Panji Dewantoro
Skenario : Seorang laki-laki 25 tahun dibawa oleh polisi ke IGD RSU dalam
keadaan luka-luka memar disertai dengan kondisi gaduh gelisah, teriak-teriak, bicara
melantur, mengatakan ada yang mau membunuhnya, pemuda itu dibawa polisi karena
mengemudikan mobil dengan ugal-ugalan sehingga terjadi tabrakan dengan bus
umum. Kesadaran pemuda itu komposmentis.
5. Persepsi Abnormal1,2
Ilusi: salah menginterpretasikan stimuli yang normal.
Halusinasi: persepsi yang salah tanpa adanya stimulus apapun; merasa hal itu
berasal dari luar dirinya.
o Pendengaran: suara-suara orang kedua langsung diarahkan kepada
pasien. Tanyakan waktu terjadi, pemicu, jumlah suara, orang pertama atau
kedua,misalnya suara tersebut mungkin mengatakan "saya tidak
berguna".
o Penglihatan
o Penciuman: biasanya bau yang tidak sedap
o Pengecapan: biasanya suatu perasaan bahwa sesuatu terasa berbeda dan
ini diinterpretasikan sebagai akibat peracunan.
o Sensasi somatik: misalnya, sensasi adanya serangga di bawah kulitatau
gerakan sendi-sendi
6. Kognisi
Gangguan kognisi adalah patognomonikpada patologi medis, neurologis,
farmakologis atau bedah (sering disebut sebagai gangguan mental organic.
Menguji fungsi kognitif (intelektual) yang meliputi pemeriksaan tingkat
kesadaran (bervariasi dari kedaran penuh sampai koma), orientasi (situasi, waktu
tempat dan orang), perhatian, ingatan (ingatan segera, ingatan baru, ingatan jauh)
dan simpanan informasi (pengetahuan yang memdai sesuai umur dan situasi
sosialnya).2
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Tingkat kesadaran
Tanda-tanda vital
Pemeriksaan fisik head to toe
Pemeriksaan Neurologis
Bila diduga terdapat gangguan serebral organic, pemeriksaan neurologic yang
lebih lengkap perlu dilaksanakan termasuk uji: kemampuan bahasa, kidal atau
kinan, memori, apraxia, agnosia, fungsi angka, disorientasi kanan-kiri,
kelancaran verbal.3
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang lini pertama yang perlu dilaksanakan :
Uji darah
Alasan penting untuk dilakukan uji darah yakni memeriksa adanya gangguan
organic seperti endokrinopati dan gangguan penggunaan zat psikoaktif yang
mungkin menyebabkan gejala psikiatri.Selain itu juga untuk memeriksa
komplikasi fisik akibat gangguan psikiatri.3
o Uji darah lengkap
o Uji fungsi tiroid
o Uji fungsi hati
o Kadar vitamin B12 dan Asam folat
Uji urine
Dilakukan untuk skirining obat terlarang dalam urin.3
Diagnosis Banding
Gangguan ini menyebabkan disfungsi psikologis pada satu area atau lebih:1-3
Fungsi kognitif (misal: gangguan ingatan dan intelegensia)
Sensorium (misal: gangguan kesadaran dan perhatian)
Berpikir (misal: waham/delusi)
Persepsi (misal: ilusi dan halusinasi)
Emosi/mood (ansietas, depresi dan manik)
Perilaku dan kepribadian (misal: perubahan perilaku seksual)
Anamnesis3 :
Riwayat penyakit sekarang – pasien bisa mengeluhkan adanya disfungsi
psikologis (seperti masalah fungsi kognitif)
Riwayat keluarga – mengenai gangguan organic dengan komponen genetic
Riwayat Pribadi – misal: cedera saat lahir, infeksi pada masa kanak-kanak
Riwayata medic sebelumnya- gangguan fisik, pembedahan pengobatan
(interaksi, efek samping, toksisitas, misal: psikosis steroid)
Riwayat obat-obatan
Kepribadian pra-morbid – perubahan kepribadian misal pada sindrom lobus
frontalis
Pemeriksaan penunjang:
Selain pemeriksaan rutin uji darah dan uji urin, dapat dilakukan pemeriksaan
tambahan lain sesuai indikasi kecurigaan misal elektroensefalografi (EEG) pada
dugaan epilepsy, MRI/ CT-scan otak pada dugaan keganasan otak.3
i. Delirium
Delirium adalah suatu sindrom dengan gejala pokok adanya gangguan kesadaran yang
biasanya tampak dalam bentuk hambatan pada fungsi kognitif. Terdapat gangguan
kesadaran, sering disertai oleh persepsi abnormal (ilusi dan/atau halusinasi) dan
perubahan mood (ansietas, labilitas, mood depresif).2,3
Etiologi
Delirium mempunyai berbagai macam penyebab.Semuanya mempunyai pola gejala
serupa yang berhubungan dengan tingkat kesadaran dan kognitif pasien.Penyebab
utama dapat berasal dari penyakit susunan saraf pusat seperti (sebagai contoh
epilepsi), penyakit sistemik, dan intoksikasi atau reaksi.putus obat maupun zat toksik.
Neurotransmiter yang dianggap berperan adalah asetilkolin, serotonin, serta glutamat
Area yang terutama terkena adalah formasio retikularis.3
Gambaran Klinis3
Gejala prodromal termasuk:
kebingungan (perpleksi)
agitasi
hipersensitif terhadap suara
Gambaran delirium sendiri meliputi:
Gangguan kesadaran. Tingkat kesadaran berfluktuasi, sering memburuk di
malam hari
Perubahan mood. Pasien mungkin cemas, perpleksi, agitasi dan depresi,
disertai afek yang labil.
Persepsi abnormal. Ilusi sepintas, halusinasi visual, auditorik, serta taktil dapat
terjadi.
gangguan kognitif. Disorientasi waktu dan tempat, konsentrasi buruk,
gangguan bahasa dll.
Perjalanan sementara. Gangguan timbul dalam jangka waktu pendek (biasanya
beberapa jam hingga beberapa hari) dan cenderung berfluktuasi.
ii. Demensia
Demensia merupakan suatu gangguan mental organik yang biasanya diakibatkan oleh
proses degeneratif yang progresif dan irreversible yang mengenai arus pikir.
Demensia merupakan sindroma yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi kognitif
tanpa gangguan kesadaran. Fungsi kognitif yang dipengaruhi pada demensia adalah
inteligensia umum, belajar dan ingatan, bahasa, memecahkan masalah, orientasi,
persepsi, perhatian, dan konsentrasi, pertimbangan, dan kemampuan sosial.
Kepribadian pasien juga terpengaruh.3,4
Epidemiologi
Demensia sebenarnya adalah penyakit penuaan.Dan semua pasien demensia, 50 –
60% menderita demensia tipe Alzheimer yang merupakan ripe demensia yang paling
sering. Kira-kira 5% dari semua orang yang mencapai usia 65 tahun menderita
demensia tipe Alzhermer, dibandingkan 15 – 20% dan semua orang yang berusia 85
tahun atau lebih. Tipe demensia yang paling sering kedua adalah demensia vaskular
yaitu demensia yang secara kausatif berhubungan dengan penyakit serebrovaskular,
berkisar antara 15 – 30% dari semua kasus demensia, sering pada usia 60 – 70 tahun
terutama pada laki-laki. Hipertensi merupakan faktor predisposisi terhadap penyakit
demensia vaskular.4
Etiologi
Penatalaksanaan
Terapi nonfarmakologik sering dilakukan untuk demensia manifestasi tertentu
seperti gangguan irama sirkardian, reaksi katastrofik, dan berkelana tanpa
tujuan.
Terapi farmakologik menjadi penting ketika terdapat agitasi, ledakan amarah
yang disertai kekerasan fisik, delusi atau halusinasi signifikan.
o Antipsikotik umumnya efektif untuk gejala psikosis dan perilaku
asitasi nonpsikotik
o Neuroleptik yang lebih kuat seperti haloperidol mempunyai profil efek
samping yang lebih baik daripada obat potensi rendah (tiorizadin dan
klorpromasin)
o Benzodiazepin dapat digunakan jika neuroleptic dikontraindikasikan,
umumnya dengan waktu kerja pendek seperti lorazepam, temazepam,
dan oksazepam paling baik digunakan.
o Untuk demesia vascular difokuskan pada terapi faktor resiko yaitu
salah satunya hipertensi sebagai faktor resiko utama.
Definisi:
Intoksikasi akut: kondisi sementara setelah penggunaan zat psikoaktifyang
menyebabkan gangguan atau perubahan pada pola respond dan fungsi
fisiologis, psikolagis dan perilaku.
Penggunaan berbahaya: pola penggunaaan zat psikoaktif yang menyebabkan
gangguan kesehatan. Kerusakan dapat berupa fisik (misal kasus hepatitis
akibat penyuntikan sendiri obat-obatan) dan mental (seperti episode depresi
akibat mabuk berat).
Toleransi: Terjadi bila efek yang dikehendaki dari suatu zat psikoaktif pada
SSP berkurang akibat penggunaan berulang, sehingga untuk mendapat efek
yang sama dosis obat perlu dinaikan.
Sindrom Ketergantungan: didefinisikan sebagai suatu kumpulan fenomena
fisiologis , perilaku dan kognitif ketika penggunaan zat psikoaktif jauh lebih
diprioritaskan.
o ketergantungan psikologis: kondisi ketika zat psikoaktif menimbulkan
perasaan puas dan menciptakan dorongan psikologis untuk digunakan
secara periodic atau terus menerus guna menghindari ketidaknyamanan
psikologis sperti cemas dan depresi akibat tidak menggunakannya.
o ketergantungan fisik: kondisi adaptif yang bermanifestasi sendiri
sebagai gangguan fisik yang amat hebat bila penggunaan zat
ditangguhkan, terdapat keinginan menggunakan zat tersebut agar dapat
menghindari gejala fisik akibat putus obat.
Keadaan putus zat: sekelompok gejala fisik dan psikologis yang terjadi karena
penghentian absolut atau relative suatu zat psikoaktif , setelah penggunaan
berulang dan lama dan/atau dosis tinggi
Kokain
Didapatkan dari daun koka dan biasanya digunakan klinis sebagai anastetik local,
misal tetes mata.Jenis yang seringkali disalahgunakan adalah daun koka (dikunyah),
kokain hidroklorida (dalam bentuk bubuk yang bisa dihirup melalui hidung atau
dilarutkan dalam air dan disuntukkan intravena), dan crack cocaine (free base, bentuk
alkaloid kokain yang bisa dihisap yang dilepaskan dalam bentuk asap).Menimbulkan
ketergantungan psikologis yang kuat.
Intoksikasi: nadi cepat, tekanan darah naik, suhu badan naik, keringat,
Midriasis (pupil dilatasi), euphoria, agresif, halisunasi visual maupun taktil,
gangguan mengambil keputusan, fungsi sosial dan pekerjaan. Dosis tinggi
dapat meningkatkan peningkatan minat seksual dan gangguan waham.
Putus zat: insomnia, keletihan, cemas, paranoid, mudah tersinggung, depresi,
ide-ide bunuh diri, dan delirium dalam waktu 24 jam bila berhenti mendadak.
Amphetamin
Seperti dexamfetamin, xecara klinis digunakan untuk pengobatan narkolepsi dan
adjuvant hiperkinesis pada anak.Stimulan saraf pusat terkait amphetamine, seperti
fenfluramine dan dexfenfluramine kadang klinis digunakan sebagai supresan pusat
nafsu makan. Dexfenfluramin dapat menyebabkan ketergantungan
psikologis.Penggunaan illegal sering secara oral, atau untuk mendapat efek serbuan
yang lebih kuat secara intravena.
Intoksikasi zat :euphoria, gelisah, perasaan nyaman dan peningkatan percaya
diri, peningkatan energy dan hasrat, berkurangnya kebutuhan tidur, nadi cepat,
tekanan darah naik, midriasis, keringat, gangguan mengambil keputusan,
fungsi sosial dan pekerjaan, delirium.
Putus zat : mood disforia (depresi, mudah tersinggung, cemas), kelelahan,
insomnia, agitasi.
Alkohol
Minuman beralkohol mengandung etanol atau etilalkohol. Ada 3 macam / golongan
alcohol berdasarkan pada kadar etanol dalam kandungannya.
Golongan A: etanol antara 1-5% seperti pada bir, shandy
Golongan B: etanol antara 5-20% seperti pada anggur
Golongan C: etanol antara 20-55% seperti pada whisky, brandy
Intoksikasi: Ringan; euphoria, disinhibisi seksual, disarthria, ataksia, rasa
ngantuk, nistagmus. Berat; stupor, koma, pernafasan melambat, tekanan darah
turun, kejang kemudian bisa mati.
Putus alkohol: terjadi pada orang yang telah meminum alkohol setiap hari
selama beberapa bulan, kemudian berhenti. Kejadiannya antara 12-72 jam dari
saat minum terakhir. Gejalanya gemetar, halusinasi, kejang serta delirium
tremans dengan gejala confuse, ilusi, delusi, agitasi, imsomnia, nafas pendek,
aritmia jantung (jantung tidak teratur) kemudian bisa meninggal.
Penatalaksanaan
1) Penanganan keadaan gawat darurat
2) Medikamentosa sesuai dengan gejala yang ada
3) Detoksifikasi
4) Terapi substitusi
5) Konseling
6) Psikoterapi
7) Rehabilitasi
Pencegahan
1) Edukasi dan sosialisasi tentang bahaya zat psikoaktif
2) Pengasuhan anak yang adekuat sejak kecil
Skizofrenia
Psikotik adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan ketidak mampuan individu
menilai kenyataan yang terjadi, misalnya terdapat halusinasi, waham atau perilaku
kacau/aneh.Gangguan psikotik singkat/akut didefinisikan sebagai suatu gangguan
kejiwaan yang terjadi selama 1 hari sampai kurang dari 1 bulan, dengan gejala
psikosis, dan dapat kembali ke tingkat fungsional premorbid.1
Epidemiologi
Di Amerika Serikat prevalensi seumur hidup untuk skizofrenia berkisar 1 %, ini
berarti 1 dalam 100 orang akan mengalami skizofrenia dalam hidupnya. Menurut
studi The Epidemiological Catchment Area yang disponsori oleh National Institute of
Mental Health prevalensi seumur hidup skizofrenia berkisar antara 0,6-1,9%. Menurut
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV Text Revised (DSM-IV-TR)
insidens tahunan skizofrenia berkisar antara 0,5-5,0 per 10.000 dengan beberapa
variasi geografis.Insidens lebih tinggi pada orang–orang yang dilahirkan di daerah
urban. Skizofrenia ditemukan ditemukan di seluruh kelas masyarakat dan area
geografis, insidens dan rasio prevalens rata- rata sama di seluruh dunia.
Etiologi1
Faktor genetic
Terdapat kontribusi genetik pada sebagian atau mungkin semua bentuk skizofrenia,
dan proporsi yang tinggi dari variasi dalam kecenderungan skizofrenia sehubungan
dengan efek genetik.Risiko menderita skizofrenia sebesar 1% pada populasi umum
jika tidak ada keluarga yang terlibat.Bila salah satu orang tua menderita skizofrenia
maka insidens untuk menderita skizofrenia sebesar 12%.Insidens skizofrenia pada
kembar dizigotik jika salah satu menderita skizofrenia sebesar 12%, pada kembar
monozigotik sebesar 47%.Jika kedua orang tua menderita skizofrenia insidensnya
sebesar 40%.
Faktor biologic
Ketidakseimbangan neurokimiawi otak (hipotesis dopamine, hipotesis serotonin,
GABA, glutmat)
Hipotesis degeneratif saraf
Kelainan struktur otak
Faktor Psikososial
Gejala Klinis1
Gejala Positive :
1. Delusi atau Waham, yaitu suatu keyakinan yang tidak rasional. Meskipun
telah dibuktikan secara obyektif bahwa keyakinannya itutidak rasional, namun
penderita tetap meyakini kebenarannya.
2. Halusinansi, yaitu pengalaman panca indera tanpa ada rangsangan. Misalnya
penderita mendengar bisikan - bisikan di telinganya padahaltidak ada sumber
dari bisikan itu.
3. Kekacauan alam pikir, yang dapat dilihat dari isi pembicaraannya.
Misalnya bicaranya kacau, sehingga tidak dapat diikuti alur pikirannya.
4. Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan
semangat dan gembira berlebihan.
5. Merasa dirinya “Orang Besar”, merasa serba mampu, serba hebat dan
sejenisnya.
6. Pikirannya penuh dengan kecurigaan atau seakan-akan ada ancaman terhadap
dirinya.
7. Menyimpan rasa permusuhan (Hawari, 2007).
Gejala Negative
1. Alam perasaan “tumpul” dan “mendatar”. Gambaran alam perasaan ini dapat
terlihat dari wajahnya yang tidak menunjukkan ekspresi.
2. Menarik diri atau mengasingkan diri tidak mau bergaul atau kontak dengan
orang lain, suka melamun.
3. Kontak emosional amat “miskin”, sukar diajak bicara, pendiam.
4. Pasif dan apatis, menarik diri dari pergaulan sosial.
5. Sulit dalam berfikir abstrak.
6. Tidak ada/kehilangan dorongan kehendak dan tidak ada inisiatif danserba
malas (Hawari, 2007).
Tipe-tipe Skizofrenia1,3
1. Tipe Paranoid
Skizofrenia paranoid ditandai oleh preokupasi satu atau lebih waham atau
halusinasi pendengaran yang sering.Umumnya waham besar dan waham
kejaran. Biasanya mengalami episode pertama pada usia yang lebih tua
dibandingkan skizofrenia disorganized dan katatonik.
2. Tipe Disorganized (tidak terorganisasi)
Ciri utama skizofrenia tipe disorganized adalah pembicaraan kacau, tingkah
laku kacau dan afek yang datar atau inappropriate. Pembicaraan yang kacau
dapat disertai kekonyolan dan tertawa yang tidak erat kaitannya dengan isi
pembicaraan.Disorganisasi tingkah laku dapat membawa pada gangguan yang
serius pada berbagai aktivitas hidup sehari-hari.
3. Tipe Katatonik
Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah gangguan pada psikomotor yang dapat
meliputi ketidakbergerakan motorik (waxy flexibility). Aktivitas motor
yangberlebihan, negativism yang ekstrim, sama sekali tidak mau bicara dan
berkomunikasi (mutism), gerakan-gerakan yang tidak terkendali, mengulang
ucapan orang lain (echolalia) atau mengikuti tingkah laku orang lain
(echopraxia).
4. Tipe Undifferentiated
Tipe Undifferentiated merupakan tipe skizofrenia yang
menampilkanperubahan pola simptom-simptom yang cepat menyangkut
semua indikator skizofrenia. Misalnya, indikasi yang sangat ruwet,
kebingungan (confusion), emosi yang tidak dapat dipegang karena berubah-
ubah, adanya delusi, referensi yang berubah-ubah atau salah, adanya
ketergugahan yang sangat besar, autisme seperti mimpi, depresi, dan sewaktu-
waktu juga ada fase yang menunjukkan ketakutan.
5. Tipe Residual
Tipe ini merupakan kategori yang dianggap telah terlepas dari
skizofreniatetapi masih memperlihatkan gejala-gejala residual atau sisa,
seperti keyakinan- keyakinan negatif, atau mungkin masih memiliki ide-ide
tidak wajar yang tidak sepenuhnya delusional.Gejala-gejala residual itu dapat
meliputi menarik diri secara sosial, pikiran-pikiran ganjil, inaktivitas, dan afek
datar.
Penatalaksanaan
Non-farmakologis
Terapi psikososial
Dengan terapi psikososial dimaksudkan penderita agar mampu kembali beradaptasi
dengan lingkungan sosial sekitarnya dan mampu merawat diri, mampu mandiri tidak
tergantung pada orang lain sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga atau
masyarakat, pasien diupayakan untuk tidak menyendiri, tidak melamun, banyak
kegiatan dan kesibukan dan banyak bergaul.
Terapi electrokonvulsif
Terapi Elektrokonvulsif juga dikenal sebagai terapi electroshock pada
penatalaksanaan terapi biologis.Tetapi terapi ini telah menjadi pokok perdebatan dan
keprihatinan masyarakat karena beberapa alasan.
Farmakologis
Obat-obat antipsikotik juga dikenal sebagai neuroleptik dan jugasebagai trankuiliser
mayor.Obat antipsikotik pada umumnya membuattenang dengan mengganggu
kesadaran dan tanpa menyebabkan eksitasi paradoksikal.Mekanisme Kerja
Antipsikotik menghambat (agak) kuat reseptor dopamine (D2) di sistem limbis otak
dan di samping itu juga menghambat reseptor D1/D2 ,α1 (dan α2) adrenerg,
serotonin, muskarin dan histamin.
Golongan obat antipsikotik ada 2 macam yaitu:
Golongan antipsikotik tipikal : chlorpromazine, fluperidol, haloperidol,
loxapine, molindone, mesoridazine, perphenazine, thioridazine, thiothixene,
trifluperezine.
Golongan antipsikotik atipikal : aripiprazole, clozapin, olanzapine, quetiapine,
risperidone, ziprasidone (Gunawan, 2007).
Obat dimulai dengan awal sesuai dengan dosis anjuran.dinaikkan dosisnya setiap 2-3
hari sampai mencapai dosis efektif (mulai timbul peredaan gejala). Evaluasi dilakukan
tiap dua minggu dan bila perlu dosis dinaikkan, sampai mencapai dosis optimal.Dosis
ini dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilitas), kemudian diturunkan setiap dua
minggu, sampai mencapai dosis pemeliharaan.dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun
(diselingi masa bebas obat 1-2 hari/minggu). Kemudian tapering off, dosis diturunkan
tiap 2-4 minggu dan dihentikan.
Efek samping penggunaan antipsikotik:
1. Gejala ekstrapiramidal (GEP) dapat berbentuk antara lain:
Parkinsonisme yakni hipokinesia, kadang-kadang tremor tangan dan
keluar liur berlebihan.
Akathisia yaitu selalu ingin bergerak, tidak mampu duduk diam tanpa
mengerakkan kaki, tangan atau tubuh.
Dyskinesia tarda yaitu gerakan abnormal tak-sengaja, khususnya otot-otot
muka dan mulut yang dapat menjadi permanen.
Sindroma neuroleptika maligne berupa demam, kekakuan otot dan GEP
(gejala ekstrapiramidal).
2. Sedasi
3. Efek antikolinergis yang bercirikan mulut kering, penglihatanburam, obstipasi,
retensi kemih, terutama pada lansia.
4. Gejala penarikan, bila penggunaannya dihentikan mendadak dapat terjadi sakit
kepala, sukar tidur, mual, muntah, anorexia dan rasa takut (Tjay dan Rahardja,
2007).
Gangguan Suasana Alam Perasaan (mood)
Untuk memasukan ke dalam blok ini, blok F0, F1, dan F2 harus disingkirkan. Gejala
dasarnya berupa gangguan suasana perasaan/mood (depresi atau manik) yang
umumnya bersifat episodik.Kadang-kadang ditemukan juga gejala psikotik, tetapi
jangka waktunya lebih pendek daripada episode gangguan mood yang mendasarinya.
Gangguan mood merupakan suatu kondisi dimana emosi yang muncul telah
terdistorsi sehingga terlihat tidak sesuai dengan situasi dan kondisi sekitarnya.Mood
yang menurun / tertekan disebut depresi, mood yang meningkat / ekspansif disebut
mania (manik).1
Maniaadalahsuatugangguanalam perasaan yang ditandai dengan adanya alam
perasaan yang meningkat, meluas atau keadaan emosional yang mudah tersinggung
dan terangsang.Kondisi ini dapat diiringi dengan perilaku berupa peningkatan
kegiatan, banyak bicara, ide-ide yang meloncat, senda gurau, tertawa berlebihan,
penyimpangan seksual.Depresi adalah sutu gangguan alam perasaan yang ditandai
dengan perasaan sedih dan berduka yang berlebihan dan berkepanjangan.
Klasifikasi ICD-10 mengenai gangguan mood (afektif)3
Kesimpulan
Pasien ini diduga mengalami gangguan mental yang mengarah ke
psikosis.Gangguan psikotik adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan
ketidakmampuan individu menilai kenyataan yang terjadi. Namun untuk lebih
menegakan diagnosis perlu dilakukan pemeriksaan penunjang terutama pemeriksaan
urin atas indikasi penggunaan obat-obatan terlarang. Selain itu pada pemeriksaan fisik
juga dapat dicari bukti-bukti seperti bekas punksi vena, untuk mendiagnosis gangguan
mental tersebut akibat penggunaan zat psikoaktif atau bukan.
Daftar Pustaka
1. Sadock, Benjamin J. Kaplan & Sadock buku ajar psikiatri klinis. Edisi ke-2.
Jakarta: EGC; 2010.
2. Bresler, Michael Jay. Manual kedokteran darurat. Edisi ke-6. Jakarta: EGC;
2006.
3. Puri, Basant K. Buku ajar psikiatri. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2011.
4. Sean OH. Kedokteran emergensi: vadamecum. Jakarta: EGC; 2012.
5. Mangindaaan L. Buku Ajar Psikiatri: Diagnosis Psikiatrik. Jakarta: Penerbit
FKUI; 2010.
6. Tomb DA. Buku Saku Psikiatri: Klasifikasi Psikiatrik. Gangguan Psikososial.
6thed. Jakarta: EGC; 2010.