Anda di halaman 1dari 10

Gagal Jantung ec Peripartum Cardiomyopathy

Adrianus Velentinus 102015117, Jonathan Ariel 102016138, Priscilia Lewerissa


102011093, Adelia Yuantika 102013330, Gracecaella Arjanti 102016024, Cynthia
Tambunan 102016091, Resmi Suci Euis Kartini 102016149, Irene Cicilia
102016206, Rachel Puti Clarissa Lazuardi 102016274

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510

Abstrak

Peripartum Cardiomyopathy (PPCM) adalah penyakit langka dan berpotensi


mengancam jiwa yang terjadi menjelang akhir kehamilan atau pada bulan-bulan
setelah melahirkan pada wanita yang sebelumnya sehat jantung. Perjalanan penyakit
dapat berupa gejala yang ringan hingga bentuk parah yaitu gagal jantung akut dan
syok kardiogenik. Gagal jantung terkait kehamilan berkontribusi secara substansial
terhadap morbiditas dan mortalitas ibu. Perubahan hemodinamik yang mempengaruhi
sistem sirkulasi ibu terutama terjadi selama kehamilan dan fase persalinan akhir.
Peripartum Cardiomyopathy (PPCM) merupakan penyakit jantung terkait kehamilan
yang mengancam jiwa, namun tidak terdiagnosis yang serius mempengaruhi wanita
muda.

Kata Kunci : Peripartum kardiomiopati, gagal jantung

Abstract

Peripartum cardiomyopathy (PPCM) is a rare and potentially life-threatening


disease that occurs toward the end of pregnancy or in the months following delivery
in previously heart-healthy women. The course of the disease ranges from mild forms
with minor symptoms to severe forms with acute heart failure and cardiogenic shock.
The global burden of pregnancy-associated heart failure contributes substantially to
maternal morbidity and mortality. Hemodynamic alterations that affect the maternal
circulatory system primarily occur during late pregnancy and the delivery phase.
Peripartum cardiomyopathy (PPCM) represents a life-threatening, yet
underdiagnosed pregnancy-associated heart disease seriously affecting young
women.

Keywords : Peripartum cardiomyopathy, heart failure

Pendahuluan

PPCM didefinisikan sebagai kardiomiopati idiopatik dengan gagal jantung


sistolik yang terjadi menjelang akhir kehamilan atau pada bulan berikutnya setelah
melahirkan pada wanita yang sebelumnya sehat. Sebagaimana didefinisikan oleh
Heart Failure Association (HFA) dari European Society of Cardiology (ESC), fraksi
ejeksi ventrikel kiri (LVEF) hampir selalu <45%. 1 Fraksi ejeksi (EF) mengacu pada
seberapa baik ventrikel kiri (atau ventrikel kanan) memompa darah dengan setiap
detak jantung. Fraksi ejeksi ventrikel kiri (LVEF) adalah pengukuran berapa banyak
darah yang dipompa keluar dari ventrikel kiri jantung (ruang pompa utama) dengan
masing-masing kontraksi. Fraksi ejeksi ventrikel kanan (RVEF) adalah pengukuran
berapa banyak darah yang dipompa keluar dari sisi kanan jantung ke paru-paru untuk
oksigen. Dalam kebanyakan kasus, istilah "fraksi ejeksi" mengacu pada fraksi ejeksi
ventrikel kiri.

LVEF (%) pada laki-laki 52% to 72% Normal range, 41% to 51 Mildly abnormal,
30% to 40% Moderately abnormal, kurang dari 30% Severely abnormal, LVEF (%)
pada perempuan 54% to 74% Normal range, 41% to 53 Mildly Abnormal, 30% to
40% Moderately abnormal, kurang dari 30% Severely abnormal. Beberapa faktor
risiko telah diidentifikasi dalam beberapa tahun terakhir. Faktor risiko utama PPCM
adalah gangguan hipertensi terkait kehamilan seperti hipertensi gestasional,
preeklamsia, atau sindrom HELLP (hemolisis, peningkatan enzim hati, trombosit
rendah).1,2

Pemeriksaan Penunjang

Echocardiography

Ekocardiografi merupakan baku emas diagnosis PPCM. Tidak semua pasien datang
dengan dilatasi LV, tetapi LV end-diastolic diameter >60 mm memprediksi
kesembuhan minimal fungsi LV (sama halnya dengan LVEF <30%). Kriteria
diagnosis juga termasuk EF <45% dan fractional shortening <30%. Pencitraan
diperlukan untuk mencari trombus yang terbentuk akibat gangguan LVEF.
Ekocardiografi dianjurkan diulang 6 minggu, 6 bulan dan kemudian setiap tahun
untuk menilai efikasi terapi medis. Morfologi katup jantung biasanya dalam batas
normal, tetapi dilatasi ventrikel kiri bisa menyebabkan regurgitasi mitral sekunder.
Efusi perikardium minimal dapat juga ditemukan pada awal dan pertengahan periode
postpartum.2

Electrocardiogram (EKG)

EKG mengevaluasi untuk kelainan konduksi. Temuan nonspesifik lainnya termasuk


tegangan rendah, hipertrofi ventrikel kiri, dan segmen ST nonspesifik dan
abnormalitas gelombang-T.3 Pemeriksaan elektrokardiogram harus dikerjakan pada
semua pasien diduga gagal jantung. Abnormalitas EKG sering dijumpai pada gagal
jantung. Abnormalitas EKG memiliki nilai prediktif yang kecil dalam mendiagnosis
gagal jantung, jika EKG normal, diagnosis gagal jantung khususnya dengan disfungsi
sistolik sangat kecil (< 10%).4

Laboratorium

Peningkatan troponin-I lebih mungkin mengindikasikan penyakit miokard yang


sebenarnya, apakah itu inflamasi atau karena infark.3

Satu penelitian menemukan bahwa tingkat troponin T jantung yang lebih besar dari
0,04 ng /mL, yang diukur dalam 2 minggu diagnosis, adalah 60% sensitif dalam
mengidentifikasi wanita yang lebih mungkin memiliki disfungsi ventrikel persisten
pada 6 bulan setelah diagnosis. Mengingat kepekaan yang buruk, penggunaan klinis
dari tes ini tidak sepenuhnya jelas; pemeriksaan echocardiographic serial perlu
dilakukan terlepas dari hasil troponin.

Rontgen Thorax

Diagnosis harus cepat ditegakkan. Dispnea akut, takikardia atau hipoksia, harus
disertai Ro thorax untuk mendeteksi edema pulmoner, mencari etiologi dan
menyingkirkan pneumonia; dilaksanakan dengan menggunakan pelindung abdomen.
Fetal radiation exposure dengan 2 maternal chest radiographs menggunakan
abdominal shielding adalah sekitar 0.00007 rads. Sedangkan batasan yang diterima
untuk fetal radiation exposure selama kehamilan adalah 5 rads. Patchy infiltrates di
daerah paru bawah, dengan vascular redistribution/ cephalization, kardiomegali, dan
efusi pleura, mengindikasikan adanya gagal jantung kongestif. Harus
dipertimbangkan bahwa noncardiogenic pulmonary edema dapat ditemukan jika
wanita hamil terkena infeksi berulang, juga pada keadaan tekanan jantung normal dan
tidak ditemukan adanya cephalization pembuluh darah.2

Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Lebih akurat untuk menilai volume ruang jantung dan fungsi ventrikel dibandingkan
ekokardiografi, juga lebih sensitif untuk melihat trombus. Magnetic resonance
imaging dapat mengukur kontraksi miokard secara segmental dan dapat
mengidentifikasi perubahan miokard secara detail.

Differential Diagnosis

Cor Pulmonale

Cor pulmonale didefinisikan sebagai perubahan dalam struktur dan fungsi ventrikel
kanan (RV) dari jantung. Hipertensi pulmonal sering merupakan hubungan umum
antara disfungsi paru dan jantung pada kor pulmonal. Hipertensi pulmonal yang
disebabkan penyakit yang mengenai struktur dan atau pembuluh darah paru yang
mengakibatkan pembesaran ventrikel kanan dan dapat berlanjut menjadi gagal
jantung kanan. Patofisiologi kor pulmonal adalah peningkatan tekanan pengisian sisi
kanan dari hipertensi pulmonal yang berhubungan dengan penyakit paru-paru.
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) merupakan penyebab utama insufisiensi
respirasi dan kor pulmonal.4

Ventrikel kanan (RV) adalah ruang berdinding tipis yang lebih merupakan pompa
volume daripada pompa tekanan. Dengan peningkatan afterload, RV meningkatkan
tekanan sistolik untuk menjaga gradien. Pada satu titik, peningkatan tekanan arteri
pulmonal mengakibatkan pelebaran RV yang signifikan, peningkatan tekanan akhir-
diastolik RV, dan kolaps sirkulasi. Penurunan output RV dengan penurunan volume
diastolik ventrikel kiri (LV) menghasilkan penurunan output LV. Penurunan output
LV mengurangi tekanan darah di aorta dan menurunkan aliran darah koroner kanan.6

Dilated Cardiomyophaty
Kardiomiopati dilatasi adalah penyakit progresif otot jantung yang ditandai oleh
penggelembungan ruang ventrikel dan disfungsi kontraktil. Ventrikel kanan juga bisa
melebar dan disfungsional. Gejala merupakan indikator yang baik dari keparahan
kardiomiopati dilatasi seperti kelelahan, dyspnea saat beraktivitas, sesak nafas, batuk,
orthopnea, dispnea nokturnal paroksismal, meningkatkan edema, berat badan, atau
lingkar perut. Pelebaran progresif dapat menyebabkan regurgitasi mitral dan tricuspid
yang signifikan, yang selanjutnya dapat mengurangi curah jantung dan meningkatkan
volume end-sistolik dan tekanan dinding ventrikel. Pada gilirannya, ini mengarah
pada dilatasi lebih lanjut dan disfungsi miokard.6,9

Etiologi

Etiologi yang tepat dari PPCM masih belum diketahui, tetapi hipotesis berikut telah
diajukan:

(i) Familial; Pengelompokan keluarga PPCM sudah diketahui, bisa jadi karena faktor
genetik atau lingkungan. (ii) Myocarditis; Melvin mengusulkan miokarditis sebagai
penyebab PPCM. Miokarditis dapat berupa viral atau autoimun, karena dengan
kehamilan ada peningkatan kerentanan terhadap keduanya. Dalam satu penelitian,
biopsi endomiokardial pada lima pasien menunjukkan gambaran miokarditis. (iii)
Respon imun abnormal; sel janin memasuki sirkulasi ibu tanpa penolakan karena
lemahnya imunogenik sel chorionic. Jika sel-sel ini menempel ke jaringan jantung itu
memicu respon imun. Peningkatan titer imunoglobin dan autoantibodi lainnya pada
pasien dengan PPCM sugestif terhadap respon imun abnormal. (IV) stres kehamilan;
Sirkulasi hyperdynamic selama kehamilan menyebabkan remodelling dan hipertrofi
transien ventrikel kiri, pengurangan berlebihan dalam fungsi sistolik ventrikel kiri
dengan stres hipertensi gestasional dapat berkontribusi untuk gagal jantung pada
pasien PPCM.3,7

Epidemiologi

Laporan memperkirakan kejadian Peripartum Cardiomyopathy (PPCM) di Amerika


Serikat sangat bervariasi, mulai dari 1 kasus per 15.000 kelahiran hidup. Sekitar 75%
kasus didiagnosis dalam bulan pertama post partum, dan 45% pada minggu pertama.
Prevalensi dilaporkan 1 kasus per 6000 kelahiran hidup di Jepang, 1 kasus per 1000
kelahiran hidup di Afrika Selatan, dan 1 kasus per 350-400 kelahiran hidup di Haiti.
Prevalensi yang tinggi di Nigeria disebabkan oleh tradisi menelan kanwa (garam
danau kering) sambil berbaring di tempat tidur lumpur panas dua kali sehari selama
40 hari post partum. Asupan garam yang tinggi menyebabkan volume yang
berlebihan.3 PPCM telah dilaporkan di berbagai kelompok usia. Wanita yang lebih
tua mungkin terkait dengan kondisi yang tidak terdiagnosis, seperti tirotoksikosis,
stenosis mitral, atau hipertensi yang dapat mengakibatkan komplikasi kehamilan dan
perubahan fisiologis kehamilan, mengarah ke edema paru.3

Diagnosis

Definisi PPCM mencakup empat kriteria, tiga klinis dan satu echocardiographic:

(1) PPCM terjadi selama bulan terakhir kehamilan atau lima bulan pertama setelah
melahirkan. (2) Tidak ada penyebab yang dapat diidentifikasi untuk gagal jantung.
(3) Tidak adanya penyakit jantung sebelum lima bulan terakhir kehamilan. (4)
Kriteria echocardiographic - disfungsi sistolik ventrikel kiri yang parah, ditunjukkan
oleh fraksi ejeksi kurang dari 45% atau pengurangan fraksi pemendekan kurang dari
30%.4 Gejala dan pengobatan PPCM mirip dengan gagal jantung. Manifestasi dan
pengobatan PPCM adalah sama dengan gagal jantung tetapi dengan pertimbangan
efek obat pada janin.7

Faktor Risiko

Secara garis besar, faktor risiko PPCM diidentifikasi berupa penyakit yang
menyebabkan gangguan kardiovaskuler, seperti hipertensi (tekanan darah >140/90
mmHg setelah kehamilan minggu ke-20), diabetes melitus, dan merokok. Sedangkan
faktor risiko yang berhubungan dengan kehamilan antara lain, umur saat hamil >32
tahun, multipara (>3 kali hamil), kehamilan multifetal, preeclampsia, penggunaan
obatobatan untuk membantu proses melahirkan, dan malnutrisi terutama obesitas
(BMI >30).7 Kardiomiopati peripartum diduga terjadi akibat gizi yang tidak dipantau
saat hamil, sehingga otot jantung sang ibu tidak baik. Penyakit ini sebenarnya paling
banyak menyerang ibu-ibu alkoholik, perokok, atau ibu dengan kelainan hormonal.
Selain itu, kardiomiopati peripartum juga terjadi pada ibu yang hipersensitif dengan
kekebalan tubuh. Ini karena pada dasarnya, bayi adalah benda asing, yang
menyebabkan jantung mengalami kerusakan, hingga fungsinya menurun.8,9
Patofisiologi

Sistem kardiovaskular beradaptasi selama masa kehamilan. Meskipun perubahan


sistem kardiovaskular terlihat pada awal trimester pertama, perubahan pada sistem
kardiovaskular berlanjut ke trimester kedua dan ketiga, ketika cardiac output
meningkat kurang lebih sebanyak 40 %. Cardiac output meningkat dari minggu
kelima kehamilan dan mencapai tingkat maksimum sekitar minggu ke-32 kehamilan,
setelah itu hanya mengalami sedikit peningkatan sampai masa persalinan, kelahiran,
dan masa post partum. Peningkatan darah menimbulkan masalah tertentu bagi wanita
dengan kardiomiopati dilatasi dan lesi obstruktif seperti stenosis mitral atau
hipertensi paru.

Penurunan resistensi darah sistemik karena kombinasi dari peningkatan vasodilator


yaitu prostasiklin (PGl2) dan pengalihan darah kedalam sirkulasi uteroplasenta. Pada
akhir trimester kedua, curah jantung meningkat sekitar 30-50%. Stroke volume darah
yang berasal dari ventrikel dalam setiap denyut dan ini mencapai 70mls pada pria
dewasa yang sehat. Ini merupakan determinan utama dari curah jantung (cardiac
output/CO) sebagai produk dari stroke volume dan denyut jantung (heart rate/HR),
yang keduanya meningkat selama kehamilan. Perempuan hamil yang tidak mampu
meningkatkan curah jantung atau membutuhkan tekanan untuk melakukannya, maka
akan terjadi gagal jantung selama kehamilan. Wanita dengan curah jantung tetap
dengan lesi katup stenosis akan berisiko pada ibu dan janin.8

Naiknya posisi diafragma mengakibatkan perpindahan posisi jantung dalam dada,


sehingga terlihat adanya pembesaran jantung pada gambaran radiologis dan deviasi
aksis kiri dan perubahan gelombang T pada elektrokardiogram (EKG). Selama tahap
akhir kehamilan uterus gravidarum meningkatkan tekanan pada diafragma dan
menyebabkan sesak nafas. Pada kehamilan, sesak nafas juga dapat terjadi karena
peningkatan ventilasi yang kecil. Adaptasi respirasi selama kehamilan dirancang
untuk mengoptimalkan oksigenasi ibu dan janin, serta memfasilitasi perpindahan
produk sisa CO2 dari janin ke ibu

Prognosis

Meskipun perjalanan klinis sangat bervariasi, keseluruhan prognosis pasien PPCM


bila diobati sesuai dengan pedoman dan rekomendasi saat ini adalah baik. Sekitar
50% wanita sepenuhnya pulih (didefinisikan sebagai LVEF> 55% dan NYHA kelas
I), sedangkan 35-40% lainnya pulih sebagian (didefinisikan sebagai peningkatan
LVEF> 10% dan setidaknya satu kelas NYHA). Hanya sebagian kecil wanita yang
tetap di NYHA kelas III / IV dengan fungsi LV yang persisten dan berat yang
memerlukan implantasi alat bantu ventrikel kiri atau transplantasi jantung.1

Komplikasi

Hipoksia, gagal jantung progresif, aritmia. Misdiagnosis preeklampsia- Komplikasi


yang paling umum adalah tromboemboli.7

Komplikasi janin dapat berupa distress karena hipoksia ibu, distress karena
hipoperfusi plasenta akibat output jantung yang buruk, hipovolemia ibu karena
diuresis berlebihan, atau hipotensi akibat penurunan afterload yang agresif.3,7

Pencegahan

Pada pasien yang telah pulih dari kegagalan ventrikel kiri karena PPCM memiliki
risiko tinggi terkena PPCM pada kehamilan berikutnya. Sehingga cara terbaik untuk
menghindari PPCM adalah menghindari kehamilan berikutnya.7

Wanita dengan gagal jantung (tidak tergantung etiologi) rentan terhadap kerusakan
lebih lanjut selama kehamilan berikutnya. Kebanyakan obat gagal jantung
dikontraindikasikan selama kehamilan dan menyusui. Oleh karena itu, kontrasepsi
yang aman dan konsisten sangat dianjurkan pada wanita ini untuk menghindari efek
samping dan mencegah teratogenisitas. Metode penghalang sederhana tidak
disarankan karena tidak dapat diandalkan. Setelah menyelesaikan perencanaan
keluarga dan untuk pasien dengan gagal jantung berat persisten (NYHA kelas III /
IV, LVEF <30%), ligasi tuba mungkin merupakan pilihan yang aman.1,7

Perempuan yang memasuki kehamilan berikutnya dengan disfungsi LV yang


persisten berada pada risiko yang secara signifikan lebih tinggi untuk komplikasi
gagal jantung dibandingkan dengan mereka dengan pemulihan fungsi LV (lebih
banyak gejala gagal jantung, LVEF rendah, dan kematian ibu yang lebih tinggi).

Tatalaksana

Farmakologi
Penatalaksanaan PPCM mirip dengan tipe gagal jantung lainnya, terlepas dari efek
buruk pengobatan pada janin atau bayi yang menyusui. Tujuan terapi di PPCM
adalah untuk mengurangi preload, setelah memuat dan meningkatkan kontraktilitas
jantung. Pasien yang mengalami status jantung dekompensata selama kehamilan atau
pada periode peripartum, mungkin diketahui memiliki penyakit jantung atau mungkin
diperoleh selama kehamilan seperti kardiomiopati peripartum. Digoxin aman
digunakan dalam kehamilan. Diuretik dapat digunakan jika pembatasan garam tidak
cukup. Beta-blocker meningkatkan fungsi ventrikel kiri pada pasien PPCM, tetapi
ACE inhibitor adalah obat pilihan pada PPCM postpartum.9

Aritmia ventrikel harus ditangani secara agresif pada kasus PPCM. Obat antiaritmik
kelas III adalah pilihan terbaik. Obat-obatan intravena diperlukan pada pasien PPCM
yang dirawat di unit perawatan intensif. Terapi dengan ionotrop seperti dobutamine,
adrenalin dan milrinone, harus diarahkan oleh pemantauan jantung yang invasif.

Antikoagulasi dalam PPCM adalah suatu keharusan karena kehamilan itu sendiri
adalah keadaan hiperkoagulasi, di samping PPCM, dilatasi aliran darah jantung dan
turbulen. Sebelum persalinan, difraksi atau heparin dengan berat molekul rendah
adalah pilihan, sementara pada periode pascapartum, warfarin digunakan. Ketika
terapi medis gagal pada pasien dengan PPCM, kebutuhan untuk dukungan
kardiovaskular mekanik (pompa balon intra-aorta, alat bantu ventrikel) atau bahkan
transplantasi jantung telah dilaporkan dalam literatur.

Tidak ada indikasi untuk menghentikan kehamilan sebagai bentuk terapi. Jika pre-
eclampsia bersamaan, hemodinamik ibu tidak memadai untuk mendukung janin atau
terapi untuk mendukung kelahiran dini janin jangka dekat sangat dianjurkan.3,7

Daftar Pustaka

1. Koenig T, Kleiner DH, Bauersachs J. Peripartum cardiomyopathy. The National


Centre for Biothecnology Information. 2018; 43(5): 431–437. doi: 10.1007/s00059-
018-4709-z.

2. Setiantiningrum M, Rehatta V. Defi nisi, Etiopatogenesis, dan Diagnosis


Kardiomiopati Peripartum. Ikatan Dokter Indonesia. CDK-218/ vol. 41 no. 7. 2014
3. Carson PM, Jacob DE, Talavera F. Peripartum cardiomyopathy. Medscape. Maret
2016.

4. Kosaraju A, Makaryus AN. Left ventricular Ejection fraction. The National Centre
for Biothecnology Information. October 2017.

5. Leong D, Dave RH, Kocheril AG. Cor Pulmonale Overview of Cor Pulmonale
Management. Medscape. Desember 2017.

6. Dumitru I, Baker MM. Heart Failure. Medscape. May 2018.

7. Shaikh N. An obstetric emergency called peripartum cardiomyopathy. The


National Centre for Biothecnology Information. Jan-Mar; 2010; 3(1): 39–42. doi:
10.4103/0974-2700.58664

8. Rampengan SH. Penyakit jantung pada kehamilan. Jakarta : FKUI; 2014.

9. Siswanto BB,Hersunarti N, Erwinanto, Barack R,Pratikto RS,Nauli SE, Lubis AC.


Pedoman tatalaksana gagal jantung. Perhimpunan dokter spesialis kardiovaskular
Indonesia. 2015

Anda mungkin juga menyukai