buang air besar, mengangkat beban, batuk, kejang
epilepsi, cegukan di bawah anestesi, dada tertekan, trauma abdomen, preparat
kolonoskopi dan gastroskopi.

Gambar 7. Laserasi pada sindrom mollory-weiss

3.6 MANIFESTASI KLINIS


Gejala klinis perdarahan saluran cerna terdapat 3 gejala khas, yaitu:
1) Hematemesis
Muntah darah dan mengindikasikan adanya perdarahan saluran cerna
atas, yang berwarna coklat merah atau “coffee ground”.

2) Hematochezia

18
Keluarnya darah dari rectum yang diakibatkan perdarahan saluran
cerna bahagian bawah, tetapi dapat juga dikarenakan perdarahan saluran
cerna bahagian atas yang sudah berat.

3) Melena
Kotoran (feses) yang berwarna gelap yang dikarenakan kotoran
bercampur asam lambung; biasanya mengindikasikan perdarahan saluran
cerna bahagian atas, atau perdarahan daripada usus-usus ataupun colon
bahagian kanan dapat juga menjadi sumber lainnya. Disertai gejala
anemia, yaitu: pusing, syncope, angina atau dyspnea.
Penampilan klinis lainnya yang dapat terjadi adalah anemia, sinkope,
instabilitas hemodinamik karena hipovolemik dan gambaran klinis dari
komorbid seperti penyakit hati kronis, penyakit paru, penyakit jantung,
penyakit ginjal.

3.7 DIAGNOSIS
Seperti dalam menghadapi pasien-pasien gawat darurat lainnya dimana
dalam melaksanakan prosedur diagnosis tidak harus selalu melakukan anamnesis
yang sangat cermat dan pemeriksaan fisik yang sangat detil, dalam hal ini yang
diutamakan adalah penanganan A - B – C ( Airway – Breathing – Circulation )
terlebih dahulu. Bila pasien dalam keadaan tidak stabil yang didahulukan adalah
resusitasi ABC. Setelah keadaan pasien cukup stabil maka dapat dilakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lebih seksama.

3.7.1 Anamnesis
Pada anamnesis yang perlu ditekankan adalah sejak kapan terjadinya
perdarahan dan berapa perkiraan darah yang keluar, riawayat perdarahan
sebelumnya, ada tidaknya perdarahan dibagian lain, mencari kemungkinan
adanya riwayat penyakit hati kronis, riwayat dispepsia, riwayat penggunaan
NSAID, obat rematik, alkohol, jamu-jamuan, obat untuk penyakit jantung,
obat stroke. Kemudian ditanya riwayat penyakit ginjal, riwayat penyakit
paru dan adanya perdarahan ditempat lainnya. Riwayat muntah-muntah
sebelum terjadinya hematemesis sangat mendukung kemungkinan adanya

19
sindroma Mallory Weiss. Riwayat Hipertensi dan Diabetes mellitus serta
riwayat transfusi sebelumnya juga perlu ditanyakan.

3.7.2 Pemeriksaan Fisik


Dalam pemeriksaan fisik yang pertama harus dilakukan adalah
penilaian ABC, pasien- pasien dengan hematemesis yang masif dapat
mengalami aspirasi atau sumbatan jalan nafas, hal ini sering ini sering
dijumpai pada pasien usia tua dan pasien yang mengalami penurunan
kesadaran. Khusus untuk penilaian hemodinamik perlu dilakukan
pemantauan perdarahan.

Tabel 4. Klasifikasi Hemodinamika pada perdarahan

Pemeriksaan fisik lainnya yang penting yaitu mencari stigmat


penyakit hati kronis (ikterus, Hepatomegali, spidernevi, asites,
splenomegali, eritema palmaris, edema tungkai) masa abdomen, nyeri
abdomen, rangsangan peritoneum, penyakit paru, penyakit jantung, penyakit
rematik dan lain-lain. Pemeriksaan yang tidak boleh dilupakan adalah colok
dubur, warna feses ini mempunyai nilai prognostik. Dalam prosedur
diagnosis lainnya, penting melihat aspirat dari Naso Gastric Tube (NGT).
Aspirat berwarna putih keruh menandakan perdarahan tidak aktif, aspirat
berwarna merah marun menandakan perdarahan masif sangat mungkin
perdarahan arteri. Seperti halnya warna feses maka warna aspiratpun dapat
memprediksi mortalitas pasien. Walaupun demikian pada sekitar 30%
pasien dengan perdarahan tukak duodeni ditemukan adanya aspirat yang
jernih pada NGT.

20
Tabel 5. The Rockall Scoring System of Bleeding Severity
3.7.3 Pemeriksaan Penunjang
Dalam prosedur diagnostik ini perlu dilakukan beberapa pemeriksaan
penunjang antara lain:
 Laboratorium darah lengkap, faal hemostasis, faal hati, faal ginjal, gula
darah, elektrolit, golongan darah, rontgen dada, elektrokardiografi.
 Pemeriksaan Endoskopi merupakan gold standard. Terdapat Alarm
Simptom yang dapat dipertimbangkan sebelum melakukan endosopy,
seperti: Usia 50 tahun, Terdapat riwayat keganasan saluran makan atas,
penurunan berat badan yang tidak diketahui, Hematemesis, melena,
disfagia, odynofagia, dan muntah yang persisten. Tindakan endoskopi
selain untuk diagnostik dapat dipakai pula untuk terapi. Prosedur ini
tidak perlu dilakukan segera (bukan prosedur emergensi), dapat
dilakukan dalam kurun waktu 12 - 24 jam setelah pasien masuk dan
keadaan hemodinamik stabil. Tidak ada keuntungan yang nyata bila
endoskopi dilakukan dalam keadaan darurat. Dengan pemeriksaan
endoskopi ini lebih dari 95% pasien-pasien dengan hemetemesis,
melena atau hematemesis –melena dapat ditentukan lokasi perdarahan
dan penyebab perdarahannya. Lokasi dan sumber perdarahan:
o Esofagus : Varises, erosi, ulkus, tumor.

21
o Gaster : Erosi, ulkus, tumor, polip, angiodisplasia,
dilafeuy, varises, gastropati kongestif.
o Duodenum :Ulkus, erosi, tumor, diverticulitis
Untuk kepentingan klinik biasanya dibedakan perdarahan karena ruptur
varises dan perdarahan bukan karena ruptur varises (variceal bleeding
dan non variceal bleeding). Identifikasi varises biasanya memakai cara
red whale marking, yaitu dengan menentukan besarnya varises (F1-F2-
F3), jumlah kolom (sesuai jam), lokasi di esophagus (Lm, Li, Lg) dan
warna (biru, cherry red, hematocystic). Untuk ulkus memakai kriteria
Forrest.

Tabel 6 Kriteria Fores pada Interprestasi Endoscopy

Gambar 8. A.Gambaran endoskopi pada pasien gastric ulcer akibat penggunaan


NSAID dan test H.Pylori negative. B. Gambaran endoskopi pada pasien duodenal
ulcer dengan test H.Pylori positif tetapi tidak ada riwayat penggunaan NSAID.

22
Gambar 9. Hasil endoskopi dari esophageal varices

Gambaran 10. Hasil Endoskopi pada pasien Mallory-Weiss Tear

 Angiography dapat digunakan untuk mendiagnosa dan menatalaksana


perdarahan berat, khususnya ketika penyebab perdarahan tidak dapat
ditentukan dengan menggunakan endoskopi atas maupun bawah.
 Foto Oesofagus Maag Duodenum (OMD) pada keadaan tertentu saat
endoscopy tidak dapat dilakukan, Foto OMD menggunakan bahan
kontras dapat membantu diagnosis PSMBA.
 Conventional radiographic imaging biasanya tidak terlalu dibutuhkan
pada pasien dengan perdarahan saluran cerna tetapi adakalanya dapat
memberikan beberapa informasi penting. Misalnya pada CT scan; CT
Scan dapat mengidentifikasi adanya lesi massa, seperti tumor intra-
abdominal ataupun abnormalitas pada usus yang mungkin dapat
menjadi sumber perdarahan.

3.8 PENATALAKSANAAN

23
Pengelolaan pasien dengan perdarahan akut PSMBA meliputi tindakan
umum dan tindakan khusus.

3.8.1 Tindakan Umum


1) Tindakan umum terhadap pasien diutamakan untuk ABC
2) Terhadap pasien yang stabil setelah pemeriksaan dianggap memadai,
pasien dapat segera dirawat untuk terapi lanjutan atau persiapan
endoskopi.
3) Untuk pasien-pasien risiko tinggi perlu tindakan lebih agresif seperti:
o Pemasangan IV line paling sedikit 2 dengan abocath yang besar
minimal no 18. Hal ini penting untuk keperluan transfusi.
Dianjurkan pemasangan CVP.
o Oksigen sungkup/kanula. Bila ada gangguan A-B perlu dipasang
Endotrachea Tube dan Mencatat intake-output, harus dipasang
kateter urine.
o Memonitor Tekanan darah, nadi, saturasi oksigen dan keadaan
lainnya sesuai dengan komorbid yang ada.
o Melakukan bilas lambung agar mempermudah dalam tindakan
endoskopi.
o Dalam melaksanakan tindakan umum ini, terhadap pasien dapat
diberikan terapi transfusi untuk mempertahankan hematokrit > 25%
dan pemberian vitamin K.
o Obat penekan sintesa asam lambung (PPI) Terapi lainnya sesuai
dengan komorbid.
Sebagian besar pasien dengan perdarahan PSMBA dapat berhenti
sendiri, tetapi pada 20% dapat berlanjut. Walaupun sudah dilakukan terapi
endoskopi pasien dapat mengalami perdarahan ulang. Oleh karena itu perlu
dilakuka assessmen yang lebih akurat untuk memprediksi perdarahan ulang
dan mortalitas.

3.8.2 Tindakan Khusus


1) Varises gastroesofageal

24
o Terapi medika mentosa: obat vasoaktif seperti somatostatin dan
analognonya (otreotid); diketahui dapat menurunkan aliran darah
splanknik, efeknya lebih selektif dibanding dengan vasopressin.
Somatostatin dapat menghentikan perdarahan akut varises esofagus
pada 70-80% kasus, dan dapat pula digunakan pada perdarahan
non varises. Dosis pemberian somastatin, diawali dengan bolus 250
mcg/iv, dilanjutkan per infus 250 mcg/jam selama 12-36 jam atau
sampai perdarahan berhenti, octreotid dosis bolus 100 mcg
intravena dilanjutkan perinfus 25 mcg/jam selama 8-36 jam atau
sampai perdarahan berhenti.
o Terapi mekanik dengan balon Sengstaken Blackmore atau
Minesota: skleroterapi, ligase.
o Terapi radiologi dengan pemasangan Transjugular Intrahepatic
Portosystemic Shunting (TIPS) dan Percutaneus obliterasi
splenoporta.
o Terapi pembedahan: Shunting, transeksi esophagus +
devaskularisasi + splenektomi, devaskularisasi + splenektomi.
Tindakan pembedahan pada dasarnya dilakukan bila terapi medik,
endoskopi dan radiologi dinilai gagal.
o Terapi pencegahan varises oesofagus dengan terapi medik
menggunakan beta bloker non selektif atau terapi endoskopi
dengan skleroterapi atau ligase.

2) Ulcus gaster
o Pompa proton inhibitor. Diawali oleh bolus omeprazole 80 mg/iv
kemudian dilanjutkan perinfus 8 mg/KGBB/jam selama 72 jam.
Pada perdarahan non varises pemberian antasida, sukralfat, dan
antagonis reseptor H2 dapat mencegah perdarahan ulang. 14
Pemberiaan vasopressin dapat menghentikan perdarahan SMBA
lewat efek vasokonstriksi pembuluh darah splanknik, dilakukan
dengan mengencerkan sediaan vasopressin 50 unit dalam 100 ml
dekstrose 5%, diberikan 0,5-1 mg/menit/IV selama 20-60 menit

25
dan dapat diulang tiap 3 sampai 6 jam; atau setelah pemberian
pertama dilanjutkan per infus 0,10,5 U/menit. Vasopressin dapat
menimbulkan efek samping serius berupa insufisiensi koroner
mendadak, oleh karena itu pemberiannya disarankan bersamaan
preparat nitrat, misalnya nitrogliserin intravena dengan dosis awal
40 mcg/menit kemudian secara titrasi dinaikkan sampai maksimal
400mcg/menit dengan tetap mempertahankan tekanan sistolik di
atas 90 mmHg.
o Terapi endoskopi: Injeksi (adrenalin-saline, sklerosan, gluetanol),
termal (koagulasi, heatprobe laser), mekanik (hemoklip, stapler).
o Terapi pencegahan pada ulcus gaster menggunakan PPI selama 8-
12 minggu, untuk tukak duodeni PPI 6-8 minggu. Bila terdapat
Helicobacter pylori harus dieradikasi. Bila pasien memerlukan
NSAID, sementara diganti dengan analgetik dan kemudian dipilih
NSAID selektif + PPI atau misoprostol. Penambahan
antifibrinolitik seperti Asam tradeksamat dapat diberikan untuk
mencegah perdarahan.

Sebagian besar pasien umumnya pulang pada hari ke 1 – 4 perawatan.


Adanya perdarahan ulang atau komorbid sering memperpanjang masa perawatan.
Apabila tidak ada komplikasi, perdarahan telah berhenti dan hemodinamik stabil
serta risiko perdarahan ulang rendah pasien dapat dipulangkan. Pasien biasanya
pulang dalam keadaan anemis, karena itu selain obat untuk mencegah perdarahan
ulang perlu ditambahkan preparat Fe.

3.9 PROGNOSIS
Prognosis pasien dengan perdarahan PSMBA ditentukan oleh, usia, vital
sign, komorbiditas, dan penyebab perdarahan. Beberapa faktor risiko ini
dihubungkan dengan peningkatan mortalitas, perdarahan berulang, dan kebutuhan
untuk dilakukannya hemostasis endoskopik atau pembedahan.
 Usia lebih dari 60 tahun Komorbiditas yang berat

26
 Perdarahan aktif (hematemesis yang jelas, adanya darah merah pada
pemasangan NGT, perdarahan segar per rektal)
 Hipotensi
 Transfusi sel darah merah ≥6 unit
 Koagulopati Berat
American Society for Gastrointestinal Endoscopy (ASGE) mengelompokkan
pasien dengan PSMBA berdasarkan usia dan kategori usia korelasi terhadap
angka mortalitas. ASGE mendapatkan angka mortalitas sebesar 3.3% pada
kelompok usia 21-31 tahun, 10.1% pada pasien berusia 41-50 tahun, dan 14,4%-
25% pada pasien dengan kelompok usia 71-80 tahun.

27
BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan Teori Temuan pada Pasien


Defenisi
Perdarahan saluran makanan bagian Pasien Tn.N jenis kelamin laki-laki
atas (PSMBA) adalah perdarahan yang dengan usia 91 tahun. Berdasarkan
terjadi dan berasal pada area hasil assessment Tn. N disimpulkan
proksimal saluran pencernaan bagian PSMBA yang belum dikehui
proksimal dari ligamentum Treitz. penyebabnya.
Yang termasuk organ-organ saluran
cerna di proksimal ligamentum Treitz
adalah esofagus, lambung (gaster),
duodenum dan sepertiga proksimal
dari jejunum.

Epidemiologi
Tn. N berusia lanjut dan berjenis
Berdasarkan Epidemiologi yang
kelamin laki-laki yang dapat
PSMBA 2 kali lipat lebih sering
disimpulkan berdasarkan teori
terjadi pada lelaki dari pada wanita,
kejadian PSMBA yang terjadi pada
namun memiliki tinggkat mortalitas
Tn. N memang sering terjadi pada usia
yang sama. Peningkatan kejadian
lanjut dan lebih sering terjadi pada
PSMBA juga lebih sering terjadi pada
laki-laki.
pasien dengan usia lanjut. Namun
pada pasien ini terjadi pada usia yang
masih produktif.

Berdasarkan Hasil anamnesis Tn.N


Faktor Resiko
memiliki usia yang relative tua 91
1) Konsumsi alkohol
tahun dan mempunya penyakit jantung
2) Penggunaan OAINS/Steroid
dan osteoarthritis termasuk dalam
3) Penyakit Kronik (DM,
penyakit kronik

28
Hipertensi,dll)
4) Usia yang relatif tua (>60 tahun)
5) Kelas sosio ekonomi rendah.

Manifestasi Klinis dan Etiologi


Tn. N 91 tahun datang dengan keluhan
Manifestasi PSMBA khas:
BAB hitam sejak 1 bulan yang lalu,
 Hematemesis keluhan ini berlangsung setiap hari
 Melena dengan BAB yang keras. Keluhan
 Hematokezia (Pada PSMAB memberat selama 2 hari ini disertai
berat) mual, muntah, nyeri perut dan badan
Gejalan penyerta lain: Gejala anemia, terasa lemas. Keluhan lain seperti
keluhan sesuai kelainan anatomi dan lemas, pusing, mata anemis yang
penyebab PSMBA. berkaitan dengan Anemia juga
didapatkan padatkan pada Tn. N
Etiologi

PSMBA Variseal Pada pasien ini etiologi yang


pasti penyebab terjadinya PSMBA
 Varises Oesofagus
tidak diketahui. Keadaan ini terjadi
PSMBA Non Variseal
karena pasien menolak dilakukannya
 Gasteritis erosive pemeriksaan penunjang untuk

 ulkus gaster menegakkan etiologi PSMBA.

 ulkus duodenum
 Sindrom Mollys

Berkaitan dengan Anatomi:

 Kelainan Pada Oesofagus


(Varises Oesofagus, Ca
Oesofagus, Erosif Oesofagus,

29
Ulcus Oesofagus, Sindrom
Mallory weiss)
 Kelainan Pada lambung
(Ulkus, Erosif, Ca lambung)
 Kelainan pada Duodenum
(Ulcus duodenum)

Anamnesis

Dalam anamnesis yang perlu Berdasarkan hasil anamnesis yang


ditekankan adalah waktu terjadinya didapatkan Tn. Nasir, 91 tahun datang
perdarahan, perkiraan darah yang dengan keluhan BAB hitam sejak 1
keluar, riwayat perdarahan bulan yang lalu, keluhan ini
sebelumnya, riwayat perdarahan berlangsung setiap hari dengan BAB
dalam keluarga, ada tidaknya yang keras. Keluhan memberat selama
perdarahan di bagian tubuh lain, 2 hari ini disertai mual, muntah, nyeri
penggunaan obat obatan terutama anti perut dan badan terasa lemas. Demam
inflamasi non steroid, penggunaan (-), pusing (-), nafsu makan menurun
obat antiplatelet, kebiasaan minum (+). Riwayat minum jamu (-). Pasien
alkohol, kemungkinan adanya memiliki riwayat penyakit jantung dan
penyakit hati kronik, diabetes mellitus, osteoarthritis. Pasien mengkonsumsi
demam tifoid, gagal ginjal, hipertensi obat betahistin, clopidogrel,
dan riwayat transfusi sebelumnya. rivaroxaban, digoxin dan farsorbid 5
mg.

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik yang dijumpai
Pemeriksaan fisik pada pasien pada Tn. N didapati:
PSMBA yang dilakukan pertama  Konjungtiva Anemis +/+
sekali adalah Airway, Breathing, dan  Abdomen :
Circulation (ABC). Pemeriksaan ini Nyeri tekan epigastrium (+)

30
dilakukan pertama kali karena pasien  Pemeriksaan pada daerah lain tidak
dengan PSMBA datang ke IGD dijumpai kelainan.
dengan keadaan Hemodinamik stabil Pada pemeriksaan fisik ini
dan tidak stabil. didapatkannya konjungtiva anemis +/
+ yang terjadi pada pasien didapatkan
Kemudian pemeriksaan lain yang
karena adanya anemia pada pasien
dapat dilakukan pada pasien seperti:
yang secara teori keadaan ini sesuai.
Tanda Kelainan hati (Ikterus, Kemudian nyeri tekan epigastrium
Hepatomegali, Spenomegali, Kaput secara teori juga dapat ditemukan
medusa, dan Spidernerfi), pada pasien PSMBA yang berkaitan
Pemeriksaan Abdomen, pemeriksaan dengan ganguan di lambung..
paru, pemeriksaan jantung, dan
pemeriksaan rematik dan Pemeriksaan
yang tidak boleh dilupakan adalah
colok dubur, warna feses ini
mempunyai nilai prognostik.
Pemeriksaan Yang dapat membantu
diagnosis PSMBA lain adalah
pemeriksaan aspirasi NGT. Jika
didapatkan Cariran lambung berwarna
hitam atau darah segar maka pasien
dapat ditegakkan mengalami PSMBA.

Pemeriksaan Penunjang Berdasarkan hasil pemeriksaan yang


dilakukan terhadapap pasien didapati
Pemeriksaan penunjang yag dapat
hasil:
dilakukan seperti:
Pemeriksaan Darah lengkap:
Pemeriksaan Laboratorium Hb : 7 g/dl (L)

31
 Darah lengkap (Hemoglobin, Eritrosit 2,44 x106 (L)
Fungsi Homeostasis, Fungsi Hematokrit: 21,5 % (L)
Hati, Kimia darah ) yang
berkaitan dengan status Neurofil: 79,5% (H)
hemodinamik Limfosit: 12,3% (L)
 Peneriksaan Endoskopi (Gold
Standard) Monosit: 9,8% (H)
 foto thoraks Kesimpulan: anemia normokrom
 USG
 EKG normositer. Keadaan anemia ini
 Angiografi berkaitan dengan PSMBA karena
 CT-SCAN
perdarahan yang terjadi, kemudian
peningkatan monosit yang dijumpai
pada pasien jika dikaitkan dengan teori
kemungkinan terjadi karena adanya
reaksi infeksi di hati.

Kimia Klinik :
 Ureum : 161 mg/dL (↑)
 Kreatinin : 1,2 mg/dL (↓)
Elektrolit :
 Chlorida : 111 mmol/L (↑)
Kesimpulan ada uremia,kretini rendah
ditandai adanya kerusakan pada ginjal,
hiperkloremia bias terjadi akibat ada
ngangguan ph darah.

Pemeriksaan Foto Thoraks:


Cor kesan membesar, Pulmo tak
tamoak infiltrat, sinus phrenicocostalis
kanan kiri tajam

32
Penalataksanaan yang diberikan
pada Tn. N selama pengobatan yaitu:
Tatalaksana
Non farmakologi:
Penatalaksanan Pada PSMBA 1) Bed Rest
berdasarkan teori dapat dilakukan 2) Diet Makan Biasa
secara Umum dan Spesifik.
Farmakologi
Penatalasaan Pertama secara umum
1) IVFD RL 20gtt/I +
pada pasien PSMBA dapat dilakukan
Aminofluid
dengan pemantauan ABC, kemudain
2) Inj. Pantoprazole 1 v/12 j
Pemberian Cairan, lalu pemberian PPI
3) Sucralfat syr 3x1
sebagai obat pilihan pertama, serta
4) Bisoprolol 1x2,5 mg
pemberian obat yang berkaitan dengan
5) Betahistin 3x1
keluhan pasien seperti antasida, 6) Lactulac 1x1
Sucrafat, antagonis reseptor H2, 7) Transfusi PRC
Prokinetik, dan Anti perdarahan. terapi
lain yang dapat diberikan seperti
trasfusi jika anemia berat dan
pemberian obat oral untuk anemia
Penatalaksaan secara spesifik dapat
dilakukan pada pasien yang sudah
ditegak diagnosisnya seperti pada
keadaan Varises Oesofagus, Ulkus
gaster, Ulkus Duodenum.

33
BAB V
KESIMPULAN
PSMBA adalah merupakan perdarahan pada saluran makan bagian atas
yang secara anatomi di batasi oleh ligamentum treitz. Organ yang dapat terkait
dengan kejadian PSMBA meliputi Oesofagus, Gaster, Duodenum dan 1/3
proksimal jejenum. Pada Laporan kasus yang sudah dijelaskan diatas dapat
disimpulkan secara teori kasus ini sesuai dengan keadaan PSMBA. Namun,
penyebab PSMBA dan diagnosis pasti pada kasus ini tidak dapat diketahui dengan
karena pasien menolak untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan seperti endoscopi
dan foto Oesofagus Maag Duedenum (OMD). Berdasarkan hasil analisis terdapat
beberapa faktor yang berkaitan dengan penyebab PSMBA pada pasien yaitu
keadaan Hepatomegali yang tidak spesifik, Riwayat penyakit maag yang sudah
lama, riwayat Konsumsi Steroid jangka pangjang, serta Penurunan berat badan
yang sangat derastis yang membuat kecurigaan adanya keadaan keganasan pada
saluran makan bagian atas, tukak pada mukosa lambung, duodenum, atau
oesofagus, dan kejadian Varises pada oesofagus atau lambung sehingga keadaan
pasien dapat berkaitan dengan PSMBA akibat variseal dan non-variseal.

34
DAFTAR PUSTAKA
1. D, Ali. Perdarahan Akut Saluran Cerna Bagian Atas. Bandung: Bagian
Ilmu Penyakit Dalam RS Dr Hasan Sadikin. Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran.2015
2. K. Marcellus Simadibrata. Perdarahan SCBA. Ilmu Penyakit Dalam UI
Edisi V. Jakarta.: Interna Publishing. 2014;447-45
3. Djojodiningrat, Hardjodisastro D. Hematemesis melena. Dalam:
Simandibrata M, Setiati S, Alwi I, Maryantoro, Gani RA, Mansjoer A,
editor. Pedoman diagnosis dan terapi di bidang ilmu penyakit dalam.
Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian IPD FKUI; 1999:20-4
4. Sherwood, L. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi ke-6.
Jakarta: EGC
5. Robinson M, Syam FA, Abdulah M. Mortality risk factors in acute upper
gastrointestinal 26. Rockall TA, Logan RFA, Northfield TC. Risk
assessment after acute upper gastrointestinal
haemorrhage.Gut.1996;38:31621.
6. Faradillah, Firman, dan Anita. 2009. Gastro Intestinal Track Anatomical
Aspect. Surakarta : Keluarga Besar Asisten Anatomi FKUNS.
7. Marcelus Simadibrata K, Ari Fahrial Syam, Murdani Abdullah, Achmad
Fauzi, Kaka Renaldi. Persatuan Gastroenterologi Indonesia: Konsensus
Nasional Penatalaksanaan Pendarahan Saluran Cerna Atas Non Varises di
Indonesia. 2012;18-20
8. Dubey, S., 2008. Perdarahan Gastrointestinal Atas. Dalam: Greenberg,
M.I., et al. Teks Atlas Kedokteran Kedaruratan Greenberg Vol 1. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
9. Djumhana A;Hadi S;Abdurachman SA;Wijojo J;Saketi R: Upper GI
bleeding in Hasan
10. Holster IL, Kuipers EJ. Management of acute nonvariceal upper
gastrointestinal bleeding: current policies and future perspectives. World J
Gastroenteral. 2012; 18:1207-7
11. Norton J. Greenberger, Robert Burakoff, Richard S Blumberg. Current
Diagnosis & Treatment "Gastroenterology, Hepatology, & Endoscopy".
Lange. Mc Graw Hill. 2009 Page 330-335 Chapter 30.
12. Scheiman JM. Nonsteroidal antiinflamatory drug (nsaid)-induced
gastropathy. Dalam: KimK, editor. Acute gastrointestinal bleeding;
diagnosis and treatment. New Jersey: Humana. 2009. hlm. 75-93.
13. Tarigan, Pangarapen; Akil, HAM. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Edisi V, jilid: I,
Gastritis erosiva. Jakarta. 2010

35
14. Holster IL, Kuipers EJ. Management of acute nonvariceal upper
gastrointestinal bleeding: current policies and future perspectives. World J
Gastroenteral. 2012; 18:1207-7
15. Djojoningrat D. Perdarahan saluran cerna bagian atas (hematemesis
melena). Dalam: Rani AA, K MS, Syam AF, editor. Buku ajar
gastroenterology. Edisi ke-1. Jakarta: Pusat penerbit Ilmu Penyakit Dalam
FK UI; 2011: 33-44.
16. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Marcellus SK, Setiati S. 2007. Buku
ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-4. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
17. Askandar Tjokroprawito, Poernomo budi, Chairul Efendi, Djoko Santoso,
Gatot Sugianto. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam:
Gastroenterologihepatologi. Jilid 1 Edisi 2. Surabaya: Airlangga
University Press. 2015; Hal 207-225.
18. Djuwantoro Dwi; Zubir Nazrul dan Julius. Diagnosis dan Pengobatan
Tukak Peptikum; Gambaran Endoskopi Saluran Cerna Bagian Atas.
Padang. Dalam : Cermin Kedokteran. 2009; hal. 79,
19. Cerulli, M. (2017). Upper Gastrointestinal Bleeding: Practice Essentials,
Background, Etiology. [online] Emedicine.medscape.com. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/187857-overview.
20. Purnomo HD. Pengelolaan perdarahan akut saluran cerna bagian atas.
Dalam: Suharti C, Sugiri, Gasem MH, editor. Pertemuan ilmiah tahunan
XIV PAPDI; 2010 24-26 sept. Semarang (Indonesia): Badan Penerbit
Universitas Diponegoro; 2010:45-55.

36

Anda mungkin juga menyukai