Anda di halaman 1dari 10

Abses Mamae Sinistra

Haryaty Kaseh

102014069

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6 - Jakarta Barat

E-mail: haryaty.kaseh@yahoo.com

Pendahuluan

Abses mammae merupakan suatu penimbunan nanah di dalam payudara akibat


adanya infeksi. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri, salah satunya adalah
Staphylococcus aureus. Bakteri yang secara alami bisa ditemukan pada kulit manusia itu bisa
masuk apabila ada luka pada payudara terutama di sekitar puting susu. Abses payudara
merupakan komplikasi akibat peradangan payudara / mastitis yang sering timbul pada
minggu ke dua post partum (setelah melahirkan), karena adanya pembengkakan payudara
akibat tidak menyusui dan lecet pada puting susu.
Abses payudara sulit untuk sembuh sekaligus mudah untuk kambuh dan sering terjadi
pada wanita yang sedang menyusui. Utuk itu dalam makalah ini akan dibahas mengenai
abses payudara.

Anamnesis

Penyakit pada payudara bisa menimbulkan keluhan benjolan nyeri, ruam, sekret dari
puting, atau gejala sistemik (misalnya demam pada abses payudara atau penurunan berat
badan dan nyeri punggung pada kanker payudara metastatik). 1

Anamnesis yang baik akan terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit
dahulu, riwayat obstetric dan ginekologi (khusus wanita), riwayat penyakit dalam keluarga,
anamnesis susunan system dan anamnesis pribadi (meliputi keadaan sosial ekonomi, budaya,
kebiasaan, obat-obatan, lingkungan). Pada pasien usia lanjut perlu pula dievaluasi status
fungsionalnya. Pasien dengan sakit menahun, perlu dicatat pasang surut kesehatannya,
termasuk obat-obatannya dan aktivitas sehari-harinya.
a. Keluhan Utama

b. Riwayat penyakit sekarang

Kita menanyakan keluhan di payudara dan sekitar ketiak. Ada tidaknya benjolan di
payudara, apakah membesar atau tidak dan bila membesar bagaimana kecepatan tumbuhnya
serta adakah rasa sakit di ketiak. Cairan keluar dari puting, berdarah atau tidak. Puting
retraksi, meninggi, atau melipat. Perubahan kulit di payudara, borok atau ulserasi.1

c. Riwayat penyakit dahulu


Tanyakan pada pasien dan keluarganya. Apakah sebelumnya pernah melakukan
biopsi atau operasi, mamografi, radioterapi, atau mamoterapi payudara , apakah sekarang
mengkonsusmsi obat-obatan, hormon, termasuk pil KB dan sudah berapa lama.

d. Riwayat reproduksi
Kapan haid terakhir, usia menarche, frekuensi dan lama menstruasi, teratur atau tidak.
Jumlah kehamilan, anak laki-laki atau perempuan, riwayat abortus. Riwayat menyusui,
lamanya menyusui. Usia menopause, sudah berapa lama menopause. Cara KB yang dipakai,
apakah pil KB / injeksi / IUD / kondom / cara sistem kalender.

e. Riwayat penyakit keluarga


Apakah ada diantara anggota keluarga klien yang menderita penyakit seperti pasien
saat ini atau sehubungan dengan penyakit kanker lain. 1

Pemeriksaan Fisik
a. Umum
 Keadaan umum: Tampak sakit ringan, pucat.
 Kesadaran: Kompos mentis
 Tanda-tanda vital: dalam batas normal.
b. Inspeksi
Pasien diminta untuk membuka pakaian sampai pingang. Pemeriksaan
dilakukan dengan posisi penderita duduk menghadap dokter dengan kedua lengan
penderita di samping tubuh dan di pinggang. Perhatikan apakah kedua payudara
simetris, bentuk dan kontur. Dilihat adakah nodul pada kulit, lokasi, warna dan
jumlahnya. Adakah perubahan warna, luka atau borok. Adakah pembengkakan pada
kulit atau kulit yang tertarik (dimpling). Adakah nipple discharge atau keluar cairan
dari papilla mammae. Axila juga diinspeksi untuk melihat ada tidaknya
pembengkakan akibat pembesaran limfonodi karena tumor atau karena infeksi,
ditandai dengan adanya perubahan warna kemerahan.2
c. Palpasi
Prosedur yang direkomendasikan yaitu pemeriksaan dimulai dari lateral atas
dari tiap payudara, melingkar searah jarum jam ke arah dalam sampai ketengah,
dilakukan dengan tekanan yang ringan. Bila pemeriksa mencurigai adanya discharge
dari puting, maka cara untuk menemukannya adalah dengan melakukan pijatan pada
payudara ke arah puting secara lembut. Dengan demikian bila ada discharge akan
dapat diketahui dan dari duktus mana discharge tersebut berasal. Bila ditemukan suatu
discharge yang hemoragis maka perlu dilakukan pemeriksaan sitologis dengan
menampungnya pada preparat dan difiksasi.2

Pemeriksaan Penunjang
Pada penderita abses biasanya dianjurkan untuk melakukan 3 pemeriksaan, yaitu:

1) Pemeriksaan darah:
- Peningkatan jumlah sel darah putih.
2) Mammografi
Pemeriksaan payudara menggunakan sinar X yang dapat memperlihatkan
kelainan pada payudara dalam bentuk terkecil yaitu mikrokalsifikasi.
Mikrokalsifikasi yang dicurigai sebagai tanda kanker adalah titik-titik yang sangat
kecil, dan berkumpul dalam suatu kelompok (cluster). 3
3) USG payudara
Pemeriksaan payudara menggunakan gelombang suara. USG dapat
membedakan benjolan berupa tumor padat atau kista. USG biasa digunakan untuk
mengevaluasi masalah payudara yang tampak pada mammogram dan lebih
direkomendasikan pada wanita usia muda (di bawah 30 tahun).

Diagnosis Kerja
Abses payudara adalah suatu penimbunan nanah, biasanya terjadi akibat suatu infeksi
bakteri. Jika bakteri menyusup ke dalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi infeksi.
Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan sel-sel yang
terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi,
bergerak ke dalam rongga tersebut dan setelah menelan bakteri, sel darah putih akan mati. Sel
darah putih inilah yang mengisi rongga tersebut.
Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan disekitarnya akan terdorong. Jaringan
pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi dinding pembatas abses. Hal ini
merupakan mekanisme tubuh untuk mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut. Jika suatu
abses pecah didalam, maka infeksi bisa menyabar di dalam tubuh maupun dibawah
permukaan kulit, tergantung pada lokasi abses.

Abses payudara adalah akumulasi nanah pada jaringan payudara. Hal ini biasanya
disebabkan oleh infeksi pada payudara. Cedera dan infeksi pada payudara dapat
menghasilkan gejala yang sama dengan di bagian tubuh lainnya, kecuali pada payudara,
infeksi cenderung memusat dan menghasilkan abses kecil. Hal ini dapat menyerupai kista.
Payudara yang terinfeksi seperti jaringan terinfeksi lain, melokalisasi infeksi dengan
membentuk sawar jaringan granulasi yang mengelilinginya. Jaringan ini akan menjadi kapsul
abses, yang terisi dengan pus. Terdapat benjolan yang membengkak yang sangat nyeri,
dengan kemerahan panas dan edema pada kulit diatasnya. Jika keadaan ini dibiarkan maka
pus akan menjadi berfluktuasi, dengan perubahan warna kulit dan nekrosis. Dalam kasus
seperti ini demam biasa muncul ataupun tidak . pus dapat diaspirasi denagn spuit dan jarum
berlubang besar. Diagnosis banding abses payudara mencakup galaktokel, fibroadenoma, dan
karsinoma.
Infeksi pada payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang umum ditemukan pada
kulit normal (staphylococcus aureus). Infeksi terjadi khususnya pada saat ibu menyusui.
Bakteri masuk ke tubuh melalui kulit yang rusak, biasanya pada puting susu yang rusak pada
masa awal menyusui. Area yang terinfeksi akan terisi dengan nanah.
Infeksi pada payudara tidak berhubungan dengan menyusui harus dibedakan dengan
kanker payudara. Pada kasus yang langka, wanita muda sampai usia pertengahan yang tidak
menyusui mengalami subareolar abscesses (terjadi dibawah areola, area gelap sekitar puting
susu). Kondisi ini sebenarnya terjadi pada perokok.Abses dikulit atau dibawah kulit sangat
mudah dikenali, sedangkan abses dalam seringkali sulit ditemukan. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Jika tidak sedang menyusui, bisa ditemukan
mammografi atau biopsi payudara.4

Diagnosis Banding
Mastitis purpuralis
Mastitis purpuralis biasanya ditandai oleh peradangan unilateral, umumnya terlokalisir,
disertai demam, nyeri setempat, nyeri tekan dan eritema segmental. Seringkali masih terdapat
fisura pada puting (tempat masuk bakteri). Kuman penyebab yang umum adalah
Staphylococcus aureus hemolitikus. Karena itu harus menggunakan terapi antibiotika yang
resisten terhadap penisilinase (misalnya oksasilin, sefalotin). Primigravida lebih sering
terkena. Mastitis purpuralis cenderung terjadi dalam dua tipe epidemiologik, yaitu tipe
epidemik dan sporadik. Pada tipe epidemik, infeksi seringkali dapat ditemukan pada karier
(pembawa), dan tipe ini cenderung berbahaya. Karena itu diperlukan terapi intensif. Ibu
dianjurkan untuk berhenti menyusui, mendapat terapi antibiotika, penekan laktasi, kompres
dingin payudara dan mengenakan bh siang dan malam.

Pada tipe mastitis purpuralis sporadik, bayi (merupakan sumber organisme penginfeksi yang
paling sering) dapat terus menyusu. Dengan berkurangnya pembengkakan, kemungkinan
pembentukan abses juga menurun. Pelindung puting dapat membantu mengendalikan rasa
tidak nyaman. Pengobatan antibiotika sama dengan untuk tipe epidemik.

Pada kedua tipe, jika pemberian antibiotika dimulai sebelum terjadi supurasi, infeksi biasanya
dapat dikendalikan dalam 24 jam. Jika infeksi berkembang membentuk abses, diperlukan
drainase dengan pembedahan.

Mastitis tuberkulosa
Mastitis spesifik ini jarang ditemukan. Mungkin dapat timbul abses dingin yang tidak begitu
nyeri. Mastitis tuberkulosa dapat dikacaukan dengan karsinoma mamma. Dalam hal ini, perlu
anamnesis yang teliti dan biopsi di tempat yang tepat, yaitu pada mamae yang tersisi setelah
nanah dialirkan. Kadang mastitis tuberkulosa membentuk fistel. Diagnosis dipastikan dengan
pemeriksaan histologi biopsi. Pengobatan dengan tuberkulostatik.

Galaktokel adalah kista retensi berisi air susu. Kadang timbul infeksi di dalam kista
tersebut.5

Penyakit ini boleh dikatakan hampir selalu timbul pada waktu hamil dan laktasi.
Sedangkan mastitis berdasarkan tempatnya dapat dibedakan menjadi:
a. Mastitis yang menyebabkan abses dibawah areola mammae.
b. Mastitis ditengah-tengah mammae yang menyebabkan abses ditempat itu.
c. Mastitis pada jaringan dibawah dorsal dari kelenjar-kelenjar yang menyebabkan abses
antara mammae dan otot-otot dibawahnya.

Sesudah bayi lahir dan plasenta keluar, kadar estrogen dan progesteron turun dalam 2-3 hari.
Dengan ini faktor dari hipotalamus yang menghalangi prolaktin waktu hamil, dan sangat di
pengaruhi oleh estrogen, tidak dikeluarkan lagi, dan terjadi sekresi prolaktin oleh hipofisis.
Hormon ini menyebabkan alveolus-alveolus kelenjar mammae terisi dengan air susu, tetapi
untuk mengeluarkan dibutuhkan refleks yang menyebabkan kontraksi sel-sel mioepitel yang
mengelilingi alveolus dan duktus kecil kelenjar-kelenjar tersebut. Refleks ini timbul bila bayi
menyusui. Apabila bayi tidak menyusu dengan baik, atau jika tidak dikosongkan dengan
sempurna, maka terjadi bendungan air susu yang merupakan awal dari terjadinya mastitis dan
jika tidak mendapatkan penanganan yang baik maka akan timbul abses. Mastitis juga dapat
disebabkan karena payudara yang tidak dirawat dengan baik, sehingga mengakibatkan
putting susu pecah yang merupakan porte de entre dari kuman Stafilokokus Aureus, dan jika
tidak mendapatkan penanganan yang tidak baik maka akan berlanjut ke abses.

Pada awalnya bermula dari kuman penyebab mastitis yaitu puting susu yang luka atau lecet
dan kuman tersebut berkelanjutan menjalar ke duktulus-duktulus dan sinus sehingga
mengakibatkan radang pada mamae. Radang duktulus-duktulus menjadi edematus dan
akibatnya air susu tersebut terbendung.

Mastitis / abses payudara selama laktasi, gejalanya merah, panas, benjolan yang nyeri tekan,
gejala sistemik. Jika sudah terinfeksi, payudara akan bengkak dan terasa nyeri, terasa keras
saat diraba dan tampak memerah, permukaan kulit dari payudara yang terkena infeksi juga
tampak seperti pecah-pecah. Badan demam seperti terserang flu. Namun bila karena
sumbatan tanpa infeksi, biasanya badan tidak terasa nyeri dan tidak demam. Pada payudara
juga tidak teraba bagian yang keras dan nyeri, serta merah.5

Etiologi

Infeksi payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang banyak ditemukan pada kulit
yang normal (Staphylococcus aureus). Bakteri seringkali berasal dari mulut bayi dan masuk
ke dalam saluran air susu melalui sobekan atau retakan di kulit (biasanya pada puting susu).
Infeksi terjadi khususnya pada saat ibu menyusui. Bakteri masuk ke tubuh melalui kulit yang
rusak, biasanya pada puting susu yang rusak pada masa awal menyusui. Area yang terinfeksi
akan terisi dengan nanah.Abses payudara bisa terjadi disekitar puting, bisa juga diseluruh
payudara.6

Epidemiologi

Abses merupakan komplikasi mastitis yang biasanya terjadi karena pengobatan


terlambat atau tidak adekuat. Bila terdapat daerah payudara teraba keras , merah dan tegang
walaupun ibu telah diterapi, maka kita harus pikirkan kemungkinan terjadinya abses. Kurang
lebih 3% dari kejadian mastitis berlanjut menjadi abses.7

Patofisiologi
Adapun patogenesis dari abses payudara adalah luka atau lesi pada putting terjadi à
peradangan à masuk (organisme ini biasanya dari mulut bayi) à pengeluaran susuterhambat
& produksi susu normal à penyumbatan duktus à terbentuk abses.

Terjadinya mastitis diawali dengan peningkatan tekanan di dalam duktus (saluran ASI) akibat
stasis ASI. Bila ASI tidak segera dikeluarkan maka terjadi tegangan alveoli yang berlebihan
dan mengakibatkan sel epitel yang memproduksi ASI menjadi datar dan tertekan, sehingga
permeabilitas jaringan ikat meningkat. Beberapa komponen (terutama protein kekebalan
tubuh dan natrium) dari plasma masuk ke dalam ASI dan selanjutnya ke jaringan sekitar sel
sehingga memicu respons imun. Stasis ASI, adanya respons inflamasi, dan kerusakan
jaringan memudahkan terjadinya infeksi.5

Terdapat beberapa cara masuknya kuman yaitu melalui duktus laktiferus ke lobus sekresi,
melalui puting yang retak ke kelenjar limfe sekitar duktus (periduktal) atau melalui
penyebaran hematogen  pembuluh darah. Organisme yang paling sering adalah
Staphylococcus aureus, Escherecia coli dan Streptococcus. Kadang-kadang ditemukan pula
mastitis tuberkulosis yang menyebabkan bayi dapat menderita tuberkulosa tonsil. Pada
daerah endemis tuberkulosa kejadian mastitis tuberkulosis mencapai 1%.5

Apabila kekebalan dan daya tahan tubuh ibu baik maka dengan penanganan yang cepat dan
tepat maka peradangan akan segera berhenti. Tetapi apabila peradangan pada payudara tidak
diatasi dengan baik dan bila diikuti oleh terjadi infeksi maka peradangan akan meluas. dan
akan terbentuk abses yang menyebabkan peradangan akan berlanjut dan menimbulkan gejala
klinis yang lebih berat dari sebelumnya.
Manifestasi klinik

Gejala dari abses tergantung pada lokasi dan pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ
atau syaraf. Gejala dan tanda yang sering ditimbulkan oleh abses payudara diantaranya : 3

1. Tanda-tanda inflamasi pada payudara (merah, panas jika disentuh, membengkak dan
adanya nyeri tekan).
2. Teraba massa, suatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit biasanya tampak sebagai
suatu benjolan. Jika abses akan pecah, maka daerah pusat benjolan akan lebih putih
karena kulit diatasnya menipis.
3. Gejala sistematik berupa demam tinggi, menggigil, malaise.
4. Nipple discharge (keluar cairan dari puting susu, bisa mengandung nanah)
5. Gatal-gatal
6. Pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi yang sama dengan payudara yang
terkena.

Penatalaksanaan

Medikamentosa
Meskipun ibu menyusui sering enggan untuk mengkonsumsi obat, ibu dengan mastitis
dianjurkan untuk mengkonsumsi beberapa obat sesuai indikasi.
Analgesik
Rasa nyeri merupakan faktor penghambat produksi hormon oksitosin yang berguna
dalam proses pengeluaran ASI. Analgesik diberikan untuk mengurangi rasa nyeri pada
mastitis. Analgesik yang dianjurkan adalah obat anti inflamasi seperti ibuprofen. Ibuprofen
lebih efektif dalam menurunkan gejala yang berhubungan dengan peradangan dibandingkan
parasetamol atau asetaminofen. Ibuprofen sampai dosis 1,6 gram per hari tidak terdeteksi
pada ASI sehingga direkomendasikan untuk ibu menyusui yang mengalami mastitis.8
Antibiotik
Jika gejala mastitis masih ringan dan berlangsung kurang dari 24 jam, maka perawatan
konservatif (mengalirkan ASI dan perawatan suportif) sudah cukup membantu. Jika tidak
terlihat perbaikan gejala dalam 12 – 24 jam atau jika ibu tampak sakit berat, antibiotik harus
segera diberikan. Jenis antibiotik yang biasa digunakan adalah dikloksasilin atau
flukloksasilin 500 mg setiap 6 jam secara oral. Dikloksasilin mempunyai waktu paruh yang
lebih singkat dalam darah dan lebih banyak efek sampingnya ke hati dibandingkan
flukloksasilin. Pemberian per oral lebih dianjurkan karena pemberian secara intravena sering
menyebabkan peradangan pembuluh darah. Sefaleksin biasanya aman untuk ibu hamil yang
alergi terhadap penisillin tetapi untuk kasus hipersensitif penisillin yang berat lebih
dianjurkan klindamisin.
Antibiotik diberikan paling sedikit selama 10 – 14 hari. Biasanya ibu menghentikan
antibiotik sebelum waktunya karena merasa telah membaik. Hal ini meningkatkan risiko
terjadinya mastitis berulang. Tetapi perlu pula diingat bahwa pemberian antibiotik yang
cukup lama dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi jamur pada payudara dan vagina.
Pada penelitian yang dilakukan Jahanfar diperlihatkan bahwa pemberian antibiotik
disertai dengan pengosongan payudara pada mastitis mempercepat penyembuhan bila
dibandingkan dengan pengosongan payudara saja. Sedangkan penelitian Jimenez dkk.
memperlihatkan bahwa pemberian Lactobacillus salivarius dan Lactobacillus gasseri
mempercepat perbaikan kondisi klinik pada kasus mastitis yang sementara mendapat
antibiotik.8

Non medikamentosa
Sebagian penderita yang hamil atau menyusui, terdapat kecenderungan mengalami abses
payudara, yang mana dianjurkan padanya dilakukan pengaliran isi abses (drainase) dengan
anestesi umum (biasanya sebagian besar terdiri dari jaringan superfisialis). Biasanya tak
diperlukan bukan abses dengan insisi tunggal yang panjang, tetapi dibuat dua insisi terpisah
yang kecil, dan dilalui oleh pipa karet lunak, untuk memastikan pengaliran yang adekuat,
dengan kemungkinan deformitas yang minimal, dan akhirnya harus dilakukan biopsi. 8

Kesimpulan
Seorang perempuan berusia 28 tahun datang dengan keluhan payudara kirinya dirasa
membengkak, terasa sakit disertai demam di diagnosis abses mamae sinistra.

Daftar Pustaka
1. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2005.h.
34.
2. Willms JL, Schneiderman H, Algranati PS. Diagnosis fisik: evaluasi diagnosis dan
fungsi di bangsal. Jakarta: EGC; 2004.h. 177-88.
3. Morgan G, Hamilton C. Obstetri dan ginekologi panduan praktis. Edisi ke-2. Jakarta:
EGC; 2009.h. 238-41.
4. Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Prasetyono TOH, Rudiman R. Buku ajar ilmu
bedah Sjamsuhidajat-de jong. Ed.3. Jakarta: EGC; 2010.h. 473-5.
5. Benson RC, Martin L. Buku saku obstetri dan ginekologi. Edisi 9. Editor: Primarianti
S, Resmisari T. Jakarta: EGC; 2008. h. 487-91.
6. Taber BZ. Kapita selekta kedaruratan obstetri dan ginekologi. Edisi ke-2. Jakarta:
EGC; 2007.h. 98-103.
7. Benson RC, Pernol ML. Buku saku obstetri dan ginekologi. Edisi ke-9. Jakarta: EGC;
2009.h. 488-90.

8. Alasiry E (2009). Mastitis: pencegahan dan penanganan. Diunduh dari:


http://www.idai.or.id/asi/artikel.asp?q=201252114142, pada tanggal 17 April 2013.

Anda mungkin juga menyukai