Anda di halaman 1dari 21

Kegawatdaruratan Pada Pasien

dengan Gangguan Mental


Clara Shinta Tandi Rante
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
email: clara.2013fk264@civitas.ukrida.co.id

Skenario : seorang laki-laki berusia 30 tahun dibawa ke IGD karena berlumuran


darah didaerah muka dan kepalanya, setelah dikeroyok oleh penduduk. Dia dikira
maling sepeda motor, kalau keluarga tidak dating pemuda itu bias mati dikeroyok.
Menurut keluarganya pemuda itu pasien RS Jiwa sejak 1 minggu yang lalu dan masih
dalam tahap observasi/berobat jalan. Pasien mulai berubah pikiran dan tingkah
lakunya secara tiba-tiba, dicurigai menggunakan obat-obat terlarang dengan jenis
yang tidak diketahui karena lingkungan pergaulan. Menurut pasien ia mendorong
sepeda motor itu karena ada suara bisikan di telinganya yang menyuruhnya
mengendarai motor itu.
Pemeriksaan Status Mental
Berikut ini hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan status mental;
1. Penampilan dan perilaku
Identifikasi pribadi: Pakaian, perawatan diri, misalnya pemakaian warna-warna
dan riasan yang cerah dapat terlihat pada pasien mania, pengabaian terlihat pada
pasien depresi. Sikap terhadap pemeriksa: kooperatif, pwnuh perhatian, tertarik,
terus terang, suka bercanda dll. Perilaku dan aktivitas psikomotor: cara berjalan,
manerisme, erakan tubuh, kedutan stereotipi,

gerakan mencabut, menyentuh

pemriksa, kikuk, pincang, kaku, lambat, hiperaktif, kegelisahan, kontak mata,


mudah marah, kesesuaian, mudah teralihkan. 1
2. Bicara

Kecepatan: lambat/terbelakang, atau tertahan/tidak dapat diinterupsi. Irama:


normal, intonasi datar atau berlebihan. Volume: berbisik, tenang, keras. Isi:
mempermainkan kata-kata yang berlebihan, asosiasi bunyi (clang association),
berbicara satu-satu suku kata (monosyllabic), spontan atau hanya menjawab
pertanyaan. Periksa juga adanya disfasia maupun disartria.1
3. Mood dan afek
Amati mood (emosi yang menetap dan telah meresap yang mewarnai persepsi
orang tersebut terhadap dunia) apa yang dirasakan, kedalaman, intensitas, durasi,
fluktuasi mood- depresif, putus asa, iritabel, euforik, hampa, bersalah, merasa
sia,-sia rendah diri. Amati afek (ekspresi yang ditunjukan pasien terhadap hal
yang ia rasakan di dalam) luas, terbatas, menumpul, datar, dangkal, kesulitan
memulai, mempertahankan dan mengakhiri suatu responemoional, ekspresi
sesuai isi pikir. 1
4. Isi Pikiran1,2
a. Gangguan isi pikiran formal (bentuk pikiran abnormal)
Pasien tidak mengikuti susunan yang umum dalam komunikasi dan akibatnya
pembicaraan menjadi kurang berarti. Biasanya pada skizofrenia.
Derailment (gerakan Knight): terdapat kekacauan kata-kala secara tiba-tiba dari waktu
ke waktu, yang seharusnya sesuai, namun tidak dalam konteks ini (jalannya isi pikiran
menjadi keluar jalur).
Circumstantiality (asosiasi ionggar): isi pikiran menjadi samar-samar dan tampak
campur aduk.
Bloking isi pikiran: sensasi-sensasi isi pikiran tiba-tiba berhenti.1
b. Tempo isi pikiran abnormal
Akselerasi (isi pikiran ditekan, Sight of ideas dapat timbul tanpa penekanan
untuk bicara) atau retordasi.
c. Kepemilikan isi pikiran abnormal
Pasien merasa pikirannya dikendalikan oleh sesuatu dari luarpenarikan isi
pikiran, insersi, penyiaran (merasa pikiran seseorang ditarik oleh orang lain).
d. Isi pikiran abnormal
Waham-waham (delusi)
Waham adalah kepercayaan yang salah, tidak mudah digoyahkan, di luar sistem
kepercayaan sosial dan budaya normal seorang individu.1,3 Tipe-tipe waham:
Grandiose (kebesaran): percaya bahwa mereka memiliki kemampuan dan

misi khusus.
Poverty (kemiskinan): percaya bahwa mereka telah dibuat miskin.
Guilt (rasa bersalah): percaya bahwa mereka telah melakukan kejahatan dan
pantos dihukum.

Nihilistic (ketidakberadaan): percaya bahwa mereka tidak berarfi afau tidak

ada.
Hypochondriacal: percaya bahwa mereka mengidap suatu penyakit fistk.
Persecutory (penganiayaan): percaya bahwa semua orang berkonspirasi

melawan mereka.
Reference (referensi): percaya bahwa mereka dipengaruhi oleh maja-

lah/televisi.
Jealousy (kecemburuan): percaya bahwa pasangan mereka tidak setia

meskipun tidak ada buktinya.


Amorous (penuh cinta): percaya bahwa orang lain sedang jatuh cinta dengan

mereka.
Infestation (serbuan): percaya bahwa mereka diserbu oleh serangga atau

parasit.
Passivity experiences: percaya bahwa mereka disuruh melakukan se-suatu,
atau merasakan emosi-emosi, atau dikendalikan dari iuar; somatic passivity
merasa seolah-olah mereka dipindahkan dari luar.1

5. Persepsi Abnormal1,2

Ilusi: salah menginterpretasikan stimuli yang normal.


Halusinasi: persepsi yang salah tanpa adanya stimulus apapun; merasa hal itu
berasal dari luar dirinya.
o Pendengaran: suara-suara orang kedua langsung diarahkan kepada
pasien. Tanyakan waktu terjadi, pemicu, jumlah suara, orang pertama atau
kedua, misalnya suara tersebut mungkin mengatakan "saya tidak
berguna".
o Penglihatan
o Penciuman: biasanya bau yang tidak sedap
o Pengecapan: biasanya suatu perasaan bahwa sesuatu terasa berbeda dan
ini diinterpretasikan sebagai akibat peracunan.
o Sensasi somatik: misalnya, sensasi adanya serangga di bawah kulitatau
gerakan sendi-sendi

6. Kognisi
Gangguan kognisi adalah patognomonikpada patologi medis, neurologis,
farmakologis atau bedah (sering disebut sebagai gangguan mental organic.
Menguji fungsi kognitif (intelektual) yang meliputi pemeriksaan tingkat
kesadaran (bervariasi dari kedaran penuh sampai koma), orientasi (situasi, waktu
tempat dan orang), perhatian, ingatan (ingatan segera, ingatan baru, ingatan jauh)

dan simpanan informasi (pengetahuan yang memdai sesuai umur dan situasi
sosialnya).2
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Tingkat kesadaran
Tanda-tanda vital
Pemeriksaan fisik head to toe
Pemeriksaan Neurologis
Bila diduga terdapat gangguan serebral organic, pemeriksaan neurologic yang
lebih lengkap perlu dilaksanakan termasuk uji: kemampuan bahasa, kidal atau
kinan, memori, apraxia, agnosia, fungsi angka, disorientasi kanan-kiri,
kelancaran verbal.3
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang lini pertama yang perlu dilaksanakan :
Uji darah
Alasan penting untuk dilakukan uji darah yakni memeriksa adanya gangguan
organic seperti endokrinopati dan gangguan penggunaan zat psikoaktif yang
mungkin menyebabkan gejala psikiatri. Selain itu juga untuk memeriksa

komplikasi fisik akibat gangguan psikiatri. 3


o Uji darah lengkap
o Uji fungsi tiroid
o Uji fungsi hati
o Kadar vitamin B12 dan Asam folat
Uji urine
Dilakukan untuk skirining obat terlarang dalam urin.3

Diagnosis Banding

Gambar 1. Klasifikasi gangguan psikiatri 3

A.

Gangguan Mental Organik


Gangguan mental yang berkaitan dengan penyakit/gangguan sistemik atau otak yang
dapat didiagnosis tersendiri. Termasuk gangguan mental simptomatik dimana
pengaruh terhadap otak merupakan akibat sekunder dari penyakit/gangguan sistemik
di luar otak. Disfungsi cerebral mungkin berupa:
Primer: gangguan, cedera dan benturan langsung yang mengenai otak atau

berpredileksi ke otak, mis: penyakit Alzhaimer.


Sekunder: gangguan siste,ik yang mempengaruhi otak, tetapi bukan satusatunya organ atau sistem tubuh yang terkena misal: hipotiodisme.3

Gangguan ini menyebabkan disfungsi psikologis pada satu area atau lebih:1-3
Fungsi kognitif (misal: gangguan ingatan dan intelegensia)
Sensorium (misal: gangguan kesadaran dan perhatian)
Berpikir (misal: waham/delusi)
Persepsi (misal: ilusi dan halusinasi)
Emosi/mood (ansietas, depresi dan manik)
Perilaku dan kepribadian (misal: perubahan perilaku seksual)
Anamnesis 3 :
Riwayat penyakit sekarang pasien bisa mengeluhkan adanya disfungsi

psikologis (seperti masalah fungsi kognitif)


Riwayat keluarga mengenai gangguan organic dengan komponen genetic
Riwayat Pribadi misal: cedera saat lahir, infeksi pada masa kanak-kanak
Riwayata medic sebelumnya- gangguan fisik, pembedahan pengobatan

(interaksi, efek samping, toksisitas, misal: psikosis steroid)


Riwayat obat-obatan
Kepribadian pra-morbid perubahan kepribadian misal pada sindrom lobus
frontalis

Pemeriksaan Status Mental 3:


Penampilan misal kehilangan BB yang baru saja terjadi (seperti pada
keganasan), penampakan wajah yang menunjukan gangguan endokrin

(hipotiroidisme atau Sindrom Cushing)


Perilaku- misal bradikinesia, resting tremor sikap tubuh fleksi membungkuk,
gaya berjalan festinant pada penyakit Parkinson, gaya berjalan tidak stabiil

pada hidrosefalus tekanan normal.


Bicara misal afasia (misal akibat cedera di area Wernicke)
Mood misal peningkatan mood pada cedera otak bagian frontal
Pikiran

Persepsi halusinasi visual (sering pada gangguan psikiatri organic),

halusianasi olfaktorik dan auditorik pada epilepsy temporal


Orientasi misal disorientasi waktu dan tempat pada delirium
Atensi misal gangguan perhatian pada demensia
Memori - hilangnya memori baru pada penderita demensia

Pemeriksaan penunjang:
Selain pemeriksaan rutin uji darah dan uji urin, dapat dilakukan pemeriksaan
tambahan lain sesuai indikasi kecurigaan misal elektroensefalografi (EEG) pada
dugaan epilepsy, MRI/ CT-scan otak pada dugaan keganasan otak.3
i.

Delirium
Delirium adalah suatu sindrom dengan gejala pokok adanya gangguan kesadaran yang
biasanya tampak dalam bentuk hambatan pada fungsi kognitif. Terdapat gangguan
kesadaran, sering disertai oleh persepsi abnormal (ilusi dan/atau halusinasi) dan
perubahan mood (ansietas, labilitas, mood depresif).2,3
Etiologi
Delirium mempunyai berbagai macam penyebab. Semuanya mempunyai pola gejala
serupa yang berhubungan dengan tingkat kesadaran dan kognitif pasien. Penyebab
utama dapat berasal dari penyakit susunan saraf pusat seperti (sebagai contoh
epilepsi), penyakit sistemik, dan intoksikasi atau reaksi. putus obat maupun zat toksik.
Neurotransmiter yang dianggap berperan adalah asetilkolin, serotonin, serta glutamat
Area yang terutama terkena adalah formasio retikularis.3

Gambar 2. Penyebab Delirium

Epidemiologi
Delirium bisa terjadi pada pasien yang menderita penyakit fisik, terutama pasien yang
dirawat inap:3

bangsal penyakit umum dan bedah, delirium terjadi sekitar 10%


unit perawatan intensif bedah 20-30%
Pasien dengan luka bakar berat siktar 20%

Gambaran Klinis 3
Gejala prodromal termasuk:
kebingungan (perpleksi)
agitasi
hipersensitif terhadap suara
Gambaran delirium sendiri meliputi:
Gangguan kesadaran. Tingkat kesadaran berfluktuasi, sering memburuk di

malam hari
Perubahan mood. Pasien mungkin cemas, perpleksi, agitasi dan depresi,

disertai afek yang labil.


Persepsi abnormal. Ilusi sepintas, halusinasi visual, auditorik, serta taktil dapat
terjadi.

gangguan kognitif. Disorientasi waktu dan tempat, konsentrasi buruk,

gangguan bahasa dll.


Perjalanan sementara. Gangguan timbul dalam jangka waktu pendek (biasanya
beberapa jam hingga beberapa hari) dan cenderung berfluktuasi.

Penatalaksanaan dan Prognosis 3


Penyebab yang mendasari delirium harus ditentukan terlebih dahulu melalui
pemeriksaan fisik dan penunjang. Episode delirium biasanya berlangsung selama
seminggu, walaupun bisa juga selama sebulan. Prognosisnya sesuai dengan penyakit
yang mendasari.
Secara umum, lebih baik pasien ditempatkan dalam ruangan yang tenang.
Pasien harus dipastikan mendapat cairan dan elektrolit yang cukup. Sifat kondisi ini
perlu dijelaskan pada pasien untuk meyakinkan dan mengurangi efek halusianasi
dan/waham yang mungkin terjadi. Efek disorientasi dapat dikurangi dengan misalnya
membiarkan pasien mengetahui waktu (jam), memasang telvisi dalam kamar dan
memperkenankan adanya pengunjung. Pada malam hari penerangan sebaiknya sedikit
redup, cukup untuk orientasi tempat, tetapi tidak sampai menggangu kebutuhan tidur
yang banyak.
Pada pasien yang takut, amat gelisah dan cemas, haloperidol orak atau IM
dapat diberikan, bila terdapat gagagl hati benzodiazepine dapat digunakan sekaligus
membetikan efek hipnotik di malam hari.
ii. Demensia
Demensia merupakan suatu gangguan mental organik yang biasanya diakibatkan oleh
proses degeneratif yang progresif dan irreversible yang mengenai arus pikir.
Demensia merupakan sindroma yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi kognitif
tanpa gangguan kesadaran. Fungsi kognitif yang dipengaruhi pada demensia adalah
inteligensia umum, belajar dan ingatan, bahasa, memecahkan masalah, orientasi,
persepsi, perhatian, dan konsentrasi, pertimbangan, dan kemampuan sosial.
Kepribadian pasien juga terpengaruh.3,4
Epidemiologi
Demensia sebenarnya adalah penyakit penuaan. Dan semua pasien demensia, 50
60% menderita demensia tipe Alzheimer yang merupakan ripe demensia yang paling
sering. Kira-kira 5% dari semua orang yang mencapai usia 65 tahun menderita
demensia tipe Alzhermer, dibandingkan 15 20% dan semua orang yang berusia 85
tahun atau lebih. Tipe demensia yang paling sering kedua adalah demensia vaskular

yaitu demensia yang secara kausatif berhubungan dengan penyakit serebrovaskular,


berkisar antara 15 30% dari semua kasus demensia, sering pada usia 60 70 tahun
terutama pada laki-laki. Hipertensi merupakan faktor predisposisi terhadap penyakit
demensia vaskular.4
Etiologi

Gambar 3. Penyebab Demensia 3

Gambaran Klinis (umum)


Hendaya fungsi luhur yang terkena meliputi fungsi memori, berpikir, orientasi,
pemahaman, kemampuan berhitung, kemampuan belajar, bahasa dan memutuskan,
bergabung membentuk gambaran cardinal demensia, bisa didahului atau lebih sering
diikuti oleh hendaya:3
pengendalian emosi - cemas, mood yang labil, depresi
perilaku sosial gelisah, berprilaku tidak pantas, tidak mengendslikan

perilaku seksual
Motivasi pasien terpuruk pada rutinitas yang kaku disertai hilangnya minat
pada kegiatan baru dan berkurangnya motivasi, pasien tidak dapat mengatasi
keadaan stress hingga menjadi amat agitatif, marah atau putus asa.

Penatalaksanaan
Terapi nonfarmakologik sering dilakukan untuk demensia manifestasi tertentu
seperti gangguan irama sirkardian, reaksi katastrofik, dan berkelana tanpa

tujuan.
Terapi farmakologik menjadi penting ketika terdapat agitasi, ledakan amarah
yang disertai kekerasan fisik, delusi atau halusinasi signifikan.
o Antipsikotik umumnya efektif untuk gejala psikosis dan perilaku
asitasi nonpsikotik
o Neuroleptik yang lebih kuat seperti haloperidol mempunyai profil efek
samping yang lebih baik daripada obat potensi rendah (tiorizadin dan
klorpromasin)
o Benzodiazepin dapat digunakan jika neuroleptic dikontraindikasikan,
umumnya dengan waktu kerja pendek seperti lorazepam, temazepam,
dan oksazepam paling baik digunakan.
o Untuk demesia vascular difokuskan pada terapi faktor resiko yaitu
salah satunya hipertensi sebagai faktor resiko utama.

B.

Gangguan Penggunaan Zat Psikoaktif


Zat psikoaktif : Zat/bahan kimia yang apa bila masuk ke dalam tubuh manusia
berefek mempengaruhi tubuh, terutama susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan
perubahan aktivitas mental, emosional dan perilaku, dan seringkali menimbulkan
ketagihan atau ketergantungan terhadap zat itu.
Definisi:
Intoksikasi akut: kondisi sementara setelah penggunaan zat psikoaktif yang
menyebabkan gangguan atau perubahan pada pola respond dan fungsi

fisiologis, psikolagis dan perilaku.


Penggunaan berbahaya: pola penggunaaan zat psikoaktif yang menyebabkan
gangguan kesehatan. Kerusakan dapat berupa fisik (misal kasus hepatitis
akibat penyuntikan sendiri obat-obatan) dan mental (seperti episode depresi

akibat mabuk berat).


Toleransi: Terjadi bila efek yang dikehendaki dari suatu zat psikoaktif pada
SSP berkurang akibat penggunaan berulang, sehingga untuk mendapat efek

yang sama dosis obat perlu dinaikan.


Sindrom Ketergantungan: didefinisikan sebagai suatu kumpulan fenomena
fisiologis , perilaku dan kognitif ketika penggunaan zat psikoaktif jauh lebih
diprioritaskan.

o ketergantungan psikologis: kondisi ketika zat psikoaktif menimbulkan


perasaan puas dan menciptakan dorongan psikologis untuk digunakan
secara periodic atau terus menerus guna menghindari ketidaknyamanan
psikologis sperti cemas dan depresi akibat tidak menggunakannya.
o ketergantungan fisik: kondisi adaptif yang bermanifestasi sendiri
sebagai gangguan fisik yang amat hebat bila penggunaan zat
ditangguhkan, terdapat keinginan menggunakan zat tersebut agar dapat

menghindari gejala fisik akibat putus obat.


Keadaan putus zat: sekelompok gejala fisik dan psikologis yang terjadi karena
penghentian absolut atau relative suatu zat psikoaktif , setelah penggunaan
berulang dan lama dan/atau dosis tinggi

Gejala gejala yang ditimbukan oleh penggunaan zat:


Opioid
Secara klinis digunakan sebagai analgetik dan antitusif. Zat ini menimbulan euphoria.
Opioid yang paling banyak disalahgunakan adalah heroin dan morfin. Penggunaannya
diberikan dengan berbagai cara, penggunaaan heroin yang paling sering adalah
injeksi intravena karena menyebabkan serbuan (rush) perasaan menyenangkan
sementara yang kuat.
Intoksikasi: penekanan fungsi seperti sedasi, apatis, Motilitas usus bekurang,
terjadi mual dan muntah, pernafasan

berkurang, detak jantung lambat

(bradikardi), tekanan darah turun (hipotensi), pupil mengecil (konstriksi).


Putus Zat: mual, muntah, insomnia, cemas, gelisah, keluar air mata, rinorea,
keringat, pernafasan cepat, takhikardi, tekanan darah naik, pupil melebar

(dilatasi), sakit pada otot dan sendi, perut terasa kejang (kramp).
Terapi: detoksifikasi bisa dilaksanakan dalam jangka waktu yang disetujui
bersama dengan menggunakan obat lain seperti chlormetiazol atau
benzodiazepine untuk mengatasi dampak pengurangan dosis opioid.Dalam
kasus ketergantungan heroin tinggi, opioid yang kurang poten seperti
methadone sering digunkan.

Sedative dan Hipnotika


Bersifat menekan dan menghambat kerja SSP, dalam golongan ini termasuk
barbiturate, meprobarnat dan Benzodiazepin. Benzodiazepine ini banyak dipakai
dalam terapi. Tapi paling banyak juga disalahgunakan (abuse). Contohnya: nitrazepan,
bromazepam, flunitrazepm.

Intoksikasi: bicara cadel, cara jalan tidak stabil (sempoyongan), nistagmus


(bola mata bergerak kesamping kiri kanan dengan cepat), afek labil, irritabel,

agresif, banyak bicara, daya ingat menurun, susah memusatkan perhatian.


Gejala overdosis: nafas lambat, tekanan darah turun, nadi lemah/cepat, banyak

keringat.
Putus zat: mual, muntah, otot perut kram (kaku), lemah, letih, tidak nafsu
makan, berkeringat, tremor (bergetar) pada tangan, cemas, irritable, delirium,
kejang dan bisa menginggal.

Kokain
Didapatkan dari daun koka dan biasanya digunakan klinis sebagai anastetik local,
misal tetes mata. Jenis yang seringkali disalahgunakan adalah daun koka (dikunyah),
kokain hidroklorida (dalam bentuk bubuk yang bisa dihirup melalui hidung atau
dilarutkan dalam air dan disuntukkan intravena), dan crack cocaine (free base, bentuk
alkaloid kokain yang bisa dihisap yang dilepaskan dalam bentuk asap). Menimbulkan
ketergantungan psikologis yang kuat.
Intoksikasi: nadi cepat, tekanan darah naik, suhu badan naik, keringat,
Midriasis (pupil dilatasi), euphoria, agresif, halisunasi visual maupun taktil,
gangguan mengambil keputusan, fungsi sosial dan pekerjaan. Dosis tinggi

dapat meningkatkan peningkatan minat seksual dan gangguan waham.


Putus zat: insomnia, keletihan, cemas, paranoid, mudah tersinggung, depresi,
ide-ide bunuh diri, dan delirium dalam waktu 24 jam bila berhenti mendadak.

Amphetamin
Seperti dexamfetamin, xecara klinis digunakan untuk pengobatan narkolepsi dan
adjuvant hiperkinesis pada anak.Stimulan saraf pusat terkait amphetamine, seperti
fenfluramine dan dexfenfluramine kadang klinis digunakan sebagai supresan pusat
nafsu makan. Dexfenfluramin dapat menyebabkan ketergantungan psikologis.
Penggunaan illegal sering secara oral, atau untuk mendapat efek serbuan yang lebih
kuat secara intravena.
Intoksikasi zat : euphoria, gelisah, perasaan nyaman dan peningkatan percaya
diri, peningkatan energy dan hasrat, berkurangnya kebutuhan tidur, nadi cepat,
tekanan darah naik, midriasis, keringat, gangguan mengambil keputusan,

fungsi sosial dan pekerjaan, delirium.


Putus zat : mood disforia (depresi, mudah tersinggung, cemas), kelelahan,
insomnia, agitasi.

Alkohol

Minuman beralkohol mengandung etanol atau etilalkohol. Ada 3 macam / golongan


alcohol berdasarkan pada kadar etanol dalam kandungannya.
Golongan A: etanol antara 1-5% seperti pada bir, shandy
Golongan B: etanol antara 5-20% seperti pada anggur
Golongan C: etanol antara 20-55% seperti pada whisky, brandy

Intoksikasi: Ringan; euphoria, disinhibisi seksual, disarthria, ataksia, rasa


ngantuk, nistagmus. Berat; stupor, koma, pernafasan melambat, tekanan darah

turun, kejang kemudian bisa mati.


Putus alkohol: terjadi pada orang yang telah meminum alkohol setiap hari
selama beberapa bulan, kemudian berhenti. Kejadiannya antara 12-72 jam dari
saat minum terakhir. Gejalanya gemetar, halusinasi, kejang serta delirium
tremans dengan gejala confuse, ilusi, delusi, agitasi, imsomnia, nafas pendek,
aritmia jantung (jantung tidak teratur) kemudian bisa meninggal.

Penatalaksanaan
1) Penanganan keadaan gawat darurat
2) Medikamentosa sesuai dengan gejala yang ada
3) Detoksifikasi
4) Terapi substitusi
5) Konseling
6) Psikoterapi
7) Rehabilitasi
Pencegahan
1) Edukasi dan sosialisasi tentang bahaya zat psikoaktif
2) Pengasuhan anak yang adekuat sejak kecil

Skizofrenia
Psikotik adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan ketidak mampuan individu
menilai kenyataan yang terjadi, misalnya terdapat halusinasi, waham atau perilaku
kacau/aneh. Gangguan psikotik singkat/akut didefinisikan sebagai suatu gangguan
kejiwaan yang terjadi selama 1 hari sampai kurang dari 1 bulan, dengan gejala
psikosis, dan dapat kembali ke tingkat fungsional premorbid.1

Skizofrenia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu gangguan


psikiatrik mayor yang ditandai dengan adanya perubahan pada persepsi, pikiran, afek,
dan perilaku seseorang. Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya
tetap terpelihara, walaupun defisit kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.
Pasien psikotik tidak dapat mengenali atau tidak memiliki kontak dengan realitas.
Beberapa gejala psikotik adalah delusi, halusinasi, pembicaraan kacau, tingkah laku
kacau.1,3
Kriteria diagnostic berdasarkan DSM IV3
i.
Gejala Karakteristik
Dua atau lebih berikut ditemukan selama periode 1 bulan.
waham;
halusinasi;
bicara terdisorganisasi (sering menyimpang/inkoheren)
perilaku terdisorganisasi atau katatonik yang jelas
gejala negative yaitu pendataran afektif, alogia atau tidak ada kemauan
ii.
iii.

(avolition)
Disfungsi sosial/pekerjaan
Durasi
Symptom-simptom gangguan ini paling ada untuk paling sedikit 6 bulan. Dalam
periode ini paling tidak mencakup minimal 1 bulan dimana symptom-siptom
muncul.
Berdasarkan DSM-IV diagnosisnya terutama atas lama gejala, untuk gejala
psikotik yang berlangsung sekurangnya satu hari tetapi kurang satu bulan
dan yang tidak disertai dengan suatu gangguan mood, gangguan berhubungan
dengan zat, atau suatu gangguan psikotik karena kondisi medis umum, diagnosis

iv.

gangguan psikotik akut kemungkinan merupakan diagnosis yang tepat.


Penyingkiran gangguan skizoafektif (gangguan mood) dan gangguan alam

v.
vi.

perasaan
Tidak termasuk gangguan karena zat atau karena kondisi medis
Hubungan dengan gangguan perkembangan pervasive. Bila ada riwayat Autistic
Disoreder atau PDD lainnya, diagnosis tambahan skizofren hanya dibuat bila ada
halusinasi atau delusi yang menonjol selama paling tidak 1 bulan.

Epidemiologi
Di Amerika Serikat prevalensi seumur hidup untuk skizofrenia berkisar 1 %, ini
berarti 1 dalam 100 orang akan mengalami skizofrenia dalam hidupnya. Menurut
studi The Epidemiological Catchment Area yang disponsori oleh National Institute of
Mental Health prevalensi seumur hidup skizofrenia berkisar antara 0,6-1,9%. Menurut

Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV Text Revised (DSM-IV-TR)


insidens tahunan skizofrenia berkisar antara 0,5-5,0 per 10.000 dengan beberapa
variasi geografis.Insidens lebih tinggi pada orangorang yang dilahirkan di daerah
urban. Skizofrenia ditemukan ditemukan di seluruh kelas masyarakat dan area
geografis, insidens dan rasio prevalens rata- rata sama di seluruh dunia.
Etiologi 1
Faktor genetic
Terdapat kontribusi genetik pada sebagian atau mungkin semua bentuk skizofrenia,
dan proporsi yang tinggi dari variasi dalam kecenderungan skizofrenia sehubungan
dengan efek genetik. Risiko menderita skizofrenia sebesar 1% pada populasi umum
jika tidak ada keluarga yang terlibat. Bila salah satu orang tua menderita skizofrenia
maka insidens untuk menderita skizofrenia sebesar 12%. Insidens skizofrenia pada
kembar dizigotik jika salah satu menderita skizofrenia sebesar 12%, pada kembar
monozigotik sebesar 47%. Jika kedua orang tua menderita skizofrenia insidensnya
sebesar 40%.
Faktor biologic
Ketidakseimbangan neurokimiawi otak (hipotesis dopamine, hipotesis serotonin,
GABA, glutmat)
Hipotesis degeneratif saraf
Kelainan struktur otak
Faktor Psikososial
Gejala Klinis 1
Gejala Positive :
1. Delusi atau Waham, yaitu suatu keyakinan yang tidak rasional. Meskipun telah
dibuktikan secara obyektif bahwa keyakinannya itu tidak rasional, namun
penderita tetap meyakini kebenarannya.
2. Halusinansi, yaitu pengalaman panca indera tanpa ada rangsangan. Misalnya
penderita mendengar bisikan - bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber
dari bisikan itu.
3. Kekacauan alam pikir, yang dapat dilihat dari isi pembicaraannya.
Misalnya bicaranya kacau, sehingga tidak dapat diikuti alur pikirannya.
4. Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan
semangat dan gembira berlebihan.
5. Merasa dirinya Orang Besar, merasa serba mampu, serba hebat dan
sejenisnya.
6. Pikirannya penuh dengan kecurigaan atau seakan-akan ada ancaman terhadap
dirinya.
7. Menyimpan rasa permusuhan (Hawari, 2007).

Gejala Negative
1. Alam perasaan tumpul dan mendatar. Gambaran alam perasaan ini dapat
terlihat dari wajahnya yang tidak menunjukkan ekspresi.
2. Menarik diri atau mengasingkan diri tidak mau bergaul atau kontak dengan
3.
4.
5.
6.

orang lain, suka melamun.


Kontak emosional amat miskin, sukar diajak bicara, pendiam.
Pasif dan apatis, menarik diri dari pergaulan sosial.
Sulit dalam berfikir abstrak.
Tidak ada/kehilangan dorongan kehendak dan tidak ada inisiatif dan serba
malas (Hawari, 2007).

Tipe-tipe Skizofrenia 1,3


1. Tipe Paranoid
Skizofrenia paranoid ditandai oleh preokupasi satu atau lebih waham atau
halusinasi pendengaran yang sering. Umumnya waham besar dan waham
kejaran. Biasanya mengalami episode pertama pada usia yang lebih tua
dibandingkan skizofrenia disorganized dan katatonik.
2. Tipe Disorganized (tidak terorganisasi)
Ciri utama skizofrenia tipe disorganized adalah pembicaraan kacau, tingkah
laku kacau dan afek yang datar atau inappropriate. Pembicaraan yang kacau
dapat disertai kekonyolan dan tertawa yang tidak erat kaitannya dengan isi
pembicaraan. Disorganisasi tingkah laku dapat membawa pada gangguan yang
serius pada berbagai aktivitas hidup sehari-hari.
3. Tipe Katatonik
Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah gangguan pada psikomotor yang dapat
meliputi ketidakbergerakan motorik (waxy flexibility). Aktivitas motor yang
berlebihan, negativism yang ekstrim, sama sekali tidak mau bicara dan
berkomunikasi (mutism), gerakan-gerakan yang tidak terkendali, mengulang
ucapan orang lain (echolalia) atau mengikuti tingkah laku orang lain
(echopraxia).
4. Tipe Undifferentiated
Tipe Undifferentiated merupakan tipe skizofrenia yang menampilkan
perubahan pola simptom-simptom yang cepat menyangkut semua indikator
skizofrenia. Misalnya, indikasi yang sangat ruwet, kebingungan (confusion),
emosi yang tidak dapat dipegang karena berubah-ubah, adanya delusi,
referensi yang berubah-ubah atau salah, adanya ketergugahan yang sangat
besar, autisme seperti mimpi, depresi, dan sewaktu-waktu juga ada fase yang
menunjukkan ketakutan.
5. Tipe Residual

Tipe ini merupakan kategori yang dianggap telah terlepas dari skizofrenia
tetapi masih memperlihatkan gejala-gejala residual atau sisa, seperti
keyakinan- keyakinan negatif, atau mungkin masih memiliki ide-ide tidak
wajar yang tidak sepenuhnya delusional. Gejala-gejala residual itu dapat
meliputi menarik diri secara sosial, pikiran-pikiran ganjil, inaktivitas, dan afek
datar.
Penatalaksanaan
Non-farmakologis
Terapi psikososial
Dengan terapi psikososial dimaksudkan penderita agar mampu kembali beradaptasi
dengan lingkungan sosial sekitarnya dan mampu merawat diri, mampu mandiri tidak
tergantung pada orang lain sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga atau
masyarakat, pasien diupayakan untuk tidak menyendiri, tidak melamun, banyak
kegiatan dan kesibukan dan banyak bergaul.
Terapi electrokonvulsif
Terapi

Elektrokonvulsif

juga

dikenal

sebagai

terapi

electroshock

pada

penatalaksanaan terapi biologis. Tetapi terapi ini telah menjadi pokok perdebatan dan
keprihatinan masyarakat karena beberapa alasan.
Farmakologis
Obat-obat antipsikotik juga dikenal sebagai neuroleptik dan juga sebagai trankuiliser
mayor. Obat antipsikotik pada umumnya membuat tenang dengan mengganggu
kesadaran dan tanpa menyebabkan eksitasi paradoksikal. Mekanisme Kerja
Antipsikotik menghambat (agak) kuat reseptor dopamine (D2) di sistem limbis otak
dan di samping itu juga menghambat reseptor D1/D2 ,1 (dan 2) adrenerg, serotonin,
muskarin dan histamin.
Golongan obat antipsikotik ada 2 macam yaitu:

Golongan antipsikotik tipikal : chlorpromazine, fluperidol, haloperidol,


loxapine, molindone, mesoridazine, perphenazine, thioridazine, thiothixene,

trifluperezine.
Golongan antipsikotik atipikal : aripiprazole, clozapin, olanzapine, quetiapine,

risperidone, ziprasidone (Gunawan, 2007).


Obat dimulai dengan awal sesuai dengan dosis anjuran. dinaikkan dosisnya setiap 2-3
hari sampai mencapai dosis efektif (mulai timbul peredaan gejala). Evaluasi dilakukan
tiap dua minggu dan bila perlu dosis dinaikkan, sampai mencapai dosis optimal. Dosis

ini dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilitas), kemudian diturunkan setiap dua
minggu, sampai mencapai dosis pemeliharaan. dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun
(diselingi masa bebas obat 1-2 hari/minggu). Kemudian tapering off, dosis diturunkan
tiap 2-4 minggu dan dihentikan.
Efek samping penggunaan antipsikotik:
1. Gejala ekstrapiramidal (GEP) dapat berbentuk antara lain:
Parkinsonisme yakni hipokinesia, kadang-kadang tremor tangan dan

keluar liur berlebihan.


Akathisia yaitu selalu ingin bergerak, tidak mampu duduk diam tanpa

mengerakkan kaki, tangan atau tubuh.


Dyskinesia tarda yaitu gerakan abnormal tak-sengaja, khususnya otot-otot

muka dan mulut yang dapat menjadi permanen.


Sindroma neuroleptika maligne berupa demam, kekakuan otot dan GEP

(gejala ekstrapiramidal).
2. Sedasi
3. Efek antikolinergis yang bercirikan mulut kering, penglihatan buram,
obstipasi, retensi kemih, terutama pada lansia.
4. Gejala penarikan, bila penggunaannya dihentikan mendadak dapat terjadi sakit
kepala, sukar tidur, mual, muntah, anorexia dan rasa takut (Tjay dan Rahardja,
2007).
Gangguan Suasana Alam Perasaan (mood)
Untuk memasukan ke dalam blok ini, blok F0, F1, dan F2 harus disingkirkan. Gejala
dasarnya berupa gangguan suasana perasaan/mood (depresi atau manik) yang
umumnya bersifat episodik. Kadang-kadang ditemukan juga gejala psikotik, tetapi
jangka waktunya lebih pendek daripada episode gangguan mood yang mendasarinya.
Gangguan mood merupakan suatu kondisi dimana emosi yang muncul telah terdistorsi
sehingga terlihat tidak sesuai dengan situasi dan kondisi sekitarnya. Mood yang
menurun / tertekan disebut depresi, mood yang meningkat / ekspansif disebut mania
(manik).1
Mania adalah suatu gangguan alam perasaan yang ditandai dengan adanya alam
perasaan yang meningkat, meluas atau keadaan emosional yang mudah tersinggung
dan terangsang. Kondisi ini dapat diiringi dengan perilaku berupa peningkatan
kegiatan, banyak bicara, ide-ide yang meloncat, senda gurau, tertawa berlebihan,
penyimpangan seksual. Depresi adalah sutu gangguan alam perasaan yang ditandai
dengan perasaan sedih dan berduka yang berlebihan dan berkepanjangan.

Klasifikasi ICD-10 mengenai gangguan mood (afektif) 3

Gambar 4,5. Klasifikasi ICD-10 mengenai gangguan mood (afektif) 3

Penatalaksanaan Gangguan Afektif Bipolar 1,5,6


a) Medikamentosa
o Mood stabilizer (litium, garam litium, valproate)
o Anti Psikotik
b) Electro Convulsive terapi
- Untuk bipolar yang resisten terhadap medikamentosa
- Bipolar dengan ancaman bunuh diri
c) Rawat Inap Psikiatrik
d) Konseling dan Psikoterapi
Konseling : Problem solving masalah yang dihadapi
Psikoterapi suportif
o Penderita diajari untuk mengelola stres dan
o mengidentifikasi tanda dan gejala sedini mungkin

untuk

menghindari kekambuhan
o Penderita diajarkan untuk rileks, tidak menggunakan alkohol
ataupun obat-obatan lain tanpa sepengetahuan dokter
o Konsultasi ke fasilitas psikiatri bila timbul gejala- gejala bipolar
termasuk kemungkinan melakukan tindak kekerasan dan bunuh
diri. Pengobatan dini dapat membantu mencegah kekambuhan dan

memburuknya gejala yang timbul


Rehabilitasi
Pelatihan ketrampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan komunikasi
dan berinteraksi

Penatalaksanaan Gangguan Depresif Berat 1,5,6


a) Medikamentosa :
Antidepresan
Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI), contoh Excitalopram,

Fluoxetine, Fluvoxamine, Paroxetine, Sertraline


Serotonin and Noradrenaline Reuptake Inhibitors (SNRI), contoh

Duloxetin, Venlafazine
Monoamine Oksidase Inhibitors (MAOI), contoh Moclobemide
Tricycle Antidepresan, contoh Amitriptilin, Imipramin
b) Electro Convulsive terapi
Untuk Gangguan Depresi berat dengan ciri psikotik
Gangguan Depresi dengan ancaman bunuh diri
c) Rawat Inap
pada kasus episode berat, dengan kemungkinan tindakan yang mengacam
nyawa (resiko bunuh diri, asupan makanan buruk)
d) Konseling, Psikoterapi dan Rehabilitasi

Kesimpulan
Pasien ini diduga mengalami gangguan mental yang mengarah ke psikosis.
Gangguan psikotik adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan ketidakmampuan
individu menilai kenyataan yang terjadi. Namun untuk lebih menegakan diagnosis
perlu dilakukan pemeriksaan penunjang terutama pemeriksaan urin atas indikasi
penggunaan obat-obatan terlarang. Selain itu pada pemeriksaan fisik juga dapat dicari
bukti-bukti seperti bekas punksi vena, untuk mendiagnosis gangguan mental tersebut
akibat penggunaan zat psikoaktif atau bukan.

Daftar Pustaka
1. Sadock, Benjamin J. Kaplan & Sadock buku ajar psikiatri klinis. Edisi ke-2.
Jakarta: EGC; 2010.
2. Bresler, Michael Jay. Manual kedokteran darurat. Edisi ke-6. Jakarta: EGC;
2006.
3. Puri, Basant K. Buku ajar psikiatri. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2011.
4. Sean OH. Kedokteran emergensi: vadamecum. Jakarta: EGC; 2012.
5. Mangindaaan L. Buku Ajar Psikiatri: Diagnosis Psikiatrik. Jakarta: Penerbit
FKUI; 2010.
6. Tomb DA. Buku Saku Psikiatri: Klasifikasi Psikiatrik. Gangguan Psikososial.
6thed. Jakarta: EGC; 2010.

Anda mungkin juga menyukai