Anda di halaman 1dari 16

Gagal Jantung Akut ec Peripartum Cardiomyopati

Marco Tanzil – 102014142


Raditya Karuna Linanda – 102016046
Della Nabila – 102016190
Nia Uktriae – 102014113
Lolita Lorentia – 102016128
Vilya Lorensa Hosal – 102016040
Ali Hanapiah – 102016237
Priscilla Sari – 102016252
Magdalena Sri Febiolita – 102013260
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta
Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510, Indonesia

Abstrak
Gagal jantung akut merupakan serangan yang cepat/rapid onset atau terjadinya
perubahan mendadak dari gejala atau tanda gagal jantung. Gagal jantung telah menjadi
masalah yang utama pada bidang kardiologi, karena bertambahnya jumlah penderita gagal
jantung dan seringnya terjadi kecacatan dan kematian. Penyebab awal terseringnya adalah
penyakit arteri coroner dan hipertensi. Gagal jantung merupakan keseluruhan dari penyakit
jantung. Salah satu gejalanya yaitu sesak nafas. Sesak nafas terjadi karena adanya edema paru
akibat terjadi gagal pada bagian ventrikel. Peripartum kardiomiopati merupakan salah satu
penyakit yang disebabkan gagal jantung yang terjadi pada ibu hamil. Penyakit ini biasanya
terjadi pada kehamilan di trimester akhir atau pada 6 minggu pertama sebelum postpartum.
Penanganannya berupa penatalaksanaan gagal jantung termasuk istirahat, medical terapi
dengan penurunan afterload, diuretic, ionotropik, antikoagulan, atau jika kasus lanjut dengan
transplantasi jantung.
Kata Kunci: Gagal jantung akut, peripartum kardiomiopati, penatalaksanaan

Abstract
Acute heart failure is a rapid onset or sudden change in symptoms or signs of heart
failure. Heart failure has become a major problem in the field of cardiology, because of the
increasing number of people with heart failure and frequent disability and death. The most
common early causes are coronary artery disease and hypertension. Heart failure is a whole
of heart disease. One of the symptoms is shortness of breath. Shortness of breath occurs due
to pulmonary edema due to failure in the ventricles. Peripartum cardiomyopathy is one of the
diseases caused by heart failure that occurs in pregnant women. This disease usually occurs
in late trimester pregnancy or in the first 6 weeks before postpartum. Handling in the form of
management of heart failure including rest, medical therapy with a decrease in afterload,
diuretic, ionotropic, anticoagulant, or if advanced cases with a heart transplant.
Keywords : Acute heart failure, peripartum cardiomyopathy, management
Pendahuluan
Gagal jantung akut merupakan perubahan mendadak yang cepat gejala atau tanda
gagal jantung. Merupakan kondisi mengancam jiwa yang memerlukan perhatian medis
segera. Gagal jantung akut dapat pula disebabkan abnormalitas dari beberapa aspek fungsi
jantung. Gejala akut dapat bervariasi, perburukan dapat terjadi dalam hitungan hari ataupun
minggu (misalnya sesak nafas yang berat atau edema). Gejala bervariasi, mulai dari edema
paru yang mengancam jiwa sampai edema perifer yang berat. Sesak nafas juga terjadi karena
adanya edema paru akibat terjadi gagal pada bagian ventrikel. Pada ibu hamil, sesak nafas
merupakan keluhan yang umum terjadi, dan mungkin merupakan bentuk fenomena yang
terkait dengan perubahan fisiologis kehamilan yang membutuhkan penyesuaian sistem
kardiovaskuler.1
Namun, terdapat beberapa sesak nafas yang terjadi karena dicurigakan adanya
kelainan pada jantung, yaitu salah satunya adalah ortopnea (sesak nafas ketika berbaring/
terlentang) ataupun sesaf nafas saat melakukan aktivitas. Penyakit pada ibu hamil yang
berhubungan dengan penyakit jantung disebut peripartum heart disease atau peripartum
kardiomiopati. Dan bahkan menurut data, penyakit jantung dapat mrupakan komplikasi pada
ibu hamil dengan tanpa kelainan atau gangguan jantung sebelumnya. 1 Tujuan dari pembuatan
makalah ini adalah untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan peripartum kariomiopati
dan gagal jantung akut, dan apa hubungan dari kedua penyakit tersebut terhadap ibu hamil,
serta apa saja gejala klinis, komplikasi, maupun penatalaksanaan yang tepat.

Anamnesis
Anamnesis merupakan suatu komunikasi antara dokter dengan pasien atau orang yang
terdekat dengan kehidupan pasien tersebut sehari-hari. Tujuan dari anamnesis ini adalah
untuk mendapatkan data dan mengetahui keluhan utama dari pasien serta informasi mengenai
riwayat penyakit pasien. Anamnesa yang baik dan lengkap akan membantu dokter untuk
mendapatkan diagnosa yang tepat atas penyakit pasien.
Anamnesis yang dapat dilakukan pada skenario yaitu sebagai berikut :
1. Anamnesa Umum (seperti nama, umur, alamat, pekerjaan, status perkawinan).
2. Keluhan Utama (sesak memberat sejak 2 hari yang lalu).
3. Riwayat Penyakit Sekarang (Mengalami sesak saat beraktivitas, tidak dapat tidur
terlentang, rasa sesak seperti sensasi tenggelam, kedua kaki pasien membengkak
sejak 3 minggu dan semakin memberat).
4. Riwayat Penyakit Dahulu (tidak ada riwayat di RS, tidak ada riwayat sakit
jantung)
5. Riwayat Penyakit Keluarga (Apakah di keluarga ada yang mengalami penyakit yang
sama, atau ada riwayat penyakit kronis?).
6. Riwayat Obat (Apakah sudah mengonsumsi obat tertentu atau pergi berobat ke dokter.
Tidak pernah minum obat)
7. Riwayat Sosial (makanan, pekerjaan sehari-hari)

Pemeriksaan Fisik
Tujuan dari pemeriksaan fisik adalah untuk mengetahui apakah adanya perubahan
patologis pada tubuh penderita. Pertama-tama yang harus diperiksa ialah keadaan umum
pasien dan kesadaran umum saat tiba di rumah sakit. Lalu memeriksa tanda-tanda vital pada
pasien tersebut. Selanjutnya ialah pemeriksaan khusus pasien dengan cara inspeksi, palpasi,
perkusi, auskultasi. Ciri-ciri pasien gagal jantung akut ec peripartum kardiomiopati, adalah :
1. Inspeksi
- Konjungtiva tidak anemis dan tidak ikterik
- Keadaan umum tampak sakit berat dengan kesadaran yang compos mentis
- Pada leher terdapat JVP 5+2 cmH2O
2. Palpasi
- Pada ekstremitas terdapat edema pitting pada ekstremitas bawah bilateral
3. Perkusi
Berfungsi untuk menentukan besar dan bentuk jantung secara kasar. Normalnya suara
jantung berbunyi pekak. Pada perkusi kita bisa menentukan batas kanan, kiri, atas,
bawah, dan pinggang jantung sehinnga kita tahun ada pembesaran jantung
(kardiomegali) atau tidak.
4. Asukultasi
- Pada thorax terdengar suara nafas vesikuler, ronkhi (+/+), wheezing (-/-), bunyi
jantung 1-2 murni, reguler, murmur (-), gallop (+) S3
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien gagal jantung akut ec periprtum karidomiopati
dapat dilakukan dengan :
1. Pemeriksaan Echocardiografi
Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk menilai fungsi sistolik dan diastolik pasien
kardiomiopati peripartum dengan kondisi gagal jantung akut. Selain itu pemeriksaan
ekokardiografi dapat digunakan untuk mencari kemungkinan penyebab utama gagal
jantung lain, misalnya iskemia kardiomiopati, gangguan katup jantung dan
sebagainya. Pada pemeriksaan ekokardiografi dapat ditemukan dilatasi pada 4
chamber jantung (seluruh ruang jantung), fraksi ejeksi 33%, mitral regurgitation,
tricuspid regurgitation, dan global normokinetik. Pada sekitar 43% kasus
kardiomiopati peripartum dapat ditemukan tanda adanya regurgitasi mitral dan pasien
dengan fraksi ejeksi dibawah 35%.2
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin, dan kadar elektrolit (natrium, kalium) sangat penting
dilakukan terutama untuk meminimalisi kemungkinan terjadinya aritmia. Hasil
pemeriksaan darah rutin yaitu Hb 13g/dL, Ht 37%, leukosit 9000/uL, trombosit
250.000/L. Pemeriksaan laboratorium lain dapat ditambahkan sesuai dengan kondisi
klinis masing-masing pasien.2
3. Foto Rontgent Thorax AP
Pemeriksaan radiologi dapat menilai ukuran jantung (kardiomegali), kondisi parenkim
paru, derajat kongesti, edema alveoli, edema interstitial, efusi pleura dan dilatasi
pembuluh darah lobus sup. Hasil dari pemeriksaan rontgent thorax pada pasien ini
adalah cardiomegaly dengan edema paru. Perlu diingat pemeriksaan rontgen toraks
memberikan risiko cukup signifikan terhadap janin dalam kandungan. Penggunaan
teknik diagnostik ini sedapat mungkin dihindari dan dalam keadaan terpaksa dapat
dilakukan dengan menggunakan alat pelindung region abdomen ibu selama proses
pengambilan gambar.2

Working Diagnosis
Berdasarkan hasil dari anamnesis, pemeriksaan fisik, maupun pemeriksaan
penunjang, pasien wanita 33 tahun di diagnosis terkena gagal jantung akut et causa
peripartum cardiomyopathy. Gagal jantung didefinisikan sebagai onset yang cepat dari
gejala-gejala dan tanda-tanda gagal jantung, yang membutuhkan terapi secepatnya. Gagal
jantung akut dapat merupakan munculnya gagal jantung untuk pertama kali atau perburukan
dari suatu gagal jantung kronis. Berbagai macam sebab kardiovaskular dan non
kardiovaskular dapat menyebabkan disfungsi jantung ini, misalnya iskemia, abnormalitas
ritme jantung, disfungsi katup, dan lainnya. Gagal jantung juga dapat terjadi kepada ibu hamil
dengan berbagai gejala dan bisa juga tanpa gejala kardiovaskuler sebelumnya, sering disebut
sebagai kardiomiopati peripartum.
Kardiomiopati peripartum adalah gagal jantung yang timbul pada trimester akhir
kehamilan sampai dengan 5 bulan setelah melahirkan. Faktor resiko kardiomiopati
peripartum adalah multiparitas, usia ibu yang tua (>30 th), kehamilan ganda, pre-eklamsia,
hipertensi gestasional, dan ras Afrika-Amerika. Hubungan antara gagal jantung dengan
penyakit kehamilan ini yaitu salah satunya dari perubahan hemodinamik pada masa
kehamilan. Perubahan fisiologis hemodinamik pada masa kehamilan dimulai pada awal
minggu ke -5 sampai ke -8, sampai akhir trimester sebelum postpartum. Pada masa-masa ini
perubahan tersebut dapat menyebabkan manifestasi klinis pada jantung yang telah sakit
sebelumnya maupun yang tidak mempunyai riwayat sakit jantung sebelumnya. Biasanya
terdapat banyak gejala seperti, sesak nafas, edema pedis, batuk, susah tidur terlentang, dan
lainnya. Gagal jantung terjadi pada peripartum ketika sejumlah obtetris umum menimbulkan
beban berlebihan bagi fungsi jantung pasien, dan juga sudah terlihat gejalanya.3

Differential Diagnosis
Terdapat beberapa differential diagnosis yang didapat, yaitu :
1. Kardiomiopati Dilatasi Idiopatik
Kardiomipati dilatasi adalah jenis kardiomiopati dengan ciri-ciri yaitu terdapatnya
dilatasi rungan ventrikel yang progresif dan disertai disfungsi dari kontraksi ventrikel
saat sistolik. Penyakit ini memiliki banyak etiologi antara lain : genetic, bahan toksik
(alcohol, doxorubicin) peripatum, miokarditis virustetapi pada sebagian besar kasus
penyebabnya adalah idiopatik. Dilatasi ruang yang terjadi lebih sering mengenai salah
satu ventrikel saja. Dilatasi ruang ventrikel biasanya diikuti pembesaran dinding yang
terjadi masih lebih kecil dibandingkan dengan dilatasi ruang ventrikel. Pada
kardiomiopati dilatasi dapat terjadi peningkatan tekanan pengisian ventrikel yang
akan menumbulkan gejala-gejala kongesti sistemik seperti perningkatan tekanan vena
jugularis, hepatomegaly, dan edema perifer. Kardiomiopati sebab peripartum adalah
bentuk dari kardiomiopati dilatasi dengan gejala gagal jantung yang terjadi pada bulan
terakhir kehamilan atau sampai 6 bulan masa postpartum. Faktor resiko untuk
keadaan ini adalah ras afro- amerika, dan multipara. Penyebab mengapa peripartum
dapat menyebabkan kardiomiopati dilatasi masih belum diketahui, kemungkinannya
adalah karena adanya faktor-faktor seperti: hipertensi pada kehamilan, overload
cairan, defisiensi nutrisi, akibat metabolik lain dan kemungkinan adanya gangguan
sistem imun telah diajukan juga sebagai penyebabnya.4

2. Gagal Jantung Kongenital


Perubahan yang terjadi pada sirkulasi saat lahir menjelaskan mengapa gejala penyakit
jantung kongenital tidak muncul hingga beberapa minggu setelah lahir. Penyakit
jantung kongenital sebagian besar banyak menyerang anakk-anak di Eropa. Derajat
keparahan tiap defek beragam, mulai dari ringan hingga beat. Pada tiap lesi terjadi
perubahan seiring dengan pertumbuhan anak, kadangn menjadi lebih baik dan kadang
memburuk. Gejala terparah kebanyakan terjadi pada tahun pertama kehidupan
terutama pada bayi baru lahir dan membutuhkan pemeriksaan serta terapi segera. Lesi
ringan tidak menyebabkan gejala dan dapat menunjang hidup normal serta tidak
membutuhkan terapi. Penilaian awal lengkap dan pemeriksaan lanjutan sangat penting
untuk mencegah perubahan sekunder pada miokard.4
3. Cor Pulmonale
Cor pulmonale dapat sebagai perubahan dalam struktur serta fungsi ventrikel kanan,
seperti hipertrofi ventrikel kanan, dilatasi, dan kegagalan sekunder untuk hipertensi
arteri pulmonal yang disebabkan oleh penurunan luas penampang pulmonal. Pada
keadaan ini, tidak termasuk oleh karena itu gagal ventrikel kanan, yang terjadi setelah
peningkatan aliran darah paru maupun pada tekanan kapiler atau vena pulmonal.
Keduanya meningkatkan aliran darah paru dan pasif di paru tetapi tidak dapat bekerja.
Sehingga dengan pernapasan dan peningkatan tekanan intrahoracic, kompresi jalan
napas menghasilkan peningkatan lebih lanjut pada resistensi pembuluh darah paru dan
peningkatan tekanan arteri pulmonal.4

Etiologi
Gagal jantung paling sering disebabkan oleh gagal kontraktilitas miokard, seperti
yang terjadi pada infark miokard, hipertensi lama, atau kardiomiopati. Namun pada kondisi
tertentu, miokard dengan kotraktilitas yang baik tidak dapat memenuhi kebutuhan darah
sistemik ke seluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan metabolic tubuh. Kondisi ini
disebabkan misalnya masalah mekanik seperti regugirtasi katup berat. Kardiomiopati
peripartum merupakan salah satu bentuk dari penyakit miokardial primer yang berhubungan
dengan kehamilan. Sampai saat ini, penyebab pasti dari penyakit gagal jantung akut ec
kardiomiopati peripartum belum dapat ditemukan pastinya, namun diperkirakan terjadi
dikarenakan beberapa kejadian. Beberapa kejadian yang diperkirakan dapat menjadi
penyebab ataupun mekanismenya, adalah :
 Miokarditis : Membuktikan adanya miokarditis dari biopsi endomiokardial pada
pasien dengan kardiomiopati peripartum.
 Respon imun abnormal terhadap kehamilan: menurunnya sistem imnunitas selama
hamil, dapat meningkatkan replikasi virus dan kemungkinan untuk terjadinya
miokarditis akan meningkat.
 Infeksi viral yang bersifat kardiotropik
 Aktivasi sitokin akibat stress
 Respon abnormal hemodinamik pada kehamilan : perubahan hemodinamik selama
kehamilan dengan meningkatnya volume darah dan curah jantung serta menurunnya
afterload, sehingga respon dari ventrikel kiri untuk penyesuaian menyebabkan
terjadinya hipertrofi sesaat.
 Faktor-faktor penyebab lain : kardiomiopati dilatasi idiopatik, abnormalitas dari
relaxine, defisiensi selenium dll.
Sedangkan faktor-faktor resiko yang dapat menyebabkan seorang wanita mengalami
kardiomiopati peripartum, diantaranya adalah; multiparitas, usia maternal yang lanjut
(walaupun penyakit ini dapat mengenai semua usia, insidensi akan meningkat pada wanita
berusia > 30 tahun), kehamilan multifetal, pre-eklamsia, hipertensi gestasional dan ras Afrika
Amerika.3,5

Epidemiologi
Data epidemiologi yang menyatakan bahwa penyakit jantung merupakan komplikasi
ada 1-4% perempuan hamil tanpa kelainan atau gangguan kardiovaskular lainnya. Di Inggris,
penyakit jantung merupakan penyebab tidak langung kematian pada ibu hamil yang paling
banyak dijumpai, setelah bunuh diri. Gagal jantung akut telah menjadi masalah kesehatan di
seluruh dunia. Di Eropa dan Amerika Serikat angka kematian di rumah sakit akibat penyakit
ini berkisar antara 4-7%. Sekitar 10 % dari pasien yang bertahan hidup beresiko mengalami
kematian.
Kejadian gagal jantung pada kehamilan telah dikenal sejak pertengahan abad ke-19,
tetapi istilah kardiomiopati disebut mulai sekitar tahun 1930-an. Pada tahun 1971, Demakis
dan kawan-kawan menemukan pada 27 pasien yang pada masa nifas yang menunjukkan
gejala kardiomegali, gambaran elektrokardiografi yang abnormal dan gagal jantung,
kemudian disebut sebagai kardiomiopati peripartum. Gagal jantung mempengaruhi
perempuan pada bulan-bulan terakhir kehamilan. Ini tetap menjadi penyebab signifikan
morbiditas dan mortalitas ibu. 75% kardiomiopati peripartum didiagnosis pada bulan pertama
postpartum dan 45% pada minggu pertama. Ketika dicurigai, harus segera menetapkan
diagnosis. Dilaporkan prevalensi PPCM di Negara-negara non-Afrika berkisar antara
1:3.000-15.000 kelahiran hidup. Dalam sebuah penelitian 68.75% dari pasien kardiomiopati
peripartum mengalami persalinan pervaginam dan 31% diperlukan operasi Caesar terutama
karena alasan obstetric. Hasil neonatal, pada 27 bayi lahir hidup, 5 kematian perinatal terjadi.
Penyebab utama kematian perinatal adalah premature dan terkait gagal jantung akut atau
kongestif pada ibu. Hasil membuktikan bahwa usia yang lebih tua ( >30 tahun) dan
multiparitas (>3 anak) erat terkait dengan perkembangan kardiomiopati.5,6

Gejala Klinis
Tanda dan gejala gagal jantung yang disebabkan oleh kardiomiopati peripartum sangat
bervariasi. Sekitar 50% pasien gagal jantung sistolik bahkan tidak bergejala sama sekali. Pada
pasien asimptomatik, salah satu indikasi awal diagnosis ini hanya pada saat evaluasi kondisi
janin menggunakan monitor dan teknik ultrasonografi. Gagal jantung harus bermanifestasi
dalam bulan-bulan terakhir kehamilan atau dalam waktu 5 bulan sebelum melahirkan dan
ditemukan penyebab lain gagal jantung. Diagnosis gagal jantung pada kardiomiopati
peripartum dibuat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang terarah. Berikut ini
adalah tanda gejala yang dapat muncul:
a. Pasien mengalami penurunan kapasitas latihan, takipnea, palpitasi/takikardia, tekanan
nadi yang sempit dan merasa mudah lelah. Gangguan perfusi jaringan otak akibat
kurangnya cardiac output akan bermanifestasi sebagai rasa pusing dan melayang,
bahkan kadang berupa penurunan kesadaran (syncope), terutama pada aktivitas fisik
berlebihan. Pada gagal jantung tingkat lanjut dengan gejala kongesti berat dapat
ditemukan nyeri perut, anorexia, batuk, susah tidur terlentang dan gangguan mood.
b. Pasien kardiomiopati peripartum akan mengalami tanda dan gejala khas gagal jantung.
Namun perlu diingat bahwa fatigue, gejala sesak nafas saat beraktivitas dan edema
kaki wajar ditemukan pada wanita hamil mulai trimester ke-2 hingga tahap akhir,
sehingga kondisi kardiomiopati dilatasi akan lebih sulit dideteksi hanya melalui gejala
klinis.6
c. Gejala klinis lain antara lain nyeri dada tidak spesifik, rasa tidak nyaman abdomen,
distensi perut, batuk, hemoptisis, tanda edema paru, orthopnea dan paroxysmal
nocturnal dyspnea yang biasanya terjadi pada wanita yang mungkin telah memiliki
kelainan jantung sebelumnya. Tanda fisik pasien gagal jantung akibat kardiomiopati
pada masa peripartum bervariasi tergantung derajat kompensasi, tingkat kronisitas
(gagal jantung akut dibandingkan dengan gagal jantung kronik), dan keterlibatan ruang
jantung (jantung sebelah kiri atau kanan). Tanda fisik overload cairan atau kongesti
yang ditemukan pada pasien dengan gagal jantung antara lain ronkhi basah pada
auskultasi paru, tanda efusi pleura, distensi/peningkatan tekanan vena jugularis, asites,
hepatomegali, edema perifer, bising sistolik sebagai tanda adanya regurgitasi mitral
akibat dilatasi lumen ventrikel dan atrium kiri, serta gallop S3 pada auskultasi akibat
peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri pada penurunan fungsi ventrikel kiri
akibat dilatasi.
d. Gangguan perfusi perifer terutama pada pasien gagal jantung tingkat lanjut dengan
penyakit penyerta anemia, dapat dilihat melalui pemeriksaan ekstremitas yang teraba
dingin, pucat, sianosis, dan pemanjangan waktu pengisian kapiler. Khusus pada pasien
kardiomiopati peripartum, dapat ditemukan tanda bergesernya perabaan ictus cordis ke
arah lateral dan bising ejeksi sistolik di tepi kiri sternum akibat regurgitasi mitral.
Selain itu tanda embolisasi organ perifer tubuh misalnya ekstremitas bawah, usus dan
otak dapat terjadi akibat trombus yang terbentuk di ventrikel kiri yang berdilatasi.6

Patofisiologi
Gagal jantung akibat kardiomiopati peripartum disebabkan oleh gagalnya adaptasi
tubuh untuk mempertahankan tekanan perfusi ke jaringan perifer. Hal ini disebabkan oleh
aktivasi sistem neurohormonal yang berlebihan dan tidak pada tempatnya. Penyebab dari
gejala klinis yang tampak pada kardiomiopati peripartum adalah adanya penurunan fungsi
kontraksi miokardium diikuti oleh adanya dilatasi pada ruang ventrikel. Penurunan fungsi
kontraksi miokardium disebabkan karena adanya kerusakan pada kardiomiosit, kerusakan ini
akan mengakibatkan kontraksi ventrikel menurun, dan diikuti dengan penurunan volume
sekuncup serta curah jantung. Penurunan kontraksi ventrikel jika sudah tidak dapat diatasi
lagi oleh mekanisme kompensasi (baik oleh peningkatan simpatis, mekanisme Frank-
Starling, sistem renin- angiotensin-aldosteron/RAA dan vasopresin), maka akan
menyebabkan ventrikel hanya dapat memompa sejumlah kecil darah ke sirkulasi, sehingga
nantinya darah tersebut akan lebih banyak tertimbun di ventrikel, timbunan darah inilah yang
akan menyebabkan dilatasi ruang ventrikel yang bersifat progresif. Pada kehamilan, ini
dinamakan perubahan pada hemodinamika, seperti penurunan stroke volume, dan curah
jantung, perubahan ini akan membuat kerja jantung semakin memberat dan lama-lama akan
membuat gagal jantung.7
Dilatasi ruang yang progresif nantinya akan membuat disfungsi katup mitral (katup
mitral tidak dapat tertutup sempurna), kelainan pada katup mitral ini akan menyebabkan
terjadinya regurgitasi darah ke atrium kiri. Regurgitasi darah ke atrium kiri memiliki tiga
dampak yang buruk, yaitu peningkatan tekanan dan volume yang berlebihan di atrium kiri
sehingga atrium kiri membesar yang akan meningkatkan resiko, dampak buruk berikutnya
adalah regurgitasi ke atrium kiri menyebabkan darah yang dipompakan oleh ventrikel kiri
lebih sedikit sehingga memperparah penurunan stroke volume yang telah terjadi, dampak
buruk yang terakhir adalah pada saat diastolik volume darah yang masuk ke atrium kiri
menjadi lebih besar karena mendapat tambah darah yang disebabkan oleh regurgitasi
ventrikel kiri yang pada akhirnya akan menambah jumah darah di ventrikel kiri, sehingga
memperparah dilatasi yang telah terjadi.7
Penurunan stroke volume karena menurunnya kontraktilitas miokardium dan
ditambah dengan adanya regurgitasi katup mitral akan menimbulkan gejala kelelahan dan
kelemahan pada otot rangka karena kurangnya suplai darah ke otot rangka. Pada
kardiomiopati dilatasi juga terjadi peningkatan tekanan pengisian ventrikel yang akan
menimbulkan gejala-gejala kongesti paru seperti dispnea, ortopnea, ronki basah dan juga
gejala-gejala kongesti sistemik seperti peningkatan tekanan vena jugularis, hepatomegali dan
edema perifer

Tatalaksana
Tujuan utama terapi pasien kardiomiopati peripartum dengan gagal jantung adalah
memperbaiki gejala, memperpanjang angka harapan hidup, meningkatkan status fungsional,
mempertahankan kualitas hidup, mencegah progresivitas penyakit, mencegah rekurensi, dan
menurunkan angka rehospitalisasi. Penanganan medis PPCM hampir sama dengan penyakit
gagal jantung. Pengobatan utama adalah pembatasan cairan, dan garam, digoksin, diuretic,
vasodilator, dan antikoagulan. Kehamilan dan menyusui harus selalu menjadi pertimbangan
sebelum memilih obat. Penanganan pasien kardiomiopati peripartum dengan tanda dan gejala
gagal jantung dapat menggunakan dua pendekatan klinis, yakni terapi non-medikamentosa
dan terapi medikamentosa.8
1. Terapi non-medikamentosa
Pertama adalah edukasi pasien tentang penyakit ini. Istirahat total selama 6-12 bulan,
seperti yang telah dianjurkan sebelumnya, terkait dengan kejadian kardiomegali.
Namun hasil yang sama dapat dicapai tanpa istirahat di tempat tidur berkepanjangan.
Bed rest total dapat merupakan predisposisi terjadinya thrombosis vena dalam
sehingga meningkatkan risiko emboli paru. Setelah gejala klinis membaik dengan
manajemen medis, olahraga sederhana sebenarnya dapat meningkatkan perbaikan otot
serta tonis arteri. Asupan cairan dan garam harus dibatasi maing-masing 2-4 gr/hari
dan 2L/ hari. Karena pada 50% pasien kardiomiopati peripartum biasanya mengalami
perbaikan setelah 6 bulan terdiagnosis, sehingga harus dievalusi dengan akurat.
Namun pada pasien gagal jantung yang hamil dengan kondisi hemodinamik tidak
stabil, harus dilakukan tindakan operasi dengan teknik anastesi epidural dan spinal.

2. Terapi medikamentosa
a. Prepartum (Amlodipine, hidralazin/nitrat, digoksin, diuretik, beta blocker).
Penggunaan obat golongan ACE-I dikontraindikasikan secara absolut pada pasien
hamil. Obat golongan ini telah terbukti memiliki efek teratogenik dan berbahaya
bagi pertumbuhan serta perkembangan janin dalam kandungan. Digoksin
bermanfaat sebagai ionotropic serta mengurangi gejala simptomatik. Digoksin
dalam dosis rendah aman selama kehamilan dan menyusui (jika dosis tinggi akan
meningkatkan sitokin inflamasi) serta kadar digoksin serum harus dimonitor,
terutama bila dikombinasi dengan diuretic. Pengobatan digoksin selama 6-12
bulan dapat mengurangi risiko kekambuhan PPCM. Diuretic aman pada
kehamilan dan menyusui. Diuretic diindaksikan untuk mengurangi preload dan
mengurangi gejala. Namun, harus hati-hati terhadap dehidrasi iatrogenic yang
dapat mengakibatkan gawat janin. Biasa digunakan di rumah sakit, namun
thiazides dapat digunakan pada kasus ringan. Dapat terjadi alkalosis metabolic
akibat dehidrasi yang dipicu oleh diuretic. Penambahan acetazolamide akan
mengurangi alkalosis dengan menghilangkan bikarbonat.
b. Post partum (ACE inhibitor atau angiotensin II receptor blocker, digoksin,
diuretik, amlodipin, hidralazin/nitrat, beta blocker). ACE-I dan ARB
dikontraindikasikan pada kehamilan karena teratogenisitas. Terapi menggunakan
obat golongan ACE-I dapat mulai dilakukan pasca melahirkan dengan perhatian
terhadap beberapa agen yang juga disekresikan melalui air susu ibu (ASI) selama
periode laktasi; benazepril, captopril, dan enalapril cukup aman. Bahkan dapat
diberikan pada kehamilan lanjut ketika obat lainnya tidak efektif. Vasodilator
sangat penting dalam penanganan gagal jantung karena efek menurunkan preload
dan afterload. Vasodilator meningkatkan CO dan keberhasilan pengobatan gagal
jantung. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-1) atau Angiotensin
Reseptor Blocker II (ARB) sekarang dianggap sebagai manajemen utama.
Awalnya pengunaan calcium channel blockers (CCB) pada gagal jantung tidak
dapat diterima karena efek kontraktif negative serta potensi risiko hipoperfusi
Rahim. Amlodipine sekarang telah terbukti meningkatkan tingkat kelangsungan
hidup pada pasien kardiomiopati non-iskemik dan dapat menurunkan kadar IL-6
serta menunjukan peran potensial dalam pengelolaan PPCM. Beta blocker tidak
dikontraindikasikan pada kehamilan. Pengunaannya dikaitkan dengan BBLR.
Carvedilol telah digunakan dengan aman pada kehamilan dan PPCM. Beta
blockers dan ACE-1 mungkin memiliki peran tambahan dalam penekanan respon
imun, dan mencegah remodeling ventrikel serta mengurangi ukuran ventrikel.
c. Terapi farmakologi intravena pada pasien dengan gejala yang berat (tidak
berespon terhadap terapi oral) dobutamin, dopamine, milrinon, nitroprusid. Terapi
antikoagulan juga diberikan pada pasien dengan LVEF <35% dan pasien terbaring
di tempat tidur dengan atrial fibrilasi, thrombus, obesitas, dan riwayat
tromboemboli. Warfarin merupakan kontraindikasi pada kehamilan karena efek
teratogenic, namun baik heparin dan warfarin aman digunakan selama menyusui
d. Interferon telah digunakan bila hasil biopsi membuktikan miokarditis virus.
Interferon hanya memperbaiki parameter ekokardiografi, namun tidak
menghasilkan banyak manfaat terhadap gejala simptomatik pasien PPCM.8

Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada kardiomiopati peripartum, adalah :
1. Gagal jantung
Merupakan penyakit yang paling umum terjadi. Sesuai dengan skenario kasus ini.
Terjadi ketika otot jantung tidak cukup kuat untuk memompa darah yang cukup untuk
seluruh tubuh, menyebabkan edema di paru-paru atau jaringan perifer. Beberapa
orang memiliki penyakit yang stabil dan kondisi yang agak sedikit buruk. Sementara
yang lain memiliki gejala berubah-ubah yang disebut gagal jantung. Hal ini
mempengaruhi kedua sisi jantung (kiri dan kanan) menyebabkan gejala sesak nafas,
edema tungkai, bendungan vena jugularis dan perut terasa penuh.9
2. Atrial fibrillation (AF)/ fibrilasi atrium
Merupakan kelainan irama jantung yang paling sering pada PPCM. Denyut jantung
ireguler dan cepat, menyebabkan rasa berdebar-debar, meningkatkan napas yang
pendek/ sesak nafas. Hal tersebut dapat berkaitan dengan gejala yang semakin
memburuk atau perkembangan dari bekuan darah / emboli. Risiko dari bekuan
tersebut diatasi dengan pemberian warfarin yang digunakan untuk mengencerkan
darah jika terjadi fibrilasi atrium.

3. Bekuan darah/ Thromboemboli


Pada PPCM, aliran darah yang melewati jantung lebih lambat dari biasanya. Hal ini
menyebabkan bekuan darah terbentuk di jantung. Jika bekuan darah tersebut terlepas
dari jantung dan ikut dalam sirkulasi, maka dapat menyebabkan kerusakan otak/
stroke. Pada PPCM dengan pembesaran jantung, diperlukan pengobatan dengan
warfarin/antikoagulan, untuk mencegah pembentukan bekuan darah.
4. Kelainan irama/ rhythm/ aritmia
Hal tersebut secara umum menyebabkan pusing, sesak nafas, palpitasi dan dapat juga
asimtomatik. Beberapa kelainan irama yang dapat terjadi pada PPCM :
- Ektopik ventrikular
Kadang-kadang ada 1 denyut tambahan di luar denyut jantung. Tidak memerlukan
pengobatan, tidak berbahaya, dan dapat ditemukan pada orang normal.
- Ventrikular takikardia
Merupakan denyut jantung yang sangat cepat. Berkaitan dengan penurunan drastis
dari tekanan darah dan gejala dari pusing sesak nafas atau bahkan pingsan. Tapi
dapat juga asimtomatik. Dapat berespon terhadap obat atau ICD/ implantable
cardioventer defibrillator.
- Ventricular fibrillation (VF)/ fibrilasi ventrikel
Jarang terjadi. Kelainan yang berat dan serius dari aktivitas elektrik irama jantung.
Dapat menyebabkan kolaps dan bahkan kematian jika tidak disembuhkan.
5. Heart block
Jika sistem konduksi elektrikal jantung dalam jantung gagal untuk berfungsi dengan
baik, jantung akan menjadi terlalu lambat. Jika terjadi pandangan mata terasa
gelap/tidak sadar, maka diperlukan pacemaker.9
Pencegahan
Berikut merupakan beberapa pecegahan yang dapat dilakukan, yaitu9 :
1. Perubahan pola hidup. Termasuk berhenti merokok, penyesuaian diet, penurunan
berat badan, olahraga teratur, dan lain-lain.
2. Mengobati factor predisposisi dan factor pencetus, seperti stress , emosi, hipertensi,
penyakit diabetes melitus, hyperlipidemia, berat badan berlebih, dan anemia.
3. Menghindari bekerja pada keadaan dingin maupun stress lain yang diketahui
mencetuskan serangan angina klasik pada seseorang.
4. Memberikan penjelasan pentingnya melatih aktivitas sehari-hari sehingga untuk
meningkatkan kemampuan jantung sehingga dapat mengurangi serangan jantung

Prognosis
Prognosis pasien setelah mengalami kardiomiopati peripartum adalah bervariasi
tergantung dari derajat disfungsi sistolik ventrikel kiri saat diagnosis awal ditegakkan. Secara
umum prognosis lebih baik dibandingkan dengan kardiomiopati noniskemik akibat penyebab
lain. Sekitar 50-60% wanita akan mengalami perbaikan fungsi kontraktil ventrikel kiri serta
ukuran dimensi ruang jantung dalam 6 bulan setelah melahirkan dan berlanjut 2 hingga 3
tahun berikutnya. Sisanya akan mengalami disfungsi ventrikel kiri menetap atau mengalami
perburukan kondisi klinis walaupun sudah diterapi optimal dengan perkiraan tingkat
kematian maternal berkisar antara 10-50% terutama dalam periode 3 bulan pasca melahirkan
jika tidak dilakukan transplantasi jantung. Pasien dengan dimensi sistolik akhir ventrikel kiri
kurang dari 5,5 cm, fraksi ejeksi ventrikel kiri lebih dari 30% dan kadar troponin jantung
rendah pada saat pemeriksaan awal, memiliki prognosis lebih baik. Wanita yang telah
terdiagnosis kardiomiopati peripartum dan mengalami disfungsi sistolik ventrikel kiri
menetap setelah melahirkan akan menghadapi risiko tinggi komplikasi kardiovaskular jika
kembali hamil, sehingga sebaiknya menghindari kehamilan berikutnya. Selain itu, wanita
yang pernah terdiagnosis dengan kardiomiopati peripartum tetap memiliki risiko rekurensi
dengan insidensi 30- 50%, walaupun fungsi ejeksi sistolik ventrikel kiri sudah kembali
normal.3

Kesimpulan
Sesuai dengan skenario, berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang, seorang perempuan 32 tahun di diagnosis mengalami gagal jantung
akut et causa kardiomiopati peripartum. Kardiomiopati peripartum adalah bentuk dari
kardiomiopati dilatasi dengan gejala gagal jantung yang terjadi pada bulan terakhir kehamilan
atau sampai 6 bulan masa postpartum. Penyakit ini terjadi dikarenakan terjadinya dilatasi
ventrikel kiri dan perubahan hemodinamika pada kehamilan seperti penurunan stroke volume
dan curah jantung, mengakibatkan kerja jantung yang semakin memberat. Terdapat beberapa
gejala seperti orthopnea, dyspnea, batuk, maupun edema pada ekstremitas. Tatalaksana dapat
secara non farmako dan farmakologis. Dan diharapkan untuk ibu hamil, sebaiknya
menghindari kehamilan berikutnya agar tidak menjadi tinggi resiko sebelum dilakukan
transplantasi jantung.

Daftar Pustaka
1. Profesor Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006. Jilid III Ed. 4. h. 1684.
2. Mashlahatun L. Kardiomiopati peripartum. Diunduh dari www.academia.edu pada
tanggal 23 September 2018.
3. Simahendra A. Gagal jantung pada masa kehamilan sebagai konsekuensi
kardiomiopati peripartum. Puskesmas Juata Permai, Dinas Kesehatan Kota Tarakan,
Kalimantan Timur, Indonesia. CDK-202/ vol. 40 no. 3, th. 2013.
4. Meadow R, Newell S. Lecture notes pediatrika. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2003.
Ed.7
5. Hollingworth T. Diagnosis banding dalam obstetri & ginekologi. Jakarta: EGC; 2012.
6. Demakis JG, Rahimtoola SH. Peripartum cardiomyopathy. Circulation
1971;44(5):964-8. Retraction in: Bhattacharyya A, Basra SS, Sen P, Kar P.
Peripartum Cardiomyopathy:A Review.Tex Heart Inst J. 2012
7. Santoso Mardi. Pemeriksaan fisik diagnosis. Jakarta: Bidang Penerbitan Yayasan
Diabetes Indonesia; 2004.
8. Ramaraj R and Sorrel VL. Peripartum cardiomyopathy: Causes, diagnosis, and
treatment. Cleveland clinic journal of medicine volume 76, number 5 may 2009.
9. Gray HH, Dawkins KD, dll. Lecture notes kardiologi. Jakarta: Penerbit Erlangga;
2002. Ed. 4. h. 86.

Anda mungkin juga menyukai